Anda di halaman 1dari 19

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGANDAN PERILAKU HIDUP BERSIH

SEHAT DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH


PUSKESMAS JEMARAS
KECAMATAN KLANGENAN KABUPATEN CIREBON
(The Association between Environment Sanitation and Healthy Behavior
towards Diarrhea Case in Children under Five Years Old in Puskesmas Jemaras,
Klangenan District, Cirebon Regency)

Agus Khurniawan
Dosen Tetap Akademi Keperawatan Muhammadiyah Cirebon

ABSTRACT
Introduction :Diarrhea is still the cause of death and illness among children under five
years old in developing countries.Based on the data of 10 most diseases the inpatients
suffered, diarrhea was at the top rank in Indonesia. This research was aimed at knowing
the relationship between environment sanitation and healthy behavior towards diarrhea
case in children under five years old. Method :This research was a quantitative study with
case control design. The sample used was 260 children under five years old consisting of
130 children suffering from diarrhea and 130 children without diarrhea. Data analyzed
using bivariant analysis with chi square and multi variant analysis with multiple logistic
regressions.Result :The results show that unhealthy environment sanitation and unhealthy
behavior have a significant relationship with the diarrhea case in children under five years
old. Families with unhealthy sanitation have 6.6 times more risks of causing diarrhea to
their children under five years old. Mothers who have unhealthy behavior have 4.6 more
risks of causing diarrhea to their children under five years old. The most dominant risk
factor which cause diarrhea to children is environment sanitation. Discussion :Based on
the research result it is advised that besides providing standardized healthy sanitary
facilities, people improve their healthy behavior, especially washing hands with soap and
flowing water, defecating at healthy toilet, using clean water, and give exclusive breast
feeding to their babies.

Keywords: Diarrhea, Healthy Behavior, Environment Sanitation

PENDAHULUAN

Di negara berkembang, diare merupakan penyebab kematian dan kesakitan pada

balita, diperkirakan 1,8 juta setiap tahun, dimana 90% kematian karena diare terjadi pada

anak-anak di bawah lima tahun.Pola penyakit penyebab kematian balita menunjukkan

bahwa lebih dari 70% kematian disebabkan oleh penyakit diare, pneumonia, campak,

malaria dan malnutrisi. Kematian tertinggi balita adalah akibat infeksi sistem pernafasan/

pneumonia 22,8% (4,6 per1000 balita) dan kematian akibat diare 13,2% (2,3 per1000

31
balita). Diare merupakan penyakit dengan frekuensi Kejadian Luar Biasa kedua terbanyak

setelah Demam Berdarah dengan CFR 2,48%.1

Menurut Blum, faktor lingkungan dan perilaku mempunyai peranan sangat besar

terhadap derajat kesehatan dan berkontribusi terhadap angka kesakitan dan

kematian.2Menurut Bellamy, diperkirakan 40% penyebab penyakit pada balita

berhubungan dengan lingkungan tidak sehat. Sekitar 1,3 juta kematian karena diare pada

balita berhubungan dengan penggunaan air dan sanitasi yang tidak memenuhi syarat

kesehatan3Faktor karakteristik individu dan keluarga seperti umur, jenis kelamin,


4
pendidikan ibu dan status sosial ekonomi mempunyai hubungan dengan kejadian diare.

Faktor perilaku yang mempengaruhi kejadian diare diantaranya adalah perilaku ibu

dalam memberikan ASI, perilaku menggunakan air bersih, mencuci tangan dengan air

bersih dan sabun serta perilaku menggunakan jamban sehat. 5Bayi yang tidak mendapat

ASI mempunyai resiko enam kali lebih besar menderita diare dibandingkan dengan bayi

yang mendapatkan ASI.6 Perilaku ibu yang tidak mencuci tangan sebelum memberi

makan kepada anak-anaknya meningkatkan risiko anak untuk menderita diare. 7

Menurut data Profil Kesehatan Kabupaten Cirebon tahun 2009, jumlah penderita

diare pada balita sebanyak 56,53%. Penderita meninggal karena diare terlaporkan

sebanyak 5 orang. Angka incidence rate 50,55 per 1000 penduduk dan CFR 0,04 per

1000 penduduk. Jumlah kasus diare terbesar ada di Kecamatan Klangenan yaitu

sebanyak 4.597 kasus, 2.071 diantaranya terjadi di wilayah kerja Puskesmas

Jemaras.8Data laporan Sistem Informasi dan Manajemen Puskesmas (SIMPUS), kegiatan

bidang Kesehatan UPT Puskesmas Jemaras tahun 2009, jumlah kasus diare pada balita

sebesar 38,6%.

Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan analisis hubungan sanitasi lingkungan

dan perilaku hidup bersih sehat terhadap kejadian diare pada balita di wilayah Puskesmas

Jemaras Kecamatan Klangenan Kabupaten Cirebon. Penelitian ini bertujuan untuk

32
mengetahui hubungan sanitasi lingkungan dan PHBS dengan kejadian diare pada balita,

serta mengetahuifaktor yang paling dominan mempengaruhi kejadian diare pada balita.

BAHAN DAN METODE

Rancangan penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode yang

digunakan studi kasus kontrol (case control). Penelitian ini dilakukan dengan

caraobservasional analyticyaitu mengkaji catatan medik pada kasus di puskesmas dan

melakukan wawancara serta observasi terhadap subjek penelitian.

Subjek pada penelitian ini adalah ibu balita yang menempati rumah dan tinggal di

wilayah Puskesmas Jemaras Kecamatan Klangenan Kabupaten Cirebon. Objek penelitian

adalah status sakit balita, yang ditunjukkan dengan keadaan menderita diare atau tidak

menderita diare.

Variabel dependent dalam penelitian ini adalah kejadian diare pada balita dan

variabel independent adalah sanitasi lingkungan dan perilaku hidup bersih sehat. Variabel

independent sanitasi lingkungan meliputi sarana air bersih, sarana pembuangan kotoran

dan sarana pembuangan sampah.Variabel independent perilaku hidup bersih sehat

meliputi pengetahuan tentang pencegahan penyakit diare dan higiene sanitasi lingkungan

rumah tangga, sikap terhadap pencegahan penyakit diare dan higiene sanitasi lingkungan

rumah tangga dan perilaku praktek ibu dalam pencegahan penyakit diare dan higiene

sanitasi lingkungan rumah tangga.

Sampelkasus adalah ibu yang memiliki balita dengan status sakit diare dalam 14

hari terakhir.Sampel Kontrol adalah ibu yang memiliki balita dengan status tidak menderita

diare dalam 14 hari terakhir. Perbandingan jumlah kasus dan kontrol pada penelitian

adalah 1 : 1, 1 kasus dengan 1 kontrol.

Berdasarkan data laporan penyakit diare di Puskesmas Jemaras tahun 2009,

proporsi kejadian diare pada balita sebesar 38.6%.Dari hasil perhitungan statistik besaran

sampel, maka jumlah sampel untuk penelitian ini adalah 130 kasus dan 130

33
kontrol.Pengambilan sampel dilakukan secara acak dan proporsional yaitu terlebih dahulu

melihat proporsi ibu balita dengan faktor risiko pada kelompok kasus dan proporsi ibu

balita dengan faktor risiko pada kelompok kontrol.

Analisis data dilakukan dengan analisis univariat,bivariat danmultivariat.Analisis

univariat dilakukan untuk melihat proporsi subjek yang terpajan pada kasus dan proporsi

subjek yang terpajan pada kontrol.Analisis bivariat dengan menggunakan uji chi-

squaredan analisis multivariat dilakukan dengan regresi logistik ganda.

HASIL

Berikut ini disajikan tabel distribusi frekuensi yang menggambarkan karakteristik

subjek penelitian pada kasus dan kontrol :

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Subjek Penelitian pada Kasus dan Kontrol

Riwayat Diare
Kasus Kontrol (tidak
Variabel Total
(Diare) diare)
n % n % n %
Usia Ibu
< dari 25 tahun 63 48,5 25 19,2 88 33,8
25 sd 35 th 54 41,5 83 63,9 137 52,7
> dari 35 tahun 13 10 22 16,9 35 13,5

Tingkat Pendidikan Ibu


Rendah ( di bawah SMP) 91 70 78 60 169 65
Sedang ( SMP sd SMA) 39 30 48 36,9 87 33,5
Tinggi ( Perguruan Tinggi) 0 0 4 3,1 4 1,5

Pekerjaan Ibu
Tidak Bekerja ( IRT) 112 86,2 107 82,3 219 84,2
Bekerja 18 13,8 23 17,7 41 15,8

Jenis Kelamin Balita


Laki-laki 61 46,9 62 47,7 123 47,3
Perempuan 69 53,1 68 52,3 137 52,7

Tabel2. Distribusi Kasus dan Kontrol Menurut Faktor Sanitasi, Pengetahuan,


Sikap, Perilaku Praktek dan Perilaku Hidup Bersih Sehat.

34
Riwayat diare
Kasus Kontrol
Variabel Total
( Diare) (Tidak Diare)
n % n %
Sanitasi
Memenuhi Syarat Kesehatan (MSK) 15 11,5 60 46,2 75
Tidak Memenuhi Syarat Kesehatan 115 88,5 70 53,8 185
(TMSK)

Pengetahuan
Pengetahuan tinggi (tahu) 75 57,7 103 79,2 178
Pengetahuan rendah (tidak tahu) 55 42,3 27 20,8 82
Sikap
Sikap baik 48 36,9 75 57,7 123
Sikap kurang baik 82 63,1 55 42,3 137

Perilaku Praktek
Perilaku benar praktek 67 51,5 115 88,5 182
Perilaku salah praktek 63 48,5 15 11,5 78

Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS)


PHBS benar 64 49,2 106 81,5 170
PHBS salah 66 50,8 24 18,5 90

Berdasarkan hasil analisa uji bivariate dengan menggunakan Chi-square untuk

melihat hubungan masing-masing variabel independent dengan variabel dependentadalah

sebagai berikut:

Tabel 3. Hubungan Faktor Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian


Diare pada Balita.

Rasio 95,0% C.I.


Variabel B SE Wald df p-value.
odds Lower Upper
Sanitasi 1.883 .326 33.341 1 .000 6.571 3.468 12.451

constant -1.386 .289 23.062 1 .000 .250

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna

antara faktor sanitasi dengan kejadian diare pada balita ( p<0,05 ). Sanitasi yang tidak

memenuhi syarat kesehatan mempunyai rasio odds untuk menyebabkan terjadinya diare

35
pada balita sebesar 6,571 kali (Interval Kepercayaan 95%: 3,468-12,451) dibanding

sanitasi yang memenuhi syarat kesehatan.

Tabel 4. Hubungan Faktor Pengetahuan Ibu dengan Kejadian Diare pada Balita.

Rasio 95,0% C.I.


Variabel B SE Wald df p-value.
odds Lower Upper
Pengetahuan 1.029 .280 13.523 1 .000 2.798 1.617 4.841

constant -.317 .152 4.368 1 .037 .728

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna

antara faktor pengetahuan dengan kejadian diare pada balita ( nilai p <0,05 ). Ibu dengan

tingkat pengetahuan rendah mempunyai rasio odds untuk menyebabkan terjadinya diare

pada balita sebesar 2,798 kali (Interval Kepercayaan 95%:1,617-4,841) dibanding ibu

yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi.

Tabel 5. Hubungan Faktor Sikap Ibu dengan Kejadian Diare pada Balita.
Rasio 95,0% C.I.
Variabel B SE Wald df p-value.
odds Lower Upper
Sikap .846 .254 11.080 1 .001 2.330 1.416 3.833

constant -.446 .185 5.829 1 .016 .640

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna

antara faktor sikap dengan kejadian diare pada balita ( nilai p<0,05 ). Ibu dengan sikap

kurang baik mempunyai rasio odds untuk menyebabkan terjadinya diare pada balita

sebesar 2,330 kali (Interval Kepercayaan 95%: 1,416-3,833) dibanding ibu yang memiliki

sikap yang baik.

Tabel6. Hubungan Faktor Perilaku Praktek Ibu dengan Kejadian Diare padaBalita.
Rasio 95,0% C.I.
Variabel B SE Wald df p-value.
odds Lower Upper
Perilaku 1.975 .326 36.755 1 .000 7.209 3.807 13.653
Praktek

constant -.540 .154 12.356 1 .000 .583


Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna

antara faktor perilaku praktek ibu dengan kejadian diare pada balita (nilai p<0,05). Ibu

36
dengan perilaku praktek salah mempunyai rasio odds untuk menyebabkan terjadinya diare

pada balita sebesar 7,209 kali (Interval Kepercayaan 95%: 3,807-13,653) dibanding ibu

yang memiliki perilaku praktek benar.

Tabel 7.Hubungan Faktor Perilaku Hidup Bersih Sehat Ibu dengan Kejadian
Diare pada Balita.
Rasio 95,0% C.I.
Variabel B SE Wald df p-value.
odds Lower Upper
PHBS 1.516 .286 28.075 1 .000 4.555 2.600 7.980

constant -.505 .158 10.159 1 .001 .604

Dalam penelitian ini, faktor perilaku ibu balita terdiri dari pengetahuan, sikap dan

perilaku praktek dalam pencegahan penyakit diare dan higiene sanitasi lingkungan rumah

tangga.Faktor perilaku yang mencakup 3 (tiga) ranah tersebut selanjutnya disebut perilaku

hidup bersih sehat (PHBS).

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna

antara faktor PHBS ibu dengan kejadian diare pada balita (nilai p<0,05). Ibu dengan PHBS

salah mempunyai rasio odds untuk menyebabkan terjadinya diare pada balita sebesar

4,555 kali (Interval Kepercayaan 95%: 2,600-7,980) dibanding ibu yang memiliki PHBS

benar.

Tabel 8. Model Hubungan Variabel Sanitasi Lingkungan dan PHBS


dengan Kejadian Diare pada Balita.
Rasio 95,0% C.I.
Variabel B SE Wald df p-value.
odds Lower Upper
Sanitasi 1.536 .340 20.353 1 .000 4.644 2.383 9.051
PHBS 1.100 .304 13.138 1 .000 3.006 1.658 5.450
Constant -1.500 .294 25.968 1 .000 .223

Dari model hubungan ditunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara

sanitasi lingkungan dan perilaku hidup bersih sehat dengan kejadian diare pada balita.

Faktor risiko yang paling besar pengaruhnya terhadap kejadian diare pada balita adalah

sanitasi lingkungan.

PEMBAHASAN

37
A. Hubungan Faktor Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Diare pada Balita.

Pada penelitian ini faktor sanitasi lingkungan terdiri darijenis sarana air bersih dan

kondisi air yang digunakan oleh keluarga untuk keperluan minum dan masak, jenis jamban

yang digunakan untuk buang air besar, dan ada tidaknya tempat dan cara pembuangan

sampah di lingkungan rumah.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Harianto, Yunus

dan Heller.Penelitian Harianto, menyimpulkan bahwa balita yang mengkonsumsi air

minum yang tidak memenuhi syarat mempunyai risiko mengalami diare 1,366 kali

dibandingkan dengan balita yang mengkonsumsi air minum yang memenuhi syarat. 9

Penelitian Yunus mengatakan, keluarga yang memiliki jamban tidak memenuhi syarat

mempunyai peluang balitanya diare 5,1 kali dibanding balita dari keluarga dengan jamban

memenuhi syarat.10. Penelitian Heller, menunjukkan bahwa penanganan sampah yang

buruk akan berisiko terhadap penyakit diare pada anak-anak sebesar 1,97 kali lebih besar

dibandingkan dengan kelompok yang penanganan sampahnya baik. 11

Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Irmawartini

dan Alamsyah. Hasil penelitian Irmawartini menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan

yang signifikan antara sarana air bersih dengan kejadian diare pada balita. 12Penelitian

Alamsyah, menyatakan tidak ada hubungan antara sampah dengan kejadian diare pada

balita.7

Sarana air bersih yang banyak dipergunakan oleh masyarakat (responden) adalah

sumur gali terlindung (74%). Sumber air bersih yang berasal dari sumur gali atau air tanah

merupakan sumber air yang baik, tetapi apabila letaknya terlalu dekat dengan sumber

pencemar/limbah dapat terjadi pencemaran melalui rembesan.

Kualitas air sebagian besar responden menyatakan kondisi air dengan keadaan

jernih, tidak berbau dan tidak berasa (80,7%). Kualitas air yang diperiksa pada penelitian

ini hanya dinilai dari segi kualitas fisik saja. Penilaian kualitas air seharusnya dilakukan

38
dengan pemeriksaan kualitas bakteriologis dan laboratorium sehingga hasilnya lebih

akurat, karena air yang jernih belum tentu bebas dari sumber pencemar.

Dari hasil penelitian, lebih dari setengah keluarga balita yang menggunakan sarana

pembuangan kotoran/jamban leher angsa tangki septik (53%). Persentase balita yang

menderita diare lebih banyak pada keluarga dengan sarana pembuangan kotoran tidak

memenuhi syarat kesehatan (64,6%).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sarana pembuangan sampah yang digunakan

responden 56,2 % tidak memenuhi syarat kesehatan yaitu dengan wadah tidak tertutup,

dibungkus koran atau tidak ada wadah khusus. Sebagian besar responden (75,8%)

membuang sampah dengan cara yang tidak memenuhi syarat kesehatan yaitu dibuang di

halaman rumah, dibakar ataupun dikubur.

Sarana pembuangan dan cara pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat

kesehatan dapat mencemari lingkungan, sehingga dapat menjadi tempat berkembang

biak vektor yang menyebabkan penyakit diare. Penyakit diare pada balita lebih banyak

terjadi pada responden yang memiliki sarana dan cara pembuangan sampah tidak

memenuhi syarat kesehatan.Tidak tersedianya sarana pembuangan sampah yang

higienis, dapat menjadi tempat berkembang biak serangga (vektor) yang berpotensi

mengkontaminasi makanan dan airsehingga berkontribusi terhadap penularan penyakit

diare.

Menurut Winardi, timbulnya penyakit diare sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor

yang berkaitan satu dengan lainnya yaitu keadaan gizi, higiene dan sanitasi, keadaan

sosial budaya, kepadatan penduduk, keadaan sosial ekonomi dan faktor lainnya.13

Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua

faktor yang dominan yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja, akan berinteraksi

bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar

kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat, maka melalui

39
makanan minuman dapat menimbulkan kejadian diare. Faktor sanitasi meliputi sarana air

bersih, jamban dan sarana pembuangan sampah, sangat mempengaruhi kejadian diare

pada balita.14

B. Hubungan Faktor Pengetahuan Ibu dengan Kejadian Diare pada Balita.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Alamsyah (2002), ibu balita yang

pengetahuan kesehatannya rendah mempunyai risiko terjadi diare pada balita sebesar

2,75 kali dibandingkan dengan ibu balita yang pengetahuan kesehatannya tinggi. 7

Penelitian Ibrahim (2003) ibu yang mempunyai pengetahuan diare rendah mempunyai

risiko menimbulkan kejadian diare pada balita sebesar 4,48 kali dibandingkan yang

pengetahuan diarenya tinggi.15

Tingkat pendidikan seseorang akan sangat berpengaruh pada tingkat pengetahuan.

Apabila tingkat pendidikan seseorang rendah tentunya pengetahuan, kemampuan,

keterampilan dan kecakapannya akan lebih rendah daripada yang berpendidikan lebih

tinggi. Penelitian sejenis yaitu penelitian Giyantini (2000) menyatakan ibu yang

berpendidikan dasar risiko terjadi diare pada balitanya sebesar 3,42 kali dibandingkan

yang berpendidikan tinggi.16 Sedangkan menurut Ibrahim (2003) ibu yang berpendidikan

dasar meningkatkan risiko diare sebesar 4,33 kali dibandingkan ibu balita yang

berpendidikan tinggi.15

Pengetahuan dapat mempengaruhi perilaku, ibu dengan pengetahuan kesehatan

yang baik maka perilaku higienenya akan baik juga. Dengan pengetahuan yang baik ibu

dapat melindungi anaknya dari sumber penyakit dengan selalu berperilaku sehat. Pada

balita yang belum dapat menyiapkan makanan sendiri, kualitas makanan/minuman

umumnya sangat tergantung dari ibu sebagai pengasuh utama. Ibu dengan pengetahuan

kesehatan baik, akan selalu mencuci tangan dengan sabun pada saat mengolah dan

menyiapkan makanan serta menyuapi anaknya. Hal ini merupakan pencegahan yang

efektif agar balita tidak diare melalui kontaminasi makanan/minuman.

40
C. Hubungan Faktor Sikap Ibu dengan Kejadian Diare pada Balita.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ibrahim, ibu balita yang mempunyai

sikap pencegahan kejadian diare kurang baik (skor di bawah rata-rata) berisiko

menimbulkan kejadian diare 4,48 kali dibandingkan dengan ibu balita yang mempunyai

sikap baik (skor di atas rata-rata).15

Pada penelitian Sabarinah (1988) di Indramayu, sikap ibu terhadap diare paling

banyak dipengaruhi oleh pendidikan ibu.17 Dari hasil beberapa penelitian tersebut

menunjukkan bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi kejadian diare dan sikap terhadap

diare dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Dapat disimpulkan bahwa secara langsung

sikap dapat mempengaruhi kejadian diare pada balita

Menurut Azwar (1995) masalah sanitasi lingkungan di Indonesia pada dasarnya

berkisar masih rendahnya tingkat pendidikan, adat istiadat, kebiasaan, kepercayaan yang

tidak sejalan dengan konsep kesehatan.18 Menurut Allport dalam Promosi Kesehatan

(Soekidjo, N), sikap terdiri dari 3 (tiga) komponen pokok diantaranya adalah kepercayaan

atau keyakinan.19 Dari hasil penelitian dan teori tersebut menunjukkan bahwa sikap

berupa kepercayaan, mempengaruhi masalah sanitasi lingkungan dan sanitasi lingkungan

mempengaruhi timbulnya penyakit diare. Dapat disimpulkan bahwa secara tidak langsung

sikap mempengaruhi kejadian diare pada balita.

D. Hubungan Faktor Perilaku Praktek Ibu dengan Kejadian Diare pada Balita.

Pada penelitian ini faktor perilaku praktek meliputi perilaku mencuci tangan,

perilaku membuang tinja balita, perilaku menggunakan air bersih dan perilaku pemberian

ASI eksklusif. Variabel perilaku praktek dikelompokkan menjadi perilaku praktek benar dan

perilaku praktek salah.

Dari hasil penelitian, diare pada balita lebih banyak terjadi dari ibu yang berperilaku

jarang atau tidak pernah mencuci tangan dengan sabun (60%). Hal ini karena kurangnya

perilaku higiene dari ibu, pada balita yang belum dapat menyiapkan makanannya sendiri

41
penularan diare terjadi lewat tangan ibu balita. Menurut Erik (1985) beban penyakit

menular akan berkurang sebanyak 80%, jika setiap orang selalu mencuci tangan sebelum

menyuapi anak atau menyiapkan makanan.20

Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun serta menggunakan air yang mengalir,

merupakan langkah efektif pencegahan penyakit diare pada balita. Seperti hasil penelitian

Feachem (1983) di Bangladesh, Amerika Serikat dan Guatemala menyimpulkan bahwa

intervensi dengan cuci tangan dapat menurunkan insiden penyakit diare antara 14% -

48%.21

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kejadian diare sebagian besar

masyarakat (57,7%) berperilaku membuang tinja balita ke tempat yang memenuhi syarat

kesehatan. Perilaku membuang tinja balita ke tempat yang memenuhi syarat kesehatan

saja belum cukup untuk memutus rantai penularan penyakit diare, bila tidak ditunjang oleh

perilaku mencuci tangan dengan benar

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa diare pada balita lebih banyak terjadi pada

ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif (69,2%). Sebagian besar masyarakat belum

memahami pentingnya ASI eksklusif dan belum melaksanakan pemberian ASI eksklusif

pada anaknya. Kejadian diare lebih banyak pada balita yang tidak mendapat ASI. Menurut

Mosley dan Chen (1984) zat gizi yang terdapat didalam ASI secara kuantitas dan kualitas

lebih baik dari susu sapi, karena terdapat zat antibodi yang dapat meningkatkan

kekebalan anak terhadap penyakit.22

E. Hubungan Faktor Perilaku Hidup Bersih Sehat Ibu dengan Kejadian Diare pada

Balita.

Pada penelitian ini faktor perilaku hidup bersih sehat (PHBS) meliputi

pengetahuan, sikap dan perilaku praktek dalam pencegahan penyakit diare dan higiene

sanitasi lingkungan rumah tangga.Variabel PHBS dikelompokkan menjadi PHBS benar

dan PHBS salah.

42
Menurut Blum, kesehatan dipengaruhi oleh faktor lingkungan, perilaku, pelayanan

kesehatan dan keturunan. Faktor lingkungan dan perilaku mempunyai peranan sangat

besar terhadap kesehatan dan berkontribusi terhadap angka kesakitan dan kematian. 2

Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua

faktor yang dominan yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja, akan berinteraksi

bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar

kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat, maka melalui

makanan minuman dapat menimbulkan kejadian diare.

Tingkat pengetahuan dan pendidikan seseorang akan sangat berpengaruh pada

perkembangan fisik dan mental dalam kehidupannya. Berbagai keterampilan dan

kecakapan akan mengurus sesuatu sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku termasuk

dalam bidang kesehatan. Ibu dengan pengetahuan kesehatan yang baik maka perilaku

higienenya akan baik juga. Dengan pengetahuan yang baik ibu dapat melindungi anaknya

dari sumber penyakit dengan selalu berperilaku sehat.

F. Faktor Determinan yang Paling Berpengaruh Terhadap Kejadian Diare

pada Balita.

Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita secara signifikan

adalah sanitasi lingkungan dan perilaku hidup bersih sehat (PHBS) ibu dalam pencegahan

diare, higiene dan sanitasi lingkungan rumah tangga. Faktor yang paling mempengaruhi

kejadian diare pada balita dapat dilihat dari nilai rasio odds pada masing-masing variabel

dari model akhir analisis yang telah dilakukan. Variabel sanitasi lingkungan mempunyai

rasio odds sebesar 4,644 (Interval Kepercayaan 95%: 2,383-9,051), dan variabel PHBS

mempunyai rasio odds sebesar 3,006 (Interval Kepercayaan 95%: 1,658-5,450)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbandingan faktor sanitasi lingkungan

dengan faktor PHBS terhadap kejadian diare pada balita adalah 4,6:3. Dapat disimpulkan

43
bahwa faktor sanitasi lingkungan mempunyai pengaruh lebih besar terhadap kejadian

diare pada balita dibandingkan faktor perilaku hidup bersih sehat(PHBS).

Hasil penelitian ini sejalan dengan teori Hendrick L. Blum. Menurut Blum status

kesehatan dipengaruhi oleh faktor lingkungan, kemudian perilaku, pelayanan kesehatan

dan keturunan.2Faktor lingkungan mempunyai peranan lebih besar dibandingkan faktor

perilaku, dalam mempengaruhi derajat kesehatan.

Diare yang sering menimbulkan kejadian luar biasa atau wabah adalah akibat infeksi

virus, bakteri maupun parasit. Infeksi terjadi karena organisme penyebab atau bahan

infeksius yang dikeluarkan bersamaan dengan tinja dapat tersebar ke lingkungan sekitar.

Tingkat penyebaran infeksi akan semakin tinggi apabila sanitasi lingkungan dan perilaku

higiene individu dalam kelompok masyarakat rendah.5 Menurut Soemirat, Program

Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi terus naik, tetapi insidens penyakit diare juga naik. Hal

ini terjadi karena perilaku higiene ibu juga sangat berpengaruh terhadap kesehatan

balitanya.23

G. Keterbatasan Penelitian.

Desain penelitian ini adalah case control, dimana kasus ditentukan terlebih dahulu,

kemudian ditelusuri faktor penyebabnya.Variabel pengetahuan merupakan faktor

penyebab terjadinya kasus, sehingga apabila faktor ini ditelusuri sesudah kasus, maka

menjadi bias.

Instrument penelitian yang digunakan menggunakan instrument yang disesuaikan

dengan keperluan penelitian.Belum ada instrument penelitian yang baku/standart untuk

mengukur variable penelitian ini.

Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan formulir recall melalui

wawancara,sehingga bisa terjadi bias karena hasil wawancara tergantung daya ingat ibu

dan kemampuan pewawancara pada saat mencari data.

SIMPULAN DAN SARAN


44
A. Simpulan

Dari hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan, dapat disimpulkan

beberapa hal sebagai berikut.

1. Ada hubungan yang bermakna antara sanitasi lingkungan dengan kejadian diare pada

balita. Sanitasi lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan mempunyai resiko

untuk menyebabkan terjadinya diare pada balita sebesar 6,6 kali dibanding yang

memenuhi syarat kesehatan.

2. Ada hubungan yang bermakna antara perilaku hidup bersih sehat ibu balita dalam

pencegahan penyakit diare dan higiene dan sanitasi lingkungan dengan kejadian

diare pada balita. Ibu balita dengan PHBS yang salah mempunyai resiko untuk

menyebabkan terjadinya diare pada balita sebesar 4,6 kali dibanding yang memiliki

PHBS benar.

(1) Ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu balita tentang pencegahan penyakit

diare dan higiene sanitasi lingkungan rumah tangga dengan kejadian diare pada

balita. Ibu balita dengan tingkat pengetahuan rendah mempunyai resiko untuk

menyebabkan terjadinya diare pada balita sebesar 2,8 kali dibanding ibu balita

yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi.

(2) Ada hubungan antara sikap ibu balita terhadap pencegahan penyakit diare dan

higiene sanitasi lingkungan rumah tangga dengan kejadian diare pada balita. Ibu

balita dengan sikap yang kurang baik mempunyai resiko untuk menyebabkan

terjadinya diare pada balita sebesar 2,3 kali dibanding ibu balita yang memiliki

sikap yang baik.

(3) Ada hubungan antara perilaku praktek ibu balita terhadap pencegahan penyakit

diare dan higiene sanitasi lingkungan rumah tangga dengan kejadian diare pada

balita. Ibu balita dengan perilaku praktek yang salah mempunyai resiko untuk

45
menyebabkan terjadinya diare pada balita sebesar 7,2 kali dibanding ibu balita

yang memiliki perilaku praktek benar.

3. Faktor risiko yang paling dominan mempengaruhi kejadian diare pada balitaadalah

sanitasi lingkungan, setelah dikontrol dengan perilaku hidup bersih sehat (PHBS)

rumah tangga.

B. Saran

1. Saran Akademis

Perlu dilakukan penelitian selanjutnya dengan mengembangkan variabel faktor

sanitasi lingkungan dan faktor perilaku hidup bersih sehat, yang lebih terperinci. Variabel

sanitasi lingkungan diuraikan dalam ketersediaan sarana air bersih, sarana pembuangan

kotoran/tinja dan sarana pembuangan sampah. Variabel perilaku hidup bersih sehat

diuraikan dalam pengetahuan tentang diare, pengetahuan pencegahan diare, sikap

terhadap penyakit diare, sikap tehadap pencegahan diare, perilaku cuci tangan, perilaku

membuang tinja, perilaku menggunakan air bersih dan perilaku pemberian ASI eksklusif.

Diharapkan dengan menguraikan variabel faktor yang mempengaruhi kejadian diare,

dapat diperoleh simpulan yang lebih spesifik sehingga dapat diperoleh informasi cara

untuk mengatasi masalah diare dengan tepat.

Perlu dipertimbangkan juga untuk melakukan penelitian terhadap faktor-faktor lain

yang mempengaruhi kejadian penyakit diare pada balita yaitu karakteristik ibu balita dan

karakteristik balita. Karakteristik ibu balita diantaranya adalah usia ibu, pendidikan ibu dan

pekerjaan ibu. Karakteristik balita diantaranya adalah status immunisasi, pemberian

vitamin A dan jenis kelamin balita.

2. Saran Praktis

1) Pemerintah Kabupaten Cirebon

46
Pemerintah lebih meningkatkan kepedulian dan komitmen terhadap penanganan

masalah diare pada balita dengan melaksanakan intervensi yang tepat terhadap faktor

penyebab terjadinya diare. Program intervensi tersebut berupa pemenuhan sarana

sanitasi dasar dan upaya promosi kesehatan yang integral dengan kegiatan

pembangunan bidang lainnya. Program intervensi sebaiknya dimasukkan ke dalam

rencana pembangunan daerah.

2) Dinas Kesehatan

(1) Perlu dilakukan kerjasama lintas program yang effektif dalam kegiatan

perencanaan dan pelaksanaan antara Program Pencegahan Pemberantasan

Penyakit Diare dan Program Penyehatan lingkungan Pemukiman dan Promosi

Kesehatan.

(2) Puskesmas disarankan untuk melaksanakan program pendidikan kesehatan secara

rutin dan terus menerus kepada masyarakat tentang perilaku hidup bersih sehat

dan sanitasi lingkungan. Puskesmas perlu meningkatkan cakupan keluarga dengan

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Kegiatan pendidikan kesehatan diprioritaskan

pada perilaku cuci tangan dengan sabun dan air yang mengalir, membuang tinja

pada jamban sehat, menggunakan air bersih dan pemberian ASI eksklusif.

(3) Puskesmas disarankan untuk melaksanakan kegiatan monitoring dan pemeriksaan

secara berkala pada sarana sanitasi dasar terutama pada sarana air bersih,

pembuangan sampah dan jamban umum sehingga dapat dilakukan tindakan

penanggulangan yang tepat. Puskesmas perlu meningkatkan cakupan keluarga

dengan sanitasi lingkungan dan kondisi rumah sehat.

(4) Tenaga Puskesmas perlu menjalin kerjasama dengan tokoh masyarakat untuk

memotivasi dan memberikan dukungan kepada kader posyandu sebagai tenaga

sukarelawan yang peduli dengan kesehatan masyarakat khususnya balita.

47
Dukungan yang diprioritaskan adalah memberikan pelatihan kader posyandu dalam

mengenal, mencegah dan mengatasi masalah diare pada balita.

3) Masyarakat.

Meningkatkan peran dan fungsi posyandu melalui kegiatan pendampingan oleh tenaga

kesehatan dan fasilitator kesehatan. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan

peran serta masyarakat agar secara mandiri dan berbasis pemberdayaan untuk mau

dan mampu melaksanakan perilaku hidup bersih sehat dan meningkatkan sanitasi

lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI .Profil kesehatan Indonesia tahun 2008. Jakarta.: Departemen Kesehatan,


2008.

2. Blum, H.L .Planning for Health. Generics For The Eighties. Second Edition. New York
: Human Sciences Press, 1981.

3. Bellamy, Carol. Healthy Environments For Children. Geneva : Bulletin of the World
Health Organization, 2003. 81-3

4. BPS. Survey Ekonomi Nasional tahun 1998. Jakarta : BPS. 1998.

5. Depkes RI. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Direktorat Jendral PPM &
PLP. Jakarta : Departemen Kesehatan, 2003.

6. Suharyono dalam Harianto, Tony Wibowo Faktor-faktor Risiko yang Berhubungan


dengan Kejadian Diare pada Bayi dan Anak Balita di Indonesia (Analisis Lanjut
Survei Sosial Ekonomi Nasional Tahun 2001). Tesis Program Pascasarjana Program
Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok , 1989

7. 7.Alamsyah .Hubungan Perilaku Hidup Bersih dengan Kejadian Diare Pada Balita
Tahun 2002. Tesis Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia, Depok . 2002.

8. Dinkes Kab. Cirebon. Profil Kesehatan Kabupaten Cirebon tahun 2009. Cirebon:
Dinkes Kabupaten Cirebon, 2009.

9. Harianto, Tony Wibowo Faktor-faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian


Diare pada Bayi dan Anak Balita di Indonesia (Analisis Lanjut Survei Sosial Ekonomi
Nasional Tahun 2001). Tesis Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia, Depok , 2004.

48
10. Yunus, M Hubungan Sanitasi Dasar, Perilaku Ibu dengan Kejadian Diare Balita di
Puskesmas Kedung Waringin Kabupaten Bekasi. Tesis Program Pascasarjana
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok . 2003.

11. Heller, L.Environmental Determinants of Infectious and Parasitic Diseases. Rio de


Janeiro. 1998.

12. Irmawartini. Analisis Hubungan Kondisi Sanitasi dengan Kejadian Diare Pada Balita
di Propinsi Sumatera Tahun 2002/2003 (Analisis Data Sekunder SDKI 2002/2003).
Tesis Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia, Depok . 2005.

13. Winardi, Bambang Pelaksanaan Program Pemberantasan Penyakit Diare Di


Indonesia. Strategi Penelitian dan Strategi Program untuk Intensifikasi Penurunan
Mortalitas Bayi dan Anak Di Indonesia. Jakarta : Universitas Indonesia, Ford
Foundation dan UNICEF,. 1984.

14. Pruss Annette, Kay David, Fewtrell Lorna and Bartram Jamie. Estimating The Burden
of Disease from Water, Sanitation, and Hygiene at A Global Level.Environmental
Health Perspectives, 2002 ;Vol 110- 5.

15. Ibrahim. Hubungan Kondisi Sarana Air Bersih, Pembuangan Limbah dan
Karakteristik Individu dengan Kejadian Diare Balita di Kota Solok, Sumatera Barat
Tahun 2003. Tesis Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia, Depok. 2003.

16. Giyantini, T. Faktor - Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diare Pada Balita di
Kecamatan Duren Sawit. Tesis Program Pascasarjana Program Studi Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok. ,2000.

17. Sabarinah. Pengobatan Diare di Pedesaan Indramayu dan Faktor Sosial yang
Mempengaruhinya. Tesis Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia, Depok. 1988.

18. Azwar, Azrul Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta.: Mutiara Sumber
Widya, 1995.

19. .Soekidjo, N. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta. 2005

20. Erik P.E Masalah Kesehatan Lingkungan Sebagai Sumber Penyakit. Jakarta : PT
Gramedia,. 1985.

21. Feachem R.G, Hogan, R.Cand Merson, M.H Diarrhoeal Disease Control : Reviews of
Potential Interventions. Bulletin of the World Health Organization. 1983. 61-4 : 637-
640.

22. Mosley, Henry W and Lincoln C. Chen Child Survival Strategis for Research The
Population Council Inc All Rights, USA. 1984.

23. Soemirat, Juli Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta.: Gadjah Mada University Press,
1994.

49

Anda mungkin juga menyukai