Anda di halaman 1dari 55

A.

PENDAHULUAN

Konsep Negara Hukum (Rechtsstaat), mempunyai karakteristik sebagai berikut:

Penyelenggaraan negara berdasar Konstitusi.


Kekuasaan Kehakiman yang merdeka.
Penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia.
Kekuasaan yang dijalankan berdasarkan atas prinsip bahwa pemerintahan, tindakan
dan kebijakannya harus berdasarkan ketentuan hukum (due process of law ).

UUD 1945 > Sistem Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman > Lembaga Negara dan
Organ yang Menyelenggarakan Kekuasaan Negara.

B. DASAR PEMIKIRAN DAN LATAR BELAKANG PERUBAHAN UUD 1945

1. Undang-Undang Dasar 1945 membentuk struktur ketatanegaraan yang bertumpu pada


kekuasaan tertinggi di tangan MPR yang sepenuhnya melaksanakan kedaulatan
rakyat. Hal ini berakibat pada tidak terjadinya checks and balances pada institusi-
institusi ketatanegaraan.
2. Undang-Undang Dasar 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada
pemegang kekuasaan eksekutif (Presiden). Sistem yang dianut UUD 1945 adalah
executive heavy yakni kekuasaan dominan berada di tangan Presiden dilengkapi
dengan berbagai hak konstitusional yang lazim disebut hak prerogatif (antara lain:
memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi) dan kekuasaan legislatif karena
memiliki kekuasan membentuk Undang-undang.
3. UUD 1945 mengandung pasal-pasal yang terlalu luwes dan fleksibel sehingga
dapat menimbulkan lebih dari satu penafsiran (multitafsir), misalnya Pasal 7 UUD
1945 (sebelum di amandemen).
4. UUD 1945 terlalu banyak memberi kewenangan kepada kekuasaan Presiden untuk
mengatur hal-hal penting dengan Undang-undang. Presiden juga memegang
kekuasaan legislatif sehingga Presiden dapat merumuskan hal-hal penting sesuai
kehendaknya dalam Undang-undang.
5. Rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggaraan negara belum cukup
didukung ketentuan konstitusi yang memuat aturan dasar tentang kehidupan yang
demokratis, supremasi hukum, pemberdayaan rakyat, penghormatan hak asasi
manusia dan otonomi daerah. Hal ini membuka peluang bagi berkembangnya praktek
penyelengaraan negara yang tidak sesuai dengan Pembukaan UUD 1945, antara lain
sebagai berikut:
a. Tidak adanya check and balances antar lembaga negara dan kekuasaan terpusat
pada presiden.
b. Infra struktur yang dibentuk, antara lain partai politik dan organisasi masyarakat.
c. Pemilihan Umum (Pemilu) diselenggarakan untuk memenuhi persyaratan
demokrasi formal karena seluruh proses tahapan pelaksanaannya dikuasai oleh
pemerintah.
d. Kesejahteraan sosial berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 tidak tercapai, justru yang
berkembang adalah sistem monopoli dan oligopoli.

C. HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Menurut TAP MPRS XX Tahun 1966:


1. UUD 1945
2. TAP MPR
3. UU/PERPU
4. Peraturan Pemerintah
5. Keputusan Presiden
6. Peraturan Menteri
7. Instruksi Menteri

Menurut TAP MPR III Tahun 2000:

1. UUD 1945
2. TAP MPR
3. UU
4. PERPU
5. PP
6. Keputusan Presiden
7. Peraturan Daerah

Menurut UU No. 10 Tahun 2004:

1. UUD 1945
2. UU/PERPU
3. Peraturan Pemerintah
4. Peraturan Presiden
5. Peraturan Daerah

D. KESEPAKATAN PANITIA AD HOC TENTANG PERUBAHAN UUD 1945

1. Tidak mengubah Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, sistematika, aspek


kesejarahan dan orisinalitasnya.
2. Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
3. Mempertegas Sistem Pemerintahan Presidensial.
4. Penjelasan UUD 1945 ditiadakan serta hal-hal normatif dalam penjelasan dimasukkan
dalam pasal-pasal.
5. Perubahan dilakukan dengan cara adendum.

E. LEMBAGA NEGARA DAN SISTEM PENYELENGGARAAN KEKUASAAN


NEGARA SEBELUM PERUBAHAN UUD 1945

Deskripsi Singkat Struktur Ketatanegaraan RI Sebelum Amandemen UUD 1945:

Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi, kemudian kedaulatan rakyat diberikan


seluruhnya kepada MPR (Lembaga Tertinggi). MPR mendistribusikan kekuasaannya
(distribution of power) kepada 5 Lembaga Tinggi yang sejajar kedudukannya, yaitu
Mahkamah Agung (MA), Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Pertimbangan
Agung (DPA) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

MPR
Sebagai Lembaga Tertinggi Negara diberi kekuasaan tak terbatas (super power)
karena kekuasaan ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR dan
MPR adalah penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia yang berwenang menetapkan
UUD, GBHN, mengangkat presiden dan wakil presiden.
Susunan keanggotaannya terdiri dari anggota DPR dan utusan daerah serta utusan
golongan yang diangkat.

Dalam praktek ketatanegaraan, MPR pernah menetapkan antara lain:

Presiden, sebagai presiden seumur hidup.


Presiden yang dipilih secara terus menerus sampai 7 (tujuh) kali berturut turut.
Memberhentikan sebagai pejabat presiden.
Meminta presiden untuk mundur dari jabatannya.
Tidak memperpanjang masa jabatan sebagai presiden.
Lembaga Negara yang paling mungkin menandingi MPR adalah Presiden, yaitu
dengan memanfaatkan kekuatan partai politik yang paling banyak menduduki kursi di
MPR.

PRESIDEN

Presiden memegang posisi sentral dan dominan sebagai mandataris MPR, meskipun
kedudukannya tidak neben akan tetapi untergeordnet.
Presiden menjalankan kekuasaan pemerintahan negara tertinggi (consentration of
power and responsiblity upon the president).
Presiden selain memegang kekuasaan eksekutif (executive power), juga memegang
kekuasaan legislative (legislative power) dan kekuasaan yudikatif (judicative power).
Presiden mempunyai hak prerogatif yang sangat besar.
Tidak ada aturan mengenai batasan periode seseorang dapat menjabat sebagai
presiden serta mekanisme pemberhentian presiden dalam masa jabatannya.

DPR

Memberikan persetujuan atas RUU yang diusulkan presiden.


Memberikan persetujuan atas PERPU.
Memberikan persetujuan atas Anggaran.
Meminta MPR untuk mengadakan sidang istimewa guna meminta
pertanggungjawaban presiden.

DPA DAN BPK

Di samping itu, UUD 1945 tidak banyak mengintrodusir lembaga-lembaga negara


lain seperti DPA dan BPK dengan memberikan kewenangan yang sangat minim.

F. LEMBAGA NEGARA DAN SISTEM PENYELENGGARAAN KEKUASAAN


NEGARA SESUDAH PERUBAHAN UUD 1945

Deskripsi Struktur Ketatanegaraan RI Setelah Amandemen UUD 1945:

Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi dimana kedaulatan berada di tangan


rakyat dan dijalankan sepenuhnya menurut UUD. UUD memberikan pembagian kekuasaan
(separation of power) kepada 6 Lembaga Negara dengan kedudukan yang sama dan sejajar,
yaitu Presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),
Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung
(MA), dan Mahkamah Konstitusi (MK).

Perubahan (Amandemen) UUD 1945:

Mempertegas prinsip negara berdasarkan atas hukum [Pasal 1 ayat (3)] dengan
menempatkan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka, penghormatan
kepada hak asasi manusia serta kekuasaan yang dijalankan atas prinsip due process of
law.
Mengatur mekanisme pengangkatan dan pemberhentian para pejabat negara, seperti
Hakim.
Sistem konstitusional berdasarkan perimbangan kekuasaan (check and balances) yaitu
setiap kekuasaan dibatasi oleh Undang-undang berdasarkan fungsi masing-masing.
Setiap lembaga negara sejajar kedudukannya di bawah UUD 1945.
Menata kembali lembaga-lembaga negara yang ada serta membentuk beberapa
lembaga negara baru agar sesuai dengan sistem konstitusional dan prinsip negara
berdasarkan hukum.
Penyempurnaan pada sisi kedudukan dan kewenangan maing-masing lembaga negara
disesuaikan dengan perkembangan negara demokrasi modern.

MPR

Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi negara lainnya
seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK.
Menghilangkan supremasi kewenangannya.
Menghilangkan kewenangannya menetapkan GBHN.
Menghilangkan kewenangannya mengangkat Presiden (karena presiden dipilih secara
langsung melalui pemilu).
Tetap berwenang menetapkan dan mengubah UUD.
Susunan keanggotaanya berubah, yaitu terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat
dan angota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih secara langsung melalui pemilu.

DPR

Posisi dan kewenangannya diperkuat.


Mempunyai kekuasan membentuk UU (sebelumnya ada di tangan presiden,
sedangkan DPR hanya memberikan persetujuan saja) sementara pemerintah berhak
mengajukan RUU.
Proses dan mekanisme membentuk UU antara DPR dan Pemerintah.
Mempertegas fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi
pengawasan sebagai mekanisme kontrol antar lembaga negara.

DPD

Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi keterwakilan kepentingan


daerah dalam badan perwakilan tingkat nasional setelah ditiadakannya utusan daerah
dan utusan golongan yang diangkat sebagai anggota MPR.
Keberadaanya dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan Negara Republik Indonesia.
Dipilih secara langsung oleh masyarakat di daerah melalui pemilu.
Mempunyai kewenangan mengajukan dan ikut membahas RUU yang berkaitan
dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain yang berkait dengan
kepentingan daerah.

BPK

Anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD.


Berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN) dan
daerah (APBD) serta menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan
ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum.
Berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.
Mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen yang
bersangkutan ke dalam BPK.

PRESIDEN

Membatasi beberapa kekuasaan presiden dengan memperbaiki tata cara pemilihan dan
pemberhentian presiden dalam masa jabatannya serta memperkuat sistem
pemerintahan presidensial.
Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan kepada DPR.
Membatasi masa jabatan presiden maksimum menjadi dua periode saja.
Kewenangan pengangkatan duta dan menerima duta harus memperhatikan
pertimbangan DPR.
Kewenangan pemberian grasi, amnesti dan abolisi harus memperhatikan
pertimbangan DPR.
Memperbaiki syarat dan mekanisme pengangkatan calon presiden dan wakil presiden
menjadi dipilih secara langsung oleh rakyat melui pemilu, juga mengenai
pemberhentian jabatan presiden dalam masa jabatannya.

MAHKAMAH AGUNG

Lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan yang


menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan [Pasal 24 ayat
(1)].
Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peaturan perundang-undangan di
bawah Undang-undang dan wewenang lain yang diberikan Undang-undang.
Di bawahnya terdapat badan-badan peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum,
lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan militer dan lingkungan Peradilan
Tata Usaha Negara (PTUN).
Badan-badan lain yang yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur
dalam Undang-undang seperti : Kejaksaan, Kepolisian, Advokat/Pengacara dan lain-
lain.

MAHKAMAH KONSTITUSI

Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi (the guardian of


the constitution).
Mempunyai kewenangan: Menguji UU terhadap UUD, Memutus sengketa
kewenangan antar lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, memutus
sengketa hasil pemilu dan memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan
pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden menurut UUD.
Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang yang diajukan masing-masing oleh Mahkamah
Agung, DPR dan pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden, sehingga mencerminkan
perwakilan dari 3 cabang kekuasaan negara yaitu yudikatif, legislatif, dan eksekutif.
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pemerintahan Republik Indonesia,
Undang-Undang Dasar tahun 1945 sangatlah penting. Karena di dalamnya memuat
tugas dan wewenang lembaga negara di Indonesia ini. Selain itu juga terdapat aturan-
aturan, bentuk negara, lambang, lagu kebangsaan dan lain-lain. Undang-undang
dibuat harus sesuai dengan keperluan dan harus peka zaman, artinya aturan yang
dibuat oleh para DPR kita sebelum di syahkan menjadi Undang-Undang sebelumnya
harus disosialisasikan dahulu dengan rakyat, apakah tidak melanggar norma- norma
adat atau melanggar hak hak azazi manusia. Salah satu bukti bahwa Undang
undang yang sudah tidak relevan lagi dengan kondisi zamanya adalah Undang-
Undang Dasar 1945. Oleh karena itu Undang-Undang Dasar tahun 1945 diamndemen
sebanyak 4 kali, yaitu pada tanggal 19 Oktober 1999 yang merupakan amandemen
pertama, tanggal 18 Agustus 2000 yang merupakan amandemen kedua, tanggal 10
November 2001 yang merupakan amandemen ketiga dan tanggal 10 Agustus 2002
yang merupakan amandemen yang terakhir atau amandemen keempat. Hal ini
dilakukan agar isi dari Undang-Undang Dasar tersebut bisa sesuai dengan
perkembangan zaman dan memperbaikinya, sehungga dapat menjadi dasar hukum
yang baik dan tegas. Dan dalam proses tersebut ada perbedaan antara sebelum
amandemen dengan yang setelah amandemen. 1.2 Tujuan Tujuan yang dilakukan
dalam penyususnan makalah ini adalah untuk mengetahui perbedaan fungsi, tugas,
dan wewenang lembaga Negara baik sebelum maupum sesudah dilakukan
amandemen Undang-Undang Dasar 1945.
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Fungsi dan Wewenang Lembaga Negara Sebelum
Amandemen UUD 1945 2.1.1 Deskripsi Singkat Struktur Ketatanegaraan Sebelum
Amandemen UUD 1945 Penjelasan UUD 1945 menguraikan dengan jelas sistem
penyelenggaraan kekuasaan negara yang dianut oleh undang-undang dasar tersebut.
Dalam penjelasan itu diuraikan tentang sistem pemerintahan negara yang terdiri dari
tujuh prinsip pokok. Prinsip negara berdasar atas hukum (rechtsstaat) bukan atas
kekuasaan belaka (machtstaat) dan prinsip sistem konstitusinal (berdasarkan atas
konstitusi) tidak berdasar atas absolutisme. Kedua prinsip ini ditegaskan dalam bagian
penjelasan undang-undang dasar itu, tapi tidak tergambar dengan jelas dalam pasal-
pasal UUD 1945 sebelum perubahan. Prinsip negara hukum seharusnya mengandung
tiga prinsip pokok, yaitu adanya kekuasaan kehakiman yang merdeka, penghormatan
terhadap hak asasi manusia serta kekuasaan dijalankan berdasarkan atas prinsip due
process of law. Perubahan yang sangat jelas terlihat pada kedudukan Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR). Sebelum UUD 1945 diamandemen, kedudukan
MPR berada lebih tingggi dari lembaga-lembaga tinggi lainnnya. Namun, setelah
UUD 1945 mengalami amandemen kedudukan MPR disejajarkan dengan
lembagalembaga tinggi lainnnya, seperti DPR, MA, DPA, BPK, dan Presiden.
Disamping itu juga dibentuk lembaga-lembaga tinggi negara lain. 2.1.2 Fungsi Dan
Wewenang Lembaga Negara 1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
MPR merupakan lembaga tertinggi negara yang diberi kekuasaan tak terbatas (super
power) karena kekuasaan ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR
dan MPR adalah penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia yang berwenang
menetapkan UUD, GBHN, mengangkat presiden dan wakil presiden. Anggota MPR
terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum.
Keanggotaan MPR diresmikan dengan keputusan presiden. Masa jabatan anggota
MPR lima tahun dan berakhir bersamaan pada saat anggota MPR yang baru
mengucapkan sumpah/janji. Sebelum memangku jabatannya, anggota MPR
mengucapkan sumpah/janji bersama-sama yang dipandu oleh Ketua Mahkamah
Agung dalam sidang paripurna MPR. Dalam praktek ketatanegaraan MPR pernah
menetapkan, antara lain : 1. Presiden sebagai presiden seumur hidup. 2. Presiden yang
dipilih secara terus menerus sampai 7 kali berturut-turut. 3. Memberhentikan sebagai
pejabat presiden. 4. Meminta presiden untuk mundur dari jabatannya. 5. Tidak
memperpanjang masa jabatan sebagai presiden. 6. Lembaga Negara yang paling
mungkin menandingi MPR adalah Presiden, yaitu dengan memanfaatkan kekuatan
partai politik yang paling banyak menduduki kursi di MPR. Wewenang MPR antara
lain : 1. Membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara
yang lain, termasuk penetapan Garis-Garis Besar Haluan Negara yang
pelaksanaannya ditugaskan kepada Presiden/Mandataris. 2. Memberikan penjelasan
yang bersifat penafsiran terhadap putusan-putusan Majelis. 3. Menyelesaikan
pemilihan dan selanjutnya mengangkat Presiden Wakil Presiden. 4. Meminta
pertanggungjawaban dari Presiden/ Mandataris mengenai pelaksanaan Garis-Garis
Besar Haluan Negara dan menilai pertanggungjawaban tersebut.
5. Mencabut mandat dan memberhentikan Presiden dan memberhentikan Presiden
dalam masa jabatannya apabila Presiden/mandataris sungguhsungguh melanggar
Haluan Negara dan/atau Undang-Undang Dasar. 6. Mengubah Undang-Undang Dasar
1945. 7. Menetapkan Peraturan Tata Tertib Majelis. 8. Menetapkan Pimpinan Majelis
yang dipilih dari dan oleh anggota. 9. Mengambil/memberi keputusan sumpah/janji
anggota. terhadap anggota yang melanggar 2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) DPR
merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga negara.
Anggota DPR berasal dari anggota partai politik peserta pemilu yang dipilih
berdasarkan hasil pemilu. Oleh karena itu Presiden tidak dapat membubarkan DPR
yang anggota-anggotanya dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum secara berkala
lima tahun sekali. Meskipun demikian, Presiden tidak bertanggung jawab kepada
DPR. DPR berkedudukan di tingkat pusat, sedangkan yang berada di tingkat provinsi
disebut DPRD provinsi dan yang berada di kabupaten/kota disebut DPRD
kabupaten/kota. Wewenang DPR antara lain : 1. Memberikan persetujuan atas RUU
yang diusulkan presiden. 2. Memberikan persetujuan atas PERPU. 3. Memberikan
persetujuan atas Anggaran. 4. Meminta MPR untuk mengadakan sidang istimewa
guna meminta pertanggungjawaban presiden. 5. Tidak disebutkan bahwa DPR
berwenang memilih anggota-anggota BPK dan tiga hakim pada Mahkamah
Konstitusi. 3. Presiden Presiden adalah lembaga negara yang memegang kekuasaan
eksekutif. Maksudnya, presiden mempunyai kekuasaan untuk menjalankan
pemerintahan. Presiden mempunyai kedudukan sebagai kepala pemerintahan dan
sekaligus sebagai kepala negara. Sebelum adanya amandemen UUD 1945, presiden
dan wakil presiden diangkat dan diberhentikan oleh MPR.
Wewenang Presiden antara lain : 1. Presiden memegang posisi sentral dan dominan
sebagai mandataris MPR, meskipun kedudukannya tidak neben akan tetapi
untergeordnet. 2. Presiden menjalankan kekuasaan pemerintahan negara
(consentration of power and responsiblity upon the president). tertinggi 3. Presiden
selain memegang kekuasaan eksekutif (executive power), juga memegang kekuasaan
legislative (legislative power) dan kekuasaan yudikatif (judicative power). 4. Presiden
mempunyai hak prerogatif yang sangat besar. 5. Tidak ada aturan mengenai batasan
periode seseorang dapat menjabat sebagai presiden serta mekanisme pemberhentian
presiden dalam masa jabatannya. 6. Mengangkat dan memberhentikan anggota BPK.
7. Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (dalam kegentingan
yang memaksa) 8. Menetapkan Peraturan Pemerintah 9. Mengangkat dan
memberhentikan menteri-menteri pemilihan. 4. Mahkamah Agung (MA) Mahkamah
Agung merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan kehakiman.
Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Mahkamah Agung adalah
pengadilan tertinggi di negara kita. Perlu diketahui bahwa peradilan di Indonesia
dapat dibedakan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan
tata usaha negara (PTUN). Wewenang MA antara lain : 1. Berwenang mengadili pada
tingkat kasasi, menguji peraturan perundangundangan di bawah undang-undang
terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh
undang-undang. 2. Mengajukan tiga orang anggota hakim konstitusi. 3. Memberikan
pertimbangan dalam hal presiden memberi grasi dan rehabilitasi.
6. BPK dan DPA Tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) yang peraturannya ditetapkan dengan undang-undang.
Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan dari DPD.
Wewenang BPK antara lain : 1. Berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan
keuangan negara (APBN) dan daerah (APBD) serta menyampaikan hasil pemeriksaan
kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum. 2.
Berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi. 3.
Mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen yang
bersangkutan ke dalam BPK. Adapun wewenang dari Dewan Pertimbangan Agung
(DPA), yaitu berkewajiban memberi jawab atas pertanyaan Presiden dan berhak
memajukan usul kepada pemerintah 2.2 Fungsi dan Wewenang Lembaga Negara
Sebelum Amandemen UUD 1945 2.2.1 Deskripsi Singkat Struktur Ketatanegaraan
Sesudah Amandemen UUD 1945 Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi
dimana kedaulatan berada di tangan rakyat dan dijalankan sepenuhnya menurut UUD.
UUD memberikan pembagian kekuasaan (separation of power) kepada 6 Lembaga
Negara dengan kedudukan yang sama dan sejajar, yaitu Presiden, Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan
Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung
(MA), dan Mahkamah Konstitusi (MK). 2.2.2 Fungsi Dan Wewenang Lembaga
Negara 1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Keberadaan MPR pasca perubahan UUD 1945 telah sangat jauh berbeda dibanding
sebelumnya. Kini MPR tidak lagi melaksanakan sepenuhnya kedaulatan rakyat dan
tidak lagi berkedudukan sebagai Lembaga Tertinggi Negara dengan kekuasaan yang
sangat besar, termasuk memilih Presiden dan Wakil Presiden. Wewenang MPR antara
lain : 1. Melantik Presiden dan/atau Wapres 2. Memberhentikan Presiden dan/atau
Wapres dalam masa jabatannya menurut UUD 3. Menghilangkan supremasi
kewenangannya. 4. Menghilangkan kewenangannya menetapkan GBHN. 5.
Menghilangkan kewenangannya mengangkat Presiden (karena presiden dipilih secara
langsung melalui pemilu). 6. Tetap berwenang menetapkan dan mengubah UUD. 7.
Susunan keanggotaanya berubah, yaitu terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat
dan angota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih secara langsung melalui pemilu. 2.
Dewan perwakilan Rakyat (DPR) Melalui perubahan UUD 1945, kekuasaan DPR
diperkuat dan dikukuhkan keberadaannya terutama diberikannya kekuasaan
membentuk UU yang memang merupakan karakteristik sebuah lembaga legislatif. Hal
ini membalik rumusan sebelum perubahan yang menempatan Presiden sebagai
pemegang kekuasaan membentuk UU. Dalam pengaturan ini memperkuat kedudukan
DPR terutama ketika berhubungan dengan Presiden. Wewenang DPR antara lain : 1.
Membahas dan memberikan persetujuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang. 2. Menerima dan membahas usulan RUU yang diajukan DPD yang berkaitan
dengan bidang tertentu dan mengikutsertakannya dalam pembahasan. 3. Menetapkan
APBN bersama Presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD.
4. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN, serta kebijakan
pemerintah. 5. Mempunyai kekuasan membentuk UU (sebelumnya ada di tangan
presiden, sedangkan DPR hanya memberikan persetujuan saja) sementara pemerintah
berhak mengajukan RUU. 6. Proses dan mekanisme membentuk UU antara DPR dan
Pemerintah. 7. Mempertegas fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan
fungsi pengawasan sebagai mekanisme kontrol antar lembaga Negara. 3. Dewan
Perwakilan Daerah (DPD) DPD merupakan lembaga perwakilan yang mencerminkan
perwakilan daerah (territorial reprentation). Keberadaan DPD terkait erat dengan
aspirasi dan kepentingan daerah agar prumusan dan pengambilan keputusan nasisonal
mengenai daerah, dapat mengakomodir kepentingan daerah selain karena mendorong
percepatan demokrasi, pembangunan, dan kemajuan daerah. Sebagai lembaga
legislatif, DPD mermpunyai kewenangan di bidang legislasi, anggaran, pengawasan,
dan pertimbangan sseperti halnya DPR. Hanya saja konstitusi menentukan
kewenangan itu terbatas tidak sama dengan yang dimiliki DPR. Di bidang legislasi,
wewenang DPD adalah dapat mengajukan kepada DPR; RUU yang berkaitan dengan
otonomi daerah, hubungan pusat daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. 4.
Presiden Berbeda dengan sistem pemilihan Presiden dan Wapres sebelum adanya
amandemen dipilih oleh MPR , sedangkan setelah adanya amandemen UUD 1945
sekarang menentukan bahwa mereka dipilih secara langsung oleh rakyat. Pasangan
calon Presiden dan Wapres diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol peserta
pemilu. Konsekuensinya karena pasangan Presiden dan Wapres dipilih oleh rakyat,
mereka mempunyai legitimasi yang sangat kuat. Wewenang Presiden antara lain : 1.
Membatasi beberapa kekuasaan presiden dengan memperbaiki tata cara pemilihan dan
pemberhentian presiden dalam masa jabatannya serta memperkuat sistem
pemerintahan presidensial.
2. Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan kepada DPR. 3. Membatasi masa
jabatan presiden maksimum menjadi dua periode saja. 4. Kewenangan pengangkatan
duta dan menerima duta harus memperhatikan pertimbangan DPR. 5. Kewenangan
pemberian grasi, amnesti dan abolisi harus memperhatikan pertimbangan DPR. 6.
Memperbaiki syarat dan mekanisme pengangkatan calon presiden dan wakil presiden
menjadi dipilih secara langsung oleh rakyat melui pemilu, juga mengenai
pemberhentian jabatan presiden dalam masa jabatannya. 5. Mahkamah Agung (MA)
Dalam perubahan UUD 1945 pengaturan mengenai MA lebih diperbanyak lagi, antar
lain ditentukan kewenangan MA adalah mengadili pada tingkat kasasi, menguji
peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang,
dan wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang. Selain itu juga mengatur
rekrutmen hakim agung yang diusulkan KY kepada DPR untuk mendapatkan
persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden. 6. BPK
Melalui perubahan konstitusi keberadaan BPK diperkukuh, antara lain ditegaskan
tentang kebebasan dan kemandirian BPK, suatu hal yang mutlak ada untuk sebuah
lembaga negara yang melaksanakan tugas memeriksa pengelolaan dan tanggung
jawab tentang keuangan negara. Hasil kerja BPK diserahkan kepada DPR, DPD, dan
DPRD serta ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan atauu badan sesuai dengan
UU. Untuk memperkuat jangkauan wilayah pemeriksaan, BPK memiliki perwakilan
di setiap Propinsi. Wewenang BPK antara lain : 1. Berwenang mengawasi dan
memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN) dan daerah (APBD) serta
menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh
aparat penegak hukum. 2. Mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas
internal departemen yang bersangkutan ke dalam BPK. BAB III
PENUTUP 3.1 Kesimpulan Penulisan makalah ini telah menguraikan perubahan-
perubahan mendasar sistem ketatanegaraan, fungsi, tugas, dan wewenang lembaga
Negara baik sebelum maupun sesudah amandemen Undang-Undang Dasar tahun
1945. Tentu saja penerapan dan pelaksanaan sebuah undang-undang dasar akan
sangat dipengaruhi oleh situasi perkembangan zaman, serta kedewasaan bernegara
para pelaksananya. Adanya semangat para penyelenggara negara yang benar-benar
berjiwa kenegerawanan, sangatlah mutlak diperlukan untuk mengatasi kekurangan
dan kelemahan rumusan sebuah undang-undang dasar. Tanpa itu, undang-undang
dasar yang baik dan sempurna pun, dapat diselewengkan ke arah yang berlawanan.
Namun, apapun juga, amandemen konstitusi itu telah terjadi, dan menjadi bagian
sejarah perjalanan bangsa ke depan. Saya hanya berharap, semoga perubahan itu
membawa perjalanan bangsa dan negara kita ke arah yang lebih baik.
Daftar Pustaka http://nugraha07wiguna.blogspot.com/2011/10/makalah-tentang-
fungsi-dan-tugas.html, diunduh 16 Mei 2012 (online) http://www.to-
sidrap.com/2011/03/perubahan-amandemen-dan-konstitusi.html, diunduh 16 Mei
2012 (online) http://kuliahitukeren.blogspot.com/2011/03/lembaga-negara-pasca-
amandemen-1945.html, diunduh 16 Mei 2012 (online)
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan Pancasila termasuk mata kuliah yang banyak terkena imbas proses
reformasi. Bukan hanya materinya yang banyak berubah, proses pendidikannya juga
seharusnya mengalami perubahan mendasar. Perubahan materi pendidikan Pancasila
menyangkut amandemen terhadap UUD 1945 tentang sistem ketatanegaraan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Keberadaan UUD 1945 yang selama ini disakralkan, dan tidak boleh diubah kini telah
mengalami beberapa perubahan. Tuntutan perubahan terhadap UUD 1945 itu pada
hakekatnya merupakan tuntutan bagi adanya penataan ulang terhadap kehidupan berbangsa
dan bernegara. Atau dengan kata lain sebagai upaya memulai kontrak sosial baru antara
warga negara dengan negara menuju apa yang dicita-citakan bersama yang dituangkan dalam
sebuah peraturan dasar (konstitusi). Perubahan ini menginginkan pula adanya perubahan
sistem dan kondisi negara yang konstitusi otoritarian menuju kearah sistem yang demokratis
dengan relasi lembaga negara yang seimbang. Dengan demikian perubahan konstititusi
menjadi suatu agenda yang tidak bisa diabaikan. Hal ini menjadi suatu keharusan dan amat
menentukan bagi jalannya demokratisasi suatu bangsa.
Negara Indonesia adalah negara demokrasi yang berdasarkan atas hukum, oleh karena
itu segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara diatur dalam suatu sistem
peraturan perundang-undangan. Dalam pengertian inilah maka negara dilaksanakan
berdasarkan pada suatu konstitusi atau UUD. pembagian kekuasaan, lembaga-lembaga tinggi
negara, keadilan sosial, dan lainnya diatur dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara. Hal
inilah yang dimaksud dengan sistem ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas rumusan masalah dalam makalah ini sebagai
berikut :
1. Apakah pengertian,kedudukan,sifat,dan fungsi UUD 1945 ?
2. Bagaimana pembukaan UUD 1945 ?
3. Bagaimana hubungan pembukaan dengan batang tubuh UUD 1945 ?
4. Bagaimana batang tubuh dan penjelasan UUD 1945 ?
5. Bagaimana dinamika pelaksanaan UUD 1945 ?

1.3 Tujuan Makalah


Tujuan yang ingin dicapai melalui makalah ini adalah :
1. Menjelaskan Pengertian, kedudukan, sifat dan fungsi UUD 1945
2. Mengidenfikasi makna dan pokok pikiran dalam pembukaan UUD 1945
3. Menjelaskan hubungan pembukaan dan batang tubuh UUD 1945
4. Menjelaskan unsur-unsur utama yang diatur dalam batang tubuh dan penjelasan UUD 1945
5. Menjelaskan dinamika pelaksanaan UUD 1945
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN, KEDUDUKAN, SIFAT, DAN FUNGSI UUD 1945
1. Pengertian Hukum Dasar
Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, dikenal ada hukum dasar tertulis yang
lazim disebut undang-undang dasar dan hukum dasar tak tertulis yang disebut konvensi.
Sebagai hukum dasar, undang-undang dasar merupakan sumber hukum. Oleh karena itu,
setiap produk hukum seperti undang-undang, peraturan, bahkan setiap kebijakan
penyelenggaraan pemerintahan haruslah berdasarkan dan bersumberkan peraturan yang lebih
tinggi yang berpuncak pada undang-undang dasar. Sedangkan, yang dimaksud konvensi
adalah aturan hukum kebiasaan mengenai hukum publik dan kelaziman-kelaziman dalam
praktik hidup ketatanegaraan.
2. Pengertian Undang-Undang Dasar 1945
Yang dimaksud dengan Undang-Undang Dasar 1945 adalah keseluruhan naskah yang
terdiri atas:
(1) Pembukaan yang terdiri atas empat alinea,
(2) Batang tubuh yang terdiri atas 37 pasal yang dikelompokkan dalam 16 bab, 4 pasal Aturan
Peralihan, dan 2 ayat Aturan Tambahan,
(3) Penjelasan yang terbagi dalam Penjelasan Umum dan Penjelasan Khusus yaitu penjelasan
pasal demi pasal.
Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan
satu kesatuan utuh yang tidak terpisahkan.
3. Kedudukan Undang-Undang Dasar 1945
Kedudukan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan norma hukum yang tertinggi
dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, yang dijadikan bahan untuk penyusunan
peraturan perundang-undangan.
Sumber hukum terdiri atas sumber hukum tertulis dan tidak tertulis. Sumber hukum
dasar nasional adalah Pancasila sebagaimana yang tertulis dalam pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945 yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab,
Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial Bagi Seluruh
Rakyat Indonesia, dan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945.
Sedangkan, pasal 2 Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 mengatur tentang tata urutan
peraturan perundang-undangan yang merupakan pedoman dalam pembuatan aturan hukum di
bawahnya.
Aturan tersebut sebagai berikut.
Undang-Undang Dasar 1945
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Undang-Undang
Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang (Perpu)
Peraturan Pemerintah
Keputusan Presiden
Peraturan Daerah
4. Sifat Undang-Undang Dasar 1945
a. UUD bersifat fleksibel (luwes)
Suatu konstitusi disebut luwes apabila cara pembuatan dan perubahannya sama
dengan pembuatan dan perubahan undang-undang biasa. Konstitusi masih tetap mampu
menampung dinamika perkembangan masyarakat
b. UUD bersifat Rigid atau Kaku
Suatu konstitusi disebut kaku apabila cara pembuatan dan perubahannya berbeda
dengan cara pembuatan dan perubahan undang-undang biasa. Konstitusi dikatakan bersifat
kaku apabila tidak mampu mengikuti perkembangan zaman.
5. Fungsi Undang-Undang Dasar 1945
Sebagaimana fungsi konstitusi pada umumnya, fungsi Undang-Undang Dasar 1945,
pada umumnya, dapat disebutkan antara lain:
Membatasi kekuasaan penguasa agar tidak bertindak sewenang-wenang
Untuk melindungi hak asasi manusia
Sebagai pedoman dalam penyelenggaraan pemerintahan agar pemerintahan berjalan dengan
tertib dan lancar.
B. PEMBUKAAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945
1. Makna Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 bagi perjuangan bangsa Indonesia
Sumber dari motivasi dan aspirasi perjuangan serta tekad bangsa Indonesia untuk mencapai
tujuan nasional.
Merupakan sumber dari cita hukum dan cita moral yang ingin ditegakkan baik dalam
lingkungan nasional maupun dalam hubungan pergaulan bangsa-bangsa di dunia.
Nilai Universal karena mengandung nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh bangsa-bangsa
beradab di seluruh muka bumi.
Nilai Lestari karena mampu menampung dinamika masyarakat dan akan tetap menjadi
landasan perjuangan bangsa dan negara selama bangsa Indonesia tetap setia kepada negara
proklamasi 17 Agustus 1945.

2. Makna Alinea-Alinea Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945


Alinea pertama
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi Bahwa sesungguhnya
kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia
harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan peri keadilan
menunjukkan keteguhan dan kuatnya pendirian bangsa Indonesia menghadapi masalah
kemerdekaan melawan penjajah. Dengan pernyataan itu, bukan saja, bangsa Indonesia
bertekad untuk merdeka, tetapi akan tetap berdiri di barisan yang paling depan dalam
menentang dan menghapuskan penjajahan di atas dunia.
Alasan bangsa Indonesia menentang penjajahan karena penjajahan itu bertentangan
dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Ini berarti setiap hal atau sifat yang bertentangan
atau tidak sesuai dengan kemanusiaan dan perikeadilan juga harus secara sadar ditentang oleh
bangsa Indonesia.

Alinea kedua
Berbunyi, Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada
saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu
gerbang kemerdekaan Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur
Alinea tersebut mewujudkan adanya ketetapan dan ketajaman penilaian seperti berikut.
a. Perjuangan pergerakan kemerdekaan di Indonesia telah sampai pada tingkat yang
menentukan.
b. Momentum yang telah dicapai tersebut harus dimanfaatkan untuk menyatakan kemerdekaan.
c. Kemerdekaan tersebut bukan merupakan tujuan akhir tetapi masih harus diisi dengan
mewujudkan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
Alinea ketiga
Berbunyi, Atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa dan didorongkan oleh keinginan
luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas maka rakyat Indonesia menyatakan
dengan ini kemerdekaannya.
Alinea tersebut memuat motivasi spiritual yang luhur dan merupakan pengukuhan atas
proklamasi kemerdekaan serta menunjukkan ketakwaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan
Yang Maha Esa. Berkat rida-Nya, bangsa Indonesia berhasil dalam perjuangan mencapai
kemerdekaannya dan sekaligus negara yang ingin didirikannya berwawasan kebangsaan.
Alinea keempat
Berbunyi, Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
dan untuk memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-
Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin
oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan
suatu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Alinea itu merumuskan tujuan dan prinsip dasar untuk mencapai tujuan bangsa
Indonesia telah menyatakan dirinya merdeka itu dengan padat sekali.

3. Pokok-pokok pikiran dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945


Pembukaan UUD 1945 mempunyai fungsi atau hubungan langsung dengan Batang
Tubuh UUD 1945. Hubungan itu menyatakan bahwa pembukaan UUD 1945 mengandung
pokok-pokok pikiran yang diciptakan dan dijelmakan kedalam Batang Tubuh UUD 194,
yaitu dalam pasal-pasalnya.
Ada 4 pokok pikiran yang memiliki makna sangat dalam, yaitu sebagai berikut :
a. Pokok pikiran pertama : Negara-begitu bunyinya- melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh tumpah darah Indonesia. Dalam pembukaan itu diterima,
diterima aliran pengertian Negara persatuan, Negara yang melindungi dan meliputi segenap
bangsa seluruhnya. Jadi, Negara mengatasi segala paham golongan dan segala paham
perorangan. Negara menurut pengertian pembukaan itu menghendaki persatuan meliputi
segenap bangsa Indonesia seluruhnya. Inilah suatu dasar Negara yang tidak boleh dilupakan.
Rumusan tersebut menunjukkan pokok pikiran persatuan. Dengan pengertian yang lazim,
Negara, penyelenggara Negara, dan setiap warga Negara wajib mengutamakan kepentingan
Negara di atas kepentingan golongan ataupun perorangan.
b. Pokok pikiran kedua : Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Ini
merupakan pokok pikiran yang hendak diwujudkan pokok pikiran keadilan sosial. Pokok
pikiran yang hendak diwujudkan oleh Negara bagi seluruh rakyat didasarkan kesadaran,
bahwa manusia Indonesia mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan
keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat.
c. Pokok pikiran ketiga, yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945: Negara yang
berkedaulatan rakyat berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan. Ini adalah
pokok pikiran di tangan rakyat dan dilakukan sepuhnya oleh Majelis Permusyawaran Rakyat.
d. Pokok pikiran keempat, yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 : Negara berdasar
ata Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradap. Oleh
karena itu UUD harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain
penyelenggara Negara untuk memelihara budi pekerti kemanusian yang luhur dan memegang
teguh cita-cita moral rakyat yang luhur. Ini menegaskan okok pikiran Ketuhanan Yang
Maha Esa dan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.

C. HUBUNGAN PEMBUKAAN DENGAN BATANG TUBUH UNDANG-UNDANG


DASAR 1945
Pembukaan UUD 1945 mempunyai fungsi atau hubungan langsung dengan Batang
Tubuh UUD 1945, karena pembukaan UUD 1945 mengandung pokok-pokok pikiran yang
dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal di Batang Tubuh.
Dengan tetap menyadari akan keagungan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila
dan dengan memperhatikan hubungan antara pembukaan dengan Batang Tubuh UUD dapat
disimpulkan, bahwa pembukaan UUD 1945 yang memuat dasar falsafah pancasila dengan
Batang Tubuh UUD 1945 merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Keduanya,
merupakan rangkaian kesatuan nilai dan norma yang terpadu. Batang Tubuh UUD 1945
terdiri atas rangkaian pasal-pasal yang merupakan perwujudan dari pokok-pokok pikiran
yang terkandung dalam UUD 1945, yang tidak lain adalah pokok-pokokpikiran : persatuan
Indonesia, keadilan sosial,kedaulatan rakyat berdasar atas kerakyatan dan
permusyawaratan/perwakilan, dan Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusian
yang adil dan beradab.
Pokok-pokok pikiran tersebut tidal lain adalah pancaran dari pancasila, yang telah
mampu memberikan semangat dan terpancang dengan khidmat dalam perangkat UUD 1945.

D. BATANG TUBUH DAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945

1. Tujuh kunci pokok sistem pemerintahan RI


Undang-undang dasar 1945 yang terdiri atas 37 pasal ditambah dengan empat pasal
Aturan Peralihan dan dua ayat Aturan Tambahan disamping mengandung semangat dan
merupakan perwujudan dari pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan UUD
1945 juga merupakan rangkaian kesatuan pasal-pasal yang bulat dan terpad. Didalamnya
berisi materi yang pada dasarnya dapat dibedakan dalam tiga bagian yaitu sebagai berikut :
a) Pasal-pasal yang berisi materi penguatan system pemerintahan Negara di dalamnya termasuk
pengaturan tentang kedudukan, tugas, wewenang, dan saling hubungannya dari kelembagaan
Negara.
b) Pasal-pasal yang berisi materi hubungan antara Negara dan warganegara dan penduduknya
serta dengan dipertegas oleh pembukaan UUD 1945 berisi konsepsi Negara di berbagai aspek
kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam kearah mana Negara bangsa dan
rakyat Indonesia akan bergerak mencapai cita-cita nasionalnya.
c) Hal-hal lain. Dalam hal ini, sekali lagi perlu didasari bahwa ketiga materi itu merupakan
kesatuan yang utuh yang tercakup secara bulat dalam Batang Tubuh UUD 1945.

Sistem pemerintah Negara Indonesia dijelaskan dengan terang dan sistematis dalam
penjelasan UUD 1945. Di dalam penjelasan itu, dikenal tujuh buah kunci pokok, yaitu
sebagai berikut.

a. Indonesia ialah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat)


Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtsstaat) tidak berdasarkan atas
kekuasaan belaka (machtsstaat). Ini mengandung arti bahwa Negara, di dalamnya termasuk
pemerintahan dan lembaga-lembaga Negara yang lain, dalam melaksanakan tindakan harus
dilandasi oleh hukum dan harus dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Tekanan pada
hukum (recht) disini dihadapkan sebagai lawan dari kekuasaan (math). Prinsip dari sistem ini
di samping akan tampak dalam rumusan pasal-pasalnya jelas sejalan dan merupakan
pelaksanaan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 yang
diwujudkan oleh cita hukum (rechtsidee) yang menjiwai UUD 1945 dan hukum dasar yang
tidak tertulis.
Pengertian negara hukum munurut UUD 1945 dalam arti luas. Artinya Negara hukum
dalam arti material. Negara bukan saja melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia, tetapi juga harus memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa. Ciri-ciri Negara hukum adalah diakuinya hak asasi
manusia, adanya asas legalitas dalam segala bentuknya: adanya suatu peradilan yang bebas
tidak memihak: adanya pemisahan segala kekuasaan: dan adanya peradilan administrasi
Negara.

b. Sistem Konstitusional
Pemerintah berdasar atas sistem konstitusional (hukum dasar) tidak bersifat
absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Sistem itu memberikan ketegasan cara
pengendalian pemerintahan Negara yang dibatasi oleh ketentuan konstitusi. Dengan
sendirinya, juga ketentuan dalam hukum lain yang merupakan produk konstitusional, seperti
Garis-Garis Besar Haluan Negara, undang-undang dan sebagainya. Dengan demikian, sistem
itu memperkuat dan menegaskan lagi sistem Negara hukum seperti yang dikemukakan di
depan. Dengan landasan kedua sistem itu, Negara hukum dan sistem konstitusional
menciptakan mekanisme hubungan tugas dan hukum antara lembaga-lembaga Negara yang
dapat menjamin terlaksananya sistem itu.

c. Kekuasaan Negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat


(Die gesamte staatgewalt Lietgt allein bei der Majelis)
Kedaulatan rakyat dipegang oleh suatu badan bernama Majelis Permusyawaratan
Rakyat. MPR sebagai penjelman seluruh rakyat Indonesia (Vertretungsorgan des willens des
staatvolkes). Majelis tersebut menetapkan undang-undang dasardan Garis-Garis Besar
Haluan Negara. Majelis itu mengangkat kepala Negara (presiden) dan wakil kepala Negara
(wakil presiden). Majelis inilah yang memegang kekuasaan Negara tertinggi. Sedangkan
presiden harus menjalankan haluan Negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan
oleh majelis.
d. Presiden ialah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi di bawah majelis
Menurut sistem pemerintahan Indonesia, presiden tidak bertanggung jawab kepada
DPR. Dalam hal pembuatan undang-undang dan penetapan APBN, presiden harus
mendapatkan persetujuan DPR. Presiden tidak dapat membubarkan DPR seperti pada system
parlementer. Sebaliknya DPR pun tidak dapt menjatuhkan presiden karena presiden tidak
bertanggung jawab kepada DPR.
e. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Dalam penjelasan UUD 1945 dijelaskan bahwa Disamping Presiden adalah Dewan
Perwakilan Rakyat. Presiden harus mendapat persetujuan DPR untuk membentuk undang-
undang (Gesetzgebung) dan untuk menetapkan APBN (Statsbegrooting). Oleh karena itu,
presiden tidak bertanggung jawab kepada dewan, artinya kedudukan presiden tidak
bergantung kepada dewan.
f. Menteri Negara ialah pembantu presiden, menteri Negara tidak bertanggung
jawab kepada DPR
Penjelasan UUD 1945 menyatakan Presiden mengangkat dan memberhentikan
menteri-menteri negara. Menteri-menteri itu tidak bertanggung jawab kepada DPR.
Kedudukannya tidak bergantung pada dewan, akan tetapi bergantung pada presiden. Mereka
ialah pembantu presiden.

g. Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas


Penjelasan UUD 1945 menyatakan Meskipun kepala negara tidak bertanggung
jawab kepada DPR, ia bukan diktator artinya kekuasaan tidak tak terbatas.
Kunci system ini adalah kekuasaan presiden tidak tak terbatas ditekankan dalam
pokok yang kedua sistem pemerintahan konstitusional, bukan bersifat absolute. Dengan
fungsi/peranan DPR dan fungsi/peranan para menteri sebagai pembantu presiden, dapat
mencegah kemungkinan kekuasaan pemerintahan presiden menjurus ke arah kekuasaan
mutlak (absolutisme).
Dengan uraian sestem pemerintahan seperti di atas, tampak jelas kerangka mekanisme
penyelenggaraan pemerintahan Negara serta mekanisme hubungan kelembagaan antara MPR
presiden DPR. Ditinjau dari kelembagaan Negara berdasarkan UUD 1945, masih terdapat
lembaga-lembaga Negara lainnya yang belum diuraikan dalam system pemerintahah tersebut
ialah DPA, BPK, dan Mahkamah Agung.

E. DINAMIKAPELAKSANAAN UUD 1945


Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dibentuk
pada tanggal 29 April 1945, adalah Badan yang menyusun rancangan UUD 1945. Pada masa
sidang pertama yang berlangsung dari tanggal 28 Mei sampai dengan tanggal 1 Juni 1945
Ir.Sukarno menyampaikan gagasan tentang "Dasar Negara" yang diberi nama Pancasila.
Kemudian BPUPKI membentuk Panitia Kecil yang terdiri dari 8 orang untuk
menyempurnakan rumusan Dasar Negara. Pada tanggal 22 Juni 1945, 38 anggota BPUPKI
membentuk Panitia Sembilan yang terdiri dari 9 orang untuk merancang Piagam Jakarta yang
akan menjadi naskah Pembukaan UUD 1945. Setelah dihilangkannya anak kalimat "dengan
kewajiban menjalankan syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya" maka naskah Piagam
Jakarta menjadi naskah Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945
oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan
oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada tanggal 29 Agustus 1945.
Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia disusun pada masa Sidang Kedua BPUPK .
Nama Badan ini tanpa kata "Indonesia" karena hanya diperuntukkan untuk tanah Jawa saja.
Di Sumatera ada BPUPK untuk Sumatera. Masa Sidang Kedua tanggal 10-17 Juli 1945.
Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia.

A. Undang-Undang Dasar 1945 (awal kemerdekaan)


Undang-Undang Dasar ini disahkan pada sidang PPKI sehari setelah Indonesia merdeka
yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945.Undag-Undang Dasar ini terdiri atas Pembukaan UUD
1945, Batang Tubuh yang mencakup 37 Pasal 4 Aturan Peralihan atau Peraturan
Tambahanserta penjelasan yang dibuat oleh Prof. Mr.Soepomo (Sunoto, 1985: 35).
Pada awal kemerdekaan UUD 1945 tidak dilaksanakan dengan baik karena kondisi
Indonesia dalam suasana mempertahankan kemerdekaan. Sedang mengenai keadaan
pemerintahnya sebagai berikut:
Pasal 4 Aturan Peralihan UUD 1945berlaku yaitu sebelum MPR, DPR dan DPA dibantu oleh
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Sistem kabinetnya, Kabinet Presidensil dimana para menteri bertanggung jawab pada presiden
bukan pada DPR.
Dikeluarkannya Maklumat No. X pada tanggal 16 Oktober 1945, yang merubah kedudukan
KNIP yang tadinya sebagai pembantu Presiden menjadi badan legislatif(DPR)
Dikeluarkannya Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945 yang merubah kabinet
presidensil menjadi parlementer, ini berarti menyimpang dari UUD 1945.sistem kabinet ini
diikuti dengan Demokrasi Liberal.
Akibat dari kondisi diatas menimbulkan, pemerintah tidak stabil seiring pergantian
kabinet, Terjadinya pemberontakaan PKI Madiun, karena keadaan genting maka kabinet
kembali ke presidensil lagi, diadakannya Konferensi Meja Bundar (KMB) sehingga
Indonesia harus menerima berdirinya Republik Indonesia Serikat (RIS).
B. Konstitusi RIS
Hasil dari KMB pada 27 Desember 1945 mengharuskan pada Indonesia untuk menerima
berdirinya negara RIS. Secara otomatis UUD yang digunakan pun berganti, dan yang
digunakan adalah Konstitusi RIS.
Pada masa ini seluruh wilayah Indonesia tunduk pada Konstitusi RIS. Sedangkan UUD
1945 hanya berlaku un tuk negara bagian Indonesia yang meliputi sebagian jawa dan sumatra
dengan ibukota Yogyakarta. Sistem pemerintahannya adalah Parlementer yang berdasarkan
Demokrasi Liberal.
Negara Federasi RIS tidak berlangsung lama.berkat kesadaran para pemimpin kita maka pada
tanggal 17 Agustus 1950 RIS kembali lagi menjadi NKRI dengan Undang-Undang yang lain
yang disebut Undang-Undang Dasar Sementara 1950.
B. Undang-Undang Dasar Sementara
Mulai tanggal 17 Agustus 1950 Indonesia kembali lagi menjadi NKRI dengan Undang-
Undang Dasar Sementara atau disebut juga UUD 1950. Sistem pemerintahan yang digunakan
adalah parlementer dan presiden tidak bisa diganggu gugat dan menteri bertanggung jawab.
Berlaku demokrasi liberal dan telah berhasil melaksanakan pemilu dan membentuk badan
konstituante.
Karena kabinet yang dgunakan adalah parlementer maka presiden dan wakil presiden
adalah presiden konstitusional yang tidak bisa diganggu gugat. Yang bertanggung jawab
adalah menteri kepada parlemen. Akibat dari sistem pemeritah ini maka pemerintahan tidak
stabil, sebab sering terjadi pergantian kabinet, ekonomi dan keamanan sangat kacau, badan
konstitusituante macet tidak dapat melaksanakan tugasnya untuk membuat Undang-Undang
Dasar yang tetap sebagai ganti UUDS 1950. Pada waktu itu beruntung rakyat indonesia
mempunyai rasa persatuan dan kesatuan yang tinggi, terbukti dengan banyaknya negara
bagian RIS yang melebur kembali pada negara Republik Indonesia.
Kenyataan ini yang membuat RIS dan Republik Indonesia untuk mengadakan
perundingan dan menghasilkan kesepakatan untuk membuat negara kesatuan.
C. Undang-Undang Dasar 1945 (yang berlaku berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959)
Melihat situasi yang semakin memburuk dan dukungan rakyat Indonesia maka
dikeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1950 yang berisi tentang kembalinya UUD 1945. Dasar
hukum dekrit ini adalah Hukum Darurat Negara (Staatsnoodretcht). Adapun isi dari dekrit
tersebut adalah :
Menetapkan pembubaran Kostituante
Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia,
terhitung mulai dari tanggal menetapkan dekrit ini, dan tidak berlaku lagi UUD 1950.
Pembentukkan MPRS yang terdiri dari anggota-anggota DPR ditambah dengan
perwakilan-perwakilan dari daerah dan golongan-golongan, serta DPAS akan dilaksanakan
dalam waktu yang sesingkat singkatnya. . Dengan dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka berlaku
kembali UUD 1945. Dengan demikian rumusan dan sistematika Pancasila tetap seperti yang
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke empat.
Untuk mewujudkan pemerintahan Negara berdasarkan UUD 1945 dan Pancasila dibentuklah
alat-alat perlengkapan Negara:
Presiden dan Menteri-Menteri
.Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR)
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS)
Dewan Pertimbangan Agung Sementara
Walaupun sudah ada dekrit tersebut tetapi pada kenyataannya UUD 1945 masih belum
dilaksanakan secara murni dan konsekuen. Pelaksanaan UUD 1945 periode ini semenjak
Dekrit 5 Juli 1959 dinyatakan kembali kepada UUD 1945, tetapi dalam praktek
ketatanegaraan hingga tahun 1966 ternyata belum pernah melaksanakan jiwa dan ketentuan
UUD 1945, terjadi beberapa penyimpangan, antara lain:
Pelaksanaan Demokrasi Terpempin, diman Presiden membentuk MPRS dan DPAS dengan
Penpres Nomor 2 tahun 955 yang bertentangan dengan system pemerintahan Presidentil
sebagaimana dalam UUD 1945.
Penentuan masa jabatan presiden seumur hidup, hal ini bertentangan dengan pasal UUD
yang menyebutkan bahwa masa jabatan Presiden adalah 5 tahun dan setelahnya dapat dipilih
kembali.
Berdirinya Partai Komunis Indonesia yang berhaluan atheisme, dan adanya kudeta PKI
dengan gerakan 30 September yang secra nyata akan membentuk Negara Komunis Indonesia
Bidang Idiologi : dibolehkannya komunis yang sangat jelas bertentangan dengan sila
pertama. Paham ini berawal dari pemahaman pancasila sebagai ajaran Bung Karno, pancasila
dipersempit menjadi Tri sula dan akhirnya menjadi Eka sila (gotong Royong).

Bidang Hukum : Hukum yang digunakan sebenarnya hukum Revolusi, UUD hanya
digunakan alat revolusi diatas segala galanya sehingga menjadikan pemerintahan yang
otoriter, dan diktator
Bidang Moral : Terjadinya krisis dan dekadensi moral.
Bidang Ekonomi : Keadaan ekonomi merosot, terjadi inflasi, banyak korupsi
Bidang sosial dan politik : Masyarakat dibagi bagi menjadi dalam kotak-kotak parpol dan
ormas dengan porosnya nasakom.
Pada puncaknya antara tanggal 30 September 1965-11 Maret 1966, dengan dipelopori
para pemuda dan mahasiswa menya mpaikan tiga tuntutan rakyat(TRITURA) yang
berisibubarkan PKI, Bersihkan kabinet dari unsur-unsur PKI, Turunkan harga. Gerakan
tritura ini semakin meningkatt sehingga pemerintah tak lagi mampu menanganinya. Dalam
situasi yang demikian maka pada tanggal 11 Maret 1966. presiden soekarno melayangkan
surat perintah kepada soeharto yang sering kita kenal dengan sebutan SUPERSEMAR.
D. UUD 1945 Pada Masa Orde Baru
Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD
1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen. Namun pelaksanaannya ternyata
menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945 yang murni,terutama pelanggaran pasal 23
(hutang Konglomerat/private debt dijadikan beban rakyat Indonesia/public debt) dan 33 UUD
1945 yang memberi kekuasaan pada pihak swasta untuk menghancur hutan dan sumberalam
kita.

Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi konstitusi yang sangat "sakral", diantara
melalui sejumlah peraturan:
Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk
mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya
Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan
bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat
rakyat melalui referendum.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan
TAP MPR Nomor IV/MPR/1983.

E. UUD 1945 Pada Masa Reformasi


Salah satu keberhasilan yang dicapai oleh bangsa Indonesia pada masa reformasi adalah
reformasi konstitusional (constitutional reform). Reformasi konstitusi dipandang merupakan
kebutuhan dan agenda yang harus dilakukan karena UUD 1945 sebelum perubahan dinilai
tidak cukup untuk mengatur dan mengarahkan penyelenggaraan negara sesuai harapan
rakyat, terbentuknya good governance, serta mendukung penegakan demokrasi dan hak asasi
manusia.
Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen)
terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada
masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di
tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu
"luwes" (sehingga dapat menimbulkan multitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945
tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti
tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi
dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan
kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah
Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan
atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta
mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.
Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen) yang
ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:
Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 Perubahan Pertama UUD 1945
Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 Perubahan Kedua UUD 1945
Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 Perubahan Ketiga UUD 1945
Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 Perubahan Keempat UUD 1945
Mewujudkan amanat reformasi perlu adanya pembenahandan penataan kembali terhadap
system ketatanegaraan dan pemerintahan Negara.Masalah utama Negara hukum Indonesia
adalah UUD 1945 yang bersifat otorian, maka agenda utam pemerintahan pasca Soeharto
adalah reformasi konstitusi.
Akhirnya, lahirlah beberapa amandemen terhadap UUD 1945. Hasil amandemen
konstitusi mempertegas deklarasi Negara hokum, dari semula hanya ada di dalam penjelasan,
menjadi bagian batang tubuh UUD 1945. Konsep pemisahan kekuasaan Negara ditegaskan.
MPR tidak lagi mempunyai kekuasaan yang tak terbatas. Presiden tidak lagi membentuk
undang-undang, tetapi hanya berhak mengajukan dan membahas RUU.
Kekuasaan diserahkan kembali kepada yang berhak, yakni DPR.
Akuntabilitas politik melalui proses rekrutmen anggota parlemen dan Presiden secara
langsung, diperkuat lagi dengan system pemberhentian mereka jika melakukan tindakan-
tindakan yang melanggar hokum dan konstitusi.
Kekuasaan kehakiman yang mandiri diangkat dari penjelasan menjadi materi Batang
Tubuh UUD 1945. Lebih jauh, mahkamah konstitusi dibentuk untuk mengawal kemurnian
fungsi dan manfaat konstitusi, karena salah satu kewenangan MK adalah melakukan
constitutional review, menguji keabsahan aturan undang-undang bila dihadapkan kepada
aturan konstitusi.
Satu hal yang perlu dicatat, bahwa amandemen UUD 1945 ini hanya dilakukan terhadap
batabg tubuh UUD 1945 [pasal-pasal] tetapi tidak dilakukan terhadap pembukaan UUD 1945.
Terdapat asumsi bahwa melakukan perubahan terhadap pembuukaan UUD 1945 pada
dasarnya akan mengubah Negara Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus
1946. Karena pembukaan UUD 1945 hakikatnya adalah jiwa dan ruh Negara proklamasi,
sementara dasar Negara Republik Indonesia, yakni Pancasila juga terdapat dalam Pembukaan
UUD 1945. Maka sistematika dan rumusan Pancasila tidak mengalami perubahan.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam proses kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia sangat dibutuhkan
sistem yang mengatur ketatanegaraan yang dimengerti oleh rakyatnya serta
penyelenggaraannya.
Pembuatan UUD 1945 sebagai sistem ketatanegaraan memerlukan proses yang sangat
panjang. Dimulai dari awal kemerdekaan sampai pada saat sekarang ini yaitu reformasi telah
banyak dilakukan perubahan maupun amandemen demi kesempurnaan suatu UUD. Setiap
pasal dalam tubuh UUD 1945 sangat mempunyai makna yang terkandung di dalamnya
Juga telah banyak kejadian yang menjadi bersejarah demi mempertahankan Undang-Undang
Dasar 1945 sebagai pondasi bangsa Indonesia.
3.2 Saran
Makalah tugas Pendidikan Pancasila ini merupakan karya pertama penulis, sehingga
masih belum begitu sempurna. Apabila ada kritik maupun saran yang bersifat membangun
maka penulis dengan senang hati akan menerimanya. Untuk lebih menyempurnakan pada
Penulisan Makalah yang akan dibuat oleh penulis dikemudian waktu.
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirrahim ...

Assalamualaikum. Wr. Wb

Puji Syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga diktat ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Diktat ini disusun
agar pembaca dapat memperluas pengetahuan tentang Sistem Ketatanegaraan Republik
Indonesia. Penulis sadar dalam penyusunan Diktat ini masih banyak terdapat kekurangan oleh
sebab itu penyusun mengharapkan saran yang membangun agar dapat menjadi acuan dalam
penyusunan diktat yang akan datang. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang
lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan.
Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.

Billahi Taufiq Walhidayah, Wassalamualaikum. Wr. Wb

PENDAHULUAN

Salah satu tuntutan reformasi yang digulirkan sejak tahun 1998 adalah dibangunnya suatu
sistem ketatanegaraan Indonesia yang berbasis secara murni dan konsekuen pada paham
kedaulatan rakyat dan Negara hukum (rechstaat). Karena itu, dalam konteks penguatan
sistem hukum yang diharapkan mampu membawa rakyat Indonesia mencapai tujuan
bernegara yang di cita-citakan, maka perubahan atau amandemen UUD 1945 merupakan
langkah strategis yang harus dilakukan dengan seksama oleh bangsa Indonesia. Berbicara
tentang sistem hukum tentunya tidak terlepas dari persoalan politik hukum atau rechts
politiek, sebab politik hukumlah yang menentukan sistem hukum yang bagaimana yang
dikehendaki (Wiratma, 2002:140). Politik hukum adalah kebijakan dasar yang menentukan
arah, bentuk, dan isi hukum yang akan dibentuk (Wahjono, 1983:99). Kebijakan dasar
tersebut adalah Undang-Undang Dasar Negara RI tahun 1945 (UUD1945) dan Rencana
Pembangunan Jangka Menegah Nasional (RPJMN 2004-2009). Dengan demikian UUD 1945
atau konstitusi Republik Indonesia menentukan arah politik hukum Negara Kesatuan
Republik Indonsia yang berfungsi sebagai hukum dasar tertulis tertinggi untuk
diopersionalisasikan bagi pencapaian tujuan Negara. Disini saya akan membahas tentang
Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, yang melingkup Amandemen UUD 1945,
Bentuk Negara Kesatuan, Bentuk Pemerintahan Republik, Sistem Pemerintahan Presidensial,
Sistem Politik Demokrasi. Berikut penjelasannya.

Dalam makalah yang singkat ini saya pertama-tama, akan memaparkan definisi dari
ketatanegaraan negara dalam konteks Indonesia sebagai bangsa. Agar pembaca lebih
memahami sebelum, pembaca membaca lebih jauh.

Pengertian Ketatanegaraan Republik Indonesia Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,


tata negara adalah seperangkat prinsip dasar yang mencakup peraturan susunan pemerintah,
bentuk negara dan sebagainya yang menjadi dasar peraturan suatu negara.
Ketatanegaraan adalah segala sesuatu mengenai tata negara. Menurut hukumnya, tata
negara adalah suatu kekuasaan sentral yang mengatur kehidupan bernegara yang menyangkut
sifat, bentuk, tugas negara dan pemerintahannya serta hak dan kewajiban para warga terhadap
pemerintah atau sebaliknya. Dan dalam sistem ketatanegaraan republik Indonesia,
memerlukan sebuah Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 demi berlangsungnya sistem
ketatanegaraan di Indonesia. Dan terciptanya tujuan negara republik Indonesia. Sebelum
membahas sebuah Amandemen Undang-Undang Dasar 1945, saya akan menjelaskan
pengertian dari sebuah Amandemen Undang-Undang Dasar 1945.

A. Pembahasan

Amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Amandemen diambil dari bahasa Inggris yaitu
"amendment". Amends artinya merubah, biasanya untuk masalah hukum. The law has been
amended (undang-undang itu telah di amandemen). Jadi yang dimaksud dengan Amandemen
UUD 45 pasal-pasal dari UUD 45 itu sudah mengalami perubahan yang tertulis atau
maknanya, barangkali. Kapan UUD 45 itu dimandemen.. ? Perlu diketahui ada perbedaan
antara rancangan UUD yang dibuat oleh pantia BPUPKI dengan naskah UUD 45 yang
disetujui dan ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945. Jadi anggaplah dasar UUD 45 yang
belum diamandemen adalah UUD 45 yang tercantum dalam ketetapan Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Memilih Soekarno dan Hatta menjadi Presiden dan Wakil
Presiden.

Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Amandemen Undang-Undang Dasar 1945

1. Panorama Umum seputar Perubahan (Amandemen) Konstitusi Suatu Negara

Secara filosofis, konstitusi suatu negara harus berubah dan diubah. Hal ini disebabkan oleh
perubahan kehidupan manusia, baik dalam kehidupan internal yang meliputi pikiran,
kemampuan diri dan kebutuhan hidupnya, maupun kehidupan eksternalnya yang berkaitan
dengan orang lain, lingkungan hidupnya seperti lingkungan sosial, kultural dan natural. Juga,
hal yang berkaitan dengan tata nilai dan tata struktur masyarakat sesuai dengan tuntutan
perkembangan yang dihadapinya. Konstitusi adalah produk masyarakat yang senantiasa
berubah. Maka, menolak perubahan konstitusi pada hakikatnya menolak kesemestian hidup
yang harus dijalaninya.
Pada umumnya, ada tiga faktor yang mempengaruhi perubahan konstitusi suatu negara,
yakni faktor ekonomi, politik dalam-luar negeri dan kepentingan politik kelompok mayoritas.
Faktor pertama, yakni ekonomi, terkait dengan jantung kehidupan suatu negara. Kemapanan
ekonomi menyokong kesejahteraan rakyatnya. Faktor kedua, kondisi politik dalam-luar
negeri, salah satu faktor yang mengharuskan suatu negara mengubah kontitusinya. Pergaulan
bangsa-bangsa sering mengakibatkan keterikatan dan/atau ketergantungan suatu negara
terhadap negara lain. Ada kalanya juga bahwa kontitusi berisi ketentuan-ketentuan yang
sesuai dengan keinginan politik mayoritas (faktor ketiga). Apabila dalam perkembangan
selanjutnya kelompok politik mayoritas di parlemen berubah, maka mereka yang menjadi
kelompok mayoritas akan memasukkan beberapa ketentuan untuk mengakomodasikan
kepentingan politik mereka.

Bahasa yang populer dalam perubahan UUD adalah amandemen. Beberapa kategori arti
amandemen adalah sebagai berikut:
a. Membuat, berarti mencipta pasal baru;
b. Mengubah, berarti mengganti suatu pasal tertentu dengan pasal baru;
c. Mencabut, berarti menyatakan suatu pasal tidak berlaku, tanpa menggantinya dengan pasal
baru;
d. Menyempurnakan, berarti menambah suatu sub-diktum baru pada diktum dari suatu
pasal;
e. Memberi interpretasi baru pada suatu pasal.

Dalam kontitusi bangsa Indonesia, batasan amandemen tertuang dalam pasal 37 UUD 1945.
pasal ini memberi batasan amandemen yang berlaku hanya untuk pasal-pasal dan tidak
termasuk Pembukaan, amandemen mengacu pada Pembukaan dan harus mengikuti prosedur
yang diisyaratkan pasal 37.

2. Latar Belakang dan Dasar Yuridis (Amandemen UUD 1945)

1. Latar Belakang

Pasca amandemen UUD 1945 semakin jelas bahwa negara Indonesia didasarkan pada
sendi kedaulatan rakyat dan merupakan sebuah negara hukum yang secara eksplisit
dirumuskan dalam pasal 1 ayat (2) dan (3) UUD 1945 yang berbunyi, Kedaulatan berada di
tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD (ayat 2) dan Negara Indonesia adalah negara
hukum (ayat 3). Realitas demikian juga ditemukan dalam penjelasan UUD 1945 sebelum
perubahan yang dengan tegas menyatakan bahwa Indonesia berdasarkan hukum (rechtsstaat).
Prinsip kedaulatan rakyat tercermin dari hubungan kerja antar lembaga negara. Oleh karena
itu, untuk mewujudkan kedaulatan rakyat, kekuasaan negara diorganisasikan melalui dua
pilihan cara, yakni sistem pemisahan kekuasaan (separation of power) atau pembagian
kekuasaan (distribution of power).
Hubungan kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif dapat berubah-ubah sesuai dengan
tuntutan dan kondisi masyarakat. Sejak tanggal 17 Agustus 1945 sampai 14 November 1945
Indonesia menganut sistem presidensiil di bawah Presiden Sukarno. Akibat perkembangan
politik terkait dengan kedudukan Indonesia di mata dunia internasional, maka tanggal 16
Oktober 1945 KNIP diserahi fungsi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-garis
Besar Haluan Negara (GBHN). Dengan demikian, terjadi pergeseran hubungan kekuasaan
legislatif dan eksekutif yang konsekuensinya struktur ketatanegaraan Indonesia berubah dari
sistem presidensiil ke parlementer mulai tanggal 14 November 1945. Sistem ini berlaku
hingga keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Sejak Dekrit Presiden tersebut, dengan
kembalinya UUD 1945 sebagai dasar negara, Indonesia kembali menganut sistem
presidensiil. Sistem ini dengan landasan UUD 1945 tetap dianut oleh bangsa Indonesia pada
masa demokrasi terpimpin (1959-1966), Orde Baru (1966-1998) hingga tahun 1999 sebelum
babak baru perubahan UUD 1945. Dalam perkembangan sejarah politik Indonesia telah
terjadi dinamika dan perubahan hubungan kekuasaan legislatif dengan eksekutif sebelum
dilakukan amandemen UUD 1945. Akan tetapi, tujuan Indonesia merdeka tetap belum
tercapai. Hal ini melahirkan tuntutan reformasi masyarakat Indonesia yang mengakibatkan
lengsernya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998.
Ada beberapa sebab ketidakberhasilan UUD 1945 sehingga perlu diamandemen.
Pertama, struktur UUD 1945 memberi kekuasaan yang besar terhadap pemegang kekuasaan
eksekutif (presiden). Pada diri presiden terpusat kekuasaan menjalankan pemerintahan (chief
excutive) yang dilengkapi dengan berbagai hak konstitusional yang lazim disebut hak
prerogatif (memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi). Kedua, struktur UUD 1945 tidak
cukup memuat sistem yang biasa disebut check and balances (kekuasaan untuk saling
mengawasi dan mengendalikan) antara cabang-cabang pemerintahan. Ketiga, terdapat
berbagai ketentuan yang tidak jelas yang membuka penafsiran yang berbeda-beda. Keempat,
tidak ada kelaziman bahwa UUD memiliki penjelasan resmi. Dalam praktik ketatanegaraan
baik secara hukum maupun kenyataan, Penjelasan UUD 1945 diperlakukan dan mempunyai
kekuatan hukum seperti UUD (batang tubuh).

2. Dasar Yuridis
MPR melakukan amandemen UUD 1945 dengan berpedoman pada ketentuan pasal 37
UUD 1945. Naskah UUD 1945 yang menjadi obyek perubahan adalah UUD 1945 yang
ditetapkan oleh Panitia persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus
1945. Sebelum melakukan amandemen UUD 1945, MPR dalam sidang Istimewa MPR tahun
1998, mencabut Ketetapan MPR Nomor IV MPR/1983 tentang Referendum yang
mengharuskan terlebih dahulu penyelenggaraan referendum secara nasional dengan
persyaratan yang demikian sulit.
Dalam melakukan amandemen terhadap UUD 1945, fraksi-fraksi di MPR menyepakati
beberapa keputusan yang dikenal dengan lima kesepakatan. Pertama, tidak mengubah
Pembukaan UUD 1945 karena merupakan pernyataan kemerdekaan Indonesia, dasar negara
dan tujuan berdirinya negara. Kedua, tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Ketiga, tetap mempertahankan sistem pemerintahan presidensiil yang
bertujuan mempertegas dan memperkokoh sistem pemerintahan Indonesia. Keempat,
Penjelasan UUD 1945 yang memuat hal-hal normatif dimasukkan ke dalam pasal-pasal,
misalnya pasal 24 UUD 1945 tentang kekuasaan kehakiman. Kelima, perubahan dilakukan
dengan cara adendum. Artinya, semangat naskah asli UUD 1945 dan amandemen pertama,
kedua, ketiga dan keempat adalah satu kesatuan dan tidak boleh dipisahkan.

Perlukah Amandemen UUD 45 Guna Sempurnakan Ketatanegaraan...??

MPR menganggap amandemen UUD 45 masih dibutuhkan. Hanya saja amandemen itu
harus dilakukan secara komprehensif. Alasanya ada sejumlah pasal-pasal yang memerlukan
penyempurnaan untuk pengelolaan ketatanegaraan yang lebih baik. Pada intinya FKB
mendukung perubahan amandemen terhadap UUD 45. Namun harus dilakukan secara
komprehensif. Disamping itu, Perlunya amandemen itu karena adanya kebutuhan untuk
pengeloaan negara secara baik, misalnya ada beberapa pasal ketatanegaraan yang perlu
penyempurnaan.
Pakar hukum Dr Adnan Buyung Nasuiton mengusulkan perlu dibentuk komisi negara yang
mengkaji secara khusus amandemen UUD 45. Sehingga perubahan dan perbaikan terhadap
UUD 45 hasil amandemen tidak menimbulkan persoalan baru. Perubahan UUD 45 hasil
amandemen perlu dilakukan secara menyeluruh dan tidak bisa dilakukan secara parsial, lebih
jauh Adnan mengkhawatirkan jika perubahan UUD 45 itu dilakukan secara parsial, atau
bagian demi bagian dan tanpa melihat konteksnya secara luas atau tanpa dibarengi suatu
konsep perubahan baru. Justru akan menyisakan persoalan baru yang sarat dengan tumpang
tindih.
Menurutnya, sampai saat ini ada beberapa kelompok yang menolak hasil amandemen UUD
45 dan menuntut kembali ke UUD 45 yang asli. Keberatan itu, sebenarnya terkait dengan tiga
hal, pertama-persoalan konsep negara [staatsidee] yang berkenaan dengan paham kedaulatan
rakyat dan pemeritahan demokratis konstitusional. Kedua, persoalan dasar negara yang
mencakup dasar Negara Islam Vs Pancasila yang dikhawatirkan adalah munculnya kekuatan
yang memaksakan memasukkan Islam yang secara substantif menggeser Pancasila sebagai
dasar negara. Dan ketiga, soal kepentingan politik yang menyangkut pemilihan presiden dan
wakil presiden secara langsung oleh rakyat dan tidak melalui forum MPR.
Yang jelas, kata Adnan, hasil amandemen ke empat UUD 45 telah membawa perbaikan,
diantaranya pembatasan masa kekuasaan presiden, adanya perlindungan hak azasi manusia
dan jaminan kesejahteraan rakyat. Sejumlah perubahan mendasar itu cukup baik, namun
masih ada kelemahannya, secara konseptual maupun teknis yuridis.

Dasar Pemikiran dan Latar Belakang Perubahan UUD 1945

1. Undang-Undang Dasar 1945 membentuk struktur ketatanegaraan yang bertumpu pada


kekuasaan tertinggi di tangan MPR yang sepenuhnya melaksanakan kedaulatan rakyat. Hal
ini berakibat pada tidak terjadinya checks and balances pada institusi-institusi ketatanegaraan.

2. Undang-Undang Dasar 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada pemegang
kekuasaan eksekutif (Presiden). Sistem yang dianut UUD 1945 adalah executive heavy yakni
kekuasaan dominan berada di tangan Presiden dilengkapi dengan berbagai hak konstitusional
yang lazim disebut hak prerogatif (antara lain: memberi grasi, amnesti, abolisi dan
rehabilitasi) dan kekuasaan legislatif karena memiliki kekuasan membentuk Undang-undang.

3. UUD 1945 mengandung pasal-pasal yang terlalu luwes dan fleksibel sehingga dapat
menimbulkan lebih dari satu penafsiran (multitafsir), misalnya Pasal 7 UUD 1945 (sebelum
di amandemen).

4. UUD 1945 terlalu banyak memberi kewenangan kepada kekuasaan Presiden untuk
mengatur hal-hal penting dengan Undang-undang. Presiden juga memegang kekuasaan
legislatif sehingga Presiden dapat merumuskan hal-hal penting sesuai kehendaknya dalam
Undang-undang.

5. Rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggaraan negara belum cukup didukung
ketentuan konstitusi yang memuat aturan dasar tentang kehidupan yang demokratis,
supremasi hukum, pemberdayaan rakyat, penghormatan hak asasi manusia dan otonomi
daerah.

Hal ini membuka peluang bagi berkembangnya praktek penyelengaraan negara yang tidak
sesuai dengan Pembukaan UUD 1945, antara lain sebagai berikut:

a. Tidak adanya check and balances antar lembaga negara dan kekuasaan terpusat pada
presiden.
b. Infra struktur yang dibentuk, antara lain partai politik dan organisasi masyarakat.
c. Pemilihan Umum (Pemilu) diselenggarakan untuk memenuhi persyaratan demokrasi
formal karena seluruh proses tahapan pelaksanaannya dikuasai oleh pemerintah.
d. Kesejahteraan sosial berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 tidak tercapai, justru yang
berkembang adalah sistem monopoli dan oligopoli.

Tujuan Perubahan (Amandemen) Undang-Undang Dasar 1945

Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti
tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi
dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan
kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah
Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan
atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta
mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.
B. Bentuk Negara Kesatuan (Republik) Indonesia

Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan sebagai berikut: ,


maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar
Negara Indonesia yang terbentuk dalam susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada ..

C. Bentuk Pemerintahan Republik

Dalam Ilmu Negara pengertian tentang bentuk Negara sejak dahulu kala dibagi menjadi
dua yaitu: monarchie dan republik. Untuk menentukan suatu Negara itu berbentuk monarchie
dan republik, dalam Ilmu Negara banyak macam ukuran yang dipakai. Antara lain Jellinek
memakai sebagai kriteria bagaimana caranya kehendak negara itu dinayatakan. Jika kehendak
Negara itu ditentukan oleh satu orang saja, maka bentuk Negara itu monarchie dan jika
kehendak Negara itu ditentukan oleh orang banyak yang merupakan suatu majelis, maka
bentuk negaranya adalah republik. (Jellinek, 1914 : 665). PendapatJellinek ini tidak banyak
penganutnya karena banyak mengandung kelemahan. Faham Duguit lebih lazim dipakai,
yang menggunakan sebagai kriteria bagaimana caranya kepala Negara itu diangkat. Jika
seorang kepala negara diangkat berdasarkan hak waris atau keturunan maka bentuk
negaranya disebut monarchie dan Kepala Negaranya disebut raja atau ratu. Jika kepala negara
dipilih melalui suatu pemilihan umum untuk masa jabatan yang ditentukan, maka bentuk
negaranya disebut republik dan Kepala Negaranya adalah seorang Presiden. (Duguit, 1923 :
607) Jadi menurut ketentuan yang telah dijelaskan di atas maka negara Indonesia mempunyai
bentuk negara sebagai republik. Hal ini didasarkan atas cara pemilihan presiden, bahkan
bukan hanya oleh majelis melainkan langsung dipilih oleh rakyat.

Bentuk pemerintahan republik bertujuan untuk mengatur relasi antar setiap lembaga-
lembaga negara. Maka, terbentuklah sistem pemerintahan Republik Indonesia:
1) Indonesia adalah negara yang berdasar hukum
2) Pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi
3) Kekuasaan negara tertinggi berada di tangan MPR
4) Presiden adalah penyelenggara pemerintah tertinggi
5) Menteri-menteri negara adalah pembantu presiden dan tidak bertanggung jawab kepada
DPR
6) Kekuasaan kepala negara terbatas
7) Presiden tidak dapat membubarkan DPR
8) DPR mengawasi jalannya pemerintahan
9) DPR berhak memanggil presiden jika kebijakan presiden melanggar ketentuan hukum.

Jadi, dalam kelembagaan ada lembaga tertinggi dan tinggi negara. Kedaulatan ada ditangan
rakyat yang dilaksanakan sepenuhnya oleh DPR.

D. Sistem Pemerintahan Presidensial

Istilah system pemerintahan berasal dari gabungan dua kata system dan pemerintahan.
Kata sistem merupakan terjemahan dari kata system (bahasa Inggris) yang berarti susunan,
tatanan, jaringan, atau cara. Sedangkan Pemerintahan merupakan perbuatan, cara, hal, urusan
dalam memerintah. Maka dalam arti yang luas, pemerintahan adalah perbuatan memerintah
yang dilakukan oleh badan-badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif di suatu Negara dalam
rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara.
Jadi sistem pemerintahan diartikan sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai
komponen pemerintahan yang bekerja saling bergantungan dan memengaruhi dalam
mencapaian tujuan dan fungsi pemerintahan. Dan system pemerintahan negara
menggambarkan adanya lembaga-lembaga negara, hubungan antar lembaga negara, dan
bekerjanya lembaga negara dalam mencapai tujuan pemerintahan negara yang bersangkutan.
Tujuan pemerintahan negara pada umumnya didasarkan pada cita-cita atau tujuan negara.
Misalnya, tujuan pemerintahan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan social. Lembaga-lembaga yang berada dalam satu system pemerintahan Indonesia
bekerja secara bersama dan saling menunjang untuk terwujudnya tujuan dari pemerintahan di
negara Indonesia. Dalam sistem pemerintahan presidensial, badan eksekutif dan legislatif
memiliki kedudukan yang independen. Untuk lebih jelasnya, berikut ini ciri-ciri, kelebihan
serta kekurangan dari sistem pemerintahan presidensial.

Sistem Pemerintahan Indonesia

1. Sistem Pemerintahan Negara Indonesia

Berdasarkan UUD 1945 Sebelum Diamandemen. Pokok-pokok sistem pemerintahan negara


Indonesia berdasarkan UUD 1945 sebelum diamandemen tertuang dalam Penjelasan UUD
1945 tentang tujuh kunci pokok sistem pemerintahan negara tersebut sebagai berikut.
1. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat).
2. Sistem Konstitusional.
3. Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
4. Presiden adalah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi dibawah Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
6. Menteri negara ialah pembantu presiden, menteri negara tidak bertanggungjawab kepada
Dewan Perwakilan Rakyat.
7. Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas.
Berdasarkan tujuh kunci pokok sistem pemerintahan, sistem pemerintahan Indonesia menurut
UUD 1945 menganut sistem pemerintahan presidensial. Sistem pemerintahan ini dijalankan
semasa pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Suharto. Ciri dari sistem
pemerintahan masa itu adalah adanya kekuasaan yang amat besar pada lembaga
kepresidenan. Hampir semua kewenangan presiden yang di atur menurut UUD 1945 tersebut
dilakukan tanpa melibatkan pertimbangan atau persetujuan DPR sebagai wakil rakyat.
Karena itui tidak adanya pengawasan dan tanpa persetujuan DPR, maka kekuasaan presiden
sangat besar dan cenderung dapat disalahgunakan. Mekipun adanya kelemahan, kekuasaan
yang besar pada presiden juga ada dampak positifnya yaitu presiden dapat mengendalikan
seluruh penyelenggaraan pemerintahan sehingga mampu menciptakan pemerintahan yang
kompak dan solid. Sistem pemerintahan lebih stabil, tidak mudah jatuh atau berganti. Konflik
dan pertentangan antarpejabat negara dapat dihindari. Namun, dalam praktik perjalanan
sistem pemerintahan di Indonesia ternyata kekuasaan yang besar dalam diri presiden lebih
banyak merugikan bangsa dan negara daripada keuntungan yang didapatkanya.

Memasuki masa Reformasi ini, bangsa Indonesia bertekad untuk menciptakan sistem
pemerintahan yang demokratis. Untuk itu, perlu disusun pemerintahan yang konstitusional
atau pemerintahan yang berdasarkan pada konstitusi. Pemerintah konstitusional bercirikan
bahwa konstitusi negara itu berisi
1. adanya pembatasan kekuasaan pemerintahan atau eksekutif,
2. jaminan atas hak asasi manusia dan hak-hak warga negara.

Berdasarkan hal itu, Reformasi yang harus dilakukan adalah melakukan perubahan atau
amandemen atas UUD 1945. dengan mengamandemen UUD 1945 menjadi konstitusi yang
bersifat konstitusional, diharapkan dapat terbentuk sistem pemerintahan yang lebih baik dari
yang sebelumnya. Amandemen atas UUD 1945 telah dilakukan oleh MPR sebanyak empat
kali, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. berdasarkan UUD 1945 yang telah
diamandemen itulah menjadi pedoman bagi sistem pemerintaha Indonesia sekarang ini.

2. Sistem pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Setelah Diamandemen

Sekarang ini sistem pemerintahan di Indonesia masih dalam masa transisi. Sebelum
diberlakukannya sistem pemerintahan baru berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen
keempat tahun 2002, sistem pemerintahan Indonesia masih mendasarkan pada UUD 1945
dengan beberapa perubahan seiring dengan adanya transisi menuju sistem pemerintahan yang
baru. Sistem pemerintahan baru diharapkan berjalan mulai tahun 2004 setelah dilakukannya
Pemilu 2004.

Pokok-pokok sistem pemerintahan Indonesia adalah sebagai berikut.


1. Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi daerah yang luas. Wilayah negara terbagi
dalam beberapa provinsi.
2. Bentuk pemerintahan adalah republik, sedangkan sistem pemerintahan presidensial.
3. Presiden adalah kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Presiden dan wakil
presiden dipilih dan diangkat oleh MPR untuk masa jabatan lima tahun. Untuk masa jabatan
2004-2009, presiden dan wakil presiden akan dipilih secara langsung oleh rakyat dalam satu
paket.
4. Kabinet atau menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab kepada presiden.
5. Parlemen terdiri atas dua bagian (bikameral), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan
Perwakilan Daerah (DPD). Para anggota dewan merupakan anggota MPR. DPR memiliki
kekuasaan legislatif dan kekuasaan mengawasi jalannya pemerintahan.
6. Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Makamah Agung dan badan peradilan dibawahnya.

Sistem pemerintahan ini juga mengambil unsure-unsur dari sistem pemerintahan


parlementer dan melakukan pembaharuan untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan yang
ada dalam sistem presidensial. Beberapa variasi dari sistem pemerintahan presidensial di
Indonesia adalah sebagai berikut.

1. Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh MPR atas usul dari DPR. Jadi, DPR
tetap memiliki kekuasaan megawasi presiden meskipun secara tidak langsung.
2. Presiden dalam mengangkat penjabat negara perlu pertimbangan atau persetujuan dari
DPR.
3. Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu pertimbangan atau persetujuan dari
DPR.
4. Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang-undang dan hak
budget (anggaran)

Dengan demikian, ada perubahan-perubahan baru dalam sistem pemerintahan Indonesia.


Hal itu diperuntukan dalam memperbaiki sistem presidensial yang lama. Perubahan baru
tersebut, antara lain adanya pemilihan secara langsung, sistem bikameral, mekanisme cheks
and balance, dan pemberian kekuasaan yang lebih besar kepada parlemen untuk melakukan
pengawasan dan fungsi anggaran.

Ciri-ciri dari sistem pemerintahan presidensial adalah sebagai berikut:


1. Penyelenggara negara berada ditangan presiden. Presiden adalah kepala negara sekaligus
kepala pemerintahan. Presiden tidak dipilih oleh parlemen, tetapi dipilih langsung oleh rakyat
atau suatu dewan majelis.
2. Kabinet (dewan menteri) dibentuk oleh presiden. Kabinet bertangungjawab kepada
presiden dan tidak bertanggung jawab kepada parlemen atau legislatif.
3. Presiden tidak bertanggungjawab kepada parlemen. Hal itu dikarenakan presiden tidak
dipilih oleh parlemen.
4. Presiden tidak dapat membubarkan parlemen seperti dalam sistem parlementer.
5. Parlemen memiliki kekuasaan legislatif dan sebagai lembaga perwakilan. Anggota
parlemen dipilih oleh rakyat.
6. Presiden tidak berada dibawah pengawasan langsung parlemen.

Kelebihan Sistem Pemerintahan Presidensial:


a. Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak tergantung pada parlemen.
b. Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu. Misalnya, masa
jabatan Presiden Amerika Serikat adalah empat tahun, Presiden Indonesia adalah lima tahun.
c. Penyusun program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa
jabatannya.
d. Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif karena dapat diisi oleh
orang luar termasuk anggota parlemen sendiri.

Kekurangan Sistem Pemerintahan Presidensial:


a. Kekuasaan eksekutif diluar pengawasan langsung legislatif sehingga dapat menciptakan
kekuasaan mutlak.
b. Sistem pertanggungjawaban kurang jelas.
c. Pembuatan keputusan atau kebijakan publik umumnya hasil tawar-menawar antara
eksekutif dan legislatif sehingga dapat terjadi keputusan tidak tegas dan memakan waktu
yang lama.

E. Sistem Politik Demokrasi

Sistem Politik
Sistem merupakan sesuatu yang berhubungan satu sama lain sehingga membentuk satu
kesatuan.
Politik merupakan cara, siasat, seni untuk mencapai tujuan tertentu (politik = policy =
kebijakan)
Sistem politik adalah suatu mekanisme seperangkat fungsi atau peranan dalam struktur
politik dalam hubungannya satu sama lain yang menunjukkan suatu proses yang ajeg, yang
mengandung dimensi waktu, yaitu masa lampau, kini, dan yang akan datang.

Pancasila berfungsi sebagai landasan dan sekaligus tujuan dalam kehidupan politik bangsa
Indonesia. Hal ini tampak dalam keberhasilan bangsa Indonesia menjabarkannya menjadi
program-program dan aturan-aturan permainan dalam proses mewujudkan dan
mengembangkan jati diri bangsa sebagai sistem politik Demokrasi Pancasila. Keberhasilan
ini didukung dengan suatu evaluasi yang obyektif tentang realita kehidupan politiknya dari
waktu ke waktu sehingga apa yang dicita-citakan bersama dapat terwujud dengan baik. Jika
ditinjau dari bidang politik, maka demokrasi lebih dimaksudkan sebagai kedaulatan yang
berada di tangan rakyat. Sebagai perwujudannya, masyarakat berpartisipasi dalam
menyumbangkan pandangannya demi keutuhan hidupnya dan negara.

Sistem Politik Demokrasi


Sistem politik Demokrasi adalah suatu sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan umum
ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat
dalam pemilihan yang berkala (Henry B Mayo). Dan demokrasi (demokratis) adalah sejauh
mana para pembuat keputusan kolektif yang paling kuat dalam sistem itu dipilih melalui
pemilihan umum yang adil, jujur, dan berkala dan di dalam sistem itu para calon bebas
bersaing untuk memperoleh suara (Samuel Huntington).

PENUTUP

F. Kesimpulan

Dalam membentuk Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, diperlukan adanya


pendukung-pendukung. Yaitu, adanya perubahan dalam UUD 1945 ( Amandemen UUD
1945). Karena, menurut pendapat saya, bila tidak ada perubahan dalam tatanan hukum yang
baru kita sulit untuk menuju tujuan negara Republik Indonesia. Dan dalam membentuk
tatanan negara diperlukan persatuan dalam negara agar terdapat kedaulatan rakyat yaitu
seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan sebagai
berikut: , maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam susunan Negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada .. dan agar tercapai
tujuan negara, sistem ketatanegaraan yang terdiri dari perubahan UUD 1945, negara
kesatuan, bentuk pemerintahan republik, sistem pemerintahan presidensial, dan sistem politik
demokrasi, harus berjalan dengan baik agar tujuan negara kita bisa tercapai.

DAFTAR PUSTAKA

Website Google ( mengalami pengeditan ) :


http://www.scribd.com/doc/46634695/Makalah-Sistem-Ketatanegaraan-Republik-
Indonesia-Recovered http://www.vhrmedia.com/vhr-corner/artikel
http://uungmashuri.blogspot.com/2010/12/makalah-bentuk-negara-dan-sistem.html
http://wildaznov11.blogspot.com/2008/12/sistem-ketatanegaraan-ri-berdasarkan_30.html
http://witantra.wordpress.com/2008/05/30/sistem-pemerintahan/
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ 1

PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN ................................................ 2

1. Sistem Ketaatan Dalam UUD 1945 ......................................................................... 2

2. Bagaimana Bentuk Realisasi HAM berdasarkan Pancasila .................................... 4


3. Reformasi Hukum Tata Negara Dalam Kerangka UUD 1945 ......... 8
PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA BERBANGSA DAN BERNEGARA ............... 9

1. Pengertian Paradigma .............................................................................................. 9

2. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan ......................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 12


1. PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN
1. Sistem Ketaatan dalam UUD45
Berdasarkan undang undang dasar 1945 sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia
adalah sebagai berikut :

1. Negara Indonesia berdasarkan atas hukum, tidak berdasarkan kekuasaan belaka.


2. Pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme
(kekuasaan yang tidak terbatas).
3. Kekuasaan Negara yang tertinggi berada di tangan majelis permusyawaratan rakyat.
4. Presiden adalah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi dibawah MPR. Dalam menjalankan
pemerintahan Negara kekuasaan dan tanggung jawab adalah ditangan prsiden.
5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR. Presiden harus mendapat persetujuan dewan
perwakilan rakyat dalam membentuk undang undang dan untuk menetapkan anggaran dan
belanja Negara.
6. Menteri Negara adalah pembantu presiden yang mengangkat dan memberhentikan mentri
Negara.Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR.
7. Kekuasaan kepala Negara tidak terbatas. presiden harus memperhatikan dengan sungguh sungguh
usaha DPR.
Kekuasaan pemerintahan Negara Indonesia menurut undangundang dasar 1 sampai
dengan pasal 16.pasal 19 sampai dengan pasal 23 ayat (1) dan ayat (5), serta pasal 24 adalah:

1. Kekuasaan menjalan perundang undangan Negara atau kekuasaan eksekutif yang dilakukan oleh
pemerintah.
2. Kekuasaan memberikan pertimbangan kenegaraan kepada pemerintah atau kekuasaan konsultatif
yang dilakukan oleh DPA.
3. Kekuasaan membentuk perundang undang Negara atau kekuasaan legislatif yang dilakukan oleh
DPR.
4. Kekuasaan mengadakan pemeriksaan keuangan Negara atau kekuasaan eksaminatif atau kekuasaan
inspektif yang dilakukan oleh BPK.
5. Kekuasaan mempertahankan perundang undangan Negara atau kekuasaan yudikatif yang
dilakukan oleh MA.
Berdasarkan ketetapan MPR nomor III / MPR/1978 tentang kedudukan dan hubungan tata
kerja lembaga tertinggi Negara dengan atau antara Lembaga lembaga Tinggi Negara ialah sebagai
berikut:

1. Lembaga tertinggi Negara adalah majelis permusyawaratan rakyat. MPR sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi dalam Negara dengan pelaksana kedaulatan rakyat memilih dan mengangkat
presiden atau mandataris dan wakil presiden untuk melaksanakan garis garis Besar Haluan Negara
(GBHN) dan putusan putusan MPR lainnya.MPR dapat pula diberhentikan presiden sebelum masa
jabatan berakhir atas permintaan sendiri, berhalangan tetap sesuai dengan pasal 8 UUD 1945, atau
sungguh sungguh melanggar haluan Negara yang ditetapkan oleh MPR.
2. Lembaga lembaga tinggi Negara sesuai dengan urutan yang terdapat dalam UUD 1945 ialah
presiden (pasal 4 15), DPA (pasal 16), DPR (pasal 19-22), BPK (pasal 23), dan MA (pasal 24).
a. Presiden adalah penyelenggara kekuasaan pemerintahan tertinggi dibawah MPR. Dalam
melaksanakan kegiatannya dibantu oleh seorang wakil presiden. Presiden atas nama pemerintah
(eksekutif) bersama sama dengan DPR membentuk UU termasuk menetapkan APBN. Dengan
persetujuan DPR, presiden dapat menyatakan perang.
b. Dewan pertimbangan Agung (DPA) adalah sebuah bahan penasehat pemerintah yang berkewajiban
memberi jawaban atas pertanyaan presien. Selain itu DPA berhak mengajukan pertimbangan kepada
presiden.
c. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah sebauh badan legislative yang dipilih oleh masyarakat
berkewajiban selain bersama sama dengan presiden membuat UU juga wajib mengawasi
tindakkan tindakan presiden dalam pelaksanaan haluan Negara.
d. Badan pemeriksa keuangan (BPK) ialah Badan yang memeriksa tanggung jawab tentang keuangan
Negara. Dalam pelaksanaan tugasnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah.BPK memriksa
semua pelaksanaan APBN.Hasil pemeriksaannya dilaporkan kepada DPR.
e. Mehkamah Agung (MA) adalah Badan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman yang dalam
pelaksanaan tugasnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh lainnya. MA
dapat mempertimbangkan dalam bidang hukum, baik diminta maupun tidak diminta kepada kepada
lembaga lembaga tinggi Negara.

2. Bagaimana Bentuk Realisasi HAM berdasarkan Pancasila?


Di era globalisasi ini hak asasi manusia mendapat sorotan tajam dari dunia internasional.
Indonesia menjadi satu diantara Negara-negara yang sering menjadi target aktivis HAM dunia akibat
adanya pelanggaran-pelanggaran yang bersifat asasi. Lalu bagaimana dasar Negara Pancasila
menjamin hak asasi manusia di tanah air?

Manusia adalah mahluk Tuhan yang merupakan mahluk pribadi dan sekaligus mahluk sosial.
Artinya manusia yang merupakan pribadi harus hidup bersama sama dengan sesama manusia.
Tidak mungkin manusia hidup sendiri tanpa bantuan dan kerjasama dengan manusia lainnya.

Manusia adalah pribadi artinya manusia adalah subyek yang berdiri sendiri, yang mampu
mengerti dan menentukan sikap terhadap diri sendiri dan terhadap obyek di sekitarnya, dan di alam
semesta.Manusia sebagai mahluk pribadi dan sosial mengembangkan jasmani dan rohaninya dengan
melakukan perbuatan dalam kehidupan bersama sesama manusia.

Untuk dapat hidup dan menjaga kelangsungan hidupnya manusia oleh sang Pencipta
dilengkapi dengan kemampuan-kemampuan cipta, rasa dan karsa dan hak-hakserta kewajiban-
kewajiban asasi.Hak-hak asasi manusia secara universal juga mendapat tempat dalam dasar Negara
RI. Bentuk konkret realisasi hak asasi manusia dalam konsep hidup berdasarkan Pancasila, yakni :

a. Hak asasi manusia bersumber langsung pada Tuhan yang Maha Esa. Oleh karena manusia mendapat
bebas untuk beribadah menurut agama dan keyakinan masing-masing dan dilindungi negara.
b. Tuhan menciptakan manusia yang dibekali dengan kemampuan dan hak asasi serta kewajiban-
kewajiban asasi untuk dapat hidup dan menjaga kelangsungan hidupnya serta mencapai tujuan
hidupnya secara beradab.
c. Tuhan menghendaki manusia hidup dalam kebersamaan, Tidak mungkin manusia hidup sendiri
tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu manusia harus mampu bersatu dan menjaga hubungan
harmonisasi dengan sesamanya.
d. Hak berpendapat dan menyampaikan keinginan setiap insan dikelola secara perwakilan dan setiap
keputusan adalah hasil dari musyawarah untuk mufakat.
e. Manusia berhak mendapat keadilan yang sama tanpa pandang bulu, untuk mendapat kesejahteraan
dan kemakmuran hidup. Oleh sebab itu hak asasi manusia wajib diletakkan dalam kerangka
kebersamaan hidup.Inilah konsep berdasarkan Pancasila.

3. Reformasi Hukum Tata Negara Dalam Kerangka UUD 1945


Dalam Orde Reformasi ini, sikap dan tekad Orde Baru perlu ditinjau kembali agar dapat
dilakukan reformasi konstitusi.Sepanjang mengenai Pancasila sebagai dasar negara tidak ada
persoalan karena sejak proklamasi hingga kini terus dicantumkan dalam Pembukaan UUD, baik UUD
1945, UUD RIS 1949 maupun UUDS 1950, meskipun peristilahan ataupun rumusannya agak
berbeda.Mengganti UUD 1945 bukan berarti semua bagiannya harus dibuang.Bagian Pembukaan
dapat saja dipertahankan. Mengenai pendapat agar UUD 1945 dipertahankan keasliannya dengan
menambahkan amandemen-amandemen, seperti UUD Amerika Serikat, perlu disadari bahwa kita
tidak mempunyai naskah asli UUD 1945. Era reformasi sekarang ini merupakan momentum yang
baik untuk melakukan pembaharuan Undang-Undang Dasar, yaitu mengganti UUD 1945 dengan
UUD baru yang memenuhi tuntutan zaman.

MPR/DPR

Berbicara tentang reformasi hukum, yang tersebar dalam berbagai peraturan perundang-
undangan, dengan sendirinya kita mengacu kepada Undang-Undang Dasar. Seperti dikatakan oleh
Assaat, mantan pejabat presiden dari negara bagian Republik Indonesia:

Undang-Undang Dasar dari suatu negara adalah dasar dari segala hukum yang berlaku dalam
negara itu.Semua peraturan yang berlaku buat umum harus berdasarkan pasal-pasal Undang-
Undang Dasar, secara langsung atau bertingkat.Sesuatu peraturan yang bertentangan dengan
undang-undang dasar tidaklah syah adanya.

Beliau mengatakan lebih lanjut :

Undang-Undang Dasar adalah induk dari segala peraturan.Oleh sebab itu Undang-Undang Dasar
ditetapkan oleh kekuasaan yang tertinggi dalam negara.Dalam negara yang demokratis Undang-
Undang Dasar itu ditetapkan oleh rakyat dengan perantaraan badan perwakilannya. Dalam negara
kita ini oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, yakni menurut pasal 3 Undang-Undang Dasar
Proklamasi.

Ide perubahan terhadap UUD 1945 selalu melahirkan kutub-kutub perbedaan antara yang
pro dan yang kontra.Mungkinkah merubah UUD 1945.Pasal 37 UUD 1945 menegaskan bahwa
wewenang untuk merubahnya ada di tangan MPR. Namun demikian bagaimana cara atau sistem
merubahnya. Pasal 37 UUD 1945 hanya memberi peluang untuk mengubah bukan menganti UUD
1945. Karena itu dari sudut pandang Hukum Tata Negara, reformasi UUD 1945 dapat ditempuh
dengan cara pembuatan amandemen-amandemen bukan dengan cara mengganti UUD 1945.

Setelah lebih tiga dasawarsa (1966-1998) rejim Orde Baru berkuasa di panggung politik
ketatanegaraan Indonesia, pada akhirnya sejarah mencatat yang sama seperti yang dialami Orde
lama pada tahun 1966, Orde Baru pada penghujung Mei 1998 runtuh ditandai dengan mundurnya
Soeharto dari jabatan kepresidenan. Mundurnya Soeharto dari singgasana kepresidenan merupakan
prasyarat utama sebuah reformasi.

Semangat reformasi telah menjadi perjuangan dalam rangka membangun kembali


kehidupan yang lebih adil, berdaulat, konstitusional, demokrasi dan berdasarkan hukum yang telah
dirampas dalam rentang waktu yang cukup panjang.

Gema reformasi telah menggetarkan hampir semua sendi-sendi kehidupan berbangsa dan
bernegara.MPR dan DPR, MA dan DPA didesak untuk direformasi.

Lembaga pemerintah dituntut untuk melakukan gerakan reformasi secepatnya.Bahkan


gerakan reformasi mulai menyentuh aspek fundamental kehidupan berbangsa dan bernegara, yakni
sumber utama hukum tata negara Indonesia UUD 1945.

Karena itu hemat penulis sebelum kita membahas reformasi Hukum Tata Negara perlu
terlebih dahulu kita meningkatkan pemahaman kita pada dasar-dasar sistem ketatanegaraan yang
telah kita anut yakni Pancasila dan UUD 1945.

a. UUD 1945 dan Dinamika Masyarakat

UUD 1945 seperti kita ketahui bersama, dirancang dan dirumuskan oleh tokoh-tokoh bangsa
pendiri negara yang terwadahi dalam BPUPKI dan PPKI. Sekitar bulan Mei, Juni, Juli dan Agustus
1945 tokoh-tokoh bangsa itu sebagai anggota BPUPKI dan PPKI dalam suasana yang diliputi
beberapa perbedaan pandangan mendasar diantara mereka, akhirnya memperoleh kesepakatan
yang merupakan konsensus nasional pertama bangsa Indonesia yaitu ditetapkannya dasar negara
Pancasila dan UUD 1945.

Konsensus nasional tersebut merupakan hasil puncak yang gemilang sebagai perjanjian yang
luhur bangsa Indonesia pada waktu mendirikan negara Indonesia.

Apabila kita mengkaji persidangan BPUPKI dan PPKI maka dapat kita ketahui, para perancang
UUD 1945 tersebut dengan sengaja menyusun UUD 1945 secara singkat dan soepel, agar UUD
itu menjadi acuan yang mantap dalam masyarakat yang tumbuh dinamis. Artinya agar UUD 1945
dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman dan dinamika masyarakat.
Dengan demikian UUD 1945 sebagai landasan ketatanegaraan kita diharapkan dapat
menyongsong kehidupan bangsa dan negara Indonesia pada masa mendatang. Dalam kaitan itu ada
baiknya penulis mengutip Penjelasan UUD 1945 sebagai berikut:

maka telah cukup jika Undang-undang dasar hanya memuat aturan-aturan pokok, hanya memuat
Garis-garis Besar sebagai instruksi kepada pemerintah pusat,... sedang aturan-aturan yang
menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada undang-undang yang lebih mudah caranya
membuat, merubah dan mencabut.

Kalimat tersebut di atas perlu kita kaitkan dengan alinea yang menyusulnya, yang berfungsi
sebagai berikut: yang sangat penting dalam pemerintahan dan dalam hal hidupnya negara ialah
semangat, semangat penyelenggara negara, semangat para pemimpin pemerintahan....

Demikian ketentuan yang ditegaskan dalam penjelasan UUD 1945 tentang sangat
dimungkinkannya UUD 1945 mengikuti perkembangan zaman.Para pendiri negara kita membedakan
antara hukum dasar tertulis yang hanya memuat aturan-aturan pokok dengan undang-undang yang
memuat aturan penyelenggaraan.Para pendiri negara juga menekankan pentingnya etika politik dan
etika moral penyelenggara negara dan penyelenggara pemerintahan, sebagai unsur dinamis yang
bergandengan dengan hukum dasar tertulis itu sendiri. Karenanya apa yang harus dipertahankan
adalah nilai-nilai dasarnya (hukum dasar), sedangkan implementasinya, yakni nilai instrumental
(dalam bentuk undang-undang) harus dinamis, artinya dapat selalu berubah sesuai dengan dinamika
masyarakat, dengan kondisi yang ada, misalnya dalam suasana tuntutan reformasi sekarang kita
dapat merubah seperangkat undang-undang yang menyelenggarakan ketentuan UUD 1945, seperti
undang-undang pemilu, undang-undang susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD, Undang-
undang Sistem Kepartaian, Undang-undang Pemerintahan di Daerah, Undang-undang Keormasan,
Undang-undang Pokok Kepegawaian, dan sebagainya.

Itulah sebenarnya strategi kita ke depan dalam rangka pemahaman kita lebih lanjut tentang
UUD 1945 yang bersifat singkat dan soepel yang dapat menjadi acuan yang mantap dalam
masyarakat Indonesia yang tumbuh dinamis.

Dari apa yang dijelaskan di atas, dimaksudkan agar kita memahami nilai dasar dari UUD 1945
tetap kita pertahankan, namunpenjabarannya dapat dikembangkan secara kreatif dan dinamis
dengan berbagai undang-undang sesuai dengan perkembangan zaman dan dinamika masyarakat,
terlebih-lebih di era reformasi ini.
b. Materi Muatan UUD 1945

Sebagian telah dikemukakan di atas, konstitusi kita UUD 1945 merupakan hasil pemikiran
prima para pendiri negara yang tergabung dalam BPUPKI dan PPKI.Dalam wadah BPUPKI dan PPKI
tersebut, para pemimpin kita mengemukakan pikiran dan pendapatnya sebagai pejuang dan pemim-
pin rakyat yang belum diwarnai oleh pemikiran-pemikiran politik praktis, sehingga mereka dapat
berbicara dalam kapasitas sebagai negarawan. Dalam suasana persidangan yang sangat terbuka dan
toleran itu para negarawan tersebut mengutarakan wawasannya mengenai negara yang akan
dibentuk dan undang-undang dasar yang akan dirumus.

Apabila kita mau membaca dan mendalami risalah sidang BPUPKI serta PPKI antara bulan
Mei sampai Agustus 1945, maka dalam kalimat pidato para pendiri negara tersebut, kita bisa
merasakan getaran kecintaan yang amat dalam dan tanggungjawab yang amat besar terhadap
bangsa dan negara yang akan didirikan itu.

Karena itu pulalah negarawan-negarawan tersebut bersikap bijaksana untuk tidak mengatur
sampai detail apa yang harus dilakukan oleh generasi penerus bangsa di masa depan. Secara sadar
para pendiri negara membuat dan merumuskan konstitusi negara UUD 1945 pada aturan-aturan
pokok.

Kendatipun UUD 1945 membatasi diri pada aturan-aturan pokok, tidak berarti UUD 1945
tidak mengatur hal-hal prinsipal sebagaimana layaknya konstitusi modern dewasa ini.

Para pendiri negara kita telah berfikir luas, sehingga saat itu Muhammad Hatta menyatakan
bahwa Undang-undang Dasar yang sedang disusun itu adalah Undang-undang Dasar yang modern.

Sampai sekarangpun dan juga yang akan datang kalau kita ingin jujur kita bisa menyatakan
bahwa UUD 1945 itu modern, karena memberi peluang untuk dinamika di samping berisi tentang
muatan materi yang antara lain menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia.

Menurut Sri Sumantri, dengan mengutip JG. Steenbeek Undang-undang Dasar Modern,
berisi tiga pokok materi muatan 4 yaitu: pertama, adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia.
Kedua, ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang fundamental.Ketiga, adanya
pembagian dan pembatasan kekuasaan.

Dengan demikian apa yang diatur dalam setiap Undang-undang dasar merupakan
penjabaran ketiga materi muatan pokok tersebut.
Dewasa ini di era reformasi salah satu tuntutan adalah masalah yang mengenai pembatasan
kekuasaan, dan ujung-ujungnya menyangkut UUD 1945, seakan-akan UUD 1945 tidak mengatur
materi pembatasan kekuasaan, karena itu UUD 1945 perlu direformasi.

Karena itu untuk membuktikan bahwa UUD 1945 mengatur tentang ketiga materi muatan
tersebut perlu dikemukakan pasal-pasal dan ketentuan-ketentuan yang terkait dengannya.

c. Adanya Jaminan HAM

UUD 1945 bila dikaji baik pembukaan, Batang tubuh, dan penjelasan akan disarikan
setidaknya 15 prinsip hak asasi manusia, yaitu (1) hak menentukan nasib sendiri (alenia 1
Pembukaan); (2) Hak akan warga negara (pasal 26); (3) hak akan kesamaan dan persamaan di depan
hukum (pasal 27 ayat 1); (4) hak untuk bekerja (pasal 27 ayat 2); (5) hak akan hidup layak (pasal 27
ayat 2); (6) hak berserikat (pasal 28); (7) hak menyatakan pendapat (pasal 28); (8) hak beragama
(pasal 29); (9) hak untuk membela negara (pasal 30); (10) hak untuk pendiri (pasal 31); (11) hak akan
kesejahteraan sosial (pasal 33); (12) hak akan jaminan sosial (pasal 34); (13) hak akan kebebasan dan
kemandirian peradilan (penjelasan pasal 24 dan 25); (14) hak mempertahankan tradisi budaya
(penjelasan pasal 32); (15) hak mem-pertahankan bahasa daerah (penjelasan pasal 31).

Dari ketentuan-ketentuan tersebut, kita tidak perlu buru-buru menafsirkan bahwa UUD
1945 itu kurang menghargai hak-hak asasi manusia, lantas karenanya perlu direformasi.Persoalan
kita pada saat ini adalah pada tataran operasional, yaitu sejauh mana hukum positif Indonesia
dilaksanakan untuk melindungi hak-hak asasi manusia.dewasa ini dalam banyak produk
perundangan, hal ini bisa kita temui, baik produk perundangan yang menyangkut hak-hak sipil
maupun hak-hak politik.

Tuntutan reformasi sebenarnya lebih mangacu pada tataran operasional, yakni perbaikan
kondisi hak-hak sipil dan politik yang diakui dalam UUD 1945 yakni meliputi sebagai berikut yaitu: 1).
Hak-hak Sipil meliputi: hak untuk hidup, hak untuk bebas dari penangkapan dan penahanan
sewenang-wenang, hak untuk bebas dari penyiksaan dan penganiayaan, hak atas bantuan hukum,
hak atas peradilan yang fair dan tidak memihak. 2). Hak-hak Politik meliputi: hak atas kebebasan
berpendapat, hak atas kebebasan berkumpul, hak atas kebebasan berserikat, hak untuk
diperlakukan sama di depan hukum dan pemerintah, hak untuk turut serta dalam a free election.

Dalam konsep UUD 1945 hak-hak sipil dan hak-hak politik tidak dapat dipisahkan.Tanpa
adanya penghormatan terhadap hak-hak sipil mustahil rakyat dapat hak-hak politiknya.
Perbaikan kondisi hak-hak sipil dan politik harus menjadi agenda utama reformasi.tegasnya
reformasi tentang hak-hak sipil dan politik ini adalah lewat seperangkat Undang-undang bukan
dengan jalan mereformasi nilai dasarnya yakni kerangka UUD 1945. Karena itu dalam praktek
ketatanegaraan dibutuhkan political will yang sungguh-sungguh dari pemerintah dan
penyelenggaraan negara untuk menghargai dan menghormati hak asasi manusia sebagaimana
diamanatkan oleh UUD 1945.

d. Susunan Ketatanegaraan yang Fundamental

Susunan atau struktur ketatanegaraan dalam UUD 1945 meliputi supra struktur politik
maupun infra struktur politik. Mengenai supra struktur politik di samping diatur dalam beberapa
pasal UUD 1945 juga ditemukan dalam penjelasan UUD 1945, yakni tentang sistem pemerintahan
negara yang terdiri dari tujuh kunci pokok, secara berturut-turut; (1) negara hukum; (2) negara
konstitusional; (3) kekuasaan tertinggi adalah di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh
MPR; (4) Presiden adalah penyelenggara pemerintahan negara tertinggi di bawah MPR; (5) Presiden
tidak bertanggungjawab terhadap DPR; (6) Menteri-menteri adalah pembantu Presiden; dan (7)
Kekuasaan Presiden tidak terbatas. Dengan demikian dari tujuh kunci pokok tersebut, empat
diantaranya berkenaan dengan Presiden, satu DPR dan satu tentang MPR.Ketiga supra struktur
politik itulah pada hakikatnya inti dari sistem pemerintahan menurut UUD 1945.Karena itu pula
peran dari MPR, DPR dan Presiden sebagai supra struktur politik dalam sistem UUD 1945 sangat
menentukan dalam rangka mencapai tujuan negara.

Apabila salah satu di antaranya berperan tidak semestinya maka mesin pemerintahan
negara akan pincang sebagaimana kita saksikan selama tiga dasa warsa ini.

Kepincangan ini dapat kita lihat betapa dominannya Presiden di satu pihak dan lemahnya
DPR dan MPR di pihak lain. Maka adalah logis apabila tuntutan tentang revitalisasi DPR, MPR begitu
bergema di era reformasi sekarang ini. Tuntutan reformasi itu antara lain merubah undang-undang
ten-tang susunan dan kedudukan MPR, DPR dan DPRD, merubah undang-undang Pemilu dsb.

Sedangkan infra struktur politik satu negara pada umumnya terdiri dari lima komponen
politik, yaitu partai politik, golongan kepentingan, golongan penekan (presure group). Alat
komunikasi politik dan tokoh politik (political figure).Tentang infra struktur politik ini diatur dalam
pasal 28 UUD 1945.Banyak persoalan pokok menyangkut persepsi dan pemahaman tentang
berbagai segi kehidupan kenegaraan mengenai infra struktur politik di masa lalu antara lain, masalah
kebebasan berbicara dan mengemukakan pendapat, kebebasan pers, hak berserikat, masalah
demokrasi dan demokratisi, peranan partai politik, ABRI dan lain sebagainya.

Karena itu era reformasi ini banyak konsep perlu ditinjau kembali dikaji ulang dan
direformasi karena memang keliru dan tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman dan dinamika
masyarakat, seperti UU tentang sistem kepartaian, undang-undang keormasan, undang-undang
pokok pers dan lain-lain sebagai pelaksanaan dari ketentuan pasal 28 UUD 1945.

e. Pembatasan Kekuasaan

Pendiri negara Republik Indonesia cukup menyadari untuk apa undang-undang dasar
ditetapkan. Tidaklah berlebihan apabila kita mengatakan bahwa UUD 1945 dengan sengaja
ditetapkan untuk membatasi kekuasaan yang terdapat dalam negara, dan juga sebagai konsekuensi
adanya negara.

Secara teoritis pembatasan kekuasaan itu melingkupi antara lain: (1) Periodisasi kekuasaan;
(2) Pengawasan kekuasaan; (3) pertanggungjawaban kekuasaan.

Apabila kita berbicara soal pembatasan periodisasi kekuasaan maka kita akan memperoleh
isyarat adanya mekanisme lima tahunan kekuasaan dalam UUD 1945.

Siklus atau mekanisme kekuasaan lima tahunan ini dalam praktek ketatanegaraan menurut
UUD 1945 dapat diuraikan sebagai berikut: 1). Rakyat mengadakan pemilihan umum membentuk
MPR/ DPR setiap limatahun sekali; 2). MPR menetapkan GBHN sebagai pedoman operasional
kegiatan kenegaraan untuk jangka waktu lima tahun; 3). MPR memilih Presiden dan Wakil Presiden
untuk periode waktu lima tahun (pasal 7); 4). DPR mengawasi jalan pemerintahan yang dipimpin
oleh Presiden dalam jangka waktu lima tahun (Penjelasan UUD 1945); 5). Presiden memberikan
pertanggungjawaban akhir masa jabatan lima tahunan pada MPR; 6). Rakyat kembali mengadakan
pemilihan umum untuk membentuk MPR (rangkaian kegiatan berulang kembali sebagai realisasi
proses pereodesasi ke-kuasaan lima tahun).

Dari siklus di atas, ternyata dalam UUD 1945 supra struktur politik Indonesia intinya adalah
pada tiga lembaga negara yaitu MPR, DPR dan Presiden. Namun demikian kekuasaan Presiden atau
kekuasaan eksekutif sangat menonjol dalam UUD 1945,6 seperti: presiden tidak bertanggungjawab
kepada DPR; Presiden ialah penyelenggara pemerintahan tertinggi di bawah MPR; presiden
memegang kekuasaan membentuk Undang-undang dengan persetujuan DPR; presiden memegang
kekuasaan atas angkatan darat, laut dan udara (kekuasaan militer); presiden memegang kekuasaan
diplomatik; presiden menyatakan keadaan bahaya, dan lain sebagainya.

Dengan demikian konsentrasi kekuasaan menurut UUD 1945 memang ditangani


Presiden.Namun demikian apakah ruang lingkup kekuasaan Presiden tidak terdapat pembatasan,
sangat dominannya kekuasaan Presiden sehingga terkesan diktator merupakan salah satu alasan
mengapa UUD 1945 perlu direformasi.Kekuasaan Presiden sangat besar dan luas memang harus
diakui, tetapi itu bukan berarti kekuasaan tersebut tidak terbatas.Pembuktian adanya tentang
pembatasan kekuasaan Presiden dapat kita lihat pada Penjelasan UUD 1945 tentang sistem
pemerintahan negara Angka VII yang menyatakan kekuasaan Kepala Negara tak terbatas.

Sekalipun Presiden menurut UUD 1945 (sistem Pemerintahan Negara Angka Romawi V) tidak
bertanggungjawab kepada DPR, akan tetapi ia sebagai Mandataris MPR adalah tunduk dan
bertanggungjawab kepada MPR. Di samping itu pula fungsi pengawasan dari DPR terhadap Presiden,
inipun membatasi kekuasaan Presiden. Di dalam pengawasannya jika Dewan menganggap bahwa
Presiden sungguh-sungguh melanggar Haluan Negara yang telah ditetapkan oleh UUD 1945 atau
oleh MPR, maka Majelis itu dapat diundang untuk persidangan istimewa agar supaya bisa minta
pertanggungjawaban kepada Presiden.

Dengan argumentasi konstitusional tersebut di atas, maka sebenarnya UUD 1945 telah
mengatur materi muatan mengenai pembatasan kekuasaan. Dewasa ini ternyata masalah
pembatasan kekuasaan telah menjadi isu perlunya reformasi UUD 1945.

2. PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA BERBANGSA DAN NEGARA

1. Pengertian Paradigma

Istilah paradigma pada awalnya berkembang dalam filsafat ilmu pengetahuan. Secara
terminologis tokoh yang mengembangkan istilah tersebut dalam dunia ilmu pengetahuan adalah
Thomas S. Khun dalam bukunya yang berjudul The Structure Of Scientific Revolution, paradigma
adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan teoritis yang umum (merupakan suatu sumber nilai) sehingga
merupakan suatu sumber hukum, metode serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga
sangat menentukan sifat, ciri serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.

Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok
persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan. Dengan demikian, paradigm sebagai alat bantu para
illmuwan dalam merumuskan apa yang harus dipelajari, apa yang harus dijawab, bagaimana
seharusnya dalam menjawab dan aturan-aturan yang bagaimana yang harus dijalankan dalam
mengetahui persoalan tersebut.

2. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan

1. Pancasila Sebagai Pembangunan IPTEK


Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) pada hakekatnya merupakan hasil kreatifitas rohani
(jiwa) manusia.Atas dasar kreatifitas akalnya, manusia mengembangkan IPTEK untuk mengolah
kekayaan alam yang diciptakan Tuhan YME.

Tujuan dari IPTEK ialah untuk mewujudkan kesejahteraan dan peningkatan harkat dan
martabat manusia, maka IPTEK pada hakekatnya tidak bebas nilai, namun terikat nilai
nilai.Pancasila telah memberikan dasar nilai nilai dalam pengembangan IPTEK, yaitu didasarkan
moral ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab.

2. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Poleksosbudhankam


Pembangunan nasional dirinci diberbagai bidang antara lain politok, ekonomi, social budaya,
pertahanan dan keamanan yang penjabarannya tertuang pada GBHN. Pembangunan yang sifatnya
humanitis dan pragmatis harus mendasarkan pada hakekat manusia sebagai pelaksana sekaligus
tujuan pembangunan, sebagai pengembangan Poleksosbudhankam, maka pembangunan pada
hakekatnya membangun manusia secara utuh, secara lengkap, meliputi seluruh unsure hakekat
manusia yang monopluralis.

3. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Bidang Politik


Manusia Indonesia selaku warga negara harus ditempatkan sebagai subjek atau pelaku
politik bukan sekadar objek politik.Pancasila bertolak dari kodrat manusia maka pembangunan
politik harus dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia.Sistem politik Indonesia yang
bertolak dari manusia sebagai subjek harus mampu menempatkan kekuasaan tertinggi pada
rakyat.Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.Sistem politik Indonesia yang
sesuai pancasila sebagai paradigma adalah sistem politik demokrasi bukan otoriter.

Pancasila sebagai paradigma pembangunan politik, artinya bahwa nilai-nilai pancasila sebagai
wujud cita-cita Indonesia diimplementasikan sebagai berikut :
Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik,
budaya agama dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.

Mendahulukan kepentingan rakyat/demokrasi dalam pengambilan


keputusan.

Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan perioritas kerakyatan


berdasarkan konsep mempertahankan kesatuan bangsa.

Dalam pelaksanaan pencapaian tujuan keadilan menggunakan


pendekatan kemanusiaan yang adil dan beradab.

Nilai-nilai kejujuran, toleransi harus bersumber pada nilai-nilai


ketuhanan YME.

4. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Bidang Ekonomi

Diartikan sebagai pengembangan ekonomi bukan hanya mengejar


pertumbuhan saja, tetapi demi kemanusiaan, demi kesejahteraan seluruh
bangsa, didasarkan atas kekeluargaan seluruh bangsa. Menurut Mubyarto,
pengembangan ekonomi tidak bias dipisahkan dengan nilai-nilai moral
kemanusiaan, ekonomoi kerakyatan yaitu ekonomi yang humanistic dengan
mendasar pada tujuan demi kesejahteraan rakyat secara luas.

Tujuan ekonomi untuk memmenuhi kebutuhan manusia agar lebih


sejahtera, maka ekonomi harus menghindarkan diri dari persaingan bebas, dari
monopoli, ekonomi harus menghindari yang menimbulkan penderitaan manusia
dan yang menimbulkan penindasan manusia satu dengan yang lain.

5. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Bidang Sosial Budaya

Mengandung pengertian bahwa pancasila adalah etos budaya persatuan


dalam masyarakat majemuk.Semboyan Bhineka Tunggal Ika dan pelaksanaan
UUD 45 yang menyangkut pembangunan kebudayaan bangsa hendaknya
menjadi perioritas, karena kebudayaan nasional diperlukan sebagai landasan
atau media sosial yang memperkuat persatuan.
Berdasar sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya
dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya
yang beragam dari seluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa
persatuan sebagai bangsa.

Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan


sosial berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai
dan diterima sebagai warga bangsa.Dengan demikian, pembangunan sosial
budaya tidak menciptakan kecemburuan, kesenjangan, diskriminasi, dan
ketidakadilan sosial.

6. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Bidang Hankam

Salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa


Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.Hal ini mengandung makna
bahwa tugas dan tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja,
tetapi juga rakyat Indonesia secara keseluruhan.Sistem pembangunan
pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem pertahanan dan keamanan
rakyat semesta (sishankamrata).

8. Pancasila Sebagai Paradigma Pembaharuan Hukum dan


Pengembanggan HAM

Produk hukum baik materi maupun penegakkannya semakin jauh dari


nilai-nilai kemanusiaan, kerakyatan dan keadilan. Pancasila merupakan cita-cita
hukum, kerangka berfikir, sumber nilai dan sumber arah penyusunan dan
perubahan hukum positif di Indonesia, sehi Indonesia, sehinggga fungsi
pancasila sebagai paradigma hukum atau berbagai pembaharuan hukum di
Indonesia.

Produk hukum dapat berubah dan diubah sesuai perkembangan zaman,


perkembangan iptek dan perkembangan aspirasi rakyat, namun sumber nilai
(nilai nilai Pancasila) harus tetap tidak beru harus tetap tidak berubah.

Pancasila sebagai paradigma pembaharuan hukum merupakan sumber


norma dan sumber nilai, bersifat dinamik nyata ada dalam masyarakat, baik
menyangkut aspirasinya, kemajuan peradabannya maupun kemajuan ipteknya.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.39 tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia, didalam konsideransinya yang dimaksud HAM ialah
seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan YME dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah dan setiap
orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Lebih lanjut UU tersebut menegaskan, demi tegaknya hak asasi manusia,


maka semua bentuk pelanggaran HAM yang dapat diilakukan oleh perorangan,
kelompok yang termasuk penguasa Negara dan aparat Negara baik yang
disengaja maupun tidak sengaja harus dihindari.
DAFTAR PUSTAKA
http://ahmadsyarifali.wordpress.com/2011/07/14/mengingat-tragedi-ambon/

http://indo982.tripod.com/n0698/n0698_31.html

Anda mungkin juga menyukai