Anda di halaman 1dari 125

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

Provinsi Sulawesi Selatan


Mei 2017
(terbit setiap triwulan)

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA


PROVINSI SULAWESI SELATAN
Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:
www.bi.go.id/web/id/Publikasi/

Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:


Divisi Advisory Ekonomi dan Keuangan
Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Selatan
Jl. Jenderal Sudirman No. 3
Makassar 90113, Indonesia
Telepon: 0411 3615188/3615189
Faksimili: 0411 3615170
KATA PENGANTAR

Kata
Pengantar

Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) disusun dan disajikan setiap
triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan, mencakup aspek pertumbuhan ekonomi,
keuangan pemerintah, inflasi, stabilitas keuangan daerah dan pengembangan akses keuangan, penyelenggaraan sistem
pembayaran dan pengelolaan uang rupiah, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian
ke depan. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional ini disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat
Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter, makroprudensial, serta sistem pembayaran dan pengelolaan
uang rupiah, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah dalam membuat
keputusan. Dengan demikian, keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Sulsel diharapkan dapat
semakin berperan sebagai economic advisor dan strategic partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya.
Ekonomi Sulsel pada triwulan I 2017 tetap tumbuh tinggi mencapai 7,52% (yoy), lebih tinggi dari pencapaian
pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,01% (yoy). Ekonomi Sulawesi Selatan pada triwulan I 2017 tersebut hanya
tumbuh sedikit melambat sesuai dengan kisaran proyeksi Bank Indonesia. Pendorong perlambatan dari sisi Lapangan
Usaha adalah Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, serta Lapangan Usaha Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan, karena panen raya yang terjadi di sejumlah daerah relatif terkoreksi dibandingkan triwulan sebelumnya.
Demikian pula Lapangan Usaha Perdagangan melambat sesuai dengan hasil Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia
terutama untuk barang tahan lama. Di sisi Lapangan Usaha, laju inflasi Sulsel pada akhir triwulan I 2017 tercatat 3,42%
(yoy) lebih tinggi dari triwulan IV 2016 (2,94%, yoy), terutama karena meningkatnya tekanan harga pada kelompok
transpor, komunikasi dan jasa keuangan. Ekonomi Sulsel pada triwulan II 2017 dan keseluruhan tahun 2017 kami
perkirakan sedikit meningkat, masing-masing pada 7,5%-7,9% (yoy). Kami mengharapkan ekonomi Sulsel akan didukung
dengan peningkatan harga komoditas andalan ekspor, beroperasinya industri nikel yang lebih optimal, perbaikan
pendapatan/pengeluaran pemerintah, pembangunan infrastruktur, serta peningkatan produksi bahan baku industri
pangan. Di sisi lain, tekanan inflasi di Sulsel saat ini relatif terkendali. Melalui berbagai upaya pengendalian inflasi yang
telah dan terus akan dilakukan kedepan, kami optimis inflasi akan terjaga sehingga pada triwulan II 2017 dan keseluruhan
2017 berada pada kisaran target yang ditetapkan yaitu 41%. Dengan pencapaian inflasi yang semakin rendah, maka
daya beli masyarakat Sulsel akan terjaga dengan baik, sehingga kesejahteraannya meningkat. Menurut hemat kami, fokus
pengendalian harga pada 2017 sebaiknya lebih diarahkan pada komoditas volatile food dengan cara menjaga
ketersediaan pasokannya dan pengendalian harga/tarif yang dikelola oleh Pemerintah daerah.
Dalam penyusunan kajian ini, kami memanfaatkan data sekunder yang diterbitkan atau yang disediakan oleh berbagai
institusi. Selain itu kami juga menggunakan data primer dan informasi yang kami peroleh dari hasil survei dan liaison atau
hasil kunjungan ke sejumlah perusahaan besar di Sulsel. Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengucapkan terima
kasih dan penghargaan yang tinggi kepada semua pihak, terutama bagi Bapak/Ibu yang telah berkontribusi dalam sharing
pemikiran dan membantu dalam penyediaan data atau informasi yang lengkap, akurat dan terkini. Saran serta masukan
dari para stakeholders sangat kami harapkan agar kedepan kajian yang kami susun menjadi semakin lebih baik.

Makassar, 23 Mei 2017


KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SULAWESI SELATAN

ttd

Bambang Kusmiarso
Direktur Eksekutif

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru iii
VISI BANK INDONESIA
Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional
melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian
inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil.

MISI BANK INDONESIA


1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi
kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang
berkualitas.
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan
efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan
eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan
dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian
nasional.
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang
berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter, dan
stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan
akses dan kepentingan nasional.
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia
yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta
melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam
rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.

NILAI-NILAI STRATEGIS
Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen,
dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas:
Trust and Integrity Professionalism Excellence Public Interest
Coordination and Teamwork.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru iv
DAFTAR ISI

Daftar
Isi

KATA PENGANTAR III


DAFTAR ISI V
RINGKASAN EKSEKUTIF 1
TABEL INDIKATOR EKONOMI 6
1. PERTUMBUHAN EKONOMI 11
1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI 12
1.2. SISI PENGELUARAN 12
1.3. SISI LAPANGAN USAHA 20
1.4. PERTUMBUHAN EKONOMI TANPA LAPANGAN USAHA PERTAMBANGAN 30
BOKS 1.A. HASIL AWAL PEMETAAN RISET GROWTH STRATEGY PROVINSI SULAWESI SELATAN 32
BOKS 1.B. PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI UNTUK MENDORONG EKONOMI DAN KESEJAHTERAAN
RAKYAT 34
2. KEUANGAN PEMERINTAH 37
2.1 STRUKTUR ANGGARAN 38
2.2 PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD PROVINSI 38
2.3 PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA APBN DI SULSEL 41
2.4 PERAN REALISASI KEUANGAN PEMERINTAH DALAM PDRB 42
3. INFLASI DAERAH 45
3.1. INFLASI UMUM 46
3.2. INFLASI KELOMPOK BARANG DAN JASA 46
3.3. INFLASI MENURUT KOTA IHK 52
3.4. DISAGREGASI INFLASI 54
3.5. KOORDINASI PENGENDALIAN INFLASI 55
4. STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 58
4.1. STABILITAS KEUANGAN DAERAH 59
4.2. PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 72
BOKS 3.A. BANK INDONESIA MENERAPKAN GWM RATA-RATA UNTUK MENDORONG PENDALAMAN PASAR
KEUANGAN DAN MANAJEMEN PENGELOLAAN LIKUIDITAS 74
5. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 76
5.1. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN 77
5.2. PENGELOLAAN UANG RUPIAH 77

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru v
DAFTAR ISI

BOKS 5.A. LAYANAN KAS TITIPAN BANK INDONESIA DI KABUPATEN BONE 80


6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 83
6.1 TENAGA KERJA 84
6.2 PENDUDUK MISKIN 85
6.3 RASIO GINI 87
6.4 NILAI TUKAR PETANI 88
6.5 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) 89
7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 92
7.1 PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI 93
7.2 PROSPEK INFLASI 96
7.3 REKOMENDASI KEBIJAKAN 98
BOKS.7.A. MENDORONG POTENSI PARIWISATA DAN JASA KESEHATAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN 100
LAMPIRAN 103

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
vi Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
RINGKASAN EKSEKUTIF

Ringkasan
Eksekutif

Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru


Gambaran Umum

Perekonomian Sulsel triwulan I Perekonomian Sulsel triwulan I 2017 tumbuh 7,52% (yoy), sedikit melambat
2017 tumbuh sedikit melambat dibandingkan pertumbuhan triwulan IV 2016 yang tercatat 7,60% (yoy). Secara
dibandingkan periode lapangan usaha, melambatnya pertumbuhan disebabkan oleh kinerja usaha primer dan
sebelumnya. Pada triwulan II tersier. Pada usaha primer disebabkan oleh melambatnya kinerja lapangan usaha
2017, pertumbuhan ekonomi pertanian, perikanan dan kehutanan, sementara pada lapangan usaha tersier yaitu
diperkirakan tumbuh usaha Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor. Di sisi
meningkat. pengeluaran, melambatnya pertumbuhan disebabkan oleh menurunnya kinerja ekspor
antar daerah yang tumbuh terkontraksi. Pada triwulan laporan, kinerja perbankan
secara umum dalam kondisi baik, sementara transaksi yang tercatat pada sistem
pembayaran menunjukkan penurunan seiring belum optimalnya kegiatan transaksi
pelaku usaha di awal tahun. Pada triwulan II 2017, pertumbuhan ekonomi Sulsel
diperkirakan meningkat, dikarenakan konsumsi atau daya beli yang sedikit membaik
pada Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) serta terdapat perbaikan pendapatan dan
pengeluaran pemerintah. Sementara itu, dari sisi lapangan usaha, peningkatan
pertumbuhan diperkirakan dari usaha industri pengolahan, perdagangan besar dan
eceran dan konstruksi yang didorong oleh pembangunan infrastruktur, konsumsi
masyarakat yang kuat dan pola historisnya.

Tekanan inflasi pada triwulan I 2017 meningkat. Pada triwulan I 2017 inflasi Sulsel
tercatat 3,42% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan IV 2016 yang mencapai
2,94% (yoy). Meski terjadi peningkatan, namun inflasi Sulsel masih berada di bawah
rentang sasaran inflasi nasional 4%1%. Peningkatan inflasi Sulsel terjadi dikarenakan
meningkatnya tekanan harga pada kelompok makanan jadi, perumahan, transportasi
dan kesehatan. Meningkatnya tekanan harga pada kelompok perumahan, air, listrik,
gas dan bahan bakar disebabkan oleh kebijakan pemerintah dalam melakukan
penyesuaian tarif listrik 900 VA pada bulan Januari. Selain itu, pada kelompok
transportasi, komunikasi dan jasa keuangan meningkat akibat biaya perpanjangan
STNK, sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 60 Tahun 2016 tentang jenis dan
tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), biaya pengurusan Surat Tanda Nomor
Kendaraan (STNK) untuk roda 2/3 dan Roda 4/lebih baru dan perpanjang, Surat Tanda
Coba Kendaraan Bermotor (STCK) R4/lebih, PNBP Tanda Nomor Kendaraan Bermotor
(TNKB) roda 2/3roda dan roda4/lebih, tarif PNBP kendaraan mutasi keluar daerah
untuk roda 2/3 dan R4/lebih naik, PNBP BKPB untuk roda 2/3 yang baru dan ganti
kepemilikan meningkat. Meski demikian, inflasi kelompok bahan makanan mengalami
penurunan, sehingga dapat menahan tekanan inflasi. Pasokan yang terjaga karena
panen raya yang terjadi pada triwulan laporan, serta tingkat konsumsi masyarakat yang
relatif stabil menjadi faktor utama terjaganya tekanan inflasi beberapa komoditas
kelompok bahan makanan.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 1
RINGKASAN EKSEKUTIF

Bank Indonesia bersama dengan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) terus berusaha
melakukan berbagai upaya Pengendalian inflasi terutama dalam kaitannya dengan
upaya menjaga ketersediaan pasokan dan kelancaran arus distribusi bahan pangan ke
berbagai daerah di Sulsel. Pada triwulan II 2017 tekanan inflasi diperkirakan dalam tren
meningkat. Indikasi ke arah tersebut ditandai dengan meningkatnya inflasi pada awal
triwulan II 2017. Peningkatan inflasi lebih disebabkan oleh kebijakan pemerintah pusat
terkait dengan pengalihan subsidi listrik pada daya 900 VA tahap kedua dan ketiga di
bulan Maret dan Mei.

Pertumbuhan Ekonomi

Net Ekspor antar daerah dan Perlambatan pertumbuhan perekonomian Sulsel triwulan I 2017 terutama
luar negeri menjadi salah satu disebabkan oleh menurunnya kinerja net ekspor antar daerah dan luar negeri. Net
faktor perlambatan ekspor tercatat terkontraksi cukup dalam -91,72% (yoy) di triwulan I 2017, turun
pertumbuhan ekonomi Sulsel di dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencatatkan kinerja yang baik yaitu mencapai
triwulan I 2017. Sementara itu, 30,70% (yoy). Meskipun kinerja net ekspor kurang baik di periode laporan, namun
secara lapangan usaha, perlambatan pertumbuhan berhasil ditopang oleh konsumsi rumah tangga, konsumsi
perlambatan pertumbuhan pemerintah dan investasi yang memiliki kinerja baik pada triwulan I 2017.
terjadi di usaha pertanian,
Secara lapangan usaha, perlambatan pertumbuhan ekonomi Sulsel terjadi di usaha
kehutanan, dan perikanan; dan
pertanian, kehutanan dan perikanan; pedagangan besar dan eceran; penyediaan
perdagangan besar dan eceran
akomodasi dan makan minum; jasa keuangan dan asuransi; real estate; jasa
sebagai dua usaha utama di
perusahaan; jasa kesehatan dan kegiatan sosial; dan jasa lainnya. Di sisi lain, usaha
Sulsel.
pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; pengadaan listrik dan gas;
konstruksi; transportasi dan pergudangan; informasi dan komunikasi; administrasi
pemerintahan; dan jasa pendidikan merupakan lapangan usaha yang tumbuh
meningkat di triwulan I 2017.

Pada triwulan II 2017 perekonomian Sulsel diperkirakan tumbuh terakselerasi. Dari


sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Sulsel pada triwulan II 2017 diperkirakan masih
akan ditopang oleh konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan investasi
PMTB. Sementara dari sisi lapangan usaha, diperkirakan masih ditopang dari lapangan
usaha pertanian, Industri Pengolahan, Konstruksi, Perdagangan Besar dan Eceran,
Transportasi, Penyediaan Akomodasi, Real Estate, Jasa Perusahaan, Administrasi
Pemerintahan, Jasa Pendidikan, dan Jasa Kesehatan. Faktor-faktor pendorong adalah
aktivitas masyarakat yang meningkat disertai dengan daya beli yang semakin baik,
adanya perbaikan pendapatan dan pengeluaran pemerintah, harga komoditas dalam
tren meningkat, serta realisasi pembangunan infrastruktur.

Inflasi

Tekanan harga dari seluruh Tekanan inflasi sedikit meningkat. Laju inflasi Sulsel pada akhir triwulan I 2017 tercatat
kelompok khususnya volatile 3,42% (yoy) lebih tinggi dari triwulan IV 2016 (2,94%, yoy), terutama karena
food dan administered price meningkatnya tekanan harga pada kelompok Perumahan, serta kelompok Transpor,
meningkat. Komunikasi dan Jasa Keuangan. Peningkatan ini dikarenakan implikasi dari kebijakan
pemerintah terkait dengan pengalihan subsidi listrik pada daya 900 VA, serta kenaikan
Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Kami memperkirakan tekanan inflasi sampai dengan triwulan II 2017 meningkat
karena tarikan festive season. Pada triwulan II 2017 tekanan inflasi diperkirakan
berlanjut, khususnya pada kelompok administered price dan volatile food. Pengalihan
subsidi listrik pada daya 900 VA tahap 2 dan 3 (bulan Maret
Mei 2017) diperkirakan masih mendorong inflasi kelompok ini. Selain itu, Hari Besar
Keagamaan Nasional (HBKN) yang jatuh di bulan Mei dan Juni diperkirakan mendorong

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
2 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
RINGKASAN EKSEKUTIF

konsumsi masyarakat. Namun demikian, dengan upaya pengendalian inflasi yang


dilakukan diperkirakan inflasi masih akan berada dalam kisaran sasaran 4 1 %.

Untuk mencapai target inflasi, berbagai upaya penanggulangan inflasi terus


dilakukan dengan meningkatkan koordinasi dan komunikasi melalui TPID. Adapun
upaya pengendalian inflasi dalam rangka antisipasi ke depan antara lain rapat
koordinasi dengan TPID Provinsi Sulawesi Selatan untuk mengidentifikasi dan
mempersiapkan langkah-langkah dalam menghadapi kenaikan atau permintaan bahan
kebutuhan pokok.

Keuangan Pemerintah

Realisasi belanja APBD Daya dorong Provinsi Sulsel terhadap perekonomian sampai dengan triwulan I 2017
Provinsi/Kab/Kota cukup baik, masih perlu ditingkatkan. Realisasi belanja hingga triwulan I 2017 tercatat baru
namun realisasi APBN Rp715,68 miliar atau 7,8% dari yang dianggarkan sebesar Rp9,15 triliun, lebih rendah
meningkat seiring adanya dibanding periode yang sama tahun 2016 yang mencapai 13,8%. Sebagian besar
penyesuaian anggaran. penyerapan anggaran direalisasikan untuk belanja operasional (pangsa 69,5%) dan
belanja transfer (pangsa 30,4%), sementara yang direalisasikan untuk belanja modal
relatif masih sangat kecil.

Di sisi lain, pencapaian realisasi belanja pada APBN yang dialokasikan di Sulsel
meningkat. Sampai dengan triwulan I 2017 telah terealisasi sebesar Rp2,45 triliun atau
13,9% dari yang dianggarkan sebesar Rp17,59 triliun. Peningkatan komponen belanja
terjadi pada belanja barang dan bantuan sosial.

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

Intermediasi perbankan Stabilitas keuangan daerah Sulsel tetap terjaga baik pada triwulan I 2017. Kebijakan
berjalan dengan baik. Kualitas pemerintah untuk menyesuaikan harga yang diatur oleh kebijakannya cukup
intermediasi perbankan masih memberikan tekanan pada pengeluaran rumah tangga. Namun demikian sinergi
baik dan terjaga pada level kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah Daerah dalam memitigasi dan melakukan
aman. Sementara dari sisi sosialisasi mencegah risiko sistem keuangan dari sisi rumah tangga.
korporasi, kinerja korporasi Dari sisi korporasi, fase konsolidasi keuangan yang ditempuh di tahun 2016 membuat
lebih sehat. kondisi keuangan korporasi menjadi lebih sehat di awal tahun 2017. Khusus untuk
korporasi berbasis pertambangan, harga komoditas yang sudah mulai menurun
dibandingkan posisi akhir 2016 sedikit memberikan tekanan walau dalam level yang
terjaga.

Kinerja perbankan secara umum tercatat masih baik. Meskipun terjadi sedikit
perlambatan pertumbuhan kredit, namun kinerja intermediasi masih sangat baik
dengan mencatatkan pertumbuhan yang lebih tinggi di triwulan I 2017. Yang lebih
utama, peningkatan kinerja intermediasi ini diimbangi dengan perbaikan kualitas kredit.
Penyaluran kredit ke sektor UMKM juga terus tumbuh, sehingga pangsa kredit UMKM
terhadap total kredit tetap terjaga di atas 30%.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 3
RINGKASAN EKSEKUTIF

Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

Sesuai siklus ekonomi, Perkembangan transaksi keuangan non tunai berjalan dinamis. Nilai transaksi
kebutuhan uang kartal maupun keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) mengalami
transaksi nontunai melalui penurunan. Penurunan tersebut terjadi seiring belum optimalnya kegiatan transaksi
kliring pada triwulan I 2017 pelaku usaha di awal tahun 2017. Selain itu, faktor musiman juga memengaruhi
menurun. pergerakan aliran uang kartal yang terjadi di awal triwulan hingga mengalami net
inflow. Hal ini terjadi seiring masih minimalnya kegiatan penarikan uang dan lebih
dominannya penyetoran di periode awal tahun. Untuk meningkatkan layanan
ketersediaan uang layak edar, Bank Indonesia senantiasa terus mendorong clean
money policy melalui kegiatan penukaran uang melalui perbankan, kas keliling dalam
kota dan luar kota, dan kas titipan.

Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

Penyerapan tenaga kerja Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menunjukkan penurunan. Tingkat Pengangguran
hingga Februari 2017 terdapat Terbuka (TPT) di Sulsel per Februari 2017 tercatat 4,77%, lebih rendah dibandingkan
sedikit perbaikan yang periode yang sama tahun sebelumnya 5,11%. Sementara itu, tingkat kesejahteraan
diharapkan dapat menurunkan petani yang diukur dari Nilai Tukar Petani (NTP) hingga triwulan I 2017 masih cukup
angka kemiskinan. Di sisi lain, baik meskipun menurun secara tahunan dibandingkan triwulan IV 2016.
kesenjangan di Sulsel juga
Jumlah penduduk miskin di Sulsel pada September 2016 mengalami penurunan
sedikit membaik.
dibandingkan September 2015 baik di kota maupun di desa. Jumlah penduduk miskin
di Sulsel pada September 2016 mengalami penurunan dibandingkan September 2015
baik di kota maupun di desa. Persentase penduduk miskin di Sulsel (9,24%) tergolong
rendah jika dibandingkan dengan Provinsi lain di Sulawesi.

Demikian pula untuk indikator ketimpangan, secara perlahan juga membaik. Rasio
gini pada September 2016 menjadi 0,40 dibanding tahun sebelumnya (0,43). Upaya
pemerintah daerah untuk meningkatkan kesejahteraan juga terpantau membaik,
dengan nilai IPM mencapai 69,8 berada pada peringkat 14 secara nasional.

Prospek Perekonomian

Perekonomian Sulsel pada Perekonomian Sulsel pada triwulan III 2017 diperkirakan tumbuh sedikit melambat
triwulan III 2017 diprakirakan pada kisaran 7,3% - 7,7% (yoy). Dari sisi permintaan, perekonomian Sulsel diperkirakan
tumbuh sedikit melambat dari masih akan ditopang oleh konsumsi pemerintah dan investasi PMTB. Sementara dari
pertumbuhan ekonomi periode sisi lapangan usaha, diperkirakan masih ditopang dari lapangan usaha Konstruksi,
sebelumnya. Pengadaan listrik dan gas, dan Administrasi pemerintahan. Faktor-faktor pendorong
adalah perbaikan pendapatan/pengeluaran pemerintah dan pembangunan
infrastruktur seperti pembangkit listrik, bendungan/bending/waduk/irigasi/jalan.
Tekanan harga di triwulan III 2017 diperkirakan masih dalam kisaran inflasi nasional
4,0%1,0%. Pertimbangan tersebut didukung oleh ketersediaan/distribusi pangan
berjalan optimal, serta telah berjalannya fungsi TPID di seluruh Kab/kota secara
optimal. Namun faktor risiko yang masih akan menjadi tekanan inflasi 2017 adalah tren
kenaikan harga minyak dunia, serta kebijakan kenaikan harga yang diatur pemerintah
yang dilakukan pada akhir tahun 2017.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
4 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
RINGKASAN EKSEKUTIF

Rekomendasi Kebijakan

Melakukan identifikasi dan Untuk mendorong Sulsel sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul
mencari sumber-sumber dan Jejaring Akselerasi Kesejahteraan, berikut ini beberapa kebijakan yang dapat
diversifikasi sumber disarankan kepada pemerintah daerah: (a) Melakukan identifikasi sumber-sumber dan
pertumbuhan ekonomi yang diversifikasi sumber pertumbuhan ekonomi yang baru perlu disegerakan agar
baru menjadi kunci perekonomian dapat umbuh secara berkualitas dan berkelanjutan; (b) Meningkatkan
pertumbuhan perekonomian kualitas SDM di daerah untuk profesi yang dibutuhkan dalam pengembangan potensi
Sulsel 2017. Selain itu, daerah agar daerah mampu menyerap teknologi serta tidak mendatangkan tenaga
juga perlu diiringi dengan kerja dari luar; (c) Menjaga konsistensi implementasi kebijakan terkait hilirisasi hasil
pengendalian harga terutama pertambangan untuk menarik lebih banyak lagi investor asing masuk dalam
untuk komoditas penyumbang pengembangan industri pengolahan dan pemurnian konsentrat hasil tambang; (d)
inflasi terbesar di Sulsel. mendukung peran Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM); (e) Mengoptimalkan
besarnya potensi investasi di Sulsel, khususnya melalui Penanaman Modal Asing (PMA),
melalui peningkatan daya tarik investasi di Sulsel; (f) Merealisasikan pembangunan
infrastruktur sesuai dengan yang telah direncanakan; (g) Mencari alternatif sumber
pembiayaan infrastruktur yang tidak bersumber dari APBN/APBD, sebagaimana yang
sudah dilakukan oleh Pemerintah Pusat melalui skema Pembiayaan Infrastruktur Non
Anggaran Pemerintah (PINA); (h) Merealisasikan anggaran belanja di awal tahun
(Semester I) dan mengalokasikan Dana Desa secara tepat sasaran dan tepat jadwal,
sehingga dapat memberikan stimulus terhadap pertumbuhan ekonomi lebih awal dan
lebih berkelanjutan; (i) Melakukan diversifikasi tujuan ekspor, khususnya pasar di
negara-negara Eropa, Australia dan Afrika yang masih potensial; (j) Mempererat
kerjasama antar provinsi di Sulawesi, dengan mengoptimalkan Badan Kerjasama
Pembangunan Regional Sulawesi (BKPRS).

Sementara itu, rekomendasi kebijakan yang dapat dirumuskan untuk pengendalian


harga terutama diarahkan pada komoditas penyumbang inflasi terbesar, sebagai
berikut: (a) Sulsel perlu menyusun program kerja yang lebih fokus pada pengendalian
komoditas volatile food sebagaimana yang sudah dicantumkan dalam Roadmap
Pengendalian Inflasi Provinsi Sulsel; (b) Perlu menyusun Roadmap Pengendalian Inflasi
di tiap zona dengan mengacu kepada Roadmap Pengendalian Inflasi Provinsi Sulsel; (c)
Penguatan kerjasama antar daerah perlu semakin ditingkatkan yang didasarkan pada
data Sistem Informasi Harga Pangan (SIGAP) di kabupaten/kota; (d) Meningkatkan
produksi pangan melalui penguatan kerjasama antar daerah, baik melalui
ekstensifikasi maupun intensifikasi; (e) perlu untuk semakin menyederhanakan rantai
distribusi; (f) Dari sisi konsumen, pemerintah perlu untuk terus mengkomunikasikan
sasaran diversifikasi pangan dan berupaya mencapai target tahunan.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 5
TABEL INDIKATOR EKONOMI

TABEL INDIKATOR EKONOMI

Tabel
Indikator Ekonomi

A. INFLASI DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)


2014 2015 2016* 2017**
INDIKATOR
I II III IV I II III IV I II III IV I
MAKRO
Indeks Harga Konsumen
- Sulawesi Selatan 109.16 109.71 111.72 116.89 116.95 118.55 121.06 122.13 123.62 123.65 124.78 125.71 127.84
- Sulawesi Utara 109.39 110.28 110.90 118.61 118.13 119.91 121.26 125.20 123.92 124.31 124.02 125.64 128.79
- Gorontalo 108.24 109.32 109.62 115.26 113.96 115.98 117.72 120.22 120.50 121.65 120.98 121.78 123.79
- Sulawesi Tengah 111.45 113.64 115.12 120.21 117.34 120.46 121.29 125.22 124.42 125.53 126.24 127.09 129.46
- Sulawesi Tenggara 108.00 109.77 111.72 117.67 116.43 117.84 118.00 120.34 121.96 120.72 123.74 121.68 123.06
- Sulawesi Barat 108.92 110.28 112.54 116.85 116.20 118.65 119.84 122.78 122.23 123.74 123.94 125.52 127.24
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)
- Sulawesi Selatan 5.88 5.92 3.72 8.61 7.13 8.06 8.36 4.48 5.70 4.30 3.07 2.94 3.42
- Sulawesi Utara 5.67 6.26 4.00 9.67 7.99 8.73 9.34 5.56 4.90 3.67 2.28 0.35 3.93
- Gorontalo 5.10 5.82 3.59 6.14 5.28 6.09 7.39 4.30 5.74 4.89 2.77 1.30 2.73
- Sulawesi Tengah 8.42 10.37 5.46 8.84 5.28 6.00 5.36 4.17 6.03 4.21 4.08 1.49 4.05
- Sulawesi Tenggara 5.60 4.84 1.83 8.45 7.81 7.35 6.86 2.27 4.75 4.37 3.28 3.07 2.40
- Sulawesi Barat 6.24 6.65 4.46 7.89 6.68 7.59 6.49 5.07 5.19 4.29 3.42 2.23 4.10
PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar) Tahun Dasar 2010 & SNA 2008 55,566 57,872 62,067 58,482 58,842 62,436 66,725 62,754 63,123 67,442 71,251 67,524 67,868
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 12,293 13,015 15,191 10,602 12,743 14,548 16,004 10,776 12,856 15,167 16,874 13,541 14,602
Pertambangan dan Penggalian 3,450 3,498 3,793 3,971 3,533 3,760 4,229 4,281 3,605 3,929 4,296 4,125 3,892
Industri Pengolahan 7,649 8,164 8,505 8,974 8,192 8,727 8,823 9,814 9,270 9,515 9,769 9,901 9,685
Pengadaan Listrik, Gas 51 57 59 66 54 54 56 65 60 64 66 67 65
Pengadaan Air 75 77 77 73 75 77 75 76 78 81 80 81 82
Konstruksi 6,494 6,789 7,044 7,340 6,961 7,188 7,689 8,129 7,610 7,888 8,161 8,330 8,142
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7,775 8,088 8,619 7,881 8,212 8,623 9,405 8,675 8,939 9,572 10,313 9,537 9,592
Transportasi dan Pergudangan 2,061 2,087 2,166 2,245 2,129 2,239 2,394 2,380 2,418 2,440 2,614 2,386 2,449
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 765 797 806 817 808 829 849 884 887 903 924 942 944
Informasi dan Komunikasi 3,492 3,592 3,733 3,743 3,749 3,860 4,036 4,069 4,055 4,170 4,355 4,408 4,440
Jasa Keuangan 1,950 2,017 2,008 2,090 2,144 2,077 2,194 2,248 2,351 2,438 2,459 2,595 2,443
Real Estate 2,068 2,124 2,164 2,209 2,252 2,284 2,320 2,341 2,411 2,442 2,445 2,485 2,511
Jasa Perusahaan 245 249 252 254 256 261 270 273 277 281 291 294 295
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 2,510 2,568 2,690 2,764 2,640 2,750 2,940 3,007 2,784 2,921 2,715 2,797 2,810
Jasa Pendidikan 2,916 2,929 3,105 3,523 3,176 3,195 3,402 3,606 3,420 3,488 3,674 3,714 3,664
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1,065 1,093 1,107 1,169 1,144 1,177 1,232 1,292 1,253 1,276 1,325 1,401 1,346
Jasa lainnya 707 728 747 761 773 788 808 839 849 866 888 919 907
PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp Miliar) **
1. Konsumsi 35,247 37,827 38,883 42,135 37,145 39,722 41,032 44,881 39,034 42,105 42,787 45,978 41,136
2. Investasi 20,532 23,010 23,194 22,003 22,896 25,139 26,517 27,071 25,370 26,415 27,396 27,919 26,838
3. Ekspor 15,088 14,532 16,051 14,644 14,134 13,878 14,737 10,692 8,436 9,906 9,987 7,624 10,715
4. Impor 15,301 17,498 16,061 20,299 15,333 16,303 15,560 19,889 9,718 10,985 8,919 13,997 10,821
Total PDRB (Rp Miliar) 55,566 57,872 62,067 58,482 58,842 62,436 66,725 62,754 63,123 67,442 71,251 67,524 67,868
Pertumbuhan PDRB (%, yoy) 8.38 6.37 7.57 7.87 5.90 7.89 7.50 7.30 7.27 8.02 6.78 7.60 7.52
Nilai Ekspor (X) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta) 360.34 452.96 490.63 444.80 344.16 382.89 381.25 333.28 229.37 276.31 325.41 336.67 261.13
Volume Ekspor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton) 167.44 182.55 193.36 209.93 163.96 194.52 216.82 172.10 163.02 187.21 226.87 247.29 178.55
Nilai Impor (M) Luar Negeri Non-migas (US$ Juta) 139.10 181.87 149.05 129.39 163.90 172.50 271.92 149.65 122.68 210.55 150.13 270.62 200.95
Volume Impor Luar Negeri Non-migas (Juta Ton) 221.11 258.82 266.39 217.60 326.31 317.63 264.12 273.69 284.74 329.06 275.21 407.15 291.66
Neraca Perdagangan (X - M) Non-migas (US$ Juta) 221.25 271.09 341.58 315.40 180.26 210.39 109.33 183.62 106.69 65.76 175.28 66.04 60.18
Sumber : BPS & Ditjen Bea Cukai
Catatan:
*) Angka sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2007
**) Angka sangat sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2012

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
6 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
TABEL INDIKATOR EKONOMI

B. PERBANKAN (KREDIT LOKASI BANK, DPK LOKASI BANK PELAPOR)


2014 2015 2016**** 2017*****
INDIKATOR
I II III IV I II III IV I II III IV I
BANK UMUM :
Total Aset (Rp Miliar) 90,909 97,572 99,571 101,351 104,945 108,309 113,101 117,572 120,832 122,711 123,190 125,955 130,863
- -
DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar) 58,162 61,402 64,339 66,112 66,420 68,867 72,433 78,467 78,342 82,097 82,025 82,396 81,891
Giro 7,990 9,730 9,693 7,995 10,154 11,820 12,471 13,165 12,894 12,203 11,802 10,388 12,434
Tabungan 32,446 33,168 34,828 37,428 34,147 34,881 37,491 42,221 38,589 42,611 41,800 44,994 41,400
Deposito 17,726 18,504 19,819 20,690 22,118 22,166 22,472 23,091 26,859 27,283 28,423 27,014 28,057
- - -
Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar) 75,874 79,336 80,463 83,560 85,304 87,563 89,911 94,981 96,310 101,617 102,774 103,890 104,798
- Modal Kerja 27,257 29,062 29,847 31,442 32,776 34,627 34,876 36,730 37,510 39,518 39,653 39,952 40,620
- Investasi 14,642 15,467 15,457 16,241 16,482 16,500 17,476 20,538 20,041 20,796 20,204 20,221 19,830
- Konsumsi 33,974 34,807 35,159 35,877 36,045 36,436 37,558 37,713 38,759 41,303 42,917 43,718 44,347
LDR 130.45% 129.21% 125.06% 126.39% 128.43% 127.15% 124.13% 121.05% 122.94% 123.78% 125.30% 126.09% 127.97%
- -
Kredit - Lokasi Bank (Rp Miliar) 75,874 79,336 80,463 83,560 85,304 87,563 89,911 94,981 96,310 101,617 102,774
- Pertanian 1,405 1,499 1,435 1,506 1,630 1,788 2,303 2,461 2,681 2,933 2,998 3,280 3,279
- Pertambangan 377 560 537 509 427 390 383 410 430 399 372 336 340
- Industri pengolahan 3,918 4,210 4,283 4,747 5,035 5,109 5,304 7,487 7,239 7,993 8,104 7,582 7,494
- Listrik, Gas, dan Air 218 245 232 350 382 413 398 379 306 277 267 248 255
- Konstruksi 3,043 3,666 4,173 4,366 4,746 4,902 5,417 5,491 5,483 5,977 6,305 6,698 6,305
- Perdagangan 24,334 25,587 25,748 27,033 27,920 29,003 29,373 31,424 31,959 33,268 32,431 32,555 32,970
- Pengangkutan 2,960 2,950 2,951 2,820 2,782 2,693 2,672 2,781 2,824 2,738 2,730 2,627 2,420
- Jasa Dunia Usaha 3,747 3,598 3,581 3,662 3,733 4,037 4,024 4,221 4,117 4,085 4,234 4,278 4,715
- Jasa Sosial Masyarakat 1,828 1,968 2,115 2,340 2,473 2,681 2,388 2,549 2,462 2,587 2,392 2,518 2,640
- Lain-lain 34,043 35,053 35,408 36,226 36,174 36,547 37,648 37,777 38,809 41,359 42,941 43,767 44,378
- - -
Kredit UMKM - Lokasi Bank (Rp Miliar) 24,823 26,489 26,768 27,675 27,428 28,301 28,501 30,641 31,110 32,156 32,936 33,233 36,798
- - -
Kredit Mikro* (Rp Miliar) 4,648 5,114 5,297 5,883 6,221 6,679 6,880 7,892 8,698 8,993 9,050 9,277 9,234
- Modal Kerja 3,827 4,088 4,249 4,479 4,674 5,038 5,144 5,542 6,329 6,580 6,707 6,841 6,711
- Investasi 821 1,027 1,048 1,404 1,548 1,642 1,735 2,351 2,369 2,413 2,343 2,436 2,523
- Konsumsi - - - - - - - - - - - - -
- - -
Kredit Kecil ** (Rp Miliar) 10,123 10,329 10,885 11,035 10,893 11,161 11,580 12,412 12,433 12,687 12,549 12,695 13,070
- Modal Kerja 5,862 6,076 6,408 6,683 6,596 6,860 7,039 7,188 7,265 7,540 7,713 7,817 8,341
- Investasi 4,261 4,253 4,478 4,353 4,296 4,300 4,541 5,224 5,169 5,147 4,836 4,878 4,729
- Konsumsi - - - - - - - - - - - - -
- - -
Kredit Menengah *** (Rp Miliar) 10,052 11,046 10,586 10,757 10,313 10,461 10,042 10,337 9,979 10,476 11,336 11,260 14,495
- Modal Kerja 7,079 7,822 7,680 7,802 7,488 7,698 7,272 7,577 7,198 7,624 8,542 8,568 8,013
- Investasi 2,972 3,224 2,906 2,954 2,825 2,763 2,770 2,760 2,781 2,852 2,795 2,692 6,481
- Konsumsi - - - - - - - - - - - - -
- - -
NPL Total gross - Lokasi Bank (%) 3.14% 3.54% 3.57% 3.13% 3.36% 3.16% 3.85% 3.19% 3.36% 3.05% 3.00% 2.29% 2.43%
- - -
NPL UMKM gross - Lokasi Bank (%) 4.87% 4.98% 5.42% 4.81% 5.21% 5.14% 5.40% 4.26% 4.43% 4.14% 4.07% 3.78% 3.70%
- - -
-
BANK UMUM SYARIAH 0
Total Aset (Rp Miliar) 5,586 5,580 5,619 5,906 6,000 6,184 6,489 6,975 7,018 6,687 6,633 6,718 6,703
- - -
DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Miliar) 2,742 2,795 2,878 2,991 3,187 3,287 3,382 3,853 3,517 3,630 3,872 3,972 3,967
Giro 221 262 346 380 547 554 355 598 339 390 429 366 357
Tabungan 1,261 1,261 1,337 1,479 1,488 1,570 1,667 1,765 1,761 1,793 1,886 2,020 2,008
Deposito 1,260 1,272 1,195 1,132 1,153 1,162 1,360 1,490 1,417 1,447 1,557 1,587 1,601
Pembiayaan - Lokasi Bank (Rp Miliar) 4,453 4,869 4,926 5,141 5,239 5,582 5,750 5,684 5,817 5,744 5,668 5,851 5,911
- Modal Kerja 684 776 985 1,135 1,292 1,535 1,572 1,526 1,659 1,685 1,619 1,594 1,616
- Investasi 488 670 670 825 865 1,015 1,170 1,152 1,143 1,034 970 1,096 1,081
- Konsumsi 3,282 3,423 3,270 3,181 3,081 3,033 3,008 3,006 3,015 3,025 3,079 3,162 3,213
FDR 162.40% 174.20% 171.16% 171.91% 164.36% 169.84% 170.02% 147.53% 165.43% 158.23% 146.38% 147.30% 149.00%
Catatan:
* (<Rp50 juta)
** (Rp50 < X < Rp500 juta)
*** (Rp500 juta < X < Rp5 miliar)
**** Angka sementara
***** Angka sangat sementara

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 7
TABEL INDIKATOR EKONOMI

C. PERBANKAN (KREDIT LOKASI PROYEK, DPK LOKASI PROYEK)


2014 2015 2016**** 2017*****
INDIKATOR
I II III IV I II III IV I II III IV I
BANK UMUM :
Total Aset (Rp Miliar) 90,909 97,572 99,571 101,351 104,945 108,309 113,101 117,572 120,832 122,711 123,190 125,955 130,863
- -
DPK - Lokasi Proyek Pelapor (Rp Miliar) 58,003 61,226 64,131 65,849 66,178 68,635 72,126 78,076 78,002 81,674 81,640 81,971 81,536
Giro 7,984 9,714 9,681 7,975 10,125 11,807 12,454 13,150 12,881 12,178 11,788 10,376 12,420
Tabungan 32,314 33,024 34,652 37,212 33,960 34,683 37,256 41,907 38,342 42,311 41,544 44,678 41,157
Deposito 17,705 18,489 19,797 20,661 22,093 22,145 22,416 23,019 26,778 27,185 28,309 26,917 27,959
Kredit - Lokasi Proyek (Rp Miliar) 80,836 84,154 86,250 88,952 90,768 94,399 96,019 101,263 102,280 107,627 108,401 109,723 111,780
- Modal Kerja 28,996 31,057 31,697 33,125 34,244 37,014 37,017 38,556 38,920 40,809 40,590 40,842 41,856
- Investasi 17,088 17,232 18,030 18,632 19,119 19,431 19,865 22,774 22,507 23,420 22,771 23,079 23,597
- Konsumsi 34,752 35,865 36,523 37,195 37,404 37,954 39,137 39,933 40,853 43,398 45,040 45,802 46,327
LDR 139.37% 137.45% 134.49% 135.09% 137.16% 137.54% 133.13% 129.70% 131.13% 131.78% 132.78% 133.86% 137.09%
Kredit - Lokasi Proyek (Rp Miliar) 80,836 84,154 86,250 88,952 90,768 94,399 96,019 101,263 102,280 107,627 108,401 109,723 111,780
- Pertanian 1,388 1,510 1,454 1,530 1,675 1,779 1,837 2,173 2,368 2,616 2,592 2,852 2,858
- Pertambangan 586 555 543 470 401 411 376 400 407 431 402 390 397
- Industri pengolahan 4,063 4,592 5,153 5,501 5,830 6,487 6,226 8,460 7,984 8,674 8,398 8,039 7,844
- Listrik, Gas, dan Air 1,554 1,031 1,886 2,022 2,093 2,340 2,436 2,572 2,290 2,149 2,203 2,239 2,835
- Konstruksi 4,175 4,564 4,968 5,169 5,596 5,761 6,259 6,346 6,262 6,363 6,496 6,522 6,629
- Perdagangan 25,246 26,941 26,883 28,161 28,761 30,356 30,678 31,985 32,480 34,128 33,399 33,784 34,449
- Pengangkutan 2,522 2,584 2,517 2,420 2,407 2,343 2,381 2,442 2,501 2,433 2,414 2,314 2,152
- Jasa Dunia Usaha 4,613 4,374 4,043 3,976 4,046 4,249 4,187 4,409 4,637 4,804 5,022 5,165 5,570
- Jasa Sosial Masyarakat 1,867 1,890 2,031 2,160 2,425 2,610 2,409 2,480 2,449 2,574 2,412 2,567 2,690
- Lain-lain 34,821 36,112 36,772 37,544 37,532 38,063 39,228 39,996 40,902 43,456 45,064 45,851 46,358
Kredit UMKM - Lokasi Proyek (Rp Miliar) 23,839 26,151 26,282 26,858 26,867 27,995 27,743 29,129 29,316 30,544 31,433 31,909 38,572
Kredit Mikro* (Rp Miliar) 4,560 5,026 5,281 5,866 6,202 6,650 6,810 7,583 8,368 8,740 8,788 8,999 8,978
- Modal Kerja 3,811 4,067 4,224 4,452 4,648 5,002 5,085 5,469 6,240 6,537 6,671 6,805 6,717
- Investasi 750 959 1,056 1,413 1,554 1,648 1,725 2,114 2,128 2,204 2,118 2,194 2,261
- Konsumsi - - - - - - - - - - - - -
Kredit Kecil ** (Rp Miliar) 9,489 9,821 10,172 10,394 10,293 10,637 10,863 11,405 11,434 11,780 11,732 11,883 12,307
- Modal Kerja 5,789 6,106 6,331 6,619 6,546 6,833 6,976 7,127 7,194 7,425 7,649 7,744 8,238
- Investasi 3,700 3,715 3,841 3,775 3,746 3,804 3,887 4,278 4,239 4,355 4,082 4,139 4,069
- Konsumsi - - - - - - - - - - - - -
Kredit Menengah *** (Rp Miliar) 9,790 11,304 10,829 10,599 10,372 10,708 10,070 10,141 9,515 10,023 10,914 11,027 17,288
- Modal Kerja 6,831 8,106 7,948 7,762 7,564 7,932 7,456 7,464 6,821 7,279 8,200 8,321 8,105
- Investasi 2,959 3,198 2,881 2,837 2,808 2,777 2,614 2,677 2,694 2,744 2,714 2,706 9,183
- Konsumsi - - - - - - - - - - - - -
NPL Total gross - Lokasi Proyek (%) 2.97% 3.51% 3.69% 3.33% 3.63% 3.71% 3.90% 3.40% 3.46% 3.21% 3.19% 2.54% 2.64%
NPL UMKM gross - Lokasi Proyek (%) 4.97% 4.84% 5.23% 4.89% 5.24% 5.21% 5.36% 4.41% 4.39% 4.31% 4.15% 3.98% 3.56%

BANK UMUM SYARIAH


Total Aset (Rp Miliar) 5,586 5,580 5,619 5,906 6,000 6,184 6,489 6,976 7,018 6,687 6,633 6,718 6,703
- -
DPK - Lokasi Proyek Pelapor (Rp Miliar) 2,750 2,783 2,868 2,979 3,187 3,275 3,369 3,804 3,462 3,569 3,794 3,865 3,870
Giro 221 262 346 379 547 552 422 598 338 387 428 364 356
Tabungan 1,268 1,252 1,331 1,471 1,488 1,569 1,636 1,743 1,742 1,770 1,864 1,967 1,979
Deposito 1,261 1,269 1,191 1,129 1,153 1,154 1,311 1,463 1,383 1,411 1,502 1,533 1,535
- -
Pembiayaan - Lokasi Proyek (Rp Miliar) 5,631 5,585 5,446 5,405 5,898 6,536 6,474 6,299 6,647 6,778 6,359 6,522 6,628
- Modal Kerja 1,522 1,656 1,673 1,624 2,047 2,345 2,307 2,165 2,503 2,679 2,252 2,192 2,192
- Investasi 1,027 582 654 768 947 1,311 1,344 1,249 1,240 1,198 1,145 1,313 1,300
- Konsumsi 3,082 3,347 3,119 3,014 2,904 2,880 2,823 2,885 2,904 2,901 2,962 3,017 3,136
FDR 204.73% 200.67% 189.86% 181.46% 185.07% 199.56% 192.19% 165.59% 191.98% 189.94% 167.61% 168.77% 171.27%
Catatan:
* (<Rp50 juta)
** (Rp50 < X < Rp500 juta)
*** (Rp500 juta < X < Rp5 miliar)
**** Angka sementara
***** Angka sangat sementara

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
8 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
TABEL INDIKATOR EKONOMI

D. SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH


2014 2015 2016*** 2017***
INDIKATOR
I II III IV I II III IV I II III IV*** I
KAS
Inflow (Rp Miliar) 5,299 4,069 5,562 4,304 6,184 3,777 4,815 3,791 6,229 3,344 6,502 4,295 4,612
Uang Kertas 5,299 4,069 5,561 4,304 6,184 3,777 4,815 3,791 6,229 3,344 6,502 4,294 4,612
Uang Logam 0.14 0.04 0.23 0.01 0.004 0.001 0.034 0.00 0.00 0.00 0.06 0.06 0.11
Outflow (Rp Miliar) 2,346 3,829 5,641 4,098 2,248 3,703 4,930 3,208 1,490 4,741 2,520 2,086 1,293
Uang Kertas 2,343 3,826 5,637 4,096 2,247 3,699 4,927 3,202 1,485 4,735 2,517 2,081 1,289
Uang Logam 2.20 3.22 3.93 2.07 1.74 4.03 3.59 5.84 4.45 6.43 3.54 5.24 3.46
Pemusnahan Uang (Rp Miliar) 748 620 269 403 925 943 719 790 1,310 2,694 1,289 1,350 1,058
TRANSAKSI RTGS
From / Outgoing (Rp Miliar) 15,660 21,374 22,719 25,647 19,951 26,709 19,338 14,217 - - - - -
To / Incoming (Rp Miliar) 27,887 33,669 38,096 41,348 21,897 31,935 40,378 - - - - - -
From - To (Rp Miliar) 4,748 9,765 10,970 11,845 3,778 4,272 3,478 - - - - - -
TRANSAKSI KLIRING
Nominal Kliring* (Rp Miliar) 9,483 9,616 9,716 11,198 9,757 10,492 11,363 13,952 18,226 19,308 15,603 15,754 14,879
Volume Kliring* (Lembar) 260,069 266,025 260,914 280,987 262,477 279,265 296,973 314,492 346,867 360,788 327,989 336,182 328,450
Kliring Kredit
Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) 675 637 675 805 887 1,027 1,617 4,280 8,917 10,499 7,038 6,579 6,540
Volume Kliring Kredit (Lembar) 29,191 28,625 30,355 32,940 34,547 32,940 53,395 86,793 132,841 151,191 132,118 129,169 137,126
RRH** Nominal Kliring Kredit (Rp Miliar) 11 11 11 13 15 17 27 68 146 167 112 104 104
RRH Nominal Kliring Kredit (Lembar) 487 477 490 515 566 540 875 1,378 2,178 2,400 2,097 2,050 2,177
Kliring Debet Penyerahan
Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) 8,809 8,978 9,041 10,393 8,870 9,465 9,746 9,673 9,309 8,809 8,565 9,175 8,339
Volume Kliring Debet (Lembar) 230,878 237,400 230,559 248,047 227,930 246,325 243,578 227,699 214,026 209,597 195,871 207,013 191,324
RRH Nominal Kliring Debet (Rp Miliar) 147 150 146 162 145 155 160 154 153 144 140 150 137
RRH Nominal Kliring Debet (Lembar) 3,848 3,957 3,719 3,876 3,737 4,038 3,993 3,614 3,509 3,436 3,211 3,394 3,136
Kliring Debet Pengembalian
Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) 119 119 109 94 229 212 218 311 304 314 394 982 320
Volume Kliring Pengembalian (Lembar) 7,114 7,119 6,765 6,008 6,571 5,552 5,012 6,003 6,040 6,336 6,194 6,421 5,925
RRH Nominal Kliring Pengembalian (Rp Miliar) 2 2 2 2 4 3 4 5 5 5 6 16 5
RRH Nominal Kliring Pengembalian (Lembar) 117 117 111 98 108 91 82 95 99 104 102 105 97
Cek/BG Kosong
Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) 230 328 231 270 229 212 218 242 221 245 274 853 235
Volume Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 5,695 5,832 5,313 4,552 4,787 5,301 5,012 4,702 4,686 4,797 4,769 5,013 4,673
RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Rp Miliar) 4 5 4 4 4 3 4 4 4 4 4 14 4
RRH Nominal Kliring Cek/BG Kosong (Lembar) 95 97 86 71 78 87 82 75 77 79 78 82 77
*) Jumlah transaksi kliring kredit dan kliring debet penyerahan
**) Rata-Rata harian: jumlah rata-rata transaksi setiap hari
***) Angka sementara

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 9
TABEL INDIKATOR EKONOMI

E. GRAFIK INDIKATOR
% yoy
25% 11% Pertumbuhan Ekonomi Sulsel (yoy)
Rasio PDRB KTI terhadap PDB Nasional
10%
20%
9% 7.15%
15% 8%

7%
10%
6%
Rasio PDRB Sulsel terhadap PDB Nasional
5% 5%
4.94%
4% Pertumbuhan Ekonomi Nasional (yoy)
0% 3%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015 2016* 2017** 2011 2012 2013 2014 2015* 2016** 2017**

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Keterangan: PDRB TD 2010 ; KTI adalah Kaimantan, Sulampua, Balinusra; Keterangan : PDRB TD 2010; *) Angka Sementara; **) Angka Sangat
*) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara Sementara
Kontribusi Perekonomian (PDRB ADHK) Pertumbuhan Ekonomi (PDRB ADHK)

Lainnya Perdagangan Konstruksi


Net Ekspor Perubahan Stok
Industri Pengolahan Pertambangan Pertanian
Investasi (PMTB) Konsumsi Pemerintah
PDRB
12% Konsumi LNPRT Konsumsi Rumah Tangga 12%
PDRB % yoy
10% % yoy 10%

8%
8%
6%
6%
4%
4%
2%

0% 2%

-2% 0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014 2015 2016* 2017** 2011 2012 2013 2014 2015 2016* 2017**

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Keterangan : PDRB TD 2010; *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Keterangan : PDRB TD 2010; *) Angka Sementara; **) Angka Sangat
Sementara Sementara
Sumbangan Komponen Penggunaan bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel Sumbangan SektorEkonomi bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulsel

10% (Rp Triliun)


Inflasi Nasional (yoy) 140 Aset 200%
9%
190%
8% 120
7%
BI Rate 4.75% 180%
100 170%
6% 160%
3.61% 80 Kredit Lokasi Bank
5% 150%
4% 60 DPK Lokasi Bank Pelapor 140%
3% 40 130%
2% 3.42% 20
LDR - Skala Kanan 120%
1% *) Data Hingga April 2017 110%
Inflasi Sulsel (yoy) 0 100%
0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II* I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah


Inflasi dan BI Rate Perbankan Sulsel

(Ribu Orang) (Ribu Orang)


% Penduduk Miskin - Skala Kanan
9200 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) - Skala Kanan 10% 1200 14%
9000 9%
1000 Jumlah Penduduk Miskin 12%
8800 8%
8600
Jumlah 7% 10%
800
8400
Penduduk 6% 8%
8200 5% 600
6%
8000 4%
400
7800 3% 4%
7600 2% 200 2%
7400 1%
7200 0% 0 0%
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016* 2017** 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Keterangan: Data Februari 2017; *) Angka Sementara; **) Angka Sangat *) Data September 2016; *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara
Sementara Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Pengangguran Terbuka Persentase Penduduk Miskin

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
10 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
1. PERTUMBUHAN EKONOMI

Bab 1
Pertumbuhan Ekonomi1

Perekonomian Sulsel pada triwulan I 2017 bila diukur berdasarkan PDRB nilainya
masing-masing mencapai Rp97.495 milyar (ADHB) atau Rp67.868 milyar (ADHK),
tumbuh 7,52% (yoy) di triwulan I 2017, lebih Rendah dari pertumbuhan triwulan
IV 2016 (7,60%; yoy).
Pada triwulan I 2017, perlambatan pertumbuhan terjadi akibat pertumbuhan net
ekspor baik antar daerah maupun luar negeri yang tercatat tumbuh terkontraksi.
Meski demikian, perlambatan pertumbuhan yang lebih dalam dapat ditahan oleh
kinerja domestik, dimana daya beli masyarakat tetap terjaga baik di triwulan I
2017.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2017 terjadi pada sebagian
besar lapangan usaha. Pertumbuhan ekonomi Sulsel yang melambat dikarenakan
kinerja lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan; pengadaan air;
pedagangan besar dan eceran; penyediaan akomodasi dan makan minum; jasa
keuangan dan asuransi; real estate; jasa perusahaan; jasa kesehatan dan
kegiatan sosial; dan jasa lainnya.
Dengan realisasi pada triwulan I 2017 tersebut, diperkirakan pada triwulan II
2017 pertumbuhan ekonomi dapat meningkat dengan kisaran 7,5%-7,9% (yoy).

1
Pembahasan bab 1 menggunakan alur waktu Triwulan I 2017 (data realisasi BPS) dan Triwulan II 2017 (data proyeksi Bank Indonesia).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 11
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

1.1. Pertumbuhan Ekonomi


Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan (Sulsel) sedikit lambat di triwulan I 2017. Pada triwulan laporan, ekonomi
Sulsel tumbuh 7,52% (yoy) sedikit lebih rendah dibandingkan pertumbuhan 7,60% (yoy) pada triwulan IV 2016.
Perlambatan pertumbuhan terutama disebabkan oleh menurunnya kinerja di beberapa lapangan usaha antara lain
lapangan usaha Pertanian, Kehutanan Dan Perikanan; Pengadaan Air; Perdagangan Besar Dan Eceran; Penyediaan
Akomodasi Dan Makan Minum; Jasa Keuangan Dan Asuransi; Real Estate; Jasa Perusahaan; Jasa Kesehatan Dan Kegiatan
Sosial; Dan Jasa Lainnya. Dari sisi pengeluaran, menurunnya Net Ekspor Antar Daerah dan Net Ekspor Luar Negeri menjadi
salah satu faktor yang menyebabkan melambatnya pertumbuhan pada triwulan I 2017.

Pertumbuhan ekonomi Sulsel di triwulan II 2017 di perkirakan meningkat. Peningkatan tersebut terjadi di sejumlah
lapangan usaha, yaitu Industri Pengolahan; Konstruksi; Perdagangan Besar Dan Eceran; Transportasi Dan Pergudangan;
Penyediaan Akomodasi Dan Makan Minum; Real Estate; Administrasi Pemerintahan; Jasa Pendidikan; Dan Jasa
Kesehatan. Lapangan Usaha Perdagangan Besar Dan Eceran; Transportasi Dan Pergudangan; Penyediaan Akomodasi Dan
Makan Minum diperkirakan meningkat sebagai dampak dari meningkatnya aktivitas masyarakat pada Hari Besar
Keagamaan Nasional (HBKN). Sementara itu, kinerja jasa pendidikan diperkirakan meningkat sebagai dampak dari
pelaksanaan Ujian Nasional di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Pada usaha
konstruksi diperkirakan terjadi peningkatan akibat beberapa proyek akan mulai direalisasikan pada triwulan II 2017.
Sesuai dengan informasi anekdotal, beberapa instansi telah melakukan lelang pada triwulan I 2017.

12
10.34
9.25
10 8.50 8.64
8.11 8.06 8.38 7.73 7.70 7.89 8.02 7.60
7.50 7.30 7.27 7.52
8 7.01
6.39
6.78
6.02 5.90
6 7,5-7,9

4
2
6.11 6.21 5.94 5.87 5.54 5.59 5.52 5.58 5.14 4.96 4.97 5.04 4.73 4.66 4.74 5.04 4.92 5.18 5.02 4.94 5.01
0
% yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I IIP
2012 2013 2014 2015 2016* 2017**
yoy Nasional yoy Sulsel
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Angka sementara **) Angka sangat sementara
Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan

1.2. Sisi Pengeluaran


Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi di triwulan I 2017 yang melambat terutama disebabkan oleh net ekspor
antar daerah dan luar negeri. Pada triwulan I 2017, net ekspor antar daerah dan net ekspor luar negeri tercatat tumbuh
terkontraksi masing-masing -80,85% (yoy) dan -68,03% (yoy). Meski pertumbuhan ekonomi di triwulan I 2017 mengalami
perlambatan, namun tetap tumbuh kuat. Pertumbuhan ekonomi Sulsel yang terjaga didukung oleh menguatnya konsumsi
rumah tangga yang tercatat tumbuh 5,54% (yoy) di triwulan I 2017, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat 5,29% (yoy). Selain itu, pertumbuhan konsumsi pemerintah dan investasi (PMTB) yang tercatat tumbuh positif
masing-masing mencapai 3,75% (yoy) dan 7,36% (yoy) dapat menopang pertumbuhan Sulsel di periode laporan.

Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi di triwulan II 2017 diperkirakan meningkat. Peningkatan tersebut didorong oleh
tetap kuatnya konsumsi rumah tangga akibat meningkatnya aktivitas masyarakat dalam menghadapi Hari Besar
Keagamaan Nasional (HBKN). Risiko yang perlu diwaspadai pada triwulan laporan adalah kinerja ekspor yang diperkirakan
menurun akibat harga komoditas utama Sulsel yang turun di awal triwulan II 2017, seperti nikel dan kopi. Selain itu,
pasokan nikel yang meningkat dari Negara pesaing utama yaitu Filipina, disertai dengan perlambatan konsumen utama
logam (Tiongkok) mendorong oversupply dari nikel sehingga harga komoditas tertekan pada triwulan II 2017. Komoditas
kopi juga mengalami penurunan harga akibat pasokan yang meningkat dari Brazil dan Vietnam. Pertumbuhan ekonomi
Sulsel pada triwulan II 2017 diperkirakan berada pada kisaran 7,5%-7,9% (yoy).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
12 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Tabel 1.1. Pertumbuhan (%, yoy) Ekonomi Menurut Komponen Pengeluaran (triwulanan)*
2015 2016* 2017**
Komponen 2013 2014
I II III IV TOTAL I II III IV TOTAL I
1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 5.96 5.92 5.30 5.50 5.02 5.34 5.29 5.28 5.62 5.73 5.29 5.48 5.54
2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 10.36 11.26 (2.49) (2.13) 2.90 6.28 1.13 4.66 4.48 3.98 0.16 3.26 6.58
3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 2.70 1.88 7.83 3.17 8.69 10.92 8.09 3.42 8.37 (3.52) (7.43) (1.34) 3.75
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 11.11 8.82 5.13 6.02 10.06 10.73 8.08 9.33 9.84 6.63 2.96 7.02 7.36
5. Perubahan Inventori (26.91) (124.47) (193.14) 76.37 201.48 (132.85) (579.81) 64.13 (54.29) (49.80) 10.52 (28.52) (32.02)
6. Ekspor 2.24 14.10 (6.32) (4.50) (8.18) (26.99) (11.40) (40.31) (28.62) (32.23) (28.70) (32.72) 27.01
7. Impor 0.31 1.80 0.21 (6.83) (3.12) (2.02) (3.00) (36.62) (32.62) (42.68) (29.62) (34.98) 11.35
PDRB 7.62 7.54 5.90 7.89 7.50 7.30 7.17 7.27 8.02 6.78 7.60 7.41 7.52
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Bank Indonesia
*) Angka Sangat Sementara
Net Perubaha
Ekspor, - n Dilihat dari andilnya terhadap PDRB, komponen konsumsi
0.7% Persediaa
n, 0.9%
RT dan PMTB masih menjadi penyumbang terbesar di
triwulan I 2017. Pangsa konsumsi RT mencapai di atas 50%
dari total PDRB, sementara pangsa PMTB mencapai di atas
PMTB,
37.17% 30% pada triwulan I 2017. Kelompok pengeluaran lain yang
Share PDRB
Konsumsi memiliki share cukup tinggi (di atas 5%) adalah konsumsi
Tw I 2017 RT, 55.4%
pemerintah. Sementara kelompok pengeluaran yang
memiliki pangsa di bawah 5% adalah net ekspor-impor,
Konsumsi
Pemerintah, konsumsi LNPRT, dan perubahan inventori (1%).
6.0% Konsumsi
LNRT,
1.3%
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 1.2. Pangsa PDRB Sulsel Menurut Pengeluaran (ADHB)

1.2.1 Konsumsi
Secara agregat, pengeluaran konsumsi tumbuh positif yang didorong seluruh komponen konsumsi. Total konsumsi
triwulan I 2017 tumbuh 5,38% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 2,45% (yoy). Konsumsi rumah tangga
tumbuh 5,54% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya 5,29% (yoy), sementara konsumsi LNPRT tercatat
tumbuh 6,58% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya 0,16% (yoy). Selain itu, pertumbuhan pengeluaran
pemerintah meningkat signifikan, dimana pada triwulan IV 2016 tumbuh terkontraksi -7,43% (yoy) menjadi 3,75% (yoy)
pada triwulan laporan.

Konsumsi rumah tangga tetap kuat pada triwulan I 2017 sehingga menopang pertumbuhan ekonomi. Konsumsi rumah
tangga yang kuat didorong oleh terjaganya inflasi serta Nilai Tukar Petani yang berada diatas 100. Selain itu, konsumsi
rumah tangga yang kuat tersebut terkonfirmasi dari pertumbuhan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang tumbuh positif
5,39% (yoy) atau 122,72 di triwulan I 2017.

Realisasi belanja pemerintah daerah yang tumbuh positif pada triwulan I 2017 turut mendorong pertumbuhan
pengeluaran konsumsi. Realisasi belanja hingga triwulan I 2017 sebesar Rp715,68 miliar atau 7,82% dari target Rp9,15
triliun. Secara nominal pagu belanja tahun 2017 lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2016 yang hanya mencapai
Rp6,73 triliun. Peningkatan tersebut dikarenakan komponen belanja pegawai yang meningkat dari Rp1,23 triliun di tahun
2016 menjadi Rp3,14 triliun di tahun 2017. Peningkatan komponen belanja pegawai diperkirakan karena terdapatnya
peralihan beban gaji 16 ribu guru menengah atas ke provinsi.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 13
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

Indeks Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) 160 Indeks %, yoy 30


% yoy
150 Growth yoy (%) - Skala Kanan 20 140 126.54 25
125.90
134.83
15 120 20
140
122.72 10 15
130 100
6.10 5 10
5.39
80
120 0 5.12 4.76 5
60
110 (5) 0
(10) 40 (5)
100
(15) 20 (10)
90 (20) 0 (15)
80 (25) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II*
2012 2013 2014 2015 2016 2017
2012 2013 2014 2015 2016 2017 Indeks Penjualan Eceran gIndeks - Skala Kanan
*) Data hingga April 2017 *) Data hingga Juli 2016
Sumber: Survei Konsumen Sumber: Survei Penjualan Eceran
Grafik 1.3. Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1.4. Indeks Penjualan Eceran

Penyaluran kredit konsumsi meningkat. Kredit konsumsi


Kredit Konsumsi gKredit Konsumsi - Skala Kanan
yang disalurkan perbankan pada triwulan I 2017 tumbuh Rp Triliun 46.78 %, yoy
50 46.33 30
14,22% (yoy) atau sebesar Rp46,33 triliun lebih besar 45
40 25
dibandingkan di triwulan IV 2016 sebesar Rp45,80 triliun.
35 20
Peningkatan pertumbuhan kredit terjadi di Kredit 30
25 15
Kepemilikan Rumah/Apartemen, kredit multiguna, dan 20
13.40
14.22

10
kredit rumah tangga lainnya yang masing-masing tumbuh 15
10 5
5,40% (yoy), 21,32% (yoy) dan 36,53% (yoy) di triwulan I 5
2017 dari sebelumnya yang hanya tumbuh masing- 0 0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II*
masing 4,16% (yoy), 19,84% (yoy) dan 34,53% (yoy). 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Kredit peralatan/perlengkapan rumah tangga juga
*) Data hingga April 2017
tumbuh meski melambat dari 56,64% (yoy) di triwulan IV
Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah
2016 menjadi 8,58% (yoy) di triwulan laporan. Grafik 1.5. Penyaluran Kredit Konsumsi

5.0 50 16 50
% (yoy)

% (yoy)
13.5
Rp Triliun
Rp Triliun

3.98
4.5 14 13.5
4.0 3.77 40 40
3.5 30 12
30
3.0 20 10
2.5 8 20
2.0 10
1.5 6
0 10
1.0 -6.56 4 5.404.50
-9.83 (10) 0
0.5 2
0.0 (20)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II* - (10)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II*
2012 2013 2014 2015 2016 2017
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) Pertumbuhan Kredit - Skala Kanan Kredit Pemilikan Rumah/Apartemen (KPR/A) Pertumbuhan Kredit - Skala Kanan
*) Data hingga April 2017
*) Data hingga April 2017
Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah
Grafik 1.6. Penyaluran Kredit Kendaran Bermotor (KKB) Grafik 1.7. Penyaluran KPR/A

1.2.2 Investasi
Investasi tumbuh meningkat di triwulan I 2017. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang merupakan indikasi dari
kegiatan investasi tumbuh 7,36% (yoy), meningkat bila dibandingkan dengan triwulan IV 2016 (2,96%; yoy). Sementara
itu, realisasi belanja modal APBN tercatat lebih tinggi 8,86% atau Rp396,90 miliar pada triwulan I 2017 dibandingkan
dengan triwulan I 2016 yang mencapai 7,94%. Peningkatan realisasi belanja modal tersebut sejalan dengan realisasi
beberapa proyek baru seperti pembangunan power plant solar dengan kapasitas 302 KWP di Kab. Wajo dan Takalar,
pembangunan batas Kota Parepare- Kabupaten Enrekang, fish processing factory di Pelabuhan Untia, dan berlanjutnya
pembangunan pembangunan Bendungan dan Jaringan Irigasi Pompengan Janeberang, Pembangunan Jalan Nasional,
Pembangunan Rumah Sakit, sekolah, dan lain-lain. Sementara itu, pada triwulan I 2017 realisasi belanja modal mencapai
Rp1,02 miliar atau 0,10% dari target, lebih rendah dibandingkan triwulan I 2016 yang mencapai 0,12%.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
14 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Investasi yang tumbuh positif di triwulan I 2017 terkonfirmasi dari penyaluran kredit dan kinerja impor barang modal.
Penyaluran kredit investasi di periode laporan tumbuh 4,84% (yoy) atau sebesar Rp23,60 triliun dari triwulan sebelumnya
sebesar Rp23,08 triliun. Di sisi lain meski impor barang modal melambat, namun tetap tumbuh positif 63,23% (yoy) atau
mencapai USD54,69 juta di periode laporan.

Impor Barang Modal gImpor Barang Modal Kredit Investasi gKredit Investasi - Skala Kanan
US$ Juta 23.60 %, yoy
140 %, yoy 250 25 Rp Triliun 23.05 50

120 200
20 40
100 150
100 30
80 15
50 20
60 10
0
10
40 (50) 4.84
5 0
20 (100) -1.22

0 (150) 0 (10)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II*

2012 2013 2014 2015 2016 2017 2012 2013 2014 2015 2016 2017

*) Data hingga April 2017

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah


Grafik 1.8. Impor Barang Modal Grafik 1.9. Penyaluran Kredit Investasi

Selain dari sisi pemerintah, investasi yang dilakukan oleh pihak swasta juga tumbuh meningkat. Investasi swasta yang
meningkat di triwulan I 2017 (yoy) terlihat dari rencana proyek baru yang mengalami peningkatan. Berdasarkan data BCI
Asia, jumlah proyek infrastruktur yang dimulai di triwulan I 2017 didorong pembangunan gedung baru, perumahan,
apartemen dan supermarket. Proyek infrastruktur swasta yang dimulai pada triwulan laporan yaitu pembangunan energi
listrik di Kabupaten Sidrap dan Kabupaten Maros dengan kapasitas 150 KV, PLTU Barru 2 dengan kapasitas 100 MW,
perumahan, sekolah, rumah sakit, dan pusat perbelanjaan.

Sementara itu, komponen perubahan inventori hasil olahan industri nikel tumbuh meningkat. Komponen perubahan
inventori di periode pelaporan tercatat 158,99% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan posisi inventori nikel sebesar
-116,70% (yoy) di triwulan IV 2016, yang disebabkan oleh durasi shutdown yang lebih singkat akibat pemeliharaan yang
lebih cepat dibandingkan prediksi awal sehingga mendorong peningkatan produksi di triwulan I 2017.

Rp Milyar Nilai Proyek Infrastruktur Baru % yoy Posisi Stok gPerubahan Stok - Skala Kanan
16,000 Pertumbuhan Nilai Proyek - Skala Kanan 4,000 180 2,500
US$ Juta %, yoy
14,000 3,500 160
137 2,000
3,000 140
12,000
2,500 120 1,500
10,000 100
2,000 1,000
8,000 80
1,500
6,000 1,835 1,000 60 500
4,000 40 158.99
500 0
189.07 20
2,000 0
0 (500)
- (500) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016 2017
2012 2013 2014 2015 2016 2017
*) Angka Prakiraan
Sumber: BCI Asia, diolah Sumber: Produsen, diolah
Grafik 1.10. Nilai Proyek Investasi Infrastruktur Sulsel Grafik 1.11. Perubahan Inventori Produsen Nikel

Proyek-proyek multiyears masih akan menjadi motor investasi di Sulsel. Banyaknya proyek infrastruktur berskala besar
di Sulsel diperkirakan masih akan menjadi motor pertumbuhan investasi di Sulsel, yang salah satunya adalah
pembangunan Makassar New Port (MNP). Menurut informasi anekdotal dan FGD yang dilakukan, perkembangan MNP
Tahap 1 A sudah mencapai 30% yaitu pembangunan dermaga, dengan dana mencapai Rp1,8 triliun hingga tahun 2018.
Selain itu, terdapat beberapa tahapan MNP dengan total investasi mencapai lebih dari Rp8 triliun, yaitu:

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 15
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

Tahap IA Tahap IB dan IC Tahap II

2015-2018 2019-2025 2026-2030


Panjang Dermaga 320 m panjang dermaga IB 330 m Panjang Dermaga 1.000 m
Lapangan Kontainer 16 Ha Panjang Dermaga IC 350 m Luas 112 ha
Kapsitas 50.000 TEUs Kapasitas 1 juta TEUs Kapsitas 2 Juta TEUs
Total Investasi Rp. 1,8 T Total Investasi Rp 7,5 T

Sumber: berbagai sumber, diolah

Sampai dengan saat ini, realisasi proyek Kereta Api Makassar Parepare mencapai 20 Km dan masih terkendala
pembebasan lahan dan pembiayaan. Menurut informasi anekdotal, pemerintah pusat telah menganggarkan proyek
Kereta Api Makassar Parepare sebesar Rp500 miliar di tahun 2017, atau mencapai Rp5 triliun di tahun 2017-2019.
Sementara itu, pembangunan smelter oleh beberapa perusahaan diperkirakan mulai produksi pada akhir tahun 2016,
sedangkan Pembangkit Listrik Tenaga Angin dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap dalam tahap pengembangan.
Tabel 1.2. Perkembangan Proyek Multiyears di Sulsel
No Nama Proyek Rencana Pengembangan Perkembangan Terakhir
1 Proyek KA Makassar-Parepare Merupakan bagian dari proyek perkeretaapian Trans Konstruksi telah mencapai 10 Km.
Sulawesi ditargetkan akan sepanjang 2.000 km dari Pembebasan lahan tahap I sepanjang 30
Makassar ke Manado. Km telah selesai 90%.
Rencana pembangunan 23 stasiun darim total Alokasi anggaran 2015
panjang 145,23 km - APBD Rp100 milyar
- APBN Rp971 milyar
Alokasi anggaran 2016
- APBN Rp1,3 triliun
Progres: pemasangan rel kereta api
2 PLTU Jeneponto tahap II Tahap I telah dioperasikan pada tahun 2012 Groundbreaking pada bulan Maret 2015
Kapasitas PLTU Jeneponto tahap II 2x135 MW (gross
capacity) atau 2x125 (net capacity)
Rencana pembangunan 18 bulan
Nilai proyek (turn key) sebesar Rp 3 triliun
3 Smelter PT. A Total Investasi : 6 Triliun Rupiah Progress terakhir : Pematangan Lahan
Produk utama : Feronikel. Estimasi selesai pembangunan: Februari
Kapasitas Produksi : 1 Juta metrik ton per tahun 2016
Estimasi uji coba: Februari 2016
Estimasi produksi: Semester II 2017

4 Smelter PT. B Total Investasi : USD 130 Juta Progress terakhir : Proses Konstruksi
Produk utama : Feronikel. Estimasi selesai pembangunan: Februari
Kapasitas Produksi : 50.000 metrik ton per tahun 2016
Estimasi uji coba: Februari 2016
Estimasi produksi: Semester II 2017
5 Smelter PT. C Total Investasi : USD 300 Juta Progress terakhir : Pembebasan Lahan
Produk utama : Feronikel. Estimasi produksi : Semester II 2017
Kapasitas Produksi : 300 ribu metrik ton per tahun
6 PLT Tenaga Angin Rencana lokasi di Kab. Jeneponto dan Sidrap. Studi Kelayakan
Sumber dan APBD Target selesai: 2018
Rencana kapasitas 80-250 KW tenaga listrik
7 Pembangunan Underpass Total Investasi: Rp175 Miliar Progress terakhir : Pengeboran Underpass
Simpang Mandai Underpass: 1.050 M Estimasi Pembangunan: 2015-2017
8 Pelebaran Jalan Maros- Total Investasi: 125,520 Milyar / 1,85 T Progress terakhir :1.5 Km Sudah Teraspal
Watampone (alokasi/kebutuhan) dari Target 15, 84 Km
Estimasi Pembangunan: 2015-2017
9 Pembangunan Elevated Road Total Investasi: 169,745 Milyar / 473,954 Milyar Progress terakhir :Land Clearing dan
Segmen I (alokasi/kebutuhan) Persiapan Pemancangan
Estimasi Pembangunan: 2015-2017
10 Pembangunan Jalan dan Total Investasi: 251,249 Milyar / 1.351 T Progress terakhir : penimbunan, dan land
Jembatan Bypass (alokasi/kebutuhan) clearing
Mamminasata Estimasi Pembangunan: 2015-2018
11 Pembangunan Jalan dan Total Investasi: 219,836 Milyar / 526,98 Milyar Progress terakhir : land clearing,
Jembatan Middle Ring Road (alokasi/kebutuhan) pembebasan lahan, dan pemasangan batu
dan persiapan pembangunan jembatan
Estimasi Pembangunan: 2015-2018
Sumber: Pelindo, Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VI, dan berbagai sumber lainnya

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
16 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Selain berbagai proyek tersebut di atas, juga terdapat proyek yang terkait dengan ketahanan pangan. Pada dasarnya
proyek ini merupakan proyek multiyear yang diperkirakan akan turut mendorong ekonomi Sulsel ke depan, antara lain
Bendung Baliase, Bendungan Karalloe, Bendungan Paselloreng, dan Waduk Tunggu Nipa Nipa. Total anggaran proyek
multiyear yang bersumber dari APBN diperkirakan sebesar Rp1,9 triliun.
Tabel 1.3. Perkembangan Proyek Multiyears di Sulsel
No Nama Proyek Rencana Pengembangan Perkembangan Terakhir
1 Bendung Baliase Lokasi : Kabupaten Luwu Utara Progres terakhir: Pembangunan fisik 41,92%
Target : Desember 2015 Desember 2019 (data per April 2017)
APBN : 200 Miliar Agts 2015: Penandatanganan MOU
Sept 2015 : Pembebasan Lahan
Des 2015: Persiapan pembangunan (tenaga
kerja, peralatan, dan material)
2 Bendungan Karalloe Lokasi : Kabupaten Gowa Progres terakhir: Pembangunan fisik <20%
Target : Desember 2013 Desember 2017 (data per April 2017)
APBN : 397,24 Miliar 2014: Groundbreaking
2015: Pengadaan lahan (109,32 ha dari 215
ha)
3 Bendungan Paselloreng Lokasi : Kabupaten Wajo Progres terakhir : Pembangunan Fisik 53,8%
Target : Juni 2015 Desember 2019 (data per April 2017)
APBN : 701,47 Miliar Estimasi Pembangunan: 2016

4 Waduk Tunggu Nipa Nipa Lokasi : Kabupaten Maros dan Gowa Progress terakhir : Pembebasan Lahan
Target : Desember 2015 Desember 2017 Estimasi Pembangunan: 2016
APBN : 400 Miliar
Sumber: Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang

1.2.3 Ekspor dan Impor


Ekspor Sulsel di triwulan I 2017 mengalami pertumbuhan yang meningkat. Nilai ekspor dengan tujuan luar negeri (LN)
tumbuh 14,08% (yoy), meningkat dibandingkan dengan triwulan IV 2016 yang tercatat tumbuh terkontraksi -4,20% (yoy).
Sedangkan ekspor dengan tujuan Dalam Negeri (DN) tumbuh 32,80% (yoy) di periode laporan, setelah sebelumnya
tumbuh terkontraksi -43,37% (yoy). Membaiknya ekspor LN diperkirakan karena menguatnya negara mitra dagang Sulsel
seperti Jepang dan Tiongkok. Sementara itu, ekspor DN yang meningkat diperkirakan akibat tingginya volume muat
barang dalam negeri yang tercatat di pelabuhan Makassar pada periode laporan mencapai 1,05 juta ton lebih tinggi
dibandingkan volume muat triwulan sebelumnya yang mencapai 997 ribu ton. Meski demikian, volume muat lebih kecil
dibandingkan dengan volume bongkar yang mencapai 1,3 juta ton.

Volume Ekspor gVolume Ekspor - Skala Kanan Volume Muat Barang Dalam Negeri gVolume Muat - Skala Kanan
gNilai Ekspor - Skala Kanan
1,600 Ribu Ton %; yoy 40
600 Ribu Ton %; yoy 250 1,400 30
200 1,200 1,051 20
500
1,000
150 10
400 800
100 0
300 600
50 -8.99 (10)
200 400
0 (20)
200
100 (50) 0 (30)
0 (100) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 2012 2013 2014 2015 2016 2017
2013 2014 2015 2016 2017
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan
Grafik 1.12. Volume Ekspor Nonmigas Grafik 1.13. Volume Barang yang Dimuat

Membaiknya kinerja ekspor (LN) tidak lepas dari meningkatnya kinerja ekspor Nikel. Hal ini dikarenakan pangsa ekspor
Nikel menyumbang 55,12% dari total ekspor LN Sulsel di triwulan I 2017. Nilai ekspor nikel tercatat mengalami
pertumbuhan 28,01% (yoy) membaik dibandingkan dengan pertumbuhan di periode sebelumnya yang mencapai 2,81%
(yoy). Peningkatan nilai ekspor ini tidak terlepas dari tetap kuatnya harga komoditas nikel di pasar internasional.
Sepanjang triwulan I 2017, harga nikel mencapai USD10.274,34/mt atau tumbuh 20,78% (yoy), dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tumbuh 14,44% (yoy).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 17
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

Nikel
Ekspor Nikel Matte gEkspor - Skala Kanan $/mt %, yoy
25,000.0 gHarga - Skala Kanan 40
350 Juta USD %, yoy 120 30
100 20,000.0 20.8
20
300
80
8.2 10
250 60 15,000.0
10,274.34 0
200 40
20 9,609.28 (10)
10,000.0
150 0 (20)
100 (20) 5,000.0 (30)
(40) (40)
50
(60) 0.0 (50)
0 (80) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II*
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016 2017
2012 2013 2014 2015 2016 2017
*) Data hingga April 2017

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: World Bank


Grafik 1.14. Nilai Ekspor Nikel Matte Grafik 1.15. Perkembangan Harga Nikel

Selain nikel, nilai ekspor beberapa komoditas unggulan Sulsel juga mengalami perbaikan. Pertumbuhan nilai ekspor
komoditas olahan kakao dan udang meningkat masing-masing 17,74% (yoy) dan 33,65% (yoy) dari triwulan sebelumnya
yang tumbuh -11,49% (yoy) dan 9,07% (yoy). Membaiknya permintaan dari Negara mitra dagang menjadi salah satu
pendorong kinerja ekspor komoditas ini. Sementara itu, pertumbuhan nilai rumput laut dan biji kakao mengalami
kontraksi yang disebabkan oleh menurunnya produksi rumput laut dan harga komoditas kakao yang menurun.
Pertumbuhan ekspor rumput laut dan biji kakao masing-masing menurun dari -3,05% (yoy) dan -2,37% (yoy) di triwulan IV
2016 menjadi -24,98% (yoy) dan -43,64% (yoy) di triwulan I 2017. Penurunan ekspor rumput laut disebabkan oleh
produksi menurun, sementara untuk biji kakao lebih disebabkan oleh harga komoditas yang menurun.

Kinerja perekonomian negara-negara mitra dagang Sulsel membaik meski masih belum pulih sepenuhnya. Bila
mengacu pada Purchasing Manager Index (PMI) yang dirilis oleh Markit Survey, diketahui bahwa negara mitra dagang
utama Sulsel seperti Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat dan Eropa mengalami peningkatan, meskipun Tiongkok
menunjukkan kinerja yang stabil pada lapangan usaha manufaktur di triwulan I 2017. Untuk arah pada awal triwulan II
2017, kinerja lapangan usaha manufaktur Eropa dan Korea Selatan menunjukkan peningkatan, meski Jepang, Tiongkok
dan Amerika serikat mengalami penurunan. Meski mengalami penurunan, PMI Negara mitra dagang Sulsel masih berada
diatas 50 yang mengindikasikan bahwa industri manufaktur Negara tersebut masih berada dalam fase ekspansi.

250% YOY YOY 2500% Jepang Tiongkok AS Zona Eropa Korea Selatan
200% 2000% 58
Indeks
55.6 56.7
150% 56
1500%
55.5 54.8
100% 54
1000% 52.9
50% 52.7
52 51.3
500%
0% 50 50.3
49.4
-50% 0% 48.9
48
-100% -500% 46
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II*
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2013 2014 2015 2016 2017

Rumput Laut Udang Biji Kakao Olahan Kakao - skala kanan

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Trading Economics, Markit Survey


Grafik 1.16. Pertumbuhan Nilai Ekspor Komoditas Unggulan Grafik 1.17. Purchasing Managers Index

Di sisi lain, impor Sulsel di triwulan I 2017 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Impor di
triwulan I 2017 tercatat tumbuh 11,35% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh terkontraksi
-29,62% (yoy). Peningkatan impor terkonfirmasi dari peningkatan impor luar negeri (LN) yang didominasi oleh komponen
non migas. Nilai impor LN tercatat tumbuh 72,75% (yoy) meningkat signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat 41,26% (yoy). Di sisi lain, impor dalam negeri (DN) tercatat tumbuh negatif -0,04% (yoy), membaik dari triwulan
sebelumnya yang terkontraksi lebih dalam -38,24% (yoy). Impor Dalam Negeri yang meningkat tercermin dari kegiatan
bongkar barang dalam negeri di pelabuhan Makassar yang tumbuh 8,62% (yoy) atau mencapai 1,38 juta ton, lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan di triwulan IV 2016 yang tumbuh -2,47% (yoy).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
18 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Total Volume Impor Volume Bongkar Barang Dalam Negeri gVolume Bongkar - Skala Kanan
gVolume Impor (yoy) - Skala Kanan 2,000 30
600 Juta Ton 250 Ribu Ton %; yoy
gNilai Impor (yoy) - Skala Kanan %, yoy 1,800 25
500 200 1,378 20
1,600
150 1,400 15
400
100 1,200 8.62 10
300 1,000 5
50 800 0
200
0 600 (5)
100 400 (10)
(50)
200 (15)
0 (100) 0 (20)
II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015 2016 2017 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Kantor Administrasi Pelabuhan


Grafik 1.18. Volume Impor Nonmigas Grafik 1.19. Volume Barang yang Dibongkar

Jika dilihat secara lebih rinci, nikel matte masih merupakan komoditas dengan pangsa terbesar dalam struktur ekspor,
sedangkan mesin-mesin/pesawat mekanik menjadi penyumbang terbesar dalam impor di triwulan I 2017. Pangsa nilai
ekspor komoditas nikel matte mencapai 55,12% dalam struktur ekspor luar negeri Sulsel, yang kemudian diikuti oleh ikan
dan udang, biji coklat dan coklat olahan dengan pangsa masing-masing 11,01% dan 9,51%. Untuk impor luar negeri,
pangsa nilai impor mesin-mesin/pesawat mekanik mencapai 30,30% dari total impor Sulsel di triwulan I 2017. Disusul
kemudian gandum-ganduman (19,04%) dan mesin dan peralatan listrik (18,84%).
Tabel 1.4. Peringkat Ekspor Menurut Komoditas Tabel 1.5. Peringkat Impor Menurut Komoditas
Nilai Ekspor Nilai Impor
No Komoditas (HS) Triwulan I 2017 Pangsa No Komoditas (HS) Triwulan I 2017 Pangsa
(USD) (USD)
1 Nikel 143,944,710 55.12% 1 Mesin-mesin/Pesawat Mekanik 60,892,836 30.30%
2 Ikan dan Udang 28,757,039 11.01% 2 Gandum 38,267,636 19.04%
3 Biji Coklat dan Coklat Olahan 24,833,294 9.51% 3 Mesin dan Peralatan Listrik 37,861,596 18.84%
4 Buah-Buahan 16,325,000 6.25% 4 Sisa Industri Makanan 13,000,024 6.47%
5 Biji-bijian berminyak dan Obat 13,795,428 5.28% 5 Barang dari besi dan baja 10,053,444 5.00%
6 Kayu, Barang dari Kayu 11,011,078 4.22% 6 Kapal laut dan bangunan terapung 6,977,348 3.47%
7 Garam, belerang, kapur 5,078,783 1.94% 7 Kapal Terbang dan Bagiannya 4,674,192 2.33%
8 Daging dan Ikan Olahan 4,850,583 1.86% 8 Pupuk 4,317,528 2.15%
9 Sisa Industri Makanan 4,718,415 1.81% 9 Produk Keramik 4,152,825 2.07%
10 Kopi,teh, rempah-rempah 2,236,204 0.86% 10 Biji Coklat dan Coklat Olahan 3,355,255 1.67%
11 Lainnya 5,579,914 2.14% 11 Lainnya 17,393,266 8.66%
TOTAL EKSPOR 261,130,450 100.00% TOTAL IMPOR 200,945,949 100.00%
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah

Berdasarkan negara tujuan, Jepang merupakan negara tujuan utama ekspor Sulsel, sedangkan Tiongkok merupakan
negara yang paling besar penyedia barang-barang yang diimpor Sulsel. Di triwulan I 2017, nilai ekspor Sulsel ke Jepang
mencapai 59,08% dari total ekspor Sulsel, yang kemudian diikuti oleh Amerika Serikat (12,01%), dan Tiongkok (6,29%).
Sementara dari sisi impor, sebagian besar barang yang masuk ke Sulsel berasal dari Tiongkok yang mencapai 63,15% dari
total impor Sulsel, yang kemudian diikuti oleh Australia (6,21%) dan Argentina (5,41%).
Tabel 1.6. Negara Tujuan Utama Ekspor Tabel 1.7. Negara Asal Utama Impor
Total Ekspor Total Impor
No Negara Tujuan Pangsa No Negara Asal Pangsa
FOB (USD) CIF (USD)
1 Jepang 154,281,771 59.08% 1 Tiongkok 126,891,814 63.15%
2 Amerika Serikat 31,359,440 12.01% 2 Australia 12,483,958 6.21%
3 Tiongkok 16,423,010 6.29% 3 Argentina 10,871,593 5.41%
4 Malaysia 16,397,211 6.28% 4 Amerika Serikat 10,082,810 5.02%
5 Vietnam 7,617,163 2.92% 5 Ukraina 9,264,272 4.61%
6 Belanda 3,876,416 1.48% 6 Kanada 9,150,608 4.55%
7 Australia 3,103,779 1.19% 7 Rusia 7,434,973 3.70%
8 Jerman 2,853,715 1.09% 8 Thailand 3,507,499 1.75%
9 Korea Selatan 2,832,859 1.08% 9 Malaysia 2,950,128 1.47%
10 Timor Leste 2,761,277 1.06% 10 Taiwan 1,374,049 0.68%
11 Lainnya 19,623,809 7.51% 11 Lainnya 6,934,244 3.45%
TOTAL EKSPOR 261,130,450 100.00% TOTAL IMPOR 200,945,949 100.00%
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 19
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

Defisit neraca perdagangan Sulsel menurun. Defisit neraca perdagangan Sulsel pada triwulan I 2017 mencapai Rp689
miliar, lebih rendah dari periode sebelumnya yang tercatat defisit Rp9,66 triliun. Defisit yang semakin turun pada neraca
perdagangan tersebut terjadi dikarenakan meningkatnya kinerja ekspor luar negeri. Kinerja ekspor yang membaik berada
pada komponen pertambangan dan industri pengolahan masing-masing tumbuh membaik dari -33,02% (yoy) dan 2,81%
(yoy) di triwulan IV 2016 menjadi masing-masing 28,01% (yoy) dan 21,55% (yoy) di triwulan I 2017.

Ekspor ADHB Impor ADHB Neraca Perdagangan Bersih - Skala Kanan Ekspor Luar Negeri Nonmigas
Impor Luar Negeri Nonmigas
25,000 2,000 Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri Nonmigas - Skala Kanan
20,000 0 800 700
US$ Juta US$ Juta
15,000 (2,000) 600 600
10,000 (4,000) 500
400
5,000 400
(6,000) 200
0 300
(8,000)
(5,000) 0
(10,000) 200
(10,000) (200)
(15,000) (12,000) 100
(14,000) (400) 0
(20,000)
(25,000) (16,000) (600) (100)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
Rp Miliar Rp Miliar
2012 2013 2014 2015 2016* 2017** 2012 2013 2014 2015 2016* 2017**

Keterangan: *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara Keterangan: *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara

Sumber: BPS Sumber: Bea Cukai, diolah


Grafik 1.20. Neraca Perdagangan Bersih Grafik 1.21. Neraca Perdagangan Bersih Luar Negeri

1.3. Sisi Lapangan Usaha


Pertumbuhan ekonomi Sulsel yang melambat di triwulan I 2017 terutama disebabkan oleh melambatnya lapangan
usaha Pertanian, Kehutanan Dan Perikanan; serta Perdagangan Besar Dan Eceran. Pertumbuhan Lapangan Usaha
Pertanian, Kehutanan Dan Perikanan Dan Perdagangan Besar Dan Eceran sebagai usaha utama di Sulsel melambat dari
masing-masing dari 25,65% (yoy) dan 9,93% (yoy) di triwulan IV 2016 menjadi masing-masing 10,71% (yoy) dan 7,67%
(yoy) di triwulan I 2017. Usaha lain yang mengalami perlambatan adalah Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi Dan
Makan Minum (6,35%; Yoy); Jasa Keuangan Dan Asuransi (3,88%; Yoy); Real Estate (4,15%; Yoy); Jasa Perusahaan (6,81%;
Yoy); Jasa Kesehatan Dan Kegiatan Sosial (7,42%; Yoy); Dan Jasa Lainnya (6,84%; yoy).

Kinerja Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian; Industri Pengolahan serta Konstruksi yang juga merupakan
lapangan usaha unggulan Sulsel, tumbuh menguat di triwulan I 2017. Peningkatan pertumbuhan di tiga lapangan usaha
unggulan tersebut dapat menopang perekonomian Sulsel untuk tetap tumbuh kuat. Lapangan Usaha Pertambangan Dan
Penggalian, Industri Pengolahan Dan Konstruksi tumbuh meningkat dari masing-masing -3,63% (yoy), 0,89% (yoy) dan
2,48% (yoy) di triwulan IV 2016 menjadi 7,96% (yoy), 4,48% (yoy) dan 6,99% (yoy) di triwulan I 2017. Lapangan usaha lain
yang tumbuh meningkat yaitu Lapangan Usaha Pengadaan Listrik Dan Gas Dari 2,82% (Yoy) Menjadi 8,63% (Yoy);
Transportasi Dan Pergudangan dari 0,24% (yoy) menjadi 1,26% (yoy); Informasi Dan Komunikasi dari 8,35% (yoy) menjadi
9,48% (yoy); Administrasi Pemerintahan dari -6,99% (yoy) menjadi 0,91% (yoy); dan Jasa Pendidikan dari 9,58% (yoy)
menjadi 6,84% (yoy).

Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi di triwulan II 2017 diperkirakan dalam tren meningkat. Peningkatan tren tersebut
di sebabkan oleh meningkatnya Lapangan Usaha Industri Pengolahan; Konstruksi; Perdagangan Besar Dan Eceran;
Transportasi Dan Pergudangan; Penyediaan Akomodasi Dan Makan Minum; Real Estate; Jasa Perusahaan; Administrasi
Pemerintahan; Jasa Pendidikan; Dan Jasa Kesehatan. Meningkatnya Lapangan Usaha Perdagangan Besar Dan Eceran;
Transportasi Dan Pergudangan; Penyediaan Akomodasi Dan Makan Minum dikarenakan meningkatnya aktivitas
masyarakat dalam menghadapi bulan Ramadhan yang jatuh pada bulan Mei 2017 dan lebaran yang jatuh pada bulan Juni
2017. Pada Lapangan Usaha Industri Pengolahan, sesuai dengan informasi anekdotal bahwa Industri Menengah dan Kecil
(IMK) khususnya industri makanan dan minuman, akan mendorong produksi di triwulan II 2017. Selain itu, pada Lapangan
Usaha Konstruksi diperkirakan terjadi peningkatan akibat beberapa proyek akan mulai direalisasikan pada triwulan II 2017
karena lelang telah dilaksanakan sejak triwulan I 2017.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
20 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Tabel 1.8. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan usaha Ekonomi


2015 2016* 2017**
Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010 2013 2014
I II III IV TOTAL I II III IV** TOTAL I
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 4.93 10.02 3.66 11.78 5.35 1.64 5.81 0.88 4.26 5.44 25.65 8.08 13.58
B Pertambangan dan Penggalian 5.68 11.11 2.40 7.51 11.49 7.80 7.42 2.04 4.50 1.58 -3.63 0.97 7.96
C Industri Pengolahan 9.22 9.00 7.09 6.89 3.73 9.36 6.80 13.16 9.03 10.72 0.89 8.15 4.48
D Pengadaan Listrik dan Gas 8.04 16.98 5.75 -5.16 -5.08 -0.33 -1.38 10.11 17.35 17.33 2.82 11.52 8.63
E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 5.50 2.13 0.58 -0.26 -2.54 3.74 0.34 3.46 4.72 6.93 6.65 5.44 5.58
F Konstruksi 10.57 6.29 7.20 5.88 9.16 10.75 8.32 9.32 9.74 6.13 2.48 6.75 6.99
G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 7.23 7.20 5.62 6.61 9.12 10.08 7.89 8.86 11.00 9.65 9.93 9.87 7.31
H Transportasi dan Pergudangan 6.36 1.24 3.34 7.28 10.50 6.04 6.82 13.57 8.99 9.21 0.24 7.84 1.26
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6.76 7.82 5.60 3.99 5.45 8.13 5.81 9.79 8.93 8.72 6.60 8.47 6.35
J Informasi dan Komunikasi 14.07 5.75 7.34 7.46 8.11 8.69 7.92 8.18 8.05 7.92 8.35 8.13 9.48
K Jasa Keuangan dan Asuransi 8.88 5.76 9.96 2.95 9.24 7.56 7.41 9.65 17.38 12.10 15.44 13.63 3.88
L Real Estate 8.98 7.97 8.88 7.55 7.21 6.01 7.39 7.04 6.93 5.40 6.16 6.37 4.15
M,N Jasa Perusahaan 6.97 6.76 4.77 4.48 6.79 7.40 5.87 7.89 7.73 8.07 7.81 7.88 6.81
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 3.07 2.32 5.19 7.08 9.29 8.78 7.64 5.48 6.23 -7.66 -6.99 -1.06 0.91
P Jasa Pendidikan 7.72 4.65 8.90 9.07 9.56 2.35 7.25 7.69 9.19 8.00 2.99 6.86 7.13
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8.25 10.23 7.41 7.75 11.35 10.55 9.31 9.55 8.38 7.53 8.43 8.45 7.42
R,S,T,U Jasa lainnya 7.14 7.57 9.42 8.16 8.16 10.20 8.99 9.71 9.97 9.98 9.58 9.81 6.84
PDRB 7.62 7.54 5.90 7.89 7.50 7.30 7.17 7.27 8.02 6.78 7.60 7.41 7.52
PDRB Non Tambang 7.75 7.31 6.13 7.91 7.25 7.27 7.15 7.61 8.24 7.13 8.42 7.84 7.49
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Bank Indonesia
*) Angka sementara
**) Angka sangat sementara

Dilihat dari andil terhadap PDRB, lapangan usaha Pertanian


masih menjadi penyumbang terbesar di triwulan I 2017. Pangsa
usaha Pertanian terhadap total PDRB di periode pelaporan
Pertanian,
Lainnya, 23.2% mencapai 23,23%. Usaha lainnya yang menjadi tumpuan
31.3% perekonomian Sulsel adalah usaha Industri Pengolahan,
Perdagangan, dan Konstruksi, yang masing-masing memiliki
Share PDRB pangsa terhadap total PDRB di atas 10%. Sementara untuk
Tw I 2017 Industri lapangan usaha pertambangan memiliki pangsa di kisaran 5%.
Pengolahan, Untuk lapangan usaha lainnya merupakan gabungan usaha non
Pertambangan, 14.0% utama.
5.5%
Konstruksi,
Perdagangan 12.6%
13.3%

Sumber: Badan Pusat Statistik


Grafik 1.22. Pangsa PDRB Sulsel Menurut Lapangan Usaha (ADHB)

1.3.1 Lapangan Usaha Pertanian, Kehutananan, dan Perikanan.


Musim panen dan telah berlalunya fenomena La Nina menjaga pertumbuhan di Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan,
Dan Perikanan. Meski terjadi perlambatan pada periode laporan, namun pertumbuhan usaha ini masih tinggi yaitu
mencapai 13,8% (yoy) dari periode sebelumnya yang tumbuh 25,65% (yoy). Peningkatan tersebut dikarenakan terdapat
panen raya yang terjadi di bulan Maret-April di sejumlah daerah utama pertanian seperti Kab. Sidrap, Soppeng, Pinrang
dan Barru.

Selain itu meningkatnya pertumbuhan Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan Dan Perikanan juga bersumber dari
peningkatan kinerja di sub usaha kehutanan (perkebunan). Volume ekspor komoditas kakao dan produk olahannya
sebagai salah satu indikator sub usaha perkebunan membaik dari -8,09% (yoy) di triwulan IV 2016 menjadi 3,07% (yoy) di
triwulan I 2017 atau 6,46 juta ton. Secara nilai, total ekspor kakao dan produk olahannya juga tercatat tumbuh meningkat
0,65% (yoy) atau USD24,83 juta dari periode sebelumnya yang tumbuh terkontraksi -0,32% (yoy).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 21
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

Juta Ton 35 YOY 200% Kakao gHarga - Skala Kanan


3.5 $/kg %, yoy 40.00
30 150%
3.0 30.00
25 100%
20.00
2.5 2.10
20 50% 1.97 10.00
2.0
15 0% 0.00
1.5
10 -50% (10.00)
1.0
5 -100% (20.00)
0.5 -29.7 (30.00)
- -150%
-36.1
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 0.0 (40.00)
2012 2013 2014 2015 2016 2017 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II*
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Ekspor Kakao dan Produk Olahannya Pertumbuhan - Skala Kanan
*) Data hingga April 2017
Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: World Bank
Grafik 1.23. Volume Ekspor Kakao dan Produk Olahannya Grafik 1.24. Harga Internasional Kakao

Di sisi lain, kinerja sub usaha perikanan menjadi faktor penahan pertumbuhan. Salah satu indikator yang menunjukkan
penurunan kinerja di subusaha perikanan adalah penurunan ekspor komoditas perikanan, baik dari sisi volume maupun
nilai. Secara volume, ekspor melambat 10,96% (yoy) pada triwulan I 2017, lebih rendah dari periode sebelumnya (38,12%
yoy), sementara secara nominal nilai ekspor juga melambat, dengan pertumbuhan triwulan I 2017 mencapai 3,70% (yoy)
lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2016 yang tumbuh 9,28% (yoy). Penurunan ekspor terjadi di komoditas ikan
lainnya seperti ikan cakalang.

7 YOY 60% 45 Juta USD YOY 30%


Juta Ton

6 50% 40 20%
40% 35
5 10%
30% 30
4 20% 25 0%
3 10% 20 -10%
0% 15
2 -20%
-10% 10
1 -20% -30%
5
- -30% 0 -40%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2013 2014 2015 2016 2017
Ekspor Ikan Pertumbuhan - Skala Kanan Ekspor Ikan Pertumbuhan - Skala Kanan

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah


Grafik 1.25. Volume Ekspor Komoditas Ikan Grafik 1.26. Nilai Ekspor Komoditas Ikan

Pertumbuhan di usaha pertanian Sulsel juga tercermin dari pertumbuhan kredit yang disalurkan perbankan ke usaha
pertanian. Di triwulan I 2017, kredit yang disalurkan ke usaha pertanian tumbuh 20,66% (yoy) atau mencapai Rp2,86
triliun. Angka pertumbuhan ini lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 31,27% (yoy).

Pertanian gKredit Pertanian - Skala Kanan

3.5 Rp Triliun %, yoy 90


2.862.93 80
3.0
70
2.5
60
2.0 50
1.5 40
30
1.0 20.97
20.66 20
0.5 10
0.0 0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II*
2012 2013 2014 2015 2016 2017
*) Data hingga April 2017

Sumber: Laporan Bank, lokasi proyek, diolah


Grafik 1.27. Perkembangan Kredit di Lapangan usaha Pertanian

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
22 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

1.3.2 Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian


Lapangan Usaha Pertambangan Dan Penggalian tumbuh meningkat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 7,96% (yoy),
lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang terkontraksi -3,63% (yoy). Volume ekspor pertambangan
mencapai 9,87 juta ton atau tumbuh 22,37% (yoy) pada triwulan I 2017, dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh
terkontraksi -29,41% (yoy). Sejalan dengan volume, nilai ekspor pertambangan tumbuh meningkat sebesar USD1,40 juta
atau tumbuh 28,01% (yoy) pada triwulan I 2017, dibanding periode sebelumnya yang terkontraksi -32,02% (yoy).

Ekspor Pertambangan gEkspor - Skala Kanan Ekspor Pertambangan gEkspor - Skala Kanan

80 Juta Ton %, yoy 250 9 Juta USD %, yoy 200


70 200 8
150
60 150 7
50 100 6 100
5
40 50 50
4
30 0
3 0
20 (50)
2
10 (100) (50)
1
0 (150) 0 (100)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Sumber: Bea Cukai, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah


Grafik 1.28. Volume Ekspor Pertambangan Grafik 1.29. Nilai Ekspor Pertambangan

Volume ekspor yang kuat disertai dengan harga komoditas yang tetap kuat diperkirakan mendorong usaha
pertambangan di triwulan laporan. Harga komoditas nikel yang membaik menjadi salah satu faktor utama membaiknya
kinerja lapangan usaha pertambangan. Rata-rata harga komoditas Nikel di triwulan I 2017 berada pada level
USD10.274,34 per metrik ton naik 20,77% (yoy) dibandingkan rata-rata pertumbuhan harga di triwulan sebelumnya yang
mencapai 14,44% (yoy).

Produksi Nikel dalam Matte (Ton Metrik) yoy (%) - Skala Kanan Penjualan Nikel dalam Matte (Ton Metrik) yoy (%) - Skala Kanan

25 70 25 60
Ribu

Ribu

60 50
20 17.2 50 20 17.2 40
40 30
15 30 15
20
20
10
10 10 10 4.85
1.95 0 0
5 (10) 5 (10)
(20) (20)
0 (30) 0 (30)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Sumber: Industri Pengolahan Nikel Sumber: Industri Pengolahan Nikel


Grafik 1.30. Produksi Nikel dalam Matte Grafik 1.31. Penjualan Nikel dalam Matte

Peningkatan Lapangan Usaha Pertambangan Dan Penggalian terjadi seiring dengan kinerja produksi nikel. Total
produksi Nikel Matte mencapai 17.224 metrik ton atau tumbuh 1,95% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan pada periode
sebelumnya yang terkontraksi -12,20% (yoy). Produksi nikel yang meningkat disebabkan oleh durasi shutdown atau
pemeliharaan tanur yang lebih singkat dibandingkan prediksi awal sehingga dapat mendorong produksi di triwulan I 2017.
Nilai perolehan hasil penjualan Nikel dalam matte mencapai 4,85% (yoy) dari sebelumnya yang terkontraksi -6,15% (yoy).

Sejalan dengan kinerja tambang nikel yang menguat, kredit di lapangan usaha pertambangan menunjukkan perbaikan.
Di periode I 2017, pertumbuhan kredit yang disalurkan perbankan ke lapangan usaha tambang naik menjadi -2,55% (yoy)
atau 396,94 miliar, dari triwulan sebelumnya -2,62% (yoy).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 23
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

80 (%; YOY) Pertambangan gKredit Pertambangan - Skala Kanan


%, yoy
60 0.7 Rp Triliun 80
0.6 60
40 40.9
0.5 0.40
28.2 0.40 40
20 16.9 0.4
8.2 20
0 0.3
-2.55 0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II* 0.2 -4.89
(20) (20)
2012 2013 2014 2015 2016 2017 0.1
(40) 0.0 (40)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II*
(60) Nikel Timah Seng Timah Hitam
2012 2013 2014 2015 2016 2017
*) Data hingga April 2017
*) Data hingga April 2017

Sumber: World Bank Sumber: LBU, diolah


Grafik 1.32. Harga Komoditas Tambang Grafik 1.33. Kredit Lapangan usaha Pertambangan

1.3.3 Lapangan Usaha Industri Pengolahan


Lapangan usaha industri pengolahan tumbuh meningkat. Lapangan usaha industri pengolahan pada triwulan I 2017
tumbuh 4,48% (yoy), jauh meningkat dari triwulan IV 2016 yang mencapai 0,89% (yoy). Kinerja Industri Mikro dan Kecil
(IMK) dan Industri Besar dan Sedang (IBS) yang meningkat di triwulan I 2017 ditengarai menjadi salah satu alasan
peningkatan di usaha industri pengolahan. Industri Mikro dan Kecil (IMK) dan Industri Besar dan Sedang (IBS) masing-
masing meningkat di triwulan I 2017 menjadi 6,20% (yoy) dan 12,30% (yoy) dibanding periode sebelumnya tumbuh 4,82%
(yoy) dan 0,53% (yoy).

IMK IBS Ekspor Industri gEkspor - Skala Kanan


25 %, yoy 500 Juta USD %, yoy 80
20 450
60
15 400
350 40
10
300 20
5 250
0 200 0
(5) 150 (20)
100
(10) (40)
50
(15) 0 (60)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Bea Cukai, diolah


Grafik 1.34. Pertumbuhan Industri Grafik 1.35. Nilai Ekspor Hasil Industri

Sejalan dengan kinerja industri pengolahan yang


Industri Pengolahan gKredit Industri Pengolahan - Skala Kanan
meningkat, kredit yang disalurkan perbankan ke %, yoy
10.0 Rp Triliun 60
lapangan usaha ini juga meningkat meski masih dalam 9.0 7.84 50
7.83
fase terkontraksi. Kredit yang disalurkan ke industri 8.0 40
7.0 30
pengolahan tercatat tumbuh negatif -1,75% (yoy) atau 6.0 20
5.0 10
Rp7,84 triliun membaik dari triwulan sebelumnya yang 4.0 0
-1.75

tumbuh -4,98% (yoy). Adanya perbaikan dari usaha 3.0 -9.95 (10)
2.0 (20)
industri pengolahan dikarenakan terdapat peningkatan 1.0 (30)
0.0 (40)
produksi tepung terigu Sulsel di periode laporan. Meski I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II*
demikian, kinerja usaha industri pengolahan tertahan 2012 2013 2014 2015 2016 2017
oleh kinerja perusahaan semen yang menurun akibat over
supply semen disaat penjualan retail melambat. Menurut Sumber: LBU
informasi anekdotal, 30% penjualan semen dipergunakan Grafik 1.36. Kredit Industri Pengolahan

untuk pembangunan proyek pemerintah, sementara


sisanya yaitu 70% merupakan penjualan ritel.

Ekspor komoditas hasil industri justru mengalami peningkatan. Nilai ekspor hasil industri di triwulan I 2017 meningkat
dari 2,81% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 21,55% (yoy) atau sebesar USD217,09 juta.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
24 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

1.3.4 Lapangan Usaha Pengadaan Listrik dan Gas


Kinerja lapangan usaha pengadaan listrik dan gas terakselerasi. Lapangan usaha ini tercatat mengalami pertumbuhan
8,63% (yoy) pada triwulan laporan. Angka ini meningkat dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat tumbuh 2,82%
(yoy). Peningkatan lapangan usaha ini sejalan dengan kredit yang disalurkan kepada lapangan usaha listrik, gas dan air
sebesar Rp2,84 triliun atau tumbuh 23,82% (yoy), lebih tinggi dari periode sebelumnya yang tumbuh terkontraksi -12,95%
(yoy). Selain itu, menurut informasi data BCI Asia bahwa beberapa proyek pembangkit listrik baru di Kabupaten Sidrap,
Maros dan Barru mulai merealisasikan pembangunan di triwulan laporan.

Listrik, Gas, dan Air gKredit Listrik, Gas, dan Air - Skala Kanan
Rp Triliun 2.84 %, yoy
3.0 2.77 250

2.5 200

2.0 150

1.5 100

1.0 50
27.34
23.82
0.5 0

0.0 (50)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II*
2012 2013 2014 2015 2016 2017
*) Data hingga April 2017

Sumber: LBU
Grafik 1.37. Kredit Lapangan usaha Listrik, Gas, dan Air

1.3.5 Lapangan Usaha Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah Daur Ulang
Lapangan Usaha Pengadaan Air tercatat mengalami perlambatan pertumbuhan. Lapangan usaha ini tumbuh 5,58%
(yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tumbuh 6,65% (yoy). Perlambatan ini tidak
tercermin dari pertumbuhan kredit pada listrik, gas dan air sebesar Rp2,84 triliun atau tumbuh 23,82% (yoy), lebih tinggi
dari periode sebelumnya yang tumbuh terkontraksi -12,95% (yoy).

1.3.6 Lapangan Usaha Konstruksi


Pada triwulan I 2017, Lapangan Usaha Konstruksi tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya, seiring
dengan realisasi beberapa infrastruktur di Sulsel. Pada triwulan laporan, lapangan usaha ini tumbuh 6,99% (yoy) lebih
tinggi dari pertumbuhan di periode sebelumnya yang mencapai 2,48% (yoy). Peningkatan usaha konstruksi dikarenakan
realisasi belanja modal telah mencapai Rp1,02 miliar atau 0,1% dari yang ditargetkan sebesar Rp1,06 triliun, relatif sama
dibandingkan pecapaian pada triwulan I tahun 2016 sebesar Rp1,05 miliar (0,12%). Belanja modal yang sudah terealisasi
yaitu untuk belanja peralatan/mesin, jalan/irigasi/jaringan, dan lainnya.

50 % YOY
60 % YOY Semen Bahan Konstruksi dari Logam
45 41.95
50 40
35
40
30
30 25
18.49
20
20
15
10 10
5
0
0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
-10 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016 2017
2012 2013 2014 2015 2016 2017

Sumber: Survei Penjualan Eceran Sumber: Survei Penjualan Eceran


Grafik 1.38. Penjualan Eceran Semen Grafik 1.39. Penjualan Eceran Bahan Konstruksi dari Logam

Peningkatan Lapangan Usaha Konstruksi terkonfirmasi oleh hasil Survei Penjualan Eceran (SPE). Indeks Penjualan
Eceran (IPE) bahan konstruksi dari logam tumbuh meningkat dari 40,52% (yoy) menjadi 41,95% (yoy) di triwulan laporan.
Diperkirakan bahan konstruksi dari logam meningkat akibat terdapat proyek pembangunan pembangkit listrik di
Kabupaten Sidrap, Maros dan Barru. Meski pertumbuhan IPE semen melambat namun tetap tumbuh postif dari 24,63%

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 25
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

(yoy) menjadi 18,49% (yoy). Penyaluran kredit ke lapangan usaha konstruksi tumbuh meningkat di angka 5,86% (yoy), dari
triwulan IV 2016 yang tercatat 2,78% (yoy).

Realisasi Pengadaan Semen Sulsel (Ton) Konstruksi gKredit Konstruksi - Skala Kanan
gRealisasi - Skala Kanan Rp Triliun %, yoy
900 %, yoy 20 8.0 40
Ribu Ton 6.71
800 6.63
15 7.0 35
700
6.0 30
600 539 10
8.17 5.0 25
500
5 4.0 20
400
300 -0.68 0 3.0 15
178
200 2.0 10
(5) 7.98
100 1.0 5.86 5
0 (10) 0.0 0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II* I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II*
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2012 2013 2014 2015 2016 2017

*) Data hingga April 2017 *) Data hingga April 2017

Sumber: Asosiasi Semen Indonesia Sumber: Laporan Bank, diolah


Grafik 1.40. Pengadaan Semen Grafik 1.41. Kredit kepada Lapangan usaha Konstruksi

1.3.7 Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Lapangan Usaha Perdagangan Besar Dan Eceran tercatat tumbuh melambat. Di triwulan laporan, lapangan usaha ini
tumbuh 7,31% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di periode sebelumnya yang tercatat 9,93% (yoy).
Pertumbuhan Lapangan Usaha Perdagangan juga terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan Eceran, terutama untuk
penjualan produk di kelompok suku cadang dan aksesoris. Menurunnya aktivitas masyarakat dan kembali pada pola
normanya pada triwulan laporan menahan pertumbuhan lapangan usaha ini. Meskipun pertumbuhan penyaluran kredit
ke lapangan usaha ini menunjukkan arah sebaliknya. Kredit ke lapangan usaha perdagangan tercatat mencapai Rp34,45
triliun atau tumbuh 6,06% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan di triwulan IV 2016 yang tumbuh 5,62% (yoy).

Perdagangan gKredit Perdagangan - Skala Kanan Bahan Bakar Kendaraan Bermotor


%, yoy %YOY
40.0 Rp Triliun
34.48 40
Barang Lainnya
40
35.0 34.45 35 Barang Budaya & Rekreasi
30
30.0 30
25.0 25 20
14.13
20.0 20 10
15.0 15
0 0.46
10.0 10 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I -3.91
5.0 6.06 5.86
5 (10)
2012 2013 2014 2015 2016 2017
0.0 0 (20)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II*
(30)
2012 2013 2014 2015 2016 2017
(40)
*) Data hingga April 2017

Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: Survei Penjualan Eceran


Grafik 1.42. Perkembangan Kredit Perdagangan Grafik 1.43. Penjualan Barang Eceran Riil

1.3.8 Lapangan Usaha Transportasi dan Penggudangan


Lapangan Usaha Transportasi Dan Penggudangan tumbuh meningkat di triwulan laporan. Lapangan usaha ini tercatat
tumbuh 1,26% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya 0,24% (yoy). Hal ini tidak sejalan dengan penyaluran kredit ke
lapangan usaha pengangkutan yang tercatat menurun -13,94% (yoy), setelah pada periode sebelumnya tumbuh -5,23%
(yoy).

Aktivitas pergudangan mengalami peningkatan. Volume bongkar muat barang di Pelabuhan Makassar meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan I 2017, volume bongkar muat mencapai 2,43 juta ton, atau tumbuh
0,23% (yoy), membaik dari periode sebelumnya yang tumbuh terkontraksi -2,16% (yoy).

Meski terdapat sedikit peningkatan volume bongkar muat barang di Pelabuhan Makassar dibandingkan triwulan
sebelumnya, namun pertumbuhan volume bongkar muat barang mengalami kontraksi. Pada triwulan I 2017, volume
bongkar muat barang mencapai 2,47 juta ton atau terkontraksi -2,16%, membaik dari kontraksi periode sebelumnya yang
tercatat -2,36% (yoy). Di sisi lain, lalu lintas penumpang pesawat udara menunjukkan penurunan, sejalan dengan
pertumbuhan penumpang laut yang juga mengalami kontraksi yang lebih dalam pada periode laporan.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
26 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Pengangkutan gKredit Pengangkutan - Skala Kanan Penumpang Penerbangan Domestik (Orang) yoy (%) - Skala Kanan
Rp Triliun %, yoy 1,200 % yoy 50
3.0 90

Ribu
2.15 80 955 40
1,000
2.5 70
2.15
60 30
2.0 800
50
20
40 600
1.5
30 10
1.0 20 400
10 0
0 -5.13
0.5 200 (10)
-13.94 (10)
-14.18
0.0 (20) 0 (20)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II* I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016 2017
2012 2013 2014 2015 2016 2017
*) Data hingga April 2017
Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: PT Angkasa Pura I
Grafik 1.44. Perkembangan Kredit Pengangkutan Grafik 1.45. Lalu Lintas Penumpang Pesawat Udara

Volume Bongkar Barang Dalam Negeri Volume Muat Barang Dalam Negeri Kedatangan Dalam Negeri Keberangkatan Dalam Negeri
gTotal Bongkar & Muat - Skala Kanan gPenumpang - Skala Kanan

3,500 Ribu Ton %, yoy 25 450 Ribu Orang 40


%, yoy
20 400 30
3,000
15 350
2,500 20
300
10 10
2,000 250
5
1,500 200 0
0.23 0 150
1,000 -10.28 (10)
(5) 100
500 (10) 50 (20)
0 (15) 0 (30)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Sumber: Otoritas Pelabuhan Makassar Sumber: Otoritas Pelabuhan Makassar


Grafik 1.46. Lalu Lintas Barang di Pelabuhan Makassar Grafik 1.47. Lalu Lintas Penumpang di Pelabuhan Makassar

1.3.9 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum


Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi Dan Makan Minum tumbuh lebih rendah. Di triwulan laporan lapangan usaha
ini tumbuh 6,35% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya 6,60% (yoy). Perlambatan yang
terjadi di usaha ini tercermin dari Kinerja lapangan usaha pariwisata yang tumbuh melambat. Pertumbuhan jumlah
kedatangan wisatawan manca Negara mengalami penurunan yang cukup signifikan. Jumlah kedatangan wisatawan
manca Negara di Sulsel mencapai 4.362 orang atau tumbuh 55,07% (yoy) dari periode sebelumnya yang tumbuh 84,14%
(yoy). Rata-rata tingkat penghunian kamar hotel berbintang juga mengalami penurunan dari 46,74% menjadi 44,74%.

60 %
Jumlah Kedatangan Wisman gWisman - Skala Kanan

50 44.74
8,000 Orang %, yoy 100
7,000 80 40
6,000 60
55.07
5,000 30
40
4,000 4,362
20
3,000 20
2,000 0
1,000 (20)
10
0 (40) TPK Sulsel
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 0
2012 2013 2014 2015 2016 2017 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016 2017

Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah


Grafik 1.48. Jumlah Wisatawan Mancanegara Grafik 1.49. Rata-Rata Tingkat Hunian Kamar Hotel Berbintang

Di sisi lain, perlambatan yang terjadi di usaha ini tidak sejalan dengan hasil Survey Penjualan Eceran (SPE) yang
dilakukan oleh Bank Indonesia. Hasil Survey Penjualan Eceran (SPE) pada bahan makanan, makanan jadi dan minuman
menunjukkan pertumbuhan yang meningkat menjadi 3,29% (yoy) atau sebesar 115,03 di periode laporan dari

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 27
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

sebelumnya yang tumbuh 1,91% (yoy). Jika dirinci pada subkelompok SPE, subkelompok bahan makanan memiliki
pertumbuhan 4,74% (yoy) menjadi 199,69 dari periode sebelumnya yang tumbuh 1,92% (yoy).

202 Indeks (%, yoy) 30


25
152 20
115.03 15
102 10
5
3.29
52 0
(5)
2 (10)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I (15)
-48 2012 2013 2014 2015 2016 2017 (20)
Makanan, Minuman & Tembakau Pertumbuhan - Skala Kanan

Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah


Grafik 1.50. Perkembangan Penjualan Pada Komoditas Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau

Perlambatan kinerja Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi Dan Makan Minum tercermin dari kinerja lapangan
usaha pariwisata yang tumbuh melambat. Pertumbuhan jumlah kedatangan wisatawan manca Negara mengalami
penurunan yang cukup signifikan. Jumlah kedatangan wisatawan manca Negara di Sulsel mencapai 4.362 orang atau
tumbuh 55,07% (yoy) dari periode sebelumnya yang tumbuh 84,14% (yoy). Rata-rata tingkat penghunian kamar hotel
berbintang juga mengalami penurunan dari 46,74% menjadi 44,74%.

1.3.10 Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi


Lapangan Usaha Informasi Dan Komunikasi tumbuh meningkat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 9,48% (yoy) di
periode laporan, lebih tinggi dari triwulan IV 2016 yang tumbuh 8,35% (yoy). Sesuai dengan informasi anekdotal,
peningkatan lapangan usaha ini akibat dari pengaruh subusaha komunikasi khususnya tarif pulsa ponsel pada tarif pulsa
suara yang meningkat.

1.3.11 Lapangan Usaha Jasa Keuangan


Lapangan Usaha Jasa Keuangan tumbuh 3,88% (yoy), lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya 15,44% (yoy).
Penurunan kinerja Lapangan Usaha Jasa Keuangan lebih dipengaruhi oleh kinerja perbankan di Sulsel, yang mengalami
perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Indikator utama yang melambat yaitu dana pihak ketiga (DPK) yang
berhasil dihimpun. Total DPK mencapai Rp81,54 triliun atau tumbuh 4,53% (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan total
DPK triwulan IV 2016 yang mencapai Rp81,97 triliun.

1.3.12 Lapangan Usaha Real Estate


Lapangan Usaha Real Estate tercatat terdeselerasi. Pada periode laporan, lapangan usaha ini tumbuh 4,15% (yoy) lebih
rendah dibandingkan pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang mencapai 6,16% (yoy). Perlambatan di lapangan usaha
ini sejalan dengan Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang dilakukan oleh KPw BI Sulsel. Pertumbuhan Indeks Harga
Properti Residensial (IHPR) pada tipe rumah kecil, menengah dan besar mengalami perlambatan.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
28 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

%, yoy
25

20

15

10

0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II*
2012 2013 2014 2015 2016 2017
UMUM KECIL MENENGAH BESAR
*) Angka Perkiraan

Sumber: Survei Harga Properti Residensial, diolah


Grafik 1.51. Perkembangan Indeks Harga Properti Residensial

1.3.13 Lapangan Usaha Jasa Perusahaan


Lapangan Usaha Jasa Perusahaan tumbuh lebih rendah di periode laporan. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 6,81%
(yoy) di triwulan I 2017, lebih rendah dari periode sebelumnya yang tercatat 7,81% (yoy). Perlambatan usaha ini tidak
tercermin dari pertumbuhan kredit yang disalurkan ke jasa dunia usaha yang menunjukkan peningkatan menjadi 20,11%
(yoy) atau sebesar Rp5,57 triliun, dari periode sebelumnya yang tumbuh 17,15% (yoy).

Jasa Dunia Usaha gKredit Jasa Dunia Usaha - Skala Kanan


%, yoy
6.0 Rp Triliun
5.40 70
60
5.0
50
4.0 40
30
3.0
15.78 20
2.0 10
0
1.0
(10)
0.0 (20)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II*
2012 2013 2014 2015 2016 2017

*) Data hingga April 2017

Sumber: Laporan Bank, diolah


Grafik 1.52. Perkembangan Kredit Jasa Dunia Usaha

1.3.14 Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Sosial Wajib


Lapangan Usaha Administrasi Pemerintahan tumbuh meningkat pada periode laporan. Lapangan Usaha Administrasi
Pemerintah tumbuh 0,91% (yoy) di triwulan I 2017, meningkat dari periode sebelumnya yang tumbuh terkontraksi -6,99%
(yoy). Membaiknya lapangan usaha administrasi pemerintahan akibat kinerja keuangan pemerintah yang meningkat di
periode laporan. Realisasi belanja APBN di triwulan I 2017 mencapai Rp2,45 triliun atau 13,92% dari yang ditargetkan
sebesar Rp17,59 triliun atau lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi pada triwulan I 2016 yang mencapai 12,34%.
Realisasi belanja APBD di triwulan I 2017 mencapai Rp715,68 miliar atau 7,82% dari target Rp9,15 triliun, lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan I 2016 yang mencapai 13,75%. Meski realisasi APBD rendah pada triwulan laporan, namun
upaya percepatan realisasi belanja pemerintah diperkirakan akan mulai diupayakan oleh pemerintah daerah.

1.3.15 Lapangan Usaha Jasa Pendidikan


Lapangan Usaha Jasa Pendidikan tumbuh meningkat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 7,13% (yoy) di triwulan I 2017,
lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2016 yang tumbuh 2,99% (yoy). Pertumbuhan lapangan usaha jasa pendidikan
terjadi seiring dengan telah dimulainya tahun ajaran baru pada bulan Januari Februari untuk sekolah tingkat
SD/SMP/MTs/SMA/MA. Hal ini terkonfirmasi dari hasil Survei Penjualan Eceran, yang menunjukkan penjualan kertas,
karton dan cetakan, serta alat tulis yang juga meningkat.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 29
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

Indeks (%; yoy) 120 Indeks (%; yoy) 30


250 102.70
206.45 60
204.27 50 100 20
200 12.64
40 80 10
150 30
60 0
20
14.54
100 12.71 10 40 (10)
0
50 20 (20)
(10)
0 (20) 0 (30)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

2012 2013 2014 2015 2016 2017 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Alat Tulis Pertumbuhan - Skala Kanan Kertas, Karton, Cetakan Pertumbuhan - Skala Kanan

Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah Sumber: Survei Penjualan Eceran, diolah
Grafik 1.53. Perkembangan Penjualan Alat Tulis Grafik 1.54. Perkembangan Penjualan Kertas, Karton dan Cetakan

1.3.16 Lapangan Usaha Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial


Lapangan usaha jasa kesehatan dan kegiatan sosial tumbuh melambat. Lapangan usaha ini tercatat tumbuh 7,42% (yoy)
di triwulan I 2017, lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh 8,43% (yoy). Perlambatan tersebut
diperkirakan berasal dari penurunan jasa dokter umum dan tarif laboratorium terhadap keseluruhan jasa kesehatan.
Meski demikian, kegiatan sosial diperkirakan menahan perlambatan di usaha ini. Hal ini dikonfirmasi dari kredit yang
disalurkan ke jasa sosial masyarakat yang meningkat dari 3,53% (yoy) menjadi 9,85% (yoy) atau Rp2,69 triliun.

Jasa Sosial Masyarakat gKredit Jasa Sosial Masyarakat - Skala Kanan


Rp Triliun %, yoy
3.0 2.75 50
2.69
2.5 40
30
2.0
20
1.5 12.27
9.85 10
1.0
0
0.5 (10)
0.0 (20)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II*
2012 2013 2014 2015 2016 2017

*) Data hingga April 2017

Sumber: Laporan Bank, diolah


Grafik 1.55. Perkembangan Kredit Jasa Sosial Masyarakat

1.4. Pertumbuhan Ekonomi Tanpa Lapangan Usaha Pertambangan


Pertumbuhan ekonomi non tambang memiliki pola yang sama dengan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Pada triwulan I 2017, pertumbuhan ekonomi non tambang tercatat tumbuh 7,49% (yoy) melambat dibandingkan periode
sebelumnya yang mencapai 8,42% (yoy). Hal ini menunjukkan bahwa Lapangan Usaha Pertambangan di periode laporan
merupakan salah satu penahan perekonomian Sulsel untuk tidak melambat lebih dalam. Perlambatan laju pertumbuhan
ekonomi non pertambangan utamanya disebabkan oleh perlambatan yang terjadi pada Lapangan Usaha Pertanian,
Perikanan Dan Kehutanan serta Lapangan Usaha Perdagangan Besar Dan Eceran. Namun demikian, Lapangan Usaha
Industri Pengolahan dan Lapangan Usaha Konstruksi yang mengalami akselerasi mampu menahan laju perlambatan yang
terjadi.

Dari sisi rasio komponen lapangan usaha terhadap total PDRB non pertambangan, Lapangan Usaha Pertanian,
Perikanan Dan Kehutanan masih mendominasi. Pangsa lapangan usaha tersebut sebesar 23,23%, diikuti dengan Industri
Pengolahan sebesar 14,0%, Perdagangan Besar Dan Eceran 13,33% dan Konstruksi 12,61%. Pada Lapangan Usaha Industri
Pengolahan, sesuai dengan informasi anekdotal bahwa Industri Menengah dan Kecil (IMK) khususnya industri makanan
dan minuman, akan mendorong produksi di triwulan II 2017. Selain itu, pada Lapangan Usaha Konstruksi diperkirakan
terjadi peningkatan akibat beberapa proyek akan mulai direalisasikan pada triwulan II 2017 karena lelang telah
dilaksanakan sejak triwulan I 2017.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
30 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Pada triwulan II 2017, lapangan usaha non pertambangan diperkirakan dapat tumbuh terakselerasi berada pada
kisaran 7,5%-7,9% (yoy). Akselerasi tersebut terjadi pada Lapangan Usaha Industri Pengolahan, Perdagangan Besar Dan
Eceran, Dan Konstruksi. Lapangan Usaha Perdagangan Besar Dan Eceran diperkirakan akan mengalami akselerasi akibat
konsumsi masyarakat yang meningkat pada perayaan Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN). Sementara itu, pada usaha
industri pengolahan, sesuai dengan informasi anekdotal bahwa Industri Menengah dan Kecil (IMK) khususnya industri
makanan dan minuman, akan mendorong produksi di triwulan II 2017. Selain itu, pada Lapangan Usaha Konstruksi
diperkirakan terjadi peningkatan akibat beberapa proyek akan mulai direalisasikan pada triwulan II 2017 karena lelang
telah dilaksanakan sejak triwulan I 2017.

20 % yoy

15

10

0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

(5) 2013 2014 2015 2016 2017

PDRB PDRB Non Tambang Lapangan Usaha Pertambangan

Sumber: BPS, diolah BI


Grafik 1.56. Perkembangan Ekonomi Non Pertambangan Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 31
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

Boks 1.A. Hasil Awal Pemetaan Riset Growth Strategy Provinsi Sulawesi Selatan

Pada awal tahun 2017, Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Sulsel tengah melakukan analisis Growth
Strategy untuk mengidentifikasi sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru. Selain itu, riset growth strategy
bertujuan untuk menggapai pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif agar strategi kebijakan pembangunan daerah dapat
berbasis upgrading dan deeping industri. Riset growth strategy menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Pada
metode kuantitatif, riset ini menggunakan metode perhitungan RCPA (Regional Comparative Productivity Advantage), LQ
(Labor Quotient), dan potential demand2. RCPA digunakan untuk membandingkan produksi subsektor tertentu di sebuah
provinsi dengan total produksi nasional subsektor dimaksud. Jika nilai RCPA > 1 menunjukkan bahwa provinsi tersebut
memiliki keunggulan komparatif. Sama halnya dengan RCPA, jika LQ bernilai > 1 menunjukkan bahwa provinsi tersebut
memiliki potensi tenaga kerja. Sementara itu, potential demand yaitu dengan melihat potensi pasar suatu subsektor
digambarkan melalui pertumbuhan impor dunia, dimana jika bernilai positif maka masih terdapat peluang pengembangan
komoditas impor tersebut. Di sisi lain, pada metode kualitatif menggunakan metode analisis SWOT (Strength, Weakness,
Opportunity, Threat) dan melalui focus group discussion (FGD) dalam mengidentifikasi sumber-sumber pertumbuhan
ekonomi baru.

Sebelum memilih komoditas unggulan tersebut, KPw BI Provinsi Sulsel telah mengelompokkan industri berdasarkan
kriteria kuadran. Kriteria kuadran tersebut mengacu pada kriteria sebagai berikut :
Tabel 1.A.1 Kriteria RCPA dan LQ
Kuadran Kriteria Keterangan
1 0 < LQ < 1, dan 0 < RCPA < 1 Low-Low tidak ada potensi baik dari sisi tenaga kerja di bidang itu atau dari sisi produksi
2 1 < LQ , dan 0 < RCPA < 1 High- tenaga kerja yang bekerja cukup banyak, bahkan bisa ekspor (LQ > 1), namun produksi di
Low bawah potensialnya
3 0 < LQ < 1, dan 1 < RCPA Low- tenaga kerja yang bekerja masih kurang, harus ditingkatkan, namun produksi sudah
High optimal
4 1 < LQ, dan 1 < RCPA High- Potensial baik dari sisi tenaga kerja di bidang itu (banyak tenaga kerja) dan dari sisi
High produksi

Sesuai dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), kami
telah mengempokkan industri berdasarkan kriteria kuadran. Dari total 91 industri yang berada di Sulawesi Selatan
berdasarkan KBLI, sebagian besar berada di kuadran 4. Sementara itu, industri lainnya berada di kuadran 1 dan kuadran 2,
sedangkan pada kuadran 3 tidak terdapat industri sesuai kriteria tersebut.

0<LQ<1, 0<RCPA<1 (Lo-Lo) 1<LQ, 0<RCPA<1 (Hi-Lo)

12
INDUSTRI PENGGILINGAN BAJA (STEEL ROLLING) INDUSTRI KECAP
INDUSTRI PENGUPASAN, PEMBERSIH DAN
SORTASI KOPI

1<LQ, 1<RCPA (hi-hi)



INDUSTRI PENGUPASAN, PEMBERSIHAN DAN
PENGERINGAN KAKAO
INDUSTRI PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN
43 0<LQ<1, 1<RCPA (Lo-Hi)

INDUSTRI PENGGILINGAN PADI DAN PENYOSOHAN


LAINNYA UNTUK BIOTA AIR LAINNYA BERAS
INDUSTRI PEMBEKUAN BIOTA AIR LAINNYA INDUSTRI PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN
INDUSTRI SEMEN LAINNYA UNTUK IKAN
INDUSTRI BARANG DARI MARMER DAN INDUSTRI PENGASAPAN IKAN
GRANIT UNTUK KEPERLUAN RUMAH TANGGA INDUSTRI BANGUNAN PRAFABRIKASI DARI KAYU
DAN PAJANGAN INDUSTRI BARANG DARI KULIT DAN KULIT BUATAN
INDUSTRI PENGOLAHAN ROTAN UNTUK KEPERLUAN TEKNIK/INDUSTRI
Not Available
INDUSTRI BARANG DARI MARMER DAN INDUSTRI MAKARONI, MIE DAN PRODUK
GRANIT UNTUK KEPERLUAN BAHAN SEJENISNYA
BANGUNAN INDUSTRI KAYU LAPIS
INDUSTRI RANSUM MAKANAN HEWAN INDUSTRI PEMBEKUAN IKAN
INDUSTRI PENGGILINGAN DAN PEMBERSIHAN INDUSTRI BARANG DARI SEMEN DAN KAPUR
JAGUNG UNTUK KONSTRUKSI
INDUSTRI PENGUPASAN DAN PEMBERSIHAN INDUSTRI PENGOLAHAN SARI BUAH DAN
BIJI-BIJIAN BUKAN KOPI DAN KAKAO SAYURAN
INDUSTRI PRODUK ROTI DAN KUE INDUSTRI PENGAWETAN KAYU
INDUSTRI BARANG DARI ASBES UNTUK INDUSTRI PENGGARAMAN/PENGERINGAN IKAN
KEPERLUAN BAHAN BANGUNAN INDUSTRI BARANG PLASTIK LEMBARAN
INDUSTRI TEPUNG TERIGU INDUSTRI KAYU LAPIS LAMINASI, TERMASUK
INDUSTRI VENEER DECORATIVE PLYWOOD
INDUSTRI MORTAR ATAU BETON SIAP PAKAI INDUSTRI BARANG JADI TEKSTIL SULAMAN
INDUSTRI PENGGERGAJIAN KAYU INDUSTRI PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN IKAN
INDUSTRI MINUMAN RINGAN DAN BIOTA AIR (BUKAN UDANG) DALAM KALENG

Gambar 1.A.1 Hasil Pengelompokkan Industri Berdasarkan Kuadran

2
Potential demand adalah kondisi dimana permintaan dunia positif

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
32 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Berdasarkan Tabel 1.A.1 dan Gambar 1.A.1 diatas, industri pengolahan coklat dan industri perikanan (termasuk
pengolahan rumput laut) merupakan industri yang dapat dikembangkan dalam mendorong sumber pertumbuhan
ekonomi baru. Pertimbangan pemilihan kedua industri tersebut karena coklat dan perikanan memiliki potensi baik dari
sisi tenaga kerja di bidang itu (banyak tenaga kerja) maupun dari sisi produksi. Selain itu, industri coklat dan perikanan
memiliki produk turunan yang cukup beragam. Pada bahan baku coklat, produksi berasal dari Kab. Gowa, Bulukumba,
Bantaeng, Bone, Sinjai, Wajo, Soppeng, Sidrap, Barru, Pinrang, Palopo, Luwu, Luwu Utara, dan Luwu Timur 3.
Pengembangan industri coklat4 diarahkan dari hulu ke produk hilir dengan tahapan sebagai berikut:

Cake dan fat


Cocoa liquor Industri coklat
Buah coklat
Cocoa cake Industri
Hulu Biji coklat Antara Cocoa butter Hilir makanan
Liquor (MASS) berbasis coklat
Cocoa powder

Sumber: Kementerian Perindustrian, 2010


Gambar 1.A.2. Tahapan Produk Coklat
Sementara itu, pada industri perikanan, produksi berasal dari Pangkep, Takalar, Bulukumba, Jeneponto, Sinjai, Wajo,
Barru, dan Pinrang. Pengembangan industri pengolahan ikan dapat diarahkan pada tahapan sebagai berikut:

Penggaraman Pengolahan
Pengalengan Pengasapan Pembekuan Pemindangan
/Pengeringan Pegawetan

Sumber: Kementerian Perindustrian, 2010


Gambar 1.A.3. Tahapan Industri Pengolahan Ikan

3 Berdasarkan hasil riset KPJU (Komoditas/Produk/Jenis Usaha) Kpw BI Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2012.
4
Berdasarkan Roadmap Pengembangan Industri Kakao, Kementerian Perindustrian tahun 2010.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 33
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

Penguatan Kelembagaan Koperasi untuk Mendorong Ekonomi dan


Boks 1.B. Kesejahteraan Rakyat
Pertumbuhan ekonomi dunia yang terdeselerasi berpotensi menyeret Indonesia dalam fase pertumbuhan ekonomi
yang rendah. Pasca krisis keuangan global, seluruh kekuatan ekonomi dunia masih berusaha untuk memacu pertumbuhan
ekonominya menuju pertumbuhan yang positif. Ekonomi Amerika sebagai kekuatan utama ekonomi dunia masih belum
stabil di tengah pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang cenderung menurun. Demikian pula dengan Jepang yang
ekonominya melambat sebagai dampak dari aging-nya penduduk usia kerja disana. Dengan kondisi ekonomi mitra dagang
utama Indonesia yang belum stabil, peran pemerintah dan Bank Indonesia untuk memacu pertumbuhan ekonomi
memerlukan upaya yang lebih intens

Di sisi lain, jurang antara si miskin dan si kaya semakin melebar. Hal ini tercermin dari koefisien indeks gini Indonesia
yang terus melebar. Adapun perbaikan beberapa tahun terakhir identik dengan perlambatan ekonomi yang membuat
penambahan kekayaan 20% orang terkaya cenderung melambat. Dalam saat yang bersamaan, porsi pendapatan 40%
masyarakat terbawah tidak banyak beranjak. Kesenjangan ini dapat memicu instabilitas perekonomian melalui gejolaj
social yang sangat rentan terjadi di era informasi yang terlalu deras. Seiring dengan semakin terkoneksinya sektor-sektor
di sistem keuangan, maka ketidakseimbangan di suatu sektor dapat ditransmisikan ke sektor lain, baik di level
nasional maupun regional.

Sumber: BPS, diolah

Sulitnya masyarakat berperan dalam perekonomian tercermin pada kasus perkebunan rakyat. Isu economics of scale
menjadi dasar perkebunan rakyat sulit berkembang dibandingkan perkebunan korporasi. Cara pengolahan hingga
pengembangan bisnis adalah salah satu alasan dibaliknya rendahnya produktivitas perkebunan rakyat. Sebagai contoh,
Sulawesi Selatan sangat kaya akan kekayaan kakao yang merupakan bahan baku cokelat. Di saat permintaan dan harga
cokelat olahan stabil, harga kakao internasional cenderung melemah dan memukul perkebunan rakyat. Dampaknya
banyak petani kakao yang mengalihkan lahannya untuk komoditas lainnya. Hal ini berpotensi meningkatkan impor kakao
di negeri dengan potensi kakao terbesar ketiga dunia.

Sumber: Bloomberg, Cacao International Confrence

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
34 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Di saat yang bersaman, peran koperasi sebagai salah satu agen dalam pembangunan ekonomi belum teroptimalkan. Hal
ini terlihat dari peran dan stagnansi peran koperasi baik dalam produksi maupun intermediasi keuangan yang
pertumbuhannya stagnan. Dari total koperasi sebesar 209 ribu koperasi, hanya 30% yang masih aktif berkegiatan
(penelitian UKM Center Fakultas Ekonomi Indonesia, 2016). Peran koperasi dalam perekonomian Indonesia pun sangat
minim di tengah gempuran arus modal asing yang tidak terelakan sebagai dampak dari globalisasi. Hingga akhir tahun
2016, peran koperasi tidak mencapai 2% dari pertumbuhan ekonomi nasional.

Sejatinya, peningkatan peran koperasi dapat menjawab pertanyaan atas kesenjangan yang melebar. Prinsip koperasi
yang berlandaskan kekeluargaan dapat menjadi kunci pemerataan pertumbuhan. Peran koperasi yang memberdayakan
para anggotanya untuk memajukan usaha menjadi kunci utama dalam penggerak roda perekonomian. Pengembangan
model koperasi selanjutnya dapat menggunakan skema corporate farming dengan menunjuk manajemen untuk
memberikan arah hingga strategi bisnis ke depan. Hal ini sangat lumrah dalam bisnis start up umumnya. Sebagai contoh
Apple pada tahun 1991 yang merupakan perusahaan bernilai saat ini mengangkat CEO John Sculley untuk mengomandoi
Steve Jobs yang merupakan pendiri sekaligus pemilik Apple. Tujuannya adalah penggambaran strategi bisnis mengenai
produk yang akan dipasarkan dan bagaimana cara melakukan penjualannya. Koperasi perlu menunjuk manajemen untuk
memberikan arah kebijakan sehingga dapat dilaksanakan anggota. Adapun anggota dalam hal ini tetap memegang
mandate untuk mengevaluasi kinerja manajemen setiap akhir periode.

Koperasi perkebunan sangat cocok dan relevan dikembangkan di Sulawesi Selatan untuk memacu pertumbuhan
ekonomi. Permasalahan skala ekonomi dapat dimitigasi dengan berkumpulnya para petani kakao dala sebuah wadah
koperasi sehingga meningkatkan posisi tawar dalam penentuan harga. Selain itu, dengan bergabungnya petani dalam
wadah koperasi, maka biaya produksi juga akan semakin efisien dan harga dapat dijaga agar tidak merugikan petani. Lebih
lanjut, strategi pengembangan koperasi dapat diarahkan dalam model end to end business. Model end to end business
berarti koperasi menciptakan nilai tambah dari hulu hingga hilir. Nilai tambah terbesar sesungguhnya berada di hilir dan
dalam beberapa studi kasus manajemen, hilirasi produk adalah jawaban atas perlambatan penjualan. Sebagai contoh,
bisnis tekstil yang dianggap sunset industry dapat bergairah ketika PT Pan Brothers,tbk mulai berani memasarkan sendiri
produk dalam naungan merk dagang mereka sendiri. Hal ini membuat mereka tidak berketegantungan dari peritel utama
seperti Adidas dan Nike. Model bisnis lainnya yang sudah mengembangkan end to end business ini adalah bro.do sebuah
perusahaan sepatu yang mengomandoi pengrajin lokal di Jawa Barat. Manajemen yang dikawal generasi muda lulusan
tahun 2011 ini menciptakan design yang dikerjakan pengrajin lokal untuk kemudian dipasarkan dalam merk dagang
mereka. Hasilnya, bro.do mampu menahan kepailitan industri alas kaki di Jawa Barat.

Bank Indonesia, pemerintah daerah, dan dinas terkait dapat bersinergi untuk memajukan koperasi pertanian di
Sulawesi Selatan. Konsep koperasi pertanian yang dapat dikembangkan di Sulawesi Selatan sangat memerlukan inkubasi
dari pemerintah dan otoritas berwenang. Dalam hal ini, Bank Indonesia dapat berperan untuk meningkatkan literasi
keuangan dan mengembangkan kapasitas sumber daya manusia koperasi untuk memahami konsep laporan keuangan
sehingga akses kredit dapat menjadi lebih mudah. Dari sisi pemerintah daerah, optimalisasi pemberian informasi dan
kemudahan perizinan kepada koperasi dapat diberikan sebagai insentif untuk mengembangkan peran koperasi di awal
waktu pendirian. Sedangkan dinas terkait seperti Kementerian Koperasi dan UMKM dapat memberikan insentif
permodalan sekaligus pengembangan akses pasar dari hasil produksi yang diciptakan oleh koperasi pertanian.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 35
BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI D

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
36 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
2. KEUANGAN PEMERINTAH

Bab 2
Keuangan Pemerintah

Daya dorong APBD Provinsi Sulsel terhadap perekonomian sampai dengan


triwulan I 2017 relatif rendah. Realisasi belanja hingga triwulan I 2017 tercatat
baru Rp715,68 miliar atau 7,8% dari yang dianggarkan sebesar Rp9,15 triliun,
lebih rendah dibanding periode yang sama tahun 2016 yang mencapai 13,8%.
Sebagian besar penyerapan anggaran direalisasikan untuk belanja operasional
(pangsa 69,5%) dan belanja transfer (pangsa 30,4%), sementara yang
direalisasikan untuk belanja modal relatif masih sangat kecil.

Di sisi lain, pencapaian realisasi belanja pada APBN yang dialokasikan di Sulsel
meningkat. Sampai dengan triwulan I 2017 telah terealisasi sebesar Rp2,45
triliun atau 13,9% dari yang dianggarkan sebesar Rp17,59 triliun. Peningkatan
komponen belanja terjadi pada belanja barang dan bantuan sosial.

Ke depan realisasi APBD dan APBN di Sulsel, sebagai instrumen fiskal menjadi
peran strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Sulsel 2017, terutama
stimulus pertumbuhan yang berbentuk pembangunan infrastruktur untuk
memperlancar distribusi.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 37
BAB 1 KEUANGAN PEMERINTAHD

2.1 Struktur Anggaran


Pagu anggaran belanja terbesar berasal dari APBD Pemerintah Kabupaten/Kota. Komponen keuangan pemerintah
daerah di Sulsel terdiri dari 3 (tiga) unsur, yaitu (1) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi,
(2) APBD Pemerintah Kabupaten/Kota, serta (3) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan
untuk Provinsi Sulsel. Dari ketiga unsur tersebut, nilai pagu anggaran belanja yang berasal dari APBD Pemerintah
Kabupaten/Kota memiliki porsi paling tinggi yaitu mencapai Rp31,23 triliun atau 53,9% dari total pagu anggaran belanja
2017 sebesar Rp57,97 triliun. Sementara itu, pagu anggaran belanja dari APBN yang dialokasikan untuk Provinsi Sulsel
menempati urutan kedua sebesar Rp17,59 triliun (30,3%), dan disusul oleh pagu anggaran belanja dari APBD Pemerintah
Provinsi sebesar Rp9,15 triliun (15,8%). Dari total pagu anggaran belanja tersebut, sampai dengan triwulan I 2017 telah
berhasil direalisasikan sebesar Rp5,71 triliun atau 9,85% (Grafik 2.1 dan 2.2). Realisasi anggaran triwulan I 2017 tersebut
turun 19,7% (yoy) dibandingkan realisasi periode yang sama tahun 2016 yang sebesar Rp7,11 triliun.

APBN
30,3%
APBD
KAB/ APBN
KOTA 42,9%
APBD
KAB/
ANGGARAN 44,6%
REALISASI
KOTA 2017 TW I-2017
53,9%

APBD
PROVINSI
15,8% APBD
PROVINSI
12,5%

Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel dan BPKAD Provinsi Sulsel, diolah Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel dan BPKAD Provinsi Sulsel, diolah
Grafik 2.1. Struktur Anggaran Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel Grafik 2.2. Struktur Realisasi Belanja Keuangan Pemerintah di Sulsel
Tahun 2017 Triwulan I 2017

Pemerintah Kabupaten/Kota berhasil merealisasikan belanja paling tinggi. Sampai dengan triwulan I 2017, nilai realisasi
belanja APBD Pemerintah Kabupaten/Kota mencapai Rp2,54 triliun atau 44,6% dari total realisasi belanja pemerintah
daerah di Sulsel, sementara realisasi APBN di Sulsel menempati urutan kedua sebesar Rp2,45 triliun (42,9%), dan disusul
oleh realisasi APBD Pemerintah Provinsi sebesar Rp 715,7 miliar atau 12,5% (Grafik 2.2). Sementara untuk triwulan I 2016,
APBD Pemerintah Kabupaten/Kota, APBN di Sulsel, dan APBD Pemerintah Provinsi masing-masing porsinya 53,5%; 33,5%;
dan 13,0%.

2.2 Perkembangan Realisasi Anggaran APBD Provinsi


2.2.1 Pendapatan
2.2.1.1. Struktur Realisasi Pendapatan

Pendapatan Provinsi Sulsel didominasi oleh transfer dari Pemerintah pusat, terutama dalam bentuk DAK dan DAU.
Sampai dengan triwulan I 2017 nilai pendapatan yang bersumber dari transfer pemerintah pusat sebesar Rp1,39 triliun
atau 68,77% dari total nilai realisasi pendapatan sebesar Rp2,02 triliun. Sebagian besar dari pendapatan transfer tersebut
direalisasikan dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU) masing-masing dengan porsi
mencapai 36,4% dan 54,4%. Selebihnya direalisasikan dalam bentuk Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak dan Bukan Pajak.
Realisasi nilai pendapatan transfer pada kuartal I 2017 ini lebih tinggi dibandingkan dengan pencapaian pada periode
yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp940,2 miliar. Sumber pendapatan kedua berasal dari realisasi Pendapatan Asli
Daerah (PAD) yang hingga triwulan I 2017 mencapai Rp630,72 miliar (31,2%), dengan sumber pendapatan utama berasal
dari pos Pendapatan Pajak Daerah yang nilainya mencapai Rp588,67 miliar dengan porsi 93,3% dari PAD. Sementara
selebihnya berasal dari sumber lain-lain PAD yang sah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan
Pendapatan Retribusi.

Secara umum pencapaian realisasi pendapatan Provinsi Sulsel cukup menggembirakan meski porsi PAD sedikit
menurun. Sampai dengan triwulan I 2017, realisasi pendapatan telah mencapai Rp2,02 triliun (22,69%) dari yang
ditargetkan sebesar Rp8,9 triliun pada tahun 2017. Secara lebih rinci, realisasi pendapatan transfer mencapai 26,9%, PAD
mencapai 16,9%, dan sumber lain-lain pendapatan yang sah baru mencapai 0,1% dari yang ditargetkan untuk tahun 2017.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
38 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
BAB 2KEUANGAN PEMERINTAH

100%
90%
Rp miliar
80%
Rp599 Rp634 Rp699
70% Rp940
Rp1.389
60%
50%
40%
30%
Rp510 Rp597 Rp664
20% Rp623
Rp631
10%
0%
Tw I-2013 Tw I-2014 Tw I-2015 Tw I-2016 Tw I-2017
Pendapatan Transfer Pendapatan Asli Daerah

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel, diolah
Grafik 2.3. Proporsi Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulsel

2.2.1.2. Perkembangan Realisasi Pendapatan

Realisasi pendapatan APBD Provinsi Sulsel sampai dengan triwulan I 2017 mencapai 22,7% dari target yang
dianggarkan tahun 2017. Persentase realisasi pendapatan ini sedikit lebih rendah dibandingkan pencapaian akhir tahun
lalu 22,8%. Namun secara nominal, realisasi pendapatan APBD pada triwulan I 2017 sebesar Rp2,02 triliun, lebih besar
dari capaian pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp1,56 triliun. Penurunan persentase pendapatan tersebut
terutama terjadi pada pendapatan pajak daerah menjadi sebesar 17,8% yang lebih disebabkan oleh peningkatan
pendapatan transfer. Secara nominal pendapatan pajak daerah relatif sama dengan tahun lalu sebesar Rp588,67 miliar, di
tengah kondisi ekonomi Sulsel yang relatif melambat di triwulan I 2017.

Tabel 2.1. Anggaran dan Realisasi Pendapatan APBD Provinsi Sulsel


(Rp Miliar)

ANGGARAN REALISASI TRIWULAN I 2016 ANGGARAN REALISASI TRIWULAN I 2017


URAIAN
2016 NOMINAL % REALISASI 2017 NOMINAL % REALISASI
PENDAPATAN
PENDAPATAN ASLI DAERAH 3.511,64 623,18 17,75% 3.724,17 630,72 16,94%
- Pendapatan Pajak Daerah 3.145,44 588,41 18,71% 3.314,21 588,67 17,76%
- Pendapatan Retribusi Daerah 86,71 19,26 22,21% 90,14 21,24 23,56%
- Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yg Dipisahkan 92,58 - 0,00% 122,03 - 0,00%
- Lain-lain PAD yang Sah 186,91 15,51 8,30% 197,80 20,81 10,52%
PENDAPATAN TRANSFER 3.328,11 940,20 28,25% 5.166,21 1.388,78 26,88%
- Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 281,79 67,53 23,97% 297,12 120,78 40,65%
- DAU 1.394,15 464,72 33,33% 2.266,26 755,42 33,33%
- DAK 425,08 0,12 0,03% 2.595,32 505,08 19,46%
- Transfer Pemerintah Pusat-Lainnya 1.227,09 407,83 33,24% 7,50 7,50 100,00%
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 11,82 0,83 7,01% 11,55 0,01 0,10%
JUMLAH PENDAPATAN 6.851,57 1.564,21 22,83% 8.901,93 2.019,51 22,69%
Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited)
Sumber: Badan Pengelola Keuangan da n Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel

Di sisi lain, persentase realisasi pendapatan transfer mencapai 26,9% (Rp1,39 triliun), namun dengan nilai yang lebih
besar dari realisasi pendapatan transfer tahun sebelumnya (Rp940,2 miliar). Komponen pendapatan transfer yang
mengalami peningkatan adalah Dana Bagi Hasil (DBH) pajak dan bukan pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana
Alokasi Khusus (DAK). Realisasi DBH sampai dengan triwulan I 2017 mencapai Rp120,78 miliar (40,7%), lebih tinggi dari
realisasi pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp67,53 miliar (23,97%). DAU telah mencapai Rp755,42 miliar
(33,3%), meningkat dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp464,72 miliar (33,3%). Sementara DAK mencapai
Rp505,08 miliar (19,5%), lebih besar dari pencapaian realisasi pada periode yang sama tahun lalu yang baru sebesar
Rp120 juta (0,03%). Komponen transfer pemerintah pusat lainnya terlihat turun karena masuk ke komponen DAK.
Transfer pemerintah pusat lainnya telah mencapai target Rp7,5 miliar (100,0%). Untuk penerimaan lain-lain pendapatan
yang sah hanya berhasil merealisasikan Rp10 juta (0,1%), secara persentase dan nominal lebih rendah dari pencapaian
pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp830 juta (7,0%). Ke depan, kesinambungan dan ketepatan
penerimaan transfer dari pemerintah pusat akan sangat ditentukan oleh kondisi APBN khususnya dari sisi pendapatan.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 39
BAB 1 KEUANGAN PEMERINTAHD

Terkait dengan hal ini, pemerintah pusat berupaya keras untuk mencapai target pendapatan baik melalui pungutan pajak
atau kebijakan lain, yang diantaranya dilakukan melalui kebijakan tax amnesty.

2.2.2 Belanja
2.2.2.1. Struktur Realisasi Belanja

Struktur belanja Provinsi Sulsel didominasi oleh belanja operasional. Sampai dengan triwulan I 2017, nilai realisasi
belanja operasional mencapai Rp497,1 miliar (pangsa 69,5%) lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya
sebesar Rp682,5 (pangsa 73,7%). Selanjutnya, realisasi disusul oleh belanja transfer yang juga menurun menjadi Rp217,6
(pangsa 30,4%) dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp242,8 miliar (pangsa 26,2%). Sementara itu, realisasi belanja
modal baru mencapai Rp1,02 miliar (0,1%). Secara nominal, pencapaian realisasi belanja modal tersebut relatif sama
dengan realisasi pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp1,05 miliar (0,1%).

Rp miliar
100% Rp31 Rp87
Rp0 Rp218
90% Rp201 Rp243
Rp1
80%
Rp9 Rp1
70% Rp1
60%
50% Rp527 Rp542
40% Rp497
Rp682
30% Rp574
20%
10%
0%
Tw I-2013 Tw I-2014 Tw I-2015 Tw I-2016 Tw I-2017
Transfer Belanja Modal Belanja Operasional
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel
Grafik 2.4.Proporsi Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulsel

2.2.2.2. Perkembangan Realisasi Belanja

Total realisasi belanja APBD Provinsi Sulsel menurun. Realisasi belanja hingga triwulan I 2017 tercatat sebesar Rp715,68
miliar atau 7,8% dari yang ditargetkan sebesar Rp9,15 triliun. Pencapaian nilai realisasi belanja ini lebih rendah dari posisi
yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp926,33 miliar atau 13,8% dari yang ditargetkan sebesar Rp6,74 triliun. Dengan
realisasi belanja yang lebih rendah tersebut, maka pada triwulan I 2017 terdapat surplus pada APBD Provinsi Sulsel
sebesar Rp1,30 triliun.

Realisasi belanja operasional lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya. Total pos belanja operasional
hingga triwulan I 2017 terealisasi Rp497,05 miliar (7,6%), lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya sebesar Rp682,49 miliar (15,4%). Realisasi belanja operasional yang lebih tinggi hanya terjadi pada belanja
pegawai Rp436,19 miliar (13,9%), dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp197,95
miliar (16,0%). Sementara belanja operasional yang lainnya cenderung lebih rendah, antara lain belanja barang dan
belanja bunga, masing-masing menjadi Rp57,3 miliar (4,4%) dan Rp3,56 miliar (18,2%), dibandingkan periode yang sama
tahun sebelumnya masing-masing tercatat Rp55,84 miliar (3,9%) dan Rp6,31 miliar (15,97%). Sementara untuk belanja
hibah dan belanja bantuan keuangan belum ada realisasi.

Realisasi belanja modal relatif sama dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Sampai dengan triwulan I 2017
realisasi belanja modal telah mencapai Rp1,02 miliar atau 0,1% dari yang ditargetkan sebesar Rp1,06 triliun, relatif sama
dibandingkan pencapaian pada triwulan I tahun 2016 sebesar Rp1,05 miliar (0,12%). Belanja modal yang sudah terealisasi
antara lain baru belanja peralatan/mesin, belanja jalan/irigasi/jaringan, dan aset lainnya masing-masing terealisasi
sebesar Rp910 juta (0,37%), Rp10 juta (0,0%), dan Rp100 juta (2,1%). Ketiga komponen belanja modal tersebut juga baru
terealisasi dengan jumlah yang relatif sama pada triwulan I 2016.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
40 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
BAB 2KEUANGAN PEMERINTAH

Tabel 2.2. Anggaran dan Realisasi Belanja APBD Provinsi Sulsel


(Rp Miliar)

ANGGARAN REALISASI TRIWULAN I 2016 ANGGARAN REALISASI TRIWULAN I 2017


URAIAN
2016 NOMINAL % REALISASI 2017 NOMINAL % REALISASI
BELANJA
BELANJA OPERASIONAL 4.444,69 682,49 15,36% 6.509,46 497,05 7,64%
- Belanja Pegawai 1.235,45 197,95 16,02% 3.144,13 436,19 13,87%
- Belanja Barang 1.445,46 55,84 3,86% 1.294,94 57,30 4,43%
- Belanja Bunga 39,50 6,31 15,97% 19,50 3,56 18,24%
- Belanja Hibah 1.324,05 422,39 31,90% 1.898,11 - 0,00%
- Belanja Bantuan Keuangan 400,22 - 0,00% 152,17 - 0,00%
BELANJA MODAL 882,28 1,05 0,12% 1.059,51 1,02 0,10%
- Belanja Tanah 25,25 - 0,00% 24,57 - 0,00%
- Belanja Peralatan & Mesin 149,95 1,01 0,68% 243,10 0,91 0,37%
- Belanja Gedung dan Bangunan 143,85 - 0,00% 510,17 - 0,00%
- Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan 544,85 0,03 0,01% 276,38 0,01 0,00%
- Belanja Aset Tetap Lainnya 1,52 - 0,00% 0,49 - 0,00%
- Aset Lainnya 16,86 0,00 0,02% 4,79 0,10 2,09%
BELANJA TIDAK TERDUGA 24,75 - 0,00% 25,00 - 0,00%
JUMLAH BELANJA 5.351,72 683,54 12,77% 7.593,97 498,07 6,56%
TRANSFER 1.383,43 242,78 17,55% 1.555,49 217,61 13,99%
- -
TOTAL BELANJA 6.735,15 926,33 13,75% 9.149,46 715,68 7,82%
SURPLUS / (DEFISIT) 116,42 637,88 547,91% (247,53) 1.303,83 -526,73%
PEMBIAYAAN
PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH 50,00 - 0,00% 383,53 159,99 41,72%
PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH 50,00 - 0,00% 136,00 34,00 25,00%
JUMLAH PEMBIAYAAN - - 0,00% 247,53 125,99 50,90%
Keterangan: angka sementara (APBD Provinsi Sulawesi Selatan Unaudited)
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Sulsel

Realisasi nilai transfer kepada Kabupaten/Kota tercatat juga relatif lebih rendah. Realisasi transfer sampai dengan
triwulan I 2017 tercatat Rp217,61 miliar (13,99%), lebih rendah dari triwulan I tahun sebelumnya Rp242,78 miliar (17,6%).
Transfer tersebut diharapkan menambah kapasitas dan dapat direalisasikan dengan baik oleh pemerintah
Kabupaten/Kota, sehingga dapat meningkatkan perekonomian di daerah masing-masing.

2.3 Perkembangan Realisasi Belanja APBN di Sulsel


2.3.1 Struktur Realisasi Belanja
Realisasi belanja pada APBN Sulsel didominasi oleh belanja pegawai. Sampai dengan triwulan I 2017 realisasi belanja
pegawai mencapai Rp1,36 triliun atau 55,5% dari realisasi total belanja sebesar Rp2,45 triliun. Belanja pegawai pada
tahun ini relatif sama dibandingkan dengan pencapaian pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp1,37 triliun
(pangsa 57,6%). Selanjutnya disusul realisasi belanja barang tercatat sebesar Rp686,09 miliar (pangsa 28,03%), lebih tinggi
dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp607,01 miliar (pangsa 25,52%). Sementara itu, realisasi belanja
modal menjadi Rp396,9 miliar (pangsa 16,2%), relatif sama dibandingkan triwulan I 2016 sebesar Rp397,22 miliar (pangsa
16,7%), dan realisasi belanja untuk bantuan sosial menjadi Rp6,66 miliar (pangsa 0,27%) sedikit naik dibandingkan
realisasi triwulan I tahun 2016 sebesar Rp4,06 (pangsa 0,17%).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 41
BAB 1 KEUANGAN PEMERINTAHD

100% Rp49,89 Rp4,06 Rp6,66


Rp132,93
90% Rp315,41 Rp397,22 Rp396,90
Rp280,56 Rp120,85
80% Rp120,36
Rp451,39
70% Rp304,79 Rp421,96 Rp607,01 Rp686,09
60%
50%
40%
30% Rp978,42 Rp1.104,11 Rp1.226,54 Rp1.370,43 Rp1.358,31
20% Rp miliar
10%
0%
Tw I 2013 Tw I 2014 Tw I 2015 Tw I 2016 Tw I 2017
Belanja Bantuan Sosial Belanja Modal
Belanja Barang Belanja Pegawai
Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel, diolah
Grafik 2.5. Proporsi Belanja APBN di Sulsel

2.3.2 Perkembangan Realisasi Belanja


Realisasi belanja APBN Sulsel sampai dengan triwulan I 2017 secara persentase dan nominal lebih tinggi jika
dibandingkan dengan triwulan I 2016. Pada triwulan I 2016, realisasi belanja APBN di Sulsel mencapai 13,9%, lebih tinggi
dari pencapaian triwulan I 2016 (12,3%). Secara nominal, realisasi belanja APBN di Sulsel pada triwulan I 2017 tercatat
Rp2,45 triliun, naik dibandingkan realisasi triwulan I tahun 2016 sebesar Rp2,38 triliun. Peningkatan nominal belanja
terjadi pada belanja barang dan belanja bantuan sosial.

Persentase dan nilai realisasi per jenis belanja APBN di Sulsel terutama untuk keperluan belanja pegawai. Pada triwulan
I 2017, nominal realisasi belanja pegawai APBN di Sulsel mencapai Rp1,36 triliun atau 20,0% dari pagu anggaran. Secara
persentase, realisasi belanja pegawai ini sedikit lebih tinggi dibanding pencapaian triwulan I tahun 2016, sementara
secara nominal sedikit lebih rendah. Di sisi lain, realisasi persentase belanja modal mencapai 8,9% meningkat
dibandingkan triwulan I tahun 2016 (7,9%), sejalan dengan berlanjutnya pembangunan Bendungan dan Jaringan Irigasi
Pompengan Janeberang, Pembangunan Jalan Nasional, Pembangunan Rumah Sakit, Pembangunan Akademi
Penerbangan, Politeknik Pelayaran, Universitas Hasanuddin, Universitas Negeri Makassar, dan lain-lain. Sedangkan
pencapaian realisasi belanja barang dan belanja bantuan sosial mengalami peningkatan baik secara persentase maupun
nominal yang disalurkan masing-masing Rp686,09 triliun (10,9%) dan Rp6,66 miliar (12,2%). Dari hasil monitoring dapat
dipastikan bahwa pelaksanaan transfer untuk Dana Desa telah terealisasi sesuai tahapan 5.
Tabel 2.3. Realisasi Belanja APBN Provinsi Sulsel Triwulan IV Per Jenis Belanja
Rp miliar
ANGGARAN REALISASI TRIWULAN I 2016 ANGGARAN REALISASI TRIWULAN I 2017
URAIAN
2016 Nominal % Realisasi 2017 NOMINAL % REALISASI
Belanja Pegawai 7.058,38 1.370,43 19,42% 6.782,46 1.358,31 20,03%
Belanja Barang 7.159,42 607,01 8,48% 6.274,16 686,09 10,94%
Belanja Modal 5.002,40 397,22 7,94% 4.480,92 396,90 8,86%
Belanja Bantuan Sosial 49,02 4,06 8,29% 54,43 6,66 12,23%
JUMLAH BELANJA 19.269,21 2.378,72 12,34% 17.591,98 2.447,96 13,92%
Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel, diolah

2.4 Peran Realisasi Keuangan Pemerintah Dalam PDRB


Rasio realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) masih dalam tren
menurun6 sejak 3 tahun terakhir. Rasio pada triwulan I 2017 tercatat 0,65% dibanding triwulan I 2016 yang terhitung
0,71%. Sementara rasio realisasi pendapatan transfer terhadap PDRB ADHB terlihat meningkat dari semula 1,07% di 2016

5 Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 49/PMK.07/2016 Tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan
Evaluasi Dana Desa disebutkan bahwa penyaluran Dana Desa dilakukan dalam 2 tahap, yaitu tahap I pada bulan Maret sebesar 60% (enam puluh per
seratus) dan tahap II pada bulan Agustus sebesar 40% (empat puluh per seratus).
6
Dihitung dengan rumus realisasi komponen pendapatan APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
42 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
BAB 2KEUANGAN PEMERINTAH

menjadi 1,42% pada 2017. Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan pemerintah dalam menggali sumber pendapatan
asli daerah belum dapat mengimbangi peningkatan pendapatan transfer, sehingga kecenderungan ketergantungan
kepada pendapatan transfer dari pemerintah pusat semakin meningkat. Hal demikian perlu dicermati lebih lanjut, apakah
belum dapatnya pemerintah untuk meningkatkan kemampuan menggali pendapatan asli daerah tersebut, disebabkan
kewenangannya yang memang semakin terbatas ataukah terdapat ketidakefisienan dalam pelaksanaannya.
1,6 3,20 0,50
% % 0,47 %
1,4 1,42 3,10 0,45 0,45
0,41 0,40
1,2 3,00
3,09
0,35
1,07 2,90
1,0 1,01
0,92 0,30
0,89 2,80
0,8 3,05 0,25
0,85 2,70 3,03
0,6 0,87 0,20
0,19
2,60 0,16 0,15
0,4
2,50 0,10
0,71 0,65
0,2 2,79 2,61
0,86 2,40 0,05
0,0 2,30 0,00
Tw I-2013 Tw I-2014 Tw I-2015 Tw I-2016 Tw I-2017 Tw I-2013 Tw I-2014 Tw I-2015 Tw I-2016 Tw I-2017
Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Transfer Belanja Operasi Belanja Modal - sisi kanan
Sumber: Kanwil DJPB Provinsi Sulsel, BPKAD Provinsi Sulsel, diolah BI Sumber: Kanwil DJPB Prov. Sulsel, BPKAD Prov. Sulsel, diolah BI
Grafik 2.6. Rasio Realisasi Pendapatan APBD Terhadap PDRB ADHB Grafik 2.7. Rasio Realisasi Belanja APBD Terhadap PDRB ADHB

Rasio realisasi belanja operasional dan belanja modal APBD di Sulsel terhadap PDRB ADHB menurun 7. Kecenderungan
penurunan belanja operasional dan modal masing-masing menjadi 2,61% dan 0,41%. Hal ini mengindikasikan bahwa
peran realisasi belanja pemerintah dalam mendinamisasi perekonomian cenderung menurun. Kondisi demikian perlu
mendapat perhatian, mengingat dalam situasi perekonomian yang cenderung mengalami kelesuan, peran pemerintah
dalam mendorong perekonomian sangat diperlukan. Hal ini dapat dilakukan diantaranya dengan cara meningkatkan
realisasi belanja terutama belanja barang dan belanja modal, guna membiayai berbagai proyek yang dapat membuka
lapangan kerja baru dan dapat menciptakan multiplier effect yang besar bagi perekonomian.

7
Dihitung dengan rumus realisasi komponen belanja APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 43
BAB 1 KEUANGAN PEMERINTAHD

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
44 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
3. INFLASI DAERAH

Bab 3
Inflasi Daerah

Laju inflasi Sulsel pada akhir triwulan I 2017 tercatat 3,42% (yoy) lebih tinggi
dari triwulan IV 2016 (2,94%, yoy), terutama karena meningkatnya tekanan
harga pada kelompok perumahan, air, listrik dan gas; serta transpor,
komunikasi dan jasa keuangan. Peningkatan ini dikarenakan implikasi dari
kebijakan pemerintah terkait dengan pengalihan subsidi listrik pada daya 900
VA, serta kenaikan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Pada triwulan II 2017, tekanan inflasi diperkirakan berlanjut, khususnya pada


kelompok administered price dan volatile food. Pengalihan subsidi listrik pada
daya 900 VA tahap 2 (bulan Mei 2017) diperkirakan masih mendorong inflasi
kelompok ini. Selain itu, Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) yang jatuh di
bulan Mei dan Juni diperkirakan mendorong konsumsi masyarakat. Namun
demikian, berbagai upaya Pengendalian inflasi akan terus dilakukan agar
dapat menjaga inflasi dalam kisaran sasaran 4 1 %.

Adapun upaya pengendalian inflasi dalam antisipasi ke depan antara lain


rapat koordinasi dengan TPID Provinsi Sulawesi Selatan untuk mengidentifikasi
dan mempersiapkan langkah-langkah dalam mengadapi kenaikan atau
permintaan bahan kebutuhan pokok.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 45
BAB 3INFLASI DAERAH

3.1. Inflasi Umum


Laju inflasi Sulsel pada triwulan I 2017 mengalami peningkatan. Inflasi Sulsel di akhir triwulan I 2017 tercatat 3,42%
(yoy), lebih tinggi dibandingkan inflasi di akhir triwulan IV 2016 yang tercatat 2,94% (yoy). Peningkatan tersebut sejalan
dengan inflasi Nasional yang juga meningkat, bahkan inflasi Sulsel pada triwulan I tersebut tercatat lebih rendah dari
inflasi Nasional sebesar 3,61% (yoy). Secara umum, peningkatan tekanan inflasi disebabkan oleh meningkatnya harga
pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau; perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar; Kesehatan;
serta transpor, komunikasi dan jasa keuangan. Peningkatan inflasi pada kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan
bakar disebabkan oleh penyesuaian tarif listrik 900 VA untuk rumah tangga pada bulan Januari 2017.

Pada triwulan II 2017 tekanan inflasi diperkirakan 10


Nasional (yoy)
berlanjut. Pada kelompok administered price, kenaikan 8 Sulawesi Selatan (yoy)
inflasi diperkirakan akibat kebijakan pemerintah pusat Sulawesi Selatan (qtq)
6
terkait dengan pengalihan subsidi listrik pada daya 900 3.42
4.16
4
VA di bulan Maret, dan Mei dan Juli8. Setiap tahap, tarif
3.61 4.17
2
listrik akan mengalami kenaikan mencapai 30%, hingga
pada tahap akhir yang jatuh pada bulan Juli, tarif daya 0 1.69 0.33

listrik 900 VA akan sama dengan tarif 1.300 VA yaitu (2)


I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II*
sebesar Rp1.647/kWh9. Selain itu, pada kelompok
% 2012 2013 2014 2015 2016 2017
volatile food, permintaan masyarakat diperkirakan
meningkat karena memasuki bulan Ramadhan dan hari
Sumber: Badan Pusat Statistik
raya lebaran. Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Selatan

3.2. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa10


Peningkatan tekanan inflasi pada triwulan I 2017 terjadi pada Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan
Tembakau; Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar; Kesehatan; serta Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan.
Inflasi kelompok Makanan Jadi tercatat 4,28% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 3,63% (yoy). Selain itu,
kelompok lain yang mengalami peningkatan yaitu kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar; kesehatan; dan
transpor, komunikasi dan jasa keuangan menjadi masing-masing 3,52% (yoy); 2,74% (yoy); dan 3,61% (yoy) pada periode
laporan, dari sebelumnya 2,76% (yoy); 2,65% (yoy); dan -0,87% (yoy). Di sisi lain, kelompok bahan makanan mengalami
penurunan tekanan inflasi dari 6,36% (yoy) menjadi 3,94% (yoy). Kelompok lain yang mengalami penurunan yaitu
kelompok sandang dan kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga masing-masing dari 2,97% (yoy) dan 0,83% (yoy)
pada triwulan IV 2016 menjadi 1,89% (yoy) dan 0,81% (yoy) pada triwulan I 2017.

8 Sesuai dengan Siaran Pers yang dilakukan oleh PT. PLN (Persero) Pada tanggal 1 Januari 2017
9 Sesuai Siaran Pers yang dilakukan oleh PT. PLN (Persero) dengan tarif hingga bulan Juni 2017
10 Terdapat 7 (tujuh) kelompok barang dan jasa dalam perhitungan inflasi

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
46 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
BAB 3INFLASI DAERAH

Tabel 3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa (%, yoy)


Bahan Makanan
TAHUN Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor UMUM
Makanan Jadi

I 8.01 4.57 3.43 6.03 2.28 3.54 0.89 4.61


II 6.22 4.63 3.60 2.61 1.99 3.33 3.96 4.36
2013
III 10.76 4.70 4.76 2.77 3.23 3.66 12.01 7.24
IV 6.97 4.47 6.06 2.36 3.71 1.39 11.58 6.22
I 4.76 5.39 6.25 3.73 3.79 1.33 10.31 5.88
II 6.15 5.38 5.96 5.65 5.22 1.38 7.91 5.92
2014
III 1.97 5.80 6.32 4.12 5.28 1.97 0.87 3.72
IV 16.02 6.21 6.87 3.24 5.08 1.85 10.15 8.61
I 12.87 6.34 7.33 4.51 5.75 2.18 4.35 7.13
II 15.01 6.54 7.84 4.86 5.52 2.35 6.00 8.06
2015
III 16.11 6.23 6.48 6.95 5.28 2.63 7.20 8.36
IV 8.78 5.48 4.13 6.01 5.02 2.57 (0.99) 4.48
I 12.46 4.82 3.40 5.89 3.87 2.25 2.80 5.70
II 9.46 5.26 2.75 6.36 3.14 2.10 (0.76) 4.30
2016
III 6.51 4.01 2.63 3.13 2.51 0.78 (0.48) 3.07
IV 6.36 3.63 2.76 2.97 2.65 0.83 (0.87) 2.94
I 3.94 4.28 3.52 1.89 2.74 0.81 3.61 3.42
2017
II* 4.36 4.45 4.68 2.32 2.68 0.81 5.45 4.16
Keterangan: *) Data hingga April 2017
Sumber: Badan Pusat Statistik

3.2.1 Kelompok Bahan Makanan

Pada triwulan I 2017, inflasi kelompok bahan makanan 20


mengalami penurunan dibandingkan triwulan 15 yoy qtq
sebelumnya. Tekanan inflasi menurun dari 6,36% (yoy)
10
pada akhir triwulan IV 2016 menjadi 3,94% (yoy) di akhir 3.94 4.36
5
triwulan I 2017. Penurunan tekanan inflasi terjadi di 1.47
0
subkelompok padi-padian; daging dan hasilnya; ikan segar; -0.31

telur, susu dan hasilnya; dan buah-buahan. Sementara (5)


*) Data hingga April 2017
subkelompok sayur-sayuran; kacang-kacangan mengalami (10)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II*
peningkatan tekanan namun masih tercatat deflasi. Selain
% 2013 2014 2015 2016 2017
itu, subkelompok bumbu-bumbuan; lemak dan minyak juga
mengalami peningkatan tekanan inflasi. Penurunan inflasi
Sumber: Badan Pusat Statistik
tertinggi terjadi di subkelompok daging dan hasil-hasilnya;
Grafik 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan
ikan segar; padi-padian; telur, susu dan hasil-hasilnya; dan
buah-buahan dari masing-masing 4,22% (yoy); 15,13%
(yoy); 3,28% (yoy); 0,56% (yoy); dan 5,32% (yoy) di triwulan
IV 2016 menjadi -5,64% (yoy); 8,17% (yoy); -0,37% (yoy);
-0,14% (yoy); dan 5,09% (yoy) di triwulan I 2017.

Faktor utama penyebab penurunan tekanan inflasi beberapa komoditas kelompok bahan makanan adalah peningkatan
pasokan saat panen raya dan tingkat konsumsi masyarakat yang relatif stabil. Panen raya pada komoditas padi terjadi
disejumlah daerah seperti Kabupaten Barru, Soppeng, Sidrap, dan Pinrang. Beberapa komoditas yang mengalami deflasi
pada triwulan laporan yaitu cabe merah, sawi putih, daging ayam ras, daun bawang, dan labu siam masing-masing -
38,94% (yoy); -19,68% (yoy); -13,23% (yoy); -12,83% (yoy); dan -12,09% (yoy).

Subkelompok lemak dan minyak menjadi komoditas penyumbang inflasi yang relatif tinggi pada triwulan I 2017.
Komoditas yang tercatat memiliki inflasi tinggi adalah kelapa dan emping mentah sebesar 23,49% (yoy) serta
subkelompok lemak dan minyak sebesar 4,58% (yoy). Komoditas bahan makanan lain yang mengalami peningkatan inflasi
pada triwulan I 2017 yaitu cabe rawit, ikan mujair, ikan layang, kelapa muda, dan ikan teri (segar) masing-masing 91,99%
(yoy), 51,02% (yoy), 33,02% (yoy), 26% (yoy), dan 29,28% (yoy).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 47
BAB 3INFLASI DAERAH

Curah hujan yang semakin menurun di akhir periode laporan mendukung penangkapan ikan segar sehingga menahan
kenaikan laju inflasi subkelompok ini. Intensitas curah hujan yang menurun dari intensitas tinggi (300-400 mm) menjadi
intensitas menengah (100-200 mm) menjadi salah satu faktor penurunan inflasi pada subkelompok ikan segar. Selain itu,
tinggi gelombang laut yang menurun menjadi 1,25 meter juga turut mendukung nelayan untuk pergi melaut, sehingga
pasokan meningkat dan harga komoditas ikan segar mengalami penurunan.

Perkembangan hingga awal triwulan II 2017 menunjukkan adanya peningkatan tekanan inflasi pada kelompok bahan
makanan, meski inflasi diperkirakan masih di dalam rentang target inflasi hingga akhir triwulan II 2017. Peningkatan
tekanan inflasi di akhir triwulan II 2017 disebabkan oleh meningkatnya konsumsi masyarkat pada Hari Besar Keagamaan
Nasional (HBKN) yaitu bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Meskipun demikian, inflasi diperkirakan terjaga karena panen raya
yang terjadi pada bulan Maret-April 2017 atau pada awal periode laporan, sehingga menahan kenaikan inflasi.

3.2.2 Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau

Tekanan inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, 7


yoy qtq
dan tembakau pada triwulan I 2017 tercatat meningkat 6
dibandingkan triwulan sebelumnya. Kelompok ini mencatat 5 4.45
4.28
laju inflasi 4,28% (yoy) pada triwulan I 2017, lebih tinggi 4

dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 3,63% 3

(yoy) (Grafik 3.3). Peningkatan tekanan inflasi terjadi di 2


1.40
seluruh subkelompok. Peningkatan tertinggi terjadi di 1
0.26
subkelompok tembakau dan minuman beralkohol dari 0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II*
3,78% (yoy) di triwulan IV 2016 menjadi 6,08% (yoy) di %
2012 2013 2014 2015 2016 2017
triwulan I 2017.
*) Data hingga April 2017

Sumber: Badan Pusat Statistik


Grafik 3.3. Inflasi Kelompok Makanan Jadi

Peningkatan harga rokok kretek filter mendorong tekanan inflasi pada subkelompok tembakau dan minuman
beralkohol di triwulan I 2017. Meningkatnya tekanan inflasi rokok kretek filter dari 4,25% (yoy) di triwulan IV 2016
menjadi 8,19% (yoy) di triwulan I 2017 disebabkan oleh meningkatnya tarif cukai rokok dengan rata-rata mencapai
10,54% atau sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 147/PMK.010/2016 tentang Perubahan Ketiga Atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.011/3012 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.

Lebih rinci ke tingkat komoditas, sebanyak 33 dari 49 komoditas yang terdapat di kelompok makanan jadi, minuman,
dan rokok mengalami peningkatan tekanan inflasi. Komoditas coklat batang, hamburger, kue kering berminyak, ketupat,
dan rokok kretek filter tercatat sebagai lima komoditas utama pendorong inflasi di triwulan I 2017. Di sisi lain, ayam
bakar, teh, gula pasir, pecel, dan mie tercatat sebagai lima komoditas utama penahan tekanan inflasi triwulan I 2017.

Hingga awal triwulan II 2017, inflasi kelompok makanan jadi menunjukkan pola yang meningkat dan diperkirakan akan
berlanjut hingga akhir triwulan II 2017. Meningkatnya inflasi kelompok makanan jadi disebabkan oleh kebutuhan
masyarakat pada Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) yaitu bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Budaya dalam
mengkonsumsi minuman ringan dan makanan jadi pada bulan Ramadhan diperkirakan menjadi salah satu pendorong
peningkatan subkelompok ini.

3.2.3 Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar


Pada akhir triwulan I 2017, laju inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar mengalami kenaikan.
Laju inflasi kelompok tersebut tercatat sebesar 3,52% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tercatat 2,76%
(yoy). Peningkatan tekanan inflasi terjadi pada subkelompok bahan bakar, penerangan dan air, sementara subkelompok
biaya tempat tinggal, perlengkapan rumah tangga, dan penyelenggaraan rumah tangga mengalami penurunan. Pada
triwulan I 2017, subkelompok bahan bakar, penerangan dan air tercatat mengalami peningkatan inflasi menjadi 8,95%
(yoy), dari 1,81% (yoy) pada triwulan IV 2016. Subkelompok biaya tempat tinggal yang menurun sesuai dengan Survei
Harga Property dan Residensial (SHPR) yang dilakukan oleh Bank Indonesia setiap triwulan.

Dilihat dari rincian per komoditas, sebanyak 21 dari 65 komoditas pada kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan
bahan bakar mengalami peningkatan tekanan inflasi pada triwulan I 2017. Lima komoditas utama yang mendorong
peningkatan tekanan inflasi adalah tarif listrik, dispenser, setrika, sabun cair/cuci piring, dan piring. Inflasi kelima

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
48 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
BAB 3INFLASI DAERAH

komoditas tersebut naik signifikan dari masing-masing 2,81% (yoy), 1,15% (yoy), 0,62% (yoy), 0,48% (yoy) dan -1,62%
(yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 15,14% (yoy), 5,36% (yoy), 4,83% (yoy), 4,12% (yoy), dan 1,31% (yoy) pada triwulan I
2017. Namun demikian, peningkatan tekanan inflasi di kelompok ini tertahan oleh penurunan tekanan inflasi di 44
komoditas lainnya. Lima komoditas yang mengalami penurunan tekanan inflasi tertinggi adalah besi beton, semen,
pembasmi nyamuk bakar, seng, dan kain gorden, yang menurun masing-masing menjadi -2,64% (yoy), -2,09% (yoy),
-1,78% (yoy), -0,79% (yoy) dan -0,25% (yoy) pada triwulan I 2017, dari triwulan IV 2016 masing-masing -1,27% (yoy),
0,14% (yoy), -0,22% (yoy), 2,35% (yoy) dan 6,21% (yoy).

9 %, yoy
Indeks
yoy qtq 350 20
8 310 313 18
7 300
16
6 250 14
4.68 12
5 200
10
4 3.42 150 8
3 100 6
2 1.96 4
50
2
1 1.13
0.33 1.35
0 0
0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I IIP
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II*
2012 2013 2014 2015 2016 2017
%
2012 2013 2014 2015 2016 2017
IHPR gIndeks - Skala Kanan
*) Data hingga April 2017 P: Angka perkiraan

Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: Survei Harga Properti Residensial


Grafik 3.4. Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Gas, dan Bahan Bakar Grafik 3.5. Indeks Harga Properti Residensial

Peningkatan tarif listrik menjadi penyumbang utama kenaikan inflasi di kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan
bahan bakar. Peningkatan tarif listrik terjadi karena penyesuaian tarif pengalihan subsidi listrik pada daya 900 VA di bulan
Januari, Maret, Mei dan Juli. Pada tahap 1 (bulan Januari), tarif listrik mengalami penyesuaian mencapai 30% yaitu dari
Rp605/kWh menjadi Rp791/kWh. Sementara itu, pada tahap 2 (bulan Maret), tarif listrik mengalami kenaikan 30%
menjadi Rp1.034/kWh, kemudian pada tahap 3 (bulan Mei), tarif listrik kembali mengalami kenaikan 30% menjadi
Rp1.352/kWh. Pada tahap akhir (bulan Juli), tarif daya 900 VA akan sama dengan tarif 1.300 VA. Inflasi Tarif Tenaga Listrik
(TTL) tercatat meningkat dari 2,81% (yoy) di triwulan IV 2016 menjadi 15,14% (yoy) di triwulan I 2017.

Kenaikan laju inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar ditahan oleh komoditas besi beton dan
semen yang mengalami penurunan. Penurunan harga besi beton terkonfirmasi dari Survei Pemantauan Harga (SPH) yang
dilakukan oleh BI Provinsi Sulsel, dimana harga besi beton ukuran 8 mm dan 12 mm di Kota Parepare, Kota Palopo dan
Kabupaten Bulukumba mengalami penurunan sebesar Rp40-Rp200. Selain itu, penurunan harga semen diperkirakan
karena banyaknya pemain baru pada industri semen, sehingga pasokan semen excess supply yang berdampak pada
penurunan harga jual.

Hingga awal triwulan II 2017 inflasi kelompok perumahan, air, gas dan bahan bakar masih menunjukkan pola
peningkatan, dan diperkirakan berpotensi tetap meningkat di akhir triwulan. Hal ini dikarenakan pada bulan Mei 2017
terdapat pengalihan subsidi listrik pelanggan daya 900 VA tahap ketiga. Selain itu, harga bahan bakar rumah tangga
ukuran 3 kg11 di tingkat eceran juga mengalami peningkatan sebesar Rp500-Rp3.000/tabung. Peningkatan terbesar terjadi
di Kabupaten Bone yang meningkat Rp1.000-Rp3.000/tabung, sementara di Kota Parepare dan Kota Palopo mengalami
kenaikan sebesar Rp500-Rp1.500/tabung, dan di Kota Makassar naik sebesar Rp1.000/tabung.

3.2.4 Kelompok Sandang


Inflasi kelompok sandang pada triwulan I 2017 menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Di triwulan I 2017, inflasi
kelompok ini tercatat 1,89% (yoy) turun cukup signifikan dibandingkan inflasi di akhir triwulan IV 2016 sebesar 2,97%
(yoy). Penurunan tekanan inflasi berasal dari subkelompok sandang wanita; sandang anak-anak dan barang pribadi; serta
sandang lain secara berurutan tercatat 1,57% (yoy); 0,98% (yoy); dan 2,12% (yoy) di triwulan I 2017 lebih rendah
dibandingkan triwulan IV 2016 yang tercatat 1,89% (yoy); 1,00% (yoy); dan 6,20% (yoy).

Komoditas tas tangan wanita dan emas perhiasan menjadi penyumbang utama penurunan inflasi kelompok sandang.
Inflasi tas tangan wanita dan emas perhiasan menurun signifikan dari 10,20% (yoy) dan 7,30% (yoy) di triwulan IV 2016
menjadi 2,50% (yoy) dan 1,53% (yoy) di triwulan I 2017.

11 Sesuai dengan Survey Penjualan Harian (SPH)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 49
BAB 3INFLASI DAERAH

Dilihat dari rincian per komoditas, sebanyak 29 dari 69 komoditas pada kelompok sandang mengalami penurunan
tekanan inflasi di triwulan I 2017. Lima komoditas utama yang menahan inflasi adalah tas tangan wanita, emas
perhiasan, celana dalam wanita, BH Katun, dan kemeja pendek. Inflasi kelima komoditas ini turun dari masing-masing
10,20% (yoy), 7,30% (yoy), 6,60% (yoy), 6,84% (yoy), dan 4,34% (yoy) di triwulan IV 2016, menjadi masing-masing 2,50%
(yoy), 1,53% (yoy), 3,30% (yoy), 3,59% (yoy), dan 2,47% (yoy) di triwulan I 2017. Di sisi lain, peningkatan tekanan inflasi
kelompok sandang terjadi pada 40 komoditas lainnya. Lima komoditas yang mengalami peningkatan tekanan inflasi
terbesar adalah kemeja pendek batik, ikat pinggang, ongkos jahit, payung, dan baju muslim dari masing-masing -4,96%
(yoy), 12,59% (yoy), 3,65% (yoy), 1,34% (yoy,) dan -3,75% (yoy) di triwulan IV 2016, menjadi 0,17% (yoy), 15,27% (yoy),
5,60% (yoy), 3,01% (yoy) dan -2,29% (yoy).

Pada awal triwulan II 2017, inflasi kelompok sandang mengalami peningkatan meski diperkirakan tetap terjaga hingga
akhir triwulan. Subkelompok yang naik hingga awal triwulan II 2017 pada subkelompok sandang anak-anak serta barang
pribadi dan sandang lainnya. Peningkatan tersebut diperkirakan terjadi karena budaya masyarakat dalam menyambut idul
fitri, Tunjangan Hari Raya (THR) yang jatuh pada bulan Juni. Selain itu, faktor risiko yang perlu diwaspadai adalah kenaikan
harga emas yang dapat mendorong inflasi kelompok ini.

12 2,000.0 30
$/troy oz %, yoy
1,800.0 Emas
10 yoy qtq
gHarga - Skala Kanan 20
1,600.0
8
1,400.0
6 10
1,200.0
4 3.3
2.32 2.0
1.89 1,000.0 0
2 800.0
0.66 0.47 -10
0 600.0
(2) 400.0
-20
*) Data hingga April 2017
(4) 200.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II* 0.0 -30
% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II*
2012 2013 2014 2015 2016 2017
2012 2013 2014 2015 2016 2017
*) Data hingga April 2017

Sumber: Badan Pusat Statistik Sumber: World Bank


Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Sandang Grafik 3.7.Perubahan Harga Emas Internasional

3.2.5 Kelompok Kesehatan

Tekanan inflasi kelompok kesehatan meningkat. Pada 8


triwulan I 2017, kelompok ini tercatat mengalami inflasi 7 yoy qtq
2,74% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan 6
5
sebelumnya yang mencatat inflasi 2,65% (yoy).
4
Peningkatan tekanan inflasi berasal dari subkelompok 2.74
3 2.68
jasa kesehatan, obat-obatan, dan jasa perawatan 2
jasmani dan kosmetika tercatat mengalami peningkatan 1 1.08

inflasi dari 2,42% (yoy), 0,33% (yoy), dan 2,65% (yoy) di 0 0.10

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II*


triwulan IV 2016, menjadi masing-masing 3,55% (yoy), %
2012 2013 2014 2015 2016 2017
0,36% (yoy) dan 3,68% (yoy).
*) Data hingga April 2017

Sumber: Badan Pusat Statistik


Grafik 3.8. Inflasi Kelompok Kesehatan

Dokter spesialis dan tarif rumah sakit menjadi penyumbang utama peningkatan inflasi di kelompok ini. Inflasi dokter
spesialis dan tarif rumah sakit meningkat cukup signifikan dari 3,29% (yoy) dan 0,23% (yoy) di triwulan IV 2016 menjadi
9,12% (yoy) dan 2,54% (yoy) di triwulan I 2017.

Dilihat dari rincian per komoditas, sebanyak 17 dari 40 komoditas pada kelompok kesehatan mengalami peningkatan
tekanan inflasi di triwulan I 2017. Lima komoditas utama yang mendorong peningkatan tekanan inflasi di kelompok ini
adalah dokter spesialis, sabun mandi cair, tarif rumah sakit, creambath dan pelembab. Kelima komoditas ini mengalami
peningkatan inflasi dari masing-masing 3,29% (yoy), 0,28% (yoy), 0,23% (yoy), 9,85% (yoy), dan 3,71% (yoy) di triwulan IV
2016, menjadi masing-masing 9,12% (yoy), 4,12% (yoy), 2,54% (yoy), 12,10% (yoy), dan 5,52% (yoy) di triwulan I 2017. Di

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
50 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
BAB 3INFLASI DAERAH

sisi lain, dari 16 komoditas yang mengalami penurunan inflasi, 5 komoditas yang mengalami penurunan inflasi terbesar
adalah tarif laboratorium, dokter umum, tarif guting rambut pria, pembersih/penyegar, dan lulur. Kelima komoditas
tersebut mengalami penurunan inflasi dari 24,97% (yoy), 13,89% (yoy), 10,15% (yoy), 1,51% (yoy) dan 9,92% (yoy) di
triwulan IV 2016 menjadi 2,41% (yoy), 3,64% (yoy), 2,67% (yoy), -1,35% (yoy), dan 7,491% (yoy) pada triwulan I 2017.
Sementara untuk 7 komoditas lainnya tidak mengalami perubahan.

Di awal triwulan II 2017, inflasi kelompok kesehatan menunjukkan penurunan. Penurunan tersebut terjadi pada hampir
seluruh kelompok kesehatan kecuali jasa perawatan jasmani. Penurunan inflasi terbesar berasal dari check up dan
keriting/meluruskan rambut. Risiko yang diperkirakan dapat mendorong inflasi kelompok ini adalah subkelompok Jasa
Perawatan Jasmani dimana obat/perlengkapan untuk perawatan jasmani dan kosmetika berasal dari impor yang sangat
dipengaruhi oleh perkembangan nilai tukar rupiah.

3.2.6 Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga

Tekanan inflasi kelompok pendidikan, rekreasi dan 4.0


3.5 yoy qtq
olahraga sedikit turun di triwulan I 2017. Tekanan inflasi
3.0
pada triwulan I 2017 tercatat 0,81% (yoy), sedikit turun dari 2.5
2.0
triwulan IV 2016 sebesar 0,83% (yoy). Menurunnya inflasi
1.5
kelompok ini karena hampir seluruh subkelompok 1.0 0.81
0.81

mengalami penurunan tekanan inflasi, kecuali subkelompok 0.5


0.11
0.0 0.00
olahraga. Ketiga subkelompok yang mengalami penurunan (0.5)
*) Data hingga April 2017

inflasi cukup besar yaitu kursus-kursus/pelatihan, I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II*
% 2012 2013 2014 2015 2016 2017
perlengkapan/peralatan pendidikan, dan pendidikan,
masing-masing dari 4,37% (yoy), 0,16% (yoy), dan 0,60%
(yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 3,29% (yoy), 0,09% Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.9. Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga
(yoy), dan 0,58% (yoy) triwulan I 2017.

Kursus komputer dan kursus Bahasa asing menjadi komoditas utama yang mengalami penurunan inflasi pada
subkelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga. Inflasi kursus komputer dan kursus bahasa asing menurun cukup
signifikan masing-masing dari 3,25% (yoy) dan 8,03% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 1,19% (yoy) dan 6,34% (yoy)
pada triwulan I 2017.

Dilihat dari rincian per komoditas, sebanyak 12 dari 44 komoditas pada kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga
mengalami penurunan tekanan inflasi pada triwulan I 2017. Lima komoditas utama yang mengalami penurunan tekanan
inflasi di kelompok ini adalah kursus komputer, biaya fotokopi, sepeda anak, kertas HVS, dan kursus Bahasa asing. Kelima
komoditas ini mengalami penurunan inflasi dari masing-masing 3,25% (yoy), 2,21% (yoy), 1,65% (yoy), 1,88% (yoy), dan
8,03% (yoy) di triwulan IV 2016 menjadi 1,19% (yoy), 0,21% (yoy), -0,32% (yoy), -0,09% (yoy), dan 6,34% (yoy) pada
triwulan I 2017. Di sisi lain, peningkatan tekanan inflasi terjadi di 27 komoditas, dimana lima komoditas yang mengalami
peningkatan tertinggi terjadi di komoditas bioskop, flash disk, biaya jaringan saluran TV, personal komputer, dan sewa
lapangan futsal. Kelima komoditas ini mengalami peningkatan inflasi dari masing-masing 0%; -1,04% (yoy), 0,79% (yoy),
0% (yoy) dan 1,18% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 14,81% (yoy), 0,18% (yoy), 1,72% (yoy), 0,65% (yoy) dan 1,58%
(yoy) di triwulan I 2017. Sementara itu, 5 komoditas lainnya tidak mengalami perubahan harga dibandingkan triwulan IV
2016.

Inflasi kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga cenderung stabil di awal triwulan II 2017, namun diprediksikan
sedikit menurun di akhir triwulan. Perkiraan sedikit menurunnya inflasi kelompok ini akibat telah berakhirnya aktivitas
belajar-mengajar di sekolah baik tingkat SD/SMP/SMA/PT sehingga menahan tekanan inflasi subkelompok pendidikan,
kursus-kursus, dan perlengkapan/peralatan sekolah.

3.2.7 Kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan


Pada triwulan I 2017, kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan tercatat inflasi meningkat cukup
siginifikan. Di triwulan I 2017, kelompok ini tercatat inflasi 3,61% (yoy) atau meningkat dari triwulan sebelumnya -0,87%

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 51
BAB 3INFLASI DAERAH

(yoy). Inflasi yang tinggi di kelompok ini didorong oleh hampir seluruh subkelompok kecuali subkelompok jasa keuangan.
Subkelompok transpor, komunikasi dan pengiriman, serta sarana dan penunjang transpor tercatat inflasi pada triwulan I
2017 masing-masing sebesar 0,27% (yoy), 9,52% (yoy), dan 7,49% (yoy) dari periode sebelumnya -3,58% (yoy), 5,72%
(yoy), dan 3,20% (yoy). Sementara itu, subkelompok jasa keuangan tercatat menurun dari 1,73% (yoy) di triwulan IV 2016
menjadi -78,94% (yoy) di triwulan I 2017.

Komoditas biaya perpanjangan STNK menjadi penyumbang utama peningkatan inflasi subkelompok ini. Inflasi biaya
perpanjangan STNK meningkat dari 0,00% (yoy) di triwulan IV 2016 menjadi 104,09% (yoy) pada triwulan I 2017. Biaya
perpanjangan STNK yang meningkat sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 60 Tahun 2016 tentang jenis dan tarif
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), biaya pengurusan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) untuk roda 2 atau 3
dan roda 4 atau lebih baru dan perpanjang, Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor (STCK) R4 atau lebih, PNBP Tanda
Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) roda 2 atau 3 roda dan roda 4 atau lebih, tarif PNBP kendaraan mutasi keluar daerah
untuk roda 2 atau 3 dan R4 atau lebih naik, PNBP BKPB untuk roda 2 atau 3 yang baru, dan ganti kepemilikan meningkat.

Dilihat dari rincian per komoditas, sebanyak 14 dari 38 komoditas pada kelompok transport, komunikasi dan jasa
keuangan mengalami peningkatan tekanan inflasi di triwulan I 2017. Lima komoditas utama yang mengalami
peningkatan inflasi di kelompok ini adalah biaya perpanjangan STNK, solar, angkutan udara, biaya pengiriman barang dan
tarif pulsa ponsel masing-masing dari 0,00% (yoy), -23,13% (yoy), -5,51% (yoy), 0,34% (yoy), dan 11,06% (yoy) pada
periode sebelumya menjadi 104,09% (yoy), -8,85% (yoy), 7,74% (yoy), 10,42% (yoy), dan 18,45% (yoy). Di sisi lain,
terdapat 10 komoditas yang mengalami penurunan tekanan inflasi, dengan lima komoditas utama yaitu tarif parkir, biaya
administrasi kartu ATM, pemeliharaan, tarif sewa motor, dan helm. Kelima komoditas tersebut mengalami penurunan
inflasi masing-masing dari 10,50% (yoy), 7,03% (yoy), 5,16% (yoy), 3,38% (yoy), dan 2,83% (yoy) di triwulan IV 2016
menjadi 0,00% (yoy), 0,00% (yoy), 2,01% (yoy), 0,48% (yoy), dan 1,72% (yoy) di triwulan I 2017. Sementara itu, 14
komoditas lainnya tidak mengalami perubahan harga dibandingkan periode sebelumnya.

Kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan masih menunjukkan inflasi di awal triwulan II 2017, dan
diperkirakan meningkat hingga akhir triwulan. Peningkatan inflasi ini didorong oleh komoditas solar, bensin, angkutan
udara, tarif pulsa ponsel, dan helm. Penyesuaian harga BBM menjadi salah satu risiko yang terus diwaspadai karena
terdapat penyesuaian pada harga minyak dunia dimana terdapat tren yang meningkat hingga akhir triwulan I 2017. Selain
itu, tingginya aktivitas angkutan udara akibat libur (tanggal merah) dan perayaan hari raya yang jatuh pada triwulan II
2017 diperkirakan semakin mendongkrak inflasi kelompok ini.

14
12 yoy qtq
10
8
5.45
6
3.61
4
3.14
2
0 0.37

(2)
(4)
*) Data hingga April 2017
(6)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II*
%
2012 2013 2014 2015 2016 2017

Sumber: Badan Pusat Statistik


Grafik 3.10. Inflasi Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan

3.3. Inflasi Menurut Kota IHK12


Secara spasial, peningkatan inflasi Sulsel di triwulan I 2017 disebabkan oleh peningkatan tekanan inflasi di seluruh
kabupaten/kota IHK di Sulsel. Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Bone, dan Kota Makassar mengalami inflasi tertinggi
pada triwulan I 2017 masing-masing menjadi 4,06% (yoy), 3,84% (yoy) dan 3,45% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan
IV 2016 masing-masing 1,48% (yoy), 1,50% (yoy) dan 3,18% (yoy). Meskipun inflasi di Kota Parepare meningkat, namun
berada di peringkat terendah yaitu mencapai 2,56% (yoy) di triwulan laporan. Tekanan inflasi di Kota Makassar

12Mulai Januari 2014, inflasi Sulsel dihitung dari agregasi lima kota/kabupaten, yaitu Makassar, Palopo, Parepare, Watampone (Bone), dan Bulukumba.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
52 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
BAB 3INFLASI DAERAH

diperkirakan karena karakteristik daerah perkotaan yang memiliki permintaan tinggi, namun produksi relatif rendah
(excess demand), khususnya untuk komoditas pangan. Kekurangan bahan pangan tersebut harus dipasok dari daerah lain
yang surplus bahan pangan dengan jalur distribusi yang relatif panjang, sehingga ongkos untuk pendistribusian barang
menjadi relatif mahal.
Tabel 3.2. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota (%, yoy)
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Kota
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II*

Makassar 4.10 3.91 4.61 4.57 4.76 4.54 7.41 6.24 5.46 5.38 3.57 8.51 7.34 8.61 8.95 5.18 6.38 4.63 3.36 3.18 3.45 4.20

Palopo 4.27 3.99 4.15 4.11 4.34 3.03 5.33 5.25 6.22 7.36 4.03 8.95 6.95 6.89 7.19 3.38 4.47 4.05 3.07 2.74 3.26 3.86

Parepare 2.00 2.54 3.78 3.49 4.67 4.49 7.41 6.31 5.58 5.57 3.04 9.38 6.53 6.98 7.02 1.58 3.82 3.05 1.56 2.11 2.56 3.16

Watampone 5.69 4.42 3.94 3.65 2.90 3.28 6.72 6.86 7.86 8.14 4.55 8.22 5.66 4.27 4.33 0.97 1.94 2.67 2.02 1.50 3.84 4.62

Bulukumba 13.94 14.10 7.30 9.45 6.21 6.12 6.63 2.17 2.16 2.12 0.84 1.48 4.06 5.16

Sulawesi Selatan 4.06 3.85 4.48 4.40 4.61 4.36 7.24 6.22 5.88 5.92 3.72 8.61 7.13 8.06 8.36 4.48 5.70 4.30 3.07 2.94 3.42 4.16

*) Keterangan: Data hingga April 2017


Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Tabel 3.3. Sumbangan Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota (%, yoy)
2012 2013 2014 2015 2016 2017
Kota
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II*
Makassar 3.42 3.24 3.77 3.71 3.88 3.68 6.10 5.25 4.27 4.20 2.79 6.65 5.73 6.73 6.99 4.05 4.98 3.62 2.62 2.48 2.69 3.28

Palopo 0.22 0.21 0.25 0.24 0.25 0.24 0.40 0.34 0.40 0.47 0.26 0.57 0.44 0.44 0.46 0.22 0.29 0.26 0.20 0.17 0.21 0.25

Parepare 0.22 0.21 0.24 0.24 0.24 0.23 0.39 0.33 0.39 0.39 0.21 0.66 0.46 0.49 0.46 0.11 0.27 0.21 0.11 0.15 0.18 0.22

Watampone 0.20 0.19 0.22 0.22 0.23 0.22 0.36 0.31 0.45 0.47 0.26 0.47 0.33 0.25 0.25 0.06 0.11 0.15 0.12 0.09 0.22 0.27

Bulukumba 0.38 0.39 0.20 0.26 0.17 0.17 0.23 0.06 0.06 0.06 0.02 0.04 0.11 0.14

Sulawasi Selatan 4.06 3.85 4.48 4.40 4.61 4.36 7.24 6.22 5.88 5.92 3.72 8.61 7.13 8.07 8.39 4.48 5.70 4.30 3.07 2.94 3.42 4.16

*) Keterangan: Data hingga April 2017


Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Pada triwulan I 2017, Bulukumba menjadi daerah dengan inflasi tertinggi di Sulawesi Selatan. Peningkatan inflasi yang
terjadi di Bulukumba pada triwulan laporan cukup signifikan. Inflasi Bulukumba pada triwulan I 2017 mencapai 4,06%
(yoy) meningkat cukup signifikan dari sebelumnya 1,48% (yoy). Komoditas yang meningkat signifikan yaitu biaya
perpanjangan STNK, cabe rawit, kepala, ikan kembung dan kangkung dengan inflasi masing-masing 104,27% (yoy), 57,86%
(yoy), 45,00% (yoy), 44,25% (yoy) dan 36,57% (yoy) di triwulan laporan.

Sementara itu, Kota Makassar masih mencatatkan inflasi yang cukup tinggi di Sulsel yaitu 3,45% (yoy). Komoditas yang
menyumbang inflasi di Kota Makassar pada triwulan laporan yaitu biaya perpanjangan STNK, cabe rawit, ikan mujair, ikan
layang dan kelapa muda dengan inflasi masing-masing 103,98% (yoy), 87,87% (yoy), 59,01% (yoy), 38,09% (yoy), dan
28,50% (yoy). Tingginya inflasi di Kota Makassar dikarenakan untuk sebagian komoditi utamanya bahan pangan
mengalami exess demand, sehingga harus dipasok dari daerah produsen di wilayah sekitar, dengan ongkos distribusinya
yang relatif tinggi. Oleh karena itu, untuk menjaga kelancaran pasokan barang di Kota Makassar, pentingnya kerjasama
antar daerah merupakan sebuah kata kunci. Disamping itu, sinergitas dari pihak-pihak terkait sangat diperlukan, karena
upaya pengendalian inflasi ini sejatinya tidak hanya terkait dengan permasalahan ketersediaan pasokan barang, akan
tetapi juga terkait dengan struktur pasar yang tidak bisa bekerja sempurna sehingga berdampak pada rendahnya
aksesibilitas masyarakat kalangan tertentu terhadap suatu barang yang dibutuhkan. Selain itu keberhasilan pengendalian
inflasi di Kota Makassar juga ditentukan oleh perilaku masyarakat dalam berkonsumsi.

Sulawesi Selatan Bulukumba


16 %, yoy
Makassar Palopo
14
12 Parepare Watampone
10
8
6
4
2
0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II*
2012 2013 2014 2015 2016 2017
*) Data hingga April 2017

Sumber: Badan Pusat Statistik


Grafik 3.11. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Kota

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 53
BAB 3INFLASI DAERAH

Secara umum di hampir seluruh kabupaten/kota pemantauan harga, peningkatan tekanan harga disebabkan oleh
komoditas cabe rawit dan tarif listrik. Di seluruh kabupaten/kota, komoditas cabe rawit dan tarif listrik termasuk ke
dalam komoditas utama inflasi13, yang dalam hal ini juga menjadi pendorong inflasi di Sulsel. Peningkatan harga cabe
rawit disebabkan oleh curah hujan yang tinggi merusak tanaman cabe yang cenderung tidak tahan air, sehingga pasokan
cenderung menurun disaat permintaan tetap/meningkat. Sementara itu, peningkatan tarif listrik terjadi karena
penyesuaian subsidi listrik pada daya 900 VA di bulan Januari dan Maret oleh pemerintah.
Tabel 3.4. Lima Komoditas Utama Penyumbang Andil Inflasi Per Kab/Kota IHK di Sulsel
No Makassar Parepare Watampone Bulukumba Palopo Sulsel
1 Cabai Rawit Cabai Rawit Tarip Pulsa Ponsel Tarip Listrik Cabai Rawit Cabai Rawit
2 Tarip Listrik Tarip Listrik Tomat Sayur Tarip Pulsa Ponsel Tarip Listrik Tarip Listrik
3 Biaya Perpanjangan STNK Mobil Rokok Kretek Filter Cabai Rawit Biaya Perpanjangan STNK Biaya Perpanjangan STNK
4 Tarip Pulsa Ponsel Tomat Buah Rokok Kretek Biaya Perpanjangan STNK Tarip Pulsa Ponsel Tarip Pulsa Ponsel
5 Mobil Biaya Perpanjangan STNK Udang Basah Kacang Panjang Cakalang/Sisik Mobil
Sumber: Badan Pusat Statistik
Tabel 3.5. Lima Komoditas Utama Penyumbang Andil Deflasi Per Kab/Kota IHK di Sulsel
No Makassar Parepare Watampone Bulukumba Palopo Sulsel
1 Bandeng/Bolu Beras Layang/Benggol Bandeng/Bolu Bandeng/Bolu Bandeng/Bolu
2 Daging Ayam Ras Cakalang/Sisik Telur Ayam Ras Pisang Bawang Merah Daging Ayam Ras
3 Bawang Merah Sawi Hijau Gula Pasir Bawang Merah Beras Bawang Merah
4 Beras Udang Basah Bandeng/Bolu Telur Ayam Ras Bahan Bakar Rumah Tangga Beras
5 Cabai Merah Tomat Sayur Pisang Mujair Daging Ayam Ras Cakalang/Sisik
Sumber: Badan Pusat Statistik

3.4. Disagregasi Inflasi14


Peningkatan inflasi Sulsel di akhir triwulan I 2017 Inflasi IHK Administered Price Core Volatile Food
terutama bersumber dari peningkatan tekanan inflasi di 20
%, yoy
3,42
kelompok administered price. Kelompok administered 15
price mengalami peningkatan tekanan inflasi dari -1,35% 10
3,72

(yoy) di triwulan IV 2016 menjadi 4,65% (yoy) di triwulan I 5 2,98


2017. Sementara itu, kelompok inflasi volatile food 4,65
0
menurun dari 6,41% (yoy) di sebelumnya menjadi 3,72%
-5
(yoy) di triwulan laporan. Untuk inflasi kelompok core I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II*

mengalami sedikit peningkatan yaitu dari 2,97% (yoy) di 2012 2013 2014 2015 2016 2017

triwulan IV 2016 menjadi 2,98% (yoy) di triwulan I 2017.


Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 3.12. Inflasi Sulawesi Selatan Menurut Komponen Disagregasi

Inflasi pada kelompok inti (core) pada triwulan I 2017 tercatat mengalami sedikit peningkatan meski cenderung stabil.
Secara umum, peningkatan inflasi kelompok ini berasal dari subkelompok makanan jadi dan kesehatan. Komoditas gula
pasir yang meningkat mendorong inflasi kelompok inti. Peningkatan harga komoditas gula pasir dikarenakan terdapat
kebijakan pemerintah terkait dengan kuota impor pada tahun 2017, sehingga memengaruhi pasokan gula.

Pada kelompok volatile food, konsumsi masyarakat yang terjaga menahan inflasi di triwulan I 2017. Panen raya yang
terjadi di triwulan laporan menyebabkan harga bahan makanan menurun. Komoditas yang mengalami deflasi yaitu cabe
merah, sawi putih, daging ayam ras, dan daun bawang. Komoditas beras sebagai komoditas pangan strategis juga
mengalami deflasi yaitu -0,79% (yoy) di triwulan laporan, dari periode sebelumnya mencapai 3,23% (yoy). Sementara itu,
komoditas cabe rawit, ikan mujair, ikan layang, kelapa muda dan ikan teri mengalami peningkatan inflasi volatile food.
Kenaikan harga cabe rawit dikarenakan intensitas curah hujan yang tinggi (200-400 mm) pada awal triwulan laporan
sehingga merusak tanaman cabe, serta mengganggu distribusi. Selain itu, kenaikan harga ikan segar (ikan mujair, ikan
layang dan ikan teri) diperkirakan terjadi akibat tingginya gelombang laut hingga mencapai 1,5 meter memengaruhi
nelayan untuk tidak pergi melaut.

Meningkatnya kelompok administered price didorong oleh kenaikan tarif listrik. Kebijakan pemerintah dalam
penyesuaian tarif listrik daya 900 VA pada bulan Januari dan Maret mendorong inflasi kelompok ini. Selain itu, tarif listrik

13Menggunakan modus: nilai yang sering muncul dalam kelompok data


14Analisis
disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi noninti (volatile food dan administered prices). Hal ini dilakukan untuk
menghasilkan indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
54 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
BAB 3INFLASI DAERAH

tegangan rendah (TR), tegangan tinggi (TT) dan L (tegangan khusus) mengalami peningkatan di triwulan I 2017, bila
dibandingkan dengan triwulan I 2016.
Minyak Mentah
Rp/kWh
120.0 $/bbl %, yoy 80
1,900 gHarga - Skala Kanan

100.0 56.0 60
1,700
40
1,500 80.0
24.7
51.83 20
1,300 60.0 51.06
0
1,100 40.0
-20
900 20.0 -40
700 0.0 -60
I II III IV I II III IV I II I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II*
2015 2016 2017 2012 2013 2014 2015 2016 2017
TR TM TT L/TR, TM, TT *) Data hingga April 2017

Keterangan: TR (Tegangan Rendah); TM (Tegangan Menengah); TT Sumber: World Bank


(Tegangan Tinggi); L (Tegangan Khusus)
Sumber: PLN
Grafik 3.13 Perkembangan Tarif Listrik PLN Grafik 3.14. Harga Minyak Mentah Global

Pada awal triwulan II 2017, tekanan inflasi diperkirakan dalam tren meningkat. Berdasarkan hasil Survei Konsumen yang
diselenggarakan oleh Bank Indonesia bahwa indeks harga 3 bulan yang akan datang mengalami peningkatan dari 173,7 di
triwulan I 2017 menjadi 186,8 di triwulan II 2017. Peningkatan tersebut diperkirakan berasal dari inflasi administered price
seiring dengan kebijakan dari pemerintah pusat terkait pengalihan subsidi listrik pada daya 900 VA di tanggal 1 Mei dan 1
Juli 201715. Selain itu, Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) yang jatuh pada bulan Mei dan Juni, diperkirakan turut
mendorong konsumsi masyarakat terutama pada kelompok volatile food. Memperhatikan perkembangan harga hingga
bulan Mei 2017, laju inflasi Sulsel pada triwulan II 2017 diperkirakan akan meningkat, dan berada pada rentang sasaran
inflasi tahun 2017 sebesar 4%1%.

Faktor penahan inflasi di triwulan II 2017 diperkirakan berasal dari volatile food. Meski mengalami peningkatan tekanan
inflasi, namun panen raya yang terjadi pada bulan Maret-April 2017 diperkirakan dapat menahan tekanan inflasi yang
lebih tinggi. Hingga awal triwulan II 2017, inflasi volatile food meningkat dari 3,72% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi
4,18% (yoy) di triwulan II 2017. Sementara itu, inflasi kelompok inti diperkirakan relatif terjaga pada tingkat yang aman.

3.5. Koordinasi Pengendalian Inflasi


TPID Provinsi dan TPID Kabupaten/Kota terus meningkatkan koordinasi secara intensif dalam rangka pengendalian
inflasi di Sulsel. Selama Januari hingga Mei 2017, terdapat beberapa kegiatan yang dimaksudkan untuk pemantauan
harga, penguatan kerjasama dan koordinasi baik di TPID Provinsi maupun TPID Kabupaten/Kota se-Sulawesi Selatan
(Tabel 3.6).

15 Sesuai dengan Siaran Pers yang dilakukan oleh PT. PLN (Persero) Pada tanggal 1 Januari 2017

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 55
BAB 3INFLASI DAERAH

Tabel 3.6.Kegiatan TPID Hingga Mei 2017

NO TPID KEGIATAN / TEMPAT TANGGAL KETERANGAN

1 Provinsi Sulawesi Selatan Pasar Pabaengbaeng 11 Januari 2017 Sidak Harga Cabai di Pasar Pabaeng-Baeng
2 Provinsi Sulawesi Selatan Disperindag Provinsi Sulsel 11 Januari 2017 Rapat terkait kenaikan harga Cabai
3 Provinsi Sulawesi Selatan Kantor Perwakilan BI Provinsi 16 Januari 2017 Rapat Teknis TPID
Sulsel
4 Provinsi Sulsel dan Zona Kantor Perwakilan BI Provinsi 15 Februari 2017 Rapat Teknis TPID
Makassar Sulsel
5 Provinsi Sulsel dan Zona Hotel Novena 22 Februari 2017 Rapat Teknis TPID
Bone
6 Provinsi Sulsel dan Zona Hotel Agri 23 Februari 2017 Rapat Teknis TPID
Bulukumba
7 Provinsi Sulsel dan Zona Hotel Platinum 8 Maret 2017 Rapat Teknis TPID
Palopo
8 Provinsi Sulsel dan Zona Hotel Grand Kartika 9 Maret 2017 Rapat Teknis TPID
Parepare
9 Provinsi dan Kab/Kota se Ruang Rapat Pimpinan, Kantor 20 Maret 2017 Rapat Teknis TPID Provinsi dan Kab/Kota se Sulsel dalam
Sulsel Gubernur Sulsel rangka penguatan koordinasi dan penyusunan program
kerja TPID
10 Provinsi Sulsel dan Kota Kantor Perwakilan BI Provinsi 24 Maret 2017 Rapat Teknis TPID dalam rangka inisiasi kerjasama antar
Makassar Sulsel daerah
11 Provinsi Sulawesi Selatan Biro Bina Perekonomian 30 Maret 2017 Rapat Teknis TPID Provinsi Sulsel
Provinsi Sulsel
12 Provinsi Sulawesi Selatan Ruang Rapat Pimpinan, Kantor 26 April 2017 Rapat Koordinasi TPID dalam rangka identifikasi dan
Gubernur Sulsel antisipasi kenaikan harga / /permintaan barang
kebutuhan pokok, menjelang puasa dan idul fitri.
13 Provinsi Sulawesi Selatan Kantor Perwakilan BI Provinsi 15 Mei 2017 Rapat Koordinasi antara TPID Sulsel dengan TPID Eks.
dan Eks. Karisidenan Sulsel Karisidenan Banyumas
Banyumas
14 Bone dan Eks. Kantor Bupati Bone 16 Mei 2017 Rapat Koordinasi antara TPID Bone dengan TPID Eks.
Karisidenan Banyumas Karisidenan Banyumas

15 Provinsi Sulawesi Selatan Ruang Rapat Pimpinan, Kantor 26 Mei 2017 High Level Meeting (HLM) TPID terkait dengan inflasi
Gubernur Sulsel jelang bulan Ramadhan dan Idul Fitri

Pencapaian inflasi triwulan I 2017 yang masih terjaga, didukung oleh koordinasi di Tim Pengendali Inflasi Daerah
(TPID). Bank Indonesia bersama dengan TPID dan stakeholders terkait secara intensif telah melakukan koordinasi dalam
berbagai kegiatan. Pada bulan Januari, kegiatan sebagian besar difokuskan pada upaya pemantauan harga komoditas
cabe akibat kenaikan harga yang tinggi. Inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan di Pasar Pabaeng-baeng dan rapat
teknis terkait dengan kenaikan harga cabe telah dilakukan bersama dengan BI, TPID, dan KPPU, sehingga dapat
mengetahui penyebab kenaikan harga komoditas cabe dan langkah strategis yang akan diambil dalam upaya
pengendaliannya.

Pada bulan Februari-Maret, intensitas koordinasi dengan berbagai daerah semakin giat dilakukan sebagai upaya dalam
menghadapi kenaikan harga di tahun 2017. Rapat teknis, sebagai salah satu cara dalam melakukan koordinasi, telah
dilakukan di berbagai zona seperti Zona Makassar, Zona Bone, Zona Bulukuma, Zona Palopo dan Zona Parepare. Selain
itu, rapat teknis TPID juga dilakukan di tingkat provinsi dengan mengumpulkan seluruh anggota TPID dalam rangka
penyusunan program kerja TPID 2017.

Memasuki triwulan II 2017, upaya Pengendalian harga difokuskan pada persiapan menjelang Hari Besar Keagamaan
Nasional (HBKN). Pada bulan April 2017, TPID Provinsi Sulawesi Selatan tengah mengidentifikasi dan mempersiapkan
langkah-langkah untuk mengantisipasi kenaikan atau permintaan bahan kebutuhan pokok menjelang bulan puasa dan
idul fitri. Sementara itu, rapat koordinasi dengan TPID luar Provinsi Sulawesi Selatan dengan TPID eks. Karisidenan
Banyumas dalam rangka berdiskusi mengenai keberhasilan masing-masing TPID dalam menurunkan tekanan harga. Pada
akhir Mei 2017, High Level Meeting (HLM) TPID terkait dengan inflasi jelang bulan Ramadhan dan Idul Fitri langsung
dipimpin oleh Gubernur Sulsel, dan dihadiri oleh Wakil Gubernur Sulsel, Kapolda Sulsel, Pangdam Hasanuddin dan
anggota TPID Provinsi Sulsel.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
56 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
BAB 3INFLASI DAERAH

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 57
4. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan
UMKM

Bab 4
Stabilitas Keuangan Daerah,
Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

Dalam kondisi ekonomi yang membaik, ketahanan system keuangan


Sulawesi Selaran tetap kuat diikuti resiko system keuangan semakin terjaga.
Kebijakan pemerintah untuk menyesuaikan harga yang diatur oleh
kebijakannya cukup memberikan tekanan pada pengeluaran rumah
tangga. Namun dekimian sinergi kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah
Daerah dalam memitigasi dan melakukan sosialisasi mencegah risiko system
keuangan dari sisi rumah tangga. Dari sisi korporasi, fase konsolidasi
keuangan yang ditempuh di tahun 2016 membuat kondisi keuangan
korporasi menjadi lebih sehat di awal tahun 2017. Khusus untuk korporasi
berbasis pertambangan, harga komoditas yang sudah mulai menurun
dibandingkan posisi akhir 2016 sedikit memberikan tekanan walau dalam
level yang terjaga.
Fungsi intermediasi perbankan di Sulawesi Selatan terus berjalan dengan
baik dan semakin dalam. Hal ini ditandai dengan semakin tumbuhnya
penyaluran kredit UMKM disertai NPL yang terjaga.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 58
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

4.1. Stabilitas Keuangan Daerah


4.1.1 Asesmen Sektor Rumah Tangga16
4.1.1.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga

Kerentanan rumah tangga menurun sejalan dengan pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang membaik pada
triwulan I 2017 . Konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2017 tumbuh 5,53% (yoy) dari sebelumnya 5,29% (yoy) di
triwulan IV 2016 (Grafik 4.1). Capaian pertumbuhan tersebut bahkan lebih tinggi dibandingkan realisasi triwulan I 2016
yang tumbuh sebesar 5,28% (yoy). Membaiknya konsumsi rumah tangga ini didorong oleh keyakinan konsumen yang
lebih baik dalam memandang ekonomi baik saat ini maupun ekspektasi ke depan (Grafik 4.2). Kekhawatiran akan
ketersediaan lapangan kerja semakin menurun sejalan dengan kondisi ekonomi yang diperkirakan terus membaik pasca
pembangunan infrastruktur nasional. Selain itu, dampak kenaikan tariff listrik bertahap ditengarai sudah mulai dapat
diantisipasi oleh rumah tangga mengingat kenaikan bertahap tersebut membuat rumah tangga dapat memetakan pola
konsumsinya dengan lebih baik. Secara lebih rinci, peningkatan optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini
terjadi hampir di semua indikator utama. Tiga indikator utama yaitu (1) penghasilan, (2) ketersediaan lapangan kerja,
maupun (3) ketepatan waktu pembelian barang tahan lama menunjukan kenaikan signifikan di triwulan I 2017 (Grafik
4.3).

Sumber: BPS Prov. Sulsel Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah
Grafik 4.1. Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Terhadap PDRB Sulsel Grafik 4.2. Indeks Keyakinan Konsumen Rumah Tangga Sulsel

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah


Grafik 4.3. Persepsi RT Sulsel Terhadap Ekonomi Saat Ini Dibandingkan 6 Bulan Yang Lalu

Terkendalinya inflasi pada triwulan I 2017 membuat daya beli konsumen terjaga. Pada awal triwulan I, kenaikan tarif
STNK dan kenaikan tarif listrik membuat inflasi naik lebih tinggi dibandingkan ekspektasi konsumen dan rata-rata
historisnya. Kenaikan inflasi ini sempat memicu kekhawatiran bahwa daya beli konsumen akan tergerus. Namun
demikian, upaya pengendalian inflasi yang baik serta masuknya musim panen membuat kekhawtiran akan inflasi mereda.
Ke depan, konsumsi rumah tangga diperkirakan masih akan melanjutkan peningkatan sejalan dengan ekspektasi yang
terus membaik. Hal ini didasari oleh ekspektasi konsumen yang membaik dari setiap indikator komponen pembentuknya

16 Di dalam sistem keuangan, Rumah Tangga memiliki dua fungsi yaitu sebagai penyedia dana dan penerima dana dari institusi keuangan. Kondisi
keuangan Rumah Tangga berfluktuatif sepanjang waktu dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya adalah tingkat pengangguran, tingkat konsumsi,
dan kondisi pembiayaan/kredit yang dilakukan oleh Rumah Tangga.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 59
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

seperti ekspektasi penghasilan yang lebih optimis, dan ketersediaan lapangan pekerjaan yang terus meningkat walau
ekspektasi kegiatan usaha belum mengalami perbaikan (Grafik 4.6). Kendati demikian, eksepktasi kegiatan usaha
menunjukkan peningkatan di bulan terakhir triwulan I 2017 sejalan dengan kegiatan ekonomi yang mulai lebih baik.
khususnya pasca deflasi di bulan Maret (Grafik 4.4). Selain itu, ekspektasi kenaikan harga mulai terkendali di akhir periode
triwulan I khususnya pada kategori durable goods seperti pada peralatan rumah tangga (Grafik 4.5)

Indeks %
200 Kenai
Ramadhan
5.00
kan
190
4.00
180
3.00
170
160 2.00
150
1.00
140
-
130
120 (1.00)
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3
2014 2015 2016 2017

Ekspektasi Perubahan Harga Inflasi Sulsel (qtq) - RHS

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah
Grafik 4.4. Ekspektasi Perubahan Harga Oleh Rumah Tangga Tiga Bulan Grafik 4.5. Ekspektasi Perubahan Harga Tiga Bulan Mendatang
Yang Akan Datang Berdasarkan Komoditi

Indeks 180

160

140
Optimis

120

100
Pesimis

80

60
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016 2017

Ekspektasi Penghasilan Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja


Ekspektasi Kegiatan Usaha*

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah


Grafik 4.6. Persepsi RT Sulsel Terhadap Ekonomi Enam Bulan Mendatang

4.1.1.2 Kinerja Keuangan Sektor Rumah Tangga


Porsi keuangan rumah tangga yang dialokasikan untuk tabungan meningkat di triwulan I 2017. Membaiknya kondisi
ekonomi di awal triwulan I 2017 tersebut tercermin dari peningkatan konsumsi rumah tangga. Namun porsi tabungan
meningkat sejalan dengan teori kurva engle yang menyatakan kenaikan pendapatan tidak serta merta akan
ditransmisikan pada kenaikan konsumsi secara menyeluruh mengingat kebutuhan barang dalam jangka pendek relatif
terbatas. Hal inilah yang membuat porsi tabungan meningkat di triwulan I 2017 menjadi 24% dari sebelumnya 20% di
triwulan IV 2016. Adapun porsi pinjaman juga turut meningkat menjadi 13,8% pada triwulan I 2017 dari sebelumnya
13,3% (Grafik 4.7).

20.0%
24.1%

Konsumsi

13.3%
Tw IV 2016 Tw I 2017 Pinjaman

Tabungan
13.8% 62.2%
66.8%

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah


Grafik 4.7. Komposisi Pengeluaran RT Sulawesi Selatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
60 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

Meningkatkatnya porsi tabungan masyarakat di tengah pertumbuhan konsumsi yang meningkat mengindikasikan
kerentanan rumah tangga yang lebih baik. Porsi konsumsi dari setiap rumah tangga relatif tidak mengalami perubahan
signifikan dengan semakin tingginya pendapatan, maka porsi konsumsi dari pendapatannya akan semakin menurun
(Engle Curve). Porsi belanja terbanyak dicatatkan oleh rumah tangga berpenghasilan Rp 1-2 Juta per bulan dan terendah
dialami oleh rumah tangga dengan penghasilan lebih dari Rp 5 juta per bulan. Hubungan ini berbanding terbalik dengan
porsi cicilan/ pinjaman dimana kategori pendapatan lebih dari Rp 5 juta per bulan merupakan kelompok yang paling
banyak melakukan pembayaran cicilan akibat kebutuhan durable goods yang lebih tinggi seperti cicilan kendaraan
ataupun perumahan (Tabel 4.1). Namun demikian, terdapat faktor yang harus dicermati ke depannya terkait naiknya
rasio utang terhadap pendapatan atau Debt Service Ratio (DSR). Porsi debt service ratio yang lebih dari 30% tercatat
meningkat drastis baik pada golongan pendapatan lebih dari Rp 5 juta per bulan ataupun golongan pendapatan Rp 1 2
juta per bulan (Tabel 4.2 dan 4.3).
Triwulan I 2017 Tabel 4.1. Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Berdasarkan Pendapatan di Triwulan I 2017
Jenis Pendapatan
Penggunaan Rp 1 - 2 juta Rp 2,1 - 3 juta Rp 3,1 - 4 juta Rp 4,1 - 5 juta > Rp 5 juta
Konsumsi 69% 64% 64% 62% 58%
Cicilan/Pinjaman 10% 11% 13% 13% 18%
Tabungan 21% 25% 23% 25% 25%
Total 100% 100% 100% 100% 100%
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah

Tabel 4.2. Dana Rumah Tangga Untuk Membayar Cicilan Tabel 4.3. Perubahan Rasio Dana Rumah Tangga Untuk
Berdasarkan Pendapatan di Triwulan I 2017 Membayar Cicilan Berdasarkan Pendapatan di Triwulan I 2017
Debt Service Ratio Perubahan Debt Service Ratio*
Pendapatan Total Pendapatan
0-10% 11%-20% 21%-30% >30% 0-10% 11%-20% 21%-30% >30%
Rp 1 - 2 juta 58.24% 32.97% 7.69% 1.10% 100% Rp 1 - 2 juta 19% -53% 0% 600%
Rp 2,1 - 3 juta 54.19% 36.87% 7.26% 1.68% 100% Rp 2,1 - 3 juta 19% -46% 14% 344%
Rp 3,1 - 4 juta 46.67% 33.33% 15.33% 4.67% 100% Rp 3,1 - 4 juta 12% -12% -56% 152%
Rp 4,1 - 5 juta 54.44% 33.33% 11.11% 1.11% 100% Rp 4,1 - 5 juta -7% -15% 22% 567%
> Rp 5 juta 34.44% 45.56% 18.89% 1.11% 100% > Rp 5 juta 6% -24% 6% 718%
Total 50.00% 36.17% 11.67% 2.17% 100% Total 14% -33% -14% 304%
*) Perubahan Triwulan I 2017 Terhadap Triwulan I 2016
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah

Di sisi lain, porsi tabungan cukup stabil sebagai buffer saat kondisi ekonomi berubah secara drastis. Porsi tabungan
rumah tangga pada triwukan I 2017 dibandingkan triwulan sebelumnya relatif tidak berubah. Rumah tangga tanpa
tabungan relatif tidak terlalu banyak dibandingkan dengan rumah tangga yang memiliki tabungan. Selain itu, rumah
tangga dengan porsi tabungan lebih dari 10% cukup mendominasi yang mengakibatkan kerentanan rumah tangga cukup
baik (Tabel 4.4).
Tabel 4.4. Dana Rumah Tangga Untuk Menabung Berdasarkan
PERCENTAGE Pendapatan di Triwulan I 2017
Porsi Tabungan
Pendapatan Total
0% 1-10% 11%-20% 21%-30% >30%
Rp 1 - 2 juta 14.29% 20.88% 37.36% 21.98% 5.49% 100%
Rp 2,1 - 3 juta 18.44% 21.79% 34.64% 21.79% 3.35% 100%
Rp 3,1 - 4 juta 24.67% 16.67% 34.67% 16.00% 8.00% 100%
Rp 4,1 - 5 juta 15.56% 17.78% 32.22% 21.11% 13.33% 100%
> Rp 5 juta 23.33% 26.67% 24.44% 13.33% 12.22% 100%
Total 19.67% 20.50% 33.17% 19.00% 7.67% 100%

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sulsel, diolah

4.1.1.3 Eksposur Perbankan Pada Sektor Rumah Tangga

4.1.1.3.1. Dana Pihak Ketiga Perbankan dari Sektor Rumah Tangga

Peran rumah tangga dalam pembentukan Dana Pihak Ketiga (DPK) di Sulawesi Selatan masih sangat dominan. Peran
rumah tangga dalam pembentukan DPK mencapai 80,01% kendati sedikit menurun bila dibandingkan triwulan IV 2016,
tetapi penurunan tersebut tidak signifikan (Grafik 4.8). Adapun penurunan pangsa DPK dari rumah tangga lebih
disebabkan tarikan inflasi dari sisi harga yang diatur pemerintah (administered price) khususnya pada awal triwulan I
2017. Kenaikan tarif STNK yang dibarengi dengan kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) ditengarai membuat rumah tangga
mengurangi simpanannya di perbankan . Melambatnya pertumbuhan DPK oleh rumah tangga sedikit tertolong oleh DPK
dari korporasi yang mengalami peningkatan sejalan dengan penjualan yang lebih baik (Grafik 4.9)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 61
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

Dari sisi preferensi, rumah tangga cenderung menempatkan dananya pada instrument yang sangat jangka pendek,
yaitu tabungan (Grafik 4.10). Hal ini ditengarai karena preferensi rumah tangga yang menggunakan instrumen tabungan
sebagai motif berjaga-jaga (motivasi permintaan uang John Maynard Keynes). Sifatnya yang bisa dicairkan kapan saja
membaut rumah tangga lebih menyukai produk tabungan ketimbang deposito. Namun demikian, porsi tabungan sedikit
menurun dibandingkan pangsa triwulan sebelumnya. Upah atau gaji yang bersifat rigid (kaku atau berarti sulit naik dalam
waktu singkat) membuat pertumbuhan tabungan kembali terdeselerasi atau melambat pertumbuhannya (Grafik 4.11). Di
sisi lain, DPK korporasi atau bukan perorangan mengalami kenaikan setelah sempat turun di triwulan IV 2016.
Pertumbuhan DPK korporasi disinyalir sebagai perbaikan kondisi keuangan perusahaan di tengah penjualan yang
membaik selaras dengan konsumsi rumah tangga yang membaik.

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
Grafik 4.8. Komposisi DPK Sulsel Grafik 4.9. Pertumbuhan DPK Perseorangan

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
Grafik 4.10. Komposisi DPK Perseorangan Sulsel Grafik 4.11. Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis Penempatan

Jumlah rekening DPK perseorangan meningkat. Peningkatan jumlah rekening di triwulan I 2017 mencapai 1,62% (qtq)
(Tabel 4.5). Peningkatan jumlah rekening tersebut terjadi pada enam kategori simpanan dengan pertumbuhan terbesar
terjadi pada kelompok simpanan >Rp2 milyar 5 milyar yang mencapai 14,36% (qtq). Kelompok simpanan lain yang
mengalami peningkatan adalah <Rp10 juta (1,04%; qtq), >Rp10 juta Rp100 juta (5,76%; qtq), >Rp100 juta Rp500 juta
(2,98%; qtq), >Rp500 juta Rp1 milyar (6,94%; qtq), dan >Rp1 M - Rp2 M (4,95%; qtq). Di sisi lain, terdapat empat
kelompok simpanan yang mengalami penurunan jumlah rekening simpanan, dengan penurunan terbesar terjadi di
kategori simpanan >Rp20 M (-17,65%; qtq). Secara spasial, peningkatan jumlah rekening DPK terjadi hampir diseluruh
kabupaten/kota, kecuali Kab. Sinjai, Kab. Pangkep, dan Kab. Enrekang yang mengalami penurunan jumlah rekening.
Adapun penambahan peningkatan jumlah rekening simpanan terbesar terjadi di Kab. Toraja Utara sebesar 10,36% (qtq).

Tabel 4.5. Komposisi dan Pertumbuhan Jumlah Rekening Perseorangan Per Nilai Penempatan di Sulsel

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
62 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

>10 JT - 100 JT

>100JT - 500JT

>500JT - 1 M

>15M - 20M
>10M -15M
>5M - 10M
>1 M - 2 M

>2 M - 5M
KABUPATEN / KOTA

TOTAL

<10 JT

>20M
Rek 221,963 184,882 34,824 2,125 72 42 17 1 0 0 0
Kab. Pinrang
% 1.32% 0.75% 4.31% 3.06% -1.37% 75.00% -5.56%
Rek 312,496 275,450 33,493 3,298 130 67 43 8 2 3 2
Kab. Gowa
% 0.22% -0.85% 9.48% 3.13% 10.17% 31.37% 48.28% -38.46% 100.00% 50.00% 0.00%
Rek 240,246 205,030 32,154 2,901 77 59 23 2 0 0 0
Kab. Wajo
% 0.64% 0.92% -1.30% 2.29% 13.24% 5.36% 109.09%
Rek 371,536 309,472 57,039 4,661 212 87 60 3 1 0 1
Kab. Bone
% -0.58% -2.03% 7.49% 4.16% 30.06% 16.00% 36.36% 0.00% 0.00%
Rek 202,960 167,581 32,037 3,149 96 65 30 0 1 0 1
Kab. Tana Toraja
% 0.95% -0.36% 7.88% 4.90% 17.07% 12.07% -6.25% -100.00% 0.00% 0.00%
Rek 184,234 159,570 22,170 2,273 121 72 24 3 0 1 0
Kab. Maros
% 0.27% -0.09% 2.05% 6.71% 15.24% 33.33% 41.18%
Rek 156,698 135,735 19,283 1,602 36 36 6 0 0 0 0
Kab. Luwu
% 0.15% -1.83% 16.25% 2.36% 20.00% 111.76% -14.29% -100.00%
Rek 144,536 124,874 18,303 1,293 36 22 7 1 0 0 0
Kab. Sinjai
% -0.04% -1.33% 9.39% 4.11% 2.86% 10.00% -41.67% 0.00%
Rek 230,039 204,299 23,742 1,886 63 38 5 5 0 1 0
Kab. Bulukumba
% 0.63% -0.05% 6.40% 5.13% 28.57% 58.33% -61.54% 400.00%
Rek 95,444 83,040 11,511 834 33 20 4 2 0 0 0
Kab. Bantaeng
% 0.71% -0.83% 13.73% -3.36% 13.79% 53.85% 100.00% 100.00%
Rek 127,477 114,547 12,036 862 13 16 3 0 0 0 0
Kab. Jeneponto
% 0.28% -1.06% 12.89% 30.61% 44.44% 60.00% -57.14%
Rek 56,083 46,252 9,030 760 17 17 7 0 0 0 0
Kab. Selayar
% 1.63% -0.40% 12.36% 19.12% 21.43% -65.31% 75.00%
Rek 140,277 125,968 13,156 1,110 16 19 8 0 0 0 0
Kab. Takalar
% 0.19% -1.00% 11.75% 15.26% 100.00% 58.33% -11.11% -100.00%
Rek 118,053 97,845 18,637 1,530 16 22 2 1 0 0 0
Kab. Barru
% 1.08% 0.00% 4.77% 36.00% 14.29% 69.23% #DIV/0! 0.00%
Rek 190,082 165,549 22,341 2,019 67 63 43 0 0 0 0
Kab. Sidenreng Rappang
% -0.49% -0.16% -2.45% -6.61% 28.85% 34.04% 22.86% -100.00%
Rek 190,032 164,558 23,349 1,977 80 38 24 6 0 0 0
Kab. Pangkajene Kepulauan
% -0.22% -1.56% 9.64% 7.27% -8.05% 2.70% 60.00% -25.00%
Rek 157,510 132,043 23,785 1,585 46 36 13 2 0 0 0
Kab. Soppeng (d/h Watansoppeng)
% 5.72% 8.76% -8.43% 3.87% 43.75% 50.00% 8.33% -100.00%
Rek 120,290 92,801 25,780 1,678 14 14 3 0 0 0 0
Kab. Enrekang
% -2.39% -5.40% 8.89% 16.12% 100.00% 0.00% 50.00%
Rek 117,867 102,246 14,339 1,228 22 29 3 0 0 0 0
Kab. Luwu Timur (d/h Luwu Selatan)
% 1.51% -0.45% 15.20% 34.21% 15.79% 107.14% 200.00% -100.00% -100.00%
Rek 137,712 116,698 19,324 1,558 74 40 12 2 3 0 1
Kab. Luwu Utara
% 1.80% 0.68% 8.79% 4.63% 8.82% 60.00% 0.00% -71.43% 0.00%
>10 JT - 100 JT

>100JT - 500JT

>500JT - 1 M

>15M - 20M
>10M -15M
>5M - 10M
>1 M - 2 M

>2 M - 5M

KABUPATEN / KOTA
TOTAL

<10 JT

>20M
Rek 4,422 3,881 511 28 2 0 0 0 0 0 0
Kab. Toraja Utara
% 10.36% 11.14% 5.58% -3.45% 0.00%
Rek 2,440,153 2,133,804 245,889 49,947 5,605 2,700 1,812 253 61 31 51
Kota Makassar
% 3.36% 3.25% 4.95% 0.06% 4.86% -1.68% 13.25% -5.24% -6.15% -11.43% -21.54%
Rek 186,760 164,598 19,312 2,490 185 99 66 7 2 1 0
Kota Pare-Pare
% 1.22% 0.88% 3.84% 2.60% 6.94% 23.75% 13.79% 16.67% 100.00% 0.00%
Rek 222,542 197,440 22,175 2,626 165 89 39 6 1 1 0
Kota Palopo
% 0.33% -0.54% 7.47% 8.74% 10.74% 67.92% 25.81% 0.00% 0.00%
Rek 6,369,412 5,508,163 754,220 93,420 7,198 3,690 2,254 302 71 38 56
Prov. Sulawesi Selatan
% 1.62% 1.04% 5.76% 2.98% 6.94% 4.95% 14.36% -6.21% -2.74% -5.00% -17.65%
*) % : Perubahan Triwulan I 2017 Terhadap Triwulan IV 2016
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah

4.1.1.3.2. Kredit Perbankan kepada Sektor Rumah Tangga

Perseorangan masih mendominasi penyaluran kredit dari perbankan. Pada triwulan I 2017 porsi kredit perseorangan
mencapai 74,44% dari total kredit yang disalurkan di Sulsel. Sebagian besar (56,27%) kredit perseorangan digunakan
untuk tujuan konsumsi, sedangkan sisanya digunakan untuk keperluan produktif baik modal kerja maupun investasi. Bila
dilihat lebih dalam, kredit konsumsi oleh perseorangan lebih banyak disalurkan dalam bentuk kredit multiguna yang
mencapai 41,01%. Sementara porsi kredit konsumsi perseorangan yang disalurkan dalam bentuk Kredit Pemilikan Rumah
(KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) masing-masing mencapai 30,56% dan 9,16%.

Porsi kredit perseorangan yang digunakan untuk keperluan produktif mencapai 43,69%. Besarnya porsi kredit produktif
tersebut menunjukkan bahwa debitur perseorangan penerima fasilitas kredit juga menjalankan kegiatan UMKM. Pada
triwulan I 2017, jumlah kredit modal kerja yang diakses oleh UMKM mencapai 83,72%, sementara pangsa kredit investasi
perorangan yang di akses oleh UMKM mencapai 55,65% (Grafik 4.14). Tingginya rasio kredit perseorangan yang juga
menjalankan UMKM, menjadi salah satu indikasi masih tingginya pelaku usaha yang belum memisahkan antara aktivitas

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 63
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

keuangan usaha dengan aktivitas rumah tangganya. Hal ini menjadi salah satu sumber risiko yang patut diwaspadai pada
stabilitas keuangan di sektor rumah tangga.

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
Grafik 4.12. Komposisi Kredit Perseorangan Sulsel Grafik 4.13. Komposisi Penggunaan Kredit Perseorangan di Sulsel

Pertumbuhan kredit yang di akses oleh sektor rumah tangga sedikit melambat. Hal ini terindikasi dari kredit
peseorangan yang mengalami perlambatan dari 10,63% (yoy) di triwulan IV 2016 menjadi 10,55% (yoy) di triwulan I 2017.
Perlambatan ini disebabkan oleh penurunan Multiguna ditengah perbaikan kredit KPR dan KKB. KPR tercatat tumbuh
lebih tinggi dari 4,19% (yoy) di triwulan IV 2016 menjadi 4,26% (yoy) di triwulan I 2017, sementara kontraksi Kredit KKB
mulai berkurang. Dari sisi penggunaan kreditnya, penggunaan kredit untuk modal kerja oleh UMKM masih mendominasi
sejalan dengan upaya pemerintah untuk mempertinggi penyaluran kredit usaha rakyat.

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
Grafik 4.14. Komposisi Penggunaan Kredit Produktif Perseorangan oleh Grafik 4.15. Pertumbuhan Kredit Perseorangan di Sulsel
UMKM

Selaras dengan penurunan suku bunga di level nasional, suku bunga kredit di Sulsel juga mengalami penurunan disertai
NPL yang lebih rendah. Ekonomi yang tumbuh lebih baik membuat kondisi rumah tangga lebih sehat kendati
pertumbuhan kredit belum dirasa optimal. Ekonomi yang lebih sehat tersebut ditandai dengan suku bunga yang lebih
rendah diimbangi dengan NPL yang juga mengalami perbaikan.

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah


Grafik 4.16. NPL dan Suku Bunga Kredit Perseorangan di Sulsel

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
64 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

4.1.2 Asesmen Sektor Korporasi


4.1.2.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Korporasi

Kondisi perekonomian yang lebih baik dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya belum bertransmisi dari
sisi keuangan korporasi. Kendati kondisi ekonomi berangsur membaik tetapi kinerja keuangan korporasi diperkirakan
masih akan berbenah (dikenal dengan istilah konsolidasi keuangan). Hal ini disebabkan tekanan daya beli rumah tangga
yang diperkirakan masih cukup besar mengingat bahwa kebijakan pemerintah untuk melakukan penyesuaian harga akan
terus berlangsung. Hal tersebut juga tercermin dari masih stabilnya inflasi inti di saat tekanan kenaikan harga yang diatur
oleh pemerintah cukup tinggi. Korporasi teridentifikasi untuk menahan menaikkan harga dan cenderung untuk
mengorbankan margin usaha.

Penurunan harga komoditas dibandingkan akhir triwulan IV 2016 membuat kinerja korporasi berbasis pertambangan
kembali menurun. Rasio margin kotor (rasio perbandingan antara laba kotor terhadap pendapatan) kembali menurun
sejalan dengan terkontraksinya harga komoditas, khususnya nikel yang berpengaruh pada ekonomi Sulawesi Selatan.
Namun demikian, rasio margin tersebut masih lebih baik dibandingkan triwulan I 2016 disebabkan harga komoditas
triwulan I 2017 masih lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2016 (Grafik 4.17). Lebih rendahnya margin usaha ini
berimplikasi pada kemampuan perusahaan dalam melakukan pembayaran bunga utang. Hanya saja, kebijakan korporasi
untuk melakukan konsolidasi keuangan di tahun 2016 membuat resiko terkendali karena korporasi pertambangan di
Sulawesi Selatan tidak memiliki utang kepada perbankan.

Dari sisi pengelolaan arus kas, konsolidasi keuangan yang dilakukan di tahun 2016 membuat pengaturan kas kembali
lebih longgar. Konsolidasi keuangan korporasi yang berhasil membuat kinerja keuangan tercatat lebih baik dalam kondisi
ekonomi yang pulih terbatas. Hal ini mengakibatkan manajemen korporasi lebih longgar dalam melakukan manajemen
kasnya. Faktor inilah yang membuat rasio lama pembayaran utang kepada pihak ketiga atau account payable days (AP
days) menurun. Penurunan ini juga diimbangi dengan penurunan lama hari penerimaan piutang dari pihak ketiga
sehingga kondisi kas korporasi menjadi jauh lebih sehat (Grafik 4.18).

Grafik 4.17 Margin Kotor Peursahaan Pertambangan Grafik 4.18 Rasio Pembayaran Utang dan Penerimaan Piutang
Ke depan, harga komoditas diperkirakan masih akan mengalami perlambatan pertumbuhan harga sehingga
manajemen korporasi diyakini masih akan melakukan penyesuaian rencana investasi. Rencana korporasi pada
perluasan operasional bisnis diperkirakan belum akan tumbuh signfikikan melihat tren harga yang diyakini tidak
permanen. Hanya investasi terkait smelter yang ditengarai akan terus berlanjut sejalan dengan konsistensi kebijakan
pemerintah untuk menambah nilai tambah produk pertambangan.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 65
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

4.1.2.2 Kinerja Sektor Korporasi

Omset Penjualan

Hasil liaison17 mengindikasikan bahwa penjualan tidak jauh berbeda dibandingkan triwulan sebelumnya. Hanya
industri pengolahan saja yang mengalami penurunan omset penjualan dibandingkan triwulan sebelumnya. Lebih
rendahnya penjualan industri pengolahan diperkirakan masih rendahnya permintaan global serta pola historis konsumsi
yang lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Dari sisi ekspor, ketergantungan Sulawesi Selatan yang masih tinggi
terhadap ekspor nikel membuat kenaikan ekspor tidak tercermin dari sisi korporasi non pertambangan. Ekspor,
khususnya ekspor pertanian terkontraksi sejalan dengan harga komoditas kakao yang menurun.

Sumber: Liaison KPw BI Sulsel, diolah


Grafik 4.17. Kinerja Korporasi di Sulsel Berdasarkan Liaison Triwulan I 2017

Biaya

Pada triwulan I 2017, hampir semua korporasi menyatakan mengalami peningkatan biaya produksi. Kenaikan biaya
produksi ini sejalan dengan tekanan inflasi yang lebih tinggi menyusul kebijakan pemerintah untuk menyesuaikan harga
listrik dan STNK. Kendati tidak berpengaruh secara langsung terhadap operasional korporasi, transmisi tersebut terlihat
karena supplier yang umumnya dari rumah tangga melakukan transmisi kenaikan harga input kepada korporasi. Kendati
besaran kenaikan tidak besar mempengaruhi kenaikan biaya usaha, pelaku usaha merasa ada potensi kenaikan biaya
produksi sehingga di saat konfirmasi pada liaison menyatakan ada kenaikan biaya produksi.

Marjin Keuntungan

Korporasi di sektor pertanian, industri pengolahan, dan pengangkutan mengalami penurunan margin di triwulan I
2017. Berdasarkan hasil liaison, margin keuntungan korporasi di sektor pertanian dan pengangkutan turun dengan rata-
rata skala likert -1. Hal ini sejalan dengan Nilai Tukar Petani (NTP) yang masih terus terkontraksi. Sementara itu, margin
keuntungan di sektor industri pengolahan turun dengan rata-rata skala likert -0,29. Penurunan marjin keuntungan tidak
lepas dari penurunan kinerja 4 sektor utama di triwulan I 2017.

17
Liaison adalah salah satu kegiatan yang dilakukan Bank Indonesia melalui kunjungan dan wawancara langsung kepada korporasi untuk mendapatkan
data dan informasi terkini terkait dengan perkembangan kondisi usaha korporasi

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
66 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

Kondisi Likuiditas Keuangan

Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan Bank Indonesia memperlihatkan kondisi keuangan korporasi
yang baik, meskipun tidak sebaik triwulan sebelumnya. Pada triwulan I 2017, hasil survei menunjukkan 62,20%
responden korporasi memiliki keadaan likuiditas yang baik, naik dibandingkan periode sebelumnya 54,40%. Sementara
itu, rasio responden korporasi yang menyatakan kondisi likuiditasnya cukup baik adalah 37,80% menurun dari triwulan
sebelumnya sebesar 43,2%. Demikian pula dengan korporasi yang memiliki kondisi likuiditas buruk mengalami penurunan
dari 2,40% di triwulan IV 2016 menjadi 0,08% di triwulan laporan. Korporasi dengan kondisi likuiditas yang buruk terdapat
pada sektor hotel restoran, sektor perdagangan, dan sektor pertanian.

Sumber: SKDU KPw BI Sulsel, diolah Sumber: SKDU KPw BI Sulsel, diolah
Grafik 4.18. Perkembangan Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi di Grafik 4.19. Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi Menurut Sektor
Sulsel Ekonomi di Triwulan I 2017

Beban Angsuran Hutang Korporasi

Dilihat dari sisi kemampuan membayar hutang, korporasi di Sulsel secara umum memiliki risiko yang relatif terjaga.
Kondisi ini tercermin dari hasil SKDU triwulan I 2017 yang menunjukkan hanya 5,88% dari seluruh responden korporasi
yang menyatakan beban angsuran utang akan semakin berat ke depannya. Persepsi tersebut berasal dari beberapa
korporasi di sektor pertanian, pertambangan, perdagangan, konstruksi dan pengangkutan yang berasumsi akan terjadi
penurunan permintaan pada 6 bulan yang akan datang. Sementara itu, terdapat 2,94% dari seluruh responden korporasi
yang menyatakan beban angsuran utang ke depan akan semakin ringan. Hal demikian menggambarkan bahwa secara
umum potensi risiko gagal bayar yang kemungkinan dihadapi korporasi di Sulsel relatif rendah.
Tabel 4.6. Perkiraan Beban Angsuran Terhadap Pendapatan Korporasi
6 Bulan Mendatang pada Survei Triwulan I 2017
Perkiraan Beban Angsuran
Memiliki Kredit di Bank (%
Sektor (%Responden thd Responden Kredit)
thd total responden)
Semakin Berat Tetap Semakin Ringan
Pertanian 7.87% 10.00% 90.00% 0.00%
Pertambangan 9.45% 8.33% 91.67% 0.00%
Konstruksi 3.94% 20.00% 80.00% 0.00%
Perdagangan 11.02% 0.00% 100.00% 0.00%
Hotel Restoran 6.30% 0.00% 87.50% 12.50%
Pengangkutan 6.30% 12.50% 87.50% 0.00%
Jasa Keuangan 8.66% 0.00% 90.91% 9.09%
Total 53.54% 5.88% 91.18% 2.94%
Sumber: SKDU KPw BI Sulsel, diolah

4.1.2.3 Eksposur Perbankan Pada Sektor Korporasi.

Untuk menjaga stabilitas keuangan, kerentanan yang terjadi pada sektor korporasi tetap perlu diwaspadai meskipun
eksposur kredit korporasi saat ini baru sebesar 21,12% dari total kredit di Sulsel. Hal ini karena kondisi keuangan sektor
rumah tangga juga tergantung oleh kinerja sektor korporasi, terutama dari sisi penghasilan dan penyerapan tenaga kerja.
Kredit perbankan pada sektor korporasi di triwulan I 2017 tumbuh 5,54% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan
periode sebelumnya yang tercatat 8,89% (yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit korporasi terjadi di seluruh segmen
kredit, baik modal kerja, investasi, maupun konsumsi. Kredit modal kerja dan investasi korporasi tercatat sedikit
melambat dari masing-masing 6,93% (yoy) dan 13,73% (yoy) di triwulan III 2016 menjadi masing-masing 2,43% (yoy) dan
13,69% (yoy). Sementara itu kredit konsumsi korporasi mengalami pertumbuhan negatif sebesar -52,39% (yoy).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 67
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
Grafik 4.20. Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi Grafik 4.21. Pertumbuhan Kredit Korporasi Menurut Segmen

Kredit Modal Kerja Korporasi

Kredit modal kerja masih lebih baik dan dalam fase perbaikan. Fase konsolidasi keuangan korporasi yang ditempuh di
tahun 2016, membuat kondisi keuangan korporasi lebih sehat. Lebih sehatnya kondisi keuangan korporasi juga
mengindikasikan untuk dapat mengoptimalkan pinjaman perbankan karena risiko kredit yang lebih rendah. Dari sisi
Lapangan Usaha, kredit modal kerja tumbuh paling besar di jasa dunia usaha sejalan dengan konsumsi rumah tangga yang
lebih baik, diikuti dengan modal kerja konstruksi, dan perdagangan. Secara agregat kualitas kredit modal kerja korporasi
dalam kondisi aman. Hal ini terlihat dari tingkat NPL sebesar 2,64% lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang
mencapai 3,38%. Peningkatan kualitas kredit modal kerja ini di dorong oleh perbaikan kualitas kredit modal kerja hampir
di semua sektor kecuali sektor konstruksi.

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
Grafik 4.22. Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Korporasi Sektor Utama Grafik 4.23. Perkembangan NPL Kredit Modal Kerja Korporasi Sektor
Utama

Kredit Investasi Korporasi

Kredit investasi korporasi pada triwulan I 2017 tumbuh stabil dengan kecenderungan melambat. Hal ini berarti
meningkat Rp276 milyar dibandingkan baki debet di triwulan sebelumnya sebesar Rp7,49 triliun. Kredit investasi
korporasi ditopang oleh tiga sektor utama, yaitu sektor Perdagangan, sektor Jasa Dunia Usaha, dan sektor Konstruksi,
yang masing-masing memiliki pangsa 45,10%, 12,92%, dan 12,09%. Secara pertumbuhan, kredit investasi korporasi di
triwulan I 2017 tumbuh 13,02% (yoy), yang didorong oleh pertumbuhan dua sektor utama yaitu sektor Perdagangan dan
Jasa Dunia Usaha.

Secara agregat kualitas kredit investasi korporasi membaik. Hal ini terlihat dari penurunan NPL dari 5,17% di triwulan IV
2016 menjadi 4,90% di triwulan I 2017. Penurunan NPL disebabkan oleh menurunnya NPL di sektor perdagangan, sektor
jasa dunia usaha, sektor pengangkutan, sektor industri pengolahan, sektor listrik gas dan air, serta lain-lain.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
68 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Proyek), diolah
Grafik 4.24. Pertumbuhan Kredit Investasi Korporasi Sektor Utama Grafik 4.25. Perkembangan NPL Kredit Investasi Korporasi Sektor Utama

4.1.3 Asesmen Sektor Institusi Keuangan (Perbankan)18


4.1.3.1 Perkembangan Kelembagaan

Dari sisi kelembagaan, hingga triwulan I 2017 jumlah bank umum di Sulsel adalah 52 bank dan BPR sebanyak 29 bank.
Pada triwulan I 2017 tidak terjadi penambahan kantor pada bank swasta sehingga jumlah kantor cabang (KC), kantor
cabang pembantu (KCP), kantor kas (KK) maupun kantor fungsional (KF) tidak berubah.
Tabel 4.7. Perkembangan Kelembagaan Bank Umum dan BPR

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) KR 6

4.1.3.2 Aset Perbankan

Pada triwulan I 2017, total aset perbankan di Sulsel mencapai Rp130,86 triliun. Nilai ini lebih besar 4,24% (yoy)
dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Namun apabila dilihat secara triwulanan, terjadi perlambatan
pertumbuhan aset perbankan yang disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan aset pada kelompok bank terutama
pada bank pemerintah dan bank swasta nasional masing-masing dari 11,08% (yoy) dan 2,68% (yoy) pada triwulan
sebelumnya menjadi 5,60% (yoy) dan 2,63% (yoy) pada triwulan laporan. Hal serupa terjadi pada bank asing dan
campuran yang terkontraksi dari -43,10% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi -38,51% (yoy) pada triwulan I 2017).
Tabel 4.8. Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank
Pertumbuhan (%, yoy) Nominal (Rp Miliar)
Aset Menurut Kelompok Bank 2016 2017 2016 2017
I II III IV I I II III IV I
Total Aset 15.14 13.30 8.92 7.13 4.24 120,832 122,710 123,190 125,955 130,863
Bank Pemerintah 21.85 18.48 13.36 11.08 5.60 74,549 75,515 76,489 78,727 83,725
Bank Swasta Nasional 6.20 6.17 2.68 1.80 2.63 45,786 46,729 46,312 46,992 48,846
Bank Asing dan Bank Campuran (23.57) (16.71) (26.05) (43.10) (38.51) 496 465 388 305 291
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah

4.1.3.3 Intermediasi Perbankan

Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun perbankan hingga triwulan I 2017 mencapai Rp81,53 triliun. Nilai ini tumbuh
sebesar 4,08% (yoy) bila dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan DPK yang melambat ini

18
Data perbankan lokasi bank

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 69
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

disebabkan oleh motivasi agen ekonomi dalam berjaga-jaga di tengah ekonomi yang pulih terbatas (Tabel 13).
Perlambatan DPK khususnya disebabkan oleh merosotnya kinerja jenis simpanan giro. Giro masih melanjutkan
kontraksinya selama dua triwulan beturut-turut dari -22,55%(yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi -0,86% (yoy).

Hingga triwulan I 2017 Loan to Deposit Ratio (LDR) tercatat sebesar 137,09%. Nilai ini lebih tinggi dari triwulan IV 2016
yang tercatat 134,15% (Tabel 14). Sesuai pola historisnya, perkembangan intermediasi perbankan selalu tinggi, lebih dari
100%. Penyaluran kredit dengan pangsa yang besar terutama diberikan kepada sektor perdagangan, industri pengolahan,
konstruksi, dan jasa dunia usaha.

Ditinjau dari sisi manajemen risiko, kondisi perbankan Sulsel hingga triwulan I 2017 masih menunjukkan kinerja yang
baik. Hal ini tercermin dari rasio non performing loan (NPL) bank umum yang masih terjaga pada level aman (di bawah
5%), yaitu sebesar 2,64%. Angka ini tercatat mengalami penurunan dibandingkan dengan rata-rata tahun sebelumnya
Tabel 4.9. Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit Bank Umum
Pertumbuhan (%, yoy) Nominal (Rp Miliar)
Komponen 2016 2017 2016 2017
I II III IV I I II III IV I
Total Aset
DPK 17.95 19.21 13.24 4.24 4.08 78,342 82,097 82,025 81,791 81,535
a. Giro 26.98 3.24 (5.37) (22.55) (0.86) 12,894 12,203 11,802 10,196 12,783
b. Tabungan 16.08 22.16 11.49 5.82 3.83 39,637 42,611 41,800 44,678 41,157
c. Deposito 21.44 23.09 26.48 16.57 2.74 26,859 27,283 28,423 26,917 27,595
Kredit 12.90 16.05 14.31 15.52 16.06 96,310 101,617 102,774 109,723 111,780
a. Modal Kerja 14.44 14.13 13.70 11.19 11.59 37,510 39,518 39,653 40,841 41,856
b. Investasi 21.59 26.04 15.61 12.46 17.74 20,041 20,796 20,204 23,097 23,597
c. Konsumsi 7.53 13.36 14.27 21.45 19.53 38,759 41,303 42,917 45,802 46,327
LDR (%) 122.94 123.78 125.30 134.15 137.09
NPLs Gross (%) 3.36 3.05 3.19 2.54 2.64
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah

Kredit triwulan I 2017 yang disalurkan perbankan mengalami peningkatan pertumbuhan. Kredit tercatat tumbuh
16,06% (yoy) menjadi 111,78 triliun atau lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 15,52%
(yoy). Dilihat dari penggunannya, peningkatan pertumbuhan disebabkan oleh perlambatan penyaluran kredit di kelompok
investasi. Kelompok kredit modal kerja tumbuh 11,59% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan di triwulan sebelumnya yang
tercatat 11,19% (yoy). Sementara itu, kredit investasi mengalami peningkatan 17,74% (yoy) dimana pada triwulan IV 2016
tumbuh 12,46% (yoy). Di sisi laim, kredit konsumsi tercatat mengalami perlambatan pertumbuhan dari 21,45% (yoy) di
triwulan IV 2016 menjadi 19,53% (yoy) di triwulan I 2017. Secara sektoral, peningkatan pertumbuhan kredit terutama
disebabkan oleh naiknya penyaluran kredit di sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan yang masing-masing
tumbuh 8,36% (yoy) dan 7,79% (yoy) di triwulan I 2017.

Fungsi intermediasi perbankan tetap berjalan optimal di triwulan I 2017. Hal ini tercermin dari rasio kredit terhadap DPK
(Loan to Deposit Ratio/ LDR) sebesar 137,09%. Di sisi lain, risiko kredit tetap baik sebagaimana tercermin dari rasio Non
Performing Loan (NPL) yang tetap berada di bawah 5%.

Tabel 4.10. Kredit Bank Umum Menurut Sektor Ekonomi

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
70 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

Pertumbuhan (%, yoy) Nominal (Rp Miliar)


Komponen 2016 2017 2016 2017
I II III IV I I II III IV I
Kredit 12.90 16.05 14.31 15.52 22.29 96,310 101,617 102,774 109,723 117,780
Pertanian 64.50 64.06 30.18 15.89 6.58 2,681 2,933 2,998 2,852 2,858
Pertambangan 0.61 2.32 (2.83) (4.95) (7.60) 430 399 372 390 397
Industri Pengolahan 43.77 56.44 52.79 7.37 8.36 7,239 7,993 8,104 8,039 7,844
Listrik, Gas, Air (19.81) (32.92) (33.09) 490.71 825.58 306 277 267 2,239 2,835
Konstruksi 15.53 21.94 16.39 18.77 20.90 5,483 5,977 6,305 6,522 6,629
Perdagangan 14.47 14.71 10.41 7.51 7.79 31,959 33,268 32,431 33,784 34,449
Pengangkutan 1.52 1.68 2.18 (16.81) (23.81) 2,824 2,738 2,730 2,314 2,152
Jasa Dunia Usaha 10.29 1.21 5.22 22.37 35.28 4,117 4,085 4,234 5,165 5,570
Jasa Sosial Masyarakat (0.43) (3.52) 0.17 0.70 9.24 2,462 2,587 2,392 2,567 2,690
Lain-lain 7.29 13.17 14.06 21.37 19.45 38,809 41,359 42,941 45,851 46,358
Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah

4.1.3.4 Bank Syariah

Aset perbankan syariah mengalami kontraksi. Pada sektor perbankan Syariah, aset perbankan syariah hingga triwulan I
2017 mencapai Rp. 6,703 triliun atau terkontraksi sebesar -4,49% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya (Tabel 4.11). Menurunnya kinerja perbankan syariah terjadi pada bank syariah milik pemerinya dan swasta
nasional dengan kontraksi tertinggi dialami oleh bank syariah milik pemerintah.

Pertumbuhan DPK perbankan syariah tumbuh melambat. Dari sisi kinerja perbankan syariah, di triwulan I 2017 terjadi
pertumbuhan penghimpunan dana yang lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yaitu sebesar 10,05% (yoy). Financing to
Deposit Ratio (FDR) tercatat masih tinggi sebesar 146,38% yang menunjukkan masih belum berimbangnya penghimpunan
DPK dibandingkan pembiayaan seiring minat masyarakat untuk mengambil pembiayaan dari perbankan syariah yang
masih tumbuh tinggi. Sementara itu, kualitas pembiayaan tetap terjaga pada level aman, tercermin dari non performing
financing (NPF) sebesar 1,80% pada triwulan laporan yang membaik dibandingkan triwulan sebelumnya (2,18%).
Tabel 4.11. Perkembangan Indikator Bank Umum Syariah
Pertumbuhan (%, yoy) Nominal (Rp Miliar)
Komponen 2015 2016 2017 2016 2017
I II III IV I II III IV I I II III IV I
Aset 7.42 10.84 15.49 18.10 16.96 8.13 2.21 (3.70) (4.49) 7,018 6,687 6,633 6,717 6,703
Bank Pemerintah 4.65 7.70 11.90 41.36 50.55 18.32 8.00 (17.84) (17.88) 1,657 1,339 1,333 1,334 1,361
Bank Swasta Nasional 8.06 11.57 16.37 12.50 9.42 5.85 0.85 0.57 (0.35) 5,360 5,348 5,300 5,383 5,342
DPK 16.22 17.59 18.55 28.83 10.33 10.45 13.51 0.30 10.05 3,517 3,630 3,872 3,865 3,870
a. Giro 147.17 111.60 22.23 57.57 (38.04) (29.65) 1.62 (39.16) 3.70 339 390 429 364 351
b. Tabungan 18.01 24.53 23.74 19.34 18.36 14.20 14.00 11.45 12.31 1,761 1,793 1,886 1,967 1,978
c. Deposito (8.54) (8.63) 11.68 31.58 22.90 24.49 16.66 2.94 8.76 1,417 1,447 1,557 1,533 1,541
Pembiayaan 17.63 14.65 16.73 10.56 26.87 21.42 10.60 15.27 (0.27) 6,646 6,778 6,359 6,552 6,628.00
FDR (%) 188.99 186.71 146.38 146.38 146.38
NPF Gross (%) 4.39 3.87 3.78 2.18 1.8

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah

4.1.3.5 Bank Perkreditan Rakyat

Aset BPR (termasuk BPR Syariah) tumbuh lebih lambat. Untuk sektor BPR (termasuk BPR Syariah), kinerja sektor ini terus
mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun. Bila melihat kinerja di triwulan I 2017, diketahui bahwa fungsi intermediasi
BPR masih sangat tinggi namun sedikit menurun dibanding triwulan sebelumnya, tercermin dari menurunnya rasio Loan
to Deposit Ratio (LDR) dari triwulan IV 2016 sebesar 138,95% menjadi 122,79%. Pertumbuhan DPK juga mengalami
perlambatan dari 28,23% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 7,78% (yoy) di triwulan I 2017. Sementara pada sisi
penyaluran dana, kredit BPR mengalami kontraksi dari 44,00% (yoy) menjadi -4,96% (yoy) pada triwulan laporan. Adapun
aset BPR juga mengalami perlambatan dari triwulan sebelumnya dari 37,09% (yoy) menjadi 2,92% (yoy) pada triwulan I
2017.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 71
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

Sumber: LBPR Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Sumber: LBPR Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah
Grafik 4.26. Perkembangan Aset BPR Grafik 4.27. Perkembangan Intermediasi BPR

4.2. Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM


Penyaluran kredit UMKM tumbuh meningkat. Kredit UMKM di triwulan I 2017 tercatat sebesar Rp38,57 triliun, tumbuh
31,57% (yoy) lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya 9,54% (yoy). Pangsa kredit UMKM (produktif) terhadap total
kredit adalah 29%. Dari nilai tersebut, sekitar 71,64% merupakan kredit UMKM yang digunakan untuk modal kerja
sedangkan 28,36% sisanya digunakan untuk investasi. Angka rasio NPL kredit UMKM masih berada di bawah batas aman
(5,0%). Pada triwulan I 2017 NPL UMKM sebesar 3,56%, menurun dibandingkan rasio NPL pada triwulan lalu 3,98%.
Secara sektor ekonomi, UMKM pada sektor Jasa Dunia Usaha, Konstruksi, dan Pertambangan perlu mendapatkan
perhatian khusus dikarenakan memiliki rasio NPL di atas batas aman.

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank), diolah
Grafik 4.28. Pertumbuhan dan NPL Kredit UMKM Grafik 4.29. Pangsa Kredit UMKM

Indikator akses keuangan di Sulsel terutama dari sisi penghimpunan dana mengalami peningkatan. Rasio jumlah
rekening DPK terhadap penduduk angkatan kerja di Sulsel menunjukkan tren peningkatan. Pada triwulan I 2017 rasio
tersebut tercatat 174,22%. Rasio yang lebih besar dari 100% mengindikasikan bahwa terdapat penduduk angkatan kerja
di Sulsel yang memiliki rekening simpanan lebih dari satu. Meskipun memiliki rasio yang tinggi, namun akses keuangan di
Sulsel belum merata terlihat dari adanya ketimpangan. Terdapat kabupaten/kota yang memiliki rasio yang tinggi seperti
Kota Makassar, Parepare dan Palopo, sementara Luwu, Luwu Timur, Gowa dan Tana Toraja merupakan kabupaten yang
memiliki rasio yang cukup rendah.

Indikator akses keuangan di Sulsel dari sisi kredit cenderung stagnan. Rasio jumlah rekening kredit terhadap penduduk
angkatan kerja di Sulsel cenderung tidak mengalami perubahan dan masih rendah di hampir semua Kabupaten/kota
terkecuali Parepare, Makassar, dan Palopo. Kondisi tersebut antara lain mengindikasikan masih kurangnya kegiatan
usaha/wirausaha baru yang didukung sektor perbankan atau dengan kata lain ekspansi kredit masih terkonsentrasi pada
debitur yang sudah ada.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
72 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank) dan BPS, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia (Lokasi Bank) dan BPS, diolah
Grafik 4.30. Perkembangan Akses Keuangan Sulsel Grafik 4.31. Akses Keuangan di Kab/Kota di Sulsel

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 73
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

Bank Indonesia Menerapkan GWM Rata-rata untuk Mendorong


Boks 4.A.
Pendalaman Pasar Keuangan dan Manajemen Pengelolaan Likuiditas
Bank Indonesia secara intensif mendorong terselenggaranya pendalaman pasar keuangan dan menjaga likuiditas pasar
keuangan tetap terjaga. Sebagai salah satu upaya Bank Indonesia dalam menjaga kondisi likuditas di pasar uang domestik
Bank Indonesia melakukan dan menyediakan instrumen-instrumen operasi moneter yang dapat dimanfaatkan oleh pihak
perbankan dalam menjaga kecukupan likuiditas mereka. Di sisi lain, perbankan diharapkan mengurangi ketergantungan
pengelolaan likuiditas perbankan kepada Bank Indonesia, kemudian dapat memenuhi kebutuhannya melalui transaksi
antar bank. Salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk memperoleh likuiditas antar bank tersebut adalah transaksi
repo antar bank. Transaksi repo ini merupakan transaksi pinjam meminjam antar bank yang disertai dengan adanya
jaminan, sehingga relatif lebih aman dibandingkan transaksi pinjam meminjam antar bank (call money) di pasar uang antar
bank (PUAB) tanpa jaminan.

Bank Indonesia memandang bahwa kondisi pasar repo domestik saat ini belum berkembang sebagaimana yang
diharapkan, baik secara volume, maupun pelakunya. Adapun faktor yang menjadi hambatan antara lain pemahaman
yang tidak merata dari para pelaku, baik terhadap mekanisme operasional transaksi repo, mulai dari proses pelaksanaan
transaksi, monitoring, dan mitigasi risiko sampai dengan penyelesaian dan pembukuan transaksi, serta pemahaman
terhadap General Master Repurchase Agreement (GMRA) yang juga masih terbatas.

Bagi bank yang berkantor pusat di daerah, Bank Pembangunan Daerah seringkali memiliki kendala likuiditas di akhir
tahun. Sebagai ilustrasi, kondisi likuiditas Dana Pihak Ketiga di BPD Wilayah Sulawesi Maluku dan Papua (Sulampua), Loan
to Deposit Ratio (LDR) mengalami pola fluktuasi yang berulang. Biasanya rendah di triwulan II dan III, dan tinggi di triwulan
I dan IV, seiring dengan ditariknya dana oleh Pemerintah Daerah untuk pembiayaan pengeluaran. Untuk melakukan
monitoring harian kecukupan likuiditas, bank melakukan pemantauan Giro Wajib Minimum (GWM), Rasio Alat Likuid,
Liquidity Coverage Ratio (LCR), monitoring keluar masuk dana Cabang/Divisi/Biro Monitoring.

Bank Indonesia melakukan penyempurnaan pengaturan Giro Wajib Minimum (GWM) untuk meningkatkan efektivitas
transmisi kebijakan moneter. Penyempurnaan merupakan langkah lanjutan dari reformulasi kerangka operasional
kebijakan moneter yang telah dicanangkan sebelumnya pada tahun lalu. Penyempurnaan pengaturan tersebut dituangkan
dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.19/6/PBI/2017 tentang Perubahan Kelima Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
15/15/PBI/2013 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing Bagi Bank Umum Konvensional
Ketentuan yang berlaku mulai 1 Juli 2017 dengan masa transisi selama 1 bulan.

Pokok pengaturan utama yang disempurnakan adalah terkait pemenuhan GWM Primer dalam Rupiah. GWM Primer
dalam Rupiah yang sebelumnya ditetapkan sebesar 6,5% dari Dana Pihak Ketiga (DPK) dalam Rupiah dan pemenuhannya
dilakukan secara harian, disesuaikan menjadi GWM yang wajib dipenuhi secara harian sebesar 5% (lima persen) dari DPK
dalam Rupiah dan GWM yang wajib dipenuhi secara rata-rata sebesar 1,5% (satu koma lima persen) dari DPK dalam
Rupiah selama periode tertentu.

Pengaturan mengenai GWM yang kemudian disebut sebagai GWM rata-rata tersebut merupakan best practice
pengaturan yang telah dipraktikkan oleh hampir seluruh bank sentral dunia. Terdapat tiga tujuan utama penerapan
GWM rata-rata. Pertama, memberi fleksibilitas dalam pengelolaan likuiditas sehingga meningkatkan efisiensi perbankan.
Kedua, menjadi bantalan suku bunga (interest rate buffer) sehingga mengurangi volatilitas suku bunga di pasar uang.
Ketiga, memberi ruang penempatan likuiditas sehingga mendorong pendalaman pasar keuangan.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
74 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 75
5. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG
RUPIAH

Bab 5
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan
Pengelolaan Uang Rupiah

Perkembangan sistem pembayaran cenderung mengikuti pola tahunannya.


Nilai transaksi keuangan melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
(SKNBI) mengalami penurunan. Penurunan tersebut terjadi seiring belum
optimalnya kegiatan transaksi pelaku usaha di awal tahun 2017. Selain itu,
faktor musiman juga memengaruhi pergerakan aliran uang kartal yang
terjadi di awal triwulan hingga mengalami net inflow. Hal ini terjadi seiring
masih minimalnya kegiatan penarikan uang dan lebih dominannya
penyetoran di periode awal tahun.
Untuk meningkatkan layanan ketersediaan uang layak edar, Bank
Indonesia senantiasa terus mendorong clean money policy melalui kegiatan
penukaran uang melalui perbankan, kas keliling dalam kota dan luar kota,
dan kas titipan.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 76
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

5.1. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran


Transaksi non tunai yang dilakukan melalui Sistem Kliring Bank Indonesia (SKNBI) mengalami penurunan. Jumlah
warkat yang dikliringkan pada triwulan I 2017 tercatat sebanyak 328 ribu lembar dengan nominal mencapai Rp14,88
triliun menurun dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebanyak 336 ribu lembar dengan nominal mencapai Rp15,75
triliun. Nilai transaksi kliring pada triwulan I 2017 juga mengalami pertumbuhan yang terkontraksi yaitu mencapai -
18,36% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya 12,88% (yoy). Menurunnya perputaran transaksi
pembayaran di Sulsel juga terlihat dari rata-rata perputaran harian transaksi kliring yang mencapai Rp0,23 triliun per hari
atau tumbuh terkontraksi -22,19% (yoy) pada triwulan I 2017. Sementara itu, secara nominal, penolakan warkat
(Cek/Bilyet Giro atau BG) pada periode yang sama menunjukkan penurunan dari 9,30% menjadi 2,82% pada periode
laporan. Menurunnya Penolakan Cek/BG kosong secara nominal terutama karena adanya ketentuan Peraturan Bank
Indonesia (PBI) No. 18/41/PBI/2016 tentang Bilyet Giro tahun 2016.
Tabel 5.1. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong
2013 2014 2015 2016 2017
URAIAN
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* I**
Total Perputaran Kliring Kredit dan Kliring
Debet Penyerahan
- Nominal (triliun rupiah) 9.74 9.98 10.24 10.67 9.48 9.62 9.72 11.20 9.76 10.49 11.36 13.95 18.23 19.31 15.60 15.75 14.88
- Lembar (ribuan) 284 286 281 290 260 266 261 281 262 285 297 314 347 361 328 336 328
Rata-rata Harian Total Perputaran Kliring
Kredit dan Debet Penyerahan
- Nominal (triliun rupiah) 0.16 0.17 0.17 0.17 0.16 0.16 0.16 0.18 0.16 0.17 0.19 0.22 0.30 0.31 0.26 0.25 0.23
- Lembar (ribuan) 4.73 4.76 4.68 4.68 4.33 4.43 4.21 4.53 4.30 4.67 4.87 4.99 5.69 5.73 5.56 5.25 5.13
Nisbah Rata-rata Penolakan Cek/BG Kosong
(terhadap Kliring Debet Penyerahan)
- Nominal (%) 2.41 2.75 3.28 2.60 2.61 3.66 2.56 2.60 2.70 2.22 2.24 2.50 2.37 2.78 3.20 9.30 2.82
- Lembar (%) 2.38 2.47 2.33 2.17 2.47 2.46 2.30 1.84 2.27 2.15 2.06 2.07 2.19 2.29 2.43 2.42 2.44
Sumber: Bank Indonesia, diolah

5.2. Pengelolaan Uang Rupiah


5.2.1 Perkembangan Aliran Uang Kartal
Perkembangan aliran uang kartal di Sulsel pada triwulan I 2017 menunjukkan net inflow. Aliran uang masuk (inflow)
tercatat sebesar Rp4,61 triliun, meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar Rp4,29 triliun. Namun dibandingkan dengan
periode yang sama tahun sebelumnya, inflow tercatat mengalami penurunan sebesar -25,96% (Grafik 5.1). Di sisi lain,
aliran uang keluar (outflow) dari Bank Indonesia mengalami penurunan dari Rp2,08 triliun pada triwulan IV 2016 menjadi
Rp1,29 triliun pada triwulan I 2017, sehingga tercatat net inflow sebesar Rp3,32 triliun (Grafik 5.2 dan Grafik 5.3).

Net inflow diperkirakan terjadi karena provinsi Sulawesi Selatan merupakan hub perdagangan Kawasan Timur
Indonesia, sehingga uang kartal yang masuk ke dalam Sulsel meningkat. Bank Indonesia juga bekerjasama dengan
perbankan di daerah dalam distribusi uang kartal melalui layanan kas titipan. Sampai dengan tahun 2016, terdapat 3
(tiga) kas titipan BI di Sulawesi Selatan yaitu di Kabupaten Bulukumba dengan plafon sebesar Rp150 miliar per hari, Kota
Parepare dengan plafon sebesar Rp 200 miliar per hari dan Kota Palopo dengan plafon sebesar Rp200 miliar per hari.
Pada tahun anggaran 2017, Bank Indonesia juga telah membuka layanan Kas Titipan di Kabupaten Bone dengan plafon
sebesar Rp150 miliar per hari. Pembukaan layanan Kas Titipan di berbagai wilayah di Sulsel tersebut merupakan wujud
implementasi komitmen Bank Indonesia dalam memperluas jangkauan layanan untuk pemenuhan kebutuhan uang kartal
dalam jumlah yang cukup, pecahan yang sesuai, dan dalam kondisi layak edar kepada masyarakat di Sulsel.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 77
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

7 Rp Triliun Inflow gInflow - Skala Kanan %, yoy 100 7 Rp Triliun Outflow gOutflow - Skala Kanan %, yoy 100

6 80 6 80
60
5 60 5
40
4 40 4
20
3 20 3
0
2 0 2
(20)
1 (20) 1 (40)
0 (40) 0 (60)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* I** I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* I**

2013 2014 2015 2016 2017 2013 2014 2015 2016 2017

Keterangan: *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara Keterangan: *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah


Grafik 5.1. Aliran Uang Kartal Inflow Grafik 5.2. Aliran Uang Kartal Outflow
6.0
5.0 Rp Triliun Net Inflow Net Outflow
4.0
3.0
2.0
1.0
0.0
(1.0)
(2.0)
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* I**
2013 2014 2015 2016 2017

Keterangan: *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara


Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.3. Selisih Inflow dan Outflow

5.2.2 Penyediaan Uang Layak Edar


Bank Indonesia meningkatkan penyelenggaraan layanan penukaran uang di luar kantor. Untuk menjaga ketersediaan
uang layak edar (ULE) di masyarakat, sejak tanggal 28 April 2015 Bank Indonesia telah membuka pelayanan penukaran
uang di luar kantor, yang dilakukan secara rutin setiap hari Selasa dan Rabu dengan jam operasional 09.00 s.d. 13.00
WITA di pasar-pasar secara bergiliran dan pada hari Kamis di Wisma Bank Indonesia, Jalan Pasar Ikan No. 8, Makassar.
Penukaran tersebut juga termasuk uang Rupiah Tahun Emisi 2016 yang mulai sah berlaku pada tanggal 29 Desember
2016. Selain itu, kegiatan kas keliling di luar Kota Makassar juga telah dilakukan di beberapa daerah yaitu Kabupaten
Luwu Timur, Enrekang, Pinrang, Tana Toraja, Toraja Utara, Bone, Pangkep, Barru, Pinrang, Bantaeng dan Sinjai. Layanan
penukaran uang juga dilakukan pada kas titipan di 3 daerah yaitu di Pare-Pare, Palopo, Bulukumba dan Bone.

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan sebagai Depo Kas di Wilayah Indonesia Timur. Selama
periode triwulan I 2017, telah dilakukan sebanyak 8 (delapan) kali kegiatan remise ke daerah lain di Kawasan Timur
Indonesia (KTI) yaitu ke Provinsi Maluku, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat dan Papua masing-
masing sebanyak 1-2 kali.

Bank Indonesia juga melakukan kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar (UTLE). Kegiatan pemusnahan UTLE pada
triwulan I 2017 tercatat sebesar Rp1,06 triliun, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp1,35
triliun (Grafik 5.4).

5.2.3 Perkembangan Temuan Uang Palsu


Pecahan besar mendominasi peredaran uang palsu di Sulsel, terutama ditemukan di kota Makassar. Pada triwulan I
2017 tercatat sebanyak 801 lembar, menurun dari triwulan IV 2016 yaitu 831 lembar. Pecahan uang palsu yang paling
banyak ditemukan pada triwulan I 2017 adalah pecahan Rp100.000 (40,95%), diikuti Rp50.000 (57,05%), dan pecahan
lainnya sebesar 2,00% (Grafik 5.6). Pecahan uang palsu tersebut ditemukan paling banyak di Makassar yaitu sebesar 754
lembar (94,13%), diikuti dengan kota Pare-Pare sebanyak 34 lembar (4,24%), Kab. Bone sebanyak 8 lembar (1,00%), dan
Kabupaten Pinrang sebanyak 5 lembar (0,62%). Pecahan uang palsu tersebut terutama ditemukan berdasarkan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
78 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

permintaan klarifikasi bank yaitu sebanyak 746 lembar (93,13%), setoran bank-bank sebanyak 29 lembar (3,62%),
penukaran masyarakat di Bank Indonesia sebanyak 26 lembar (3,25%) (Grafik 5.7). Hal tersebut mengindikasikan bahwa
perbankan dan masyarakat semakin peduli dan sadar untuk melaporkan kepada Bank Indonesia apabila menemukan
uang palsu atau meragukan keaslian uang yang diterimanya. Hal ini juga menandakan bahwa pemahaman perbankan dan
masyarakat terhadap ciri-ciri keaslian uang Rupiah juga semakian meningkat. Untuk itu, berbagai upaya yang telah
dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan (KPwBI Sulsel) untuk mengantisipasi
peredaran uang palsu dan sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah, akan
terus dilakukan khususnya kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah di berbagai daerah di Sulsel. Hal tersebut
diharapkan dengan semakin pahamnya masyarakat akan ciri-ciri keaslian uang Rupiah maka peredaran uang palsu
diharapkan semakin menurun.

900 Temuan Uang Palsu Y.O.Y. 200%


800 160%
700 120%
600

Lembar
80%
500
40%
400
300 0%
200 -40%
100 -80%
0 -120%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV* I**
2013 2014 2015 2016 2017
Keterangan: *) Angka Sementara; **) Angka Sangat Sementara
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.4. Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) Grafik 5.5. Temuan Uang Palsu

2% 3.25%
3.62%
Pecahan Permintaan
100.000 Klarifikasi
Bank
41%
Setoran
Pecahan
50.000
57%

Penukaran
Pecahan
93.13%
Lainnya

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah


Grafik 5.6. Temuan Uang Palsu Per Nominal Grafik 5.7. Temuan Uang Palsu berdasarkan Sumber Asalnya

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 79
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

Boks 5.A Layanan Kas Titipan Bank Indonesia di Kabupaten Bone

Sesuai Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diamandemen dengan UU No. 3
tahun 2004, salah satu tugas pokok Bank Indonesia yaitu mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.
Dalam rangka memenuhi tanggung jawab tersebut, Bank Indonesia mempunyai kewajiban untuk senantiasa menyediakan
uang kartal dalam jumlah yang cukup, dalam pecahan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, pada waktu yang tepat,
dan dalam kondisi yang layak edar. Guna mewujudkan hal tersebut, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi
Selatan melaksanakan pelayanan perkasan di dalam kantor, kas keliling di dalam kota hingga daerah terpencil dan
pelayanan kas titipan.

Layanan Kas Titipan Bank Indonesia di Kabupaten Bone mulai diimplementasikan pada tanggal 4 April 2017. Layanan ini
bukan hanya hadir untuk melayani masyarakat dan perbankan di daerah Bone tetapi juga melayani masyarakat hingga
wilayah Soppeng dan Wajo. Kas titipan yang dikelola oleh PT Bank Sulselbar KC Bone ini merupakan Layanan Kas Titipan BI
yang ke 4 (empat) di Sulawesi Selatan setelah sebelumnya hadir di Kota Palopo (2010), Kota Parepare (2015), dan
Kabupaten Bulukumba (2016). Peserta Kas Titipan terdiri dari 11 (sebelas) bank yaitu Bank Sulselbar, Bank Negara
Indonesia, Bank Mandiri, Bank Danamon, Bank Rakyat Indonesia, Bank Central Asia, Bank Artha Graha, Bank Mega, Bank
Panin, Bank Tabungan Negara dan Bank Tabungan Pensiunan Nasional dengan jumlah plafond yang ditetapkan sebesar
Rp150 miliar per hari.

Kerja sama penyelenggaraan Layanan Kas Titipan BI dilaksanakan dengan melakukan kajian dan survei, guna
memetakan kondisi dan karakteristik wilayah. Beberapa kriteria yang menjadi pertimbangan yaitu jumlah kantor
pusat/kantor cabang bank umum sekurang-kurangnya sebanyak 3 (tiga) buah, kebutuhan masyarakat akan uang tunai
yang belum dapat dipenuhi oleh bank-bank setempat, dan prospek perekonomian daerah setempat. Kriteria lain yang
dipertimbangkan antara lain sarana transportasi, sarana komunikasi, dan kelayakan sarana perbankan daerah setempat
yang dapat mendukung diselenggarakannya Layanan Kas Titipan serta analisis atas data sekunder seperti data perbankan,
kondisi geografis dan demografis, serta informasi terkait lainnya.
4.0 (Rp Triliun)
3.53
3.5 3.16
3.0 2.78

2.5
Aset
2.0
DPK
1.5
KREDIT
1.0
0.5
0.0
2014 2015 2016

Gambar 5.A.1. Indikator Perbankan Kabupaten Bone Periode 2014- Gambar 5.A.2. Kontribusi Kab/Kota terhadap PDRB Sulsel 2015
2016
Zona Bone
Lapangan Usaha Sulsel
Bone Soppeng Wajo Sinjai
1. Pertanian, kehutanan, dan perikanan 22.99% 49.13% 28.47% 33.02% 46.53%
2. Pertambangan dan penggalian 6.83% 3.74% 4.20% 20.39% 2.69%
3. industri pengolahan 13.81% 6.98% 10.67% 3.61% 2.73%
4. Pengadaan listrik dan gas 0.05% 0.07% 0.08% 0.06% 0.06%
5. Pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang 0.11% 0.03% 0.05% 0.03% 0.07%
6. Konstruksi 12.34% 9.66% 12.94% 9.48% 12.26%
7. Perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor 12.81% 11.04% 0.92% 13.64% 11.29%
8. Transportasi dan pergudangan 4.11% 2.38% 3.22% 3.15% 1.56%
9. Penyediaan akomodasi dan makan minum 1.33% 0.51% 1.52% 0.31% 0.35%
10. Informasi dan komunikasi 4.60% 1.35% 2.72% 1.31% 2.59%
11. Jasa keuangan dan asuransi 3.59% 3.02% 3.44% 2.34% 2.85%
12. Real Estate 3.98% 3.82% 5.63% 3.31% 2.48%
13. Jasa Perusahaan 0.43% 0.06% 0.20% 0.11% 0.06%
14. Administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib 4.78% 4.77% 7.36% 4.15% 6.36%
15. Jasa Pendidikan 5.06% 2.25% 4.52% 3.32% 6.00%
16. Jasa kesehatan dan kegiatan sosial 1.91% 0.86% 1.63% 1.38% 1.52%
17. Jasa lainnya 1.28% 0.32% 0.71% 0.40% 0.61%
PDRB 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00%

Sumber: BPS Sumber: BPS


Gambar 5.A.3. Distribusi PDRB Kabupaten Bone dan Kabupaten Sekitar Gambar 5.A.4. Pertumbuhan PDRB Kabupaten/Kota di Sulsel 2015
2015 per Sektor Lapangan Usaha (ADHK)

Dari hasil kajian, Kabupaten Bone merupakan 5 (lima) daerah dengan pertumbuhan ekonomi terbesar bahkan di atas
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan pada tahun 2015. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bone yang relatif cukup
pesat terutama ditopang dari sektor pertanian, kehutanan dan perikanan serta perdagangan. Sebagaimana diketahui,
perekonomian Kabupaten Bone dari tahun 2012 hingga 2015 menunjukan perkembangan yang positif. Hal ini tercermin
dari pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bone pada tahun 2015 yang mencapai 8,3% (yoy). Pertumbuhan positif juga

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
80 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

terjadi di wilayah sekitarnya, yakni di Kabupaten Wajo, Kabupaten Sinjai dan Kabupaten Soppeng, masing-masing
mengalami pertumbuhan 7,05%; 7,54%; dan 5,1%. Dengan prospek ekonomi yang baik, maka tingkat kebutuhan uang
kartal yang layak edar sebagai alat pembayaran di daerah ini terus menunjukkan peningkatan. Selain itu, jarak tempuh
yang cukup jauh dan medan yang cukup berliku untuk dijangkau dengan kegiatan kas keliling dari Kota Makassar menjadi
faktor pendorong inisiasi implementasi Kas Titipan di Kabupaten Bone.

Gambar 5.A.5. Foto Penandatanganan Perjanjian Kerjasama Kas Titipan . Gambar 5.A.6. Foto Bersama Penandatanganan Perjanjian Kerjasama
antara KPw BI Provinsi Sulsel dan PT Bank Sulselbar KC Bone disaksikan Kas Titipan Bank Indonesia di Kabupaten Bone
oleh Bupati Bone

Gambar 5.A.7. Peresmian Layanan Kas Titipan oleh Bupati Bone, Bp. Gambar 5.A.8. Kepala KPw BI Prov. Sulsel, Bp. Wiwiek Sisto Widayat dan
Andi Fashar M. Padjalangi. Pemimpin PT Bank Sulsel Bone, Bp. Bambang Utoyo sebagai Bank
Pengelola Kas Titipan

Kinerja jasa perbankan dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan seiring dengan semakin banyaknya kegiatan
perekonomian masyarakat yang membutuhkan jasa ini. Peningkatan usaha perbankan tercermin dari 3 (tiga) indikator
utama yaitu aset, dana pihak ketiga, dan kredit/pembiayaan yang disalurkan. Jumlah bank umum di Kabupaten Bone
tercatat sebanyak 15 (lima belas) bank. Adapun total ATM/ADM yang tersebar di wilayah Kabupaten Bone mencapai 73
unit. Perkembangan aset perbankan di Kabupaten Bone pada tahun 2016 juga mengalami peningkatan yaitu sebesar
Rp2,78 triliun dibandingkan tahun 2015 sebesar Rp2,52 triliun. Peningkatan sebesar 10,3% (yoy) dari tahun 2015 ke tahun
2016 menunjukkan ekonomi daerah yang terus berkembang dengan baik di Kabupaten Bone. Dana yang dihimpun
mencapai Rp3,16 triliun atau meningkat dibandingkan DPK pada tahun 2015 sebesar Rp2,91 triliun. Sementara, Pada
tahun 2016, kredit perbankan Kabupaten Bone mencapai Rp3,53 triliun atau mengalami peningkatan pertumbuhan
sebesar 14,1% (yoy) dibandingkan tahun 2015 yang tercatat sebesar Rp3,09 triliun.

Kegiatan Perkasan Perbankan di Kabupaten Bone membutuhkan layanan penunjang. Bone berjarak 174 km dari KPw BI
Provinsi Sulsel dengan waktu tempuh sekitar 4 jam menggunakan moda transportasi darat. Perputaran kas perbankan
rata-rata per hari masih menunjukkan kecenderungan net inflow. Rata-rata total aliran kas masuk adalah sebesar Rp25,03
miliar perhari, sedangkan rata-rata total aliran kas keluar sebesar Rp16,65 miliar perhari. Dalam kondisi tersebut tercatat
net intflow sebesar Rp8,38 miliar perhari. Kedepan diharapkan pemenuhan kebutuhan uang tunai akan dapat lebih cepat
terpenuhi, sehingga perputaran arus kas di Kabupaten Bone dan beberapa wilayah Kabupaten di sekitarnya menjadi
lancar.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 81
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
82 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
6. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Bab 6
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel per Februari 2017 tercatat


4,77%, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya
5,11%. Sementara itu, tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari Nilai
Tukar Petani (NTP) hingga triwulan I 2017 masih cukup baik meskipun menurun
secara tahunan dibandingkan triwulan IV 2016.
Jumlah penduduk miskin di Sulsel pada September 2016 mengalami penurunan
dibandingkan September 2015 baik di kota maupun di desa. Persentase
penduduk miskin di Sulsel (9,24%) tergolong rendah jika dibandingkan dengan
Provinsi lain di Sulawesi.
Demikian pula untuk indikator ketimpangan, secara perlahan juga membaik,
dimana rasio gini pada September 2016 menjadi 0,40 dibanding tahun
sebelumnya (0,43%). Upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan
kesejahteraan juga terlihat membaik, dengan nilai IPM mencapai 69,8 berada
pada peringkat 14 secara nasional.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 83
BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

6.1 Tenaga Kerja


Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sulsel Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan Utama
menurun. Per Februari 201719 TPT mencapai 4,77%, KEGIATAN UTAMA Februari Februari
lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2016 2017
sebelumnya 5,11%. Secara absolut jumlah Angkatan Kerja 3.774.926 3.991.818
pengangguran terbuka Sulsel turun dari 192.969 orang a. Bekerja 3.581.957 3.801.407
per Februari 2016 menjadi 190.441 orang per Februari b. Pengangguran 192.969 190.441
2017. Penurunan pengangguran diindikasikan sebagai Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 61,64% 64,28%
dampak positif dari kebijakan pemerintah diantaranya Tingkat Pengangguran Terbuka 5,11% 4,77%
dalam penyaluran dana ke desa dan mulai Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI

terimplementasinya sebagian dari paket kebijakan


ekonomi, sehingga ketersediaan lapangan kerja
semakin membaik. Di sisi lain, jumlah angkatan kerja
pada Februari 2017 meningkat cukup signifikan
sebanyak 216.892 orang atau naik 5,75% dibandingkan
periode yang sama tahun 2016. Meningkatnya
angkatan kerja pada Februari 2017 menjadi 3.991.818
orang diperkirakan karena perkembangan lapangan
usaha di awal tahun 2017 yang masih meningkat.

Sektor pertanian masih menjadi tumpuan penyerapan tenaga kerja. Pada periode Februari 2017, sektor pertanian
menyerap 1,54 juta orang atau 40,63% dari total tenaga kerja. Angka ini tumbuh positif 7,05% dibandingkan periode yang
sama tahun 2016. Peningkatan ini disebabkan adanya panen pada awal 2017 sehingga kebutuhan pekerja musim panen
meningkat. Sementara itu, jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor industri, perdagangan, jasa, dan lainnya meningkat
masing-masing 24,27%; 0,67%; 7,83%, dan 2,23%. Di sisi lain, Indeks Penghasilan Saat Ini Dibanding 6 Bulan Lalu (IPD6)
pertumbuhannya meningkat 8,93% (yoy) menjadi 122,00 pada triwulan I 2017 dari sebelumnya 109,63.
Tabel 6.2. Persentase Tenaga Kerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama
Februari 2016 Februari 2017
KEGIATAN UTAMA
Jumlah Pangsa Pertumbuhan Jumlah Pangsa Pertumbuhan
Pertanian 1.442.875 40,28% -0,45% 1.544.614 40,63% 7,05%
Industri 213.950 5,97% 0,54% 265.869 6,99% 24,27%
Perdagangan 774.310 21,62% 4,78% 779.521 20,51% 0,67%
Jasa 623.135 17,40% 0,98% 671.932 17,68% 7,83%
Lainnya 527.687 14,73% 1,63% 539.471 14,19% 2,23%
Total 3.581.957 100,00% 1,26% 3.801.407 100,00% 6,13%
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Sulsel tercatat meningkat. TPAK naik dari 61,64% pada Februari 2016 menjadi
64,28% pada Februari 2017. Peningkatan TPAK diperkirakan terjadi di hampir seluruh sektor. Penyerapan tenaga kerja
tertinggi terjadi di sektor pertanian yang merupakan sektor unggulan di Provinsi Sulsel. Sejalan dengan hal tersebut,
jumlah angkatan kerja juga mengalami peningkatan pada Februari 2017 menjadi sebanyak 3,99 juta orang dibanding
periode yang sama tahun sebelumnya tercatat sebanyak 3,77 juta orang.

19
BPS mengeluarkan perhitungan tenaga kerja 2 kali dalam setahun, yaitu Februari (yang rilis pada bulan Mei) dan Agustus (yang rilis pada November)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
84 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Indeks Penghasilan saat ini


65% 160 15
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Growth yoy (%) - Skala Kanan
65% 64.6%
150 10
64.3%
64% 5
140
64% 63.6% 0
130 -5
63% 62.9%
62.8%
63% 120 -10
62.2%
110 -15
62% 62.0% 62.0%
61.6% -20
62% 100
-25
61% 60.9% 90 -30
61% 60.5%
80 -35
60% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
Feb-12 Agt-12 Feb-13 Agt-13 Feb-14 Agt-14 Feb-15 Agt-15 Feb-16 Agt-16 Feb-17
2013 2014 2015 2016 2017
Sumber: BPS, diolah BI Sumber: Survei Konsumen BI, diolah
Grafik 6.1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Grafik 6.2. Indeks Penghasilan Saat Ini

6.2 Penduduk Miskin20


Jumlah penduduk miskin di Sulsel turun dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya. Pada September 201621
jumlah penduduk miskin mencapai 796 ribu orang atau 9,24% dari total penduduk Sulsel. Hal ini berarti turun -7,83%
(yoy) dari periode yang sama tahun sebelumnya yang berjumlah 864 ribu orang. Penurunan jumlah penduduk miskin
terjadi baik di kota maupun di desa. Jumlah penduduk miskin di kota menurun -4,19% (yoy) menjadi 150 ribu orang,
sementara yang berada di pedesaan turun -8,64% (yoy) menjadi 646 ribu orang (Grafik 6.3). Jumlah penduduk miskin di
pedesaan tersebut mencapai 81,10% dari total penduduk miskin Sulsel, sedangkan selebihnya 18,90% berada di
perkotaan.
ribu orang %
1000 10.6% 100% 20
900 10.4% 90% 17.63 18
10.3% 10.3% 10.3%
10.3%
800 10.2% 80% 16
10.12%
700 10.0% 70% 14.09 14
600 9.8% 9.8% 12.77
60% 12
11.19
500 9.6% 50% 10
9.5% 9.5%
9.24
400 9.39% 9.40% 9.4% 8.20
40% 8
300 9.24% 9.2%
30% 6
200 930.3 639.7 696.9 701.81 651.95 651.3 707.34 657.9 646.21 9.0%
880.9 672.3
20% 4
100 8.8%
152.8 150.8 133.6 148.0 160.5 162.49 154.40 146.42 157.18 149.13 150.6 10% 2
0 8.6%
Mar-11 Sep-11 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15 Mar-16 Sep-16 0% 0
Sulut Sulteng Sulsel Sultra Gorontalo Sulbar
Desa Kota % Total Penduduk Miskin - kanan Desa Kota % Total Penddk Miskin - kanan

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI
Grafik 6.3. Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Selatan Grafik 6.4. Persentase Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi
Menurut Provinsi September 2016

Inflasi yang relatif terkendali menahan laju kemiskinan penduduk Sulsel baik yang berada di kota maupun di desa.
Dengan rata-rata inflasi pada periode Januari sd. September 2016 yang semakin menurun (4,50%;yoy) dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya (7,75%;yoy), maka daya beli masyarakat Sulsel secara umum menjadi lebih baik,
sehingga laju kemiskinan menurun. Meski sudah menurun, inflasi kelompok bahan pangan (volatile food) di Sulsel masih
tergolong tinggi. Tekanan harga terjadi karena berkurangnya pasokan bahan pangan khususnya beras yang disebabkan
oleh mundurnya siklus tanam padi sebagai dampak dari El Nino di tahun 2015 dan La Nina di tahun 2016.

20 BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai
ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi, penduduk
miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. BPS mengeluarkan perhitungan
kemiskinan 2 kali dalam setahun, yaitu Maret (yang rilis pada bulan September) dan September (yang rilis pada Januari)
21
BPS mengeluarkan perhitungan kemiskinan 2 kali dalam setahun, yaitu Maret (yang rilis pada bulan Juli) dan September (yang rilis pada Januari)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 85
BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Grafik 6.5. Grafik Kemiskinan dan Andil Inflasi Beras Tingkat kemiskinan dan andil inflasi beras memiliki
Kemiskinan Inflasi Andil Beras - Skala Kanan korelasi positif. Korelasi antara kedua variabel ini
14.0 0.40
% yoy % yoy
0.35
mencapai 0,74. Hal tersebut menunjukkan bahwa
12.0
0.30 perkembangan harga beras memiliki hubungan yang
10.0 0.25
kuat dengan kemiskinan, atau dengan kata lain inflasi
8.0 0.20
0.15 beras merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat
6.0 0.10
kemiskinan22. Oleh karena itu, jika inflasi beras
4.0 0.05
0.00 semakin meningkat akan menurunkan daya beli
2.0
-0.05
masyarakat, khususnya yang memiliki tingkat
0.0 -0.10
2011 2012 Mar-13 Mar-14 Mar-15 Mar-16 Sep-16 pendapatan tetap, dan pada akhirnya akan
R2 Kemiskinan - Andil Beras: 0,74 menurunkan kesejahteraan. Dengan demikian, upaya
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah BI pengendalian inflasi beras perlu ditingkatkan sebagai
salah satu upaya menekan tingkat kemiskinan.

Tabel 6.3. Garis Kemiskinan di Sulawesi Selatan


Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bln) Pertumbuhan YoY Inflasi YoY
Mar-15 Sep-15 Mar-16 Sep-16 Mar-15 Sep-15 Mar-16 Sep-16 Mar-15 Sep-15 Mar-16 Sep-16
Kota 262,163 274,140 281,676 286,669 9.11% 11.25% 7.44% 4.57% 8.61% 8.36% 5.70% 3.07%
Desa 240,175 254,524 263,674 267,428 13.68% 16.16% 9.78% 5.07%
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah BI

Secara spasial, persentase jumlah penduduk miskin di Sulsel relatif cukup rendah jika dibandingkan dengan provinsi
lain se-Sulawesi. Jumlah penduduk miskin Sulsel berada pada urutan kedua terendah (9,24%) setelah Sulawesi Utara
(8,20%) (Tabel 6.4). Sedangkan persentase jumlah penduduk miskin tertinggi di wilayah Sulawesi tercatat 17,63%
terdapat di Provinsi Gorontalo.
Tabel 6.4. Perkembangan Kemiskinan di Pulau Sulawesi
Sep-15 Mar-16 Sep-16
Provinsi Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase
Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total Kota Desa Total
Sulut 58.00 159.14 217.14 5.26 12.10 8.98 60.62 142.20 202.82 5.34 10.97 8.34 59.73 140.62 200.35 5.22 10.82 8.20
Sulteng 79.25 327.09 406.34 11.06 15.07 14.07 75.45 345.07 420.52 10.18 15.91 14.45 75.90 337.25 413.15 10.07 15.48 14.09
Sulsel 157.18 707.34 864.52 4.93 13.22 10.12 149.13 657.90 807.03 4.51 12.46 9.40 150.60 646.21 796.81 4.47 12.30 9.24
Sultra 56.77 288.25 345.02 7.84 16.12 13.74 51.01 275.86 326.87 6.74 15.49 12.88 53.18 274.11 327.29 6.87 15.31 12.77
Gorontalo 27.01 179.51 206.52 6.84 24.17 18.16 24.08 179.11 203.19 5.84 24.41 17.73 24.02 179.67 203.69 5.78 24.30 17.63
Sulbar 22.51 130.70 153.21 8.69 12.70 11.90 22.85 129.88 152.73 8.59 12.56 11.74 8.43 121.83 146.90 8.43 12.00 11.19
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Menurut Kabupaten/Kota di Sulsel, tingkat kemiskinan tertinggi terdapat di Kabupaten Pangkep. Berdasarkan data BPS
tahun 2014, tingkat kemiskinan di Kab. Pangkep mencapai 16,38%, selanjutnya diikuti Kabupaten Jeneponto (15,31%),
dan Kabupaten Toraja Utara (15,10%). Sementara itu, daerah dengan tingkat kemiskinan terendah berada di Kota
Makassar dengan persentase kemiskinan 4,48% dan selanjutnya diikuti oleh Kabupaten Sidrap (5,82%), dan Kota Parepare
(5,88%).

22
Berdasarkan riset dari Talukdar (2012), The Effect of Inflation on Poverty in Developing Countries: A Panel Data Analysis. Texas Tech University.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
86 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Tabel 6.5. Tingkat Kemiskinan Per Kab/Kota se Sulawesi Selatan

No Tingkat Kemiskinan (%) 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
1 Kep. Selayar 18.49 16.41 15.00 13.49 12.87 14.23 13.13
2 Bulukumba 12.26 10.50 9.02 8.12 7.82 9.04 8.37
3 Bantaeng 10.94 9.96 10.25 9.21 8.89 10.45 9.68
4 Jeneponto 22.48 20.58 19.10 17.16 16.58 16.52 15.31
5 Takalar 12.68 11.06 11.16 10.04 9.59 10.42 9.62
6 Gowa 12.79 10.93 9.49 8.55 8.05 8.73 8.00
7 Sinjai 12.73 11.37 10.68 9.63 9.28 10.32 9.56
8 Maros 18.55 16.35 14.62 13.14 12.55 12.94 11.93
9 Pangkep 21.36 19.35 19.26 17.36 16.62 17.75 16.38
10 Barru 13.49 11.43 10.69 9.59 9.28 10.32 9.74
11 Bone 17.35 15.19 14.08 12.67 12.25 11.92 10.88
12 Soppeng 11.22 9.95 10.42 9.36 9.12 9.43 8.76
13 Wajo 10.16 8.93 8.96 8.06 7.83 8.17 7.74
14 Sidrap 7.64 6.73 7.00 6.29 6.00 6.30 5.82
15 Pinrang 9.65 8.70 9.01 8.12 7.82 8.86 8.20
16 Enrekang 20.51 18.10 16.86 15.18 14.44 15.11 13.90
17 Luwu 19.44 16.96 15.44 13.93 13.33 15.10 13.95
18 Tana Toraja 18.57 16.14 14.62 13.22 12.72 13.81 12.77
19 Luwu Utara 18.38 16.40 16.25 14.64 14.02 15.52 14.31
20 Luwu Timur 10.98 8.91 9.18 8.29 7.71 8.38 7.67
21 Toraja Utara - - 19.08 17.06 16.27 16.53 15.10
22 Makassar 5.36 5.52 5.86 5.29 5.02 4.70 4.48
23 Pare-pare 7.10 6.52 6.53 5.91 5.58 6.38 5.88
23 Palopo 12.83 11.85 11.28 10.22 9.46 9.57 8.80
Sulawesi Selatan 13.41 11.93 11.40 10.27 9.82 10.32 9.54
Sumber: BPS, diolah BI

6.3 Rasio Gini23


Gini ratio Provinsi Sulsel menurun. Nilai gini ratio Sulsel September 2016 sebesar 0,40, menurun dibandingkan
September 2015 yang mencapai 0,42 ataupun Maret 2016 sebesar 0,43. Secara tren, selama 3 tahun terakhir angka gini
ratio Sulsel cenderung menurun, namun demikian dibandingkan dengan nasional, nilai gini ratio Sulsel cenderung lebih
tinggi meski pada tahun 2011 dan 2012 gini ratio Sulsel sempat bernilai sama dengan nasional yakni 0,41. Sementara itu
dibandingkan provinsi lain di Sulawesi, nilai gini ratio Sulsel tahun 2016 berada pada peringkat kedua tertinggi di
Sulawesi. Nilai gini ratio tertinggi di Sulawesi berada di Provinsi Gorontalo (0,41) dan terendah berada di Provinsi Sulawesi
Tengah (0,35).

Nilai gini ratio yang tergolong tinggi menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah pusat maupun daerah. Perhatian
pemerintah terkait dengan upaya mengurangi ketimpangan terlihat dari paket kebijakan ekonomi pertama pada tanggal 9
September 2015 yaitu Melindungi masyarakat berpendapatan rendah dan menggerakkan ekonomi pedesaan. Lebih
lanjut, World Bank (2014) juga mengemukakan bahwa salah satu strategi dalam penurunan ketimpangan adalah dengan
penyediaan akses yang merata ke seluruh daerah seperti pendidikan dan kesehatan. Melihat perhatian dari pemerintah
pusat yang cukup tinggi terhadap ketimpangan, Pemerintah Provinsi Sulsel juga turut serta dalam strategi pembangunan
ekonomi yang lebih inklusif. Salah satu strategi yang dilakukan adalah dengan meningkatkan Angka Partisipasi Sekolah
(APS) di Sulsel dari APS tingkat SD, SMP dan SMA masing-masing 97,59; 87,69; 61,66 pada tahun 2013 menjadi masing-
masing 99,50; 95,00; dan 64,25 pada tahun 201824.
Tabel 6.6. Nilai Gini Ratio di Pulau Sulawesi
Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Mar 2016 Sept 2016
Gorontalo 0.43 0.46 0.44 0.44 0.41 0.42 0.42 0.41
Sulawesi Selatan 0.40 0.41 0.41 0.43 0.42 0.42 0.43 0.40
Sulawesi Tenggara 0.42 0.41 0.40 0.43 0.41 0.40 0.40 0.39
Sulawesi Utara 0.37 0.39 0.43 0.42 0.42 0.37 0.39 0.38
Sulawesi Tengah 0.37 0.38 0.40 0.41 0.37 0.37 0.36 0.35
Sulawesi Barat 0.36 0.34 0.31 0.35 0.35 0.36 0.36 0.37
Indonesia 0.38 0.41 0.41 0.41 0.41 0.41 0.40 0.39
*) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara
Sumber: Booklet Data Sosial Ekonomi, BPS

23Angka koefisien gini adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan. Angka koefisien gini terletak antara 0 (nol)
dan 1 (satu). Nol mencerminkan kemerataan sempurna dan satu menggambarkan ketidakmeraaan sempurna.
24
Sesuai dengan target dari RPJMD Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2013-2018

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 87
BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

6.4 Nilai Tukar Petani25


Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan I 2017 masih cukup baik (>100), meskipun pertumbuhan tahunan menurun. NTP
Sulsel pada triwulan I 2017 sedikit menurun menjadi sebesar 100,74, dibandingkan triwulan sebelumnya 103,93.
Penurunan NTP tersebut dikarenakan oleh penurunan rata-rata indeks yang diterima petani atas hasil produksi petani.
Rata-rata indeks yang diterima petani menurun dari 129,76 pada triwulan IV 2016 menjadi 127,74 pada triwulan I 2017
(Grafik 6.8). Sementara disisi lain, Indeks yang Dibayar Petani mengalami peningkatan dari 126,58 pada triwulan IV 2016
menjadi 126,8 pada triwulan I 2017 (Grafik 6.7).

110 Indeks Nilai Tukar Petani yoy 5% 130 Indeks 12%


Indeks yang Dibayar Petani yoy
g.indeks - sisi kanan 125 10%
g.indeks - sisi kanan
105 3%
120 8%
115 6%
100 1%
110 4%
95 -1% 105 2%
100 0%
90 -3%
95 -2%

85 -5% 90 -4%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016 2017
2013 2014 2015 2016 2017
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 6.6. Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani Grafik 6.7. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Dibayar Petani

Inflasi dan Nilai Tukar Petani (NTP) memiliki hubungan terbalik. Hal demikian merupakan salah satu indikasi bahwa
petani juga merupakan net consumer. Grafik 6.9 menunjukkan bahwa pada periode 2009 2011 korelasi kedua variabel
tersebut mencapai -0,38, sementara pada periode 2012 2016 mencapai -0,42. Pada saat terdapat tekanan inflasi yang
tinggi, NTP mengalami penurunan, sehingga gap antara inflasi dan NTP semakin melebar, dan sebaliknya. Dari grafik juga
terlihat bahwa pada saat kelompok volatile food mengalami deflasi di bulan Februari - Mei 2016 dan Agustus 2016
(penurunan harga beras, cabe rawit, dan cabe merah), dan harga bahan bakar minyak bersubsidi pada periode Januari
2016 September 2016 cenderung stabil, maka gap antara inflasi dan NTP di tahun 2016 terlihat menyempit. Sementara
itu, pada saat pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi pada Juli 2013 dan November 2014, gap
antara inflasi dan NTP semakin melebar. Demikian pula saat triwulan I 2017, inflasi terpantau meningkat diikuti
penurunan pertumbuhan NTP.

Kondisi tersebut juga dapat terjadi karena kenaikan harga produk sektor pertanian yang diterima oleh petani tumbuh
lebih lambat dibandingkan kenaikan harga barang yang dikonsumsi/dibayar oleh petani. Oleh karena itu, untuk
menekan laju kemiskinan penduduk di sektor pertanian yang umumnya berada di wilayah pedesaan, perlu upaya untuk
menekan laju inflasi khususnya volatile food. Hal ini dapat dilakukan diantaranya dengan cara mengurangi asymmetric
information harga komoditi pertanian, serta membangun atau memperbaiki infrastruktur jalan ke pedesaan agar barang-
barang yang diperlukan lebih mudah didistribusikan kepada masyarakat.
Indeks yang Diterima Petani 10%
135 Indeks yoy 12% yoy
g.indeks - sisi kanan 8%
130 10%
6%
125 8%
120 4%
6%
115 2%
4%
110 0%
2%
105
-2%
100 0%
-4% korelasi 2009-2011 = -0,38
95 -2% korelasi 2012-2016 = -0,42
90 -4% -6%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
2013 2014 2015 2016 2017
Inflasi Nilai Tukar Petani

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BI
Grafik 6.8. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani Grafik 6.9. Perkembangan Rata-rata Indeks yang Diterima Petani

25
NTP merupakan keseimbangan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan yang dibayar petani (Ib).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
88 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Secara spasial, NTP Sulsel di triwulan I 2017 posisinya stabil dengan menduduki peringkat ke-9 terbesar dibanding
provinsi lainnya. Selama satu semester, posisi NTP Sulsel stabil. Posisi NTP Sulsel pada triwulan III 2016 pernah mampu
menempati urutan ke-7 secara Nasional.
Tabel 6.7. Perkembangan NTP per Provinsi se Indonesia
2017-
Provinsi 2015-TW1 2015-TW2 2015-TW3 2015-TW4 2016-TW1 2016-TW2 2016-TW3 2016-TW4
TW1*
Sulawesi Barat 102.23 103.81 105.22 106.16 106.07 106.92 107.89 108.70 106.58
Nusa Tenggara Barat 101.86 102.28 104.26 106.21 105.15 103.84 105.99 107.04 105.70
Bali 103.83 103.34 104.46 105.15 104.93 105.78 106.92 106.98 106.25
Gorontalo 101.50 100.91 102.49 104.21 104.73 105.36 105.50 106.06 105.59
DI Yogyakarta 100.22 99.44 101.80 103.06 103.48 103.32 105.26 104.30 102.22
Jawa Timur 105.24 102.79 105.14 106.15 105.19 104.23 105.03 104.24 103.12
Lampung 102.90 102.00 103.77 103.99 103.36 104.09 104.04 104.15 104.96
Jawa Barat 105.70 102.78 104.74 107.08 106.97 104.35 104.14 104.03 103.25
Sulawesi Selatan 104.23 103.35 105.09 106.21 105.95 104.03 104.90 104.02 102.16
Maluku Utara 102.62 101.78 101.15 102.81 104.41 104.71 103.52 103.13 101.59
Nusa Tenggara Timur 101.21 101.05 102.21 103.19 101.37 100.26 101.20 101.85 101.19
Sumatera Utara 98.52 98.60 97.67 99.64 99.32 100.52 99.72 101.22 100.33
Riau 96.84 95.97 93.55 94.61 96.22 99.10 98.17 100.83 102.94
Maluku 100.75 100.11 100.30 102.02 103.67 103.49 102.31 100.81 99.57
Papua Barat 99.36 101.04 100.97 100.10 99.34 100.28 100.54 100.55 100.01
Banten 105.23 102.77 104.02 107.02 105.99 102.33 100.68 100.45 98.97
Jambi 95.95 95.21 95.13 95.45 96.45 99.12 98.45 100.21 101.45
Jawa Tengah 100.86 98.09 100.11 101.87 100.81 99.50 100.41 99.68 98.98
Kepulauan Bangka Belitung 103.48 105.17 106.30 103.86 101.96 103.53 101.09 99.33 98.75
DKI Jakarta 98.84 98.34 97.34 98.19 99.16 101.18 100.69 99.24 99.17
Sulawesi Tenggara 98.83 98.35 100.21 100.76 99.82 99.61 100.37 98.90 97.72
Kalimantan Timur 99.95 98.33 98.33 97.86 97.46 98.26 98.31 98.47 98.40
Kalimantan Tengah 98.99 98.47 99.03 98.14 96.77 97.59 97.60 98.38 99.35
Sulawesi Tengah 97.99 96.95 98.14 99.37 99.28 100.00 99.87 98.25 97.03
Kepulauan Riau 100.14 98.92 99.95 98.78 98.47 98.81 97.54 97.90 98.16
Kalimantan Selatan 100.54 100.11 99.99 99.32 98.58 97.27 96.59 97.71 98.24
Sumatera Barat 98.72 97.36 97.14 97.73 97.79 98.23 97.28 97.02 97.92
Kalimantan Barat 97.26 96.67 96.70 96.30 95.20 96.13 94.76 96.33 97.68
Aceh 96.82 95.95 96.02 97.75 97.79 96.30 95.29 95.76 96.09
Papua 97.12 96.95 96.75 96.58 95.97 96.50 96.29 95.30 95.53
Sumatera Selatan 97.84 97.52 95.94 96.19 95.07 94.43 93.91 95.04 95.29
Sulawesi Utara 98.01 95.68 95.47 96.74 97.40 96.92 96.31 94.31 92.86
Bengkulu 95.47 94.12 92.71 93.36 92.26 93.94 92.43 93.60 94.99
Nasional 101.86 100.23 101.53 102.75 102.03 101.41 101.66 101.50 100.91
Sumber: BPS, diolah BI
*) Data hingga bulan Maret 2017

Peringkat NTP berdasarkan NTP tertinggi pada triwulan I 2017

6.5 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)


Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Sulawesi Selatan meningkat pada 2016. Peningkatan IPM terjadi pada
indikator harapan lama sekolah, rata-rata lama sekolah, dan pengeluaran per kapita (Grafik 6.8). Dengan kondisi
tersebut, IPM Sulsel berada pada peringkat 14 secara nasional, pada tahun 2015 maupun 2016. Potensi untuk
meningkatkan IPM masih terbuka, karena nilai IPM Sulsel (69,8) masih berada di bawah angka nasional (70,2). Semua
komponen indikator IPM Sulsel masih berada di bawah indikator IPM Nasional.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 89
BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Tabel 6.8. Perkembangan IPM per Provinsi se Indonesia


Angka Harapan Hidup Harapan Lama Rata-rata Lama Pengeluaran per
IPM
saat Lahir (tahun) Sekolah (tahun) Sekolah (tahun) Kapita (Rp 000)
2015 2016 2015 2016 2015 2016 2015 2016 2015 2016
Aceh 69,5 69,5 13,7 13,9 8,8 8,9 8.533 8.768 69,5 70,0
Sumatera Utara 68,3 68,3 12,8 13,0 9,0 9,1 9.563 9.744 69,5 70,0
Sumatera Barat 68,7 68,7 13,6 13,8 8,4 8,6 9.804 10.126 70,0 70,7
Riau 70,9 71,0 12,7 12,9 8,5 8,6 10.364 10.465 70,8 71,2
Jambi 70,6 70,7 12,6 12,7 8,0 8,1 9.446 9.795 68,9 69,6
Sumatera Selatan 69,1 69,2 12,0 12,2 7,8 7,8 9.474 9.935 67,5 68,2
Bengkulu 68,5 68,6 13,2 13,4 8,3 8,4 9.123 9.492 68,6 69,3
Lampung 69,9 69,9 12,3 12,4 7,6 7,6 8.729 9.156 67,0 67,7
Kep. Bangka Belitung 69,9 69,9 11,6 11,7 7,5 7,6 11.781 11.960 69,1 69,6
Kepulauan Riau 69,4 69,5 12,6 12,7 9,7 9,7 13.177 13.359 73,8 74,0
DKI Jakarta 72,4 72,5 12,6 12,7 10,7 10,9 17.075 17.468 79,0 79,6
Jawa Barat 72,4 72,4 12,2 12,3 7,9 8,0 9.778 10.035 69,5 70,1
Jawa Tengah 74,0 74,0 12,4 12,5 7,0 7,2 9.930 10.153 69,5 70,0
DI Yogyakarta 74,7 74,7 15,0 15,2 9,0 9,1 12.684 13.229 77,6 78,4
Jawa Timur 70,7 70,7 12,7 13,0 7,1 7,2 10.383 10.715 69,0 69,7
Banten 69,4 69,5 12,4 12,7 8,3 8,4 11.261 11.469 70,3 71,0
Bali 71,4 71,4 13,0 13,0 8,3 8,4 13.078 13.279 73,3 73,7
Nusa Tenggara Barat 65,4 65,5 13,0 13,2 6,7 6,8 9.241 9.575 65,2 65,8
Nusa Tenggara Timur 66,0 66,0 12,8 13,0 6,9 7,0 7.003 7.122 62,7 63,1
Kalimantan Barat 69,9 69,9 12,3 12,4 6,9 7,0 8.279 8.348 65,6 65,9
Kalimantan Tengah 69,5 69,6 12,2 12,3 8,0 8,1 9.809 10.155 68,5 69,1
Kalimantan Selatan 67,8 67,9 12,2 12,3 7,8 7,9 10.891 11.307 68,4 69,1
Kalimantan Timur 73,7 73,7 13,2 13,4 9,2 9,2 11.229 11.355 74,2 74,6
Kalimantan Utara 72,2 72,4 12,5 12,6 8,4 8,5 8.354 8.434 68,8 69,2
Sulawesi Utara 71,0 71,0 12,4 12,6 8,9 9,0 9.729 10.148 70,4 71,1
Sulawesi Tengah 67,3 67,3 12,7 12,9 8,0 8,1 8.768 9.034 66,8 67,5
Sulawesi Selatan 69,8 69,8 13,0 13,2 7,6 7,8 9.992 10.281 69,2 69,8
Sulawesi Tenggara 70,4 70,5 13,1 13,2 8,2 8,3 8.697 8.871 68,8 69,3
Gorontalo 67,1 67,1 12,7 12,9 7,1 7,1 9.035 9.175 65,9 66,3
Sulawesi Barat 64,2 64,3 12,2 12,3 6,9 7,1 8.260 8.450 63,0 63,6
Maluku 65,3 65,4 13,6 13,7 9,2 9,3 8.026 8.215 67,1 67,6
Maluku Utara 67,4 67,5 13,1 13,5 8,4 8,5 7.423 7.545 65,9 66,6
Papua Barat 65,2 65,3 12,1 12,3 7,0 7,1 7.064 7.175 61,7 62,2
Papua 65,1 65,1 10,0 10,2 6,0 6,2 6.469 6.637 57,3 58,1
Indonesia 70,8 70,9 12,6 12,7 7,8 8,0 10.150 10.420 69,6 70,2

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
90 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
BAB 6KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 91
7. PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Bab 7
Prospek Perekonomian dan
Rekomendasi Kebijakan

Perekonomian Sulsel pada triwulan III 2017 diperkirakan tumbuh pada


kisaran 7,3% - 7,7% (yoy). Sementara secara keseluruhan 2017 akan
tumbuh di kisaran 7,5%-7,9% (yoy), yang berarti berpotensi lebih tinggi
dari pencapaian 2016 yang tumbuh 7,41% (yoy). Dari sisi permintaan,
perekonomian Sulsel diperkirakan masih akan ditopang oleh konsumsi rumah
tangga, konsumsi pemerintah, dan investasi PMTB. Sementara dari sisi
lapangan usaha, diperkirakan masih ditopang dari lapangan usaha Industri
Pengolahan, Konstruksi, Transportasi, Penyediaan Akomodasi, Real Estate,
Jasa Perusahaan, Administrasi Pemerintahan, Jasa Pendidikan, dan Jasa
Kesehatan.
Faktor-faktor pendorong adalah konsumsi/daya beli yang semakin baik,
perbaikan pendapatan/pengeluaran pemerintah, peningkatan harga
komoditas internasional, diversifikasi ekspor ke Amerika/Eropa,
beroperasinya industri nikel yang lebih optimal, pembangunan infrastruktur,
dan pembangunan industri pengolahan ikan.
Tekanan harga di triwulan II 2017 dan 2017 diperkirakan dalam kisaran
inflasi nasional 4,0%1,0%, didukung oleh ketersediaan/distribusi pangan
berjalan optimal, serta telah berjalannya fungsi TPID di seluruh Kab/kota
secara optimal. Namun faktor risiko yang masih akan menjadi tekanan inflasi
2017 adalah tren kenaikan harga minyak dunia, serta kebijakan kenaikan
harga yang diatur pemerintah yang dilakukan pada pertengahan tahun
2017.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 92
BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

7.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi


Pertumbuhan ekonomi Sulsel diperkirakan sesuai kisaran proyeksi Bank Indonesia. Berdasarkan data realisasi PDB
triwulan I 2017, PDRB Sulsel tumbuh 7,52%(yoy) dan pertumbuhan pada triwulan II diperkirakan sebesar 7,3 -7,7 %(yoy).
Pertumbuhan yang lebih besar pada paro pertama tersebut didorong oleh konsumsi rumah tangga yang lebih baik
merespon kondisi ekonomi yang membaik. Selain itu, Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) atau festive season yang
jatuh di satu triwulan, yaitu triwulan II akan memberikan dorongan konsumsi rumah tangga yang lebih tinggi. Satu-
satunya faktor penahan konsumsi rumah tangga adalah tahun ajaran baru yang bersamaan dengan hari raya sehingga
berpotensi kenaikan konsumsi rumah tangga tidak sebesar tren sebelumnya. Dari sisi inflasi, penyesuaian tariff dasar
listrik yang terus dilakukan pemerintah dalam upaya menyehatkan kondisi keuangan negara diyakini akan termitigasi oleh
sosialisasi inflasi serta upaya pengendalian inflasi daerah yang pada akhirnya akan menjaga daya beli masyarakat.

Pada semester kedua 2017, katalis pertumbuhan ekonomi Sulsel diperkirakan akan bertumpu pada realisasi belanja
pemerintah. Berpindahnya momentum HBKN ke triwulan II membuat pertumbuhan ekonomi Sulsel berpotensi lebih
rendah pada triwulan III. Namun demikian, realisasi belanja pemerintah daerah yang lebih besar pada semester kedua
dapat menjadi buffer ekonomi Sulsel pada paro kedua 2017. Di sisi lain, kinerja ekspor diperkirakan masih akan
melanjutkan pertumbuhan positif namun dalam tingkat pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan paro pertama
sejalan dengan harga komoditas yang mulai melambat. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi Sulsel diperkirakan
masih sesuai proyeksi, yaitu antara 7,50% - 7.90% (yoy) (Grafik 7.1).
10
%, yoy
9

5 2015: 2016: 2017: 2018:


7,17% 7,41% 7,5% - 7,9% 7,6% - 8,0%
4
2015 Q1

2017 Q2
2015 Q2

2015 Q3

2015 Q4

2016 Q1

2016 Q2

2016 Q3

2016 Q4

2017 Q1

2017 Q3

2017 Q4

2018 Q1

2018 Q2

2018 Q3

Sumber: BPS,diolah. Ket.: Proyeksi oleh BI 2018 Q4


Grafik 7.1. Perkembangan PDRB Sulsel dan Proyeksinya

Pada tahun 2018, pertumbuhan ekonomi Sulsel diperkirakan sedikit meningkat dibandingkan tahun 2017. Dari sisi
pengeluaran, konsumsi rumah tangga dan LNPRT, diperkirakan masih akan kuat dengan adanya peningkatan upah
minimum regional. Konsumsi Pemerintah diperkirakan meningkat seiring dengan peningkatan pagu anggaran untuk APBN
di Sulsel. Sementara itu aktivitas ekspor diperkirakan akan sedikit membaik, seiring dengan tren harga internasional nikel
dan coklat, ditambah dengan peningkatan pertumbuhan global terutama Amerika Serikat dan Kawasan ASEAN. Selain itu,
investasi diperkirakan meningkat dengan adanya tambahan pembangunan perumahan, rumah sakit, universitas, dan
pusat perbelanjaan baru. Dari sisi lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan di tahun 2018 diperkirakan akan terjadi
pada lapangan usaha Pertambangan, Konstruksi, Perdagangan, Jasa Keuangan, Real Estate, Administrasi Pemerintahan,
dan Jasa Pendidikan.

7.1.1 Prospek Sisi Pengeluaran


Konsumsi rumah tangga mengalami banyak tantangan di paro kedua 2017. Hal ini disebabkan tekanan kenaikan harga
pada kelompok barang yang diatur oleh pemerintah (administered price) khususnya pada jenis kenaikan tarif listrik.
Penyesuaian yang masih berlangsung hingga awal triwulan II tersebut memberikan tekanan konsumsi karena
berbarengan dengan tahun ajaran baru serta HBKN. Dalam kondisi gaji dan upah bersifat kaku (sticky wage sebagaimana
dijelaskan dalam teori Keynes), konsumsi riil rumah tangga berpotensi lebih rendah pada paro kedua 2017 karena
sebagian pendapatannya digunakan saat Ramadhan dan tahun ajaran baru. Indikasi tersebut tercermin dari indeks
tendensi konsumen (Grafik 7.2) Di sisi lain, konsumsi LNPRT diharapkan menjadi buffer konsumsi domestik. Menjelang
momentum pilkada Sulsel, konsumsi LNPRT diprediksi mengalami peningkatan.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 93
BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Konsumsi pemerintah diperkirakan semakin terakselerasi pada paro kedua 2017. Realisasi penyerapan belanja APBN di
Sulsel dan APBD Provinsi/Kabupaten/Kota diperkirakan semakin besar pada paro kedua 2017 sesuai dengan pola
historisnya. Namun demikian, kecenderungan belanja pemerintah yang mulai proporsional pada setiap triwulan membuat
dampak pertumbuhan pada paro kedua diprediksi akan tidak akan setinggi sebelum tahun 2016 (Grafik 7.3)

Sumber: Badan Pusat Statistik p) Perkiraan Bank Indonesia


Grafik 7.2. Indeks Tendensi Konsumen BPS Grafik 7.3. Persentase Realisasi Pagu Anggaran Pemerintah Pusat di Daerah

Komponen investasi Sulsel pada paro kedua 2017 diperkirakan meningkat meyusul investmet grade yang diraih
Indonesia. Masuknya Indonesia pada investment grade dari lembaga S&P membuat yield obligasi pemerintah menjadi
lebih murah. Hal ini berimbas pada yield obligasi swasta sehingga mendorong investasi karena dampak dari crowding out
menjadi semakin berkurang. Lebih murahnya biaya investasi melalui penerbitan surat utang sangat mungkin direspon
swasta untuk meningkatkan investasinya sejalan dengan proyek infrastruktur pemerintah yang masih berlanjut. Beberapa
pembangunan infrastruktur dan fisik yang direncanakan dimulai pada awal 2017 diperkirakan akan meningkat pada
semester kedua. Berdasarkan data BCI Asia, pada semester II 2017 pembangunan oleh pemerintah mencapai Rp500
Milyar dan komersial mencapai Rp210 milyar.
Tabel 7.1. Perkembangan Pembangunan Fisik di Sulawesi Selatan
Keterangan Keterangan Perkembangan
Sulsel Sulsel
Kepemilikan Nilai (Rp Juta) Kepemilikan Nilai (Rp Juta) (yoy)
Total 143,000 Total 8,089,976 5557.3%
Pemerintah - Pemerintah 3,879,018 0.0%
Proyek dimulai Tw I 2016 Proyek dimulai Tw I 2017
Commercial 143,000 Commercial 4,207,458 2842.3%
Perseorangan - Perseorangan 3,500 0.0%
Total 2,518,040 Total 1,834,793 -27.1%
Pemerintah 49,540 Pemerintah 326,969 560.0%
Proyek dimulai Tw II 2016 Proyek dimulai Tw II 2017
Commercial 2,468,500 Commercial 1,499,124 -39.3%
Perseorangan - Perseorangan 8,700 0.0%
Total 548,900 Total 667,000 21.5%
Pemerintah 24,600 Pemerintah 507,000 1961.0%
Proyek dimulai Tw III 2016 Proyek dimulai Tw III 2017
Commercial 524,300 Commercial 160,000 -69.5%
Perseorangan - Perseorangan - 0.0%
Total 1,543,507 Total 50,000 -96.8%
Pemerintah 1,052,107 Pemerintah - -100.0%
Proyek dimulai Tw IV 2016 Proyek dimulai Tw IV 2017
Commercial 490,300 Commercial 50,000 -89.8%
Perseorangan 1,100 Perseorangan - -100.0%
Total 4,753,447 Total 10,641,769 123.9%
Pemerintah 1,126,247 Pemerintah 4,712,987 318.5%
Total 2016 Total 2017
Commercial 3,626,100 Commercial 5,916,582 63.2%
Perseorangan 1,100 Perseorangan 12,200 1009.1%
Sumber : BCI Asia, diolah Bank Indonesia
*) Data tahun 2017 masih sangat sementara

Kinerja ekspor dan impor diperkirakan membaik. Terdapat dua faktor pendorong perbaikan perdagangan luar negeri.
Pertama, pertumbuhan ekonomi negara mitra dagang yang lebih baik sejalan dengan pemulihan kondisi ekonomi global
yang terus berlanjut. Kedua, harga komoditas masih lebih baik dibandingkan posisi 2016 kendati mulai mengalami

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
94 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

perlambatan. Hal inilah yang membuat ekspor Sulsel tumbuh tinggi pada paro pertama. Tren pertumbuhan positif pada
paro kedua diperkirakan tetap berlanjut mengikuti volume perdagangan dunia yang lebih baik serta pertumbuhan
ekonomi negara mitra dagang (Tabel 7.2)

Tabel 7.2. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara


WEO (IMF) WEO (IMF)
Pertumbuhan Apr-17
Jan - 17
Ekonomi (%, yoy)
2016p 2017p 2016 2017p 2018p
Amerika Serikat 1,6 2,3 1,6 2,3 2,5
Kawasan Eropa 1,7 1,6 1,7 1,7 1,6
Kawasan Asia 6,3 6,4 6,3 6,4 6,3
Tiongkok 6,7 6,5 6,7 6,6 6,2
Jepang 0,9 0,8 0,9 1,2 0,6
Kawasan ASEAN* 4,8 4,9 4,8 4,9 5,2
Output Dunia 3,1 3,4 3,1 3,4 3,6
*) Terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam
p) Proyeksi
Keterangan: Lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya
Sama dengan perkiraan sebelumnya
Lebih rendah dari perkiraan sebelumnya

Harga komoditas di pasar dunia masih stabil namun beberapa harga komoditas unggulan Sulsel cenderung melemah
pada paro kedua 2017. Berdasarkan data Bloomberg, harga kopi baik jenis Arabica maupun Robusta di pasar futures
masih terus mengalami penurunan sehingga ekspor kopi Sulsel diprediksi masih cenderung tertekan akibat produksi kopi
Brazil yang melebihi permintaan pasar. Di sisi lain, harga kakao cenderung membaik untuk transaksi futures di tengah
masih rendahnya harga kakao di pasar spot (Grafik 7.4). Ekspor Sulsel cenderung masih mengandalkan harga nikel dalam
jangka pendek yang secara yoy tumbuh positif.

Grafik 7.4 Harga Komoditas Unggulan Sulsel di Pasar Internasional

Perdagangan dalam negeri (antarpulau) tumbuh solid. Struktur ekonomi Sulsel yang masih didominasi pertanian serta
kekuatan posisi Sulsel sebagai lumbung pangan nasional membuat transaksi dalam negeri (antarpulau) diperkirakan tetap
kuat. Terlebih pasca panen yang terjadi di semester pertama, transaksi arus barang masih cenderung akan mengikuti
setelahnya. Faktor yang masih harus diwaspadai adalah cuaca yang dapat menghambat arus perdagangan domestik.

7.1.2 Prospek Sisi Lapangan Usaha


Sejaalan dengan sisi permintaan, beberapa lapangan usaha diperkirakan tumbuh meningkat di semester II 2017.
Lapangan usaha (LU) yang diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi pada paro kedua 2017 adalah LU pertambangan dan
penggalian, LU industri pengolahan, dan LU perdagangan besar dan eceran serta LU penyediaan makan minum.
Sedangkan LU lainnya diperkirakan masih cenderung stabil atau tidak banyak mengalami perubahan dibandingkan dengan
pertumbuhan semester awal.

LU Pertambangan diperkirakan tumbuh lebih baik merespon produksi nikel yang lebih tinggi. Setidaknya terdapat dua
faktor yang mendasari pertumbuhan LU pertambangan menjadi lebih tinggi, yaitu faktor harga nikel internasional yang
secara umum lebih tinggi dibandingkan realisasi harga 2016 dan faktor penyelesaian pembangunan smelter di kabupaten

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 95
BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Bantaeng. Pelaku usaha pertambangan nikel di Sulsel mengalami pertumbuhan pendapatan cukup tinggi di triwulan I
2017 melanjutkan tren perutmbuhan positif dari triwulan IV 2017. Dari LU Industri pengolahan, pertumbuhan didorong
oleh terus berlangsungnya reformasi struktural. Reformasi struktural yang terus berlanjut di Sulsel untuk mengarahkan
pertumbuhan ekonomi dipacu oleh idnsutri terus berlanjut dan konsisten. Hal ini ditandai dengan serapan tenaga kerja di
bidang industri yang cenderung lebih besar dibandingkan sektor lainnya.

Sumber: BPS

Grafik 7.5 Pertumbuhan Pendapatan Korporasi Pertambangan Sulsel Tabel 7.3 Pertumbuhan Pendapatan Korporasi Pertambangan Sulsel

Sumber utama pertumbuhan lainnya adalah LU Perdagangan Besar dan Eceran serta reparasi. Kendati penjualan
kendaraan relative mengalami perlambatan, tetapi penjualan suku cadang dan jasa reparasi mengalami peningkatan.
Lebih tingginya retention rate pada kendaraan membuat penjualan suku cadang tumbuh lebih tinggi. Di sisi lain,
penjualan otomotif baik sepeda motor dan mobil akan banyak mengandalkan peluncuran unit baru dan juga facelift untuk
menarik konsumen. Selain penjualan otomotif dan suku cadangnya, tingkat kunjungan wisatawan yang tetap tinggi
berpotensi meningkatkan volume perdagangan di Sulsel khususnya pada segmen cenderamata. Sejaln dengan kunjungan
wisatawan yang lebih tinggi baik domestik maupun mancanegara, penyediaan jasa makan dan minum juga akan
meningkat.

7.2 Prospek Inflasi


Tekanan inflasi pada semester kedua akan lebih rendah dibandingkan paro pertama 2017. Tekanan inflasi pada awal
2017 cukup berat khususnya pada harga yang diatur pemerintah (administered price) dan berlanjut hingga selesai
triwulan II. Tekanan pada triwulan II banyak disebabkan oleh HBKN yaitu Ramadhan dan dibarengi dengan tahun ajaran
baru serta kenaikan tahap ketiga dari listrik dengan daya 900 VA. Bank Indonesia memperkirakan bahwa tekanan inflasi
pada paro kedua akan lebih rendah dibandingkan pada semester pertama 2017. Namun demikian upaya pengendalian
inflasi tetap dilakukan khususnya pada kelompok harga pangan bergejolak.

Dampak rambatan kenaikan tarif listrik dan penyesuaian harga minyak nasional menjadi faktor resiko pada semester
kedua. Kenaikan tarif dasar listrik dengan daya 900 VA sangat mungkin direspon dengan kenaikan harga jual khususnya
pada kelompok usaha UMKM kategori mikro. Kenaikan tersebut dapat bertransmisi menjadi inflasi pada kategori inflasi
inti dan semakin menambah tekanan inflasi secara umum. Di sisi lain, kenaikan harga minyak nasional dan upaya
pemerintah melakukan subsidi silang melalui kebijakan harga minyak satu harga perlu dicermati. Oleh karena itu, Bank
Indonesia dan pemerintah daerah serta pemangku kebijakan lainnya terus berupaya meningkatkan koordinasi untuk
menekan inflasi agar menjaga daya beli masyarakat.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
96 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Sumber: BPS,diolah. Ket.: angka proyeksi oleh BI


Grafik 7.4. Perkembangan dan Proyeksi Inflasi Sulsel

Untuk menjaga ketersediaan barang dan kelancaran distribusi barang, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi
Sulsel maupun TPID di tingkat kabupaten/kota akan meningkatkan koordinasi. Koordinasi menjadi sangat penting
mengingat peningkatan tekanan inflasi terkadang dipicu oleh permasalahan distribusi pasokan bahan pangan yang tidak
lancar. Dengan koordinasi yang berjalan baik, baik di tingkat kebijakan/high level maupun teknis di
Provinsi/Kabupaten/Kota, mendorong kondisi inflasi Sulsel terlihat semakin menurun. Realisasi inflasi pada Mei 2017
tercatat 3,95% (yoy), lebih tinggi dibandingkan capaian akhir 2016 sebesar 2,94% (yoy) sejalan dengan kebijakan
penyesuaian harga yang diatur oleh pemerintah. Adapun pencapaian inflasi Sulsel 2017 akan didukung dengan kondisi
cuaca dan peningkatan luas lahan panen yang akan menambah produksi.

Tabel 7.3. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan (Tahun Dasar 2010)

Pertumbuhan Ekonomi %,yoy


2015 2016 2017
Provinsi Sulsel 2018
Total I II III IV Total I II P III P IV P Total
Pertumbuhan Ekonomi 7.1 7.4 8 6.8 7.6 7.4 7.52 7.5 - 7.9 7.3 - 7.7 7.5- 7.9 7.5 - 7.9 7.6 - 8.0
Sisi Pengeluaran
Konsumsi Rumah Tangga 5.3 5.3 5.6 5.7 5.3 5.5 5.5 5.8 - 6.2 5.8 - 6.2 5.8 - 6.2 5.8 - 6.2 5.5 - 5.9
Konsumsi LNPRT 1.1 4.7 5.6 5.5 0.2 3.3 6.6 5.5 - 5.9 5.5 - 5.9 5.5 - 5.9 5.5 - 5.9 5.2 - 5.6
Konsumsi Pemerintah 8.2 2.1 8.4 (3.5) (7.4) (1.3) 3.8 3.4 - 3.8 3.4 - 3.8 3.4 - 3.8 3.4 - 3.8 5.2 - 5.6
Pembentukan Modal Tetap Bruto 8.3 9.5 10.0 6.7 3.0 7.0 7.4 6.3 - 6.7 6.3 - 6.7 6.3 - 6.7 6.3 - 6.7 6.0 - 6.4
Ekspor Luar Negeri (10.1) (32.3) (24.8) (15.3) (4.2) (19.1) 27.0 11.3 - 11.8 8.3 - 8.5 8.3 - 8.5 11.3 - 11.8 (1.0) - (0.6)
Impor Luar Negeri 19.2 (15.7) 4.6 (46.8) 41.3 (8.8) 11.4 3.4 - 4.8 3.4 - 4.8 3.4 - 4.8 3.4 - 4.8 0.2 - 0.6
Net Ekspor Antardaerah 9.1 28.4 58.1 65.3 35.1 40.4 17.6 - 18.0 17.6 - 18.0 17.6 - 18.0 17.6 - 18.0 9.0 - 9.4
Sisi Lapangan Usaha
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 5.6 0.8 4.4 5.4 25.7 8.1 13.6 11.1 - 11.5 11.1 - 11.5 11.1 - 11.5 11.1 - 11.5 13.0 - 13.4
Pertambangan dan Penggalian 7.9 2.6 5.3 1.6 (3.6) 1.0 8.0 3.9 - 4.3 3.9 - 4.3 3.9 - 4.3 3.9 - 4.3 6.5 - 6.9
Industri Pengolahan 6.7 13.1 7.1 10.7 0.9 8.1 4.5 8.6 - 9.0 8.6 - 9.0 8.6 - 9.0 8.6 - 9.0 5.2 - 5.6
Pengadaan Listrik dan Gas (4.0) 7.7 17.2 17.3 2.8 11.5 8.6 7.2 - 7.6 7.2 - 7.6 7.2 - 7.6 7.2 - 7.6 6.4 - 6.8
Pengadaan Air 0.3 5.5 6.8 6.9 6.7 5.4 5.6 5.5 - 5.9 5.5 - 5.9 5.5 - 5.9 5.5 - 5.9 3.6 - 4.0
Konstruksi 8.3 9.3 9.7 6.1 2.5 6.8 7.0 6.6 - 7.0 6.6 - 7.0 6.6 - 7.0 6.6 - 7.0 6.9 - 7.3
Perdagangan Besar dan Eceran serta Reparasi 7.9 9.3 11.4 9.7 9.9 9.9 7.3 5.7 - 6.1 5.7 - 6.1 5.7 - 6.1 5.7 - 6.1 4.9 - 5.3
Transportasi dan Pergudangan 6.9 12.9 9.2 9.2 0.2 7.8 1.3 8.7 - 9.1 8.7 - 9.1 8.7 - 9.1 8.7 - 9.1 5.1 - 5.5
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5.7 9.6 8.0 8.7 6.6 8.5 6.4 7.7 - 8.1 7.7 - 8.1 7.7 - 8.1 7.7 - 8.1 6.7 - 7.1
Informasi dan Komunikasi 7.9 8.2 8.0 7.9 8.4 8.1 9.5 8.8 - 9.2 8.8 - 9.2 8.8 - 9.2 8.8 - 9.2 6.7 - 7.1
Jasa Keuangan 7.4 9.7 17.4 12.1 15.4 13.6 3.9 6.9 - 7.3 6.9 - 7.3 6.9 - 7.3 6.9 - 7.3 6.7 - 7.2
Real Estate 7.4 7.0 6.9 5.4 6.2 6.4 4.2 5.6 -6.0 5.6 -6.0 5.6 -6.0 5.6 -6.0 7.1 - 7.5
Jasa Perusahaan 5.9 7.9 7.7 8.1 7.8 7.9 6.8 7.3 - 7.7 7.3 - 7.7 7.3 - 7.7 7.3 - 7.7 6.8 - 7.2
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Kesehatan 7.8 8.2 10.0 7.7 (7.0) (1.1) 0.9 6.2 - 6.6 6.2 - 6.6 6.2 - 6.6 6.2 - 6.6 4.9 - 5.3
Jasa Pendidikan 7.3 7.7 9.2 8.0 3.0 6.9 7.1 5.0 - 5.4 5.0 - 5.4 5.0 - 5.4 5.0 - 5.4 6.8 - 7.2
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 9.3 9.6 8.4 7.5 8.4 8.5 7.4 8.2 - 8.6 8.2 - 8.6 8.2 - 8.6 8.2 - 8.6 6.2 - 6.6
Jasa Lainnya 9.0 9.7 8.9 10.0 9.6 9.8 6.8 5.6 - 6.0 5.6 - 6.0 5.6 - 6.0 5.6 - 6.0 7.6 - 8.0
PDRB 7.2 7.4 8.0 6.8 7.6 7.4 7.52 7.5 - 7.9 7.5 - 7.9 7.5 - 7.9 7.5 - 7.9 7.6 - 8.0
Inflasi 4.5 7.4 4.3 3.1 2.9 2.9 4.2 4.2 + 1.0 4.2 + 1.0 4.2 + 1.0 4.2 + 1.0 3.5 + 1.0
Sumber: BPS,diolah Keterangan : p) Proyeksi BI

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 97
BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

7.3 Rekomendasi Kebijakan


Untuk mendorong Sulsel sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul Jejaring Akselerasi Kesejahteraan
kawasan, berikut ini beberapa kebijakan yang dapat disarankan kepada pemerintah Provinsi Sulsel:

a. Melakukan identifikasi sumber-sumber dan diversifikasi sumber pertumbuhan ekonomi yang baru perlu disegerakan
agar perekonomian dapat umbuh secara berkualitas dan berkelanjutan
1) Upgrading industri kakao dengan penyediaan bibit Unggul, pelatihan dan pendampingan secara intensif,
meningkatkan peran pelaku industri, dan penyesuaian ketentuan tata ruang perkebunan.
2) Upgrading industri rumput laut dengan menyusun roadmap pengembangan rumput laut, mendorong hilirisasi
rumput laut, mendorong pembangunan infrastruktur air bersih dan listrik.
3) Upgrading industri perikanan dengan menyusun roadmap kawasan industri perikanan, harmonisasi standar
mutu nasional dan luar negeri, merevitalisasi pelabuhan, serta mendorong investasi cold storage.
4) Terdapat potensi sumber pertumbuhan ekonomi baru dari industri pariwisata, MICE (Meetings, Incentives,
Conferences, and Exhibitions) dan jasa kesehatan.
5) Mendorong sumber pertumbuhan ekonomi baru dari industri pariwisata dan jasa kesehatan,
b. Meningkatkan kualitas SDM di daerah untuk profesi yang dibutuhkan dalam pengembangan potensi daerah agar
daerah mampu menyerap teknologi serta tidak mendatangkan tenaga kerja dari luar.
c. Menjaga konsistensi implementasi kebijakan terkait hilirisasi hasil pertambangan untuk menarik lebih banyak lagi
investor asing masuk dalam pengembangan industri pengolahan dan pemurnian konsentrat hasil tambang.
d. Dalam hal mendukung peran Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dapat dilakukan beberapa hal sebagai
berikut:
1) Melakukan pemetaan UMKM potensial, dengan fokus utama terhadap UMKM yang memiliki produk bernilai
tambah tinggi dan / atau berorientasi ekspor.
2) Pendampingan intensif terutama kepada UMKM yang memiliki pertumbuhan usaha yang tinggi dan berdampak
besar terhadap perekonomian.
3) Memberikan dukungan dalam aspek finansial melalui skema pembiayaan yang disesuaikan dengan karakteristik
dan risiko masing-masing usaha.
4) Mendorong pelaku usaha untuk melakukan ekspor dengan memberi akses kepada pasar internasional dan
membuat skema kebijakan yang mendukung ekspor bagi para pelaku UMKM.
e. Mengoptimalkan besarnya potensi investasi di Sulsel, khususnya melalui Penanaman Modal Asing (PMA), melalui
peningkatan daya tarik investasi di Sulsel. Hal ini antara lain dapat dilakukan dengan mempublikasikan dan
mempromosikan berbagai potensi Sulsel dalam satu media yang mudah diakses oleh para calon investor. Untuk itu,
koordinasi lintas sektor dan lintas pelaku harus dilakukan, misalnya dengan membangun South Sulawesi
Incorporated (SSI).
f. Merealisasikan pembangunan infrastruktur sesuai dengan yang telah direncanakan, yaitu:
1) Mengakselerasi realisasi anggaran belanja pemerintah daerah yang dialokasikan untuk pembangunan
infrastruktur, terutama infrastruktur yang mampu meningkatkan konektivitas antar Kabupaten/Kota di Sulsel.
2) Mendorong Pemerintah Pusat untuk juga dapat merealisasikan pembangunan infrastruktur yang dibiayai APBN
sesuai jadwal, terutama infrastruktur yang mampu meningkatkan konektivitas antar provinsi di Sulawesi,
mendukung program kemaritiman, dan infrastruktur yang dapat meningkatkan kapasitas produksi pertanian.
3) Merealisasikan infrastruktur jalan lingkar yang akan mengurangi beban kepadatan kota Makassar, terutama
untuk kendaraan berat yang hanya melintas kota Makassar.
g. Mencari alternatif sumber pembiayaan infrastruktur yang tidak bersumber dari APBN/APBD, sebagaimana yang
sudah dilakukan oleh Pemerintah Pusat melalui skema Pembiayaan Infrastruktur Non Anggaran Pemerintah (PINA).
Bappenas telah menentukan empat kriteria proyek yang dapat didanai dengan skema PINA, yakni mendukung
percepatan target prioritas pembangunan nasional, memiliki manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat
Indonesia, memiliki kelayakan komersial, dan memenuhi kriteria kesiapan.
h. Merealisasikan anggaran belanja di awal tahun (Semester I) dan mengalokasikan Dana Desa secara tepat sasaran
dan tepat jadwal, sehingga dapat memberikan stimulus terhadap pertumbuhan ekonomi lebih awal dan lebih
berkelanjutan.
i. Melakukan diversifikasi tujuan ekspor, khususnya pasar di negara-negara Eropa, Australia dan Afrika yang masih
potensial untuk pengembangan pengiriman produk ekspor Sulsel seperti ikan, rumput laut, dan coklat olahan.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
98 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

j. Mempererat kerjasama antar provinsi di Sulawesi, dengan mengoptimalkan Badan Kerjasama Pembangunan
Regional Sulawesi (BKPRS). Koordinasi dan kerjasama antar provinsi menjadi hal sangat penting untuk mempercepat
proses pembangunan dan meningkatkan bargaining position kepada Pemerintah Pusat terkait dengan upaya
percepatan pembangunan infrastruktur di Kawasan Timur Indonesia (KTI) khususnya Sulawesi.

Sesuai dengan kajian pada Bab 3, rekomendasi kebijakan yang dapat dirumuskan untuk pengendalian harga komoditas
penyumbang inflasi terbesar di Sulsel adalah sebagai berikut:
a. Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di Sulsel perlu menyusun program kerja yang lebih fokus pada pengendalian
komoditas volatile food sebagaimana yang sudah dicantumkan dalam Roadmap Pengendalian Inflasi Provinsi Sulsel,
antara lain yaitu:
1) Mengintensifkan kegiatan pengendalian harga volatile food terutama pada bulan-bulan dimana terjadi
kenaikan tarif tenaga listrik untuk kelompok rumah tangga 900 VA yang tidak lagi disubsidi.
2) Mengembangkan komoditas/produk unggulan di sektor pertanian dari masing-masing Kabupaten/Kota, dalam
rangka mengendalikan tekanan inflasi kelompok volatile food.
Beberapa komoditas utama yang berkontribusi besar terhadap inflasi Sulsel yang perlu menjadi perhatian TPID
adalah beras, daging sapi, ikan layang, ikan teri, bawang merah, cabai merah, ikan cakalang, ikan bandeng, dan
daging ayam ras.
b. TPID di masing-masing zona di Sulsel perlu menyusun Roadmap Pengendalian Inflasi di tiap zona dengan mengacu
kepada Roadmap Pengendalian Inflasi Provinsi Sulsel. Roadmap di tiap zona ini sangat penting agar program
pengendalian inflasi di tiap zona lebih terpadu dengan pengendalian inflasi yang dilakukan oleh TPID Provinsi.
c. Penguatan kerjasama antar daerah perlu semakin ditingkatkan yang didasarkan pada data Sistem Informasi Harga
Pangan (SIGAP) di kabupaten/kota. Ke depan, data di SIGAP diharapkan dapat memberikan informasi tentang data
surplus-defisit komoditas antar daerah.
d. Meningkatkan produksi pangan melalui penguatan kerjasama antar daerah, baik melalui ekstensifikasi maupun
intensifikasi. Dalam hal ini, Bank Indonesia dapat berperan melalui pembinaan klaster. Realisasi program cetak lahan
sawah perlu didukung oleh konsistensi RT/RW serta kemudahan untuk memperoleh bukti kepemilikan tanah atay
sertifikat dan akses kepada lembaga keuangan. Selain itu, pemerintah perlu untuk melakukan pemetaan jadwal
tanam dan panen komoditas pangan per kelompok wilayah agar ketersediaan sepanjang tahun berkesinambungan
dengan biaya logistik yang paling rendah. Terakhir, perbaikan infrastruktur harus terus berlangsung dan pemerintah
perlu untuk memperhatikan industri transportasi dan logistik mengingat perdagangan lintas pulau akan terus terjadi.
e. Dari sisi distribusi, perlu untuk semakin menyederhanakan rantai distribusi. Program pemerintah seperti Rumah
Pangan Kita (RPK) dan Toko Tani Indonesia (TTI) dapat menginisiasi hal tersebut. Sementara itu Pasar Penyangga dan
Pasar Murah menjadi fitur tambahan khususnya ketika permintaan mencapai puncaknya.
f. Dari sisi konsumen, pemerintah perlu untuk terus mengkomunikasikan sasaran diversifikasi pangan dan berupaya
mencapai target tahunan.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 99
BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Boks 7.A Mendorong Potensi Pariwisata dan Jasa Kesehatan di Provinsi Sulawesi
Selatan

Sulawesi Selatan terus menjaga pertumbuhan ekonomi yang kuat selama beberapa tahun terakhir. Namun demikian,
kondisi pelemahan ekonomi global, berdampak baik pada nasional maupun regional. Mendorong sumber pertumbuhan
ekonomi baru sangat penting dilakukan untuk terus menjaga pertumbuhan ekonomi yang menopang pertumbuhan
ekonomi daerah. Menurut Perry Warjiyo (2016)26, dalam mendorong sumber pertumbuhan ekonomi baru diperlukan
beberapa langkah seperti: (1) hilirisasi terhadap Sumber Daya Alam; (2) Membangun industri yang cepat dalam
menghasilkan pendapatan; (3) Iklim investasi yang baik; (4) Dukungan infrastruktur; dan (5) Kualitas SDM & teknologi.
Selain itu, menurut Sapta Nirwandar27, industri pariwisata menjadi salah satu cara dalam meningkatkan pendapatan
negara. Industri pariwisata juga menjadi salah satu cara dalam (1) penghapusan kemiskinan; (2) pembangunan
berkesinambungan; dan (3) peningkatan ekonomi dan industri.

Provinsi Sulawesi Selatan, sebagai provinsi yang dikenal sebagai pintu gerbang Indonesia Timur, memiliki banyak
potensi pariwisata untuk dikembangkan. Jumlah wisatawan nusantara (wisnus) dan wisatawan mancanegara (wisman) di
Sulsel sejak tahun 2010 - 2015 terus meningkat. Secara nominal, jumlah wisnus meningkat 2,6 kali lipat selama 6 tahun
terakhir, sementara jumlah wisman meningkat 5,4 kali lipat. Meski pertumbuhan wisnus dan wisman sempat mengalami
perlambatan di awal tahun 2010-2011, namun potensi untuk mendorong wisatawan terus terlihat sejak tahun 2014-2015.
Hal ini menunjukkan potensi yang dimiliki Sulsel cukup besar dalam aspek pariwisata untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi daerah yang berujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat Sulsel. Pengembangan destinasi wisata
termasuk fasilitas di Sulsel menjadi sangat penting untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki.

Grafik 7A.1 Jumlah Kunjungan Wisatawan Nusantara Ke Grafik 7A.2 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara
Provinsi Sulsel Ke Provinsi Sulsel
% yoy % yoy
8 70 250 70
Dalam Ribu
Dalam Juta

64.7 65.0
7 60 60
200
6
50 50
5 44.9
40 150 42.4
40
4 33.6
30 100 30
3 24.8 26.4
20.4 20 20
2
50 14.4
1 9.0 10.5 9.9 10 10

- 0 - 0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Wisnus gWisnus Wisman gWisman

Sumber: BPS, diolah

Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan juga turut mendorong pengembangan industri pariwisata melalui Program
Sosial Bank Indonesia (PSBI). Bank Indonesia mendorong Pengembangan Desa Wisata Rammang-rammang, Kabupaten
Maros. Pemilihan Rammang-rammang dipilih berdasarkan beberapa hal, yaitu: (1) Kawasan Karst terbesar ketiga setelah
Tsingsy di Madagaskar dan Shilin di Tiongkok; (2) Kawasan wisata pertama di Sulsel yang dikembangkan berbasis
pemberdayaan masyarakat; dan (3) Meraih penghargaan sebagai kawasan destinasi wisata yang berwawasan lingkungan
oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sulsel. Hingga tahun 2017, Bank Indonesia terus berkomitmen untuk
megembangkan Desa Wisata Rammang-rammang melalui peningkatan infrastruktur fisik dan non fisik. Pada infrastruktur
fisik, Bank Indonesia telah memberikan bantuan berupa (1) pembangunan tempat ibadah; (2) tempat sampah; dan (3)
seragam kepada pengemudi kapal. Pada infastruktur non fisik, Bank Indonesia akan memberikan pelatihan kepada
masyarakat guna mendorong hospitality kepada wisatawan.

26 Dalam seminar Mempercepat Peningkatan Daya Saing Industri Pariwisata Sebagai Sumber Pertumbuhan Ekonomi Baru. Manado, 2 September 2016.
27 Pembangunan Sektor Pariwisata di Era Otonomi Daerah, Nirwandar, Sapta. Kementerian Pariwisata.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
100 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Grafik 7A.3 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara Ke Provinsi Gambar 7A.1 Potensi Pengembangan Desa
Sulsel Wisata Rammang-rammang, Kabupaten Maros
Wisata
Alam

Akses Kampung
Keuangan Kuliner

Wisata Kampung Minat


Geologi Khusus
Wisata

Agro- Sekolah
wisata Alam

Kampung
Kerajinan

Sumber: BPS, diolah


Gambar 7A.2 Pemberian Bantuan Kepada Pengemudi Kapal di Desa Gambar 7A.3 Bantuan Tempat Sampah Bank
Wisata Rammang-rammang, Kabupaten Maros Indonesia di Desa Wisata Rammang-rammang

Sumber: Bank Indonesia


Sementara itu, jasa kesehatan juga menjadi salah satu potensi yang dapat dikembangkan dalam mendorong sumber
pertumbuhan ekonomi. Kesehatan dianggap menjadi salah satu priorotas pembangunan nasional di Indonesia yang
tercermin dari Sustainable Development Goals (SDGs). SDGs merupakan kesepakatan pembangunan baru yang
mendorong perubahan-perubahan yang bergeser ke arah pembangunan berkelanjutan yang berdasarkan hak asasi
manusia dan kesetaraan untuk mendorong pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan hidup (Bappenas, 2017).

Dengan pertumbuhan jumlah penduduk yang meningkat, potensi terhadap sektor jasa kesehatan juga berpeluang
untuk naik. Menurut data BPS, penduduk Sulsel memiliki jumlah tertinggi di Kawasan Timur Indonesia (KTI) 28 dengan
pangsa pada kisaran 15% di tahun 2015 terhadap KTI. Selain itu, sesuai dengan proyeksi pertumbuhan penduduk yang
dikeluarkan oleh BPS, penduduk Sulsel akan tumbuh 13,80% menjadi 9,69 juta jiwa di tahun 2035 dari tahun 2015 yang
mencapai 8,52 juta jiwa. Kondisi tersebut akan menciptakan pasar permintaan terhadap jasa kesehatan yang potensial.
Selain itu, penduduk 15-64 tahun atau penduduk usia produktif diperkirakan memiliki tingkat kesadaran kesehatan yang
lebih tinggi, dan berdampak positif bagi jasa kesehatan.

Sejalan dengan tren penduduk yang semakin meningkat, jumlah sarana kesehatan di Sulsel juga dalam meningkat.
Pada tahun 2010, terdapat sebanyak 73 rumah sakit, sedangkan data BPS terakhir pada tahun 2014 menunjukkan jumlah
rumah sakit di Provinsi Sulawesi Selatan sebanyak 88 rumah sakit. Dengan lokasi Provinsi Sulawesi Selatan yang cukup
strategis terutama di wilayah KTI (Kawasan Timur Indonesia), menjadi potensi yang besar untuk menjadi pusat rujukan
fasilitas kesehatan di wilayah KTI (Kawasan Timur Indonesia), dimana 12,50% fasilitas kesehatan KTI berada di Sulsel.
Wilayah KTI (Kawasan Timur Indonesia) sendiri merupakan mangsa pasar yang cukup besar mengingat jumlah
penduduknya yang mencakup 21%, atau 53.646.954 orang dari total masyarakat Indonesia.

28 Kawasan Timur Indonesia (KTI) adalah Sulawesi, Maluku, Papua, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 101
BAB 7PROSPEK PEREKONOMIAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Grafik 7A.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur Grafik 7A.5 Jumlah Sarana Kesehatan Berdasarkan
Provinsi Sulawesi Selatan Provinsi di KTI
12
600
Dalam Juta Jiwa

522
10 0.54 0.55
0.52 500
0.51 426
0.46 0.47 0.48 0.48
0.45 0.46 403
8 400

6 6.29 277 276 289


6.01 6.18 300 259
5.47 5.53 5.80
5.22 5.27 5.32 5.42 223 209 217
211
4 200 177 181
143 159
103 101
2 100
2.36 2.39 2.41 2.45 2.48 2.51 2.63 2.73 2.80 2.85

- 0

MALUT
NTB

NTT

MALUKU
KALBAR

SULUT

GTO

SULBAR

PABAR
BALI

KALSEL

KALTIM
KALTENG

SULSEL
SULTENG

SULTRA

PAPUA
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2020 2025 2030 2035

0-14 15-64 65-75+

Sumber: BPS, diolah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
102 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
LAMPIRAN

Lampiran

A. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)


Tabel A.1. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan TD 2010 (Rp Triliun)
2015 2016* 2017**
Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010 2012 2013 2014
I II III IV TOTAL I II III IV** TOTAL I
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 44.26 46.45 51.10 12.74 14.55 16.00 10.78 54.07 12.86 15.17 16.87 13.54 58.44 14.60
B Pertambangan dan Penggalian 12.53 13.24 14.71 3.53 3.76 4.23 4.28 15.80 3.61 3.93 4.30 4.13 15.96 3.89
C Industri Pengolahan 27.97 30.55 33.29 8.19 8.73 8.82 9.81 35.56 9.27 9.52 9.77 9.90 38.45 9.68
D Pengadaan Listrik, Gas 0.18 0.20 0.23 0.05 0.05 0.06 0.07 0.23 0.06 0.06 0.07 0.07 0.26 0.07
E Pengadaan Air 0.28 0.30 0.30 0.08 0.08 0.07 0.08 0.30 0.08 0.08 0.08 0.08 0.32 0.08
F Konstruksi 23.54 26.03 27.67 6.96 7.19 7.69 8.13 29.97 7.61 7.89 8.16 8.33 31.99 8.14
G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 28.15 30.19 32.36 8.21 8.62 9.41 8.68 34.92 8.94 9.57 10.31 9.54 38.36 9.59
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7.95 8.45 8.56 2.13 2.24 2.39 2.38 9.14 2.42 2.44 2.61 2.39 9.86 2.45
H Transportasi dan Pergudangan 2.77 2.95 3.19 0.81 0.83 0.85 0.88 3.37 0.89 0.90 0.92 0.94 3.66 0.94
J Informasi dan Komunikasi 12.07 13.77 14.56 3.75 3.86 4.04 4.07 15.71 4.06 4.17 4.36 4.41 16.99 4.44
K Jasa Keuangan 7.00 7.63 8.07 2.14 2.08 2.19 2.25 8.66 2.35 2.44 2.46 2.59 9.84 2.44
L Real Estate 7.28 7.93 8.56 2.25 2.28 2.32 2.34 9.20 2.41 2.44 2.45 2.49 9.78 2.51
M,N Jasa Perusahaan 0.88 0.94 1.00 0.26 0.26 0.27 0.27 1.06 0.28 0.28 0.29 0.29 1.14 0.30
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 9.99 10.29 10.53 2.64 2.75 2.94 3.01 11.34 2.78 2.92 2.72 2.80 11.22 2.81
P Jasa Pendidikan 11.06 11.92 12.47 3.18 3.19 3.40 3.61 13.38 3.42 3.49 3.67 3.71 14.30 3.66
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3.71 4.02 4.43 1.14 1.18 1.23 1.29 4.85 1.25 1.28 1.33 1.40 5.25 1.35
R,S,T,U Jasa lainnya 2.55 2.74 2.94 0.77 0.79 0.81 0.84 3.21 0.85 0.87 0.89 0.92 3.52 0.91
PRDB 202.18 217.59 233.99 58.84 62.44 66.73 62.75 250.76 63.12 67.44 71.25 67.52 269.34 67.87

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Tabel A.2. PDRB Menurut Lapangan Usaha Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010(Rp Triliun)
2015 2016* 2017**
Sektor Berdasarkan Tahun Dasar 2010 2012 2013 2014
I II III IV TOTAL I II III IV** TOTAL I
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 51.41 57.37 68.47 18.22 20.87 23.52 16.12 78.74 19.42 22.70 25.48 20.72 88.31 22.65
B Pertambangan dan Penggalian 16.18 17.88 21.18 5.10 5.31 5.65 5.46 21.52 4.61 5.08 5.83 5.70 21.23 5.36
C Industri Pengolahan 30.80 35.49 41.65 10.74 11.55 11.77 13.19 47.25 12.59 13.01 13.40 13.77 52.77 13.65
D Pengadaan Listrik, Gas 0.18 0.18 0.20 0.04 0.05 0.05 0.06 0.19 0.05 0.05 0.06 0.06 0.22 0.06
E Pengadaan Air 0.31 0.35 0.35 0.09 0.09 0.09 0.09 0.37 0.10 0.10 0.10 0.10 0.39 0.10
F Konstruksi 26.58 31.52 36.02 9.47 9.86 11.01 11.84 42.18 11.19 11.68 12.18 12.45 47.50 12.29
G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 30.65 33.63 37.62 9.94 10.65 11.98 11.22 43.79 11.66 12.61 13.74 12.83 50.84 13.00
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 8.96 10.43 11.83 3.23 3.44 3.78 3.79 14.25 3.86 3.92 4.43 3.97 16.17 3.96
H Transportasi dan Pergudangan 3.15 3.56 4.11 1.08 1.12 1.15 1.20 4.55 1.21 1.23 1.26 1.29 4.99 1.30
J Informasi dan Komunikasi 12.13 13.79 14.59 3.70 3.81 4.07 4.14 15.72 4.15 4.27 4.54 4.62 17.57 4.70
K Jasa Keuangan 8.24 9.60 10.82 2.99 2.93 3.12 3.22 12.26 3.39 3.54 3.61 3.85 14.39 3.67
L Real Estate 8.32 9.90 11.52 3.22 3.37 3.45 3.55 13.59 3.70 3.76 3.78 3.86 15.09 3.92
M,N Jasa Perusahaan 1.00 1.15 1.30 0.35 0.36 0.38 0.39 1.48 0.40 0.40 0.42 0.43 1.65 0.43
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 11.45 12.24 13.63 3.70 3.91 4.26 4.40 16.27 4.08 4.31 4.06 4.21 16.67 4.25
P Jasa Pendidikan 12.10 13.89 15.50 4.00 4.07 4.48 4.76 17.30 4.54 4.64 4.95 5.00 19.13 4.94
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 4.08 4.68 5.51 1.51 1.56 1.68 1.77 6.52 1.73 1.77 1.86 1.97 7.33 1.90
R,S,T,U Jasa lainnya 2.75 3.18 3.72 1.03 1.06 1.11 1.16 4.37 1.18 1.21 1.26 1.30 4.96 1.29
PRDB 228.29 258.84 298.03 78.42 84.01 91.55 86.35 340.33 87.83 94.27 100.96 96.14 379.21 97.50
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 103
LAMPIRAN

Tabel A.3. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Konstan TD 2010 (Rp Triliun)
2015* 2016** 2017**
No Komponen 2012 2013 2014
I II III IV TOTAL I II III IV** TOTAL I
1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 113.78 120.56 127.67 32.81 33.26 33.97 34.38 134.42 34.54 35.13 35.92 36.19 141.79 36.45
2 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2.38 2.62 2.92 0.71 0.72 0.74 0.78 2.95 0.74 0.75 0.77 0.78 3.05 0.79
3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 22.45 23.06 23.51 3.63 5.74 6.32 9.73 25.41 3.75 6.22 6.09 9.01 25.07 3.89
4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 74.68 82.98 89.71 22.28 23.27 24.96 26.45 96.96 24.36 25.56 26.61 27.23 103.77 26.15
5 Perubahan Inventori 5.43 3.97 (0.97) 0.62 1.87 1.56 0.62 4.66 1.01 0.85 0.78 0.68 3.33 0.69
6 Ekspor 51.22 52.36 60.31 14.13 13.88 14.74 10.69 53.44 8.44 9.91 9.99 7.62 35.95 10.72
7 Impor 67.75 67.96 69.16 15.33 16.30 15.56 19.89 67.08 9.72 10.98 8.92 14.00 43.62 10.82
PDRB 202.18 217.59 233.99 58.84 62.44 66.73 62.75 250.76 63.12 67.44 71.25 67.52 269.34 67.87
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Tabel A.4. PDRB Menurut Penggunaan Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010 (Rp Triliun)
2015 2016** 2017**
No Komponen 2012 2013 2014
I II III IV TOTAL I II III IV** TOTAL I
1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 129.69 146.64 165.19 44.41 45.50 47.24 48.44 185.59 49.37 50.27 51.91 52.82 204.37 53.97
2 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 2.60 3.08 3.86 1.00 1.03 1.09 1.15 4.27 1.11 1.14 1.18 1.20 4.63 1.23
3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 26.12 28.72 31.70 4.89 7.91 9.18 14.24 36.22 5.50 9.28 9.16 13.44 37.37 5.82
4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 82.68 94.88 113.16 28.20 29.98 32.66 35.14 125.99 32.74 34.66 36.40 37.50 141.29 36.24
5 Perubahan Inventori 5.66 4.42 (1.55) 0.90 2.01 1.84 0.90 5.64 1.56 1.29 1.15 0.85 4.85 0.93
6 Ekspor 58.19 59.93 78.01 19.53 19.26 20.41 14.04 73.24 12.45 14.27 14.41 10.84 51.98 15.86
7 Impor 76.66 78.84 90.73 20.52 21.67 20.87 27.55 90.61 14.89 16.64 13.25 20.50 65.28 16.55
PDRB 228.29 258.84 299.63 78.42 84.01 91.55 86.35 340.33 88.10 94.27 100.96 96.14 379.21 97.50
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Tabel A.5. Pendapatan Per Kapita Provinsi Sulawesi Selatan Atas Dasar Harga Berlaku TD 2010 (Rp Juta)

Kategori 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016P


Penduduk (Jiwa) 8,034,776 8,115,638 8,190,222 8,342,047 8,432,163 8,520,304 8,610,856
PDRB per Kapita (Juta Rp) 21.31 24.31 27.67 31.01 35.34 39.94 44.06
Sumber : Badan Pusat Statistik

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
104 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
LAMPIRAN

B. Indeks Harga Konsumen (IHK)


Tabel B.1. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kelompok Pengeluaran

Makanan
Perumahan,
Jadi, Pendidikan, Transpor
IHK Bahan Air, Listrik,
Umum Minuman, Sandang Kesehatan Rekreasi, dan dan
(Akhir Periode) Makanan Gas, dan
Rokok, dan Olahraga Komunikasi
Bahan Bakar
Tembakau

2012

Triwulan I 132.89 156.33 139.19 128.22 149.63 129.86 120.33 105.61

Triwulan II 133.44 156.50 140.33 129.03 150.10 130.61 120.60 105.92

Triwulan III 135.69 161.48 143.21 129.73 154.94 130.98 121.38 106.22

Triwulan IV 136.14 158.86 144.70 130.72 158.05 132.02 124.35 106.72

2013

Triwulan I 139.01 168.84 145.55 132.61 158.64 132.82 124.59 106.55

Triwulan II 139.26 166.24 146.83 133.67 154.02 133.21 124.61 110.11

Triwulan III 145.51 178.85 149.93 135.89 159.22 135.20 125.82 118.97

Triwulan IV 144.60 169.92 151.18 138.64 161.74 136.89 126.08 119.08

2014

Triwulan I 109.16 111.25 108.80 109.10 108.00 105.49 103.66 110.65

Triwulan II 109.71 111.33 109.77 109.58 108.46 107.25 103.72 111.33

Triwulan III 111.72 114.94 112.34 111.74 110.06 108.51 105.35 111.29
Triwulan IV 116.89 125.03 114.11 114.88 110.82 109.25 105.45 121.49
2015
Triwulan I 116.94 125.83 115.15 117.40 114.32 112.29 105.70 115.08
Triwulan II 118.55 128.30 116.95 118.18 113.74 113.18 106.16 118.01
Triwulan III 121.06 133.46 119.33 118.99 117.71 114.24 108.12 119.30
Triwulan IV 122.13 136.01 120.36 119.63 117.48 114.73 108.16 120.29
2016
Triwulan I 123.62 141.22 121.28 121.08 119.52 115.87 108.29 118.70
Triwulan II 123.65 140.14 123.09 121.43 120.97 116.73 108.39 117.11
Triwulan III 124.78 142.15 124.12 122.12 121.39 117.10 108.96 118.73
Triwulan IV 125.71 144.66 124.73 122.94 120.97 117.78 109.05 119.24
2017
Triwulan I 127.84 146.78 126.47 125.35 121.77 119.05 109.17 122.99
Triwulan II* 128.26 146.33 126.80 126.77 122.34 119.17 109.17 123.44
Keterangan: *) Data Hingga April 2017
Sumber: BPS, diolah

Tabel B.2. IHK Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK


2013 2014* 2015 2016 2017
Kota Inflasi 2012 2013 2014 2015 2016
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II***
Makassar 134.91 137.86 138.15 144.29 143.33 143.33 108.94 109.26 111.45 116.50 116.50 116.94 118.67 121.42 122.54 122.54 124.40 124.16 125.50 126.44 126.44 128.69 129.12
Palopo 142.22 144.84 144.26 150.25 149.68 149.68 108.84 110.28 111.34 116.54 116.54 116.40 117.88 119.35 120.48 120.48 121.60 122.65 123.02 123.78 123.78 125.56 125.83
Parepare 134.76 137.33 137.57 144.44 143.26 143.26 108.29 109.33 110.89 117.71 117.71 115.36 116.96 118.67 119.57 119.57 119.77 120.53 120.52 122.09 122.09 122.84 122.90
Bone (Watampone) 148.83 151.29 151.92 159.23 159.04 159.04 109.81 111.58 112.81 117.35 117.35 116.02 116.35 117.70 118.49 118.49 118.27 119.46 120.08 120.27 120.27 122.81 123.52
Bulukumba** 117.21 118.31 119.99 125.61 125.61 124.49 125.55 127.95 128.34 128.34 127.18 128.21 129.02 130.24 130.24 132.34 133.18
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Sejak tahun 2014 data IHK menggunakan tahun dasar 2012 **) Dihitung sebagai Kota Inflasi sejak tahun 2014 ***) Data April 2017

Tabel B.3. Angka Inflasi Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Kota IHK
2013 2014 2015 2016 2017
Kota Inflasi 2012 2013 2014 2015 2016
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II***
Makassar 4.57 4.76 4.54 7.41 6.24 6.24 5.46 5.38 3.57 8.51 8.51 7.34 8.61 8.95 5.18 5.18 6.38 4.63 3.36 3.18 3.18 3.45 4.20
Palopo 4.11 4.34 3.03 5.33 5.25 5.25 6.22 7.36 4.03 8.95 8.95 6.95 6.89 7.19 3.38 3.38 4.47 4.05 3.07 2.74 2.74 3.26 3.86
Parepare 3.49 4.67 4.49 7.41 6.31 6.31 5.58 5.57 3.04 9.38 9.38 6.53 6.98 7.02 1.58 1.58 3.82 2.12 1.56 2.11 2.11 2.56 3.16
Bone (Watampone) 3.65 2.90 3.28 6.72 6.86 6.86 7.86 8.14 4.55 8.22 8.22 5.66 4.27 4.33 0.97 0.97 1.94 2.67 2.02 1.50 1.50 3.84 4.62
Bulukumba** 13.94 14.10 7.30 9.45 9.45 6.21 6.12 6.63 2.17 2.17 2.16 2.12 0.84 1.48 1.48 4.06 5.16
Sumber: Badan Pusat Statistik
*) Sejak tahun 2014 data IHK menggunakan tahun dasar 2012 **) Dihitung sebagai Kota Inflasi sejak tahun 2014 ***) Data April 2017

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 105
LAMPIRAN

C. Perbankan
Tabel C.1. Dana Pihak Ketiga (Lokasi Bank Pelapor) dan Kredit (Lokasi Bank) Bank Umum (Rp Miliar)
DPK KREDIT
Periode LDR
Giro Tabungan Deposito Jumlah Modal Kerja Investasi Konsumsi Jumlah
2012
Triwulan I 7,471 25,004 13,259 45,734 20,516 10,025 24,044 54,585 119.35%
Triwulan II 7,282 27,206 13,536 48,024 22,850 10,588 25,597 59,035 122.93%
Triwulan III 7,257 28,545 14,115 49,917 22,385 10,997 27,707 61,090 122.38%
Triwulan IV 7,345 31,466 14,907 53,717 25,506 11,380 29,335 66,221 123.28%
2013
Triwulan I 7,770 29,321 15,211 52,302 25,980 12,232 30,158 68,371 130.72%
Triwulan II 8,092 30,068 15,297 53,457 26,659 14,486 31,793 72,937 136.44%
Triwulan III 9,221 32,076 16,062 57,359 26,160 15,769 33,085 75,014 130.78%
Triwulan IV 7,845 35,007 17,592 60,444 27,231 14,494 33,663 75,388 124.72%
2014
Triwulan I 7,990 32,446 17,726 58,162 27,257 14,642 33,974 75,874 130.45%
Triwulan II 9,730 33,168 18,504 61,402 29,062 15,467 34,807 79,336 129.21%
Triwulan III 9,693 34,828 19,819 64,339 29,847 15,457 35,159 80,463 125.06%
Triwulan IV 7,995 37,428 20,690 66,112 31,442 16,241 35,877 83,560 126.39%
2015
Triwulan I 10,154 34,147 22,118 66,420 32,776 16,482 36,045 85,304 128.43%
Triwulan II 11,820 34,881 22,166 68,867 34,627 16,500 36,436 87,563 127.15%
Triwulan III 12,471 37,491 22,472 72,433 34,876 17,476 37,558 89,911 124.13%
Triwulan IV 13,165 42,211 23,091 78,467 36,730 20,538 37,713 94,982 121.05%
2016
Triwulan I 12,894 38,589 26,859 78,342 37,510 20,041 38,759 96,310 122.94%
Triwulan II 12,203 42,611 27,283 82,097 39,518 20,796 41,303 101,617 123.78%
Triwulan III 11,802 41,800 28,423 82,025 39,653 20,204 42,917 102,774 125.30%
Triwulan IV 10,388 44,994 27,014 82,396 39,952 20,221 43,718 103,890 126.09%
2017
Triwulan I 12,434 41,400 28,057 81,891 40,620 19,830 44,347 104,798 127.97%

Tabel C.2. Dana Pihak Ketiga (Lokasi Proyek Pelapor) dan Kredit (Lokasi Proyek) Bank Umum (Rp Miliar)
DPK KREDIT
Periode LDR
Giro Tabungan Deposito Jumlah Modal Kerja Investasi Konsumsi Jumlah
2012
Triwulan I 7,461 24,900 13,219 45,580 22,500 11,728 24,527 58,755 128.90%
Triwulan II 7,269 27,097 13,505 47,871 25,045 12,256 25,965 63,265 132.16%
Triwulan III 7,246 28,434 14,089 49,770 24,656 12,635 28,121 65,412 131.43%
Triwulan IV 7,333 31,338 14,875 53,546 28,250 11,911 29,794 69,956 130.64%
2013
Triwulan I 7,759 29,206 15,182 52,147 28,671 12,725 30,622 72,019 138.11%
Triwulan II 8,086 29,942 15,271 53,299 27,484 17,402 32,197 77,083 144.62%
Triwulan III 9,211 31,943 16,050 57,204 27,822 18,289 33,503 79,613 139.17%
Triwulan IV 7,836 34,840 17,563 60,239 29,217 17,089 34,203 80,509 133.65%
2014
Triwulan I 7,984 32,314 17,705 58,003 28,996 17,088 34,752 80,836 139.37%
Triwulan II 9,714 33,024 18,489 61,226 31,057 17,232 35,865 84,154 137.45%
Triwulan III 9,681 34,652 19,797 64,131 31,697 18,030 36,523 86,250 134.49%
Triwulan IV 7,975 37,212 20,661 65,849 33,125 18,632 37,195 88,952 126.39%
2015
Triwulan I 10,125 33,960 22,093 66,178 34,244 19,119 37,404 90,768 128.43%
Triwulan II 11,807 34,683 22,145 68,635 37,014 19,431 37,954 94,399 137.54%
Triwulan III 12,454 37,256 22,416 72,126 37,017 19,865 39,137 96,019 133.13%
Triwulan IV 13,150 41,907 23,019 78,076 38,556 22,774 39,933 101,263 129.70%
2016
Triwulan I 12,881 38,342 26,778 78,002 38,920 22,507 40,853 102,280 131.13%
Triwulan II 12,178 42,311 27,185 81,674 40,809 23,420 43,398 107,627 131.78%
Triwulan III 11,788 41,544 28,309 81,640 40,590 22,771 45,040 108,401 132.78%
Triwulan IV 10,376 44,678 26,917 81,971 40,842 23,079 45,802 109,723 133.86%
2017
Triwulan I 12,420 41,157 27,959 81,536 41,856 23,597 46,327 111,780 137.09%

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
106 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
LAMPIRAN

Tabel C.3. Penyaluran Kredit (Lokasi Bank) Menurut Sektor Ekonomi (Rp Miliar)
Kredit (Lokasi Bank)
Periode Industri Listrik, Gas, Jasa Dunia Jasa Sosial Total
Pertanian Tambang Konstruksi Perdagangan Angkutan Lain-lain
Pengolahan dan Air Usaha Masyarakat

2012
Triwulan I 906 312 3,468 137 2,065 15,459 1,744 2,917 1,570 26,007 54,585
Triwulan II 1,128 363 3,904 124 2,448 17,631 1,730 3,178 1,485 27,045 59,035
Triwulan III 1,171 375 4,008 135 2,582 17,741 1,794 3,131 1,372 28,781 61,090
Triwulan IV 1,215 399 5,250 141 2,674 19,027 2,321 3,105 1,404 30,684 66,221
2013
Triwulan I 1,403 447 5,335 133 2,565 19,933 2,631 3,240 1,619 31,065 68,371
Triwulan II 1,396 449 5,579 116 2,780 22,957 2,763 3,433 1,650 31,814 72,937
Triwulan III 1,385 444 5,631 121 2,966 23,360 2,864 3,414 1,733 33,096 75,014
Triwulan IV 1,400 397 4,186 191 3,034 24,132 2,923 3,550 1,780 33,794 75,388
2014
Triwulan I 1,405 377 3,918 218 3,043 24,334 2,960 3,747 1,828 34,043 75,874
Triwulan II 1,499 560 4,210 245 3,666 25,587 2,950 3,598 1,968 35,053 79,336
Triwulan III 1,435 537 4,283 232 4,173 25,748 2,951 3,581 2,115 35,408 80,463
Triwulan IV 1,506 509 4,747 350 4,366 27,033 2,820 3,662 2,340 36,226 83,560
2015
Triwulan I 1,630 427 5,035 382 4,746 27,920 2,782 3,733 2,473 36,174 85,304
Triwulan II 1,788 390 5,109 413 4,902 29,003 2,693 4,037 2,681 36,547 87,563
Triwulan III 2,303 383 5,304 398 5,417 29,373 2,672 4,024 2,388 37,648 89,911
Triwulan IV 2,461 410 7,487 379 5,491 31,424 2,781 4,221 2,549 37,777 94,982
2016
Triwulan I 2,681 430 7,239 306 5,483 31,959 2,824 4,117 2,462 38,809 96,310
Triwulan II 2,933 399 7,993 277 5,977 33,268 2,738 4,085 2,587 41,359 101,617
Triwulan III 2,998 372 8,104 267 6,305 32,431 2,730 4,234 2,392 42,941 102,774
Triwulan IV 3,280 336 7,582 248 6,698 32,555 2,627 4,278 2,518 43,767 103,890
2017
Triwulan I 3,279 340 7,494 255 6,305 32,970 2,420 4,715 2,640 44,378 104,798

Tabel C.4. Penyaluran Kredit (Lokasi Proyek) Menurut Sektor Ekonomi (Rp Miliar)
Kredit (Lokasi Proyek)
Periode Industri Listrik, Gas, Jasa Dunia Jasa Sosial Total
Pertanian Tambang Konstruksi Perdagangan Angkutan Lain-lain
Pengolahan dan Air Usaha Masyarakat

2012
Triwulan I 883 568 4,842 379 3,148 15,854 1,828 3,171 1,583 26,497 58,755
Triwulan II 1,101 608 5,216 420 3,503 18,288 1,809 3,438 1,465 27,417 63,265
Triwulan III 1,146 626 5,381 663 3,708 18,100 1,737 3,474 1,376 29,202 65,412
Triwulan IV 1,187 564 6,013 782 3,848 19,531 2,138 3,371 1,386 31,135 69,956
2013
Triwulan I 1,373 590 6,116 996 3,835 20,344 2,317 3,446 1,479 31,523 72,019
Triwulan II 1,356 584 5,570 1,357 4,043 23,549 2,379 4,511 1,515 32,219 77,083
Triwulan III 1,354 599 5,720 1,484 4,405 24,050 2,459 4,289 1,740 33,513 79,613
Triwulan IV 1,374 611 4,314 1,579 4,231 25,010 2,600 4,656 1,800 34,334 80,509
2014
Triwulan I 1,388 586 4,063 1,554 4,175 25,246 2,522 4,613 1,867 34,821 80,836
Triwulan II 1,510 555 4,592 1,031 4,564 26,941 2,584 4,374 1,890 36,112 84,154
Triwulan III 1,454 543 5,153 1,886 4,968 26,883 2,517 4,043 2,031 36,772 86,250
Triwulan IV 1,530 470 5,501 2,022 5,169 28,161 2,420 3,976 2,160 37,544 88,952
2015
Triwulan I 1,675 401 5,830 2,093 5,596 28,761 2,407 4,046 2,425 37,532 90,768
Triwulan II 1,779 411 6,487 2,340 5,761 30,356 2,343 4,249 2,610 38,063 94,399
Triwulan III 1,837 376 6,226 2,436 6,259 30,678 2,381 4,187 2,409 39,228 96,019
Triwulan IV 2,173 400 8,460 2,572 6,346 31,985 2,442 4,409 2,480 39,996 101,263
2016
Triwulan I 2,368 407 7,984 2,290 6,262 32,480 2,501 4,637 2,449 40,902 102,280
Triwulan II 2,616 431 8,674 2,149 6,363 34,128 2,433 4,804 2,574 43,456 107,627
Triwulan III 2,592 402 8,398 2,203 6,496 33,399 2,414 5,022 2,412 45,064 108,401
Triwulan IV 2,852 390 8,039 2,239 6,522 33,784 2,314 5,165 2,567 45,851 109,723
2017
Triwulan I 2,858 397 7,844 2,835 6,629 34,449 2,152 5,570 2,690 46,358 111,780

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 107
LAMPIRAN

Tabel C.5. Suku Bunga Kredit Rupiah Menurut Kelompok Bank (Lokasi Bank)

Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing dan Campuran Bank Umum
Periode Modal Modal Modal Modal
Investasi Konsumsi Investasi Konsumsi Investasi Konsumsi Investasi Konsumsi
Kerja Kerja Kerja Kerja
2012
Triwulan I 13.49 11.69 12.79 13.16 13.60 14.56 8.50 7.29 27.35 13.30 12.77 13.46
Triwulan II 13.24 11.34 12.70 12.74 13.62 14.36 9.32 7.91 27.67 13.00 12.60 13.35
Triwulan III 13.21 11.11 12.54 12.55 13.36 14.31 9.53 8.36 26.16 12.90 12.39 13.19
Triwulan IV 12.63 10.92 12.23 12.28 13.09 14.01 8.85 8.07 23.83 12.47 12.19 12.88
2013
Triwulan I 12.56 10.74 12.20 12.31 12.89 14.04 7.21 8.21 23.67 12.40 12.05 12.85
Triwulan II 12.77 10.57 12.12 12.01 12.71 13.89 8.12 8.37 20.92 12.38 11.65 12.74
Triwulan III 12.94 10.79 12.11 12.72 12.99 13.83 9.14 9.16 21.14 12.80 12.02 12.72
Triwulan IV 13.00 11.08 12.18 13.04 13.53 13.91 10.20 10.06 20.92 12.99 12.57 12.78
2014
Triwulan I 13.10 11.15 12.24 13.23 13.67 14.06 10.49 10.68 22.14 13.13 12.71 12.86
Triwulan II 13.26 11.44 12.41 13.51 13.53 14.05 10.08 10.72 22.94 13.33 12.75 12.97
Triwulan III 13.48 11.61 12.44 13.62 13.53 14.10 10.26 10.81 23.49 13.50 12.81 13.00
Triwulan IV 13.46 11.57 12.61 13.48 13.78 14.17 10.77 11.14 23.13 13.44 12.93 13.13
2015
Triwulan I 13.81 12.12 11.45 14.04 15.29 14.74 10.03 11.38 23.11 13.25 13.13 13.59
Triwulan II 13.42 10.40 13.00 12.91 13.75 14.61 6.83 9.64 28.49 12.98 12.14 13.61
Triwulan III 13.28 10.26 13.22 13.01 13.69 14.62 8.84 11.46 28.73 13.09 12.00 13.76
Triwulan IV 12.95 9.53 13.31 12.86 13.34 14.72 9.52 11.89 28.40 12.86 11.30 13.82
2016
Triwulan I 12.36 10.15 13.22 13.13 13.70 14.41 8.74 10.63 22.34 12.67 12.00 13.57
Triwulan II 11.91 10.01 12.90 12.85 13.54 14.28 8.47 11.44 23.74 12.29 11.77 13.28
Triwulan III 11.58 9.65 12.51 12.73 13.29 14.19 8.55 11.73 21.90 12.07 11.55 13.18
Triwulan IV 11.33 9.36 12.44 12.66 13.20 14.05 8.50 11.71 10.30 11.89 11.36 13.08
2017
Triwulan I 11.13 9.07 12.37 12.24 12.87 13.87 8.53 12.01 9.96 11.63 11.05 12.98

Tabel C.6. Suku Bunga Kredit Rupiah Menurut Kelompok Bank (Lokasi Proyek)
Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional Bank Asing dan Campuran Bank Umum
Periode Modal Modal Modal Modal
Investasi Konsumsi Investasi Konsumsi Investasi Konsumsi Investasi Konsumsi
Kerja Kerja Kerja Kerja
2012
Triwulan I 13.04 9.94 13.01 12.92 13.14 14.34 8.28 10.28 22.85 12.93 11.76 13.57
Triwulan II 12.86 9.78 12.93 12.45 13.21 13.87 8.10 9.89 23.69 12.63 11.65 13.36
Triwulan III 12.71 9.62 12.55 12.40 13.01 14.02 8.56 9.57 23.59 12.54 11.47 13.15
Triwulan IV 12.24 10.88 12.44 11.99 12.97 13.84 8.11 8.42 23.30 12.11 12.09 13.00
2013
Triwulan I 12.16 10.65 12.38 12.07 12.80 14.13 6.71 8.40 22.74 12.05 11.94 13.03
Triwulan II 12.66 10.25 12.25 11.74 12.58 13.93 6.76 8.47 21.41 12.16 11.32 12.86
Triwulan III 12.81 10.32 12.26 12.54 12.85 13.81 7.29 9.24 20.90 12.56 11.55 12.83
Triwulan IV 12.93 10.45 12.35 12.92 13.43 13.80 6.79 10.11 20.93 12.77 12.00 12.88
2014
Triwulan I 13.03 10.53 12.42 13.11 13.59 13.97 9.30 10.71 21.87 13.03 12.19 12.99
Triwulan II 13.15 10.76 12.63 13.34 13.68 14.11 7.68 10.73 22.62 13.13 12.31 13.17
Triwulan III 13.36 10.50 12.70 13.50 13.72 14.19 6.50 10.81 26.08 13.23 12.15 13.28
Triwulan IV 13.37 10.37 12.90 13.15 13.76 14.29 7.20 11.14 26.76 13.13 12.13 13.45
2015
Triwulan I 13.39 10.34 12.86 13.17 13.74 14.44 7.13 11.10 27.50 13.13 12.11 13.46
Triwulan II 13.43 10.39 13.00 12.91 13.76 14.61 6.83 9.64 28.49 12.98 12.15 13.61
Triwulan III 13.29 10.25 13.22 13.01 13.70 14.62 8.84 11.46 28.73 13.09 12.00 13.76
Triwulan IV 12.96 9.51 13.31 12.86 13.35 14.72 9.52 11.89 28.40 12.86 11.29 13.82
2016
Triwulan I 12.30 9.54 13.46 12.94 13.51 14.65 8.76 10.63 28.18 12.56 11.37 13.89
Triwulan II 11.88 9.46 13.13 12.63 13.21 14.56 6.08 11.44 28.48 12.16 11.16 13.60
Triwulan III 11.54 9.15 12.83 12.56 13.04 14.39 5.74 11.73 26.35 11.95 11.03 13.47
Triwulan IV 11.31 8.96 12.77 12.63 12.80 14.30 7.27 11.71 24.08 11.88 10.81 13.38
2017
Triwulan I 11.14 8.76 12.71 12.24 12.43 14.14 8.17 12.01 22.96 11.63 10.49 13.29

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
108 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
LAMPIRAN

D. Sistem Pembayaran

Tabel D.1. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Kertas di Depo KPw BI Provinsi Sulsel (Rp Triliun)
Jumlah yoy
Periode
Inflow Outflow Net Flow Inflow Outflow Net Flow
I 4.41 1.71 2.69 13.90% -7.82% 33.98%
II 3.24 2.88 0.36 17.50% -9.25% 184.83%
2013
III 4.87 5.31 (0.44) 24.12% 48.62% 225.76%
IV 4.07 4.16 (0.09) 27.33% 29.50% -536.97%
2013 16.59 14.07 2.52 20.66% 19.01% 30.82%
I 5.30 2.34 2.96 20.17% 36.45% 9.82%
II 4.07 3.83 0.24 25.76% 32.95% -32.43%
2014
III 5.56 5.64 (0.08) 14.16% 6.18% -81.98%
IV 4.30 4.10 0.21 5.64% -1.52% -336.57%
2014 19.24 15.90 3.34 15.93% 13.01% 32.20%
I 6.18 2.25 3.94 16.70% -3.91% 33.01%
II 3.78 3.70 0.07 -7.20% -3.29% -69.42%
2015
III 4.82 4.93 (0.11) -13.42% -12.67% 40.51%
IV 3.79 3.20 0.59 -11.93% -21.92% 186.71%
2015 18.57 14.07 4.50 -3.47% -11.51% 34.84%
I 6.23 1.49 4.74 0.74% -33.73% 20.43%
II 3.34 4.73 (1.39) -11.46% 27.86% -1991.09%
2016
III 6.50 2.52 3.99 35.03% -48.91% -3670.36%
IV 4.29 2.08 2.21 -76.89% -85.21% -50.87%
2016 26.87 13.34 13.53 44.71% -5.20% 200.84%
2107 I 4.61 1.29 3.32 -25.97% -13.47% -29.90%

Tabel D.2. Perkembangan Jumlah Aliran Uang Logam di Depo KPw BI Provinsi Sulsel (Rp Miliar)
Jumlah yoy
Periode
Inflow Outflow Net Flow Inflow Outflow Net Flow
I 0.03 0.28 (0.25) -80.04% -84.46% 84.86%
II 0.08 0.78 (0.70) -39.81% -69.23% 70.77%
2013
III 0.08 2.51 (2.43) 335.68% 192.39% -189.28%
IV 0.10 2.63 (2.53) 95.78% 670.88% -772.95%
2013 0.29 6.20 (5.91) -16.80% 12.07% -13.98%
I 0.14 2.20 (2.05) 388.70% 685.69% 720.65%
II 0.04 3.22 (3.18) -47.69% 314.31% 353.25%
2014
III 0.23 3.93 (3.70) 186.11% 56.42% 52.18%
IV 0.13 2.07 (1.94) 29.30% -21.19% -23.20%
2014 0.54 11.42 (10.88) 89.84% 84.31% 84.05%
I 0.00 1.74 (1.73) -97.54% -20.95% -15.58%
II 0.01 5.66 (5.65) -87.34% 75.61% 77.63%
2015
III 0.03 3.59 (3.56) -84.91% -8.54% -3.84%
IV 0.00 5.84 (5.84) -97.69% 182.13% 200.88%
2015 0.05 16.83 (16.78) -91.52% 47.38% 54.29%
I 0.00 4.45 (4.45) -43.63% 156.01% 156.41%
II 0.00 6.43 (6.43) -40.00% 13.71% 13.76%
2016
III 0.00 3.54 (3.54) -99.84% -1.42% -0.46%
IV 0.00 5.24 (5.24) -99.86% -68.84% -68.76%
2016 0.01 19.67 (19.67) -88.73% 16.90% 17.18%
2017 I 0.00 3.46 (3.46) -94.40% -22.18% -22.15%

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 109
LAMPIRAN

Tabel D.3. Perkembangan Transaksi Nontunai Melalui Real Time Gross Settlement (Rp Triliun)

Jumlah yoy
Periode
From To From-To From To From-To
I 11.50 29.15 4.58 3.26% 24.82% -1.96%
II 15.47 37.79 4.35 27.09% 45.01% -18.06%
2012
III 15.42 34.63 4.42 17.91% 1.86% -17.49%
IV 19.88 40.65 5.05 25.54% 18.28% -17.24%
2012 62.28 142.21 18.41 19.24% 20.75% -14.18%
I 14.45 32.77 4.25 25.59% 12.42% -7.28%
II 17.40 36.12 4.92 12.46% -4.41% 13.00%
2013
III 18.77 37.61 6.75 21.72% 8.61% 52.66%
IV 20.54 41.48 7.30 3.32% 2.05% 44.57%
2013 71.16 147.98 23.22 14.26% 4.06% 26.15%
I 15.66 27.89 4.75 8.39% -14.89% 11.85%
II 21.37 33.67 9.76 22.83% -6.79% 98.44%
2014
III 22.72 38.10 10.97 21.04% 1.28% 62.41%
III 25.66 41.37 11.87 24.93% -0.27% 62.68%
2014 85.41 141.02 37.36 20.03% -4.70% 60.89%
I 14.45 32.77 4.29 -7.73% 17.51% -9.65%
2015 II 26.71 31.93 4.27 24.96% -5.15% -56.25%
III 19.34 40.38 3.48 -14.88% 5.99% -68.29%

E. Ekspor dan Impor

Tabel E.1. Perkembangan Komoditas Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ Ribu)
2015 2016 2017
Komoditas Ekspor Utama
Pangsa Pangsa Pangsa
(dalam juta USD) Q1 Q2 Q3 Q4 2015 Q1 Q2 Q3 Q4 2016 Q1
Pasar Pasar Pasar
1 Nikel 211,88 197,78 203,48 176,61 789,75 54,78% 108,72 138,12 158,62 178,68 584,14 50,02% 143,94 55,12%
2 Ikan dan Udang 24,12 30,44 26,33 31,67 112,56 7,81% 27,73 35,96 32,72 34,60 131,01 11,22% 28,76 11,01%
3 Biji Coklat dan Coklat Olahan 30,57 63,95 59,28 45,38 199,17 13,82% 24,67 33,24 54,50 43,39 155,80 13,34% 24,83 9,51%
4 Buah-Buahan 9,96 9,95 10,58 12,41 42,89 2,98% 16,84 12,74 12,12 15,90 57,60 4,93% 16,32 6,25%
5 Biji-bijian berminyak dan Obat 28,59 32,99 26,60 18,92 107,10 7,43% 18,39 21,34 22,40 18,09 80,22 6,87% 13,80 5,28%
6 Kayu, Barang dari Kayu 7,25 11,86 10,65 14,22 43,98 3,05% 8,82 6,30 5,09 5,95 26,16 2,24% 11,01 4,22%
7 Garam, belerang, kapur 4,78 2,82 4,24 3,19 15,03 1,04% 3,97 3,67 4,83 5,06 17,52 1,50% 5,08 1,94%
8 Daging dan Ikan Olahan 4,58 5,38 5,74 6,76 22,46 1,56% 3,32 4,46 9,64 8,36 25,78 2,21% 4,85 1,86%
9 Sisa Industri Makanan 6,13 4,89 2,84 3,38 17,24 1,20% 3,38 4,71 6,33 4,85 19,27 1,65% 4,72 1,81%
10 Kopi,teh, rempah-rempah 4,96 2,68 8,07 6,59 22,30 1,55% 1,83 2,16 7,95 7,66 19,60 1,68% 2,24 0,86%
11 Lainnya 11,35 20,15 23,44 14,15 69,10 4,79% 11,72 13,61 11,19 14,12 50,64 4,34% 5,58 2,14%
Nilai Ekspor Sulsel 344,16 382,89 381,25 333,28 1.441,58 100,00% 229,37 276,31 325,41 336,67 1.167,76 100,00% 261,13 100,00%
Sumber: Bea Cukai
*) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara
Ket: 10 besar komoditas ekspor sepanjang 2016

Tabel E.2. Perkembangan Ekspor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Tujuan (US$ Juta)
NEGARA TUJUAN 2015 2016 2017
EKSPOR Pangsa Pangsa
Q1 Q2 Q3 Q4 Total Q1 Q2 Q3 Q4 Total Q1
(dalam juta USD) Pasar Pasar
1 Jepang 225,14 213,09 219,28 189,87 847,39 58,78% 117,90 147,25 172,45 192,53 630,14 154,28 59,08%
2 Amerika Serikat 16,13 40,49 23,94 31,26 111,82 7,76% 25,54 28,20 30,15 36,40 120,29 31,36 12,01%
3 Tiongkok 28,20 35,89 35,51 26,20 125,79 8,73% 18,75 26,40 31,86 26,91 103,92 16,42 6,29%
4 Malaysia 22,40 32,80 41,49 29,83 126,52 8,78% 16,03 22,61 32,79 28,03 99,46 16,40 6,28%
5 Vietnam 3,01 3,46 2,59 8,40 17,45 1,21% 6,39 8,17 7,32 7,86 29,74 7,62 2,92%
6 Belanda 7,36 7,04 4,99 3,63 23,03 1,60% 5,15 8,08 7,38 3,48 24,09 3,88 1,48%
7 Australia 1,25 2,41 1,99 2,48 8,12 0,56% 2,33 1,74 1,54 4,19 9,80 3,10 1,19%
8 Jerman 4,41 4,53 3,95 2,76 15,66 1,09% 3,90 2,02 2,01 2,88 10,81 2,85 1,09%
9 Korea Selatan 6,97 4,54 7,41 5,97 24,89 1,73% 4,01 4,80 4,50 6,76 20,06 2,83 1,08%
10 Timor Leste 3,19 0,93 1,88 1,66 7,67 0,53% 3,07 2,11 1,41 1,86 8,45 2,76 1,06%
11 Lainnya 26,10 37,71 38,21 31,22 133,24 9,24% 26,30 24,93 34,01 25,77 111,00 19,62 7,51%
Nilai Ekspor Sulsel 344,16 382,89 381,25 333,28 1.441,58 100,00% 229,37 276,31 325,41 336,67 1.167,76 261,13 100,00%
Sumber: Bea Cukai
*) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara
Ket: 10 besar negara tujuan ekspor sepanjang 2016

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
110 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
LAMPIRAN

Tabel E.3. Perkembangan Komoditas Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan (US$ ribu)
2015 2016 2017
Komoditas Impor Utama
Pangsa Pangsa Pangsa
(dalam juta USD) Q1 Q2 Q3 Q4 2015 Q1 Q2 Q3 Q4 2016 Q1
Pasar Pasar Pasar
1 Mesin-mesin/Pesawat Mekanik 23,11 47,43 32,43 37,79 140,76 18,37% 35,07 51,66 41,10 75,79 203,62 27,01% 60,89 30,30%
2 Gandum 43,75 66,86 44,44 30,84 185,88 24,26% 35,84 37,99 31,65 38,25 143,73 19,06% 38,27 19,04%
3 Mesin dan Peralatan Listrik 5,08 13,31 13,29 9,48 41,15 5,37% 1,62 1,14 5,84 53,19 61,79 8,20% 37,86 18,84%
4 Sisa Industri Makanan 21,89 12,47 18,59 21,68 74,63 9,74% 13,57 15,38 23,50 15,69 68,14 9,04% 13,00 6,47%
5 Barang dari besi dan baja 2,99 2,52 3,69 21,47 30,66 4,00% 5,14 6,80 8,99 14,27 35,20 4,67% 10,05 5,00%
6 Kapal laut dan bangunan terapung 13,90 0,54 1,49 1,37 17,30 2,26% 8,63 17,45 11,65 20,79 58,52 7,76% 6,98 3,47%
7 Kapal Terbang dan Bagiannya - - 124,23 - 124,23 16,21% - 60,10 - 10,76 70,86 9,40% 4,67 2,33%
8 Pupuk 11,18 2,89 6,42 6,22 26,72 3,49% 3,21 3,80 1,84 4,51 13,35 1,77% 4,32 2,15%
9 Produk Keramik 3,35 2,81 1,67 2,70 10,54 1,38% 4,06 3,08 2,17 3,61 12,92 1,71% 4,15 2,07%
10 Biji Coklat dan Coklat Olahan 0,09 3,40 6,67 1,02 11,19 1,46% 1,80 2,02 6,25 4,18 14,25 1,89% 3,36 1,67%
11 Lainnya 38,56 28,51 19,00 17,08 103,15 13,46% 13,74 11,15 17,14 29,58 71,61 9,50% 17,39 8,66%
Nilai Impor Sulsel 163,90 180,74 271,92 149,65 766,21 100,00% 122,68 210,55 150,13 270,62 753,98 100,00% 200,95 100,00%
Sumber: Bea Cukai
*) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara
Ket: 10 komoditas impor sepanjang 2016

Tabel E.4. Perkembangan Impor Non-migas Provinsi Sulawesi Selatan Menurut Negara Asal (US$ Ribu)
2015 2016 2017
NEGARA ASAL IMPOR
Pangsa Pangsa Pangsa
(dalam juta USD) Q1 Q2 Q3 Q4 Total Q1 Q2 Q3 Q4 Total Q1
Pasar Pasar Pasar
1 Tiongkok 29,42 34,99 59,72 60,50 184,63 24,10% 42,69 69,11 63,99 125,77 301,57 40,00% 126,89 63,15%
2 Australia 59,17 47,95 16,90 9,66 133,68 17,45% 25,41 7,26 7,41 6,18 46,26 6,14% 12,48 6,21%
3 Argentina 19,97 10,54 9,30 5,36 45,18 5,90% 18,43 14,89 21,84 13,15 68,31 9,06% 10,87 5,41%
4 Amerika Serikat 1,77 9,85 3,19 4,98 19,78 2,58% 2,37 6,65 2,79 3,52 15,31 2,03% 10,08 5,02%
5 Ukraina - 8,24 - - 8,24 1,08% 0,11 8,43 17,90 39,41 65,86 8,73% 9,26 4,61%
6 Kanada 5,29 18,49 22,97 10,64 57,39 7,49% 6,50 19,93 8,03 17,28 51,73 6,86% 9,15 4,55%
7 Rusia 0,95 - 132,60 13,33 146,88 19,17% 0,44 60,45 0,38 0,34 61,61 8,17% 7,43 3,70%
8 Thailand 2,48 4,54 4,57 2,44 14,03 1,83% 4,66 2,33 3,76 5,25 16,00 2,12% 3,51 1,75%
9 Malaysia 0,30 2,72 5,72 1,15 9,90 1,29% 1,15 3,26 6,30 4,50 15,21 2,02% 2,95 1,47%
10 Taiwan 0,14 0,05 0,31 0,19 0,69 0,09% 0,12 0,25 0,53 2,00 2,89 0,38% 1,37 0,68%
11 Lainnya 44,40 43,37 16,63 41,40 145,80 19,03% 20,80 17,99 17,21 53,23 109,23 14,49% 6,93 3,45%
Nilai Impor Sulsel 163,90 180,74 271,92 149,65 766,21 100,00% 122,68 210,55 150,13 270,62 753,98 100,00% 200,95 100,00%
Sumber: Bea Cukai
*) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara
Ket: 10 besar negara importir sepanjang 2016

F. Inklusi Keuangan
Tabel F.1. Perkembangan Rasio Jumlah Rekening terhadap Jumlah Penduduk Provinsi Sulawesi Selatan

Rasio Jumlah Rekening DPK terhadap Jumlah Penduduk


Jumlah Rekening DPK Lokasi KC/KCP (Ribu Rekening) Jumlah Penduduk (Ribu Orang)*
(%)
2012 2013 2014* 2015** 2016** 2012 2013 2014* 2015** 2016** 2012 2013 2014* 2015** 2016**
4,079 4,806 5,182 5,540 5,700 8,207 8,309 8,408 8,520 8,796 49.70 57.84 61.64 65.02 64.81

Rasio Jumlah Rekening Kredit terhadap Jumlah


Jumlah Rekening Kredit Lokasi Bank (Ribu Rekening) Jumlah Penduduk (Ribu Orang)*
Penduduk (%)
2012 2013 2014* 2015** 2016** 2012 2013 2014* 2015** 2016** 2012 2013 2014* 2015** 2016**
894 872 870 916 945 8,207 8,309 8,408 8,520 8,796 10.89 10.49 10.34 10.75 10.75

*) Jumlah penduduk merupakan proyeksi dari proporsi jumlah penduduk miskin berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional, BPS
**) Data terkini perbankan dan jumlah penduduk miskin

Sumber: BPS, diolah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 111
LAMPIRAN

G. Indikator Makro Per Kabupaten/Kota


Tabel G.1.PDRB menurut kabupaten/kota atas dasar harga berlaku dan konstan (Rp Milyar)
ATAS DASAR HARGA BERLAKU ATAS DASAR HARGA KONSTAN
NO KABUPATEN/KOTA
2012 2013* 2014* 2015** 2012 2013* 2014* 2015**
1 Kep Selayar 2,464.94 2,880.86 3,494.21 4,149.34 2,122.81 2,296.37 2,503.22 2,723.81
2 Bulukumba 6,243.26 7,187.33 8,385.78 9,584.32 5,483.24 5,909.29 6,414.14 6,777.43
3 Bantaeng 3,825.42 4,350.32 4,964.12 5,604.99 3,234.46 3,525.61 3,819.61 4,073.15
4 Jeneponto 4,720.38 5,269.41 6,157.05 6,999.85 4,147.46 4,422.90 4,773.92 5,085.88
5 Takalar 4,366.04 5,004.18 5,882.26 6,809.96 3,809.14 4,144.29 4,549.03 4,931.57
6 Gowa 9,380.48 10,713.90 12,044.91 13,734.06 8,289.11 9,070.00 9,720.52 10,381.04
7 Sinjai 4,926.59 5,601.47 6,484.77 7,511.14 4,366.71 4,706.67 5,035.70 5,415.55
8 Maros 10,428.66 11,966.92 13,662.54 15,767.63 9,044.51 9,612.26 10,067.22 10,931.05
9 Pangkep 11,766.21 13,759.00 15,970.74 18,481.48 10,288.64 11,248.48 12,420.26 13,411.01
10 Barru 3,363.62 3,833.30 4,434.06 4,918.37 3,000.72 3,237.00 3,475.20 3,694.86
11 Bone 14,833.10 16,734.21 19,879.98 23,149.37 12,730.12 13,531.85 14,882.65 16,052.41
12 Soppeng 4,761.84 5,401.35 6,174.25 6,828.42 4,259.55 4,567.54 4,882.65 5,131.82
13 Wajo 10,166.67 11,629.14 13,656.16 15,095.71 8,819.11 9,428.97 10,341.51 11,070.41
14 Sidrap 6,108.34 6,936.04 8,048.15 9,284.22 5,297.54 5,664.56 6,110.56 6,594.25
15 Pinrang 8,738.25 9,892.58 11,365.83 13,142.36 7,708.90 8,269.61 8,939.91 9,676.97
16 Enrekang 3,458.74 4,119.56 4,628.10 5,239.60 3,021.20 3,197.50 3,389.50 3,623.38
17 Luwu 6,698.54 7,681.02 9,018.94 10,363.70 5,915.10 6,372.70 6,934.34 7,437.79
18 Tana Toraja 3,232.30 3,683.75 4,277.60 4,901.49 2,793.72 2,994.47 3,198.55 3,417.60
19 Luwu Utara 5,560.28 6,338.05 7,590.83 8,681.53 4,911.00 5,274.16 5,739.78 6,122.48
20 Luwu Timur 15,266.46 16,662.67 20,497.07 21,022.95 11,963.26 12,717.28 13,748.26 14,690.56
21 Toraja Utara 3,546.30 4,230.78 5,028.50 5,840.95 2,971.71 3,259.91 3,508.98 3,778.90
22 Makassar 78,013.04 88,363.46 398.53 171.73 70,851.04 76,851.04 82,596.79 88,740.21
23 Pare-pare 3,501.13 3,940.54 4,434.69 5,059.51 3,150.26 3,400.55 3,615.72 3,842.61
24 Palopo 3,690.92 4,181.23 4,765.33 5,318.66 3,363.25 3,633.01 3,889.66 4,141.82
*) Data Sementara **) Data Sangat Sementara
Sumber: BPS, diolah Data PDRB Seri Tahun 2000

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
112 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
LAMPIRAN

Tabel G.2. Laju Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kabupaten/Kota Harga Konstan (Rp Milyar)
PERTUMBUHAN PERTAHUN
NO KABUPATEN/KOTA
2011 2012 2013* 2014* 2015**
1 Kep. Selayar 8.88 7.88 8.18 9.01 8.81
2 Maros 11.24 11.14 6.28 4.73 8.58
3 Takalar 7.59 6.58 8.80 9.77 8.41
4 Bone 6.40 8.21 6.30 9.53 8.30
5 Pinrang 7.71 8.51 7.27 8.11 8.24
6 Pangkep 9.84 8.26 9.33 10.42 7.98
7 Sidrap 9.63 8.93 6.93 7.87 7.92
8 Toraja Utara 8.36 9.45 9.70 7.64 7.69
9 Sinjai 7.60 7.32 7.79 6.99 7.54
10 Makassar 10.36 9.64 8.55 7.40 7.44
11 Luwu 7.89 7.00 7.74 8.81 7.26
12 Wajo 10.11 6.50 6.92 9.68 7.05
13 Enrekang 8.08 7.30 5.84 6.00 6.90
14 Luwu Timur -4.29 5.62 6.30 8.11 6.85
15 Tana Toraja 7.78 8.58 7.19 6.82 6.85
16 Gowa 7.46 8.15 9.42 7.17 6.80
17 Luwu Utara 8.04 6.81 7.39 8.83 6.67
18 Bantaeng 9.38 9.67 9.00 8.34 6.64
19 Jeneponto 8.44 7.55 6.64 7.94 6.53
20 Palopo 7.90 7.00 8.02 7.06 6.48
21 Barru 8.13 8.39 7.87 7.36 6.32
22 Pare-pare 8.42 8.80 7.95 6.33 6.28
23 Bulukumba 5.49 9.65 7.77 8.54 5.66
24 Soppeng 7.17 6.93 7.23 6.90 5.10
*) Data Sementara **) Data Sangat Sementara
Sumber: BPS, diolah Data PDRB Seri Tahun 2000

Tabel G.3.PDRB Perkapita Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Berlaku (Rp juta rupiah)

PDRB perkapita
No Kabupaten/Kota
2010 2011 2012* 2013* 2014* 2015**
1 Kep. Selayar 9.25 11.17 16.90 18.05 19.44 20.92
2 Bulukumba 9.51 10.74 13.64 14.59 15.73 16.51
3 Bantaeng 10.33 12.21 17.99 19.48 20.95 22.21
4 Jeneponto 6.61 7.73 11.89 12.60 13.51 14.30
5 Takalar 7.60 8.65 13.74 14.77 16.03 17.19
6 Gowa 7.76 8.87 12.14 13.03 13.70 14.36
7 Sinjai 12.26 13.98 18.73 20.04 21.29 22.74
8 Maros 8.12 9.38 27.57 28.97 30.00 32.22
9 Pangkep 17.54 20.67 32.80 35.47 38.78 41.44
10 Barru 10.00 11.37 17.82 19.12 20.40 21.58
11 Bone 10.46 12.19 17.45 18.43 20.15 21.61
12 Soppeng 12.15 14.28 18.92 20.25 21.63 22.70
13 Wajo 14.00 17.16 22.65 24.14 26.38 28.15
14 Sidrap 12.34 15.26 18.93 19.99 21.32 22.76
15 Pinrang 15.02 17.50 21.51 22.89 24.55 26.38
16 Enrekang 10.06 11.89 15.52 16.28 17.10 18.12
17 Luwu 11.15 12.91 17.37 18.54 19.98 21.24
18 Tana Toraja 6.64 8.04 12.43 13.24 14.05 14.93
19 Luwu Utara 10.64 12.25 16.68 17.74 19.13 22.22
20 Luwu Timur 34.02 38.65 46.60 48.35 51.03 65.14
21 Toraja Utara 6.89 8.31 13.46 14.66 15.66 12.48
22 Makassar 27.56 31.82 51.08 54.58 57.79 61.23
23 Pare-pare 13.85 15.77 23.62 25.15 26.41 27.70
24 Palopo 13.12 14.98 21.48 22.59 23.59 24.52
*) Data Sementara **) Data Sangat Sementara
Sumber: BPS, diolah Data PDRB Seri Tahun 2000

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 113
LAMPIRAN

Tabel G.4.Jumlah Penduduk Sulawesi Selatan Menurut Kabupaten/Kota

No Kabupaten/Kota 2010* 2011* 2012* 2013* 2014** 2015**

1 Kep. Selayar 122,377 124,104 125,603 127,220 128,744 130,199


2 Bulukumba 395,790 399,000 401,897 404,896 407,775 410,485
3 Bantaeng 177,299 178,596 179,800 181,006 182,283 183,386
4 Jeneponto 343,808 346,308 348,680 351,111 353,287 355,599
5 Takalar 270,491 273,891 277,218 280,590 283,762 286,906
6 Gowa 654,978 668,875 682,597 696,096 709,386 722,702
7 Sinjai 229,583 231,425 233,200 234,886 236,497 238,099
8 Maros 320,103 324,097 327,998 331,796 335,596 339,300
9 Pangkep 306,717 310,288 313,722 317,110 320,293 323,597
10 Barru 166,520 167,511 168,397 169,302 170,316 171,217
11 Bone 719,999 724,923 729,516 734,119 738,515 742,912
12 Soppeng 224,577 224,804 225,180 225,512 225,709 226,116
13 Wajo 386,324 387,815 389,284 390,603 391,980 393,218
14 Sidrap 272,808 276,327 279,810 283,307 286,610 289,787
15 Pinrang 352,185 355,312 358,312 361,293 364,087 366,789
16 Enrekang 190,923 192,822 194,606 196,394 198,194 199,998
17 Luwu 333,497 336,989 340,491 343,793 347,096 350,218
18 Tana Toraja 221,816 223,297 224,812 226,212 227,588 228,984
19 Toraja Utara 228,391 219,084 220,777 222,393 224,003 302,687
20 Luwu Utara 243,809 291,414 294,402 297,313 299,989 275,595
21 Luwu Timur 217,503 250,223 256,699 263,012 269,405 225,516
22 Makassar 1,342,826 1,364,955 1,387,033 1,408,072 1,429,242 1,449,401
23 Pare-pare 129,682 131,514 133,381 135,192 136,903 138,699
24 Palopo 148,395 152,573 156,603 160,819 164,903 168,894
Sulawesi Selatan 8,060,401 8,156,129 8,250,018 8,342,047 8,432,163 8,520,304
Sumber: BPS, diolah

Tabel G.5.Tingkat Partisipasi Angkatan Lerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Sulawesi Selatan Menurut
Kabupaten/Kota (%)
TPAK TPT
No Kabupaten / Kota
2011 2012 2013 2014 2011 2012 2013 2014
1 Kep. Selayar 65.1 62.7 61.11 60.6 4.68 3.25 4.62 2.1
2 Bulukumba 64.2 68.4 62.25 65 5.46 2.71 4.16 2.8
3 Bantaeng 65.5 72.2 68.74 71.9 5.54 7.02 6.44 2.4
4 Jeneponto 64.5 67.0 61.96 61.7 5.06 4.35 2.77 2.7
5 Takalar 64.5 62.3 57.69 62.9 5.54 6.21 2.73 2.7
6 Gowa 65.6 62.1 64.17 66.3 7.05 4.01 2.63 2.3
7 Sinjai 65.1 73.1 70.34 68.8 5.59 2.84 0.43 0.9
8 Maros 64.9 64.3 60.98 63.0 6.94 6.43 5.71 4.6
9 Pangkep 65.0 57.6 54.41 57.6 6.09 8.03 5.7 9.9
10 Barru 64.2 56.8 53.43 50.4 5.75 4.78 4.51 2.3
11 Bone 64.0 64.8 63.3 63.9 5.98 3.51 3.8 5
12 Soppeng 63.4 62.1 57.22 57.6 5.16 6.15 6.65 2.4
13 Wajo 67.0 59.9 58.16 55.6 7.45 3.13 3.72 4.9
14 Sidrap 64.6 57.2 52.25 54.0 4.78 6.99 7.62 6.2
15 Pinrang 64.5 55.0 52.07 60.1 6.55 5.35 1.96 2.8
16 Enrekang 66.6 74.5 70.27 68.2 6.66 3.05 1.61 1.4
17 Luwu 65.3 59.7 58.69 62.5 7.41 10.55 7.14 5.1
18 Tana Toraja 67.1 76.3 70.55 80.3 5.56 4.63 3.26 3.3
19 Luwu Utara 65.9 65.6 62.02 66.7 4.47 5.03 4.48 1.8
20 Luwu Timur 68.3 67.3 65.01 67.2 7.16 8.12 6.28 8.1
21 Toraja Utara 63.5 68.3 65.25 69.8 6.05 5.08 2.82 3.7
22 Makassar 61.0 57.9 57.8 56.9 8.41 9.97 9.53 10.9
23 Pare-pare 62.0 60.4 57.72 60.6 7.97 4.21 4.86 7.1
24 Palopo 63.1 59.6 58.13 58.0 9.47 8.43 9.03 8.1
Sulawesi Selatan 64.3 62.8 60.49 62.0 6.56 5.87 5.1 5.1
Sumber: BPS, diolah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
114 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
LAMPIRAN

Tabel G.6.Indikator Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan


2012 2013
NO Kabupaten/Kota Jumlah Jumlah
% P1 P2 % P1 P2
(ribu) (ribu)
1 Kep. Selayar 16.2 12.87 2.34 0.61 18.2 14.23 2.32 0.54
2 Bulukumba 31.5 7.83 0.93 0.18 36.7 9.04 1.01 0.17
3 Bantaeng 16.00 8.90 1.64 0.45 18.9 10.45 1.68 0.49
4 Jeneponto 58.0 16.59 2.64 0.68 58.1 16.52 2.42 0.61
5 Takalar 26.7 9.60 1.57 0.48 29.3 10.42 1.48 0.35
6 Gowa 55.3 8.06 1.66 0.64 61.0 8.73 1.19 0.25
7 Sinjai 21.7 9.29 1.26 0.26 24.3 10.32 1.41 0.33
8 Maros 41.3 12.56 2.36 0.60 43.1 12.94 2.24 0.63
9 Pangkep 52.3 16.63 2.76 0.77 56.4 17.75 3.15 0.85
10 Barru 15.7 9.28 1.50 0.37 17.5 10.32 1.33 0.26
11 Bone 89.5 12.25 1.90 0.51 87.7 11.92 1.75 0.47
12 Soppeng 20.6 9.12 1.08 0.21 21.3 9.43 0.93 0.15
13 Wajo 30.5 7.83 0.87 0.16 31.9 8.17 1.27 0.35
14 Sidrap 16.9 6.00 0.77 0.14 17.9 6.3 1.00 0.23
15 Pinrang 28.1 7.83 1.37 0.40 32.1 8.86 1.16 0.22
16 Enrekang 28.2 14.45 1.79 0.38 29.7 15.11 2.02 0.44
17 Luwu 45.5 13.34 1.97 0.47 52.0 15.10 2.25 0.52
18 Tana Toraja 28.7 12.73 1.98 0.46 31.3 13.81 1.81 0.38
19 Luwu Utara 41.4 14.03 2.68 0.75 46.2 15.52 2.06 0.43
20 Luwu Timur 19.9 7.72 1.13 0.29 2.2 8.38 1.37 0.32
21 Toraja Utara 36.0 16.28 2.44 0.52 36.8 16.53 3.03 0.86
22 Makassar 69.9 5.02 0.76 0.17 66.4 4.7 0.84 0.24
23 Pare-pare 7.5 5.58 0.88 0.21 8.6 6.38 0.83 0.18
23 Palopo 14.9 9.47 1.61 0.44 15.5 9.57 1.42 0.3
Sulawesi Selatan 812.3 9.82 1.68 0.42 863.2 10.32 1.65 0.40
Sumber: BPS, diolah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 115
LAMPIRAN

H. Daftar Istilah
Istilah Keterangan

Administered prices Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah

Abenomics Mencakup serangkaian langkah-langkah kebijakan yang dirancang untuk mengatasi masalah ekonomi makro Jepang dari
resesi berkepanjangan di negara itu, isu-isu seperti kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan investasi swasta untuk
meningkatkan konsumsi dalam negeri sekaligus meningkatkan ekspor

Austerity program Program kebijakan ekonomi yang bertujuan mengurangi defisit atau belanja pemerintah

Bail out Injeksi dana talangan bagi pihak yang mengalami kesulitan dana/likuiditas

Balance sheet Neraca

Banking union Kerangka kerja perbankan yang terintegrasi dengan tujuan menjaga stabilitas perbankan

Barrel Satuan pengukur volume yang biasa digunakan dalam perdagangan minyak internasional

Basel III Standar regulasi global mengenai tingkat kesehatan bank yang didasarkan pada kecukupan modal bank, stress testing, dan
risiko likuiditas pasar; disepakati oleh ang gota Basel Committee on Banking Supervision dan akan diimplementasikan 2013-
2018

BI rate Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia

Branchless banking Strategi pemberian pelayanan jasa keuangan perbankan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang

Bullish Kecenderungan harga untuk meningkat

Clean money policy Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar

Consensus forecast Prediksi masa depan yang dibuat dengan menggabungkan bersama beberapa perkiraan terpisah yang sering dibuat
menggunakan metodologi yang berbeda

Core-deposit Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank

Cost push inflation Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya

Cost of capital Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham preferen, saham biasa,
maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan

Credit Limit Batas kredit

Credit rating Sebuah penaksiran kelayakan kredit dari individu atau korporasi

Crisis management Prosedur manajemen krisis ini menetapkan protokol penggelaran tim manajemen dan mendefinisikan peran dan tanggung
protocol jawab anggota tim itu

Debt ceiling Pagu hutang

Debt service ratio Rasio beban pembayaran utang terhadap penerimaan ekspor suatu negara

Debt swap Serangkaian transaksi yang mempertukarkan pembayaran utang oleh dua entitas ekonomi

Deflasi Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum

Dependency ratio Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktif

Deposit facility Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral

Deposit rate Tingkat suku bunga simpanan

Deposito Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan kesepakatan antara bank dengan
nasabah

Depresiasi rupiah Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing

Devisa Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional

Disposable income Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat dihabiskan pada kebutuhan,
atau non-penting, atau diselamatkan

Double-dip recession Peristiwa dimana resesi menimpa suatu negara setelah sempat membaik dari resesi sebelumnya dalam waktu yang pendek

Double taxation Pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali

Down payment Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
116 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
LAMPIRAN

Istilah Keterangan

Dropshot Pembayaran uang layak edar (ULE) setoran dari bank kepada bank yang sama (bank penyetor) atau kepada bank berbeda,
dimana terhadap setoran ULE dari bank tersebut, Bank Indonesia tidak melakukan perhitungan rinci dan penyortiran

Ekspansi fiskal Kebijakan peningkatan fiskal dengan cara menambah pengeluaran pemerintah

Emerging market Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat yang antara lain tercermin dari perkembangan pasar
keuangan dan industrialisasi

E-money Uang elektronik

Exchange rate pass Persentase perubahan dalam mata uang lokal harga impor akibat perubahan satu persen dalam nilai tukar antara negara-
through negara pengekspor dan pengimpor

External imbalance Keseimbangan eksternal terjadi ketika transaksi berjalan tidak terlalu positif atau negatif berlebihan

Fee based income Pendapatan bank yang berasal dari transaksi jasa-jasa bank selain dari selisih bunga

Financial sophistication Kecang gihan dalam pengelolaan keuangan financial exclusion pemberian layanan keuangan dengan biaya terjangkau
untuk bagian segmen yang kurang beruntung dan berpenghasilan rendah masyarakat

Fiscal space Ruang ekspansi kebijakan fiskal

Flight to quality Istilah yang digunakan untuk menyatakan fenomena di pasar keuangan, dimana investor menjual apa yang mereka anggap
sebagai investasi berisiko dan membeli investasi yang lebih aman

Fiscal sustainability Kemampuan pemerintah untuk menjaga kesinambungan belanja, pajak, dan kebijakan lainnya dalam jangka panjang tanpa
risiko gagal bayar

Giro Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau surat perintah
pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan

Good corporate Tata kelola yang baik


governance

Growth-supporting Fasilitas pendanaan yang disediakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi


funding facility

Hedging Strategi untuk melindung nilai dengan membatasi risiko atau probabilitas kerugian yang dapat ditimbulkan

Holding company Perusahaan induk dari beberapa perusahaan

Idle money Uang yang tidak terpakai

Imported inflation Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor

Indeks kedalaman Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin
kemiskinan

Indeks keparahan Ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin


kemiskinan

Industrial upgrading Peningkatan industri produk nonkomoditas

Inflasi Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum

Inflasi inti Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan
dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditas internasional,
inflasi mitra dagang dan ekspektasi Inflasi

Inter-bank lending Penempatan dana bank pada bank lain

Intercompany loans Pinjaman yang dilakukan oleh suatu departemen kepada departemen lain dalam satu struktur organisasi

Intra-regional trade Perdagangan internasional negara-negara dalam satu kawasan

Investasi portofolio Investasi dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar keuangan

Investment grade Peringkat layak investasi

Leading indicator Indikator penuntun yang menunjukkan arah variabel acuan ke depan

Lending facility Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealer utama

Less cash society Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai

Long-term financing Skema fasilitas pinjaman murah (bunga 1%) dari ECB bagi perbankan eropa dalam rangka mencegah keketatan likuiditas

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 117
LAMPIRAN

Istilah Keterangan

operation Credit crunch dengan jangka waktu 3 tahun

M1 Uang dalam arti sempit (uang kartal dan giral)

M2 Uang dalam arti luas (uang kartal, giral, dan deposito)

Makroprudensial Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan

Margin Selisih

Mikroprudensial Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan kelangsungan
usahanya

Monetary union Penggunaan satu mata uang tunggal dalam satu kawasan

Monetisasi Proses konversi/perubahaan sesuatu (aset) menjadi uang

Moral hazard Kecenderungan untuk melakukan kecurangan

Mtm Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, atau
bulan) terhadap satu bulan sebelumnya

Online banking Transaksi keuangan yang dilakukan dengan memanfaatkan koneksi internet

Operation twist Kebijakan The Fed pada akhir 2011, dimana The Fed mengambil inisiatif membeli surat berharga jangka panjang dan secara
simultan menjual yang jangka pendek untuk menurunkan tingkat suku bunga jangka panjang

Operasi Pasar Kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan bank dan pihak lain dalam rangka
pengendalian moneter

Pagu hutang / debt Jumlah total utang pemerintah Amerika Serikat yang boleh diterbitkan dalam periode tertentu
ceiling

Pasar obligasi Tempat diperdagangkannya obligasi

Pendapatan disposibel Bagian dari pendapatan yang siap untuk dibelanjakan

Price taker Pengambil harga

Primary reserves Cadangan utama, bisanya bersifat likuid (dapat diuangkan sewaktu-waktu)

Push factor Faktor pendorong

Quantitative easing Kebijakan dimana The Fed mencetak uang baru dan menyalurkannya pada bank untuk memberikan dukungan
pembiayaan/pendanaan usaha/bisnis dengan bunga terjangkau

Qtq Quarter-to-quarter growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu,
bulan, atau kuartal) terhadap titik waktu yang sama tiga bulan (1 kuartal) sebelumnya

Rasio gini Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan

Second round effect Dampak lanjutan

Short-term liquidity Likuiditas jangka pendek

Sistem pembayaran Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain

Solvabilitas Kemampuan perusahaan untuk membayar segala kewajibannya

Sovereign debt crisis Krisis timbul akibat kegagalan pemerintah negara penerbit surat berharga untuk memenuhi kewajibannya (bunga dan
pokoknya)

Stimulus fiskal Kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi permintaan agregat (aggregate demand) yang
selanjutnya (diharapkan) akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam jangka pendek

Sukuk Suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi
syariah

Tenor Masa pelunasan pinjaman, dinyatakan dalam hari, bulan atau tahun

Term of trade Perbandingan harga ekspor suatu negara terhadap impornya

Unbanked Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya ditawarkan oleh bank-bank
ritel

Velositas uang Kecepatan perputaran uang yang beredar

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan | Periode Mei 2017
118 Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru
LAMPIRAN

Istilah Keterangan

Volatile food Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam,
atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan
internasional

Yield Imbal hasil

Yoy Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan,
triwulan, semester, atau tahun) terhadap titik waktu yang sama satu tahun sebelumnya

Ytd Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan,
triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada tahun sebelumnya (31 Desember). Ytd biasanya untuk mengukur
pertumbuhan secara akumulatif.

Yuan Mata uang Tiongkok

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan| Periode Mei 2017
Mendorong Sumber Pertumbuhan Baru 119

Anda mungkin juga menyukai