Anda di halaman 1dari 26

Makalah Keperawatan Anak

Sepsis pada Anak

Disusun Oleh :

Anggraini (04121003008)

Lanny Tria Damayanti (04121003015)

Rini Diana Sari (04121003032)

Evrika Sanny Maibang (04121003022)

Marleyn Alvionita (04111003052)

Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Kedokteran

Universitas Sriwijaya

2015

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang senantiasa


berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah
dengan judul Sepsis pada Anak.
Dalam menyelesaikan makalah ini kami telah berusaha untuk mencapai
hasil yang maksimum, tetapi dengan keterbatasan wawasan, pengetahuan,
pengalaman dan kemampuan yang kami miliki, kami menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari sempurna.
Terselesainya makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak,oleh
karena itu pada kesempatan ini kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1) Dosen Bagian Keperawatan Anak Unsri selaku Dosen pembimbing
dan pengajar yang telah memberi pengetahuan.
2) Literatur yang ada di internet dan perpustakaan umum yang
menambah wawasan.
Selanjutnya kami mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Apabila banyak
kesalahan dan kekurangan dalam penulisan dan keterbatasan materi kami mohon
maaf sebesar- besarnya. Semoga makalah ini bermanfaat dan berguna bagi yang
membacanya.

Indralaya, September 2015

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................iii

BAB I .................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 5
1.3 Tujuan ....................................................................................................................... 5
BAB II................................................................................................................................. 6
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................................... 6
2.1 Pengertian ................................................................................................................. 6
2.2 Epidemiologi ............................................................................................................. 6
2.3 Etiologi...................................................................................................................... 7
2.4 Patogenesis................................................................................................................ 7
2.5 Manifestasi Klinis ..................................................................................................... 8
2.6 Diagnosis................................................................................................................... 9
2.7 Pengobatan............................................................................................................ 10
2.8 Intervensi keperawatan ........................................................................................... 11
BAB III ............................................................................................................................. 13
ASUHAN KEPERAWATAN........................................................................................... 13
BAB III ............................................................................................................................. 23
PEMBAHASAN ............................................................................................................... 23
BAB IV ............................................................................................................................. 25
PENUTUP ........................................................................................................................ 25
4.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 26

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berbagai upaya pembangunan dibidang kesehatan diarahkan untuk
meningkatkan kelangsungan hidup bayi dan anak. Bayi menjadi fokus dalam
setiap program kesehatan karena dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya
setiap saat menghadapi berbagai ancaman bagi kelangsungan hidupnya seperti
kesakitan dan kematian akibat berbagai masalah kesehatan.

Berdasarkan data WHO terdapat 10 juta kematian neonatus dari 130 juta
bayi yang lahir setip tahunnya. Secara global lima juta neonatus meninggal setiap
tahunnya, 98% terjadi di negara yang sedang berkembang. Angka kematian bayi
50% terjadi pada periode neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama
kehidupan. (Sianturi dkk, 2012).

Penyebab langsung kematian mortalitas adalah sepsis, asfiksia


neonatorum, trauma lahir, prematurius, dan malformasi kongential. Lebih dari
sepertiga empat juta bayi meninggal dunia setiap tahunnya yang disebabkan oleh
infeksi berat dan 25% dari 1000 bayi yang meninggal disebabkan oleh sepsis
neonatorum. Sepsis neunatorum atau septicemia neonatorum merupakan keadaan
dimana terdapat infeksi pleh bakteri dalam darah di seluruh tubuh (Maryunani dan
Nurhayati, 2009). Angka kejadian sepsis pada neonatus di negara yang sedang
berkembang masih cukup tinggi berkisar 18 kasus setiap 1000 kelahiran
dibandingkan di negara maju berkisar satu sampai lima kasus setiap 1000
kelahiran (Sianturi dkk, 2012).

Di Indonesia Sepsis neonatal terjadi pada kurang dari 30% kematian pada
bayi baru lahir. Angka kejadian sepsis neonatorum di beberapa rumah sakit
rujukan di Indonesia berkisar antara 8,76% dan 30,29% dengan angka kematian
antara 11,56% dan 49,9%. Angka kejadian sepsis neonatorum di beberapa rumah

4
sakit rujukan berkisar antara 1,5% sampai dengan 3,72% dan tingkat kematiannya
antara 37,89% sampai 80%.

Berdasarkan data diatas infeksi merupakan penyebab kematian terbanyak.


Salah satu infeksi yang terjadi pada bayi adalah sepsis neonatorum. Sepsis
neonatorum merupakan suatu infeksi bakteri berat yang menyebar ke seluruh
tubuh bayi baru lahir.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian sepsis pada anak ?
2. Bagaimana epidemiologi sepsis pada anak ?
3. Apa saja etiologi sepsis pada anak ?
4. Bagaimana patogenesis sepsis pada anak ?
5. Bagaimana manifestasi klinik sepsis pada anak ?
6. Bagaimana diagnosis sepsis pada anak ?
7. Bagaimana pengobatan sepsis pada anak ?
8. Bagaimana intervensi keperawatan sepsis pada anak ?
9. Bagaimana asuhan keperawatan sepsis pada anak ?
10. Bagaiman analisis jurnal sepsis pada anak ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian sepsis pada anak.
2. Untuk mengetahui epidemiologi sepsis pada anak.
3. Untuk mengetahui etiologi sepsis pada anak.
4. Untuk mengetahui pathogenesis sepsis pada anak.
5. Untuk mengetahui manifestasi klinik sepsis pada anak.
6. Untuk mengetahui diagnosis sepsis pada anak.
7. Untuk mengetahui pengobatan sepsis pada anak.
8. Untuk mengetahui intervensi keperawatan sepsis pada anak.
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan sepsis pada anak.
10. Untuk mengetahui analisis jurnal sepsis pada anak.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian
Sepsis neonatus, sepsis neonatorum dan septikemia neonatus merupakan
istilah yang telah digunakan untuk menggambarkan respon sistemik terhadap
infeksi pada bayi baru lahir. Ada sedikit kesepakatan pada penggunaan istilah
secara tepat, yaitu apakah harus dibatasi berdasarkan pada infeksi bakteri, biakaan
darah positif, atau keparahan sakit, kini ada pembahasan yang cukup banyak
mengenai definisi sepsis yang tepat dalam kepustakaan perawatan kritis. Hal ini
merupakan akibat dari ledakan informasi mengenai patogenensis sepsis dan
ketersedianya zat baru untuk terapi potensial, misalnya antibodi monoklonal
terhadap endotoksin dan faktor nekrosis tumor (TNF), yang dapat mengobati
sepsis yang mematikan pada binatang percobaan. Untuk mengevaluasi dan
memanfaatkan cara terapi baru ini secara tepat, sepsis memerlukan definisi
yang lebih tepat.

Penyebab dapat tidak diketahui, tetapi organisme penyebab yang lazim


pada neonatus meliputi E. Coli, Listeria monocytogenes, streptococci grup B,
enterovirus, dan virus herpes simpleks serta organisme penyebab yang lazim pada
anak-anak meliputi N. Meningitides, Streptococcus pneumoniae, dan
Staphylococcus aureus (Enrione & Powell, 2007).

2.2 Epidemiologi
Insiden sepsis neonatorum beragam menurut definisinya, dari 1-4/1000
kelahiran hidup di negara maju dengan fluktuasi yang besar sepanjang waktu dan
tempat geografis. Keragaman insidens dari RS ke RS lainnya dapat dihubungkan
dengan angka prematuritas, perawatan prenatal, pelaksanaan persalinan, kondisi
lingkungan di ruang perawatan. Angka sepsis neonatorum meningkat secara
bermakna pada bayi dnegan berat badan lahir rendah dan bila ada faktor resiko ibu
(obstetrik) atau tanda-tanda korioamnionitis, seperti ketuban pecah lama (> 18

6
jam), demam intrapartum ibu (>37,5o), leukositosi ibu (>18.000), pelunakan
uterus dan takikardia janin (>180 kali/menit).

Faktor resiko host meliputi jenis kelamin laki-laki, cacat imun didapat atau
kongenital, galaktosemia (E.coli), pemberian besi intramuskular, anomali
kongenital ( saluran kencing, asplenia, mielomeningokel, saluran sinus ), omfalitis
dan kembar (terutama kembar kedua dari janin yang terinfeksi). Prematuritas
merupakan faktor resiko baik pada sepsis mulai-awal maupun mulai-akhir.

2.3 Etiologi
Bakteri, virus, jamur, dan protozoa (jarang) dapat menyebabkan sepsis
pada neonatus. Penyebab yang paling sering dari sepsis mulai-awal adalah
streptococcus group B (SGB) dan bakteri enterik yang didapat disebabkan oleh
SGB, virus herpes simplek (HSV), enterovirus dan E.coli K1. Pada bayi dengan
berat badan sangat rendah, Candida dan stafilokokus koagulase-negatif (CONS),
merupakan patogen yang paling umum pada sepsis mulai-akhir.

Selain itu dapat disebabkan karena penyakit infeksi yang diderita ibu
selama kehamilan, perawatan antenatal yang tidak memadai, pertolongan
persalinan yang tidak higiene, partus lama, partus dengan tindakan, kelahiran
kurang bulan, BBLR, cacat bawaan, atau adanya trauma lahir, asfiksia neonatus,
tindakan invasid pada neonatus.

2.4 Patogenesis
Walaupun jarang terjadi, penghirupan cairan amnion yang terinfeksi dapat
menyebabkan pneumonia dan sepsis dalam rahim, ditandai dengan distres janin
atau asfiksia neonatus. Pemaparan terhadap patogen saat persalinan dan dalam
ruang perawatan atau dimasyarakat merupakan mekanisme infeksi setelah lahir.

Manifestasi fisiologi respon terhadap peradangan ditengahi oleh berbagai


sitokin proradang, terutama TNF, interleukin-1, dan interleukin-6 dan oleh hasil
samping aktivasi sistem komplemen dan koagulasi. Walaupun penelitian bbl
terbatas, namun nampak bahwa produksi beberapa sitokin dapat menurun, yang
konsisten dengan terganggunya respon radang. Namun peningkatan kadar
interleukin-6, TNF, dan faktor pengaktif trombosit telah dilaporkan pada bbl yang

7
menderita sepsis neonatorum dan NEC. Interleukin-6 nampaknya merupakan
sitokin yang paling sering meningkat pada sepsis neonatorum.

Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus


melalui beberapa cara yaitu :

a) Pada masa natenatal atau sebelum lahir pada masa antenatal kuman dari ibu
setelah melewati plasenta dan umbilicus masuk kedalam tubuh bayi melalui
sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat
menembus plasenta, antara lain virus herpes, influenza,dan lain-lain. Bakteri
yang dapat melalui jalur ini antara lain malaria, sifilis, dan toxoplasma.
b) Pada masa intranatal atau saat persalinan infeksi saat persalinan terjadi karena
kuman yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion
akibatnya terjadi amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui
umbilicus masuk ke tubuh bayi. Cara lain yaitu, saat persalinan, cairan
amnion yang sudah terinfeksi dapat terinhalasi oleh bayi dan masuk ke
traktus digestivus dan traktus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi
pada lokasi tersebut.
c) Infeksi pascanatal atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah
kelahiran, umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan diluar
rahim.
d) Sepsis menyebabkan sindrom respons inflamasi sistemik (systemic
inflamatory respons syndrome, SIRS) akibat infeksi.
e) Proses yang kompleks terjadi akibat efek produk atau toksin bakteri yang
tersirkulasi, yang dimediasi oleh pelepasan sitokin, terjadi sebagai hasil dari
bakteremia yang berlanjut.
f) Gangguan fungsi pulmonal, hati, atau ginjal dapat terjadi akibat pelepasan
sitokin yang berlebihan.

2.5 Manifestasi Klinis


Pada BBL, infeksi harus dipertimbangkan pada diagnosis banding tanda-
tanda fisik. Semuanya ini mungkin mempunyai penjelasan noninfeksi. Bila
banyak sistem terlibat atau bila tanda-tanda kardiorespirasi menunjukan sakit
berat. Tanda awal mungkin terbatas pada hanya satu sistem, seperti apnea,

8
takipnea dengan retraksi, atau takikardia, namun pemeriksaan laboratorium dan
klinis secara menyeluruh biasanya akan mengungkapkan kelainan lainnya. Bayi
yang tersangka sepsis seharusnya diperiksa untuk mengetahui penyakit sistem
multiorgan. Asidosi metabolik sering terjadi. Hipoksemia dan retensi karbon
dioksida dapat dikaitkan dengan sindrom pernapasan kongenital dan dewasa
(RDS) atau pneumonia.

Banyak bbl yang terinfeksi tidak memilki kelainan fisiologi sistemik yang
serius. Banyak bayi dengan pneumonia dan bayi dengan NEC stadium II tidak
menderita sepsis. Sebaliknya, NEC stadium III biasanya disertai oleh gejala
sistemik sepsis, dan infeksi saluran kencing (UTI) akibat uropati obstruksi, dapat
mempunyai kelainan hematologis dan hepatis yang serupa dengan sepsis. Setiap
bayi harus dievaluasi kembaliu sepanjang waktu untuk menentukan apakah
perubahan fisiologis akibat infeksi telahmebcapai tingkat sedang hingga berat
yang konsisten dengan sepsis.

Manifetasi akhir sepsis meliputi tanda-tanda edema serebral dan/atau


trombosis, gagal napas sebagai akibat sindrom distres respirasi didapat (ARDS),
Hipertensi pulmonal, gagal jantung, gagal ginjal, penyakit hepatoseluler dengan
hiperbilirubinemia, dan peningkatan enzim, waktu protrombin dan waktu
tromboplastin parsial yang memanjang, syok septik, pendarahan adrenal disertai
insufisiensi adrenal, kegagalan sumsum tulang (trombositopenia, netropenia,
anemia), dan koagulasi intravaskular diseminata.

2.6 Diagnosis
Adanya infeksi merupakan kriteria diagnosis pertama yang harus
ditemukan ada;ah penting untuk di catat bahwa bayi dengan sepsis bakteri dapat
memiliki biakan darah negatif, sehingga pendekatan lain untuk identifikasi harus
diambil. Uji untuk menunjukan respon radang meliputi laju endap darah, protein
C-reaktif, haptoglobin, fibrinogen, pewarna tetrazolium nitroblue, dan fosfatase
alkali leukosit. Pada umumnya, uji ini memilki sensitifitas yang terbatas dan tidak
membantu. Hanya angka hitung darah lengkap serta hitung jenis dan rasio
neutrofil imatur terhadap neutrofil total yang dapat memberikan informasi
prediktif segera dibandingkan dengan standar umur. Neutropenia lebih sering

9
terjadi daripada neutrofilia pada sepsis neonatorum berat, namun neutropenia ini
dapat juga terjadi berkaitan dengan hipertensi ibu, sensitisasi neonatus,
perdarahan periventrikular, kejang-kejang, pembedahan dan mungkin hemolisis.
Bila rasio neutrofil imatur dibanding neutrofil total 0,16 atau lebih besar, hal ini
menunjukan adanya infeksi bakteri.

Kriteria besarnya perubahan fisiologis pada bbl dengan sepsis kini belum
ditentukan, namun harus sesuai dengan pengaruh sistemik mediator endogen pada
satu atau lebih sistem organ. Misalnya, pengaruh sepsis pneumonia pada fungsi
harus melampaui kerusakn lokal pada paru-paru.

2.7 Pengobatan
Pengobatan sepsis neonatorum dapat dibagi menjadi terapi antimikrobia
pada patogen yang dicurigai atau yang telah diketahui dan perawatan pendukung.
Cairan, elektrolit, dan glukosa harus dipantau dengan teliti, disertai dengfan
perbaikan hipovolemia, hiponatremia, hipokalsemia, dan hipoglikemia, serta
pembatasan cairan jika sekresi hormon antidiuretik tidak memadai. Syok,
hipoksia, dan asidosis metabolik harus dideteksi dan dikelola dengan pemberian
agen inotropik, resusitasi cairan, dan ventilasi makanik. Oksigenasi Jaringan yang
cukup harus dipertahankan karena dukungan ventilasi seringkali diperlukan untuk
gagal napas yang disebabkan oleh pneumonia kongenital,sirkulasi janin menetap,
atau RDS dewasa. Hipoksia refrakter dan syok memerlukan oksigenasi membran
ekstrakorporeal , yang telah menurunkan angka mortalitas pada bayi cukup bulan
dengan syok sepsis dan sirkulasi janin persisten. Hiperbilirubinemia harus
dipantau dan ditangani dengan transfusi tukar karena resiko kern ikterik
meningkat oleh adanya sepsis. Nutrisi parenteral harus dipertimbangkan pada bayi
yang tidak dapat makan secara enteral.

DIC dapat menyertai septikemia neonatus. Angka trombosit, Hb, PT, PTT,
dan produk-produk pecahan fibrin harus dipantau. DIC dapat diatasi dengan
penatalaksanaan sepsis primer, namun jika pendarahan terjadi, berikan plasma
beku segar, transfusi trombosit, atau darah lengkap.

10
Karena penurunan jumlah neutrofil dihubungkan dengan prognosis yang
buruk telah dilakukan sejumlah percobaan klinis terapi penggantian
polimorfonuklear, dengan hasil yang bervariasi. Sepsis yang tidak responsif
terhadap antibiotik dengan neutropenia menetap dapat merupakan indikasi untuk
tranfusi garnulosit. Penggunaan faktor perangsang koloni granulosit-makrofag
sedang diteliti. Penggobatan menggunakan IVIG yang mengandung antibodi
spesifik kini sedang diteliti secara klinis. Kini, tranfusi granulosit, faktor
perangsang koloni granulosit, dan IVIG merupakan terapi eksperimental yang
nilainya belum jelas.

Penting untuk mengingat bahwa agen non bakteri yang infeksius dapat
menyebabkan sindrom sepsis neonatorum. Infeksi herpes simples memerlukan
penanganan spesifik. Agen harus dipertimbangkan pada semua penderita yang
memiliki hasil biakan negatif namun kondisinya terus memburuk meskipun telah
diberikan perawatan pendukung dan penggunaan antibiotik berspektrum luas.

Dosis antibiotik untuk sepsis neonatorum :

a. Ampisilin 200 mg/kg BB/hari, dibagi 3 atau 4 kali pemberian.


b. Gentamisin 5 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 2 kali pemberian.
c. Kloramfenikol 25 mg/kg BB/hari, dibagi 3 atau 4 kali pemberian.
d. Eritromisin 50 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 dosis.
e. Berikan lingkungan dengan temperatur netral.
f. Pertahankan kepatenan jalan nafas.
g. Observasi tanda-tanda syok septic.
h. Antisipasi masalah potensial seperti dehidrasi/hipoksia.

2.8 Intervensi keperawatan


Pantau secara cermat untuk perubahan kondisi, khususnya perkembangan
tanda syok
Berikan antibiotik sesuai instruksi
Cegah infeksi
Praktikan mencuci tangan yang ketat

11
Minimalkan sumber infeksi lingkungan dengan membersihkan peralatan
dan mengganti linen dan balutan yang kotor dengan tepat serta mengikuti
teknik aseptik yang benar pada seluruh prosedur invasif.
Anjurkan imunisasi yang direkomendasikan
Lakukan edukasi pada anak dan keluarga :
Jelaskan bahwa identifikasi dini tanda sepsis sangat penting dalam
menjaga morbiditas dan mortalitas
Lakukan edukasi pada orangtua mengenai pentingnya demam, terutama
pada neonatus dan bayi berusia kurang dari 3 bulan.
Instruksikan orang tua untuk menghubungi dokter atau praktisi perawat
mereka jika bayi atau neonatus mengalami demam. Dokter atau praktisi
perawat harus memeriksa setiap anak yang mengalami demam serta
disertai dengan letargi, respon yang buruk, atau kekurangan ekspresi
wajah.
Jelaskan bahwa tanda dan gejala sepsis dapat tersembunyi dan bervariasi
dari satu anak ke anak lainnya
Anjurkan orang tua untuk menghubungi dokter atau praktisi perawat
mereka jika mereka merasa anak mereka yang mengalami demam tidak
bertindak dengan benar.

12
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Biodata / identitas
Nama : Diisi sesuai nama pasien.
Umur : Biasanya menyerang pada usia neonatal 0 hari 28 hari Infeksi
nasokomial pada bayi berat badan lahir sangat rendah (<1500gr) rentan sekali
menderita sepsis neonatal.
Alamat : tempat tinggal keluarga tempat tinggalnya padat dan tidak higienis.

2. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama : Klien datang dengan tubuh berwarna kuning, letargi, kejang, tak
mau menghisap, lemah.
b) Riwayat penyakit sekarang: cara lahir (normal), hilangnya reflek rooting,
kekakuan pada leher, tonus otot meningkat serta asfiksia atau hipoksia.apgar
score, jam lahir, kesadaran.
c) Riwayat penyakit dahulu : Ibu klien mempunyai kelainan hepar atau kerusakan
hepar karena obstruksi.
d) Riwayat kehamilan: demam pada ibu (<37,9c), riwayat sepsis GBS pada bayi
sebelumnya, infeksi pada masa kehamilan.
e) Riwayat prenatal: Anamnesis mengenai riwayat inkompatibilitas darah, riwayat
transfusi tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya, kehamilan dengan
komplikasi, obat yang diberikanpd ibu selama hamil / persalinan, persalinan
dgntindakan / komplikasi, rupture selaput ketuban yang lama (>18 jam),
persalinan premature(<37 minggu.
f) Riwayat neonatal : Secara klinis ikterus pada neonatal dapat dilihatsegera setelah
lahir atau beberapa hari kemudian. Ikterus yang tampakpun ssngat tergantung
kepada penyebeb ikterus itu sendiri. Bayi menderita sindrom gawat nafas,

13
sindrom crigler-najjar, hepatitis neonatal, stenosis pilorus, hiperparatiroidisme,
infeksi pasca natal dan lain-lain.
g) Riwayat penyakit keluarga: Orang tua atau keluarga mempunyai riwayat penyakit
yang berhubungan dengan hepar atau dengan darah.
h) Riwayat imunisasi : Ditanyakan apakah sudah pernah imunisasi DPT / DT atau
TT dan kapan terakhir.

3. Activity daily living


a) Nutrisi : Bayi tidak mau menyusu.
b) Eliminasi : BAB 1x/hari
c) Aktifitas latihan : Kekauan otot, lemah, sering menangis.
d) Istirahat tidur : Pola tidur bayi yang normalnya 18 20 jam/hari, saat sakit
berkurang.
e) Personal hygiene : Biasanya pada bayi yang terkena Infeksi neonatorum, melalui
plasenta dari aliran darah maternal atau selama persalinan karena ingesti atau
aspirasi cairan amnion yang terinfeksi.
f) Psikososial : Bayi rewel

4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum: lemah, sulit menelan, kejang
Kesadaran: normal
Vital sign
TD : normal ( 120/80 mm Hg)
Nadi : normal (110-120 x/menit)
Suhu : meningkat (36,5C 37C)
Pernafasan : meningkat > 40 x/menit (bayi) normal 30-60x/menit)

14
b. Kepala dan leher:
Inspeksi: Simetris, dahi mengkerut
Kepala: Bentuk kepala mikro atau makrosepali, trauma persalinan, adanya
caput, kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar cembung.
Rambut : Lurus/keriting, distribusi merata/tidak, warna hitam.
Mata : Agak tertutup / tertutup.
Mulut : Mecucu seperti mulut ikan.
Hidung : Pernafasan cuping hidung, sianosis.
Telinga : Bersih, tidak ada jejas.
Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan limfe.
Leher : Terdapat kaku kuduk pada leher

c. Dada
Inspeksi : Simetris, terdapat tarikan otot bantu pernafasan
Palpasi : Denyutan jantung teraba cepat, badan terasa panas
Perkusi : Jantung : Dullness
Paru : Sonor
Auskultasi : terdengar suara wheezing

d. Abdomen
Inspeksi : Flat / datar, terdapat tanda tanda infeksi pada tali pusat (jika infeksi
melalui tali pusat), keadaan tali pusat dan jumlah pembuluh darah (2 arteri dan 1
vena).
Palpasi : Teraba keras, kaku seperti papan
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Terdengar bising usus

e. Kulit
Turgor kurang, pucat, kebiruan

15
f. Genetalia
Tidak kelainan bentuk dan oedema, Apakah terdapat hipospandia, epispadia,
testis BAK pertama kali.

g. Ekstremitas
Suhu pada daerah akral panas, Apakah ada cacat bawaan, kelainan bentuk, Fleksi
pada tangan, ekstensi pada tungkai, hipertoni sehingga bayi dapat diangkat bagai
sepotong kayu.

6. Pemeriksaan Spefisik
a. Apgar score
b. Frekuensi kardiovaskuler: apakah ada takikardi, brakikardi, normal.
c. Sistem neurologis
4. Reflek moro: tidak ada, asimetris/hiperaktif
5. Reflek menghisap: kuat, lemah
6. Reflek menjejak: baik, buruk
7. koordinasi reflek menghisap dan menelan

7. Pemeriksaan laboatorium
a. sampel darah tali pusat
b. fenil ketonuria
c. hematokrit

B. Analisa dan Sintesa DatA


Analisa data merupakan proses intelektual yang meliputi kegiatan
mentabulasi, menyeleksi, mengelompokkan, mengaitkan data, menentukan
kesenjangan informasi, melihat pola data, membandingakan dengan standar,
menginterpretasi dan akhirnya membuat kesimpulan. Hasil analisa data adalah
pernyataan masalah keperawatan atau yang disebut diagnosa keperawatan.

16
C. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap infeksi (progesi dari sepsis ke syok sepsis) berdasarkan
prosedur invasif, pemajanan lingkungan (nasokomial).
2. Hipertermia berhubungan dengan kerusakan control suhu sekunder akibat infeksi
atau inflamasi
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder akibat
demam
4. Pola nafas tidak efektif b/d perubahan pada suplai O2
(Doenges, 2000)

D. Rencana Keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap infeksi (progesi dari sepsis ke syok sepsis) berdasarkan
prosedur invasif, pemajanan lingkungan (nasokomial).
a. tujuan: Mengenali secara dini bayi yang mempunyai resiko menderita infeksi.
b. kriteria hasil: penularan infeksi tidak terjadi.
c. intervensi dan rasional.

INTERVENSI RASIONAL
1. 1. Berikan isolasi/ pantau pengunjung
1. Isolasi luka linen dan mencuci
sesuai indikasi. tangan adalah yang dibutuhkan
untuk mengalirkan luka, sementar
pengunjung untuk mengurangi
kemungkinan infeksi.
2. 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah2. Mengurangi kontaminasi ulang.
melakukaan aktivitas walaupun
menggunakan sarung tangan steril.
3. 3. Dorong penggantian posisi , nafas Bersihkan paru yang baik untuk
dalam/ batuk. mencegah pnemonia
4. Batasi penggunaan alat/prosedur invasif
3. Mencegah penyebaran infeksi
jika memungkinkan. melalui proplet udara.
5. 5. Pantau kecendrungan suhu. 4. Demam ( 38,5OC- 40OC)
disebabkan oleh efek dari
endotoksinhipotalkus dan endofrin
yang melepaskan pirogen.

17
2. Hipertermia berhubungan dengan kerusakan control suhu sekunder akibat infeksi
atau inflamasi.
a) a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan 1x24 jam diharapkan suhu tubuh
dalam keadaan normal ( 36,5-37 )
b) b. Kriteria Hasil
Suhu tubuh berada dalam batas normal (Suhu normal 36,5o-37o C)
Pasien mampu tidur dengan nyenyakPasien tidak kejang
hasil lab sel darah putih (leukosit) antara 5.000-10.000/mm3
Nadi dan frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus normal 110-
120 x/menit, frekwensi napas neonatus normal 30-60x/menit)

c. Intervensi dan Rasional

INTERVENSI RASIONAL
1. Monitoring tanda-tanda vital setiap dua Perubahan tanda-tanda vital yang
jam dan pantau warna kuli. signifikan akan mempengaruhi proses
regulasi ataupun metabolisme dalam
tubuh.
2. Observasi adanya kejang dan dehidrasi Hipertermi sangat potensial untuk
menyebabkan kejang yang akan
semakin memperburuk kondisi pasien
serta dapat menyebabkan pasien
kehilangan banyak cairan secara
evaporasi yang tidak diketahui
jumlahnya dan dapat menyebabkan
pasien masuk ke dalam kondisi
dehidrasi.
3. Berikan kompres denga air hangat pada Kompres pada aksila, leher dan lipatan
aksila, leher dan lipatan paha, hindari paha terdapat pembuluh-pembuluh
penggunaan alcohol untuk kompres. dasar besar yang akan membantu

18
menurunkan demam. Penggunaan
alcohol tidak dilakukan karena akan
menyebabkan penurunan dan
peningkatan panas secara drastis.
Kolaborasi Pemberian antipiretik juga diperlukan
4. Berikan antipiretik sesuai kebutuhan untuk menurunkan panas dengan
jika panas tidak turun. segera.

3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder akibat


demam
a) Tujuan: setelah dilakukan tindakan 1x24 jam diharapkan kebutuhan akan cairan
terpenuhi dan TTV dalm batas normal
b) Kriteria Hasil
o Bayi mampu menyusu
o BB pasien optimal
o intake adekuat
o Bayi mau menghabiskan ASI/PASI 25 ml/6 jam
c) Intervensi dan Rasional

INTERVENSI RASIONAL
1. Monitoring tanda-tanda vital setiap dua Perubahan tanda-tanda vital yang
jam dan pantau warna kulit signifikan akan mempengaruhi proses
regulasi ataupun metabolisme dalam
tubuh.
2. Observasi adanya hipertermi, kejang dan Hipertermi sangat potensial untuk
dehidrasi. menyebabkan kejang yang akan
semakin memperburuk kondisi pasien
serta dapat menyebabkan pasien
kehilangan banyak cairan secara
evaporasi yang tidak diketahui
jumlahnya dan dapat menyebabkan
pasien masuk ke dalam kondisi
dehidrasi.

19
3. Berikan kompres hangat jika terjadi Kompres air hangat lebih cocok
hipertermi, dan pertimbangkan untuk digunakan pada anak dibawah usia 1
langkah kolaborasi dengan memberikan tahun, untuk menjaga tubuh agar tidak
antipiretik. terjadi hipotermi secara tiba-tiba.
Hipertermi yang terlalu lama tidak baik
untuk tubuh bayi oleh karena itu
pemberian antipiretik diperlukan untuk
segera menurunkan panas, misal
dengan asetaminofen.
4. Berikan ASI/PASI sesuai jadwal dengan Pemberian ASI/PASI sesuai jadwal
jumlah pemberian yang telah diperlukan untuk mencegah bayi dari
ditentukan kondisi lapar dan haus yang berlebih.

4. Pola nafas tidak efektif b/d perubahan pada suplai O2


a) Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam dapat mengatur
dan membantu usaha bernapasan dan kecukupan oksigen.
b) Kriteria Hasil:
o Hipoksimia teratasi, mengalami perbaikan kebutuhan O2
o Keluarga dapat memposisikan bayinya sesuai yang diajarkan perawat
o Pernafasan 30 40 x/menit
o Tidak ada pernafasan cuping hidung
o Tidak ada tarikan otot bantu pernafasan
o Tidak mengalami dispnea dan sianosis

c) Intervensi dan Rasional

Intervensi Rasional
Pertahankan jalan nafas paten. Meningkatkan ekspansi paru-paro, upaya
Tempatkan pasienpada posisi yang pernafasan
nyamandengan kepala tempat tidur
tinggi
Pantau frekuansi kedalaman Pernafasan cepat atau dangkalterjadi
dan
pernafasan. Catat penggunaan otot karena hipoksemia stress dan sirkulasi
endotoksin.hipovestilasi dan dispnea
aksesoris/ upaya untuk bernafas

20
merefleksikan mekanisme kompensasi
yang tida efektif dan merupakan indikasi
bahwa diperlukan dukungan ventilator.
Auskultasi bunyi nafas. Perhatikan Kesulitan pernafasan dan munculnya
krekels , mengi, area yang mengalami bunyi advevtisinus merupakan indicator
penurunan/ kehilangan ventilasi dari kongesti pulmonal/edema
interstisial. Etelektasis
Catat munculnya sianosis sirkumoral Menunjukkan ogsigen sistemik tidak
adekuat/pengurangan perfusi
Selidiki perubahan pada sensorium, Fungsi serebral sangat sensitive terhadap
agitasi, kacau mental, perubahan penurunan oksigenasi
kepribadian, delirium, koma
Berikan o2 tambahan melalui jalur Diperlukan untuk mengoreksi
yang sesuai, misalnya kanula nasal, hipoksemia dengan menggagalkan
masker upaya/progresi asidosis respitorik
Tinjau sinar x dada Perubahan menunjukkan perkembangan/
resolusi dari komplikasi pulmonal,
misalnya edema.

E. Implementasi
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat
mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan
dimonitor kemajuan kesehatan klien ( Santosa. NI, 1989;162 ).

F. Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan
data subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan
keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan
langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah selanjutnya ( Santosa.NI,
1989;162).

21
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik dan terencana tentang kesehatan
pasien dengan berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan . Dalam evaluasi tujuan
tersebut terdapat tiga alternatif, yaitu :
a. Tujuan tercapai : pasien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan.
b. Tujuan tercapai sebagian : pasien menunjukkan perubahan sebagian sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan.
c. Tujuan tidak tercapai : pasien tidak menunjukkan perubahan dan kemajuan
sama sekali

22
BAB III

PEMBAHASAN

Prinsip pengobatan pada sepsis neonatorium adalah mempertahankan


metabolisme tubuh dan memperbaiki keadaan umum dengan pemberian cairan IV
termasuk kebutuhan nutrisi.

Menurut Yu Victor Y.H dan Hans E, pemberian antibiotik hendaknya


memenuhi kriteria efektif berdasarkan hasil pemantauan mikrobiologi, murah dan
mudah diperoleh, tidak toksik, dapat menembus sawar darah otak dan dapatdiberi
secara parenteral.

Pilihan obat yang diberikan ialah ampisilin, gentamisin, kloramfenikol,


eritromisin, atau obat lain sesuai hasil tes resistensi.

Beberapa penelitian terakhir melaporkan bahwa sensitifitas kuman


terhadap ampisilin dan gentamisin yang lazim digunakan sebagai terapi sepsis
neonatorum telah menurun sehingga digunakan sefalosporin generasi ketiga
sebagai alternatif.
Menurut penelitian Imran, Melani dkk : 2001 tentang Perbandingan
Efektifitas Kombinasi Ampisilin dan Gentamisin dengan seftazidim Pada
Pengobatan Sepsis Neonatorum.
Dilakukan penelitian uji klinik acak tersamar ganda terhadap 50 kasus
tersangka sepsis neonatorum dengan tujuan untuk menilai perbandingan
efektivitas kombinasi ampisilin dan gentamisin dengan seftazidim. Subyek
penelitian adalah seluruh pasien yang dicurigai sepsis neonatorum dan memenuhi
persyaratan penelitian. Data diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisis dan
laboratorium.
Seftazidim mempunyai potensi yang tinggi secara invitro, stabil terhadap
inaktivasi betalaktamase, dan mempunyai spektrum luas terhadap banyak bakteri
enterik Gram negatif, anaerob serta terhadap streptokokus.

23
Dari observasi tersebut terlihat bahwa angka kematian pasien yang
mendapat kombinasi ampisilin dan gentamisin 60,8%, angka kematian pasien
yang mendapat kombinasi ampisilin dan gentamisin yang kemudian diganti
seftazidim adalah 30%, sedangkan pasien yang langsung mendapat seftazidim dari
awal mempunyai angka kematian 10,5%.5 Dari pengamatan tersebut tampak
bahwa pasien yang diobati ampisilin dengan gentamisin memperlihatkan respons
klinis yang kurang baik dengan angka kematian yang tinggi.
Hasil pengobatan seftazidim jauh lebih baik dibanding dengan kombinasi
ampisilin dan gentamisin pada pengobatan sepsis neonatorum. Spektrum kuman
penyebab sepsis neonatorum yang terbanyak adalah Gram negatif , yaitu A.
Calcoaceticus, P aeruginosa, E.coli, dan K. Pneumonia, dan kuman Gram positif
yang ditemukan adalah S. Epidermidis, S. Aureus, dan S. Viridas.
Sensitifitas A. Calcoaceticus, P aeruginosa, E-coli, K. Pneumonia dan S.
Epidermidis terhadap ampisilin berturut-turut adalah 0, 0, 100, 0 dan 100%;
terhadap gentamisin adalah 18,8, 25, 33,3, 50 dan 50%; sedangkan terhadap
seftazidim adalah 72,7, 100, 100, 0 dan 25%. Secara in-vitro sebagian besar
kuman resisten baik terhadap ampisilin maupun gentamisin, sedangkan sebagian
besar sensitif terhadap seftazidim.

24
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Sepsis neonatus, sepsis neonatorum dan septikemia neonatus merupakan
istilah yang telah digunakan untuk menggambarkan respon sistemik terhadap
infeksi pada bayi baru lahir.

Etiologi dari sepsis neonatorum, yaitu bakteri gram positif : penyebab


paling sering Streptokokus grup B dan bakteri gram negatif penyebab nomor 2
terbanyak Escherichia coli Kl.
Terapi sepsis neonatus adalah secara umum, khusus dan antibiotik. Dari
berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa pengobatan sepsis dapat dilakukan
dengan memberikan obat antibiotika, seperti hasil pengobatan seftazidim jauh
lebih baik dibanding dengan kombinasi ampisilin dan gentamisin pada
pengobatan sepsis neonatorum. Spektrum kuman penyebab sepsis neonatorum
yang terbanyak adalah Gram negatif , yaitu A. Calcoaceticus, P aeruginosa,
E.coli, dan K. Pneumonia, dan kuman Gram positif yang ditemukan adalah S.
Epidermidis, S. Aureus, dan S. Viridas.

25
DAFTAR PUSTAKA

Behrman, Richard E., Robert M. Kliegman, dan Ann M. Arvin 1996. Ilmu
Kesehatan Anak Nelson. Vol. 1 E/15. Editor Bahasa Indonesia oleh A.
Samik Wahab. 1999. Jakarta: EGC

Dewi, Rismala. 2011. Sepsis pada Anak: Pola Kuman dan Uji Kepekaan. Maj
Kedokteran Indonesia, Volume: 61, Nomor: 3.

Imran, Melina., Julniar M. Tasli, Herman Bermawi. 2001. Perbandingan


Efektifitas Kombinasi Ampisilin dan Gentamisin dengan Seftazidim Pada
Pengobatan Sepsis Neonatorum. Sari Pediatri, Vol. 3, No. 2, September
2001: 92-100.
Kyle, Terri. 2014. Pediatric Nursing Clinical Guide. Jakarta: EGC

26

Anda mungkin juga menyukai