Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan
kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain.
Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum
maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia. Masalah kesehatan jiwa lansia
termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas pada pasien-pasien Geriatri
dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari Gerontologi, yaitu ilmu yang
mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis,
psikologis, sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain. Menurut Setiawan (1973),
timbulnya perhatian pada orang-orang usia lanjut dikarenakan adanya sifat-sifat
atau faktor-faktor khusus yang mempengaruhi kehidupan pada usia lanjut.
Lansia merupakan salah satu fase kehidupan yang dialami oleh individu
yang berumur panjang. Lansia tidak hanya meliputi aspek biologis, tetapi juga
psikologis dan sosial. Menurut Laksamana (1983:77), perubahan yang terjadi pada
lansia dapat disebut sebagai perubahan `senesens` dan perubahan senilitas.
Perubahan `senesens adalah perubahan-perubahan normal dan fisiologik akibat
usia lanjut. Perubalian senilitas adalah perubahan-perubahan patologik
permanent dan disertai dengan makin memburuknya kondisi badan pada usia
lanjut. Sementara itu, perubahan yang dihadapi lansia pada umumnya adalah pada
bidang klinik, kesehatan jiwa dan problema bidang sosio ekonomi. Oleh karena
itu lansia adalah kelompok dengan resiko tinggi terhadap problema fisik dan
mental.
Proses menua pada manusia merupakan fenomena yang tidak dapat
dihindarkan. Semakin baik pelayanan kesehatan sebuah bangsa makin tinggi pula
harapan hidup masyarakatnya dan padan gilirannya makin tinggi pula jumlah
penduduknya yang berusia lanjut. Demikian pula di Indonesia.
Dalam pendekatan pelayanan kesehatan pada kelompok lansia sangat perlu
ditekankan pendekatan yang dapat mencakup sehat fisik, psikologis, spiritual dan
sosial. Hal tersebut karena pendekatan dari satu aspek saja tidak akan menunjang
pelayanan kesehatan pada lansia yang membutuhkan suatu pelayanan yang
komprehensif.
Usia lansia bukan hanya dihadapkan pada permasalahan kesehatan jasmani saja,
tapi juga permasalahan gangguan mental dalam menghadapi usia senja. Lansia
sebagai tahap akhir dari siklus kehidupan manusia, sering diwarnai dengan
kondisi hidup yang tidak sesuai dengan harapan. Banyak faktor yang
menyebabkan seorang mengalami gangguan mental seperti menarik diri.
Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa
lansia. Faktor-faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia
dapat menikmati hari tua mereka dengan bahagia. Adapun beberapa faktor yang
dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah
sebagai berikut:
1. Penurunan kondisi fisik
2. Penurunan fungsi dan potensi seksual
3. Perubahan aspek psikososial
4. Perubahan yang berkaitan dengan pekcrjaan
5. Perubahan dalam peran sosial di masyarakat
BAB II
PEMBAHASAN

ASPEK PSIKOSOSIAL PADA LANJUT USIA


A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Menarik diri adalah penilaian yang salah tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri pencapaian ideal diri
/cita-cita/harapan langsung menghasilkan perasaan berharga.Harga diri dapat
diperoleh melalui penghargaan diri sendiri maupun dari orang lain.Perkembangan
harga diri juga ditentukan oleh perasaan diterima,dicintai,dihormati oleh orang
lain,serta keberhasilan yang pernah dicapai individu dalam hidupnya
(Hidayat,2006).
Isolasi adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau
merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan
orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak (Carpenito, 1998)
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang
karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan
mengancam(Towsend,1998).
Seseorang dengan prilaku menarik diri akan menghindari interaksi dengan orang
lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran dan prestasi atau kegagalan. Ia
mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang
dimanivestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan tidak
sanggup membagi pengalaman dengan orang lain (DepKes, 1998).
Dari segi kehidupan sosio-cultural, interaksi sosial adalah merupakan hal
yang utama dalam kehidupan bermasyarakat, sebagai dampak adanya kerusakan
interaksi sosial : menarik diri akan menjadi suatu masalah besar dalam fenomen
kehidupan, yaitu terganggunya komunikasi yang merupakan suatu elemen penting
dalam mengadakan hubungan dengan orang lain atau lingkungan disekitarnya.
2. Penyebab
Penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah yaitu perasaan negatif
terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan,
yang ditandai dengan adanya perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah
terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, percaya
diri kurang, dan juga dapat mencederai diri (Carpenito,L.J,1998:352)

3. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya perilaku menarik diri adalah kegagalan
perkembangan yang dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak
percaya orang lain, ragu takut salah, putus asa terhadap hubungan dengan orang
lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan dan merasa
tertekan.
Berbagai teori telah diajukan untuk menjelaskan gangguan alam perasaan yang
parah. Teori ini menunjukkan rentang faktor-faktor penyebab yang mungkin
bekerja sendiri atau dalam kombinasi.
1. Faktor genetik, dianggap mempengaruhi tranmisi gangguan efektif
melalui riwayat keluarga atau keturunan.
2. Teori agresi menyerang kedalam menunjukkan bahwa depresi terjadi
karena perasaan marah yang ditujukan kepada diri sendiri.
3. Teori kehilangan objek, merujuk kepada perpisahan traumatik individu
dengan benda atau yang sangat berarti.
4. Teori organisasi kepribadian, menguraikan bagaimana konsep diri
yang negatif dan harga diri rendah mempengaruhi sistem keyakinan
dan penilaian seseorang terhadap sesuatu
5. Model kognitif menyatakan bahwa defresi, merupakan masalah
kognitif yang didominasi oleh evaluasi negatif seseorang terhadap diri
seseorang, dunia seseorang, dan masa depan seseorang.
4. Faktor Presipitasi
Sedangkan faktor presipitasi dari faktor sosio-cultural karena menurunnya
stabilitas keluarga dan berpisah karena meninggal dan faktor psikologis seperti
berpisah dengan orang yang terdekat atau kegagalan orang lain untuk bergantung,
merasa tidak berarti dalam keluarga sehingga menyebabkan klien berespons
menghindar dengan menarik diri dari lingkungan (Stuart and sundeen, 1995).

5. Tanda dan Gejala


1. Apatis, ekspresi, afek tumpul.
2. Menghindar dari orang lain (menyendiri) klien tampak memisahkan diri
dari orang lain.
3. Komunikasi kurang atau tidak ada.
4. Tidak ada kontak mata, klien lebih sering menunduk.
5. Berdiam diri di kamar/tempat berpisah klien kurang mobilitasnya.
6. Menolak hubungan dengan orang lain klien memutuskan percakapan
atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
7. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri dan kegiatan
rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan.

6. Rentang Respon
1. Menyendiri (solitude) merupakan respon yang dibutuhkan seseorang
untuk merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan
suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah selanjutnya.
2. Otonomi merupakan kemampuan individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide-ide pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
3. Bekerjasama (mutualisme) adalah suatu kondisi dalam hubungan
interpersonal dimana individu tersebut mampu untuk saling memberi dan
menerima.
4. Saling tergantung (interdependen) adalah suatu kondisi saling tergantung
antara individu dengan orang lain dalam membina hubungan
interpersonal.
5. Menarik diri merupakan suatu keadaan dimana seseoramg menemukan
kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
6. Tergantung (dependen) terjadi bila seseorang gagal mengambangkan rasa
percaya diri atau kemampuannya untuk berfungsi secara sukses.
7. Manipulasi merupakan gangguan hubungan sosial yang terdapat pada
individu yang menganggap orang lain sebagai objek. Individu tersebut
tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
8. Curiga terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya dengan
orang lain. Kecurigaan dan ketidakpercayaan diperlihatkan dengan tanda-
tanda cembru, iri hati, dan berhati-hati. Perasaan induvidu ditandai dengan
humor yang kurang, dan individu merasa bangga dengan sikapnya yang
dingin dan tanpa emosi.

7. Karakteristik Perilaku
1. Gangguan pola makan : tidak nafsu makan atau makan berlebihan.
2. Berat badan menurun atau meningkat secara drastis.
3. Kemunduran secara fisik.
4. Tidur berlebihan.
5. Tinggal di tempat tidur dalam waktu yang lama.
6. Banyak tidur siang.
7. Kurang bergairah.
8. Tidak memperdulikan lingkungan.
9. Kegiatan menurun.
10. Immobilisasai.
11. Mondar-mandir (sikap mematung, melakukan gerakan berulang).
12. Keinginan seksual menurun.
B. Permasalahan
Berbagai permasalahan sosial yang berkaitan dengan pencapaian kesejahteraan
Lanjut Usia, antara lain sebagai berikut:
1. Permasalahan Umum
a. Masih besarnya jumlah Lajut Usia yang berada dibawah garis kemiskinan.
b. Makin melemahnya nilai kekerabatan, sehingga anggota keluarga yang
berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dan dihormati, berhubung
terjadi perkembangan pola kehidupan keluarga yang secara fisik lebih
mengarah pada bentuk kelurga kecil.
c. Lahirnya kelompok masyarakat industri, yang memiliki ciri kehidupan
yang lebih bertumpu kepada individu dan menjalankan kehidupan
berdasarkan perhitungan untung rugi, lugas dan efisien, yang secara tidak
langsung merugikan kesejahteraan lanjut usia.
d. Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga profesional pelayanan
lanjut usia dan masih terbatasnnya sarana pelayanan dan fasilitas khusus
bagi lanjut usia dengan berbagai bidang pelayanan pembinaan
kesejahteraan lanjut usia.
e. Belum membudaya dam melembaganya kegiatan pembinaan kesejateraan
lanjut usia.
2. Permasalahan Khusus
Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (1998), berbagai
permasalahan khusus yang berkaitan dengan kesejahteraan lanjut usia adalah
sebagai berikut:
a. Berlangsungnya proses menjadi tua, yang berakibat timbulnya masalah
baik fisik, mental maupun sosial. Mundurnya keadaan fisik yang
menyebabkan penuaan peran sosialnya dan dapat menjadikan mereka lebih
tergantung kepada pihak lain.
b. Berkurangnya integrasi sosial Lanjut Usia, akibat produktivitas dan
kegiatan Lanjut Usia menurun. Hal ini berpengaruh negatif pada kondisi
sosial psikologis mereka yang merasa sudah tidak diperlukan lagi oleh
masyarakat lingkungan sekitarnya.
c. Rendahnya produktivitas kerja lanjut usia dibandingkan dengan tenaga
kerja muda dan tingkat pendidikan serta ketrampilan yang rendah,
menyebabkan mereka tidak dapat mengisi lowongan kerja yang ada, dan
terpaksa menganggur.
d. Banyaknya lanjut usia yang miskin, terlantar dan cacat, sehingga
diperlukan bantuan dari berbagai pihak agar mereka tetap mandiri serta
mempunyai penghasilan cukup.
e. Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah kepada tatanan
masyarakat individualistik, sehingga Lanjut Usia kurang dihargai dan
dihormati serta mereka tersisih dari kehidupan masyarakat dan bisa menjadi
terlantar. Di samping itu terjadi pergeseran nilai budaya tradisional, dimana
norma yang dianut bahwa orang tua merupakan bagian dari kehidupan
keluarga yang tidak dapat dipisahkan dan didasarkan kepada suatu ikatan
kekerabatan yang kuat, dimana orang tua dihormati serta dihargai, sehingga
seseorang anak mempunyai kewajiban untuk mengurus orang tuanya. Di
pihak lain, dapat terjadi sebagian generasi muda beranggapan bahwa para
lanjut usia tidak perlu lagi aktif dalam urusan hidup sehari-hari. Hal ini
akan memperburuk integrasi sosial para lanjut usia dengan
masyrakatlingkungannya, sehingga dapat terjadi kesenjangan antara-
generasi tua dan muda. Dengan demikian, sulit untuk mempertahankan dan
melestarikan budaya bangsa ini secara terus-menerus dari generasi ke
generasi selanjutnya.
f. Adanya dampak negatif dari proses pembangunan seperti dampak
lingkungan, polusi dan urbanisasiyang dapat mengganggu kesehatan fisik
lanjut usia. Terkosentrasinya dan penyebaran pembangunan yang belum
merata menimbulkan ketimpangan antara penduduk lanjut usia di kota dan
di desa.
ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN MASALAH
PSIKOSOSIAL:MENARIK DIRI
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan, agama, tangggal
MRS , informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien.
2. Orang-orang terdekat
Status perkawinan, kebiasaan pasien di dalam tugas-tugas keluarga dan fungsi-
fungsinya, pengaruh orang terdekat, proses interaksi dalam keluarga.
3. Kultural
Latar belakang etnis, tingkah laku mengusahakan kesehatan (sistem rujukan
penyakit), nilai-nilai yang berhubungan dengan kesehatan dan keperawatan,
faktor-faktor kultural yang dihubungkan dengan penyakit secara umum dan
respons terhadap rasa sakit, kepercayaan mengenai perawatan dan pengobatan.
4. Keluhan Utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi
kurang atau tidak ada , berdiam diri dikamar ,menolak interaksi dengan orang lain,
tidak melakukan kegiatan sehari hari , dependen.
5. Faktor predisposisi
Kehilangan, perpisahan ,harapan orang tua yang tidak realistis ,kegagalan /frustasi
berulang, tekanan dari kelompok sebaya; perubahan struktur sosial.
Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi , kecelakaan dicerai suami
,putus sekolah ,PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi ( korban
perkosaan ,dituduh KKN, dipenjara tiba tiba) perlakuan orang lain yang tidak
menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.
6. Aspek fisik / biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB) dan
keluhafisik yang dialami oleh klien.
7. Aspek Psikososial
1. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2. Konsep diri
a) Citra tubuh :
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak
menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi.
Menolak penjelasan perubahan tubuh , persepsi negatip tentang tubuh.
Preokupasi dengan bagia tubuh yang hilang , mengungkapkan keputus
asaan, mengungkapkan ketakutan.
b) Identitas diri
Ketidakpastian memandang diri ,suka rmenetapkan keinginan dan
tidakmampu mengambil keputusan
c) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit, proses
menua, putus sekolah, PHK.
d) Ideal diri
Mengungkapkan keputusasaan karena penyakitnya :mengungkapkan
keinginan yang terlalu tinggi.
e) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri , rasa bersalah terhadap diri sendiri
, gangguan hubungan sosial , merendahkan martabat , mencederai diri,
dan kurang percaya diri.
3. Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubungan
social dengan orang lain terdekat dalam kehidupan, kelempok yang diikuti
dalam masyarakat.
4. Kenyakinan klien terhadap tuhan dankegiatan untuk ibadah (spritual).

8. Status Mental
1. Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata,
kurang dapat memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan kurang
mampu berhubungan denga orang lain ,Adanya perasaan keputus asaan
dan kurang berharga dalam hidup.
9.Kebutuhan persiapan pulang.
1. Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan
2. Klienmampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC,
membersikan dan merapikan pakaian.
3. Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi
4. Klien dapat melakukan istirahat dan tidur , dapat beraktivitas
didalam dan diluar rumah
5. Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar.
10. Mekanisme Koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya
pada orang orang lain ( lebih sering menggunakan koping menarik diri)
11. Aspek Medik
i. Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT,
Psikomotor,therapy okopasional, TAK , dan rehabilitas.
ii. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah identifikasi atau penilaian
pola respons baik aktual maupun potensial (Stuart and Sundeen,
1995)
Masalah keperawatan yang sering muncul yang dapat disimpulkan
dari pengkajian adalah sebagai berikut :
1. Isolasi sosial : menarik diri
2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
3. Resiko perubahan sensori persepsi
4. Koping individu yang efektif sampai dengan
ketergantungan pada orang lain
5. Gangguan komunikasi verbal, kurang komunikasi verbal.
6. Intoleransi aktifitas.
7. Kekerasan resiko tinggi.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Harga diri rendah berhubungan dengan merasakan/mengantisipasi
kegagalan pada peristiwa-peristiwa kehidupan.
2. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan
sistem saraf; kehilangan memori; ketidakseimbangan tingkah laku adaptif
dan kemampuan memecahkan masalah.
3. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional/maturasional.
4. Ketidakpatuhan berhubungan dengan sistem penghargaan pasien;
keyakinan kesehatan,nilai spiritual, pengaruh kultural.

C. Intervensi keperawatan
1. Intervensi Diagnosa 1:
a. Dorong pengungkapan perasaan, menerima apa yang dikatakannya.
Rasionalnya: membantu pasien/orang terdekat untuk memulai menerima
perubahan dan mengurangi ansietas mengenai perubahan fungsi/gaya
hidup.
b. Bantu pasien dengan menjelaskan hal-hal yang diharapkan dan hal-hal
tersebut mungkin di perlukan untuk dilepaskan atau dirubah.
Rasionalnya: memberi kesempatan untuk mengidentifikasi kesalahan
konsep dan mulai melihat pilihan-pilihan; meningkatkan orientasi realita.
c. Berikan informasi dan penyerahan ke sumber-sumber komunitas.
Rasionalnya: memungkinkan pasien untuk berhubungan dengan grup yang
diminati dengan cara yang membantu dan perlengkapan pendukung,
pelayanan dan konseling.
2. Intervensi Diagnosa 2:
a. Kaji munculnya kemampuan koping positif, misalnya penggunaan teknik
relaksasi keinginan untuk mengekspresikan perasaan.
Rasionalnya: jika individu memiliki kemampuan koping yang berhasil
dilakukan dimasa lampau, mungkin dapat digunakan sekarang untuk
mengatasi tegangan dan memelihara rasa kontrol individu.
b. Perbaiki kesalahan konsep yang mungkin dimiliki pasien
Rasionalnya: membantu mengidentifikasi dan membenarkan persepsi
realita dan memungkinkan dimulainya usaha pemecahan masalah.
3. Intervensi diagnosa 3:
a. Pahami rasa takut/ansietas
Rasionalnya: perasaan adalah nyata dan membantu pasien untuk terbuka
sehingga dapat mendiskusikan dan menghadapinya.
b. Kaji tingkat realita bahaya bagi pasien dan tingkat ansietas.
Rasionalnya: respon individu dapat bervariasi tergantung pada pola
kultural yang dipelajari. Persepsi yang menyimpang dari situasi mungkin
dapat memperbesar perasaan.
c. Dorong pasien untuk berbicara mengenai apa yang terjadi saat ini dan apa
yang telah terjadi untuk mengantisipasi perasaan tidak tertolong dan
ansietas.
Rasionalnya: menyediakan petunjuk untuk membantu pasien dalam
mengembangkan kemampuan koping dan memperbaiki ekuilibrium.

4. Intervensi diagnosa 4:
a. Tentukan kepercayaan kultural, spiritual dan kesehatan.
Rasionalnya: memberikan wawasan mengenai pemikiran/faktor-faktor
yang berhubungan dengan situasi individu. Kepercayaan akan
meningkatkan persepsi pasien tentang situasi dan partisipasi dalam
regimen keperawatan.
b. Kaji sistem pendukung yang tersedia bagi pasien.
Rasionalnya: adanya keluarga/orang terdekat yang memperhatikan/peduli
dapat membantu pasien dalam proses penyembuhan.

D. Evaluasi
1. Pasien mampu mengidentifikasi adanya kekuatan dan pandangan diri
sebagai orang yang mampu mengatasi masalahnya.
2. Pasien mampu menunjukkan kewaspadaan dari koping pribadi/kemampuan
memecahkan maslah.
3. Pasien mampu melakukan relaksasi dan melaporkan berkurangnya ansietas
ke tingkat yang dapat diatasi.
4. Pasien dapat menunjukkan pengetahuan yang akurat akan penyakit dan
pemahaman regimen pengobatan.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Menarik diri adalah penilaian yang salah tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri pencapaian ideal diri
/cita-cita /harapan langsung menghasilkan perasaan berharga .Harga diri dapat
diperoleh melalui penghargaan diri sendiri maupun dari orang lain.Perkembangan
harga diri juga ditentukan oleh perasaan diterima,dicintai,dihormati oleh orang
lain,serta keberhasilan yang pernah dicapai individu dalam hidupnya.

B. Saran
1. Mengingat kondisi psikososial lansia yang tidak berbeda di antara lokasi
pemukiman, maka lansia dapat tinggal di mana saja asalkan tetap
mendapatkan perhatian atau dukungan, baik dari keluarga, masyarakat
maupun pemerintah.
2. Dapat dibentuk wadah tempat lansia bersosialisasi bersama per groupnya.
Untuk meningkatkan aktifitas fisik dan perilaku kesehatan, hendaknya
difasilitasi dengan memberi kesejahteraan berupa dukungan moril dan
sprituil kepada kelompok lansia berupa perbaikan ekonomi, kesehatan,
transportasi, dan perumahan serta memberikan gizi yang baik dan obat-
obatan untuk mencegah terjadinya penyakit yang bisa mempercepat proses
penuaan.
3. Menghindari sikap menarik diri sebagai lansia.
4. Mengembangkan perspektif yang lebih jelas mengenai hidup lansia.
5. Menggantikan kepuasan-kepuasan yang hilang.
6. Mengembangkan hubungan yang bermakna.
Daftar Pustaka

Setiabudhi, Tony dan Hardywinoto. 2005. Panduan Gerontologi: Tinjauan


dari Berbagai Aspek. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

E. Doenges, Marilyon. dkk. 1919. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta:


EGC.

Anda mungkin juga menyukai