Anda di halaman 1dari 14

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR PKn MATERI KONSTITUSI MELALUI

PEMBELAJARAN BERBASIS INKUIRI


SISWA KELAS 8B SMPN 2 DAGANGAN SEMESTER GASAL TAHUN PELAJARAN
2013/2014

Oleh : Bambang Handoko, S.Pd


Guru SMP Negeri 1 Dagangan Kabupaten Madiun
(Hasil Kerja Peserta Workshop Peningkatan Karir Pendidik MGMP PKn SMP Kabupaten
Madiun Tahun 2013 )

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan


agar Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sedangkan
orientasi misi pendidikan di Indonesia antara lain adalah meningkatkan kualitas pembelajaran.

Untuk mewujudkan pembelajaran yang berkualitas, sangat dibutuhkan adanya kreatifitas dan
inovasi yang terus menerus dari guru dalam mengembangkan kegiatan belajar mengajar. Dari
berbagai penelitian menunjukkan bahwa dengan pembelajaran yang berkualitas dapat
meningkatkan prestasi dan motivasi belajar peserta didik. Prestasi dan motivasi belajar yang
tinggi dapat menjadi salah satu sarana dalam mengembangkan kemampuan dan pembentukan
watak peserta didik.

Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan mata pelajaran yang langsung
mengemban misi dalam proses pembentukan watak atau karakter peserta didik yang sesuai
dengan kepribadian bangsa. Karakteristik PKn tersebut sebenarnya sama dengan mata pelajaran
yang lain, yaitu sama-sama mengembangkan kopetensi kognisi, afeksi dan psikomotorik peserta
didik, hanya bedanya pada ranah afeksi menjadi titik tekan untuk dikembangkan oleh PKn.

Untuk membangun kemampuan afeksi peserta didik pada pendidikan dasar (setingkat SMP),
dibutuhkan kopetensi kognisi yang cukup memadai dalam membangun wawasan dan
pengetahuan siswa tentang materi PKn. Wawasan dan pengetahuan tersebut bukan merupakan
hasil perolehan pasif yang didapat dari proses transfer informasi dari pendidik, tetapi merupakan
pengetahuan yang diperoleh dari proses konstruksi dan rekonstruksi oleh peserta didik sendiri,
karena proses demikian ini akan lebih memperkuat ketajaman berpikir atau kemampuan berpikir
kritis peserta didik sekaligus dapat meningkatkan kemampuan respek dan tingkat kepekaan
peserta didik.

Berdasarkan pengamatan peneliti dan pandangan sebagian besar pendidik, didapati bahwa
kemampuan konstruksi dan merekonstruksi pengetahuan para peserta didik di SMPN 2
Dagangan dalam mata pelajaran PKn, khususnya siswa kelas VIII sangat rendah. Hal ini dapat
dibuktikan dari beberapa indikator antara lain: 1) siswa sangat pasif dalam menggali berbagai
sumber belajar; 2) kemampuan mengkritisi berbagai informasi sangat rendah; 3) pengetahuan
umum terkesan sangat dangkal; 4) kurang respek atau peka terhadap berbagi peristiwa yang
terjadi; 5) kurang berani dalam berpendapat dan menyampaikan gagasannya; 5) prestasi belajar
tidak berkembang; dan 7) motivasi belajar sangat rendah.

Berbagai indikator tersebut didukung pula dengan munculnya faktor kejenuhan belajar siswa,
yang ditunjukkan dengan respon siswa yang rendah dalam mengikuti proses pembelajaran.
Munculnya kejenuhan selama pembelajaran ini diantaranya dikarenakan strategi pembelajaran
yang digunakan guru monoton, yaitu dengan menggunakan metode ceramah, tanya jawab, telaah
buku dan media seadanya, hal ini mengakibatkan prestasi belajar PKn siswa kelas VIII pada
pertengahan semester gasal tahun pelajaran 2013/2014 ini sangat rendah yaitu rata-rata 68,
padahal KKM PKn adalah 75.

Untuk itu dibutuhkan kreatifitas dan inovasi dalam pembelajaran mata pelajaran PKN dengan
menggunakan berbagai cara yang menarik yang ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari
melalui proses pelibatan peserta didik dalam merekonstruksi hasil pengamatannya sehari-hari
dan hasil gagasan-gagasannya. Sunardi (2012:13) menyarankan untuk mengupayakan agar
pelajaran PKN menyenangkan anak, maka sampaikan materi yang sudah dikenal anak hingga
anak percaya diri.

Karena itu peneliti mencoba memecahkan permasalahan tersebut dengan menggunakan


pendekatan model pembelajaran berbasis inkuiri, yang mampu mengembangkan ketrampilan
peserta didik dalam merekonstruksi pengetahuannya sekaligus ketrampilan dalam
mengkomunikasikan ide dan gagasannya. Seperti dinyatakan oleh Dahar (1988), bahwa
pengajaran berdasarkan inkuiri adalah suatu strategi yang berpusat pada siswa di mana
kelompok-kelompok siswa dihadapkan pada suatu persoalan atau mencari jawaban terhadap
pertanyaan-pertanyaan di dalam suatu prosedur dan struktur kelompok yang digariskan secara
jelas.

Berdasarkan latar belakang di atas disepakati oleh peneliti yang akan bekerja secara tim untuk
melakukan PTK berupa pemberian tindakan melalui pembelajaran baru yang mengajak siswa
lebih aktif dalam proses pembelajaran, yaitu dengan menggunakan model pembelajaran berbasis
inkuiri dengan judul: Peningkatan Prestasi Belajar Pkn pada Materi Konstitusi
Melalui Pembelajaran Berbasis Inkuiri Siswa Kelas 8B SMPN 2 Dagangan Semester Gasal
Tahun Pelajaran 2013/2014.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang diatas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

Bagaimanakah penerapan model pembelajaran berbasis inkuiri pada mata pelajran PKn materi
konstitusi terhadap siswa kelas 8B SMPN 2 Dagangan?
Bagaimanakah peningkatan kemampuan merekonstruksi pengetahuan materi konstitusi pada
siswa kelas 8B SMPN 2 Dagangan melalui penerapan pembelajaran berbasis inkuiri?

Bagaimanakah peningkatan ketrampilan mengkomunikasikan hasil-hasil konstruksi pengetahuan


materi konstitusi pada siswa kelas 8B SMPN 2 Dagangan dengan penerapan pembelajaran
berbasis inkuiri ?

Bagaimanakah respon siswa terhadap penerapan pembelajaran berbasis inkuiri siswa kelas 8B
SMPN 2 Dagangan dengan diterapkannya pembelajaran berbasis inkuiri?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

Untuk mendeskripsikan penerapan model pembelajaran berbasis inkuiri pada mata pelajran PKn
materi konstitusi terhadap siswa kelas 8B SMPN 2 Dagangan.

Untuk mengetahui sejauh mana peningkatan kemampuan merekonstruksi pengetahuan materi


konstitusi pada siswa kelas 8B SMPN 2 Dagangan melalui penerapan pembelajaran berbasis
inkuiri.

Untuk mengetahui sejauh mana peningkatan ketrampilan mengkomunikasikan hasil-hasil


konstruksi pengetahuan materi konstitusi pada siswa kelas 8B SMPN 2 Dagangan dengan
penerapan pembelajaran berbasis inkuiri.

Untuk mengetahui respon siswa terhadap penerapan pembelajaran berbasis inkuiri siswa kelas
8B SMPN 2 Dagangan dengan diterapkannya pembelajaran berbasis inkuiri.

D. Manfaat penelitian

Penelitian ini sangat bermanfaat, baik bagi siswa, guru, maupun guru lain.

a. Bagi Siswa

Dapat meningkatkan keberanian siswa bertanya, menjawab, dan mengemukakan pendapat,


makna pembelajaran bagi siswa, dan meningkatkan pemahaman dan kreativitas siswa tentang
benda dan sifatnya

b. Bagi Peneliti

Dapat meningkatkan keterampilan pengembangan pendekatan, metode atau model dalam proses
pembelajaran di kelas, serta meningkatkan profesionalitas dalam proses KBM di kelas.

c. Bagi Guru
Menjadi sumber inspirasi dalam menerapkan model-model pembelajaran dan memotivasi guru
untuk melakukan penelitian sejenis atau penerapan model-model pembelajaran yang lain, yang
lebih kreatif, inovatif dan lebih menyenangkan dalam rangka mengembangkan proses
pembelajarannya.

d. Bagi Sekolah

Sebagai sarana dalam meningkatkan kualitas penyelengaraan pendidikan di sekolah, dan sarana
untuk membantu guru untuk meningkatkan kopetensi dan profesionalitas dalam melaksanakan
tugas pembelajaran di kelas.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Inkuiri

Pembelajaran menggunakan model inkuiri merupakan pengajaran di mana guru dan anak
mempelajari peristiwa-peristiwa dan gejala-gejala ilmiah dengan pendekatan dan jiwa para
ilmuwan, ini adalah pengertian menurut Dahar (1988). Pengajaran berdasarkan inkuiri adalah
suatu strategi yang berpusat pada siswa di mana kelompok-kelompok siswa dihadapkan pada
suatu persoalan atau mencari jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di dalam suatu prosedur
dan struktur kelompok yang digariskan secara jelas.

Model inkuiri didefinisikan oleh (Sund dan Trowbridge, 1973) dalam (Putrayasa, 2001) sebagai:
Pembelajaran yang mempersiapkan situasi bagi anak untuk melakukan eksperimen sendiri;
dalam arti luas ingin melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, ingin menggunakan
simbul-simbul dan mencari jawaban atas pertanyaan sendiri, menghubungkan penemuan yang
satu dengan penemuan yang lain, membandingkan apa yang ditemukan dengan yang ditemukan
orang lain.

Menurut (Trowbridge, 1990) dalam (Putrayasa, 2001) menyatakan bahwa model inkuiri adalah
sebuah model proses pengajaran yang berdasarkan atas teori belajar dan perilaku. Inkuiri
merupakan suatu cara mengajar murid-murid bagaimana belajar dengan menggunakan
keterampilan, proses, sikap, dan pengetahuan berpikir rasional .

Sementara itu, Trowbridge (1990) dalam (Putrayasa, 2001) menjelaskan model inkuiri sebagai
proses mendefinisikan dan menyelidiki masalah-masalah, merumuskan hipotesis, merancang
eksperimen, menemukan data, dan menggambarkan kesimpulan masalah-masalah tersebut. Hal
senada dikatakan oleh Roestiyah (1998) mengatakan bahwa inkuiri adalah suatu perluasan proses
discovery yang digunakan dalam cara yang lebih dewasa. Sebagai tambahan pada proses
discovery, inkuiri mengandung proses mental yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya
merumuskan masalah, merancang eksperimen, melakukan eksperimen, mengumpulkan dan
menganalisis data, menarik kesimpulan, menumbuhkan sikap objektif, jujur, hasrat ingin tahu,
terbuka dan sebagainya.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa inkuiri merupakan suatu proses
yang ditempuh siswa untuk memecahkan masalah, merencanakan eksperimen, melakukan
eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, dan menarik kesimpulan. Jadi, dalam model
inkuiri ini siswa terlibat secara mental maupun fisik untuk memecahkan suatu permasalahan
yang diberikan guru. Dengan demikian, siswa akan terbiasa bersikap seperti para ilmuwan sains,
yaitu teliti, tekun/ulet, objektif/jujur, kreatif, dan menghormati pendapat orang lain.

B. Tingkatan Pemahaman Siswa Terhadap Materi Ajar

Tingkatan pemahaman (the levels of understanding) pada pembelajaran dapat dibedakan menjadi
dua. Menurut Skemp (1976) dalam Wahyudi (2001). Tingkatan pemahaman yang pertama
disebut pemahaman instruksional (instructional understanding). Pada tingkatan ini dapat
dikatakan bahwa siswa baru berada di tahap tahu atau hafal tetapi dia belum atau tidak tahu
mengapa hal itu bisa dan dapat terjadi. Lebih lanjut, siswa pada tahapan ini juga belum atau tidak
bisa menerapkan hal tersebut pada keadaan baru yang berkaitan. Selanjutnya, tingkatan
pemahaman yang kedua disebut pemahaman relasional (relational understanding). Pada tahapan
tingkatan ini, menurut Skemp, siswa tidak hanya sekedar tahu dan hafal tentang suatu hal, tetapi
dia juga tahu bagaimana dan mengapa hal itu dapat terjadi. Lebih lanjut, dia dapat
menggunakannya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terkait pada situasi lain.

Menurut Byers dan Herscovics (1977) dalam Wahyudi (2001) menganalisis ide Skemp itu dan
mengembangkannya lebih jauh. yaitu, siswa terlebih dahulu berada pada tingkatan pemahaman
antara, yaitu tingkatan pemahaman intuitif (intuitive understanding) dan tingkatan pemahaman
formal (formal understanding). Pertama, sebelum sampai pada tingkatan pemahaman
instruksional, siswa terlebih dahulu berada pada tingkatan pemahaman intuitif. Mereka
mendefinisikannya sebagai berikut. Intuitive understanding is the ability to solve a problem
without prior analysis of the problem. Pada tahap tingkatan ini siswa sering menebak jawaban
berdasarkan pengalaman-pengalaman keseharian dan tanpa melakukan analisis terlebih dahulu.
Akibatnya, meskipun siswa dapat menjawab suatu pertanyaan dengan benar, tetapi dia tidak
dapat menjelaskan kenapa (why). Kedua, sebelum siswa sampai pada tingkatan pemahaman
relasional, biasanya mereka akan melewati tingkatan pemahaman antara yang disebut dengan
pemahaman formal.

C. Pengertian Kreativitas

S.C. Utami Munandar (1992) dalam bukunya mengembangkan bakat dan kreativitas anak
sekolah, merumuskan kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru,
berdasarkan data, informasi atau unsur-unsur yang ada. Selanjutnya dalam belajar kreatif siswa
terlibat secara aktif dan mendalami bahan yang dipelajari.(penalaran) tetapi juga berhubungan
dengan penghayatan pengalaman belajar yang mengasyikkan.

Pentingnya kreativitas dikembangkan karena : (1) dengan berkreasi orang dapat mewujudkan
dirinya; (2) kreativitas atau berpikir kreatif sebagai kemampuan untuk melihat berbagai macam
kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah; (3) bersibuk diri dengan kratif tidak hanya
bermanfaat, tetapi juga memberikan kepuasan kepada diri sendiri; (4) kreativitaslah yang
memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya (S.C. Utami Munandar, 1992).
Dari uraian yang ada diatas maka yang dimaksud dengan kreativitas adalah seorang yang selalu
mempunyai rasa ingin tahu, ingin mencoba, bertualang, suka bermain-main, intuisif, dan
mempunyai potensi untuk menjadi orang yang kreatif. Semua orang lahir dengan kreativitas dan
jika ia yakin ia adalah orang yang kreatif maka ia akan menemukan cara yang kreatif untuk
mengatasi masalah harian baik dalam pekerjaan maupun dalam kehidupan
pribadinya.(Depoter,2000)

D. Pengertian Hasil Belajar

Untuk mengetahui sejauh mana proses belajar mengajar mencapai tujuan pembelajaran yang
diharapkan, maka perlu diadakan tes hasil belajar. Menurut pendapat Winata Putra dan Rosita
(1997; 191 ) tes hasil belajar adalah salah satu alat ukur yang paling banyak digunakan untuk
menentukan keberhasilan seseorang dalam suatu proses belajar mengajar atau untuk menentukan
keberhasilan suatu program pendidikan. Adapun dasar-dasar penyususan tes hasil belajar adalah
sebagai berikut:

a) Tes hasil belajar harus dapat mengukur apa-apa yang dipelajari dalam proses pembelajaran
sesuai dengan tujuan instruksional yang tercantum dalam kurikulum yang berlaku.

b) Tes hasil belajar disusun sedemikian sehingga benar-benar mewakili bahan yang telah
dipelajari.

c) Bentuk pertanyaan tes hasil belajar hendaknya disesuaikan dengan aspek-aspek tingkat
belajar yang diharapkan.

d) Tes hasil belajar hendaknya dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar mengajar.

A. Tabrani (1992;3) mengatakan bahwa belajar mengajar adalah suatu proses yang rumit karena
tidak sekedar menyerap informasi dari guru, tetapi melibatkan berbagai kegiatan maupun
tindakan yang harus dilakukan , terutama bila diinginkan hasil yang lebih baik .

E. Tipe Hasil Belajar

Menurut Nana Sudjana (1988; 49), tujuan pendidikan yang ingin dicapai dalam suatu pengajaran
terdiri dari 3 macam yaitu: bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ketiga aspek tersebut
merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan yang harus nampak sebagai hasil belajar. Nana
Sudjana (1988;50-54) juga mengemukakan unsur-unsur yang terdapat dalam ketiga aspek
pengajaran adalah sebagai berikut :

Tipe hasil belajar bidang kognitif

Tipe ini terbagi menjadi 6 poin, yaitu tipe hasil belajar :

Pengetahuan hafalan (Knowledge), yaitu pengetahuan yang sifatnya faktual. Merupakan


jembatan untuk menguasai tipe hasil belajar lainnya.
Pemahaman (konprehention), kemampuan menangkap makna atau arti dari suatu konsep

Penerapan (aplikasi), yaitu kesanggupan menerapkan dan mengabtraksikan suatu konsep. Ide,
rumus, hukum dalam situasi yang baru, misalnya memecahkan persoalan dengan menggunakan
rumus tertentu.

Analisis, yaitu kesanggupan memecahkan, menguasai suatu intergritas (kesatuan ynag utuh)
menjadi unsur atau bagian yang mempunyai arti .

Sintesis, yaitu kesanggupan menyatukan unsur atau bagian menjadi satu integritas.

f. Evaluasi, yaitu kesanggupan memberikan keputusan tentang nilai sesuatu berdasarkan


pendapat yang dimilikinya dan kriteria yang dipakainya.

Tipe hasil belajar afektif

Bidang afektif disini berkenaan dengan sikap. Bidang ini kurang diperhatikanoleh guru, tetapi
lebih menekankan bidang kognitif. Hal ini didasarkan pada pendapat beberapa ahli yang
mengatakan, bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang telah
menguasai bidang kognitif tingkat tinggi.

Beberapa tingkatan bidang afektif sebagai tujuan dan tipe hasil belajar dari yang sederhana ke
yang lebih komplek yaitu :

Receiving atau attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan dari luar yang
datang pada siswa, baik dalam bentuk masalah situasi dan gejala.

Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan seseorang terhadap stimulus dari luar .

c. Valuing atau penilaian, yakni berhubungan dengan nilai dan kepercayaan terhadap
stimulus.

d. Organisasi, yakni pengembangan nilai ke dalam system organisasi, termasuk


menentukan hubungan satu nilai dengan nilai lainnya dan kemantapan prioritas yang dimilikinya
.

e. Karakteristik nilai atau internalisasi, yakni keterpaduan dari semua nilai yang dimiliki
seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya

Tipe hasil belajar bidang psikomotor

Hasil belajar bidang psikomotorik tampak dalam bentuk ketrampilan, kemampuan bertindak
individu. Ada 6 tingkatan ketrampilan yaitu :

Gerakan refleks yaitu ketrampilan pada gerakan tidak sadar.


Ketrampilan pada gerakan-gerakan dasar.

Kemampuan pesreptual termasuk di dalamnya membedakan visual , adaptif, motorik, dan lain-
lain.

Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan keharmonisan dan ketetapan.

Gerakan-gerakan skill, mulai dari dari ketrampilan sederhana sampai pada ketrampilan yang
kompleks .

Kemampuan yang berkenaan dan komunikasi non decorsive seperti gerakan ekspresif,
interpretative.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Subyek Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMPN 2 Dagangan, dengan subyek penelitiannya adalah siswa kelas
8B SMPN 2 Dagangan semester gasal tahun pelajaran 2013/2014, sebanyak 22 siswa, dengan
latar belakang orang tua/wali murid sebagian besar adalah petani dan sebagian lagi adalah
wiraswasta.

B. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada semester gasal tahun pelajaran 2013/2014

1) Persiapan minggu I bulan September 2013

2) Pelaksanaan tindakan I Oktober minggu I tanggal 4 Oktober 2013

3) Pelaksanaan tindakan II Oktober minggu II tanggal 11 Oktober 2013

4) Pelaksanaan tindakan III Oktober minggu III tanggal 18 Oktober 2013, jika hasil dari siklus
II hasilnya belum memuaskan.

5) Pengumpulan data minggu IV bulan Oktober 2013

6) Pelaporan bulan Desember 2013 minggu ke III.

C. Rancangan Penelitian
Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilaksanakan oleh guru bersama tim di dalam
kelas dengan kegiatan berulang-ulang atau bersiklus, dalam rangka memecahkan masalah,
sampai masalah itu dipecahkan. Dalam melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), guru
meneliti bersama tim (mitra) terhadap pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan secara
langsung, sehingga bila guru menemukan permasalahan dalam pembelajaran guru dapat
merencanakan tindakan alternatif, kemudian dilaksanakan dan dievaluasi apakah tindakan
alternatif tersebut dapat digunakan untuk memecahkan masalah.

Penelitian tindakan kelas lebih bertujuan untuk memperbaiki kinerja, sifatnya realistik dan
hasilnya tidak untuk digeneralisasi. Namun hasil penelitian dapat diterapkan oleh orang lain yang
mempunyai konteks yang sama dengan peneliti. Dalam buku Pedoman Teknis Pelaksanaan
Clasroom Action Research (CAR) atau Penelitian Tindakan Kelas (PTK Depdiknas (2001:5)
disebutkan penelitian bersiklus, tiap siklus terdiri dari:

a) Persiapan/perencanaan (Planning)

b) Tindakan/pelaksanaan (Acting)

c) Observasi (Observing)

d) Refleksi (Reflecting)

Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan penelitian terdiri dari 3 siklus yaitu :

1) Siklus I

Perencanaan (Planning)

Sebelum melakukan penelitian, peneliti mempersiapkan hal-hal sebagai berikut :

Mengidentifikasikan bahan pembelajaran

Menyusun silabus dan RPP

Menyiapkan alat bantu pembelajaran

Menyiapkan lember tes

Menyiapkan lembar observasi.

Tindakan / pelaksanaan (Acting)

Dalam tahap ini merupakan tahap pelaksanaan apa yang telah tertuang dalam rencana
pembelajaran dengan modifikasi pelaksanaan sesuai dengan situasi yang terjadi :
Tindakan Siklus 1

Kompetensi Dasar : Menjelaskan berbagai konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia.

Indikator : Menjelaskan pengertian, maksud, tujuan, dan pentingnya konstitusi


bagi suatu negara. .

Langkah-langkah tindakan:

Tindakan pertama yang perlu dilakukan adalah mengaktifkan siswa dalam proses
pembelajaran dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan awal untuk membangkitkan motivasi
belajar.

Guru mengajak siswa untuk mengingat dan melafalkan alinea-alinea dalam pembukaan
UUD 1945 secara bersama-sama.

Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa seputar isi Pembukaan UUD 1945 tersebut
alinea demi alinea.

Guru membagi siswa dalam 6 kelompok (masing-masing kelompok terdiri dari 4 siswa)
dan masing-masing kelompok diberikan tugas untuk menemukan pengertian, maksud, tujuan,
dan pentingnya konstitusi bagi suatu negara.

Guru mempersilahkan setiap kelompok untuk maju dan mempresentasikan hasil


diskusinya.

Guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan hasil pembahasan materi dengan seksama
dan tepat

Beberapa hal yang diharapkan dalam siklus ini adalah:

Siswa mengalami peningkatan minat belajar dan aktivitas di kelas selama guru melakukan
kegiatan pembelajaran

Terdapat peningkatan konsentrasi belajar siswa sehingga aktivitas siswa menjadi terfokus dalam
penyelesaian tugas-tugas yang diberikan oleh guru

Siswa memiliki kemauan dan keberanian untuk bertanya kepada siswa tentang kesulitan yang
dialami pada saat menyelesaikan tugas yang diberikan

Observasi (Observing)

Dalam tahap observasi peneliti melakukan pengamatan selama kegiatan berlangsung, juga
teman, guru yang diminta bantuan untuk ikut mengamati selama kegiatan proses pembelajaran
berlangsung dengan menggunakan lembar observasi keaktifan siswa dan lembar observasi
aktifitas guru.
Refleksi (Reflecting)

Tahap ini merupakan tahap menganalisa, mensintesa, hasil dari catatan selama kegiatan proses
pembelajaran menggunakan instrumen lembar pengamatan, kuesioner, dan tes. Dalam refleksi
melibatkan siswa, teman sejawat yang mengamati dan kepala sekolah. Untuk melakukan
perencanaan pada siklus berikutnya, peneliti mengidentifikasi dan mengelompokkan masalah
yang timbul pada pembelajaran siklus I.

2) Siklus II

Persiapan/ perencanaan (Planning)

Sebelum melaksanakan tindakan siklus II, peneliti melakukan perbaikan-perbaikan terkait


dengan temuan-temuan pada siklus I

Tindakan/ pelaksanaan (Acting)

Kompetenasi Dasar : Menganalisa penyimpangan-penyimpangan terhadap konstitusi


yang berlaku di Indonesia..

Indikator : Menjelaskan faktor-faktor terjadinya penyimpangan terhadap


konstitusi dan bentuk penyimpangannya..

Langkah-langkah tindakan:

Guru mengajak siswa bersama-sama menyanyikan lagu Tujuh Belas Agustus 1945 untuk
membangkitkan motivasi siswa.

Guru menanyakan kepada siswa tentang konstitusi-konstitusi yang diberlakukan di


Indonesia sejak berdiri menjadi negara sampai sekarang.

Guru mengajak siswa melakukan studi kelompok, masing-masing kelompok maksimal 3


siswa, dan masing-masing kelompok ditugas untuk menggali faktor penyebab terjadinya
penyimpangan terhadap konstitusi dan bentuk-bentuk penyimpangannya dari berbagi konstitusi
yang pernah berlaku di Indonesia.

Siswa melaporkan hasil kerjanya ke depan kelas dan memulai diskusi bersama-sama,
dalam siklus II ini guru mengurangi peran dan intruksinya kepada siswa, hanya mengamati
dengan seksama bagaimana pelaksanaan pembelajaran yang dilakukannya dan perubahan
aktifitas siswa yang dialaminya

Pada sesi akhir guru dan siswa menyimpulkan hasil pembelajaran secara bersama-sama

Harapan yang dimungkinkan muncul dalam siklus II ini adalah bahwa :

Guru dapat mengelola kelas dengan lebih baik dan lebih mampu memahami siswa
Siswa dapat meningkatkan kemampuan komunikasinya dan penguasaan konsep materi
pembelajaran

Partisipasi siswa dalam pembelajaran mengalami peningkatan yang baik

Observasi (Observing)

Pada tahap observasi peneliti melakukan pengamatan selama kegiatan berlangsung, peneliti juga
meminta bantuan teman guru untuk mengamati kegiatan proses pembelajaran berlangsung
dengan menggunakan lembar observasi aktifitas guru dan lembar keaktifan siswa.

Refleksi (reflecting)

Dari hasil pengamatan pada siklus kedua dapat digunakan untuk melakukan refleksi apakah hasil
ulangan siswa sudah memenuhi ketuntasan secara klasikal maupun individual.

D. Perangkat penelitian

Dalam melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas digunakan beberapa perangkat penelitian


sebagai berikut :

Rencana Pembelajaran

Skenario pembelajaran dengan pokok bahasan perpangkatan dan akar yang berisi tahapan-
tahapan kegiatan pembelajaran di dalam kelas, tentang bagaimana menerapakan metode variasi
sehingga mampu meningkatkan minat siswa terhadap pembelajaran

Media Pembelajaran

Alat bantu pembelajaran yang digunakan oleh peneliti, dalam rangka mempermudah proses
pembelajaran dengan metode variasi

E. Instrumen Penelitian

Dalam melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas menggunakan beberapa analisa, antara lain :

Lembar observasi

Lembar observasi guru digunakan untuk mengungkapkan aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran antara lain contoh lembar observasi seperti pada lampiran.

Soal tes

Berupa tes hasil belajar berbentuk soal pilihan ganda dan uraian. Soal tes dikerjakan secara
invidu oleh siswa. Tes digunakan untuk mendapatkan gambaran hasil belajar siswa setelah
mengikuti proses pembelajaran, tes diadakan setiap akhir siklus. Dari hasil tes pada siklus satu
dan dua dapat ditarik kesimpulan ada tidaknya peningkatan hasil tes yang dilaksanakan. Data
yang diperoleh dari hasil ulangan siswa digunakan untuk mengetahui hasil ketuntasan klasikal
maupun individual.

Angket/ Kuisioner

Angket diberikan setelah proses pembelajaran berakhir pada akhir siklus. Tujuannya untuk
mengetahui respon siswa tentang kekurangan, kelebihan atau kendala yang ada serta saran siswa
terhadap proses pembelajaran. Contoh angket dapat dilihat dalam lampiran.

F. Tehnik Analisis Data

Dalam melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas teknik analisis terhadap data yang telah
dikumpulkan sebagai berikut :

Data Aktivitas Siswa

Data aktivitas siswa adalah data kegiatan siswa dalam proses pembelajaran selanjutnya
diobservasi dengan mengkaitkannya dalam kategori;

Baik apabila tercatat 10 tally

Sedang apabila tercatat 6 tally

Rendah apabila tercatat 6 tally

Indikator observasi ini meliputi; memperhatikan penjelasan guru, mengajukan pertanyaan,


menjawab pertanyaan guru, mengerjakan soal ke papan tulis, dan menyelesaikan tugas mandiri.
(Lebih lanjut dapat dilihat dalam lampiran form pengamatan)

Data Hasil Tes Belajar Siswa

Data hasil tes adalah data yang diperoleh oleh peneliti setelah melakukan tes formatif terhadap
siswa setelah pembelajaran. Tes belajar siswa dilakukan selama 2 (dua) kali, pada setiap siklus
yang dilakukan. Dari hasil tes pada siklus satu dan dua nantinya akan dibandingkan sehingga
dapat ditarik kesimpulan ada tidaknya peningkatan hasil tes yang dilaksanakan. Data yang
diperoleh dari hasil ulangan siswa digunakan untuk mengetahui hasil ketuntasan klasikal maupun
individual. Ketuntasan individiual ditentukan dengan ketentuan:

Adapun rumusan yang digunakan di dalam ketuntasan belajar adalah sebagai berikut :

a). Ketuntasan secara individu

Rumus persentase

Jumlah skor yang diperoleh X 100%


Jumlah skor maksimal

b) Ketuntasan secara klasikal

Rumus persentase ketuntasan :

Jumlah siswa yang tuntas X 100%

Jumlah seluruh siswa

Ketuntasan belajar individu dinyatakan tuntas apabila tingkat persentase ketuntasan minimal
mencapai 65 %, sedangkan untuk tingkat klasikal minimal mencapai 85 % (Depdikbud,
1994, dalam Kustantini:10)

Angket/ Kuisioner

Data yang diperoleh melalui angket siswa dianalisis dengan menggunakan jumlah responden
yang telah menjawab setiap pertanyaan angket. Kategori jawaban terbagi menjadi 3 (tiga)
macam: ya, tidak dan cukup.

DAFTAR PUSTAKA

Dahar, Ratna Wilis,1988, Teori-Teori Belajar,Dirjen Pendidikan Tinggi Depdikbud, Jakarta.

Degeng, S Nyoman,1989,Taksonomi Variabel ,IKIP Malang, Malang.

Depdikbud, 2002, Pendekatan Kontekstual, Balai Pustaka, Jakarta

Dimyati Dkk,2002, Belajar Dan Pembelajaran, PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Haryanto, 2003, Sains Untuk SD Kelas VI, Erlangga, Jakarta

Mulyasa, 2003, Kurikulum Berbasis Kompetensi, PT Rosda Karya, Bandung

Puskur, 2003, KD Sains SD, http://www.puskur.net/inc/sd/PengetahuanAlam.pdf.

Suharsimi Arikunto, 2002, Prosedur Penelitian suatu pendekatan Praktek, PT. Rineka
Cipta.Jakarta.

Undang-undang No. 20 tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, www.depdiknas.go.id

Wahyudi, 2001, Tingkatan Pemahaman Siswa Pada Materi Pelajaran, Editorial Pendidikan Dan
Kebudayaan Edisi 36, Depdiknas, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai