BISNIS and MANAJEMEN ANALISIS KINERJA KE PDF
BISNIS and MANAJEMEN ANALISIS KINERJA KE PDF
JURNAL BISNIS
Bandarlampung ISSN
dan Vol. 3 No.2 Hal. 129 -257
Januari 2007 1411 - 9366
MANAJEMEN
Volume 3 No. 2, Januari 2007 ISSN 1411 - 9366
TIM REDAKSI
Dewan Editor
Ketua : Dr. Satria Bangsawan, S.E., M.Si.
Anggota : Dr. Irham Lihan, S.E., M.Si.
: Dr. Wispandono, S.E.. S.Si.
Iban Sofyan, S.E., M.Si.
Mahrinasari M.S., S.E., M.P.M.
Asep Unik, S.E., M.Si.
M. Syatibi Ch., S.E.
Redaksi Pelaksana
Ketua : Habibullah Djimat, S.E., M.Si.
Wakil Ketua : Rinaldi Bursan, S.E., M.Si.
Sekretaris : Muslimin, S.E.
Bendahara : Aida Sari, S.E., M.Si.
Tata Usaha dan Kearsipan : Nasir
Distribusi dan Sirkulasi : Teguh
Alamat Redaksi : Gedung A Lantai 2, Fakultas Ekonomi
Universitas Lampung
Jl. Prof. Sumantri Brojonegoro no. 1
Gedungmeneng - Bandarlampung, 35145
Telp. (0721)704622
Jumal Bisnis dan Manajemen merupakan media komunikasi ilmiah, diterbitkan tiga kali
setahun oleh Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Lampung, berisikan
ringkasan hasil penelitian, skripsi, tesis, dan disertasi.
Volume 3 No. 2, Januari 2007 ISSN 1411 - 9366
DAFTAR ISI
Ahmad Faisol 1
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Latar Belakang
1
Dosen Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Lampung
Perlombaan antar bank dalam menghimpun dana dari masyarakat dan
menyalurkannya dalam bentuk kredit oleh bank-bank komersil, dalam
prakteknya banyak yang kurang berhati-hati ataupun menyimpang dari aturan-
aturan yang berlaku dalam dunia bisnis perbankan seperti tidak mengindahkan
prinsip kehati-hatian bank (prudential banking) dengan memberikan kredit tak
terbatas pada nasbah satu grup dengan perbankan tersebut, sehingga seringkali
merugikan para deposan dan investor serta berdampak pada perekonomian
negara, yang diakibatkan kecenderungan meningkatnya kredit bermasalah/
macet. Akibatnya pada pertengahan 1997 industri perbankan akhirnya terpuruk
sebagai imbas dari terjadinya krisis ekonomi yang melanda Indonesia.
130
system di Indonesia. Dual Banking system yang dimaksud adalah
terselenggaranya dua system perbankan (non syariah dan syariah) secara
berdampingan, yang pelaksanaannya diatur dalam berbagai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk, didirikan pada tahun 1991 dan memulai
kegiatan operasionalnya pada bulan Mei 1992. Pendirian Bank Muamalat
diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang kemudian didukung oleh
sekelompok pengusaha dan cendekiawan muslim. PT Bank Muamalat (BMI),
Tbk merupakan bank pertama di Indonesia yang mengoperasikan kegiatannya
berdasarkan prinsip-prinsip Islam. Sebagai suatu bank, BMI tetap melaksanakan
operasionalnya sama dengan bank-bank konvensional lainnya selama tidak
bertentangan dengan syariah. BMI tidak terlepas dari usaha-usaha untuk
mencapai keuntungan yang akan dibagi hasilkan kepada para nasabahnya.
Selain itu, BMI juga tetap harus berpegang pada prinsip prudential Banking, yaitu
prinsip kehati-hatian Bank dalam mengoperasikan usahanya agar tetap dalam
kondisi kinerja yang baik dan memenuhi kriteria bank sehat.
a. Modal Inti, yaitu modal milik sendiri yang diperoleh dari modal disetor
oleh pemegang saham, cadaangan yaitu sebagian laba bank yang tidak
dibagi yang disisihkan untuk menutup timbulnya resiko kerugian di
kemudian hari, dan laba ditahan yaitu sebagian laba yang seharusnya
dibagikan kepada para pemegang saham, tetapi oleh para pemegang saham
sendiri (melalui rapat umum pemegang saham) diputuskan untuk ditanam
kembali pada Bank. Modal inti ini terdiri atas:
1. Modal Disetor, yaitu modal yang disetor secara kolektif oleh pemilik
(bisa dalam bentuk kepemilikan saham).
131
2. Agio Saham, yaitu selisih lebih dari harga saham dengan nilai nominal
saham, apabila terjadi selisih negatif maka selisih tersebut menjadi
pengurang.
6. Laba ditahan, yaitu saldo laba bersih setelah pajak yang RUPS
diputuskan untuk tidak dibagikan.
7. Laba Tahun Lalu, yaitu laba bersih tahun lalu setelah pajak yang belum
ditetapkan penggunaannya oleh RUPS. Penggunaannya sebagai modal
inti hanya 50% dari saldo yang ada. Apabila terdaapat keruugian maka
100% menjadi pengurang modal inti.
8. Laba Tahun Berjalan, yaitu laba sebelum pajak yang diperoleh dalam
tahun berjalan. Laba yang diperhitungkan hanya 50% sebagai modal
inti.
10. Bila dalam pembukuan Bank terdapat Goodwill, maka jumlah modal inti
harus dikurangkan dengan nilai Goodwill tersebut.
132
sumber dana ini terkadang tidak dapat sepenuhnnya berperan dalam fungsi
permodalan Bank.
133
(haram), maka penggunaan modal pelengkap, khususnya modal
pinjaman dan subordinasi karena menggunakan bunga, pada bank
syariah sedapat mungkin dihindari.
Perkembangan jumlah modal yang mampu dihimpun oleh Bank Muamalat
Indonesia tahun 2004-2006 dapat dilihat pada tabel 1.
Selain total modal yang mampu dihimpun oleh Bank, faktor lain yang ikut
diperhitungkan dalam memperhitungkan rasio kecukupan modal adalah
besarnya Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) yang dibiayai dari modal
yang diihimpun tersebut. Besarnya ATMR yang dimiliki oleh BMI, dapat dilihat
pada tabel 2.
134
KETERANGAN NOMINAL BOBOT NILAI ATMR
(dalam jutaan Rupiah) RESIKO (dalam Jutaan Rupiah)
2004 2005 2006 2004 2005 2006
Aktiva lainnya 24.299 16.746 22.625 100% 24.299 16.746 22.625
TOTAL ATMR 2.122.649,5 1.465.360,1 1.770.076,4
Nilai ATMR itu diperoleh dengan cara mengalikan nominal ATMR dengan
bobot resiko. Penilaian ATMR tersebut di atas merupakan perhitungan ATMR
dengan menggunakan metodelogi Basle commite, dengan beberapa penyesuaian
sehingga sesuai dengan prinsip dan operasional Bank Muamalat Indonesia.
Diantara penyesuaian itu antara lain pada perhitungan di atas ATMR yang
digunakan adalah ATMR neraca ditambah dengan ATMR administratif, yang
terdiri dari: jaminan Letter of Credit (L/C), fasilitas kredit yang belum digunakan
dengan menggunakan jaminan surat berharga, kewajiban kembali membeli
aktiva bank dengan menggunakan kontrak pembelian kembali (repurchase
agreement), dan posisi netto kontrak berjangka pasar uang. Tidak digunakannya
ATMR administratif dalam perhitungan disebabkan karena sebagian besar
ATMR administratif tersebut di atas masih menggunakan instrumen bunga dan
untung-untungan (gharar), sedangkan Bank Muamalat berusaha sedapat
mungkin untuk menghindari penggunaan bunga dan gharar dalam
operasionalnya. Selain itu, tidak diperhitungkannya instrumen L/C dalam
perhitungan ATMR administratif, karena padaa saat itu masalah L/C masih
dalam penilaian oleh Dewan Syariah Bank Muamalat Indonesia, untuk
ditentukan boleh atau tidaknya instrumen itu digunakan.
Penyesuaian yang lain adalah dalam hal penyediaan kredit dan penyertaan.
Pada dua hal ini, kredit dan penyertaan dilakukan dengan menggunakan dana
dari rekening mudharabah ditambah dengan dana dari modal inti. Menurut
Zainal Arifin (2001:171), aktiva yang didanai oleh rekening bagi hasil (rekening
mudharabah) dan modal inti, maka bobot resikonya 50% dari yang seharusnya
100%.
135
Instrumen 2004 2005 2006
Laba Operasional 74.631 159.183 174.771
Laba (rugi) bersih 48.355 138.126 161.152
Total pembiayaan yang diberikan 4.182.224 3.239.853 2.686.498
Sumber: Kinerja keuangan Bank Muamalat Indonesia, Tbk yang dipublikasikan
melalui internet, 2007
Faktor lain, yang juga digunakan dalam perhitungan kinerja Bank, adalah
seberapa jauh Bank mampu mengelola alat-alat liquid yang dimilikinya, berkaitan
dengan kemampuan Bank untuk membayar hutang-hutang jangka pendek
dengan alat-alat liquid tersebut. Selain itu perlu juga diperhatikan kemampuan
bank dalam membentuk giro wajib minimum yang dipelihara oleh Bank pada
Bank Indonesia (Reserve Requirement), dimana giro wajib minimum ini diperoleh
Bank dari penyisihan dana simpanan Pihak Ketiga. Besarnya alat-alat liquid yang
mampu dihimpun oleh Bank Muamalat Indonesia, yang terdiri kas Bank dan Giro
pada Bank Indonesia, dari tahun 2004-2006 dapat dilihat pada Tabel 4.
136
Segala kriteria penilaian kinerja Bank pada dasarnya berpegang pada prinsip
prudential Banking bagi Bank umum yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia
selaku pengawas dan pembina bank nasional yang menetapkan ketentuan
tentang penilaian tingkat kesehatan Bank dengan surat edaran BI no.
26/BPPP/1993 tanggal 29 Mei 1993, yang kemudian disempurnakan melalui
keputusan Direksi BI No. 31/11/Kep/Dir tanggal 30 April 1997.
Tujuan penelitian
137
itu tidak hanya mencakup ibadah saja, tetapi juga meliputi transaksi bisnis yang
harus sesuai dengan prinsip syariah. Misalnya, salah satu aspek yang paling
menonjol dari prinsip-prinsip syariah adalah pelarangan riba dan persepsi
mengenai uang sebagai alat tukar dan sarana untuk membayar kewajiban
keuangan, bukan komoditas.
Uang berdasarkan prinsip syariah tidak mempunyai sisi time value terlepas dari
nilai-nilai barang yang dipertukarkan melalui penggunaan uang, sesuai dengan
syariah. Oleh karena itu bank syariah didirikan berdasarkan konsep Islam
mengenai keuntungan adalah bagi siapa yang menanggung resiko.
Beradasarkan konsep ini, bank syariah menolak (mengusahakan tidak
menggunakan) penggunaan bunga dalam setiap transaksinya.
138
(3) Musyarakah Mudharabah. Jenis kontrak inilah yang banyak dilakukan
oleh bank syariah, baik dalam hal pembiayaan. Secara teknis,
mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana
pihak pertama (shohibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal,
sedangkan pihak lainnya sebagai pengelola (mudharib). Keuntungan
usaha secara mudharabah di bagi menurut kesepakatan yang dituangkan
dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal
selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola (SyafiI Antoni,
2001 : 95). Dalam hal ini simpanan, kontrak mudharabah ini berarti pihak
nasabah menyediakan dananya dalam bentuk tabungan dan deposito
untuk dikelola oleh bank sehingga menghasilkan keuntungan. Apabila
bank memperoleh keuntungan (laba) operasional maka pihak deposan
berhak memperoleh bagian laba tersebut (profit sharing). Namun untuk
mengantisipasi kecurangan (moral hazard) dunia perbankan terhadap
kontrak i9ni, maka berdasarkan perkembangan terakhir yang dibagi
kepada nasabah bukanlah laba (profit) yang diperoleh bank, akan tetapi
pendapatan (revenue) bank atas kegiatan operasional, dan setiap biaya
yang dikeluarkan untuk kegiatan operasional tersebut sepenuhnya
ditanggung oleh bank, sehingga apabila bank tidak memperoleh
pendapatan sekalipun, saldo rekening nasabah tidak akan berkurang.
Demikian pula halnya dengan pemberian pembiayaan, untuk
mengantisipasi moral hazard nasabah (debitur), bank memberlakukan
kontrak revenue sharing dalam hal perolehan pendapatan bank dan
semua biaya proyek ditanggung oleh debitur yang bersangkutan,
sehingga bank tidak mengalami kehilangan dana meskipun proyek
yang dijalankan merugi.
b. Natural Certainty contracts, kontrak atau akad dalam bisnis perbankan yang
memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah maupun waktu.
Pada jenis kontrak ini cash flow bank dapat diprediksi relative pasti, karena
sudah disepakati kedua belah pihak yang bertransaksi di awal akad. Objek
pertukaran (baik barang) maupun jasa sudah ditetapkan di awal akad
dengan pasti, baik dalam jumlahnya (quantity), mutunya (quality), harganya
(price), dan waktu penyerahan (time delivery). Yang termasuk dalam kategori
ini adalah kontrak-kontrak jual beli, upah-mengupah, sewa-menyewa, dll.
Jenis kontrak ini terbagi atas:
139
(1) Mudharabah (deferred payment sale), adalah jual beli barang pada harga
asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam dunia
perbankan, kontrak ini berupa pembiayaan (finance) pada barang-
barang modal maupun barang-barang konsumsi. Dalam hal ini, bank
membeli barang-barang yang dibutuhkan nasabah dari supplier secara
tunai sesuai dengan harga yang berlaku. Selanjutnya, nasabah membeli
kembali barang tersebut dari bank (biasanya secara kredit) sesuai
dengan harga barang ditambah dengan keuntungan jual-beli bagi bank.
(2) Salam (Infront payment sale), adalah kontrak jual beli dimana
pembayaran dilakuakn dimuka dan barang diserahkan dikemudian
hari. dalam hal ini, yang menjadi syarat terlaksananya salam adalah
kejelasan modal, kejelasan harga, kejelasan fisik barang, dan kejelasan
waktu penyerahan.
(4) Ijarah (Operational leas), adalah akad pemindahan hak guna atas barang
atau jasa, melalui pembayaran sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan atas barang itu sendiri (M. SyafiI Antonio, 2001 : 117).
140
3. Bank wajib memelihara kesehatan Bank sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan wajib melakukan usaha sesuai
dengan prinsip kehati-hatian.
AKTIVA PASIVA
1. Kas 1. Giro
2. Giro di Bank Indonesia 2. call money
3. Tagihan pada Bank lain 3. Tabungan
a. Giro 4. Deposito berjangka
b. Call money 5. Kewajiban lainnya
c. Deposito berjangka 6. Surat berharga
d. Kredit yang diberikan 7. Pinjaman yang diterima:
4. Surat berharga dan tagihan lainnya a. Bank Indonesia
5. Kredit yang diberikan b. Subordinasi dan lainnya
6. Penyertaan 8. Rupa-rupa passive
7. Cadangan aktiva yang 9. Modal:
diklasifikasikan a. Modal disetor
8. Rupa-rupa aktiva b. Agio saham
c. Cadangan
d. Laba di tahan
10. Laba/rugi tahun berjalan
Jumlah Aktiva Jumlah Pasiva
141
Untuk bank syariah terdapat beberapa perbedaan sedikit instrumen di dalam
neraca bank. Perbedaan tersebut ditekankan pada perbedaan sistem dalam hal
pemberian pinjaman, pembiayaan, dan pengelolaan dana pihak ketiga. Pada
Bank syariah, karena tidak menggunakan instrumen bunga baik dalam hal
kredit maupun simpanan nasabah, maka untuk hal-hal tersebut di atas
digunakanlah kontrak mudharabah dan musyarakah seperti yang sudah dijelaskan
di atas.
Untuk lebih jelasnya, di bawah ini ditampilkan bentuk neraca bank syariah
(diambil dari bentuk neraca Bank Syariah Mandiri, tahun 2002)
AKTIVA PASIVA
1. Kas 1. Giro
2. Penempatan di Bank Indonesia 2. Tabungan Mudharabah
3. Penempatan pada Bank lain 3. Deposito Mudharabah
4. Piutang penjualan 4. Kewajiban kepada BI
a. Piutang mudharabah 5. Surat berharga yang diterbitkan
b. piutang salam 6. Pembiayaan yang diterima
c. piutang Istishna 7. Kewajiban lainnya
5. Investasi dalam surat berharga 8. Setoran jaminan
6. Pembiayaan yang diberikan 9. Pasiva lain
a. pembiayaan mudharabah 10. Modal disetor
b. pembiayaan musyarakah 11. Selisih penilaian kembali aktiva
c. pembiayaan lain-lain tetap
7. Penyertaan 12. Cadangan
8. Investasi aktiva Ijarah 13. Laba/rugi
9. Aktiva tetap dan inventaris d. Tahun lalu
10. Aktiva lain-lain e. Tahun berjalan
Total Aktiva Total Pasiva
142
Aktiva
Pos-pos yang terdapat di sisi aktiva secara umum adalah sebagai berikut:
1. Kas
Yang dimasukkan ke pos ini adalah uang kas, baik rupiah maupun valuta asing,
yang dimiliki oleh bank, termasuk kantornya yang ada di luar negeri, yang
menjadi alat pembayaran yang sah di Indonesia maupun uang asing lainnya
yang masih berlaku.
Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah giro dalam rupiah dan valuta asing
milik bank pada Bank Indonesia. Posisi pada pos ini tidak boleh dikurangi
dengan kredit yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada bank yang
bersangkutan dan tidak boleh ditambah dengan fasilitas kredit yang sudah
disetujui oleh Bank Indonesia yang belum dipergunakan.
Tagihan pada bank lain adalah semua tagihan bank pelapor dalam rupiah dan
valas kepada bank lain, baik bank dalam negeri maupun bank luar negeri. Pos
ini terdiri atas pos-pos sebagi berikut:
a. Giro
Yang dimasukkan ke pos ini adalah giro dalam rupiah dan valuta asing
milik bank, termasuk kantornya diluar negeri, baik kepada bank lain di
dalam negeri maupun di luar negeri (tidak termasuk Bank Indonesia). Pos
ini tidak boleh dikurangi dengan kredit yang diberikan bank lain kepada
bank yang bersangkutan dan tidak boleh ditambah dengan fasilitas kredit
yang sudah disetujui bank lain yang belum digunakan. Pada bank syariah
pendapatan bunga dari giro yang tidak menggunakan kontrak mudharabah
di bank lain disisihkan ke dalam pos dana-dana tidak hala (tidak
dilaporkan) untuk kemudian digunakan untuk kepentingan sosial.
b. Call Money
Yang dimasukkan ke pos ini adalah dana dalam rupiah dan valuta asing
yang dipinjamkan oleh bank, termasuk kantornya di luar negeri, baik
kepada bank lain di dalam negeri maupun diluar negeri. Pada bank syariah,
143
pos ini masih digunakan, sehingga terkadang masih menggunakan bunga
dalam pelaksanaannya.
c. Deposito berjangka
Yang dimasukkan ke pos ini adalah penanaman dana dalam rupiah dan
valuta asing oleh bank, termasuk kantornya diluar negeri, pada bank lain
dan atau lembaga keuangan lain dalam bentuk deposito berjangka, sertifikat
deposito, deposito in call, dan simpanan lain yang sejenis.
Yang dimasukkan ke pos ini adalah semua kredit yang berdasarkan akad
dalam rupiah dan valuta asing yang diberikan oleh bank, termasuk
kantornya di luar negeri, baik yang diberikan kepada bank lain di dalam
negeri maupun di luar negeri.
Yang dimasukkan ke pos ini adalah surat berharga yang dimiliki oleh bank,
termasuk kantornya di luar negeri, seperti surat-surat berhargta pasar uang dan
pasar modal dalam rupiah dan valuta asing.
Yang dimasukkan ke pos ini adalah semua realisasi kredit dalam rupiah dan
valuta asing yang diberikan oleh bank, termasuk kantornya di luar negeri,
kepada pihak ketiga bukan bank, baik dalam negeri maupun di luar negeri.
6. Penyertaan
Yang dimasukkan ke pos ini adalah semua realisasi kredit dalam rupiah dan
valuta asing yang diberikan oleh bank, termasuk kantornya di luar negeri, pada
bank, lembaga keuangan, serta perusahaan lain.
Yang dimasukkan ke pos ini adalah cadangan-cadangan dana dalam rupiah dan
valuta asing. Cadangan ini dibentuk untuk menampung resiko kerugian yang
mungkin timbul sebagai akibat bank tidak dapat menarik kembali sebagian atas
seluruh aktiva produktifnya. Aktiva produktif mencakkup kredit, surat-surat
berharga, penanaman pada bank lain, serta penyertaan dan penanaman pada
144
aktiva lainnya yang mengandung resiko dari bank, termasuk kantornya di luar
negeri. Pos ini merupakan pengurang aktiva pada neraca.
Yang dimasukkan ke pos ini adalah nilai buku dari tanah, gedung, kantor,
rumah, dan perabot milik bank, termasuk kantornya di luar negeri, dalam
rupiah dan valuta asing. Jumlah tersebut telah dikurangi dengan penyusutan
nilai aktiva tetap dan inventaris sampai dengan akhir bulan laporan.
9. Rupa-rupa aktiva
Pasiva
1. Giro
Yang dimasukkan ke pos ini adalah giro dalam rupiah dan valuta asing milik
pihak ketiga dan bank lain pada bank yang bersangkutan, termasuk kantornya
di luar negeri, yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
menggunakan cek, pemindah bukuan, dan surat perintah membayar lainnya.
Dalam pos ini dimasukkan pula pinjaman yang diberikan dalam rupiah yang
bersaldo kredit.
2. Call money
Yang dimasukkan ke pos ini adalah dana dalam rupiah dan valuta asing yang
diterima oleh bank, termasuk kantornya diluar negeri, baik dari bank lain di
dalam negeri maupun di luar negeri.
3. Tabungan
145
yang pengambilannya harus diberitahukan beberapa hari sebelumnya dan
hanya dapat dilakukan dengan buku tabungan atau kwitansi.
4. Deposito berjangka
Yang dimasukkan ke pos ini adalah deposito berjangka, deposts one call, sertifikat
deposito, dan deposito sejenis lainnya yang diterima bank, termasuk kantornya
di luar negeri, baik dalam rupiah maupun valuta asing, milik pihak ketiga dan
bank lain yang penarikannya dapat dilakukan tertentu sesuai perjanjian antara
bank yang bersangkutan dan penyimpannya.
5. Kewajiban lainnya
Yang dimasukkan ke pos ini adalah semua kewajiban bank, termasuk kantornya
di luar negeri, baik dalam rupiah maupun valuta asing, yang setiap waktu dapat
ditagih oleh pemiliknya dan harus segera dibayar oleh bank yang bersangkutan.
Pada pos ini dimasukkan pula kiriman uang, kupon yang sudah jatuh tempo,
dan semua kewajiban yang berjangka waktu kurang dari 15 hari.
6. Surat berharga
Yang dimasukkan ke pos ini adalah surat berharga yang diterbitkan oleh bank,
termasuk kantornya diluar negeri, yang menyebabkan kewajiban membayar
bagi bank, baik dalam rupiah maupun valuta asing.
7. Pinjaman
Yang dimasukkan ke pos ini adalah pinjaman yang diterima oleh bank,
termasuk kantornya di luar negeri, baik dalam rupiah maupun valuta asing,
dari pihak ketiga, bank lain, dan Bank Indonesia. Dalam pengertian ini
termasuk pinjaman kelolaan dan two step loan yang diterima dari pemerintah
atau lembaga-lembaga Internasional.
8. Rupa-rupa pasiva
Yang dimasukkan ke pos ini adalah saldo rekening pasiva lainnya, baik dalam
rupiah maupun valuta asing, yang tidak dapat dimasukkan atau digolongkan
ke dalam salah satu dari pos neraca ini dalam rupiah, misalnya selisih kurs dari
rekening-rekening yang diblokir karena suatu perkara. Dalam pos ini
dimasukkan pula hasil kompensasi (set off) antara saldo debet dan saldo kredit
rekening antar kantor, termasuk kantornya diluar negeri, sepanjang hasilnya
kredit bagi bank yang berbadan hokum Indonesia.
146
9. Modal
Yang dimasukkan ke pos ini adalah jumlah modal atau simpanan pokok
dan wajib (bagi bank-bank yang berbadan hokum koperasi) yang benar-
benar telah di setor atau selisih antara modal dasar dan modal yang belum
di setor.
Yang dimasukkan ke pos ini adalah dana bersih kantor pusat dan
cabangnya di luar negeri.
c. Agio saham
Yaitu selisih lebih setoran modal yang diterima oleh bank sebagai akibat
harga saham yang melebihi nilai nominalnya.
d. Cadangan
e. Laba/rugi
Yang dimasukkan ke kolom ini adalah sisa laba / rugi tahun-tahun buku
lalu yang belum dibagikan dan atau dipindah bukukan ke rekening lain dan
ditambah laba / rugi dalam tahun buku berjalan. Rugi yang diderita tahun-
tahun lalu dan tahun berjalan tidak boleh dicantumkan pada sisi aktiva, tapi
pada sisi pasiva dengan tanda negative (-/-).
Laporan perhitungan laba rugi (profit and loss statement) atau lebih dikenal juga
dengan income statement dari suatu bank umum adalah suatu laporan keuangan
bank yang menggambarkan pendapatan dan biaya operasional dan non
operasional bank serta keuntungan bersih suatu bank untuk suatu periode
tertentu (Lukman Dendawijaya, 2001 : 111).
147
Laporan perhitungan laba rugi bank harus disusun berdasarkan ketentuan
tentang bentuk yang sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia. Berdasarkan
ketentuan Bank Indonesia, laporan keuangan bulanan harus dilaporkan setiap
bulan, sedangkan untuk laporan keuangan triwulanan dilakukan untuk posisi
akhir bulan, yaitu 31 Maret, 30 Juni, 30 September, dan 31 Desember tahun yang
bersangkutan. Keterlambatan penyampaian serta bentuk laporan yang tidak
mengikuti standarisasi yang telah dikenakan sanksi.
Bentuk laporan laba-rugi bank syariah, secara umum hampir sama dengan
bentuk laba-rugi bank konvensional, hanya untuk pendapatan-pendapatan
bunga di bankkonvensional, pada bank syariah merupakan pendapatan
murabahah, mudharabah, salam, istisna, dll, sedangkan beban atau pendapatan
bunga yang terpaksa diterima oleh bank syariah, di masukkan ke dalam pos
pendapatan/beban dana-dana tidak halal atau dimasukkan ke adalam pos
operasional lain-lain.
Bentuk laporan laba-rugi Bank Syariah dapat dilihat dari tabel di bawah ini
(contoh bentuk laporan keuangan Bank Syariah Mandiri tahun 2002):
Perhitungan Laba/Rugi
Periode:...
(dalam jutaan rupiah)
148
2. PENGELUARAN/DISTRIBUSI BONUS DAN BAGI HASIL INVESTASI
2.1 Pengeluaran Bonus Wadiah
2.2 Pengeluaran bagi hasil mudharabah .
JUMLAH PENGELUARAN BONUS DAN BAGI HASIL ATAS INVESTASI -/- ..
PENDAPATAN DAN KEUNTUNGAN BERSIH INVESTASI BAGIAN BANK
PENDAPATAN LAINNYA .
3. 4.1 Pendapatan administrasi pembiayaan
4.2 Pendapatan jasa-jasa bank .
4. 4.3 Pendapatan operasional lainnya
4.4 Pendapatan non operasional .
JUMLAH PENDAPATAN LAINNYA .
JUMLAH PENDAPATAN BANK ..
PENGELUARAN LAINNYA
5.1 Pengeluaran administrasi dan umum .
5.2 Pengeluaran personalia .
5. 5.3 Pengeluaran penyusutan/amortisasi/penghapusan aktiva produktif
5.4 Pengeluaran non operasional .
JUMLAH PENGELUARAN LAINNYA -/- .
LABA (RUGI) BERSIH SEBELUM ZAKAT DAN PAJAK .
ZAKAT DAN PAJAK .
7.1 Zakat -/- .
6. 7.2 Pajak -/- .
7. LABA (RUGI) BERSIH .
Untuk membuat keputusan rasional yang sesuai dengan tujuan bank, manajerial
bank haruslah mempunyai alat-alat analisa tertentu. Analisa keuangan
dilakukan baik oleh pihak luar bank, seperti kreditur, investor, nasabah, dan
Bank Indonesia selaku Pembina dan pengawas perbankan, maupun pihak bank
sendiri. Jenis analisa bervariasi tergantung pada kepentingan pihak-pihak yang
melakukan analisa. Seorang yang memberikan kredit (pinjaman) jangka pendek
dan nasabah tabungan, akan tertarik pada likuiditas bank. Yaitu kemampuan
bank untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang harus segera dipenuhi
(jangka pendek). Sedangkan para pemegang saham dan nasabah deposito,
mungkin akan tertarik pada rasio rentabilitas bank, yaitu rasio yang
menunjukkan kemampuan bank dalam memperoleh laba. Para pemegang surat
berharga bank, seperti pemegang obligasi, dan para pemberi kredit jangka
panjang, mungkin akan tertarik pada struktur modal perusahaan, sumber-
sumber dana dan penggunaan dan, profitabilitas selama beberapa periode dan
proyeksi profitabilitas di masa datang, serta rasio solvabilitas bank, yaitu
kemampuan bank dalam membayar hutang-hutang jangka panjang atau
kemampuan bank dalam melunasi semmua hutangnya apabila dilikuidasi. Bagi
Bank Indonesia selaku Pembina dan pengawas perbankan di Indonesia,
mungkin akan tertarik pada rasio kecukupan modal bank, rasio kualitas aktiva
produktif, rasio-rasio rentabilitas bank, dan rasio-rasio likuiditas bank.
149
Rasio keuangan menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan
(mathematic relationship) antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain
dalam laporan keuangan, dan dengan menggunakan alat analisa berupa rasio
ini akan dapat menjelaskan atau memberi gambaran kepada penganalisa
tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu peusahaan
terutama apabila angka rasio tersebut dibandingkan dengan angnka rasio
pembanding yang digunakan sebagai standar. (Drs. S. Munawir, Akt, 1990 : 64)
Seperti yang sudah dijelaskan dimuka, maka pengukuran rasio keuangan dapat
juga digunakan untuk mengetahui kinerja suatu bank. Pengukuran kinerja bank
digunakan untuk mengetahui tentang baik-buruknya operasional bank serta
seberapa sehatkah bank bersangkutan untuk dapat menjalankan fungsi-fungsi
perbankan.
Umumnya berbagai rasio yang dihitung untuk menilai kinerja suatu bank
dikelompokkan ke dalam tiga (3) tipe dasar:
a. Cash Ratio, yaitu Likuiditas minimum yang harus dipelihara oleh Bank
dalam membayar kembali pinjaman jangka pendek bank. Semakin
tinggi rasio ini semakin tinggi pula kemampuan likuiditas bank yang
bersangkutan, namun dalam prakteknya akan dapat mempengaruhi
profitabilitas. Rasio ini merupakan perbandingan antara jumlah alat
liquid yang dimiliki bank dengan pinjaman yang harus segera dibayar.
150
Indonesia. Menurut surat edaran BI tahun 1997, besarnya RR minimal
5%.
c. Loan to Deposit Ratio (LDR), yaitu rasio antara jumlah seluruh kredit
yang diberikan Bank dengan dana yang diterima oleh Bank. LDR
menyatakan seberapa jauh kemampuan bank untuk membayar kembali
penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit
yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Dengan kata lain,
seberapa jauh pemberian kredit kepada nasabah kredit dapat
mengimbangi kewajiban bank untuk segera memenuhi permintaan
deposan yang ingin menarik kembali uangnya yang telah digunakan
oleh bank untuk memberikan kredit. Semakin tinggi rasio tersebut
memberikan indikasi semakin rendahnya kemapuan likuiditas bank
yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena jumlah dana yang
diperlukan untuk membiayai kredit semakin besar. Rasio LDR ini
merupakan indikator kerawanan dan kemampuan dari suatu bank.
Sebagian praktisi perbankan menyepakati bahwa batas aman dari LDR
suatu bank adalah sekitar 80%. Namun batas toleransi berkisar antara
85%-100%.
d. Loan to Asset Ratio (LAR), yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur
tingkat likuiditas bank yang menunjukkan kemampuan bank untuk
memenuhi permintaan kredit dengan menggunakan total asset yang
dimiliki bank. Semakin tinggi rasio ini, tingkat likuiditasnya semakin
kecil karena jumlah asset yang diperlukan untuk membiayai kreditnya
menjadi semakin besar.
151
Dalam rangka mengukur tingkat kesehatan bank ada perbedaan sedikit
antara ROA berdasarkan teoritis dan cara perhitungan berdasarkan
ketentuan Bank Indonesia. Secara teoritis, laba yang diperhitungkan
adalah laba setelah pajak, sedangkan dalam sistem CAMEL laba yang
diperhitungkan adalah laba sebelum pajak.
152
volume (jumlah) dana yang diperoleh dari berbagai hutang (jangka pendek
dan jangka panjang) serta sumber-sumber lain diluar modal bank sendiri
dengan volume penanaman dana tersebut pada berbagai jenis aktiva yang
dimiliki bank. Rasio Solvabilitas ini terdiri atas:
b. Debt to Equity Ratio (DER), yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur
kemampuan bank dalam menutup sebagian atau seluruh hutang-
hutangnnya, baik jangka panjang maupun jangka pendek, dengan dana
yang berasal dari dana bank sendiri. Dengan kata lain, rasio ini
mengukur seberapa besar total pasiva yang terdiri atas persentase
modal bank sendiri dibandingkan dengan besarnya hutang.
Dalam bisnis perbankan, sebagian besar dana yang ada pada suatu bank
berasal dari simpanan masyarakat, baik berupa simpanan giro,
tabungan ataupun deposito. Dengan demikian, hanya sebagian kecil
saja dana yang berasal dari modal sendiri. Selain memperoleh hutang
(kewajiban) dari deposan (penyimpanan dana), pada umumnya bank
juga bisa meperoleh pinjaman dari lembaga-lembaga perbankan, baik
dalam maupun luar negeri, serta pinjaman dari Bank Indonesia (KLBI,
BLBI, dan fasilitas lainnya).
Metodologi Penelitian
153
1. Analisis Rasio Liquiditas
a. Cash Ratio, yaitu Liquiditas minimum yang harus dipelihara oleh bank
dalam membayar kembali dana pihak ketiga yang dihimpun bank yang
harus segera dibayar. Semakin tinggi rasio ini semakin tinggi pula
kemampuan liquiditas bank yang bersangkutan, namun dalam
prakteknya akan dapat mempengaruhi profitabilitas. Rasio ini
dirumuskan sebagai berikut:
Alat Liquid
Cash Ratio = X 100%
Pinjaman yang harus segera dibayar
Komponen dana pihak ketiga pada rasio diatas adalah: Giro, Deposito
berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan kewajiban jangka pendek
lainnya.
c. Loan to Deposit Ratio (LDR), yaitu rasio antara jumlah seluruh kredit
yang diberikan Bank dengan dana yang diterima oleh bank. LDR
menyatakan seberapa jauh kemampuan bank untuk membayar kembali
penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit
yang diterima oleh bank yang bersangkutan. Semakin tinggi rasio
tersebut memberikan indikasi semakin rendahnya kemampuan
liquiditas bank yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena jumlah
dana yang diperlukan untuk membiayai kredit semakin besar. Rasio
LDR ini merupakan indicator kerawanan dan kemampuan dari suatu
154
bank. Sebagian praktisi perbankan menyepakati bahwa batas aman dari
LDR suatu bank adalah sekitar 80%. Namun batas toleransi berkisar
antara 85% - 100%. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut:
Yang termasuk jumlah dana yang diterima oleh bank pada kriteria ini
adalah, terdiri atas:
d. Loan to Asset Ratio (LAR), yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur
tingkat liquiditas bank yang menunjukkan kemampuan bank untuk
memnuhi permintaan kredit dengan menggunakan total asset yang
dimiliki bank. Semakin tinggi rasio ini, tingkat liquiditasnya semakin
kecil karena asset yang diperlukan untuk membiayai kreditnya menjadi
semakin besar. Rumus untuk rasio ini adalah sebagai berikut:
155
posisi bank tersebut dalam penggunaan asset. Perhitungan rasio ini
dirumuskan sebagai berikut:
Laba bersih
ROA = x 100%
Total aktiva
Beban Operasional
BOPO = X 100%
Pendapatan operasional
Laba bersih
NPM = X 100%
Pendapatan Operasional
3. Analisis Solvabilitas
156
a. Capital Adequacy Ratio (CAR), adalah rasio yang memperlihatkan seberapa
jauh aktiva bank yang mengandung resiko (kredit, penyertaan, surat
berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri
bank di samping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar bank,
seperti dana masyarakat, pinjaman (utang), dll. Dengan kata lain, CAR
adalah rasio untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk
menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan resiko, misalnya
kredit yang diberikan. Perhitungan rasio ini dirumuskan sebagai berikut:
Modal Bank
CAR = X 100%
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)
Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, Modal Bank terdiri dari modal inti,
yaitu: modal disetor, agio saham, cadangan umum, dan laba di tahan.
Ditambah dengan Modal pelengkap yang terdiri antara lain: cadangan
revaluasi aktiva tetap. Sedangkan ATMR terdiri atas ATMR neraca
ditambah ATMR rekening administrative (jika ada).
Berdasarkan Deregulasi BI tertanggal 29 Februari 1993, bank yang
dinyatakan termasuk bank sehat (berkinerja baik) apabila memiliki CAR
paling sedikit sebesar 8%, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh
Bank for International Settlements (BIS).
b. Debt to Equity Ratio (DER), yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur
kemampuan bank dalam menutup sebagian atau seluruh utang-utangnya,
baik jangka panjang maupun jangka pendek, dengan dana yang berasal dari
dana bank sendiri. Dengan kata lain, rasio ini mengukur seberapa besar
total pasiva yang terdiri atas persentase modal bank sendiri dibandingkan
dengan besarnya utang. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Jumlah utang
DER = X 100%
Jumlah modal sendiri
HASIL PENELITIAN
1. Cash Ratio
Dengan membagi jumlah alat liquid yang terdiri atas Kas dan Giro pada Bank
Indonesia di tahun 2004, 2005 dan 2006 seperti yang terlihat pada tabel 4,
dengan pinjaman yang harus segera di bayar (pinjaman jangka pendek) untuk
157
tahun 2004, 2005, dan 2006 seperti terlihat di tabel 5, kemudian mengalikannya
dengan bilangan 100% maka diperoleh besarnya Cash Ratio tahun 2004, 2005,
dan 2006.
337.024
Cash Ratio2004 = x 100% = 156,56%
215.267
376.564
Cash Ratio2005 = x 100% = 187,07%
201.298
515.448
Cash Ratio2006 = x 100% = 287,03%
179.581
Pada tabel 4, dapat dilihat besarnya total alat-alat liquid yang dimiliki bank
pada tahun 2004, 2005, dan 2006. sedangkan pada tabel 3, dapat dilihat besarnya
total dana pihak ketiga yang mampu dihimpun bank untuk tahun 2004, 2005,
dan 2006, maka besarnya Reserve Requirement (RR) bank adalah sebagai berikut:
337.024
RR2004 = X 100% = 7,85%
4.294.775
158
376.564
RR2005 = X 100% = 16,48%
2.285.459
515.448
RR2006 = X 100% = 17,21%
2.994.859
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh rasio RR tahun 2004, 2005, dan 2006,
sebesar 7,85%, 16,48%, dan 17,21% yang berarti mengalami kenaikan dari tahun
ke tahun, dapat dikatakan bahwa kinerja bank cukup baik.
Jumlah dana yang diterima bank tahun 2004 (dalam jutaan rupiah):
4.182.224
LDR2004 = X 100% = 90,83%
4.604.202
Jumlah dana yang diterima bank tahun 2005 (Dalam Jutaan Rupiah):
3.239.853
LDR2005 = X 100% = 108,62%
2.982.639
159
Jumlah dana yang diterima bank tahun 2006 (dalam jutaan rupiah):
2.686.498
LDR2006 = X 100% = 72,24%
3.718.783
Berdasarkan data pada tabel 3, tentang jumlah pembiayaan yang diberikan dan
tentang total Aktiva yang dimiliki Bank, maka LAR yang dimiliki Bank untuk
tahun 2004, 2005, dan 2006, dapat dihitung sebagai berikut:
4.182.224
LAR2004 = X 100% = 80,28%
5.209.804
3.239.853
LAR2005 = X 100% = 43,62%
7.427.047
2.686.498
LAR2006 = X 100% = 32,09%
8.370.595
Dari perhitungan LAR diatas, dapat dilihat bahwa LAR mengalami penurunan
dari tahun 2004 ke tahun 2006, penurunan LAR ini menandakan tingkat
liquiditas bank semakin besar.
160
Analisis Rasio Rentabilitas
48.355
ROA2004 = x 100% = 0,93%
5.209.804
138.126
ROA2005 = x 100% = 1,86%
7.427.047
161.152
ROA2006 = x 100% = 1,93%
8.370.595
Dari hasil perhitungan di atas, dapat dilihat bahwa ROA bank mengalami
peningkatan dari tahun 2004, sebesar 0,93%, menjadi 1,86% di tahun 2005, dan
meningkat lagi di tahun 2006 hingga mencapai 1,93%. Meskipun dalam
gambaran umum kemampuan bank untuk menghasilkan laba dengan
mengandalkan aktivanya masih terlalu kecil, akan tetapi kecenderungan
naiknya ROA dari tahun ke tahun menandakan bahwa bank berusaha untuk
memperbaiki kinerjanya, terutama dalam hal meningkatkan perolehan laba, dan
mengurangi terjadinya dana-dana menganggur dari total aktiva yang dimiliki
bank.
Perlu dicatat, bahwa untuk mengukur tingkat kesehatan bank, Bank Indonesia
biasanya menggunakan perhitungan ROA dengan mengandalkan laba sebelum
pajak (laba kotor), akan tetapi berdasarkan teori dan agar tidak terjadi
peningkatan laba semu (mark up laba) pada perhitungan ROA ini digunakan laba
setelah pajak (laba bersih).
161
2. Return on Equity (ROE)
ROE merupakan indikator yang amat penting bagi para pemegang saham dan
calon investor untuk mengukur kemampuan bank dalam memperoleh laba
bersih dengan mengandalkan Equity (modal sendiri), yang dikaitkan dengan
pembagian deviden. Berdasarkan data pada tabel 3 tentang total laba bersih dan
tentang ekuitas, maka besarnya ROE dapat dihitung sebagai berikut:
48.355
ROE2004 = X 100% = 14,26%
339.113
138.126
ROE2005 = X 100% = 18,09%
763.415
161.152
ROE2006 = X 100% = 20,49%
786.441
Berdasarkan hasil perhitungan ROE 2004, 2005, dan 2006 di atas, dapat dilihat
bahwa bank mampu meningkatkan tingkat ROE nya setiap tahun. Hal ini
mengindikasikan bahwa bank mampu meningkatkan tingkat laba bersihnya
dengan mengandalkan Modal Sendiri (Ekuitas) yang dimiliki bank, yang berarti
bahwa mampu memperbaiki kinerja keuangannya dalam hal perolehan laba
dari tahun ke tahun.
162
Pendapatan Margin Bagi Hasil Rp502.148
Pendapatan Operasional lainnya Rp 58.812
Total Pendapatan Operasional tahun 2004 Rp560.960
456.295
BOPO2004 = x 100% = 81,34%
560.960
645.193
BOPO2005 = X 100% = 74,61%
864.781
Beban operasional tahun 2006 (Dalam Jutaan Rupiah):
915.900
BOPO2006 = X 100% = 80,24%
1.141.480
Berdasarkan hasil perhitungan rasio BOPO tahun 2004, 2005, dan 2006, dapat
dilihat bahwa pada tahun 2004 besarnya rasio adalah 81,34%, kemudian di
tahun 2005 besarnya rasio menurun hingga mencapai 74,61%. Hal ini
mengindikasikan bahwa bank pada tahun 2005 melakukan inefisiensi dalam hal
163
pengelolaan beban operasionalnya. Inefisiensi yang dimaksud adalah
meningkat pesatnya beban operasional bank, tidak diimbang secara
proporsional terhadap peningkatan pendapatan operasional bank, yang
kemungkinan disebabkan menurunnnya pendapatan operasional lainnya pada
bank, khususnya disebabkan kerugian investasi bank di valuta asing yang
mengalami penurunan. Pada tahun 2006, tampaknya bank mampu
memperbaiki kondisi rasio Beban Operasional, sehingga rasio BOPO mengalami
peningkatan menjadi sebesar 80,24%, meskipun kenaikannya tidak sesignifikan
penurunannya di tahun 2005.
. 48.355
NPM2004 = X 100% = 8,62%
560.960
138.126
NPM2005 = X 100% = 15,97%
864.781
161.152
NPM2006 = X 100% = 14,12%
1.141.480
Dari hasil perhitungan di ketahui, NPM Bank tahun 2004 tercatat sebesar 8,62%,
hal ini berarti keoptimalan pendapatan operasional dalam membentuk laba
bersih relative rendah, dan pembentuk laba bersih terbesar kemungkinan
disumbangkan dari pendapatan non operasional bank. Tahun 2005, bank
tampak mulai memperbaiki kinerjanya, sehingga rasio NPM meningkat menjadi
15,97%. Rasio NPM pada tahun 2005 telah mencapai 10%, bank mulai dapat
mengoptimalkan pendapatan operasionalnya, yang berarti kinerja operasional
164
bank sudah mulai membaik. Selanjutnya di tahun 2006, rasio NPM tercatat
sebesar 14,12%, yang berarti bank masih mampu memperbaiki kinerja
operasionalnya, walaupun mengalami penurunan dari tahun 2005, namun tidak
signifikan, sehingga sumbangsih pendapatan operasional dalam membentuk
laba bersih masih lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.
CAR merupakan salah satu rasio yang dianggap cukup penting dalam
penentuan Kinerja dan Kesehatan Bank. CAR memperlihatkan kemampuan
bank dalam memenuhi kecukupan modalnya. CAR merupakan indicator
terhadap kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai
akibat dari kerugian-kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva beresiko, CAR
juga menjadi indicator untuk melihat tingkat efisiensi dana modal bank yang
digunakan untuk investasi. Apabila persentase CAR terlalu kecil (lebih rendah
dari standar BI) maka bank tersebut termasuk ke dalam kategori bank tidak
sehat, namun apabila persentase CAR terlalu besar berarti terlalu besar dana
bank yang menganggur (idle fund). Menurut ketentuan Bank Indonesia, CAR
minimum yang harus dimiliki oleh sebuah bank adalah sebesar 8%.
Tabel 3 memperlihatkan besarnya modal ekuitas yang dimiliki oleh Bank
Muamalat Indonesia, sedangkan tabel 2 memperlihatkan besarnya Aktiva
Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) Bank Muamalat Indonesia. Berdasarkan
data-data pada kedua tabel di atas, maka besarnya CAR untuk tahun 2004, 2005,
dan 2006, dapat dihitung sebagai berikut:
. 309.447
CAR2004 = X 100% = 14,58%
2.122.649,5
697.180
CAR2005 = X 100% = 47,58%
1.465.360,1
723.924
CAR2006 = X 100% = 40,90%
1.770.076,4
Secara umum hasil perhitungan CAR di atas telah mampu memenuhi standar
minimal yang ditetapkan BI sebesar 8%, sehingga rasio kecukupan modal Bank
Muamalat telah memenuhi kriteria, dan masuk ke dalam jajaran Bank yang
berkinerja baik dan sehat. Akan tetapi besarnya CAR di tahun 2005 yang
165
mencapai 47,58%, menandakan bahwa terlalu banyak dana yang menganggur
besarnya dana mennganggur ini apabila dimiliki oleh bank-bank konvensional
dapat mendatangkan permasalahan tersendiri, karena bank konvensional harus
menanggung biaya dana (cost of loanable fund) yang besar yang didominasi oleh
biaya bunga kepada nasabah. Akan tetapi karena Bank Muamalat merupakan
bank syariah yang tidak menggunakan instrumen bunga sebagai kompensasi
dana nasabah, maka besarnya dana menganggur yang dimiliki oleh Bank
Muamalat tidak mempengaruhi kinerja keuangan bank, khususnya kinerja
solvabilitas. Besarnya dana menganggur yang dimiliki oleh Bank Muamalat
sebenarnya berdampak pada perolahan laba bersih yang dihasilkan oleh bank.
Tahun 2006, besarnya CAR mengalami penurunan menjadi sebesar 40,90%.
Turunnnya CAR yang masih dalam batas aman CAR minimum (8%),
memperlihatkan dampak positif dari kinerja bank. Pada tahun 2006 ini, bank
berhasil menekan besarnya dana-dana menganggur, sehingga rasio cadangan
modalnya menurun.
Berdasrkan data pada tabel 5 tentang total hutang yang dimiliki oleh Bank
Muamalat Indonesia, dan data pada tabel 3 tentang modal ekuitas, maka
besarnya DER dapat dihitung sebagai berikut:
. 2.999.029
DER2004 = X 100% = 884,37%
339.113
2.598.071
DER2005 = X 100% = 340,32%
763.415
3.312.989
DER2006 = X 100% = 421,26%
786.441
Berdasarkan hasil perhitungan DER di atas, dapat kita ketahui bahwa Debt
Equity Ratio (DER) mengalami penurunan dari tahun 2004 ke tahun 2005,
kemudian naik di tahun 2006. tingginya rasio DER ini menandakan bahwa
kemampuan bank untuk menutupi seluruh hutang-hutangnya dengan
mengandalkan Ekuitas yang ia miliki sangat kecil. Dengan kata lain, bila
mengandalkan Ekuitas bank sebagai alat pembayar hutang, maka hanya
sebagian kecil saja hutang yang mampu di lunasi. Untuk itu, tampaknya bank
harus berusaha untuk memperbesar cadangan Ekuitasnnya secara bijak
(melakukan manajemen permodalan secara cermat), agar selain dapat
166
memperbesar kemampuannya dalam membayar hutang, profitabilitas bank
yang merupakan konsekuensi penggunaan ekuitas bank tidak akan terganggu
secara signifikan.
Pengujian Hipotesis
Berikut ini disajikan tabel ringkasan hasil perhitungan analisa rasio Liquiditas,
Rasio Rentabilitas, dan Rasio Solvabilitas, berikut penilaiannya dengan
menggunakan standar Bank Indonesia, maupun analisa historisnya, pada PT
Bank Muamalat Indonesia, tahun 2004 sampai dengan 2006:
Untuk analisis rasio Rentabilitas Bank, dimana diukur kemampuan bank dalam
melakukan efisiensi dan menghasilkan laba, maka secara histories dapat dilihat
bahwa rasio Rentabilitas bank cenderung naik dari tahun ke tahun, yang berarti
kemampuan bank dalam menghasilkan laba cenderung naik, kecuali untuk
rasio BOPO, dimana besarnya rasio cenderung tidak mengalami perubahan
yang signifikan dan mendekati 100%, maka hasil penilaian untuk Rasio BOPO
adalah cenderung efisien. Penilaian rasio Solvabilitas yang mengukur
167
kecukupan modal dan kemampuan bank dalam melunasi hutang-hutangnya,
dapat dilihat bahwa untuk CAR Bank Muamalat telah memenuhi standar Bank
Indonesia yang mensyaratkan minimal 8% bagi CAR suatu bank, oleh karena
itu CAR Bank Muamalat telah cukup baik. Akan tetapi jika dilihat kemampuan
bank dalam melunasi hutang-hutangnya dengan mengandalkan ekuitasnya
yang tergambar dalam perhitungan DER, maka terlihat bahwa keadaan Bank
Muamalat cenderung memburuk atau tidak Solven (Unsolven), sehingga
kinerjanya buruk.
Dari hasil analisa di atas yang memperlihatkan sebagian besar kinerja Bank
Muamalat Indonesia berkwalitas baik, maka hipotesis yang menyatakan bahwa
Bank Muamalat Indonesia mempunyai kinerja atau performance yang belum
baik bila ditinjau dari rasio Liquiditas, Rentabilitas, dan Solvabilitas ditolak.
PENUTUP
Kesimpulan
1. Analisa rasio Liquiditas Bank Muamalat Indonesia yang terdiri dari Cash
Ratio, Reserve Requirement (RR), memperlihatkan kecenderungan angka rasio
yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini didasarkan pada nilai kas
dan giro pada Bank Indonesia yang dimiliki BMI meningkat secara drastic
dari tahun 2004 ke tahun 2005, sehingga jumlah alat-alat liquid bank
mengalami peningkatan. Loan to Deposit Ratio (LDR), mengalami
peningkatan persentase dari tahun 2004 ke tahun 2005. Berdasarkan
ketentuan Bank Indonesia yang menetapkan titik rawan LDR sama dengan
110% atau lebih, maka LDR bank berada dalam tahap yang
aman/berkinerja baik. Namun kemudian turun lagi pada tahun 2006. Maka
dilihat dari standar yang digunakan para praktisi perbankan yang
menetapkan titik aman LDR tidak lebih dari 80% dengan batas toleransi
antara 80%-100%, maka LDR Bank Muamalat tampaknya masuk kedalam
tahap aman dan cenderung kritis di tahun 2006. Loan to Asset Ratio (LAR)
memperlihatkan kecenderungan angka rasio yang meningkat. Karena alat-
alat liquid bank kembali naik. Maka dapat disimpulkan bahwa kinerja
Keuangan Bank Muamalat Indonesia untuk rasio Liquiditas cenderung baik.
168
minimum yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar 8%. Akan
tetapi, jika kita melihat Debt to Equity Ratio (DER) bank, yang
memperlihatkan kemampuan bank untuk melunasi semua hutangnya
dengan mengandalkan modal milik sendiri (Ekuitas) bank, maka dapatlah
kita lihat bahwa kemampuan bank ini buruk. Rasio-rasio DER yang begitu
besar memperlihatkan ketidakmampuan bank untuk melunasi semua
hutangnya dengan mengandalkan Ekuitas Bank.
Saran
1. Besarnya Debt Equity Ratio (DER) Bank Muamalat, yang merupakan bagian
dari rasio Solvabilitas menunjukkan bahwa bank sebaiknya memperbaiki
kinerja Solvabilitasnya. Besarnya angka DER ini menunjukkan kelemahan
bank apabila Bank Muamalat dituntut untuk segera melunasi hutang-
hutangnya. Untuk memperbesar DER bank dapat dilakukan dengan jalan
meningkatkan Ekuitas Bank yang berarti menambah jumlah saham yang
beredar atau memperbesar jumlah laba ditahan yang bisa menambah
ekuitas bank. Langkah lain yang bisa dilakukan oleh bank adalah
169
memperkecil jumlah pinjaman bank dan melakukan efisiensi dana bank
dengan melakukan perhitungan ulang terhadap investasi-investasi yang
kurang menguntungkan, sehingga laba yang diperoleh bisa dgunakan
untuk menambah Ekuitas Bank.
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Muhammad Syafii. 2006. Bank Syariah Dari Teori ke Praktik. Gema
Insani Press. Jakarta.
Muhammad. 2006. Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah. UII Press.
Yogyakarta.
170
KUALITAS PELAYANAN INSTITUSI PUBLIK: TINGKAT
KEPUASAN MASYARAKAT
(Analisis Tanggapan Kelompok Pelanggan R2A, R2B dan R1
tentang Mutu Pelayanan Unit Pelayanan Masyarakat dan Unit
Tehnik PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung).
Novita Tresiana2
ABSTRACT
The research is based on the research question, how satisfied order of PDAMs
consument in group R2A, R2B and R1 in which PDAM takes the services,
especially performance services of PDAM Way Rilau relationship and technical
unit. This question is worth forwarding considering in some public institutions,
especially BUMDs services is less quality and in business perspective PDAM
Way Rilau is low contribution to PAD Kota Bandar Lampung.
In line with the study problem, this study aimed at knowing the order of public
satisfaction as performance of PDAM Way Rilau. The Survey research method
was used on unit of relationship and technical unit as research setting.
PENDAHULUAN
Perubahan yang terjadi dewasa ini dirasakan semakin cepat, makin bertambah
akselerasinya didukung perkembangan teknologi, sistem informasi dan
komunikasi yang makin menyebabkan proses globalisasi bergerak semakin
cepat. Dalam kondisi perubahan seperti itu, institusi publik bila ingin tetap
2
Dosen Jurusan Ilmu Administrasi Negara, FISIP Unila
survive harus mampu merespon perubahan-perubahan melalui peningkatan
kinerja dan kualitas layanannya (Brynson, 1995).
Ada lima hal yang menjadi tuntutan masyarakat terhadap institusi publik
dalam pelayanan yang diberikannya, yaitu: a) Derasnya tuntutan agar
pemerintah mampu menumbuhkan adanya good governance, berupa
pemerintahan yang bersih, bertanggungjawab dan profesional; b) Semakin
tajamnya kritik masyarakat atas semakin rendahnya kualitas pelayanan publik;
c) Semua aparat pemerintahan dituntut untuk memiliki sense of crisis,
dibutuhkan aparat pelayanan yang mampu to do more with less.; d.) Aparat
pemerintah dituntut agar bekerja lebih profesional,memiliki public accuntability
and responsibility; e) Masyarakat sebagai pihak yang harus dipenuhi dan
dilindungi kepentingannya (public interest), menuntut agar pemerintah
memperhatikan dengan sungguh-sungguh aspirasi mereka sejauh bisa
memenuhinya. (Islamy, 2000). Senada dengan hal diatas, beberapa hasil riset
yang telah dilakukan oleh beberapa pakar (dalam Islamy,2001) tentang peran
institusi publik, khususnya garis depan dalam memberikan pelayanan publik di
Indonesia menunjukkan adanya patologi dan stigma birokrasi pelayanan
publik.
PDAM Way Rilau Kota Bandarlampung sebagai salah satu BUMD yang
memberikan pelayanan publik kiranya juga tidak terlepas dari kondisi-kondisi
diatas. Sebagai perusahaan yang memegang monopoli dalam penyediaan
air,menurut Wahab (1999) menyebabkan munculnya pelayanan publik
(konsumennya) amat tidak kompetitif dan tidak sensitif pada persoalan
perbaikan kualitas secara menyeluruh. Monopoli (secara tersembunyi atau
terang-terangan) atas penyediaan pelayanan publik ternyata juga menyebabkan
perilaku para birokrat mulai dari pimpinan puncak hingga pegawai rendahan
berlagak seperti administrator kolonial. Mereka menjadi arogan, tidak
responsif dan tidak akuntabel kepada publik. Alhasil, akhirnya mengakibatkan
tidak tercapainya tujuan pokok dari PDAM sebagai salah satu bagian dari
BUMD. Ditinjau dari segi pelayanan, maka kualitas pelayanan yang diberikan
172
oleh PDAM kepada pelanggannya menjadi sangat rendah. Sedangkan dari
perspektif usaha, PDAM Way Rilau belum mampu memberikan kontribusi
yang profit yang cukup signifikan bagi peningkatan pendapatan asli daerah
(PAD).
METODE PENELITIAN
173
jawaban pertanyaan responden atas masing-masing unsur pelayanan
diklasifikasi sesuai jenjang kualitas pelayanan, yaitu dari yang sangat baik
sampai dengan tidak baik. Untuk kategori tidak baik diberi nilai persepsi 1,
kurang baik diberi nilai persepsi 2, baik diberi nilai persepsi 3, sangat baik
diberi nilai persepsi 4.
Data isian kuesioner dari setiap responden akan dimasukkan dalam formulir
mulai dari unsur 1 sampai dengan unsur 14 yang selanjutnya dicari nilai rata-
rata per unsur pelayanan melalui jumlah nilai rata-rata per unsur pelayanan
dikalikan dengan 0,071 sebagai nilai bobot rata-rata tertimbang dan nilai indeks
unit pelayanan dengan cara menjumlahkan 14 unsur dari nilai rata-rata
tertimbang.
174
tentunya berguna untuk mengetahui profil responden dan kecenderungan
jawaban yang diberikan, sebagai bahan analisis objektivitas.
Proses penafsiran atau interpretasi terhadap penilaian IKM yaitu antara 25-100,
maka hasil penilaian tersebut di atas dikonversikan dengan nilai dasar 25,
dengan rumus sebagai berikut :
NILAI
NILAI
NILAI INTERVAL MUTU KINERJA UNIT
INTERVAL
PERSEPSI KONVERSI PELAYANAN PELAYANAN
IKM
IKM
1 1,00-1,75 25-43,75 D Tidak baik
2 1,76-2,50 43,76-62,50 C Kurang baik
3 2,51-3,25 62,51-81,25 B Baik
4 3,26-4,00 81,26-100,00 A Sangat baik
Sebagaimana telah ditetapkan, yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah
masyarakat sebagai pelanggan PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung,
utamanya kelompok pelanggan R2A, R2B dan R1, yang mendapat pelayanan
oleh Unit Pelayanan Masyarakat dan Unit Teknik PDAM Way Rilau.
Sehubungan dengan hal ini, maka analisis kepuasan pelanggan dan kinerja
175
PDAM Way Rilau akan dipilah kedalam kategorisasi kelompok pelanggan dan
unit PDAM Way Rilau yang dijadikan subyek kajian riset ini.
Klasifikasi Jawaban
Klasifikasi Pelayanan Pelanggan Unit Pelayanan Jumlah Pelanggan Nilai rata- Nilai rata-rata
Berdasarkan Unsur Masyarakat PDAM Way Rilau Kelompok R1 rata tertimbang per
Pelayanan Kota Bandar Lampung Pada Saat Observasi perunsur unsur pelayanan
1 2 3 4
Prosedur Pelayanan 125 60 15 - 200 1.45 0.10
Persyaratan pelayanan 73 81 32 14 200 1.94 0.14
Kejelasan petugas 58 50 61 31 200 2.33 0.17
Pelayanan
Kedisiplinan Petugas 37 60 68 35 200 2.51 0.18
pelayanan
Tanggungjawab Petugas 79 49 52 20 200 2.07 0.15
Pelayanan
Kemampuan Petugas 20 57 95 28 200 2.66 0.19
Pelayanan
Kecepatan Pelayanan 125 55 10 10 200 1.53 0.11
Keadilan Mendapatkan 55 83 25 37 200 2.22 0.16
Pelayanan
Kesopanan dan Keramahan 69 79 37 15 200 1.99 0.14
Petugas Pelayanan
Kewajaran Biaya Pelayanan 83 84 18 15 200 1.83 0.13
Kepastian Biaya Pelayanan 61 41 82 16 200 2.27 0.16
Kepastian Jadual Pelayanan 64 61 57 18 200 2.15 0.15
Kenyamanan Lingkungan 101 44 30 25 200 1.90 0.13
Keamanan Pelayanan 28 33 98 41 200 2.76 0.20
Total Jawaban Pelanggan 978 837 680 305 2,800 2.11 2.10
*Sumber: Hasil Pengolahan Data Bulan September-Oktober Tahun 2004
176
Dari perhitungan Tabel 2 diatas apabila dikonversikan dengan Tabel IKM, maka
didapat suatu kesimpulan tentang tingkat kepuasan masyarakat kelompok R1
(RSS) terhadap Unit Pelayanan PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung
sebagai berikut: (a) Nilai dasar IKM yang merupakan responsi masyarakat
(pelanggan) adalah sebesar 2.10.; (b) Nilai IKM setelah dikonversi = nilai indeks
dikalikan nilai dasar 2.10 x 25 = 52.5; (c) Mutu pelayanan unit pelayanan
masyarakat PDAM Way Rilau terkategori C; (d) Kinerja Pelayanan Unit
pelayanan masyarakat PDAM Way Rilau mengindikasikan kurang baik
Dari perhitungan Tabel 3 diatas apabila dikonversikan dengan Tabel IKM, maka
didapat suatu kesimpulan tentang indeks kepuasan pelanggan kelompok R2A
(RS) terhadap Unit Pelayanan PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung sebagai
berikut: (a) Nilai dasar IKM yang merupakan responsi masyarakat (pelanggan)
adalah sebesar 2.03; (b) Nilai IKM setelah dikonversi = nilai indeks dikalikan
177
nilai dasar 2.03 x 25 = 50.75; (c) Mutu pelayanan unit pelayanan masyarakat
PDAM Way rilau terkategori C; (d) Kinerja Pelayanan Unit pelayanan
masyarakat PDAM Way Rilau mengindikasikan kurang baik
Dari perhitungan Tabel 4 diatas apabila dikonversikan dengan Tabel IKM, maka
didapat suatu kesimpulan tentang indeks kepuasan pelanggan kelompok R2B
(RT. Menengah) terhadap Unit Pelayanan PDAM Way Rilau Kota Bandar
Lampung sebagai berikut: (a) Nilai dasar IKM yang merupakan responsi
masyarakat (pelanggan) adalah sebesar 2.16; (b) Nilai IKM setelah dikonversi =
nilai indeks dikalikan nilai dasar 2.16 x 25 = 54; (c) Mutu pelayanan unit
pelayanan masyarakat PDAM Way rilau terkategori C; (d) Kinerja Pelayanan
Unit pelayanan masyarakat PDAM Way Rilau mengindikasikan kurang baik
178
Tabel 5. Keseluruhan Tingkat Kepuasan Masyarakat Terhadap Unit
Pelayanan PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung
Dari perhitungan Tabel 5 diatas apabila dikonversikan dengan Tabel IKM, maka
didapat suatu kesimpulan tentang keseluruhan tingkat kepuasan
masyarakat/pelanggan terhadap Unit Pelayanan PDAM Way Rilau Kota
Bandar Lampung sebagai berikut: (a) Nilai dasar IKM yang merupakan responsi
masyarakat (pelanggan) adalah sebesar 2.10; (b) Nilai IKM setelah dikonversi =
nilai indeks dikalikan nilai dasar 2.10 x 25 = 52.5; (c) Mutu pelayanan unit
pelayanan masyarakat PDAM Way rilau terkategori C; (d) Kinerja Pelayanan
Unit pelayanan masyarakat PDAM Way Rilau mengindikasikan kurang baik
179
TINGKAT KEPUASAN MASYARAKAT DAN KINERJA UNIT TEHNIK
PDAM WAY RILAU KOTA BANDAR LAMPUNG
Dari perhitungan Tabel 6 diatas apabila dikonversikan dengan Tabel IKM, maka
didapat suatu kesimpulan tentang global indeks kepuasan pelanggan kelompok
R1 (RSS) terhadap Unit Teknik PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung
sebagai berikut: (a) Nilai dasar IKM yang merupakan responsi masyarakat
(pelanggan) adalah sebesar 1.58; (b) Nilai IKM setelah dikonversi = nilai indeks
dikalikan nilai dasar 1.58 x 25 = 39.5; (c) Mutu pelayanan unit teknik PDAM
Way rilau terkategori D; (d) Kinerja Pelayanan Unit Teknik PDAM Way Rilau
mengindikasikan tidak baik.
180
Tabel 7. Tingkat Kepuasan Masyarakat Kelompok R2A (RS) Terhadap Unit
Teknik PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung
Dari perhitungan Tabel 7 diatas apabila dikonversikan dengan Tabel IKM, maka
didapat suatu kesimpulan tentang global indeks kepuasan pelanggan kelompok
R2A (RS) terhadap Unit Teknik PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung
sebagai berikut: (a) Nilai dasar IKM yang merupakan responsi masyarakat
(pelanggan) adalah sebesar 1.58; (b) Nilai IKM setelah dikonversi = nilai indeks
dikalikan nilai dasar 1.58 x 25 = 39.5p; (c) Mutu pelayanan unit teknik PDAM
Way rilau terkategori D; (d) Kinerja Pelayanan Unit Teknik PDAM Way Rilau
berdasarkan responsi pelanggan kelompok R2A mengindikasikan tidak baik.
181
Tabel 8. Tingkat Kepuasan Masyarakat Kelompok R2B (RT. Menengah)
Terhadap Unit Teknik PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung
Dari perhitungan Tabel 8 diatas apabila dikonversikan dengan Tabel IKM, maka
didapat suatu kesimpulan tentang global indeks kepuasan pelanggan kelompok
R2B (RT. Menengah) terhadap Unit Teknik PDAM Way Rilau Kota Bandar
Lampung sebagai berikut: (a) Nilai dasar IKM yang merupakan responsi
masyarakat (pelanggan) adalah sebesar 1.58; (b) Nilai IKM setelah dikonversi =
nilai indeks dikalikan nilai dasar 1.58 x 25 = 39.5; (c) Mutu pelayanan unit teknik
PDAM Way rilau terkategori D; (d) Kinerja Pelayanan Unit Teknik PDAM Way
Rilau berdasarkan responsi pelanggan kelompok R2B mengindikasikan tidak
baik.
182
Tabel 9. Keseluruhan Tingkat Kepuasan Masyarakat/Pelanggan Terhadap
Unit Teknik PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung
Dari perhitungan Tabel 9 diatas apabila dikonversikan dengan Tabel IKM, maka
didapat suatu kesimpulan tentang keseluruhan kepuasan masyarakat/
pelanggan terhadap Unit Teknik PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung
sebagai berikut: (a) Nilai dasar IKM yang merupakan responsi masyarakat
(pelanggan) adalah sebesar 1.58; (b) Nilai IKM setelah dikonversi = nilai indeks
dikalikan nilai dasar 1.58 x 25 = 39.5; (c) Mutu pelayanan unit teknik PDAM
Way Rilau terkategori D; (d) Kinerja Pelayanan Unit Teknik PDAM Way Rilau
berdasarkan responsi pelanggan mengindikasikan tidak baik.
183
Klasifikasi Jawaban Pelanggan Jumlah
Nilai rata- Nilai rata-rata
Klasifikasi Pelayanan Unit Teknik PDAM Way Rilau Pelanggan
rata tertimbang per
Berdasarkan Unsur Pelayanan Kota Bandar Lampung Pada Saat
perunsur unsur pelayanan
1 2 3 4 Observasi
Persyaratan pelayanan 529 480 143 48 1200 1.76 0.12
Kejelasan petugas Pelayanan 241 466 373 120 1200 2.31 0.16
Kedisiplinan Petugas pelayanan 498 433 177 92 1200 1.89 0.13
Tanggungjawab Petugas Pelayanan 536 448 157 59 1200 1.78 0.13
Kemampuan Petugas Pelayanan 113 234 643 210 1200 2.79 0.20
Kecepatan Pelayanan 724 379 52 45 1200 1.52 0.11
Keadilan Mendapatkan Pelayanan 660 346 86 108 1200 1.70 0.12
Kesopanan dan Keramahan 795 246 110 49 1200 1.51 0.11
Petugas Pelayanan
Kewajaran Biaya Pelayanan 335 267 544 54 1200 2.26 0.16
Kepastian Biaya Pelayanan 665 200 268 67 1200 1.78 0.13
Kepastian Jadual Pelayanan 747 235 171 47 1200 1.60 0.11
Kenyamanan Lingkungan 830 166 130 74 1200 1.54 0.11
Keamanan Pelayanan 684 133 250 133 1200 1.86 0.13
Total Jawaban Pelanggan 8,019 4,429 3,201 1,151 16,800 1.85 1.84
*Sumber: Hasil Pengolahan Data Bulan September-Oktober Tahun 2004
Kesimpulan
184
Kinerja Pelayanan Unit pelayanan masyarakat PDAM Way Rilau
mengindikasikan kurang baik
Saran-saran
PDAM Way Rilau bukan semata-mata lembaga milik pemerintah yang hanya
menjalankan fungsi sosial, akan tetapi lebih pada aspek profit oriented seperti
prinsip bisnis yang dijalankan sektor privat, maka PDAM Way Rilau harus
membenahi sistem manajemen secara keseluruhan ke arah perbaikan kinerja
dan kualitas pelayanan agar tidak ditinggalkan pelanggannya. Hal ini bisa
dimulai dengan langkah-langkah mendasar, yaitu:
DAFTAR PUSTAKA
Alam,Arif dan Basirun. 2002. Pelayanan Publik Pemerintah Lokal: Hak Dasar
Warganegara. Jurnal PSPK, Edisi April-Juni 2002
Potter, J., (1988). Consumerism and The Public Sector: How well does The Coat
fit? In McKevitt, D., and Lawton, A., (eds). Public Sector Management:
Theory, Critique and Practice. London: Sage Publication.
185
Wibawa, S., dan Purbokusumo, Y., (1998). Peningkatan Kualitas Pelayanan
Administrasi. Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik, Vol. 2,
Nomor 1, Pebruari 1998.
186
Total Quality Management (TQM) Sebagai Fokus Perbaikan
Keseluruhan Kinerja Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman
ABSTRACT
I. Pendahuluan
3
Dosen Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Lampung
4
Dosen Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
mendorong untuk melakukan rekreasi. Tahura WAR yang berlokasi di Padang
Cermin, Lampung Selatan ini menjadi salah satu pilihan yang tepat untuk
dijadikan tempat wisata. Perbaikan produktivitas terus-menerus tidak bisa
dihindarkan dari pihak pengelola yang menginginkan kemajuan industri
wisatanya.
II. Permasalahan
Tahura WAR merupakan taman hutan rakyat yang keberadaannya tidak hanya
penting untuk mempertahankan keselestarian hutan, tetapi juga dapat menjadi
sarana rekreasi dan pariwisata bagi masyarakat Lampung serta hutan
pendidikan bagi masyarakat Lampung. Mengingat industri wisata yang
semakin beragam di daerah tersebut dan penuh dengan persaingan, maka
Tahura WAR perlu mengadakan suatu evaluasi terhadap pengelolaan yang
sudah dilakukan selama ini.
188
keuntungan yaitu memperbaiki kepuasan pengunjung, fokus dan motivasi pada
karyawan, menurunkan sampah/limbah, dan memperbaiki kinerja secara
keseluruhan. Pendekatan TQM diharapkan tercapainya kinerja perusahaan
secara keseluruhan. Menurut Harvey & Brown (2001) dalam Agus (2004) TQM
merupakan sebuah strategi organisasi untuk memperbaiki service performance
dan kepuasan konsumen dengan mengembangkan prosedur untuk secara bijak
mengelola kulitas.
189
V. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup yang akan dibahas pada penelitian ini dibatasi pada lima
variabel TQM yang meliputi:
PRAKTIK-PRAKTIK
DESKRIPSI
TQM
Dukungan dari kualitas yang bertanggung jawab oleh manjemen puncak.
Evaluasi manejemen puncak terhadap kualitas. Partisifasi manjemen puncak
Management
dalam usaha perbaikan kualitas. Spesifikasi dari tujuan kualitas. Pentingnya
Leadership
mengarahkan kualitas terhadap biaya dan jadwal. Perencanaan kualitas yang
komprehensif.
Visibility dan otonomi dari department kualitas. Akses department ke
Peranan Quality manajemen puncak. Menggunakan staf untuk konsultasi. Koordinasi antara
Department department kulitas dengan departemen lainnya. Keefektifan dari department
kualitas.
Provisi dari pelatihan statistik, trade training, dan training yang berhubungan
Training
dengan kualitas untuk semua karyawan.
190
PRAKTIK-PRAKTIK
DESKRIPSI
TQM
Implementasi dari keterlibatan karyawan dan lingkaran kualitas. Partisipasi
karyawan yang terbuka dalam hal pengambilan keputusan terhadap kualitas.
EmployeeRrelation
Tanggung jawab karyawan terhadap kualitas. Keefektifan supervisi dalam
menangani isu-isu kulitas
Penggunaan data biaya kualitas. Umpan balik dari data kulitas kepada
Quality Data and karyawan dan manajer untuk problem solving.Pengukuran kulitas tepat waktu.
Reporting Evaluasi manajer dan karyawan berdasarkan quality performance.
Ketersediaan data kulitas.
Sedikit tergantung pada pemasok. Ketergantungan yang kuat dari pemasok
Supplier Quality
dan pelanggan. Pembelian kebijakan yang menekankan pada kualitas dari
Management
pada harga. Kontrol kualitas pemasok
Melalui proses scrub-down. Keterlibatan semua departement yang
Product/ServiceDdesign berpengaruh dalam design review. Kejelasan spesifikasi. Penekanan pada
produksi, kulitas bukan jadwal roll out. Hindari desain ulang.
Process Management Kejelasan kepemilikan proses, tahap dan langkah.
d1 Mdtopm
Mdperf
d2 Mdcust
e1
TQM
d3 Mdbench Perform
Zeta 1
d4 Mdtrain Mdcsatis
e2
d5 Mdemploy
191
VI. Model Penelitian
Model penelitian yang digunakan diadopsi dari hasil sebuah model struktural
pada Gambar 1.
Mdtopmgt
Mdperf
Mdcust
TQM Perform
Mdbench
Mdtrain Mdcsatis
Mdemp1oy
Gambar 2. Model HUBUNGAN antara TQM dengan keseluruhan kinerja
Keterangan:
Mdtopmgt = top mangement commitment Mdcust = customer focus
Mdbench = benchmarking Mdtrain = training
Mdperf = service performance Mdcsatis =customer satisfaction
Mdemploy = employee wealth focus
Populasi yang akan diteliti adalah pengunjung pengunjung yang berusia antara
15-60 tahun dengan anggapan usia tersebut merupakan usia yang bisa
diandalkan dalam pengisian kuisioner), stakeholder dan masyarakat sekitar.
Sampel diambil secara acak terhadap para pengunjung di lokasi yang terdapat
pengunjung, dan para pengelola Tahura WAR. Masing-masing sampel
sebanyak 35 responden untuk pengunjung dan 60 responden untuk pengelola,
sehingga total ada 95 orang responden.
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuisioner yang terdiri
dari dua jenis kuisioner, satu untuk pengunjung (terhadap level kepuasan
pengunjung) dan satu untuk para pengelola Tahura WAR (terhadap praktik-
praktik TQM). Masing-masing responden memberikan penilaian terhadap
192
kuisioner dengan tujuh Skala Likert terhadap indikator-indikator variabel
(Tabel 2). Penilaian terhadap praktik-praktik TQM dan level kepuasan
pengunjung menggunakan tujuh skala penilaian yaitu :1 = sangat tidak setuju, 2
= tidak setuju, 3 = agak tidak setuju, 4 = netral, 5 = agak setuju, 6 = setuju dan 7=
sangat setuju.
Praktik TQM
(standar) WAR
3. Keefektifan dari benchmarking dalam menurunkan biaya pelayanan
4. Keinginan organisasi terhadap benchmark di masa mendatang
1. Ketersediaan karyawan untuk mengikuti pelatihan kualitas
2. Frekuensi diadakannya pelatihan-pelatihan kualitas dalam setahun
Pelatihan
3. Jumlah karyawan yang mengikuti pelatihan pada sesi pelatihan yang sama
4. kepuasan karyawan terhadap keseluruhan kegiatan pelatihan
Fokus 1. Menyediakan insentif keuangan kelompok
Kesejahteraan 2. Menyediakan program-program profit-sharing
Karyawan
1. Keterlibatan dalam pemberian usul dan saran.
Fokus Partisipasi
2. Tingkat partisipasi dalam pengambilan keputusan
Karyawan
3. Tingkat kesadaran kualitas ekowisata Tahura WAR.
1. Keinginan dan kesiapan karyawan (respon) yang cepat terhadap permintaan
pengunjung
2. Membangun fasilitas wisata yang dapat memuaskan pengunjung
Kepuasan 3. Antisipasi dan tanggung jawab terhadap kebutuhan, keluhan dan keinginan
pengunjung pengunjung
Level Kepuasan Pengunjung
193
VIII. Hasil Analisa Dan Pembahasan
2. Analisa Korelasi
194
Correlations
3. Analisa Faktor
Dari tabel di atas terlihat angka KMO Measure of Sampling Adequacy (MSA)
adalah sebesar 0,5. Oleh karena angka tersebut lebih besar sama dengan 0,5
maka kumpulan variabel dapat diproses lebih lanjut.
195
Tabel 6. Total Variance Explained
Total Variance Explained
Dari tabel di atas terlihat bahwa terbentuk dua buah faktor yang menjelaskan
variabel Fokus pada Karyawan, dimana faktor 1 dapat menjelaskan variabel
Fokus pada Karyawan sebesar 39,302 persen dan faktor 2 dapat menjelaskan
variabel Fokus pada Karyawan sebesar 35,956 persen.
Component
1 2
EMPLOY1 .513 .468
EMPLOY2 -.097 .901
EMPLOY3 -.031 .869
EMPLOY4 .887 -.114
EMPLOY5 .948 -.058
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.
a. Rotation converged in 3 iterations.
Dari tabel di atas terlihat bahwa variabel Employ1, Employ 4 dan Employ 5
membentuk Faktor 1 sedangkan variabel Employ 2 dan Employ 3 membentuk
Faktor 2. Kemudian dari tabel operasionalisasi variabel Faktor 1 dinamakan
Faktor Kesejahteraan Karyawan dan Faktor 2 dinamakan Faktor Partisipasi
Karyawan.
196
Tabel 8. Uji KMO dan Bartlett 2 Faktor
Lalu dari Tabel 9 terlihat bahwa faktor 1 dapat menjelaskan variabel Kepuasan
Pengunjung sebesar 47,701 persen sedangkan faktor 2 dapat menjelaskan
varaiabel Kepuasan Pengunjung sebesar 19,750 persen.
Dari Tabel 10 terlihat bahwa variabel Service1, Service5 dan Service6 termasuk
dalam Faktor 1 dan variabel Service2, Service3 dan Service4 termasuk dalam
Faktor 2. Dari tabel operasionalisasi variabel, Faktor 1 dinamakan Faktor
Kualitas Pelayanan dan Faktor 2 disebut Faktor Instrumen Pelayanan.
Component
1 2
SERVICE1 .876 .002
SERVICE2 -.065 .866
SERVICE3 .275 .798
SERVICE4 .496 .607
SERVICE5 .820 .163
SERVICE6 .573 .414
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.
a. Rotation converged in 3 iterations.
197
4. Analisa Regresi
Dari Tabel 11 terlihat bahwa nilai R square adalah sebesar 0,703, hal ini berarti
sekitar 70,3 persen TQM dipengaruhi oleh variabel komitmen manajemen, fokus
pada pengunjung, benchmark, pelatihan karyawan dan fokus pada karyawan.
b
Model Summary
Change Statistics
AdjustedStd. Error ofR Square
Mode R R SquareR Squarehe EstimateChangeF Change df1 df2 ig. F Change
1 .703a .494 .385 .653 .494 4.549 6 28 .002
a.Predictors: (Constant), mdemploy2, mdemploy1, mdtopmgt, mdbench, mdtrain, mdcust
b.Dependent Variable: TQM
Dari Tabel 12 terlihat bahwa F hitung memiliki nilai sebesar 4,549 dengan
tingkat signifikansi 0,002. Oleh karenanya, kelima variabel dalam penelitian ini
dapat digunakan untuk memprediksi TQM pada Tahura WAR.
ANOVAb
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 11.649 6 1.942 4.549 .002a
Residual 11.951 28 .427
Total 23.600 34
a. Predictors: (Constant), mdemploy2, mdemploy1, mdtopmgt, mdbench, mdtrain,
mdcust
b. Dependent Variable: TQM
198
Korelasi yang lemah ini menyebabkan variabel fokus pelanggan ternyata tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel TQM. Dengan kata lain,
hipotesis H2 tidak mempunyai cukup data yang mendukung untuk diterima.
Correlations
Variabel fokus pada karyawan memiliki korelasi positif yang cukup kuat
terhadap variabel TQM. Artinya, jika fokus pada karyawan ditingkatkan baik
secara kesejahteraan maupun partisipasi dalam pengambikan keputusan maka
TQM akan meningkat pula. Dalam hal ini hipotesis H5 ternyata memiliki data
yang cukup mendukung untuk diterima.
199
terhadap kinerja secara keseluruhan sebesar 0,617, dengan tingkat sigifikansi
yang lebih kecil dari 0,05. Dengan perkataan lain, hipotesis H6 ternyata
memiliki data yang cukup mendukung untuk diterima.
Demikian pula hubungan yang terjadi antara variabel kualitas jasa dan kinerja
secara keseluruhan memiliki korelasi positif yang cukup kuat sebesar 0,575
dengan tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05. Karena tingkat signifikansi
yang diperoleh lebih kecil dari 0,05 berarti hipotesis H7 diterima.
Sedangkan hubungan yang terjadi antara variabel TQM dan Kinerja secara
Keseluruhan ternyata memiliki korelasi negatif sebesar 0,218 dengan tingkat
signifikansi di atas 0,05. Korelasi yang negatif ini menjelaskan bahwa apabila
kinerja secara keseluruhan meningkat maka TQM malah menurun dan
sebaliknya. Tingkat signifikansi yang cenderung di atas 0,05 menyebabkan
hipotesis H9 tidak mempunyai data yang cukup mendukung untuk dapat
diterima.
IX. Kesimpulan
Dari data yang telah dikumpulkan dan diolah dan dianalisis dapat disimpulkan
hal-hal sebagai berikut :
1. Terdapat korelasi positif yang cukup kuat antara variabel fokus pada
karyawan dengan TQM, variabel pelatihan karyawan dengan TQM dan
variabel partisipasi karyawan dengan TQM.
3. Korelasi yang terjadi antara variabel TQM dan Kinerja secara Keseluruhan
ternyata memiliki korelasi negatif.
200
X. Saran dan Rekomendasi
3. Proses yang tidak kalah pentingnya adalah benchmarking Tahura WAR itu
sendiri. Dengan adanya standarisasi pada setiap rangkaian pelayanan pada
Tahura WAR maka semua kinerja dapat dievaluasi. Sehingga untuk
kedepannya, akan lebih mudah memperbaiki dan meningkatkan kualitas
dan kinerja pelayanan pada Tahura WAR.
Daftar Pustaka
Agus. A, 2004. TQM as a focus for improving overall service performance and
customer satisfaction: an empirical study on a public service sector in Malaysia.
Taylor &Francis. Vol.15, pp. 615-628.
Ceballos-Lascurain, H. 1996. Tourism, Ecotourism, and Protected Areas. Gland,
Switzerland: IUCN.
201
Fandeli, C. 2000. Pengertian dan Konsep Dasar Ekowisata. Di dalam : Fandeli,
C., dan Mukhlison, Editor. Pengusahaan Ekowisata. Yogyakarta :
Fakultas Kehutanan UGM, Unit KSDA DIY, Pustaka Pelajar.
Groonroos, C. 2000. Service management and Marketing: a customer relationship
management Approach. Second edition. John Wiley and Sons, ltd, Baffins
Lane, Chicester, West Sussex PO19 IUD, England.
Kaynak, H. 2003. The relationship between total quality management practices and
their effect on firm performance. Journal of operation management 21, pp.
405-435.
Marion, J.L., and T.A. Farrel. 1996. Managing Ecotourism Visitation in Protected
Areas. Di dalam : Ecotourism. A Guide for Planners and Managers. Vol. 2.
Edited : Lindberg K., M. Epler Wood and D. Engeldrum. North
Bennington : The Ecotourism Society.
Orams M.B. 1995. Towards a More Desirable form of Ecotourism. Tourism
Management 16 (1995) 3-8. Great Britain : Elsevier Science Ltd.
Pedersen, A. 1991. Issues, Problem, and Lesson Learned from Ecotourism Planning
Projects. Di dalam : Ross, S., and G. Wall. 1999. Ecotourism : towards
congruence between theory and practice. Tourism Management 20 (1999)
123-132. Great Britain : Elsevier Science Ltd.
Render, B., and Heizer, J. 2005. Operation Management : flexible version. Seventh
edition. Pearson education,Inc,. Upper Saddle River, New Jersey.
Ross, S., and G. Wall. 1999. Ecotourism : towards congruence between theory and
practice. Tourism Management 20 (1999) 123-132. Great Britain : Elsevier
Science Ltd.
Samson. D& Terziovski,1999. The relation between total quality management
practices and operational performance. Journal of operation management
17, pp. 393-409.
Santoso, Singgih & Tjiptono, Fandy, 2002. Riset Pemasaran : Konsep dan
Aplikasi dengan SPSS, Elex Media Komputindo, Jakarta.
Sarwono, Jonathan,. 2005. Teori dan Praktik Riset Pemasaran dengan SPSS,
Andi Yogyakarta, Yogyakarta
Setiawan, I. 2000. Nilai Ekonomi Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman
Propinsi Lampung. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Simamora, Bilson.2004. Riset Pemasaran : Falsafah, Teori dan Aplikasi,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
202
Singarimbun, M., dan S. Effendi. 1989. Metode Penelitian Survey. Jakarta :
LP3ES.
UPTD Tahura WAR. 2000. Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman. Bandar
Lampung : UPTD Tahura WAR.
UPTD Tahura WAR. 2002. Rencana Pengelolaan Tahunan Taman Hutan Raya
Wan Abdul Rachman Propinsi Lampung T.A. 2003. Bandar Lampung :
UPTD Tahura WAR.
www.depdiknas.go.id/jurnal/25/abbas gozali.htm
203
PENGUJIAN EFISIENSI PASAR MODAL ATAS PERISTIWA
PENGUMUMAN STOCK SPLITPERIODE TAHUN 2005-2006 DI
BURSA EFEK JAKARTA
ABSTRACT
Stock split is one of corporate action that executed by a public company which aim to
increase number of shares. This action is s ussually took if stock price is very high,
therefore reduce the marketability. This reasearch will use stock split announcement at
Bursa Efek Jakarta during year 2005 until 2006 as the event. Number of companies that
announce the stock split were 12 companies. By using run test and event study, this
reasearch will test whether Bursa Efek Jakarta is weakly efficient and and or semi
strongly efficient.
The result of reasearch, first that stock price change randomly, cause the investor find
difficulties to predict stock price movement to get an abnormal return. It imply that BEJ
is weakly efficient. Second, t test shows that 30 days before and 30 days after stock split
announcement, there were not an abnormal return It indicate that BEJ has already
efficient semi strongly efficient because investor doesnt have any strategy to use any
available information at the market.
I. PENDAHULUAN
Pasar modal sangat bermanfaat bagi para investor dan dunia usaha pada
umumnya. Pasar modal berperan sebagai sumber dana yang bersifat jangka
panjang, alternatif investasi, wahana untuk melakukan restrukturisasi
permodalan perusahaan, dan media untuk melakukan divestasi. Manfaat pasar
modal bagi investor adalah memberikan kesempatan atau hak kepada
masyarakat untuk memiliki perusahaan yang sehat dan mempunyai prospek
yang baik dimasa depan, dan merupakan alternatif investasi yang memberikan
potensi keuntungan dengan resiko yang bisa diperhitungkan. Sedangkan
manfaat pasar modal bagi dunia usaha adalah membina iklim keterbukaan bagi
5
Dosen Jurusan Manajemen, fakultas Ekonomi Unila
dunia usaha serta memberikan akses kontrol sosial bagi perusahaan dalam
menjalankan usahanya, mendorong pemanfaatan manajemen profesional dalam
pengelolaan perusahaan, wahana untuk melakukan investasi dalam jangka
pendek (likuiditas) maupun jangka panjang (growth), dan merupakan sumber
pembiayaan jangka panjang bagi perusahaan.
Terdapat dua tujuan investor dalam berinvestasi di pasar modal, yaitu dividen
dan keuntungan modal (capital gain). Keduanya harus lebih besar atau paling
tidak sama dengan tingkat pendapatan yang diharapkan. Agar harga saham-
saham yang tercatat di pasar modal menunjukkan nilai yang sebenarnya,
dibutuhkan suatu kondisi pasar modal yang efisien. Kondisi pasar modal yang
efisien diantaranya berkaitan dengan kesadaran dari para emiten untuk
menerbitkan informasi yang berkualitas, baik dari sisi keanekaragaman,
kecepatan, frekuensi, kebenaran serta ketepatan informasi. Pada pasar modal,
informasi merupakan kebutuhan utama para investor dan traders, karena
informasi tersebut digunakan oleh mereka untuk mengambil keputusan
invetasi. Tingkat kecepatan pasar modal dalam merespon atau menyerap
informasi baru telah lama menjadi perhatian para ahli ekonomi keuangan di
seluruh dunia. Mereka sepakat bahwa tingkat kecepatan pasar dalam
merefleksikan informasi baru ke dalam perubahan nilai sekuritas merupakan
salah satu indikator tingkat efisiensi. Semakin cepat pasar modal melakukan
reaksi terhadap informasi baru, maka pasar tersebut semakin efisien.
Konsekuensi dari pasar modal yang efisien adalah sangat sulit (atau bahkan
hampir tidak mungkin) bagi para investor untuk memperoleh tingkat
keuntungan abnormal (tingkat keuntungan yang direalisir lebih tinggi dari
tingkat keuntungan yang diharapkan) secara konsisten dengan melakukan
transaksi perdagangan di bursa efek.
Kunci utama untuk mengukur pasar modal adalah hubungan antara harga
sekuritas dengan informasi (Jogiyanto, 2003:hal 370). Pasar dikatakan efisien
apabila memenuhi dua kriteria, yaitu harga saham mencerminkan semua
informasi yang relevan saat itu dan karena informasi menyebar secara merata
maka reaksi harga terhadap informasi baru terjadi seketika karena semua
pemain di pasar telah memiliki antisipasi cukup. Efisiensi pasar berdasarkan
informasi dibagi menjadi: (1) Efisiensi pasar bentuk lemah (weak form) (2)
Efisiensi pasar bentuk setengah kuat (semistrong form) dan (3) Efisiensi pasar
bentuk kuat
206
dari harga sebelum pemecahan. Pemecahan saham telah menjadi alat yang
digunakan untuk membentuk harga pasar saham perusahaan. Tujuan
dilakukannya stock split antara lain agar saham lebih menarik dimata investor,
karena secara psikologis investor lebih tertarik membeli saham yang murah.
Lebih banyaknya investor yang tertarik pada saham tersebut maka
kemungkinan harga naik akan lebih besar.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam latar belakang diatas, maka
penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:
207
1.4. Landasan Teori
Penelitian mengenai stock split sudah sering dilakukan. Hasil dari penelitian
terdahulu diantaranya dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini:
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa para peneliti menemukan bahwa pasar
modal di Indonesia belum efisien bentuk setengah kuat.
Pemecahan saham (stock split) merupakan aksi emiten yang dilakukan dengan
cara memecah nilai nominal saham menjadi nominal yang lebih kecil sesuai
dengan rasio stock split yang ditentukan. Perubahan nilai nominal tersebut
hanya mengakibatkan penambahan jumlah lembar saham, tetapi tidak
mengubah jumlah modal ditempatkan dan modal disetor (paid in capital).
Dengan kata lain, aksi pemecahan saham tidak akan mengurangi atau
menambah nilai investasi dari pemegang saham/investor.
208
B. Motivasi stock split
1. Harga saham yang lebih rendah setelah stock split akan meningkatkan daya
tarik investor untuk membeli sejumlah saham yang lebih besar sehingga
mengubah investor odd lot menjadi investor round lot.
4. Sinyal yang positif bagi pasar bahwa kinerja perusahaan bagus dan
memiliki prospek yang bagus.
1. Tingkat harga saat ini belum dapat menjamin keberhasilan stock split
karena ketidakpastian lingkungan bisnis.
2. Tingkat harga sesudah stock split akan mengubah posisi perusahaan pada
kelompok yang memiliki nilai saham rendah sehingga mengakibatkan
kepercayaan investor terhadap saham tersebut menurun.
Konsep pasar modal yang efisien (efficient capital markets) merupakan tema yang
dominan di kalangan akademisi sejak tahun 1960an. Menurut Blake (1990: 243)
istilah pasar modal yang efisien memiliki beberapa konsep yang berbeda yaitu :
(1) Efisiensi secara alokasi (allocatively efficient); (2) Efisiensi secara operasional
(operationally efficient) dan (3) Efisiensi secara informasi (informationally efficient)
yaitu suatu pasar dikatakan efisien secara informasi jika harga pasar saat ini
segera dan sepenuhnya merefleksikan semua informasi yang tersedia.
Walaupun terdapat beberapa konsep pasar efisien, istilah pasar efisien pada
umumnya hanya dikaitkan dengan salah satu dari tiga konsep tersebut, yaitu
efisiensi secara informasi (informationally efficient).
209
A. Hipotesis Pasar Efisien
Hipotesis pasar efisien menurut Blake (1991:243) adalah that market prices
instanteously and fully reflect all relevant available information is known as
efficient markets hypothesis. Dari definisi tersebut terdapat tiga hal yang
penting untuk dipahami, yaitu :
a. Fully Reflect
Jika hipotesis pasar efisien tersebut terbukti, maka pasar dalam keadaan
continous stochastic equilibrium, yang berarti harga pasar saham akan selalu sama
dengan nilai fundamental saham tersebut. Nilai fundamental suatu saham tidak
akan berubah selama tidak ada informasi baru mengenai saham tersebut.
Informasi baru atau berita pada umumnya tidak dapat diprediksi, Implikasinya
adalah harga saham masa lalu tidak dapat dipakai untuk memprediksi harga
saham di masa yang akan datang. Dengan kata lain menurut hipotesis pasar
efisien, harga pasar suatu asset akan mengikuti langkah acak (random-walk).
Pasar modal yang efisien merupakan suatu bentuk pasar yang terdiri dari
banyak penjual dan pembeli yang saling berinteraksi di dalamnya dan memiliki
210
karakter yang bersifat bebas (free market), di mana cukup mudah bagi para
investor baru untuk masuk dan mengadakan transaksi dan sebaliknya, juga
cukup mudah bagi lainnya untuk meninggalkan pasar setiap saat. Beberapa
aspek tambahan lainnya yang merupakan syarat utama terbentuknya suatu
pasar modal yang efisien adalah aspek-aspek :
Informasi tersedia bagi masyarakat secara bebas dan relatif tanpa biaya.
Pentingnya ketersediaan dan penyebaran informasi ini disebabkan oleh
investor membutuhkan informasi terkait secara cepat dan terus menerus
untuk melakukan penilaian harga saham, sehingga informasi tersebut dapat
dengan segera tercermin pada harga saham.
Harga saham tidak dapat dikendalikan oleh penjual dan pembeli di pasar
modal. Investor individu tidak cukup kuat untuk mempengaruhi
pergerakan harga saham. Ada beberapa investor institusi yang cukup kuat
mempengaruhi harga. Investor ini dikendalikan melalui peraturan pasar
modal sehingga tidak dapat melakukan manipulasi harga
Haugen (1993 : 634) menyatakan bahwa The market is neither strictly efficient
nor strictly inefficient. The question is one of degree. Just how efficient is the
market ?. Bowman dan Buckanan (1995) juga menyatakan Markets are not
simply either efficient or inefficient. Market efficiency can be viewed as a
continuum running from the perfect market to the grossly inefficient market
where excess earning opportunities abound. Berdasarkan kedua pernyataan
tersebut diperoleh suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya pasar tidak ada
211
yang secara sempurna efisien atau sepenuhnya tidak efisien. Semuanya adalah
efisien dengan tingkat atau derajat tertentu Kunci utama untuk mengukur pasar
yang efisien adalah hubungan antara sekuritas dengan informasi. Tiga bentuk
utama dari efisiensi pasar berdasarkan ketiga macam bentuk dari informasi,
yaitu efisiensi bentuk lemah (weak form), efisiensi bentuk setengah kuat (semi-
strong form) dan efisiensi bentuk kuat (strong form).
Pasar dikatakan efisien dalam bentuk lemah jika harga-harga saham saat ini
telah mencerminkan secara penuh semua informasi harga saham di masa lalu.
Jones (1993 : 629) menyatakan bahwa hipotesis efisiensi pasar bentuk lemah
berkaitan namun tidak identik dengan hipotesis langkah acak (random walk
hypothesis). Jika harga mengikuti langkah acak, perubahan harga sepanjang
waktu bersifat acak (independen). Perubahan harga hari ini tidak berkaitan
dengan perubahan harga kemarin atau hari-hari lainnya. Dengan kata lain,
harga masa lalu tidak berhubungan dengan nilai sekarang dan tidak dapat
dipergunakan untuk memprediksi pergerakan harga.
Salah satu cara untuk menguji efisiensi pasar bentuk lemah adalah dengan
menguji independensi perubahan harga secara statistik, yaitu menggunakan
serial correlation test. Serial correlation test mengukur korelasi perubahan harga
pada bermacam-macam time lags, seperti satu hari, dua hari dan seterusnya.
Pembuktian independensi harga saham secara statistik selama ini pada
umumnya menunjukkan suatu korelasi positif yang signifikan dalam jangka
pendek, namun tingkat korelasinya rendah, antara 0.1 - 0.2. Secara ekonomis
(setelah mempertimbangkan biaya transaksi), adanya dependensi yang rendah
tersebut tidak cukup kuat untuk menghasilkan strategi perdagangan yang
menguntungkan. Dengan demikian, walaupun pengujian independensi harga
secara statistik menyimpang dari teori langkah acak, namun penyimpangannya
tidak cukup untuk mendapatkan tingkat pendapatan abnormal, sehingga tidak
dianggap berlawanan dengan efisiensi pasar.
Pasar dikatakan efisien dalam bentuk setengah kuat jika harga-harga saham
mencerminkan secara penuh semua informasi yang dipublikasikan termasuk
informasi yang berada di laporan-laporan keuangan perusahaan emiten. Jika
pasar efisien dalam bentuk setengah kuat, maka tidak ada investor atau grup
dari investor yang dapat menggunakan informasi yang dipublikasikan untuk
mendapatkan keuntungan abnormal dalam jangka waktu yang lama.
212
Pengujian tentang bentuk efisiensi setengah kuat menggunakan event study test.
Event study merupakan metode yang mempelajari reaksi pasar terhadap suatu
peristiwa. Studi ini melakukan pengamatan terhadap perilaku harga saham
secara cermat untuk mengetahui bagaimana saham bereaksi. Jika terdapat
penundaan dalam penyesuaian harga dan investor dapat memanfaatkan
penundaan ini untuk memperoleh keuntungan abnormal maka pasar modal
tersebut tidak efisien dalam bentuk setengah kuat.
Pasar dikatakan efisien dalam bentuk kuat jika harga-harga sekuritas secara
penuh mencerminkan (fully reflect) semua informasi yang tersedia termasuk
informasi privat. Jika pasar efisien dalam bentuk kuat, maka tidak ada individual
investor atau institutional investor yang dapat memperoleh keuntungan
abnormal karena mempunyai informasi privat.
Cara untuk menguji efisiensi bentuk kuat adalah meneliti kinerja kelompok
yang diperkirakan memiliki akses informasi yang tidak dipublikasikan, yaitu
para corporate insiders dan para portofolio managers. Jika kelompok ini terbukti
memperoleh tingkat pendapatan di atas rata-rata maka pasar dikatakan tidak
efisien dalam bentuk kuat.
Market
Related
Data
213
Sumber : Jones (1993 : 628)
Pasar modal tidak Pasar modal Pasar modal tidak Pasar modal efisien
efisien bentuk efisien bentuk efisien bentuk bentuk setengah
lemah lemah setengah kuat kuat
1.5.2. Hipotesis
214
2. Tidak terdapat tingkat pendapatan abnormal saham sebelum dan sesudah
peristiwa pengumuman pemecahan saham (stock split) di Bursa Efek Jakarta
periode 2005-2006.
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang
diperoleh dengan menlakukan teknik dokumentasi. Data-data meliputi :
B. Populasi
Populasi penelitian ini diambil emiten di Bursa Efek Jakarta yang melakukan
pengumuman stock split pada tahun 2005 sampai dengan Juli 2006. Emiten yang
melakukan pengumuman stock split pada periode tahun 2005 sampai dengan
2006 tercatat 15 emiten. Selanjutnya adalah menyeleksi emiten-emiten tersebut
yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
Berdasarkan kriteria populasi diatas maka diperoleh sampel seperti tersaji pada
tabel di bawah ini:
215
1. SMAR 7. JRPT
2. TGKA 8. TMAS
3. HEXA 9. PJAA
4. CTRS 10. LPKR
5. PRAS 11. BBLD
6. HITS 12. EKAD
Sumber : www.jsx.co.id
Keterangan :
Keterangan :
216
D. Alat Analisis
c. Hipotesis :
r
Z=
r
Keterangan:
r = Jumlah runtun
= Jumlah runtun ekspetasi
r = Standar deviasi jumlah runtun
2. Uji t ( T test )
217
statistik ini dilakukan dengan cara standarisasi dari abnormal return dengan
cara membagi abnormal return dengan kesalahan standar estimasinya.
c. Hipotesis :
Ha diterima atau Ho ditolak apabila t tabel > t hitung atau t hitung >tabel
218
Kode saham Z-hitung Probabilita Z-tabel Hasil
PJAA -0.077 0.939 1.96 Random
LPKR -2.193 0.028 1.96 Tidak Random
EKAD -0.702 0.483 1.96 Random
BBLD -4.676 0 1.96 Tidak Random
Sumber: Data diolah
Tabel 2 menunjukan bahwa harga saham HEXA, CTRS, PRAS, JRPT, TMAS,
PJAA dan EKAD bergerak random diperkuat dengan nilai probabilita yang lebih
besar dari 0.05. Sedangkan harga saham SMAR, TKGA, HITS, LPKR dan BBLD
bergerak tidak random diperkuat dengan nilai probabilita yang lebih kecil dari
0,05. Rata-rata pergerakan saham yang random menyebabkan para investor sulit
untuk memprediksi harga saham sehingga abnormal return sulit didapatkan.
Berdasarkan analisis, penelitian ini mendukung hipotesis harga saham bergerak
secara random pada sebelum dan setelah stock split. Pergerakan harga saham
yang random membuktikan bahwa pasar modal Indonesia sudah efisien dalam
bentuk lemah.
1.7.2. Pengujian Abnormal Return Pada Periode Pengamatan (t-30 s.d t+30)
Tabel 3. Hasil perhitungan uji t secara cross section pada = 5% dan d.f = 11
Hari t-
AAR CAAR probabilita t - tabel Hasil
ke hitung
-30 0 0 0 0 2.201 Tidak Signifikan
-29 0.005555 0.005555 0.647 0.531 2.201 Tidak Signifikan
-28 0.011059 0.005504 1.145 0.276 2.201 Tidak Signifikan
-27 0.014057 0.002998 1.241 0.24 2.201 Tidak Signifikan
-26 0.003525 -0.010532 0.234 0.819 2.201 Tidak Signifikan
-25 0.018546 0.015021 1.421 0.183 2.201 Tidak Signifikan
-24 -0.011914 -0.030460 -1.396 0.19 2.201 Tidak Signifikan
-23 -0.010362 0.001552 -1.283 0.226 2.201 Tidak Signifikan
-22 0.012945 0.023307 1.033 0.324 2.201 Tidak Signifikan
-21 -0.009920 -0.022865 -1.687 0.12 2.201 Tidak Signifikan
-20 -0.007805 0.002115 -1.075 0.306 2.201 Tidak Signifikan
-19 -0.012475 -0.004670 -0.922 0.376 2.201 Tidak Signifikan
-18 0.019896 0.032370 1.261 0.233 2.201 Tidak Signifikan
-17 -0.000384 -0.020280 -0.082 0.936 2.201 Tidak Signifikan
-16 -0.016574 -0.016189 -0.842 0.418 2.201 Tidak Signifikan
-15 0.008358 0.024932 0.708 0.494 2.201 Tidak Signifikan
-14 -0.005144 -0.013502 -0.871 0.402 2.201 Tidak Signifikan
-13 0.010541 0.015686 2.261 0.045 2.201 Signifikan
-12 0.012697 0.002156 1.634 0.131 2.201 Tidak Signifikan
219
Hari t-
AAR CAAR probabilita t - tabel Hasil
ke hitung
-11 -0.000539 -0.013236 -0.085 0.934 2.201 Tidak Signifikan
-10 -0.022267 -0.021728 -2.159 0.054 2.201 Tidak Signifikan
-9 -0.000551 0.021716 -0.192 0.851 2.201 Tidak Signifikan
-8 0.007047 0.007599 0.907 0.384 2.201 Tidak Signifikan
-7 0.010468 0.003420 0.626 0.544 2.201 Tidak Signifikan
-6 -0.009180 -0.019647 -1.197 0.256 2.201 Tidak Signifikan
-5 0.010354 0.019534 0.736 0.477 2.201 Tidak Signifikan
-4 -0.008371 -0.018725 -0.577 0.575 2.201 Tidak Signifikan
-3 0.002543 0.010913 0.786 0.448 2.201 Tidak Signifikan
-2 0.014487 0.011944 1.658 0.126 2.201 Tidak Signifikan
-1 -0.010433 -0.024920 -1.145 0.277 2.201 Tidak Signifikan
0 0.026483 0.036916 1.973 0.074 2.201 Tidak Signifikan
1 -0.004810 0.021673 -0.224 0.827 2.201 Tidak Signifikan
2 -0.021565 -0.026375 -1.936 0.079 2.201 Tidak Signifikan
3 -0.002689 -0.024254 -0.234 0.819 2.201 Tidak Signifikan
4 -0.000402 -0.003091 -0.046 0.964 2.201 Tidak Signifikan
5 0.022212 0.021810 1.354 0.203 2.201 Tidak Signifikan
6 0.032410 0.054622 1.111 0.29 2.201 Tidak Signifikan
7 -0.009369 0.023041 -2.094 0.06 2.201 Tidak Signifikan
8 -0.003266 -0.012634 -0.403 0.694 2.201 Tidak Signifikan
9 -0.022639 -0.025905 -0.648 0.53 2.201 Tidak Signifikan
10 -0.016481 -0.039120 -1.839 0.093 2.201 Tidak Signifikan
11 -0.008676 -0.025157 -1.276 0.228 2.201 Tidak Signifikan
12 0.004508 -0.004168 0.381 0.711 2.201 Tidak Signifikan
13 -0.002971 0.001537 -0.931 0.372 2.201 Tidak Signifikan
14 0.015703 0.012733 1.457 0.173 2.201 Tidak Signifikan
15 0.000857 0.016561 0.037 0.971 2.201 Tidak Signifikan
16 -0.009645 -0.008787 -0.781 0.451 2.201 Tidak Signifikan
17 -0.016015 -0.025659 -2.177 0.052 2.201 Tidak Signifikan
18 0.012127 -0.003888 0.663 0.521 2.201 Tidak Signifikan
19 -0.001037 0.011089 -0.194 0.85 2.201 Tidak Signifikan
20 -0.010916 -0.011953 -1.225 0.246 2.201 Tidak Signifikan
21 0.000180 -0.010735 0.028 0.978 2.201 Tidak Signifikan
22 -0.001378 -0.001197 -0.245 0.811 2.201 Tidak Signifikan
23 -0.020157 -0.021535 -1.003 0.337 2.201 Tidak Signifikan
24 -0.008802 -0.028959 -0.725 0.483 2.201 Tidak Signifikan
25 0.350298 0.341496 1.019 0.33 2.201 Tidak Signifikan
26 -0.079308 0.270990 -1.239 0.241 2.201 Tidak Signifikan
27 0.010168 -0.069140 1.267 0.231 2.201 Tidak Signifikan
28 -0.002102 0.008066 -0.229 0.823 2.201 Tidak Signifikan
29 0.004798 0.002696 0.647 0.531 2.201 Tidak Signifikan
30 0.007274 0.012071 0.551 0.593 2.201 Tidak Signifikan
Sumber: Data diolah dari lampiran 4 dan lampiran 7
Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa abnormal return pada periode hari
sebelum dan sesudah pengumuman cenderung fluktuatif. AAR berkisar antara
220
-0.079308 sampai 0.350298. Rata-rata return tidak signifikan. Hal ini berarti hasil
peneltian ini mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa tidak terdapatnya
abnormal return yang signifikan. Tidak adanya abnormal return yang dapat
diperoleh investor pada saat pengumuman stock split membuktikan bahwa
pasar modal di Indonesia sudah efsien dalam bentuk setengah kuat.
Berdasarkan hasil perhitungan nilai probabilita, secara keseluruhan lebih besar
dari 0,05 berarti hipotesis diterima. Bila probabilita lebih kecil dari 0,05 berarti
hipotesis diterima, yaitu tidak terdapat abnormal return positif signifikan pada
periode pengamatan. Hasil tersebut mendukung hasil penelitian Setyawasih
(2000) yang tidak menemukan adanya abnormal return positif signifikan pada
hari sekitar pengumuman stock split. Pergerakan AAR dan terdapat pada
0.4
0.35
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
-30
-28
-26
-24
-22
-20
-18
-16
-14
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
-0.05
-0.1
-0.15
AAR
1.8.1. SIMPULAN
221
2002-2006. Pergerakan harga saham yang random membuktikan bahwa
pasar modal Indonesia sudah efisien dalam bentuk lemah.
1.8.2. SARAN
1. Bagi investor yang akan berinvestasi di pasar modal agar tidak menjadikan
informasi pengumuman stock split sebagai satu-satunya tolak ukur untuk
mendapatkan return tidak normal.
DAFTAR PUSTAKA
Anoraga, Pandji dan Piji Pakarti. 2001. Pengantar Pasar Modal. PT Rineka Cipta.
Jakarta
Blake, David, 1990. Financial Market Analysis, Mc. Graw-Hill Book Company
Bodie, Zvi, Alex Kane dan Alan J. Marcus, 1998. Essentials of Invesments, Third
Edition, Irwin Mc. Graw-Hill Companies Inc.
Fama, Eugene F., 1970. Efficient Capital Markets : A review of theory and
empirical work. Journal of Finance, 25, 383-417.
222
Fischer, Donald E. dan Ronald J. Jordan, 1991. Security Analysis and Portofolio
Management, Fifth Edition, Englewood Cliffs.
Foster, G., 1986, Financial Statement Analysis, Second Edition, New Jersey,
Prentice Hall Inc.
Francis, Jack Clark. 1992. Invesments Analysis and Management, Fourth Edition,
Mc. Graw-Hill Company.
Haugen, Robert A., 1993. Modern Invesments Theory, Fourth edition, Prentice Hall
Hartono, Jogyanto. 2003 . Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi ketiga.
BPFE. Yogyakarta
Jones, Charles P., 1996. Invesments : Analysis and Management, Fifth Edition, John
Wiley & Sons.
http://www.jsx.co.id/
http://www.ksei.co.id/
http://www.trimegah.co.id/
http://Finance.Yahoo.com/
223
PEMAKAIAN NETWORK
DAN KEMATANGAN TEKNOLOGI INFORMASI
Agrianti Komalasari 6
ABSTRAK
PENDAHULUAN
Asean free trade area (AFTA) merupakan salah satu pemicu meningkatnya
penerapan teknologi informasi di sektor pertelekomunikasian di Indonesia.
Menurut Gartner Data Quest dan International Data Corporation, 2001,
diperkirakan akan terjadi peningkatan volume bisnis m-commerce di Asia-
Pasifik dari US$ 2 milliar pada tahun 2001 menjadi US$ 36 milliar pada tahun
2004 (Warta Ekonomi, 2001). Teknologi komunikasi memungkinkan adanya
pertukaran informasi, transaksi jual beli melalui jaringan internet PC, bila
ditambah dengan faktor mobilitas yang ada dalam perangkat bergerak seperti
ponsel, seseorang akan mendapatkan mobile commerce atau m-commerce yang
memudahkan dalam melakukan transaksi antara konsumen, penjual dan jasa
keuangan hubungan ini merupakan suatu jejaring kerja atau networks yang
bersifat virtual.
Survei yang dilakukan oleh Goslar dan Grover (1993) terhadap 154 buah
perusahaan mengenai faktor-faktor yang memungkinkan perusahaan
melakukan inisiatif, adopsi, serta implementasi teknologi komunikasi
menghasilkan kesimpulan bahwa ketidakpastian lingkungan mempunyai
hubungan yang signifikan dengan penggunaan teknologi komunikasi.
6
Dosen Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Lampung
Teknologi informasi memberikan peluang bagi perusahaan global untuk
meningkatkan koordinasi dan pengendalian, atau juga untuk mendapatkan
daya saing di pasar dunia (Johnston dan Carrico, 1988, dkk dalam Arifin, 2001).
Menurut Wilkinson (2001) fasilitas perusahaan biasanya terletak lebih dari satu
lokasi, maka diperlukan suatu sistem komunikasi data antar lokasi tersebut.
Suatu jaringan komputer merupakan suatu sistem komunikasi data yang
memungkinkan perusahaan untuk menyebarkan informasi dan program
dengan menghubungkan komputer dengan fasilitas lain.
Networks adalah suatu hubungan personal yang lebih dari sekedar kebutuhan
terhadap
struktur organisasi, hubungan komersial dan lainnya tetapi lebih berfokus pada
bagaimana terjadinya pembagian informasi, dengan tujuan untuk keuntungan
bersama (Hastings, Mindel dan Young, 1989). Internal networking pada
dasarnya adalah usaha yang sinergi untuk pencapaian tujuan perusahaan.
External networking berasal dari pelanggan, pemasok, pemerintah, lembaga
penelitian, dan setiap pesaing yang mampu merubah lingkungan yang dapat
dimonitor secara efektif Richard Hall, (1992).
Karimi dan kawan-kawan (1996) dan Darmawati dan Indriantoro (1999) telah
membuat model penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
perusahaan dalam melakukan respon terhadap globalisasi yang dicerminkan
dengan adanya penambahan investasi oleh perusahaan dalam teknologi
informasi.. Faktor-faktor tersebut adalah tipologi strategi kompetitif,
kematangan teknologi informasi, dan ukuran perusahaan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa hanya variabel kematangan teknologi informasi yang
mempunyai hubungan dengan respon strategik. Arifin (2001) melakukan
penelitian kembali terhadap model penelitian Karmini, et al. (1996). Johan (2001)
mencoba menghilangkan kemungkinan adanya efek industri yang dapat
mempengaruhi hasil penelitian, dengan subyek satu jenis industri yaitu
perbankan di Indonesia.
226
Motivasi penulisan adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan respon strategik pada perusahaan pertelekomunikasian terhadap
globalisasi, dan pengembangan investasi dalam teknologi informasi dan
pengaruhnya terhadap desain organisasi khususnya networks sebagai intangible
resources perusahaan.
PERUMUSAN MASALAH
TINJAUAN LITERATUR
227
Model tipologi ini didokumentasikan dalam berbagai studi empiris untuk
menentukan hubungan antara strategi perusahaan dengan strategi unit bisnis
yang lain sebagai respon lingkungan Govindrajan (1988), dan Karimi et. Al
(1996), Darmawati dan Indriantoro (1999) dan Arifin, Johan (2001).
3. Networks
Networks adalah suatu hubungan personal yang lebih dari sekedar kebutuhan
terhadap struktur organisasi, hubungan komersial dan lainnya tetapi lebih
berfokus pada bagaimana terjadinya pembagian informasi, dengan tujuan
untuk keuntungan bersama (Hastings, Mindel dan Young, 1989). Venkatraman
(1998) menyajikan suatu bentuk model bisnis abad 21 yang merupakan
perluasan dari networks, terdapat tiga vektor yang independen dalam virtual
organization yaitu virtual encounter, virtual sourcing dan virtual expertise.
228
Virtual encounter merupakan gabungan antara tantangan baru dan kesempatan
interaksi perusahaan dan pelanggannya. Teknologi informasi mengikuti
keinginan pelanggan yangdinamik, hal ini mengakibatkan peningkatan
hubungan dengan komunitas pelanggan. Virtual sourcing adalah perhatian
produsen untuk meningkatkan integrasi nyata dari jaringan bisnis ditekankan
pada model integrasi vertikal pada ekonomi industri dengan menggunakan
internet untuk transaksi bisnisnya. Virtual expertise adalah perhatian kepada
kesempatan untuk meningkatkan perbedaan sumber daya baik dari dalam
pperusahaan maupun dari luar. Trend sekarang adalah mengarahkan
kemampuan tenaga kerja perusahaan untuk memperoleh kemampuan kerja
yang lebih baik sehingga meningkatkan kualitas kerja perusahaan. Virtual
organization yang merupakan konsep yang berfokus pada pentingnya
pemahaman dan kemampuan untuk meningkatkan value.
Struktural Keluaran
teknologi sifat dan Keputusan
semangat
Perpindahan
Tugas dan
bantuan dan Proses
lingkungan
ketidak- keputusan
organisasi
percayaan
Struktur Struktur
internal grup sosial baru
Munculnya sumber daya
Pada struktur
Model ini menjelaskan menjelaskan tiga sumber struktur sebagai kondisi awal
keberadaan yang membentuk arti teknologi yang diimplementasi sebagai efek
yang tepat, yang menghasilkan proses keputusan dan keluarannya. Struktur
229
teknologi termasuk tindakan yang membatasi, canggih, dan sempurna sebagai
sebagai teknologi terkini yang memberi dorongan secara umum untuk
mencapai tujuan dan meningkatkan nilai. Tugas dan lingkungan organisasi
merujuk pada sifat dari tugas seperti kelengkapan dan kebebasan dan susunan
organisasi seperti hirarki, informasi perusahaan, dan budaya. Struktur grup
termasuk pola interaksi dan proses pengambilan keputusannya.
Siklus Teknologi
Ketidaksesuaian
- Teknologi
- Sistem pengiriman Kesesuaian
- Kriteria Kinerja
Lingkungan
pemakai
230
Penelitian sejenis pernah dilakukan oleh Arifin (2001), yang diperoleh dengan
mengirimkan daftar pertanyaan kepada para pimpinnan dari 291 perusahaan
perbankan di Indonesia. Kuesioner yang kembali sebanyak 71 buah atau 24,4 %
dari total kuesioner. Berdasarkan penelitian diperoleh hasil sebagai
berikut:tidak ada hubungan antara variabel tipologi strategi kompetitif dengan
keinginan perusahaan perbankan melakukan tambahan investasi dalam
teknologi informasi. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Karimi et
aal. (1996) yang menyatakan bahwa tipologi starategi kompetitif berhubungan
dengan keinginan untuk penambahan investasi teknologi informasi. Ada
hubungan antara variabel kematangan teknologi Informasi dengan keinginan
perusahaan perbankan untuk melakukan penambahan investasi dalam
teknologi informasi.
KESIMPULAN
Dari hasil analisis penelitian yang menjadi acuan, dapat disimpulkan bahwa,
terdapat hubungan antara variabel tipologi strategi kompetitif dengan
keinginan perusahaan telekomunikasi untuk melakukan tambahan investasi
dalam teknologi informasi. Paper ini mendukung penelitian Karimi et al. (1996)
yang menyatakan bahwa tipologi starategi kompetitif berhubungan dengan
keinginan untuk penambahan investasi teknologi informasi. Terdapat
hubungan antara variabel kematangan teknologi Informasi dengan keinginan
perusahaan perbankan untuk melakukan penambahan investasi dalam
teknologi informasi.
Studi ini mendukung penelitian yang dilakukan Karimi et al. (1996), Arifin
(2001) yang membuktikan bahwa kematangan teknologi informasi berhubungan
dengan keinginan perusahaan untuk melakukan penambahan investasi
teknologi informasi. Virtual organizing menekankan pada peningkatan nilai dari
jaringan antara perusahaan, pemasok dan pelanggan,, pelanggan merupakan
fokus utama dalam virtual organizing. Pada perusahaan telekomunikasi ada
hubungan antara variabel tipologi strategi kompetitif dengan keinginan
perusahaan untuk melakuakn penambahan investasi dalam teknologi informasi,
karena perusahaan teknologi informasi merupakan perusahaan yang termasuk
231
prospector yang memiliki kecenderung untuk menerapkan desain strategi
kompetitif yang agresif untuk menghadapi persaingan global.
DAFTAR REFERENSI
Hitt, L. M., dan Brynjolfsson E., (1997), Information Technology and Internal
Firm Organization: An Explatory Analysis, Journal of Management
Information System, Volume 14, No. 2.
Jones, Gareth R., George, Jennifer M., and Hill, Charles W. L., (2000),
Contemporary Management, Edisi ke 2, Irwin McGraw Hill.
Luthan F., (1995), Organizational Behavior, McGraw Hill Book, Inc., Singapore.
Pitt, L. F., Watson, R. T., dan Kavan, C., B., (1995), Service Quality: A Measure of
Information Effectiveness, MIS Quarterly, Volume 21, Iss:2, June.
232
Analisis Perbandingan Kemampuan Entrepneurship
Antara Pengusaha Wanita dan Pria pada Usaha Kecil
dan Menengah di Bandar Lampung
Ribhan7
ABSTRAK
1. Pendahuluan
Salah satu ciri negara berkembang adalah masalah tenaga kerja dan mutu
sumber daya manusia. Masalah Tenaga kerja tidak terlepas dari banyaknya
7
Dosen Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Unila
lapangan usaha yang tersedia. Dengan terbatasnya lapangan kerja disektor
pegawai negeri sipil di Indonesia, mengharuskan kita beralih lebih ke sektor
swasta. Namun yang terjadi adalah penyerapan tenaga kerja di sektor swasta
sangat sedikit sekali, ini di sebabkan mutu sumber daya manusia yang masih
rendah dan belum sesuai dengan kualifikasi yang diharapkan. Untuk itu maka
salah satu solusinya adalah dengan membuka lapangan pekerjaan baru atau
berwiraswasta.
Pengusaha kecil dan menengah di Bandar Lampung pada tahun 1998 berjumlah
1.500 usaha kecil, ini merupakan 3,98 % dari jumlah pengusaha kecil di
Indonesia ( Kopperindag, 1998). Usaha kecil di Lampung yang terbesar adalah
disektor pertanian dan sektor perdangan / hotel dan restoran masing-masing
adalah 70 % dan 18,35 %. Banyaknya usaha kecil di Bandar Lampung belum
dapat memberdayakan potensi yang ada di wilayah tersebut. Pemerintah tidak
saja harus membina kemampuan usaha kecil dalam menghitung modal
optimum yang diperlukan, kemampuan menyusun suatu proposal pendanaan
ke lembaga-lembaga pemberi modal serta mengeluarkan kebijakan atau
peraturan yang lebih memihak pada usaha kecil, karena pertimbangan efisiensi
skala usaha, akan tetapi pemerintah juga harus mengetahui kemampuan
wirausaha (entrepreneurship) dari sudut pandang gender.
234
telah meningkat tajam dan sejak itu perempuan bekerja mulai menjadi topik
penelitian menarik.
Selain itu dalam orientasi masa depan (future oriented), Hofstee (1989)
berpendapat bahwa perempuan cenderung lebih berpandangan ke masa depan
ketika membuat suatu keputusan dan bertindak ketimbang lakilaki, perempuan
memiliki ketajaman dalam meramal keadaan dan cenderung sebagai pemain
yang mencari aman (self player). Selain itu, pengusaha perempuan cenderung
mengutamakan keamanan keluarga dan kontrol diri mereka.
2. Perumusan Masalah
235
sedikit, sehingga pemerintah mengalami kesulitan dalam memahami usaha
kecil terutama atribut persolan yang ada pada wirausaha.
236
Sedangkan wirausaha atau entrepreneur lebih menyukai berorganisasi daripada
menemukan sesuatu. Ia mengatur dan memastikan agar organisasinya
berkembang dan bertahan. Entrepreneur berupaya mengimplementasikan
penemuannya sehingga disukai publik namun inventor lebih menyukai
menemukan atau menciptakan sesuatu.
1. Pengambilan inisiatif,
Melalui pengertian tersebut, terdapat empat hal yang dimiliki oleh seorang
wirausahawan yakni :
3. Memperkirakan resiko yang mungkin timbul. Dalam hal ini resiko yang
mungkin terjadi berkisar pada resiko keuangan, fisik dan resiko sosial.
237
Pengambilan Keputusan untuk Berwirausaha
Setiap orang memiliki ide untuk berkreasi namun hanya sedikit orang yang
tertarik untuk terus melanjutkan sebagai seorang wirausahawan. Berikut ini
beberapa paparan yang menyebabkan seseorang mengambil keputusan untuk
berwirausaha:
1. mengubah gaya hidup atau meninggalkan karir yang telah dirintis. Hal ini
biasanya dipicu oleh keinginan untuk mengubah keadaan yang statis
ataupun mengubah gaya hidupnya karena adanya suatu hal negatif yang
menimbulkan gangguan.
238
Banyak para ahli mendefinisikan wirausaha dengan versinya masing-masing.
Menurut Say yang dikutip Muhandri (2002) wirausaha adalah orang yang
mampu melakukan koordinasi, organisasi dan pengawasan. Seorang wirausaha
adalah orang yang memiliki pengetahuan yang luas tentang lingkungan dan
membuat keputusan-keputusan tentang lingkungan usaha, mengelola sejumlah
modal dan menghadapi ketidakpastian untuk meraih keuntungan. Sedangkan
Sutrisno (2002) wirausaha (entrepneur) adalah mereka yang mendirikan,
mengelola, mengembangkan dan melembagakan perusahaan miliknya sendiri.
Wirausaha adalah mereka yang bisa menciptakan kerja bagi orang lain dengan
berswadaya. Dari definisi-definisi tersebut mengandung asumsi bahwa setiap
orang mempunyai kemampuan normal, dapat menjadi wirausaha asal mau dan
mempunyai kesempatan untuk belajar dan berusaha.
Di lain pihak bisnis (business) diartikan sebagai suatu organisasi yang sifatnya
mencari profit dengan mengusahakan barang dan jasa yang diinginkan
konsumen. Griffin dan Ebert (1986) mendefinisikan wirausaha/ wirausahawan
adalah orang yang mengorganisir dan memenej sumber-sumber daya, dimana
orang tersebut juga akan menanggung resiko kegagalan. Sedangkan Drucker
(1985) mengatakan bahwa untuk dapat dikatakan wirausaha seseorang harus
dapat menciptakan sesuatu yang baru, sesuatu yang berbeda, mengubah atau
mentransfer nilai. Entrepneurship merupakan suatu proses dari
pengorganisasioan, pengoperasian dan pengambilan resiko yang berhubungan
dengan bisnis baru atau pendekatan baru yang berbeda (Luthan dan Hotgetts,
1989).
239
2.2 Karateristik Wirausawan (Entrepneurship)
Wirausawan yang sukses memiliki mutu yang membedakan mereka dari orang
lain pada umumnya. Menurut Harper (1991; dalam Yusuf, 1996) mutu tersebut
meliputi suka mencari peluang, berorientasi ke depan, marker-driven dan
berorientasi konsumen, realistik, tidak mudah bosan dan ulet atau pantang
menyerah.
b. Selalu berusaha mencapai dan menghasilkan karya yang lebih baik untuk
customers, masyarakat, bangsa dan negara.
240
d. Keorisinilan, seperti: inovatif dan kretif, fleksibel.
Sedangkan menurut Hellriegel dan Slocum (1992; dalam Yusuf, 1996) seorang
wirausaha yang sukses juga memiliki karateristik (personal atribut) seperti:
keinginan untuk maju, ingin independen, tidak ingin bekerja pada orang lain,
percaya diri (self eficacy), orientasi ke masa depan, mengharapkan penghasilan
yang besar, berani berkorban dan toleran pada sesuatu yang belum menentu.
c. Percaya diri; orang yang percaya pada dirinya sendiri, yang mengakui
adanya masalah didalam pembauatan usaha baru, tapi mempercayai
kemampuan dirinya untuk mengatasi masalah tersebut.
241
Ciri-ciri Intrapreneurship (menurut Moko, 2005)
242
lunak di dalam menghadapi kesalahan atau masalah pribadi mitra kerja atau
karyawan, lebih mudah memaafkan dan bersikap fleksibel terhadap masalah di
kantor dibanding laki-laki. Menurut Langan-Fox (1991) pengusaha perempuan
cenderung memperlakukan orang lain lebih liberal.
Selain itu dalam orientasi masa depan (future oriented), Hofstee (1989)
berpendapat bahwa perempuan cenderung lebih berpandangan ke masa depan
ketika membuat suatu keputusan dan bertindak ketimbang lakilaki, perempuan
memiliki ketajaman dalam meramal keadaan dan cenderung sebagai pemain
yang mencari aman (self player). Selain itu, pengusaha perempuan cenderung
mengutamakan keamanan keluarga dan kontrol diri mereka.
Perbedaan jenis kelamin bukanlah hal yang unik, namun memiliki bakat alam
yang memotivasi mereka menekuni MLM dan berjuang melawan arus
perbedaan gender.
243
2.4. Hipotesis
Bab ini membahas tentang metode penelitian yang meliputi populasi dan
sampel, metode pengumpulan data dan pengukuran dan definisi operasional
variabel. Disamping itu dibahas pengukuran variabel penelitian, uji validitas
dan reliabilitas serta teknik analisis data.
Pengambilan resiko
Entrepneurship
244
3.1 Populasi Dan Sempel
Dalam suatu penelitian, populasi yang dipilih mempunyai hubungan yang erat
dengan masalah yang diteliti. Populasi merupakan jumlah keseluruhan unit
analisis yang ciri-cirinya akan diperkirakan (Cooper & Emory, 1995). Dalam
penelitian ini populasinya adalah seluruh pengusaha kecil (usaha yang
memiliki omset kurang dari Rp 200 juta dan jumlah tenaga kerja kurang dari 25
orang) yang berada di Bandar Lampung. Jumlah populasi yang ada di Bandar
Lampung diperkirakan sebanyak 15 ribu usaha kecil (Kopperindag, 2003).
Penelitian ini menggunakan data primer dan skunder yang diperoleh melalui:
245
tentu serta berani berkorban. Pengukuran variabel diukur dengan
menggunakan skala likert 5 point (sangat tidak setuju sampai dengan sangat
setuju). Kuesioner entrepneurship ini terdiri dari 16 item yang menilai
kemandirian, kerja keras, pengambilan resiko, tujuan dan cita-cita, dan
berorientasi ke masa depan, toleransi pada sesuatu yang belum tentu seperti:
bagi saya, apa yang saya capai atau peroleh saat ini sudah cukup (sangat tidak
setuju (1) ------------------ sangat setuju (5) ).
Uji Validitas
Uji Reliabilitas.
Untuk menguji hipotesis serta menghasilkan suatu model yang fit, metode
analisis data yang digunakan adalah Structural Equation Modelling (SEM) dengan
dibantu program aplikasi AMOS yang merupakan teknik multivariate dengan
mengkombinasikan aspek-aspek multiple regression. Analysis of Moment Structure
(AMOS) merupakan salah satu program untuk mengolah model-model yang
multidimensi dan berjenjang. Menurut Hair, Anderson, Tatham, dan Black
246
(1998) Structural Equation Modelling (SEM) atau Analysis of Moment Structure
(AMOS) digunakan untuk mengestimasi serangkaian persamaan regresi
berganda yang berpisah, tapi saling berhubungan secara bersamaan
(simultaneously). Structural Equation Modelling (SEM) bias terdapat beberapa
variabel endogenous (dependen) dan variabel endogenous ini bias menjadi
variabel exogenous (independen) bagi varaibel endogenous yang lain. Langkah-
langkah dalam Structural Equation Modelling (SEM) adalah:
3. Incremental fit untuk GFI (Goodness of Fit Index), AGFI (Ajusted Goodness of
Fit Index) lebih besar atau sama dengan 0,90 ( 0,90 ); Tucker-Lewis Index
(TLI) lebih besar atau sama dengan 0,95 dan Normed Fit Index (NFI) lebih
besar atau sama dengan 0,94.
247
4. Nilai Root Mean Square Residual (RMR) dan Root Mean Square Error of
Approximation ( RMSEA) yang rendah, lebih kecil atau sama dengan 0,08 (
0,08 ).
Bab ini membahas analisis data dan hasil perhitungan serta pembahasan
tentang perbandingan kemampuan entrepneurship antara pengusaha wanita dan
pria. Pembahasan mencakup deskripsi responden, uji validitas, uji reliabilitas
dan korelasi antara variabel, serta hasil pengujian hipotesis dan
pembahasannya.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pengusaha kecil (usaha yang
memiliki omset kurang dari Rp 200 juta dan jumlah tenaga kerja kurang dari 25
orang) yang berada di Bandar Lampung. Jumlah populasi yang ada di Bandar
Lampung diperkirakan sebanyak 15 ribu usaha kecil (Kopperindag, 2003).
Dari 150 kuesioner yang diisi responden yang dikembalikan adalah sebanyak
119 kuesioener (respon rate 79%). Dari 119 kuesioner yang di input terdiri dari
56 kuesioner dari pengusaha pria dan 63 pengusaha wanita.
248
Keterangan Jumlah Persentase (%)
Usia
20 30 tahun 18 15%
31 -40 tahun 56 47%
lebih dari 40 tahun 45 38%
Status Perkawinan
Kawin 99 83%
Belum Kawin 20 17%
Uji Validitas
Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan terhadap data yang sudah terkumpul. Uji reliabilitas
ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui seberapa jauh sebenarnya
item-item pertanyaan tersebut memiliki konsistensi. Pada uji reliabilitas ini
dapat terjadi penghapusan beberapa item-item pertanyaan, dengan
membandingkan antara cronbach alpha total dan alpha if item deleted sehingga
dapat meningkatkan nilai cronbach alpha.
249
Tebel 2. Ringkasan Hasil Pengujian Reliabilitas Variabel Penelitian
Awal Akhir
No Nama Variabel Jumlah Cronbach Jumlah Cronbach
item Alpha item Alpha
2 Entrepneurship 16 -0,0694 5 0,5105
Jumlah sampel total yang digunakan dalam pengujian ini adalah 119 sampel.
Jumlah sampel ini telah lebih dari jumlah sampel minimum yang diperlukan
dalam pengujian structural equation model. Menurut Hair et al.,(1998) ukuran
sampel yang sesuai adalah antara 100 200. Oleh karena itu pengujian model
keseluruhan dengan SEM dapat dilakukan.
Menurut Hair et al. (1998), SEM bila diestimasi dengan menggunakan maximum
likelihood estimation technique, mensyaratkan pengujian asumsi normalitas.
Untuk menguji normalitas distribusi data yang digunakan dalam analisis bisa
digunakan dengan mengamati mulitivativariate kurtosis value. Apabila nilai
kritisnya (CR) lebih besar dari 2,58 berarti kita dapat menolak asumsi
mengenai normalitas pada probability level 0,01 (Hair et al., 1998). Hasil uji
normalitas untuk sampel wirausaha pria disajikan dalam tabel 3.
Sedangkan hasil uji normalitas untuk sampel wirausaha Wanita disajikan dalam
tabel 4 berikut.
250
Tabel 4. Assessment of normality Wirausaha Perempuan, Assessment of normality
(Group number 1)
Dari tabel 3 dan 4 dapat dilihat bahwa nilai CR untuk multivariete menunjukkan
angka 1,380 dan 1,655, nilai tersebut lebih kecil dari nilai batas 2,58. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa pada pengujian data SEM, baik secara
multivariate tidak ada bukti bahwa data yang digunakan berdistribusi tidak
normal, sehingga asumsi normalitas terpenuhi.
e1
.10
dep
e2
.32
.38
res .61
wirausaha
e3
-.47
.22
md
.51
e4
.26
tol
251
Gambar 2. Wirausaha Laki-laki (Pria)
Sedangkan untuk gambar path atau analisa jalur diperoleh sebagai berikut:
e1
.00
dep
e2
-.02
2.37
res 1.54
wirausaha
e3
.12
.014
md
.06
e4
.004
tol
Nilai-nilai koefisien path dan critical ratio (CR) hasil analisis hubungan kausalitas
antara variabel-variabvel penelitian dengan menggunakan program AMOS 5
dapat dilihat pada tabel 5
252
Penilaian terhadap pengaruh dari masing-masing indikator, menurut Hair, et al.,
(1998) dilihat dari nilai koefisien path-nya dan nilai critical ratio (CR) yang lebih
besar atau sama dengan 1,96, diinterpretasikan signifikan secara statistik pada
tingkat 0,05 (p<0,05).
Sedangakan untuk wirausaha wanita memiliki pengaruh yang negatif dan tidak
signifikan yaitu -0,467. temuan ini menunjukkan bahwa wirausaha wanita di
253
Bandar Lampung tidak memiliki kemampuan untuk mengembangkan
usahanya kemasa depan. Hal ini mengindikasikan bahwa wirausaha wanita
berkemungkinan, orientasi mereka dalam menjalan usahanya hanya sekedar
membantu pasangan mereka dalam memenuhi kebutuhan rumahtangganya.
Perbedaan kemampuan orientasi kemasa depan antara wirausaha pria lebih
tinggi dibanding dengan wirausaha wanita.
Hasil temuan menunjukkan bawa wirausaha pria lebih fleksibel dan antisipasi
terhadap perubahan-perubahan lingkungan (0,512), sehingga dapat diprediksi
bahwa kreatifitas wirausaha pria lebih baik dibanding dengan wirausaha
wanita.
Sedangkan wirausaha wanita indikator ini memiliki pengaruh yang sangat kecil
(0,063), hal ini menandakan bawa wirausaha wanita hapir tidak memiliki
toleransi terhadap perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi dan akan
terjadi dan kurang kreatifitasnya.
5.1. Kesimpulan
Seratus sembilan belas data yang diperoleh dari para wirausaha UKM dan
UMKM di Bandar Lampung dianalisis dengan menggunakan analisis model
persamaan structural (structural equation modeling) dan program apliklasi AMOS.
Penelitian ini menguji perbandingan pengaruh kemampuan entrepneurship
Wanita dan Pria pengusaha kecil dan mikro di Bandar Lampung. Hasil
pengujian menunjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat
perbedaan kemampuan wirausaha antara wanita dan pria di Bandar Lampung
serta terdapat perbedaan pengaruh antara indikator-indikator kemampuan
wirausaha wanita dan pria pengusaha kecil dan mikro di Bandar Lampung,
didukung.
254
sampel masing-masing gender tidak memenuhi standar pengolahan, yaitu
antara 100 -200 responden.
Berani mengambil resiko, wirausaha wanita lebih berani mengambil resiko dan
suka pada tantangan atas usahanya dibandingkan dengan wirausaha pria.
Misalnya resiko berinvestasi uang miliknya, meninggalkan pekerjaannya, dan
mempertaruhkan karirnya.
255
Dengan demikian bantuan yang bersifat materi dan non materi masih terus
ditingkatkan untuk memotivasi dan kepercayaan diri mereka dalam
menjalankan usahanya.
Oleh karenanya peneliti menyarankan bagi penelitian yang akan datang sebagai
berikut:
Kuesioner yang digunakan peneliti bersifat self-report atau self rating scale.
Kemungkinan dapat menyebabkan terjadinya bias respon akibat adanya
kecenderungan para responden mengukur lebih tinggi dari kondisi
sesungguhnya. Hal ini berkemungkinan karena seluruh item-item pertanyaan
yang diajukan, diisi responden dalam satu paket kuesioner.
DAFTAR PUSTAKA
Cooper, R.D., & Emory,W.C. 1995. Business Research Methods (5th edition).
London: Richard D.Irwin, Inc.
256
Don Hellriegel dan John W.Slocum, Jr.1992. Management, Addison-Wesley
Publishing Co., Massacussets.
Fred Luthan dan Richard M.Hotgetts. 1989. Business, The Dryden Pres Chicago.
Hair, JR. Joseph F., Anderson, Rolph E., Tatham, Ronald.L., & Black, William.C.
1998. Multivariate Data Analysis (Fifth Edition). Prentice-Hall
International Inc.
Ricky E.Griffin dan Ronald J.Ebert,1989. Business, Prentice Hall, New Jersey.
Sekaran, U. 1992. Research Methods for Business, Second Edition, New York: John
Wiley & Son, Inc.
257