Anda di halaman 1dari 132

Jurnal

BISNIS & MANAJEMEN


Jurnal Ilmiah Berkala Empat Bulanan, ISSN 1411 - 9366 Volume 3 No.2, Januari 2007

ANALISIS KINERJA KEUANGAN BANK PADA PT BANK


MUAMALAT INDONESIA Tbk.
Ahmad Faisol

KUALITAS PELAYANAN INSTITUSI PUBLIK: TINGKAT


KEPUASAN MASYARAKAT
(Analisis Tanggapan Kelompok Pelanggan R2A, R2B dan R1 tentang Mutu
Pelayanan Unit Pelayanan Masyarakat dan Unit Tehnik PDAM Way Rilau
Kota Bandar Lampung).
Novita Tresiana

Total Quality Management (TQM) Sebagai Fokus Perbaikan


Keseluruhan Kinerja Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman
Rinaldi Bursan, Susni Herwanti

PENGUJIAN EFISIENSI PASAR MODAL ATAS PERISTIWA


PENGUMUMAN STOCK SPLITPERIODE TAHUN 2005-2006 DI
BURSA EFEK JAKARTA
Ernie Hendrawaty

PEMAKAIAN NETWORK DAN KEMATANGAN TEKNOLOGI


INFORMASI
Agrianti Komalasari

Analisis Perbandingan Kemampuan Entrepneurship Antara


Pengusaha Wanita dan Pria pada Usaha Kecil dan Menengah di
Bandar Lampung
Ribhan

JURNAL BISNIS
Bandarlampung ISSN
dan Vol. 3 No.2 Hal. 129 -257
Januari 2007 1411 - 9366
MANAJEMEN
Volume 3 No. 2, Januari 2007 ISSN 1411 - 9366

JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN

TIM REDAKSI

Penanggung Jawab : Prof. Dr. Ir. Muhajir Utomo, M.Sc.


(Rektor Universitas Lampung)

Pembina : Prof. Dr. Ir. Tirza Hanum, M.Sc.


(Pembantu Rektor I Universitas Lampung)
: Dr. John Hendri, M.S.
(Ketua Lembaga Penelitian Universitas Lampung)
: Toto Gunarto, S.E., M.S.
(Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Lampung)

Pemimpin Umum : Ketua Jurusan Manajemen


Fakultas Ekonomi Universitas Lampung

Dewan Editor
Ketua : Dr. Satria Bangsawan, S.E., M.Si.
Anggota : Dr. Irham Lihan, S.E., M.Si.
: Dr. Wispandono, S.E.. S.Si.
Iban Sofyan, S.E., M.Si.
Mahrinasari M.S., S.E., M.P.M.
Asep Unik, S.E., M.Si.
M. Syatibi Ch., S.E.

Redaksi Pelaksana
Ketua : Habibullah Djimat, S.E., M.Si.
Wakil Ketua : Rinaldi Bursan, S.E., M.Si.
Sekretaris : Muslimin, S.E.
Bendahara : Aida Sari, S.E., M.Si.
Tata Usaha dan Kearsipan : Nasir
Distribusi dan Sirkulasi : Teguh
Alamat Redaksi : Gedung A Lantai 2, Fakultas Ekonomi
Universitas Lampung
Jl. Prof. Sumantri Brojonegoro no. 1
Gedungmeneng - Bandarlampung, 35145
Telp. (0721)704622

Jumal Bisnis dan Manajemen merupakan media komunikasi ilmiah, diterbitkan tiga kali
setahun oleh Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Lampung, berisikan
ringkasan hasil penelitian, skripsi, tesis, dan disertasi.
Volume 3 No. 2, Januari 2007 ISSN 1411 - 9366

JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN

DAFTAR ISI

ANALISIS KINERJA KEUANGAN BANK PADA PT BANK


MUAMALAT INDONESIA Tbk.
Ahmad Faisol 129

KUALITAS PELAYANAN INSTITUSI PUBLIK: TINGKAT KEPUASAN


MASYARAKAT
(Analisis Tanggapan Kelompok Pelanggan R2A, R2B dan R1 tentang Mutu
Pelayanan Unit Pelayanan Masyarakat dan Unit Tehnik PDAM Way Rilau
Kota Bandar Lampung).
Novita Tresiana ................................................................................................... 171

Total Quality Management (TQM) Sebagai Fokus Perbaikan Keseluruhan


Kinerja Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman
Rinaldi Bursan, Susni Herwanti 187

PENGUJIAN EFISIENSI PASAR MODAL ATAS PERISTIWA


PENGUMUMAN STOCK SPLITPERIODE TAHUN 2005-2006 DI
BURSA EFEK JAKARTA
Ernie Hendrawaty .. 205

PEMAKAIAN NETWORK DAN KEMATANGAN TEKNOLOGI


INFORMASI
Agrianti Komalasari .......................................................................................... 225

Analisis Perbandingan Kemampuan Entrepneurship Antara Pengusaha


Wanita dan Pria pada Usaha Kecil dan Menengah di Bandar Lampung
Ribhan . 233
ANALISIS KINERJA KEUANGAN BANK PADA PT BANK
MUAMALAT INDONESIA Tbk.

Ahmad Faisol 1

ABSTRAK

Bank Muamalat Indonesia (BMI) merupakan bank syariah pertama di Indonesia


yang tunduk pada peraturan Bank Indonesia (BI). Sebagaimana Bank pada
umumnya, BMI menjalankan operasionalnya dalam usaha untuk memperoleh
laba di bawah perlindungan dan pembinaan Bank Indonesia yang beroperasi
secara syariah, memiliki prinsip-prinsip yang harus ditaati, yaitu larangan
untuk menggunakan instrumen bunga.

Melalui alat analisis rasio liquiditas, rentabilitas, solvabilitas, diperoleh hasil


bahwa untuk Rasio Liquiditas, yang diwakili oleh rasio Liquiditas Wajib
Minimum atau Reserve Requirement (RR), diperoleh hasil pada tahun 2004, 2005,
dan 2006 sebesar 7,85%, 16,48%, dan 17,21%, yang berarti telah memenuhi
standar yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 5%, sehingga rasio Reserve
Requirement dapat dikatakan baik. Rasio Rentabilitas yang diwakili rasio Return
On Asset (ROA) dan Return On Equity (ROE), diperoleh ROA tahun 2004, 2005,
dan 2006, sebesar 0,93%, 1,86%, dan 1,93%, sedangkan ROE tahun 2004, 2005,
dan 2006 diperoleh hasil 14,26%, 18,09%, dan 20,49%, yang berarti kedua rasio
tersebut meningkat setiap tahunnya dan mengalami kecenderungan membaik.
Rasio Solvabilitas diwakili oleh rasio kecukupan modal atau Capital Adquecy
Ratio (CAR) memperlihatkan pada tahun 2004, 2005, dan 2006, sebesar 14,58%,
47,58%, dan 40,90%, yang berarti telah memenuhi standar Bank Indonesia
sebesar 8% sehingga dapat dikatakan baik. Melalui perhitungan di atas dapat
dikatakan bahwa hipotesis yang menyatakan kinerja keuangan Bank Muamalat
Indonesia (BMI) belum baik adalah tidak terbukti.

Keys word : analisis rasio, Bank Indonesia, syariah

PENDAHULUAN

Latar Belakang

1
Dosen Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Lampung
Perlombaan antar bank dalam menghimpun dana dari masyarakat dan
menyalurkannya dalam bentuk kredit oleh bank-bank komersil, dalam
prakteknya banyak yang kurang berhati-hati ataupun menyimpang dari aturan-
aturan yang berlaku dalam dunia bisnis perbankan seperti tidak mengindahkan
prinsip kehati-hatian bank (prudential banking) dengan memberikan kredit tak
terbatas pada nasbah satu grup dengan perbankan tersebut, sehingga seringkali
merugikan para deposan dan investor serta berdampak pada perekonomian
negara, yang diakibatkan kecenderungan meningkatnya kredit bermasalah/
macet. Akibatnya pada pertengahan 1997 industri perbankan akhirnya terpuruk
sebagai imbas dari terjadinya krisis ekonomi yang melanda Indonesia.

Penggunaan bunga ini, meskipun awalnya mampu mendorong bergeraknya


sektor perbankan secara dinamis, namun telah menjadikan perekonomian
Indonesia mengalami efek pertumbuhan semu (buble growth effect), yang
menyebabkan beberapa Bank konvensional akhirnya kritis (collapse) dan tidak
layak beroperasi, sehingga pada 13 Maret 1999 dunia perbankan harus
mengalami kejadian yang menyedihkan dengan dikeluarkannya keputusan
pemerintah yang melakukan tindakan membekukan/meliquidasi 38 Bank
(BBO), mengambil alih manajemen 7 Bank (BTO), dan merekapitulasi 9 Bank.
(Lukman Dendawijaya, 2001 : 194).

Keberadaan bank syariah di tengah-tengah perbankan konvensional adalah


untuk menawarkan system perbankan alternatif bagi masyarakat yang
membutuhkan layanan jasa perbankan tanpa harus khawatir atas persoalan
bunga (riba). Bank syariah didirikan dengan tujuan untuk mempromosikan dan
mengembangkan penerapan prinsip-prinsip Islam dan tradisinya ke dalam
transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis yang terkait. Prinsip utama yang
diikuti oleh bank syariah adalah:

a. Larangan riba (bunga) dalam berbagai bentuk tradisi.

b. Melakukan kegiatan usaha dan perdagangan berdasarkan perolehan


pendapatan dan keuntungan yang sah (revenue sharing atau profit sharing).

c. Memberikan zakat sebagai salah satu instrumen dalam perhitungan


pembagian keuntungan dan laporan keuangan. (Zainul Arifin, 2002 : 3)

Pemberlakuan UU No. 10 tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 tahun 1992


tentang perbankan telah memberi kesempatan luas untuk pengembangan
jaringan perbankan Syariah. Selanjutnya pemberlakuan UU No. 23 tahun 1999
tentang Bank Indonesia, menegaskan bahwa BI mempersiapkan perangkat
peraturan dan fasilitas penunjang yang mendukung operasional bank syariah.
Kedua undang-undang tersebut menjadi dasar hukum penerapan dual banking

130
system di Indonesia. Dual Banking system yang dimaksud adalah
terselenggaranya dua system perbankan (non syariah dan syariah) secara
berdampingan, yang pelaksanaannya diatur dalam berbagai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Bank syariah dalam operasionalnya tetap mengadopsi pola pengoperasian dan


prosedur dari bank konvensional selama hal tersebut tidak bertentangan
dengan prinsip-prinsip Syariahk. Jika terdapat pola pengoperasian yang
bertentangan, maka bank syariah akan membentuk prosedur pengoperasian
tersendiri guna menyesuaikan aktivitas perbankan mereka. Untuk itu bank
syariah membentuk Dewan Syariah yang berfungsi untuk memberikan
masukan (advise) kepada perbankan Syariah guna memastikan bahwa bank
tidak terlibat Dallam unsur-unsur yang tidak disetujui oleh Islam.

PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk, didirikan pada tahun 1991 dan memulai
kegiatan operasionalnya pada bulan Mei 1992. Pendirian Bank Muamalat
diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang kemudian didukung oleh
sekelompok pengusaha dan cendekiawan muslim. PT Bank Muamalat (BMI),
Tbk merupakan bank pertama di Indonesia yang mengoperasikan kegiatannya
berdasarkan prinsip-prinsip Islam. Sebagai suatu bank, BMI tetap melaksanakan
operasionalnya sama dengan bank-bank konvensional lainnya selama tidak
bertentangan dengan syariah. BMI tidak terlepas dari usaha-usaha untuk
mencapai keuntungan yang akan dibagi hasilkan kepada para nasabahnya.
Selain itu, BMI juga tetap harus berpegang pada prinsip prudential Banking, yaitu
prinsip kehati-hatian Bank dalam mengoperasikan usahanya agar tetap dalam
kondisi kinerja yang baik dan memenuhi kriteria bank sehat.

Bank syariah dalam memenuhi kecukupan modalnya menghimpun modal dan


dana-dana pihak ketiga, sehingga masuk kedalam rekening modalnya. Zainul
Arifin, (2002 : 54-55 dan 162-163) menggolongkan modal bank syariah sebagai
berikut:

a. Modal Inti, yaitu modal milik sendiri yang diperoleh dari modal disetor
oleh pemegang saham, cadaangan yaitu sebagian laba bank yang tidak
dibagi yang disisihkan untuk menutup timbulnya resiko kerugian di
kemudian hari, dan laba ditahan yaitu sebagian laba yang seharusnya
dibagikan kepada para pemegang saham, tetapi oleh para pemegang saham
sendiri (melalui rapat umum pemegang saham) diputuskan untuk ditanam
kembali pada Bank. Modal inti ini terdiri atas:

1. Modal Disetor, yaitu modal yang disetor secara kolektif oleh pemilik
(bisa dalam bentuk kepemilikan saham).

131
2. Agio Saham, yaitu selisih lebih dari harga saham dengan nilai nominal
saham, apabila terjadi selisih negatif maka selisih tersebut menjadi
pengurang.

3. Modal Sumbangan, yaitu modal yang diperoleh kembali dari


sumbangan saham atau uang oleh pihak lain, termasuk selisih nilai
yang tercatat dengan harga apabila saham dijual kembali.

4. Cadangan Umum, yaitu caadangan yang dibentuk dari penyisihan laba


yang ditahan.

5. Cadangan Tujuan, yaitu bagian laba setelah pajak yang disisihkan


untuk ttujuan tertentu atas ppersetujuan RUPS

6. Laba ditahan, yaitu saldo laba bersih setelah pajak yang RUPS
diputuskan untuk tidak dibagikan.

7. Laba Tahun Lalu, yaitu laba bersih tahun lalu setelah pajak yang belum
ditetapkan penggunaannya oleh RUPS. Penggunaannya sebagai modal
inti hanya 50% dari saldo yang ada. Apabila terdaapat keruugian maka
100% menjadi pengurang modal inti.

8. Laba Tahun Berjalan, yaitu laba sebelum pajak yang diperoleh dalam
tahun berjalan. Laba yang diperhitungkan hanya 50% sebagai modal
inti.

9. Bagian kekayaan bersih anak perusahaan yang laporan keuangannya


dikonsolidasikan.

10. Bila dalam pembukuan Bank terdapat Goodwill, maka jumlah modal inti
harus dikurangkan dengan nilai Goodwill tersebut.

Bank syariah dapat mengikuti sepenuhnya pengkatagorian unsur-unsur


tersebut di atas sebagai modal inti, karena tidak ada hal-hal yang bertentangan
dengan prinsip-prinsip syariah.

b. Kuasi Ekuitas (Mudharabah Account), dana-dana yang dihimpun ke dalam


rekening bagi hasil atas dasar prinsip akad bagi hasil (mudharabah). Akan
tetapi karena rekening ini hanya dapat menanggung resiko atas aktiva yang
ibiayai dari rekening bagi hasil itu sendiri, dan juga pemillik rekening bagi
hasil dapat menolak menanggung resiko atas aktiva yang dibaiayainya
apabila terbukti kerugian yang timbul disebabkan karena salah urus,
kelalaian dan kecurangan yang dilakukan oleh manajemen bank, maka

132
sumber dana ini terkadang tidak dapat sepenuhnnya berperan dalam fungsi
permodalan Bank.

c. Modal Pelengkap (jika ada). Modal pelengkap terdiri atas cadangan-


cadangan yang dibentuk bukan dari laba setelah pajak serta pinjaman yang
sifatnya dipersamakan dengan modal. Secara terinci modal pelengkap dapat
berupa:

1. Cadangan revaluasi aktiva tetap, yaitu cadangan yang dibentuk dari


selisih penilaian kembali aktiva tetap yang telah mendapatkan
persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak.

2. Cadangan penghapusan aktiva yang diklasifikasikan, yaitu cadangan


yang dibentuk dengan cara membebani laba rugi tahun berjalan. Hal ini
dimaksudkan untuk menampung kerugian yang mungkin timbul
sebagai akibat tidak diterimanya kembali sebagian atau seluruh aktiva
produktif.

3. Modal pinjaman, yang mempunyai ciri-ciri:

- Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dan dipersamakan


dengan modal dan telah di bayar penuh.
- Tidak dapat dilunasi atas inisiatif pemilik, tanpa persetujuan BI
- Mempunyai kedudukan yang sama dengan modal dalam hal
memikul kerugian Bank
- Pembayaran bunga dapat ditangguhkan bila Bank dalam keadaan
rugi.
4. Pinjaman Subordinasi yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

- Ada perjanjian tertulis antara pemberi pinjaman dengan Bank


- Mendapat persetujuan dari BI
- Tidak dijamin oleh Bank yang bersangkutan
- Minimal berjangka waktu 5 tahun
- Pelunasan pinjaman harus dengan persetujuan BI
- Hak tagih dalam hal terjadi liquidasi berlaku paling akhir
(kedudukannya sama dengan modal)
- Bank syariah dalam menghimpun dana selalu berusaha berhati-hati
agar tidak tercampur dengan hal-hal yang dianggap terlarang

133
(haram), maka penggunaan modal pelengkap, khususnya modal
pinjaman dan subordinasi karena menggunakan bunga, pada bank
syariah sedapat mungkin dihindari.
Perkembangan jumlah modal yang mampu dihimpun oleh Bank Muamalat
Indonesia tahun 2004-2006 dapat dilihat pada tabel 1.

Table 1. Perkembangan Jumlah Modal Bank Muamalat Indonesia,


Berdasarkan Komponen Pembentukan Modal Inti Tahun 2004-2006

Jumlah Setiap Komponen


Keterangan (Dalam Jutaan Rupiah)
2004 2005 2006
Modal Disetor 269.694 492.791 492.791
Agio Saham 806 132.498 132.498
Cadangan Umum 14.769 24.277 45.560
Modal Sumbangan
Rugi tahun-tahun lalu (100%) (5.055)
Laba Tahun Berjalan (50%) 24.178 52.719 53.075
Jumlah Modal Inti 309.447 697.230 723.924
Sumber: Laporan Keuangan Bank Muamalat yang dipublikasikan lewat
internet, 2007.

Selain total modal yang mampu dihimpun oleh Bank, faktor lain yang ikut
diperhitungkan dalam memperhitungkan rasio kecukupan modal adalah
besarnya Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) yang dibiayai dari modal
yang diihimpun tersebut. Besarnya ATMR yang dimiliki oleh BMI, dapat dilihat
pada tabel 2.

Tabel 2. Besarnya ATMR Bank Muamalat Indonesia, yang Terdiri Atas


ATMR Neraca Tahun 2004-2006

KETERANGAN NOMINAL BOBOT NILAI ATMR


(dalam jutaan Rupiah) RESIKO (dalam Jutaan Rupiah)
2004 2005 2006 2004 2005 2006
Kas 73.026 89.442 133.340 0% 0 0 0
Giro Pada BI 263.998 287.122 382.108 0% 0 0 0
Tagihan pada Bank 0 0 0 0% 0 0 0
lain
Surat Berharga 545.000 662.000 915.000 0% 0 0 0
(SBI)
Kredit kepada pihak 51.255 7.908 7.072 20% 10.251 1.581,6 1.414,4
terkait
Kredit kepada pihak 3.993.587 2.678.590 3.232.781 50% 1.996.793,5 1.339.295 1.616.390,5
lain*
Penyertaan* 6.802 6.677 6.677 50% 3.401 3.338,5 3.338,5
Aktiva tetap 87.905 104.399 126.308 100% 87.905 104.399 126.308

134
KETERANGAN NOMINAL BOBOT NILAI ATMR
(dalam jutaan Rupiah) RESIKO (dalam Jutaan Rupiah)
2004 2005 2006 2004 2005 2006
Aktiva lainnya 24.299 16.746 22.625 100% 24.299 16.746 22.625
TOTAL ATMR 2.122.649,5 1.465.360,1 1.770.076,4

Ket* = dibiayai oleh rekening mudharabah


Sumber : Laporan Bank Muamalat yang dipublikasikan melalui situs internet
Bank Indonesia, 2007.

Nilai ATMR itu diperoleh dengan cara mengalikan nominal ATMR dengan
bobot resiko. Penilaian ATMR tersebut di atas merupakan perhitungan ATMR
dengan menggunakan metodelogi Basle commite, dengan beberapa penyesuaian
sehingga sesuai dengan prinsip dan operasional Bank Muamalat Indonesia.
Diantara penyesuaian itu antara lain pada perhitungan di atas ATMR yang
digunakan adalah ATMR neraca ditambah dengan ATMR administratif, yang
terdiri dari: jaminan Letter of Credit (L/C), fasilitas kredit yang belum digunakan
dengan menggunakan jaminan surat berharga, kewajiban kembali membeli
aktiva bank dengan menggunakan kontrak pembelian kembali (repurchase
agreement), dan posisi netto kontrak berjangka pasar uang. Tidak digunakannya
ATMR administratif dalam perhitungan disebabkan karena sebagian besar
ATMR administratif tersebut di atas masih menggunakan instrumen bunga dan
untung-untungan (gharar), sedangkan Bank Muamalat berusaha sedapat
mungkin untuk menghindari penggunaan bunga dan gharar dalam
operasionalnya. Selain itu, tidak diperhitungkannya instrumen L/C dalam
perhitungan ATMR administratif, karena padaa saat itu masalah L/C masih
dalam penilaian oleh Dewan Syariah Bank Muamalat Indonesia, untuk
ditentukan boleh atau tidaknya instrumen itu digunakan.

Penyesuaian yang lain adalah dalam hal penyediaan kredit dan penyertaan.
Pada dua hal ini, kredit dan penyertaan dilakukan dengan menggunakan dana
dari rekening mudharabah ditambah dengan dana dari modal inti. Menurut
Zainal Arifin (2001:171), aktiva yang didanai oleh rekening bagi hasil (rekening
mudharabah) dan modal inti, maka bobot resikonya 50% dari yang seharusnya
100%.

Tabel 3. Perkembangan Posisi Keuangan Bank Muamalat Indonesia Tahun


2004-2006 (Dalam Milyar Rupiah)

Instrumen 2004 2005 2006


Total Aktiva 5.209.804 7.427.047 8.370.595
Total Dana Pihak Ketiga 4.294.755 2.285.459 2.994.859
Total modal disetor 269.694 492.791 492.791
Total Ekuitas 339.113 763.415 786.441

135
Instrumen 2004 2005 2006
Laba Operasional 74.631 159.183 174.771
Laba (rugi) bersih 48.355 138.126 161.152
Total pembiayaan yang diberikan 4.182.224 3.239.853 2.686.498
Sumber: Kinerja keuangan Bank Muamalat Indonesia, Tbk yang dipublikasikan
melalui internet, 2007

Faktor lain, yang juga digunakan dalam perhitungan kinerja Bank, adalah
seberapa jauh Bank mampu mengelola alat-alat liquid yang dimilikinya, berkaitan
dengan kemampuan Bank untuk membayar hutang-hutang jangka pendek
dengan alat-alat liquid tersebut. Selain itu perlu juga diperhatikan kemampuan
bank dalam membentuk giro wajib minimum yang dipelihara oleh Bank pada
Bank Indonesia (Reserve Requirement), dimana giro wajib minimum ini diperoleh
Bank dari penyisihan dana simpanan Pihak Ketiga. Besarnya alat-alat liquid yang
mampu dihimpun oleh Bank Muamalat Indonesia, yang terdiri kas Bank dan Giro
pada Bank Indonesia, dari tahun 2004-2006 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah Alat Liquid Bank Muamalat Indonesia, Tahun 2004-2006

2004 2005 2006


Alat-alat Liquid
(dalam Jutaan Rupiah) (dalam Jutaan Rupiah) (dalam Jutaan Rupiah)
Kas 73.026 89.442 133.340
Giro pada BI 263.998 287.122 382.108
Jumlah 337.024 376.564 515.448
Sumber: Laporan keuangan Bank Muamalat Indonesia yang dipublikasikan
lewat internet, 2007

Tabel 5. Perkembangan Total Hutang Bank Muamalat Indonesia, Tahun


2004-2006 (Dalam Jutaan Rupiah)

Jenis Hutang 2004 2005 2006


Kewajiban Segera 33.445 70.361 60.903
Simpanan:
Giro Wadiah 413.683 679.248 514.102
Tabungan Mudharabah 1.187.269 1.606.211 2.480.757
Deposito berjangka 2.693.803
Jumlah Simpanan 4.294.755 2.285.459 2.994.859
Simpanan dari Bank lain 31.098 380.721 214.458
Pinjaman yang diterima 215.267 201.298 179.581
Estimasi kerugian komitmen dan 629 654 2.776
kontinjensi
Hutang Pajak 24.787 40.299 74.870
Kewajiban lain-lain 4.599.981 2.978.792 3.527.447
Jumlah Kewajiban
Sumber: Laporan Keuangan Bank Muamalat Indonesia yang dipublikasikan
melalui internet, 2007.

136
Segala kriteria penilaian kinerja Bank pada dasarnya berpegang pada prinsip
prudential Banking bagi Bank umum yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia
selaku pengawas dan pembina bank nasional yang menetapkan ketentuan
tentang penilaian tingkat kesehatan Bank dengan surat edaran BI no.
26/BPPP/1993 tanggal 29 Mei 1993, yang kemudian disempurnakan melalui
keputusan Direksi BI No. 31/11/Kep/Dir tanggal 30 April 1997.

Didasarkan pada peraturan tersebut maka langkah untuk menilai performance


atau kinerja suatu Bank dapat menggunakan alat-alat anaalisa sebagai berikut:

a. Analisa Rasio Liquiditas, yaitu analisa yang dilakukan terhadap


kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya atau
kewajiban yang sudah jatuh tempo.

b. Analisa Rasio Solvabilitas, yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur


kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya atau
kemampuan Bank untuk memenuhi kewajiban jika terjadi liquidasi Bank.

c. Analisa Rasio Rentabilitas adalah alat untuk menganalisis atau mengukur


tingkat efisiensi usaha atau profitabilitas yang dicapai oleh Bank yang
bersangkutan. (Lukman Dendawijaya, 2001 : 116 124).

Tujuan penelitian

Berdasarkan pada latar belakang diatas, terlihat bahwa terdapat perbedaan


penetapan ATMR menurut teori dan menurut ketentuan Bank Indonesia. Pada
Tabel 2 tentang perhitungan ATMR, menurut teori pemberian bobot resiko
ATMR pada rekening-rekening kredit kepada pihak lain dan penyertaan dalam
bank syariah adalah sebesar 50%, karena dibiayai oleh rekening simpanan
mudhaarabah. Akan tetapi dalam kenyataannya Bank Indonesia masih
menerapkan bobot resiko 100% pada rekening-rekening tersebut, sehingga
memperbesar tanggungan resiko yang dihitung oleh Bank Muamalat.
Perbedaan perhitungan ini dapat memperkecil angka rasio kecukupan modal
yang dimiliki oleh bank syariah, yang berarti bank akan cenderung tidak baik
kinerjanya. Dalam menghimpun modal, Bank Muamalat mengusahakan untuk
tidak mengimpun dari modal-modal pinjaman atau subordinasi yang
menggunakan bunga.

TELAAH KEPUSTAKAAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Perbankan syariah dikembangkan atas dasar yang tidak mengijinkan pemisahan


antara masalah dunia dan masalah agama. Dasar tersebut mengharuskan
kepatuhan terhadap syariah sebagai dasar bagi semua aspek kehidupan. Dasar

137
itu tidak hanya mencakup ibadah saja, tetapi juga meliputi transaksi bisnis yang
harus sesuai dengan prinsip syariah. Misalnya, salah satu aspek yang paling
menonjol dari prinsip-prinsip syariah adalah pelarangan riba dan persepsi
mengenai uang sebagai alat tukar dan sarana untuk membayar kewajiban
keuangan, bukan komoditas.

Uang berdasarkan prinsip syariah tidak mempunyai sisi time value terlepas dari
nilai-nilai barang yang dipertukarkan melalui penggunaan uang, sesuai dengan
syariah. Oleh karena itu bank syariah didirikan berdasarkan konsep Islam
mengenai keuntungan adalah bagi siapa yang menanggung resiko.
Beradasarkan konsep ini, bank syariah menolak (mengusahakan tidak
menggunakan) penggunaan bunga dalam setiap transaksinya.

Adiwarman Karim (Modul: Warkshop on Islamic banking, 2003 : 6)


menggolongkan transaksi-transaksi yang saat ini biasa dilakukan oleh bank
syariah terdiri atas:

a. Natural incertaintycontracts, yaitu kontrak atau akad dalam bisnis perbankan


yang tidak memberikan kepastian pendapatan (return), baik dari segi
jumlah (amount) maupun waktunya (time). Tingkat return bisa positif,
negative, atau nol. Yang termasuk dalam kontrak ini adalah kontrak-
kontrak investasi atau Musyarakah (partnership, project financing participation),
yaitu akad dua pihak atau lebih untuk suatu usaha dimana masing-masing
pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan
dan resiko akan ditanggung bersama sesuai perjanjian (M. Syafei Antoni,
2001 : 90). Jenis kontrak Musyarakah dalam bank syariah terbagi atas:

(1) Musyarakah Mufawadhah, yaitu jenis musyarakah dimana bank


memberikan pembiayaan sebesar 50% dari jumlah modal yang
dibutuhkan nasabah, dan bank turut serta dalam mengelola
(manajemen) usaha, sehingga setiap kerugian dan keuntungan akan
dibagi sama rata.

(2) Musyarakah Inan, yaitu jenis musyarakah, dimana bank memberikan


pembiayaan kepada suatu proyek nasabah, namun besarnya
pembiayaan tidak tepat 50% dari kebutuhan dana, akan tetapi bisa
melebihi atau malah kurang tergantung pada kebutuhan nasabah.
Biasanya Bank memberikan pembiayaan kurang dari 50%, sehingga
besarnya proporsi pembagian keuntungan tergantung pada
kesepakatan dan pertanggungan kerugian tergantung pada proporsi
modal yang disetor bank.

138
(3) Musyarakah Mudharabah. Jenis kontrak inilah yang banyak dilakukan
oleh bank syariah, baik dalam hal pembiayaan. Secara teknis,
mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana
pihak pertama (shohibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal,
sedangkan pihak lainnya sebagai pengelola (mudharib). Keuntungan
usaha secara mudharabah di bagi menurut kesepakatan yang dituangkan
dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal
selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola (SyafiI Antoni,
2001 : 95). Dalam hal ini simpanan, kontrak mudharabah ini berarti pihak
nasabah menyediakan dananya dalam bentuk tabungan dan deposito
untuk dikelola oleh bank sehingga menghasilkan keuntungan. Apabila
bank memperoleh keuntungan (laba) operasional maka pihak deposan
berhak memperoleh bagian laba tersebut (profit sharing). Namun untuk
mengantisipasi kecurangan (moral hazard) dunia perbankan terhadap
kontrak i9ni, maka berdasarkan perkembangan terakhir yang dibagi
kepada nasabah bukanlah laba (profit) yang diperoleh bank, akan tetapi
pendapatan (revenue) bank atas kegiatan operasional, dan setiap biaya
yang dikeluarkan untuk kegiatan operasional tersebut sepenuhnya
ditanggung oleh bank, sehingga apabila bank tidak memperoleh
pendapatan sekalipun, saldo rekening nasabah tidak akan berkurang.
Demikian pula halnya dengan pemberian pembiayaan, untuk
mengantisipasi moral hazard nasabah (debitur), bank memberlakukan
kontrak revenue sharing dalam hal perolehan pendapatan bank dan
semua biaya proyek ditanggung oleh debitur yang bersangkutan,
sehingga bank tidak mengalami kehilangan dana meskipun proyek
yang dijalankan merugi.

Secara umum, sebenarnya kontrak musyarakah masih terdapat dua


jenis lagi yaitu jenis Musyarakah wujuh dan musyarakah abdan. Akan
tetapi yang biasa dilakukan oleh dunia perbankan adalah ketiga jenis
musyarakah di atas.

b. Natural Certainty contracts, kontrak atau akad dalam bisnis perbankan yang
memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah maupun waktu.
Pada jenis kontrak ini cash flow bank dapat diprediksi relative pasti, karena
sudah disepakati kedua belah pihak yang bertransaksi di awal akad. Objek
pertukaran (baik barang) maupun jasa sudah ditetapkan di awal akad
dengan pasti, baik dalam jumlahnya (quantity), mutunya (quality), harganya
(price), dan waktu penyerahan (time delivery). Yang termasuk dalam kategori
ini adalah kontrak-kontrak jual beli, upah-mengupah, sewa-menyewa, dll.
Jenis kontrak ini terbagi atas:

139
(1) Mudharabah (deferred payment sale), adalah jual beli barang pada harga
asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam dunia
perbankan, kontrak ini berupa pembiayaan (finance) pada barang-
barang modal maupun barang-barang konsumsi. Dalam hal ini, bank
membeli barang-barang yang dibutuhkan nasabah dari supplier secara
tunai sesuai dengan harga yang berlaku. Selanjutnya, nasabah membeli
kembali barang tersebut dari bank (biasanya secara kredit) sesuai
dengan harga barang ditambah dengan keuntungan jual-beli bagi bank.

(2) Salam (Infront payment sale), adalah kontrak jual beli dimana
pembayaran dilakuakn dimuka dan barang diserahkan dikemudian
hari. dalam hal ini, yang menjadi syarat terlaksananya salam adalah
kejelasan modal, kejelasan harga, kejelasan fisik barang, dan kejelasan
waktu penyerahan.

(3) Istishna (purchase by order or manufacture), transaksi ini merupakan


kontrak antara pembeli dan bank. Dalam kontrak ini, bank menerima
pesanan dari pembeli (nsabah). Bank lalu berusaha melalui orang lain
untuk membuat atau membeli barang sesuai dengan spesifikasi pesanan
dan menjualnya kepada pembeli akhir (nasabah yang memesan). Kedua
belah pihak sepakat atas harga dan sistem pembayaran, melalui cicilan
atau ditangguhkan sampai suatu waktu pada masa yang akan datang.
(M. Syafii Antonio, 2001 : 113).

(4) Ijarah (Operational leas), adalah akad pemindahan hak guna atas barang
atau jasa, melalui pembayaran sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan atas barang itu sendiri (M. SyafiI Antonio, 2001 : 117).

Meskipun secara operasional bank syariah mempunyai sedikit perbedaan


dengan bank-bank konvensional lainnya, namun dalam beberapa hal seperti
pengukuran kesehatan dan pengukuran kinerja bank tetap mengacu kepada
Undang-undang RI No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan, pasal 29menyebutkan
beberapa ketentuan sebagai berikut:

1. Pembinaan dan pengawasan Bank dilakukan oleh Bank Indonesia.

2. Bank Indonesia menetapkan ketentuan Kesehatan/kinerja bank dengan


memperhatikan aspek permodalan, kualitas asset, kualitas manajemen,
likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, dan aspek lain yang berhubungan
dengan usaha bank.

140
3. Bank wajib memelihara kesehatan Bank sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan wajib melakukan usaha sesuai
dengan prinsip kehati-hatian.

Berdasarkan ketentuan di atas, maka setiap bank wajib memelihara kesehatan


dan kinerja Bank berdasarkan prinsip kehati-hatian. Untuk mengukur kinerja
suatu bank maka pemahaman mengenai latar belakang keuangan sangat
diperlukan sebelum seseorang dapat menganalisa kinerja/kesehatan atau
melakuakan perubahan dalam portofolio aktiva dan pasiva untuk memperbaiki
laba. Secara sederhana, bank mempunyai laporan keuangan pokok yang terdiri
atas Neraca dan Laporan Rugi/Laba.

Neraca Bank Umum

Berdasarkan Undang-Undang RI No. 7 tahun 1992 tentang perbankan, pasal 34


menyebutkan Setiap bank umum diwajibkan menyampaikan laporan
keuangan berupa neraca dan perhitungan rugi/laba berdasarkan waktu dan
bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Berdasarkan ketentuan Bank
Indonesia, neraca bank umum dapat dilihat sebagai berikut:

Contoh Neraca Bank Umum

AKTIVA PASIVA
1. Kas 1. Giro
2. Giro di Bank Indonesia 2. call money
3. Tagihan pada Bank lain 3. Tabungan
a. Giro 4. Deposito berjangka
b. Call money 5. Kewajiban lainnya
c. Deposito berjangka 6. Surat berharga
d. Kredit yang diberikan 7. Pinjaman yang diterima:
4. Surat berharga dan tagihan lainnya a. Bank Indonesia
5. Kredit yang diberikan b. Subordinasi dan lainnya
6. Penyertaan 8. Rupa-rupa passive
7. Cadangan aktiva yang 9. Modal:
diklasifikasikan a. Modal disetor
8. Rupa-rupa aktiva b. Agio saham
c. Cadangan
d. Laba di tahan
10. Laba/rugi tahun berjalan
Jumlah Aktiva Jumlah Pasiva

Metode di atas meskipun berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, bukanlah


satu-satunya metode yang digunakan untuk menampilkan neraca bank umum.

141
Untuk bank syariah terdapat beberapa perbedaan sedikit instrumen di dalam
neraca bank. Perbedaan tersebut ditekankan pada perbedaan sistem dalam hal
pemberian pinjaman, pembiayaan, dan pengelolaan dana pihak ketiga. Pada
Bank syariah, karena tidak menggunakan instrumen bunga baik dalam hal
kredit maupun simpanan nasabah, maka untuk hal-hal tersebut di atas
digunakanlah kontrak mudharabah dan musyarakah seperti yang sudah dijelaskan
di atas.

Untuk lebih jelasnya, di bawah ini ditampilkan bentuk neraca bank syariah
(diambil dari bentuk neraca Bank Syariah Mandiri, tahun 2002)

Contoh Neraca Bank Syariah

AKTIVA PASIVA
1. Kas 1. Giro
2. Penempatan di Bank Indonesia 2. Tabungan Mudharabah
3. Penempatan pada Bank lain 3. Deposito Mudharabah
4. Piutang penjualan 4. Kewajiban kepada BI
a. Piutang mudharabah 5. Surat berharga yang diterbitkan
b. piutang salam 6. Pembiayaan yang diterima
c. piutang Istishna 7. Kewajiban lainnya
5. Investasi dalam surat berharga 8. Setoran jaminan
6. Pembiayaan yang diberikan 9. Pasiva lain
a. pembiayaan mudharabah 10. Modal disetor
b. pembiayaan musyarakah 11. Selisih penilaian kembali aktiva
c. pembiayaan lain-lain tetap
7. Penyertaan 12. Cadangan
8. Investasi aktiva Ijarah 13. Laba/rugi
9. Aktiva tetap dan inventaris d. Tahun lalu
10. Aktiva lain-lain e. Tahun berjalan
Total Aktiva Total Pasiva

Perlu diperhatikan, bentuk diatas bukanlah satu-satunya bentuk neraca pada


Bank Syariah. Bentuk-bentuk lain untuk neraca bank syariah dapat ditampilkan
sesuai dengan posisi keuangan bank syariah bersangkutan.

Berdasarkan surat edaran Bank Indonesia No. 23 / 19 / BPPP tanggal 28


Februari 1991, neraca suatu bank umum terdiri atas pos-pos yang ada pada sisi
aktiva dan pos yang ada pada sisi pasiva.

142
Aktiva

Pos-pos yang terdapat di sisi aktiva secara umum adalah sebagai berikut:

1. Kas

Yang dimasukkan ke pos ini adalah uang kas, baik rupiah maupun valuta asing,
yang dimiliki oleh bank, termasuk kantornya yang ada di luar negeri, yang
menjadi alat pembayaran yang sah di Indonesia maupun uang asing lainnya
yang masih berlaku.

2. Giro di Bank Indonesia

Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah giro dalam rupiah dan valuta asing
milik bank pada Bank Indonesia. Posisi pada pos ini tidak boleh dikurangi
dengan kredit yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada bank yang
bersangkutan dan tidak boleh ditambah dengan fasilitas kredit yang sudah
disetujui oleh Bank Indonesia yang belum dipergunakan.

3. Tagihan pada bank lain

Tagihan pada bank lain adalah semua tagihan bank pelapor dalam rupiah dan
valas kepada bank lain, baik bank dalam negeri maupun bank luar negeri. Pos
ini terdiri atas pos-pos sebagi berikut:

a. Giro

Yang dimasukkan ke pos ini adalah giro dalam rupiah dan valuta asing
milik bank, termasuk kantornya diluar negeri, baik kepada bank lain di
dalam negeri maupun di luar negeri (tidak termasuk Bank Indonesia). Pos
ini tidak boleh dikurangi dengan kredit yang diberikan bank lain kepada
bank yang bersangkutan dan tidak boleh ditambah dengan fasilitas kredit
yang sudah disetujui bank lain yang belum digunakan. Pada bank syariah
pendapatan bunga dari giro yang tidak menggunakan kontrak mudharabah
di bank lain disisihkan ke dalam pos dana-dana tidak hala (tidak
dilaporkan) untuk kemudian digunakan untuk kepentingan sosial.

b. Call Money

Yang dimasukkan ke pos ini adalah dana dalam rupiah dan valuta asing
yang dipinjamkan oleh bank, termasuk kantornya di luar negeri, baik
kepada bank lain di dalam negeri maupun diluar negeri. Pada bank syariah,

143
pos ini masih digunakan, sehingga terkadang masih menggunakan bunga
dalam pelaksanaannya.

c. Deposito berjangka

Yang dimasukkan ke pos ini adalah penanaman dana dalam rupiah dan
valuta asing oleh bank, termasuk kantornya diluar negeri, pada bank lain
dan atau lembaga keuangan lain dalam bentuk deposito berjangka, sertifikat
deposito, deposito in call, dan simpanan lain yang sejenis.

d. Kredit yang diberikan

Yang dimasukkan ke pos ini adalah semua kredit yang berdasarkan akad
dalam rupiah dan valuta asing yang diberikan oleh bank, termasuk
kantornya di luar negeri, baik yang diberikan kepada bank lain di dalam
negeri maupun di luar negeri.

4. Surat berharga dan tagihan lainnya

Yang dimasukkan ke pos ini adalah surat berharga yang dimiliki oleh bank,
termasuk kantornya di luar negeri, seperti surat-surat berhargta pasar uang dan
pasar modal dalam rupiah dan valuta asing.

5. Kredit yang diberikan

Yang dimasukkan ke pos ini adalah semua realisasi kredit dalam rupiah dan
valuta asing yang diberikan oleh bank, termasuk kantornya di luar negeri,
kepada pihak ketiga bukan bank, baik dalam negeri maupun di luar negeri.

6. Penyertaan

Yang dimasukkan ke pos ini adalah semua realisasi kredit dalam rupiah dan
valuta asing yang diberikan oleh bank, termasuk kantornya di luar negeri, pada
bank, lembaga keuangan, serta perusahaan lain.

7. Cadangan aktiva yang diklasifikasikan

Yang dimasukkan ke pos ini adalah cadangan-cadangan dana dalam rupiah dan
valuta asing. Cadangan ini dibentuk untuk menampung resiko kerugian yang
mungkin timbul sebagai akibat bank tidak dapat menarik kembali sebagian atas
seluruh aktiva produktifnya. Aktiva produktif mencakkup kredit, surat-surat
berharga, penanaman pada bank lain, serta penyertaan dan penanaman pada

144
aktiva lainnya yang mengandung resiko dari bank, termasuk kantornya di luar
negeri. Pos ini merupakan pengurang aktiva pada neraca.

8. Aktiva tetap dan inventaris

Yang dimasukkan ke pos ini adalah nilai buku dari tanah, gedung, kantor,
rumah, dan perabot milik bank, termasuk kantornya di luar negeri, dalam
rupiah dan valuta asing. Jumlah tersebut telah dikurangi dengan penyusutan
nilai aktiva tetap dan inventaris sampai dengan akhir bulan laporan.

9. Rupa-rupa aktiva

Yang dimasukkan ke pos ini adalah saldo rekening-rekening aktiva lainnya


dalam rupiah dan valuta asing yang tidak dapat dimasukkan ke salah satu pos-
pos di atas. Dalam pos ini dimasukkan pula hasil kompensasi (set off) antara
saldo debet dan saldo kredit rekening antar kantor, termasuk kantornya di luar
negeri, sepanjang hasilnya debet bagi bank yang berbadan hokum Indonesia.

Pasiva

Pos-pos yang ada pada sisi pasiva adalah sebagai berikut:

1. Giro

Yang dimasukkan ke pos ini adalah giro dalam rupiah dan valuta asing milik
pihak ketiga dan bank lain pada bank yang bersangkutan, termasuk kantornya
di luar negeri, yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
menggunakan cek, pemindah bukuan, dan surat perintah membayar lainnya.
Dalam pos ini dimasukkan pula pinjaman yang diberikan dalam rupiah yang
bersaldo kredit.

2. Call money

Yang dimasukkan ke pos ini adalah dana dalam rupiah dan valuta asing yang
diterima oleh bank, termasuk kantornya diluar negeri, baik dari bank lain di
dalam negeri maupun di luar negeri.

3. Tabungan

Yang dimasukkan ke pos ini adalah simpanan-simpanan dalam rupiah dan


valuta asing milik pihak ketiga bukan bank pada bank yang bersangkutan,
termasuk kantornya di luar negeri, yang penarikannnya hanya dapat dilakukan
menurut syarat-syarat tertentu. Dalam pengertian ini termasuk pula simpanan

145
yang pengambilannya harus diberitahukan beberapa hari sebelumnya dan
hanya dapat dilakukan dengan buku tabungan atau kwitansi.

4. Deposito berjangka

Yang dimasukkan ke pos ini adalah deposito berjangka, deposts one call, sertifikat
deposito, dan deposito sejenis lainnya yang diterima bank, termasuk kantornya
di luar negeri, baik dalam rupiah maupun valuta asing, milik pihak ketiga dan
bank lain yang penarikannya dapat dilakukan tertentu sesuai perjanjian antara
bank yang bersangkutan dan penyimpannya.

5. Kewajiban lainnya

Yang dimasukkan ke pos ini adalah semua kewajiban bank, termasuk kantornya
di luar negeri, baik dalam rupiah maupun valuta asing, yang setiap waktu dapat
ditagih oleh pemiliknya dan harus segera dibayar oleh bank yang bersangkutan.
Pada pos ini dimasukkan pula kiriman uang, kupon yang sudah jatuh tempo,
dan semua kewajiban yang berjangka waktu kurang dari 15 hari.

6. Surat berharga

Yang dimasukkan ke pos ini adalah surat berharga yang diterbitkan oleh bank,
termasuk kantornya diluar negeri, yang menyebabkan kewajiban membayar
bagi bank, baik dalam rupiah maupun valuta asing.

7. Pinjaman

Yang dimasukkan ke pos ini adalah pinjaman yang diterima oleh bank,
termasuk kantornya di luar negeri, baik dalam rupiah maupun valuta asing,
dari pihak ketiga, bank lain, dan Bank Indonesia. Dalam pengertian ini
termasuk pinjaman kelolaan dan two step loan yang diterima dari pemerintah
atau lembaga-lembaga Internasional.

8. Rupa-rupa pasiva

Yang dimasukkan ke pos ini adalah saldo rekening pasiva lainnya, baik dalam
rupiah maupun valuta asing, yang tidak dapat dimasukkan atau digolongkan
ke dalam salah satu dari pos neraca ini dalam rupiah, misalnya selisih kurs dari
rekening-rekening yang diblokir karena suatu perkara. Dalam pos ini
dimasukkan pula hasil kompensasi (set off) antara saldo debet dan saldo kredit
rekening antar kantor, termasuk kantornya diluar negeri, sepanjang hasilnya
kredit bagi bank yang berbadan hokum Indonesia.

146
9. Modal

a. Modal bank yang berbadan hokum Indonesia

Yang dimasukkan ke pos ini adalah jumlah modal atau simpanan pokok
dan wajib (bagi bank-bank yang berbadan hokum koperasi) yang benar-
benar telah di setor atau selisih antara modal dasar dan modal yang belum
di setor.

b. Modal kantor cabang bank asing

Yang dimasukkan ke pos ini adalah dana bersih kantor pusat dan
cabangnya di luar negeri.

c. Agio saham

Yaitu selisih lebih setoran modal yang diterima oleh bank sebagai akibat
harga saham yang melebihi nilai nominalnya.

d. Cadangan

Yang dimasukkan ke pos ini adalah cadangan-cadangan yang dibentuk dari


penyisihan laba bersih setelah atau sebelum dikurangi pajak dan mendapat
persetujuan pemilik melalui rapat umum pemegang saham atau rapat
anggota sesuai dengan anggaran dasar masing-masing bank.

e. Laba/rugi

Yang dimasukkan ke kolom ini adalah sisa laba / rugi tahun-tahun buku
lalu yang belum dibagikan dan atau dipindah bukukan ke rekening lain dan
ditambah laba / rugi dalam tahun buku berjalan. Rugi yang diderita tahun-
tahun lalu dan tahun berjalan tidak boleh dicantumkan pada sisi aktiva, tapi
pada sisi pasiva dengan tanda negative (-/-).

Laporan Laba-Rugi Bank

Laporan perhitungan laba rugi (profit and loss statement) atau lebih dikenal juga
dengan income statement dari suatu bank umum adalah suatu laporan keuangan
bank yang menggambarkan pendapatan dan biaya operasional dan non
operasional bank serta keuntungan bersih suatu bank untuk suatu periode
tertentu (Lukman Dendawijaya, 2001 : 111).

147
Laporan perhitungan laba rugi bank harus disusun berdasarkan ketentuan
tentang bentuk yang sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia. Berdasarkan
ketentuan Bank Indonesia, laporan keuangan bulanan harus dilaporkan setiap
bulan, sedangkan untuk laporan keuangan triwulanan dilakukan untuk posisi
akhir bulan, yaitu 31 Maret, 30 Juni, 30 September, dan 31 Desember tahun yang
bersangkutan. Keterlambatan penyampaian serta bentuk laporan yang tidak
mengikuti standarisasi yang telah dikenakan sanksi.

Penyusunan perhitungan laba rugi bank dilakukan dengan menganut konsep


konservatisme. Konsep ini menekankan bahwa pendapatan yang
diperhitungkan adalah pendapata yang benar-benar yang telah diterima secara
efektif. Dalam akuntansi, konsep ini disebut cash basis. Sebaliknya, perlakukan
akuntansi terhadap biaya operasional dan non operasional dilakukan dengan
menggunakan prinsip accrual basis. Dalam prinsip ini, biaya yang akan dibayar
di masa yang akan datang sudah diperhitungkan sebagai bagian komponen
biaya yangdikeluarkan.

Bentuk laporan laba-rugi bank syariah, secara umum hampir sama dengan
bentuk laba-rugi bank konvensional, hanya untuk pendapatan-pendapatan
bunga di bankkonvensional, pada bank syariah merupakan pendapatan
murabahah, mudharabah, salam, istisna, dll, sedangkan beban atau pendapatan
bunga yang terpaksa diterima oleh bank syariah, di masukkan ke dalam pos
pendapatan/beban dana-dana tidak halal atau dimasukkan ke adalam pos
operasional lain-lain.

Bentuk laporan laba-rugi Bank Syariah dapat dilihat dari tabel di bawah ini
(contoh bentuk laporan keuangan Bank Syariah Mandiri tahun 2002):

Perhitungan Laba/Rugi
Periode:...
(dalam jutaan rupiah)

No. Pos-pos Jml


1. PENDAPATAN DAN KEUNTUNGAN INVESTASI
1.1 Pendapatan Margin dari Jual-beli
a. Murabahah/jual-beli .
b. Istisna/jual-beli atas pesanan .
c. Salam/jual-beli atas pembayaran dimuka .
d. Lainnya .
1.2 Pendapatan bagi hasil dari investasi
a. Musyarakah/penyertaan .
b. Mudharabah/tabungan bagi hasil .
c. Lainnya ..
1.3 Pendapatan Bonus Sertifikat Wadiah Bank Indonesia ..
JUMLAH PENDAPATAN DAN KEUNTUNGAN INVESTASI ..

148
2. PENGELUARAN/DISTRIBUSI BONUS DAN BAGI HASIL INVESTASI
2.1 Pengeluaran Bonus Wadiah
2.2 Pengeluaran bagi hasil mudharabah .
JUMLAH PENGELUARAN BONUS DAN BAGI HASIL ATAS INVESTASI -/- ..
PENDAPATAN DAN KEUNTUNGAN BERSIH INVESTASI BAGIAN BANK
PENDAPATAN LAINNYA .
3. 4.1 Pendapatan administrasi pembiayaan
4.2 Pendapatan jasa-jasa bank .
4. 4.3 Pendapatan operasional lainnya
4.4 Pendapatan non operasional .
JUMLAH PENDAPATAN LAINNYA .
JUMLAH PENDAPATAN BANK ..
PENGELUARAN LAINNYA
5.1 Pengeluaran administrasi dan umum .
5.2 Pengeluaran personalia .
5. 5.3 Pengeluaran penyusutan/amortisasi/penghapusan aktiva produktif
5.4 Pengeluaran non operasional .
JUMLAH PENGELUARAN LAINNYA -/- .
LABA (RUGI) BERSIH SEBELUM ZAKAT DAN PAJAK .
ZAKAT DAN PAJAK .
7.1 Zakat -/- .
6. 7.2 Pajak -/- .
7. LABA (RUGI) BERSIH .

Analisis Rasio Keuangan

Untuk membuat keputusan rasional yang sesuai dengan tujuan bank, manajerial
bank haruslah mempunyai alat-alat analisa tertentu. Analisa keuangan
dilakukan baik oleh pihak luar bank, seperti kreditur, investor, nasabah, dan
Bank Indonesia selaku Pembina dan pengawas perbankan, maupun pihak bank
sendiri. Jenis analisa bervariasi tergantung pada kepentingan pihak-pihak yang
melakukan analisa. Seorang yang memberikan kredit (pinjaman) jangka pendek
dan nasabah tabungan, akan tertarik pada likuiditas bank. Yaitu kemampuan
bank untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang harus segera dipenuhi
(jangka pendek). Sedangkan para pemegang saham dan nasabah deposito,
mungkin akan tertarik pada rasio rentabilitas bank, yaitu rasio yang
menunjukkan kemampuan bank dalam memperoleh laba. Para pemegang surat
berharga bank, seperti pemegang obligasi, dan para pemberi kredit jangka
panjang, mungkin akan tertarik pada struktur modal perusahaan, sumber-
sumber dana dan penggunaan dan, profitabilitas selama beberapa periode dan
proyeksi profitabilitas di masa datang, serta rasio solvabilitas bank, yaitu
kemampuan bank dalam membayar hutang-hutang jangka panjang atau
kemampuan bank dalam melunasi semmua hutangnya apabila dilikuidasi. Bagi
Bank Indonesia selaku Pembina dan pengawas perbankan di Indonesia,
mungkin akan tertarik pada rasio kecukupan modal bank, rasio kualitas aktiva
produktif, rasio-rasio rentabilitas bank, dan rasio-rasio likuiditas bank.

149
Rasio keuangan menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan
(mathematic relationship) antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain
dalam laporan keuangan, dan dengan menggunakan alat analisa berupa rasio
ini akan dapat menjelaskan atau memberi gambaran kepada penganalisa
tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu peusahaan
terutama apabila angka rasio tersebut dibandingkan dengan angnka rasio
pembanding yang digunakan sebagai standar. (Drs. S. Munawir, Akt, 1990 : 64)

Dengan menggunakan analisa rasio dimungkinkan untuk dapat menentukan


tingkat kinerja suatu bank dan kesehatannya dengan menggunakan
perhitungan rasio likuiditas, solvabilitas, serta rentabilitas suatu bank.
Perhitungan rasio untuk menilai posisi kinerja suatu bank, akan memberikan
gambaran yang jelas tentang baik atau tidaknya operasional suatu bank, yang
dilihat dari posisi keuangannya dalam neraca dan laba-rugi.

Macam-macam rasio keuangan untuk mengukur kinerja bank

Seperti yang sudah dijelaskan dimuka, maka pengukuran rasio keuangan dapat
juga digunakan untuk mengetahui kinerja suatu bank. Pengukuran kinerja bank
digunakan untuk mengetahui tentang baik-buruknya operasional bank serta
seberapa sehatkah bank bersangkutan untuk dapat menjalankan fungsi-fungsi
perbankan.

Umumnya berbagai rasio yang dihitung untuk menilai kinerja suatu bank
dikelompokkan ke dalam tiga (3) tipe dasar:

1. Rasio Likuiditas, yang mengukur kemampuan bank untuk memenuhi


kewajiban finansial jangka pendeknya atau kewajiban yang telah jatuh
tempo. Beberapa rasio likuiditas yang sering digunakan dalam menilai
kinerja suatu bank antara lain sebagai berikut:

a. Cash Ratio, yaitu Likuiditas minimum yang harus dipelihara oleh Bank
dalam membayar kembali pinjaman jangka pendek bank. Semakin
tinggi rasio ini semakin tinggi pula kemampuan likuiditas bank yang
bersangkutan, namun dalam prakteknya akan dapat mempengaruhi
profitabilitas. Rasio ini merupakan perbandingan antara jumlah alat
liquid yang dimiliki bank dengan pinjaman yang harus segera dibayar.

b. Reserve Requirement (RR), yaitu likuiditas wajib minimum yang wajib


dipelihara dalam bentuk Giro pada BI. Reserve requirement merupakan
ketentuan bagi setiap bank umum untuk menyisihkan sebagian dari
dana pihak ketiga yang berhasil dihimpunnya dalam bentuk giro wajib
minimum yang berupa rekening bank yang bersangkutan pada Bank

150
Indonesia. Menurut surat edaran BI tahun 1997, besarnya RR minimal
5%.

c. Loan to Deposit Ratio (LDR), yaitu rasio antara jumlah seluruh kredit
yang diberikan Bank dengan dana yang diterima oleh Bank. LDR
menyatakan seberapa jauh kemampuan bank untuk membayar kembali
penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit
yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Dengan kata lain,
seberapa jauh pemberian kredit kepada nasabah kredit dapat
mengimbangi kewajiban bank untuk segera memenuhi permintaan
deposan yang ingin menarik kembali uangnya yang telah digunakan
oleh bank untuk memberikan kredit. Semakin tinggi rasio tersebut
memberikan indikasi semakin rendahnya kemapuan likuiditas bank
yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena jumlah dana yang
diperlukan untuk membiayai kredit semakin besar. Rasio LDR ini
merupakan indikator kerawanan dan kemampuan dari suatu bank.
Sebagian praktisi perbankan menyepakati bahwa batas aman dari LDR
suatu bank adalah sekitar 80%. Namun batas toleransi berkisar antara
85%-100%.

d. Loan to Asset Ratio (LAR), yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur
tingkat likuiditas bank yang menunjukkan kemampuan bank untuk
memenuhi permintaan kredit dengan menggunakan total asset yang
dimiliki bank. Semakin tinggi rasio ini, tingkat likuiditasnya semakin
kecil karena jumlah asset yang diperlukan untuk membiayai kreditnya
menjadi semakin besar.

2. Rasio Rentabilitas, yaitu alat untuk menganalisa atau mengukur tingkat


efesiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh Bank yang
bersangkutan. Selain itu, rasio-rasio dalam kategori ini dapat pula
digunakan untuk mengukur tingkat kesehatan bank. Dalam perhitungan
rasio-rasio rentabilitas ini biasanya dicari hubungan timbale balik antar pos
yang terdapat pada laporan laba-rugi bank dengan pos-pos pada neraca
bank guna memperoleh berbagai indikasi yang bermanfaat dalam
mengukur tingkat efesiensi dan profitabilitas bank yang bersangkutan.
Rasio-rasio rentabilitas terdiri atas:

a. Return On Asset (ROA), yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur


kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba)
secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula
tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula
posisi bank tersebut dalam penggunaan asset.

151
Dalam rangka mengukur tingkat kesehatan bank ada perbedaan sedikit
antara ROA berdasarkan teoritis dan cara perhitungan berdasarkan
ketentuan Bank Indonesia. Secara teoritis, laba yang diperhitungkan
adalah laba setelah pajak, sedangkan dalam sistem CAMEL laba yang
diperhitungkan adalah laba sebelum pajak.

b. Return On Equity (ROE), yaitu perbandingan diantara laba bersih bank


dengan modal sendiri. ROE ini merupakan indikator yang amat penting
bagi para pemegang saham dan calon investor untuk mengukur
kemampuan bank dalam memperoleh laba bersih yang dikaitkan
dengan pembagian deviden. Kenaikan dalam rasio ini berarti terjadi
kenaikan laba bersih dari bank yang bersangkutan. Selanjutnya,
kenaikan tersebut akan menyebabkan kenaikan harga saham.

Perlu diperhatikan, bahwa dalam penentuan tingkat kesehatan bank,


Bank Indonesia lebih mementingkan penilaian besarnya ROA dan tidak
memasukkan unsure ROE. Hal ini dikarenakan Bank Indonesia selaku
Pembina dan pengawas perbankan lebih mengutamakan nilai
profitabilitas suatu bank yang diukur dengan asset yang dananya
sebagian besar berasal dari simpanan masyarakat

c. Rasio Beban Operasional (BOPO), yaitu perbandingan antara beban


operasional dengan pendapatan operasional. Rasio ini digunakan untuk
mengukur tingkat efisiensi bank dalam melakukan kegiatan operasinya.
Untuk bank syariah, pendapatan operasional bank terdiri atas
pendapatan bagi hasil, keuntungan atas kontrak jual-beli, fee, biaya
administrasi, dll.

d. Net Profit Margin (NPM), adalah rasio yang menggambarkan tingkat


keuntungan bank, dibandingkan dengan pendapatan yang diterima
dari kegiatan operasionalnya.

Sebagaimana halnya dengan perhitungan rasio sebelumnya, rasio NPM


pun mengacu kepada pendapatan operasional bank yang terutama
berasal dari kegiatan pemberian kredit yang dalam prakteknya
memiliki berbagai resiko seperti resiko kredit (kredit bermasalah dan
kredit macet), serta Kurs Valas (jika kredit diberikan dalam bentuk
valas).

3. Analisa Solvabilitas. Analisis ini digunakan untuk mengukur kemampuan


Bank dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya, atau kemampuan
bank untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya jika terjadi likuiditasi Bank.
Disamping itu, rasio ini digunakan untuk mengetahui perbandingan antara

152
volume (jumlah) dana yang diperoleh dari berbagai hutang (jangka pendek
dan jangka panjang) serta sumber-sumber lain diluar modal bank sendiri
dengan volume penanaman dana tersebut pada berbagai jenis aktiva yang
dimiliki bank. Rasio Solvabilitas ini terdiri atas:

a. Capital Adequacy Ratio (CAR), adalah rasio yang memperlihatkan


seberapa jauh aktiva bank yang mengandung resiko (kredit, penyertaan,
surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal
sendiri bank di samping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di
luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman (hutang), dll. Dengan kata
lain CAR adalah rasio untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki
bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan
resiko, misalnya kredit yang diberikan.

CAR merupakan indicator terhadap kemampuan bank untuk menutupi


penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank yang
disebabkan oleh aktiva beresiko.

Berdasarkan Deregulasi BI tertanggal 29 Februari 1993, bank yang


dinyatakan termasuk bank sehat (berkinerja baik) apabila memiliki CAR
paling sedikit sebesar 8%, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
oleh Bank for International Settlements (BIS).

b. Debt to Equity Ratio (DER), yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur
kemampuan bank dalam menutup sebagian atau seluruh hutang-
hutangnnya, baik jangka panjang maupun jangka pendek, dengan dana
yang berasal dari dana bank sendiri. Dengan kata lain, rasio ini
mengukur seberapa besar total pasiva yang terdiri atas persentase
modal bank sendiri dibandingkan dengan besarnya hutang.

Dalam bisnis perbankan, sebagian besar dana yang ada pada suatu bank
berasal dari simpanan masyarakat, baik berupa simpanan giro,
tabungan ataupun deposito. Dengan demikian, hanya sebagian kecil
saja dana yang berasal dari modal sendiri. Selain memperoleh hutang
(kewajiban) dari deposan (penyimpanan dana), pada umumnya bank
juga bisa meperoleh pinjaman dari lembaga-lembaga perbankan, baik
dalam maupun luar negeri, serta pinjaman dari Bank Indonesia (KLBI,
BLBI, dan fasilitas lainnya).

Metodologi Penelitian

Menurut Lukman Dendawijaya (2001: 116-124) alat analisis yang digunakan


dalam mengukur kinerja keuangan bank (secara teori) adalah:

153
1. Analisis Rasio Liquiditas

Yaitu analisa yang dilakukan terhadap kemampuan bank dalam memenuhi


kewajiban jangka pendeknya atau kewajiban yang sudah jatuh tempo. Rasio
Liquiditas ini terdiri atas:

a. Cash Ratio, yaitu Liquiditas minimum yang harus dipelihara oleh bank
dalam membayar kembali dana pihak ketiga yang dihimpun bank yang
harus segera dibayar. Semakin tinggi rasio ini semakin tinggi pula
kemampuan liquiditas bank yang bersangkutan, namun dalam
prakteknya akan dapat mempengaruhi profitabilitas. Rasio ini
dirumuskan sebagai berikut:

Alat Liquid
Cash Ratio = X 100%
Pinjaman yang harus segera dibayar

Alat liquid dalam rasio diatas, terdiri dari:


1. Kas
2. Giro pada Bank Indonesia

b. Reserve Requirement (RR), yaitu liquiditas wajib minimum yang wajib


dipelihara dalam bentuk Giro pada BI. Menurut surat edaran BI tahun
1997, besarnya RR minimal 5%. Rumus rasio ini adalah:

Jumlah alat liquid


RR = X 100%
Jumlah dana simpanan pihak ketiga

Komponen dana pihak ketiga pada rasio diatas adalah: Giro, Deposito
berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan kewajiban jangka pendek
lainnya.

c. Loan to Deposit Ratio (LDR), yaitu rasio antara jumlah seluruh kredit
yang diberikan Bank dengan dana yang diterima oleh bank. LDR
menyatakan seberapa jauh kemampuan bank untuk membayar kembali
penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit
yang diterima oleh bank yang bersangkutan. Semakin tinggi rasio
tersebut memberikan indikasi semakin rendahnya kemampuan
liquiditas bank yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena jumlah
dana yang diperlukan untuk membiayai kredit semakin besar. Rasio
LDR ini merupakan indicator kerawanan dan kemampuan dari suatu

154
bank. Sebagian praktisi perbankan menyepakati bahwa batas aman dari
LDR suatu bank adalah sekitar 80%. Namun batas toleransi berkisar
antara 85% - 100%. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut:

Jumlah pembiayaan yang diberikan


LDR = X 100%
Jumlah dana yang diterima oleh bank

Yang termasuk jumlah dana yang diterima oleh bank pada kriteria ini
adalah, terdiri atas:

1. Kredit Liquiditas Bank Indonesia (jika ada),


2. Giro/Deposito dan tabungan masyarakat
3. Deposito dan pinjaman dari bank lain yang berjangka waktu lebih
dari 3 bulan,
4. Surat berharga yang diterbitkan oleh bank yang berjangka waktu
lebih dari 3 bulan,
5. Modal pinjaman
6. Modal inti.

d. Loan to Asset Ratio (LAR), yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur
tingkat liquiditas bank yang menunjukkan kemampuan bank untuk
memnuhi permintaan kredit dengan menggunakan total asset yang
dimiliki bank. Semakin tinggi rasio ini, tingkat liquiditasnya semakin
kecil karena asset yang diperlukan untuk membiayai kreditnya menjadi
semakin besar. Rumus untuk rasio ini adalah sebagai berikut:

Jumlah pembiayaan yang diberikan


LAR = X 100%
Jumlah Asset

2. Rasio Rentabilitas, yaitu alat untuk menganalisa atau mengukur tingkat


efesiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang
bersangkutan. Rasio ini terdiri atas:

a. Return On Asset (ROA), yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur


kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba)
secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula
tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula

155
posisi bank tersebut dalam penggunaan asset. Perhitungan rasio ini
dirumuskan sebagai berikut:

Laba bersih
ROA = x 100%
Total aktiva

b. Return On Equity (ROE), yaitu perbandingan diantara laba bersih bank


dengan modal sendiri. ROE ini merupakan indicator yang amat penting
bagi para pemegang saham dan calon investor untuk mengukur
kemampuan bank dalam memperoleh laba bersih yang dikaitkan
dengan pembagian deviden. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut:
Laba bersih
ROE = x 100%
Modal sendiri

c. Rasio Beban Operasional (BOPO), yaitu perbandingan antara beban


operasional dengan pendapatan operasional. Rasio ini digunakan untuk
mengukur tingkat efesiensi bank dalam melakukan kegiatan
operasinya. Untuk bank syariah, pendapatan operasional bank terdiri
atas pendapatan bagi hasil, keuntungan atas kontrak jual-beli, serta fee,
biaya administrasi, dll. Rasio BOPO dirumuskan sebagai berikut:

Beban Operasional
BOPO = X 100%
Pendapatan operasional

d. Net Profit Margin (NPM), adalah rasio yang menggambarkan tingkat


keuntungan bank, dibandingkan dengan pendapatan yang diterima
dari kegiatan operasionalnya. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut:

Laba bersih
NPM = X 100%
Pendapatan Operasional

3. Analisis Solvabilitas

Analisis ini digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi


kewajiban jangka panjangnya, atau kemampuan bank untuk memenuhi
kewajiban-kewajibannya jika terjadi liquidasi bank. Rasio Solvabilitas ini terdiri
atas:

156
a. Capital Adequacy Ratio (CAR), adalah rasio yang memperlihatkan seberapa
jauh aktiva bank yang mengandung resiko (kredit, penyertaan, surat
berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri
bank di samping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar bank,
seperti dana masyarakat, pinjaman (utang), dll. Dengan kata lain, CAR
adalah rasio untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk
menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan resiko, misalnya
kredit yang diberikan. Perhitungan rasio ini dirumuskan sebagai berikut:

Modal Bank
CAR = X 100%
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)

Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, Modal Bank terdiri dari modal inti,
yaitu: modal disetor, agio saham, cadangan umum, dan laba di tahan.
Ditambah dengan Modal pelengkap yang terdiri antara lain: cadangan
revaluasi aktiva tetap. Sedangkan ATMR terdiri atas ATMR neraca
ditambah ATMR rekening administrative (jika ada).
Berdasarkan Deregulasi BI tertanggal 29 Februari 1993, bank yang
dinyatakan termasuk bank sehat (berkinerja baik) apabila memiliki CAR
paling sedikit sebesar 8%, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh
Bank for International Settlements (BIS).

b. Debt to Equity Ratio (DER), yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur
kemampuan bank dalam menutup sebagian atau seluruh utang-utangnya,
baik jangka panjang maupun jangka pendek, dengan dana yang berasal dari
dana bank sendiri. Dengan kata lain, rasio ini mengukur seberapa besar
total pasiva yang terdiri atas persentase modal bank sendiri dibandingkan
dengan besarnya utang. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

Jumlah utang
DER = X 100%
Jumlah modal sendiri

HASIL PENELITIAN

Analisa Rasio Liquiditas

1. Cash Ratio

Dengan membagi jumlah alat liquid yang terdiri atas Kas dan Giro pada Bank
Indonesia di tahun 2004, 2005 dan 2006 seperti yang terlihat pada tabel 4,
dengan pinjaman yang harus segera di bayar (pinjaman jangka pendek) untuk

157
tahun 2004, 2005, dan 2006 seperti terlihat di tabel 5, kemudian mengalikannya
dengan bilangan 100% maka diperoleh besarnya Cash Ratio tahun 2004, 2005,
dan 2006.

337.024
Cash Ratio2004 = x 100% = 156,56%
215.267

376.564
Cash Ratio2005 = x 100% = 187,07%
201.298

515.448
Cash Ratio2006 = x 100% = 287,03%
179.581

Berdasarkan perhitungan diperoleh hasil Cash Ratio tahun 2004, sebesar


156,56%. Cash Ratio tahun 2005 sebesar 187,07% dan Cash Ratio tahun 2006
sebesar 287,03%. Dapat dilihat Cash Ratio Bank Muamalat dari tahun 2004
hingga tahun 2006 mengalami kenaikan. Ini berari liquiditas bank mengalami
kenaikan. Hal ini kemungkinan disebabkan bank kurang melakukan investasi
atau memberikan pembiayaan/pinjaman kepada nasabah, sehingga semakin
banyak dana yang menganggur. Besarnya dana yang menganggur ini,
sebenarnya dapat merugikan bank sebab pendapatan bank sebagai akibat dari
penggunan dana menjadi menurun. Akan tetapi, meskipun pendapatan bank
menurun, bank tidak mengalami beban dana (cost of loanable fund) yang tinggi,
sebab cost of loanable fund biasanya timbul sebagai beban bunga yang harus
dibayarkan bank pada para nasabah penabung, akan tetapi Karena BMI tidak
menanggung beban bunga tabungan nasabah, maka beban dana BMI juga kecil,
walaupun manfaat bagi hasil yang biasa dibagikan kepada nasabah mengalami
penurunan.

2. Reserve Requirement (RR)

Pada tabel 4, dapat dilihat besarnya total alat-alat liquid yang dimiliki bank
pada tahun 2004, 2005, dan 2006. sedangkan pada tabel 3, dapat dilihat besarnya
total dana pihak ketiga yang mampu dihimpun bank untuk tahun 2004, 2005,
dan 2006, maka besarnya Reserve Requirement (RR) bank adalah sebagai berikut:

337.024
RR2004 = X 100% = 7,85%
4.294.775

158
376.564
RR2005 = X 100% = 16,48%
2.285.459

515.448
RR2006 = X 100% = 17,21%
2.994.859

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh rasio RR tahun 2004, 2005, dan 2006,
sebesar 7,85%, 16,48%, dan 17,21% yang berarti mengalami kenaikan dari tahun
ke tahun, dapat dikatakan bahwa kinerja bank cukup baik.

3. Loan to Deposit Ratio (LDR)

Dengan memasukkan jumlah pembiayaan yang diberikan bank untuk tahun


2004, 2005, dan 2006 seperti terlihat pada tabel 3 ke dalam persamaan, kemudian
membaginya dengan jumlah dana yang diterima bank yang terdiri dari: Total
dana pihak ketiga (Tabel 3), dan Modal Inti Bank (Tabel 1), maka akan diperoleh
besarnya LDR tahun 2004, 2005, dan 2006.

Jumlah dana yang diterima bank tahun 2004 (dalam jutaan rupiah):

Total dana pihak ketiga Rp4.294.755


Modal Inti Rp 309.447
Total dana yang diterima bank Rp4.604.202

4.182.224
LDR2004 = X 100% = 90,83%
4.604.202

Jumlah dana yang diterima bank tahun 2005 (Dalam Jutaan Rupiah):

Total dana pihak ketiga Rp2.285.459


Modal Inti Rp 697.180
Total dana yang diterima bank Rp2.982.639

3.239.853
LDR2005 = X 100% = 108,62%
2.982.639

159
Jumlah dana yang diterima bank tahun 2006 (dalam jutaan rupiah):

Total dana pihak ketiga Rp2.994.859


Modal Inti Rp 723.924
Total dana yang diterima bank Rp3.718.783

2.686.498
LDR2006 = X 100% = 72,24%
3.718.783

Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh LDR2004 sebesar 90,83%, LDR2005


sebesar 108,62%, dan LDR2006 sebesar 72,24%, yang berarti LDR mengalami
peningkatan persentase dari tahun 2004 ke tahun 2005, kemudian turun kembali
di tahun 2006. Meningkatnya persentase LDR ini memberikan indikasi makin
rendahnya kemampuan likuiditas Bank Muamalat. Namun berdasarkan
ketentuan Bank Indonesia yang menetapkan titik rawan LDR sama dengan
110% atau lebih, maka LDR bank masih berada dalam tahap yang
aman/berkinerja baik. Namun apabila digunakan standar para praktisi
perbankan yang menetapkan titik aman LDR tidak lebih dari 80% dengan batas
toleransi antara 81%-100%, maka LDR Bank Muamalat tampaknya masuk ke
dalam tahap yang aman/berkinerja baik, dan cenderung kritits di tahun 2006.
4. Loan to Asset Ratio (LAR)

Berdasarkan data pada tabel 3, tentang jumlah pembiayaan yang diberikan dan
tentang total Aktiva yang dimiliki Bank, maka LAR yang dimiliki Bank untuk
tahun 2004, 2005, dan 2006, dapat dihitung sebagai berikut:

4.182.224
LAR2004 = X 100% = 80,28%
5.209.804

3.239.853
LAR2005 = X 100% = 43,62%
7.427.047

2.686.498
LAR2006 = X 100% = 32,09%
8.370.595

Dari perhitungan LAR diatas, dapat dilihat bahwa LAR mengalami penurunan
dari tahun 2004 ke tahun 2006, penurunan LAR ini menandakan tingkat
liquiditas bank semakin besar.

160
Analisis Rasio Rentabilitas

1. Return On Asset (ROA)

ROA digunakan untuk mengukur kemampuan bank untuk menghasilkan laba


dengan menggunakan Asset yang tersedia. Bertdasarkan data taoatal aktiva
pada tabel 3, dan data laba bersih pada tabel 3. Dipeoleh perhitungan ROA
tahun 2004, 2005, dan 2006, sebagai berikut:

48.355
ROA2004 = x 100% = 0,93%
5.209.804

138.126
ROA2005 = x 100% = 1,86%
7.427.047

161.152
ROA2006 = x 100% = 1,93%
8.370.595

Dari hasil perhitungan di atas, dapat dilihat bahwa ROA bank mengalami
peningkatan dari tahun 2004, sebesar 0,93%, menjadi 1,86% di tahun 2005, dan
meningkat lagi di tahun 2006 hingga mencapai 1,93%. Meskipun dalam
gambaran umum kemampuan bank untuk menghasilkan laba dengan
mengandalkan aktivanya masih terlalu kecil, akan tetapi kecenderungan
naiknya ROA dari tahun ke tahun menandakan bahwa bank berusaha untuk
memperbaiki kinerjanya, terutama dalam hal meningkatkan perolehan laba, dan
mengurangi terjadinya dana-dana menganggur dari total aktiva yang dimiliki
bank.

Perlu dicatat, bahwa untuk mengukur tingkat kesehatan bank, Bank Indonesia
biasanya menggunakan perhitungan ROA dengan mengandalkan laba sebelum
pajak (laba kotor), akan tetapi berdasarkan teori dan agar tidak terjadi
peningkatan laba semu (mark up laba) pada perhitungan ROA ini digunakan laba
setelah pajak (laba bersih).

Perhitungan ROA ini menggambarkan kemampuan Bank Muamalat untuk


melakukan bagi hasil (mudharabah) terhadap deposan dengan mengandalkan
laba yang diperolehnya.

161
2. Return on Equity (ROE)

ROE merupakan indikator yang amat penting bagi para pemegang saham dan
calon investor untuk mengukur kemampuan bank dalam memperoleh laba
bersih dengan mengandalkan Equity (modal sendiri), yang dikaitkan dengan
pembagian deviden. Berdasarkan data pada tabel 3 tentang total laba bersih dan
tentang ekuitas, maka besarnya ROE dapat dihitung sebagai berikut:

48.355
ROE2004 = X 100% = 14,26%
339.113

138.126
ROE2005 = X 100% = 18,09%
763.415

161.152
ROE2006 = X 100% = 20,49%
786.441

Berdasarkan hasil perhitungan ROE 2004, 2005, dan 2006 di atas, dapat dilihat
bahwa bank mampu meningkatkan tingkat ROE nya setiap tahun. Hal ini
mengindikasikan bahwa bank mampu meningkatkan tingkat laba bersihnya
dengan mengandalkan Modal Sendiri (Ekuitas) yang dimiliki bank, yang berarti
bahwa mampu memperbaiki kinerja keuangannya dalam hal perolehan laba
dari tahun ke tahun.

3. Rasio Beban Operasional (BOPO)

Rasio beban operasional digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan


kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Berdasarkan data
pada lampiran 2 (laporan rugi laba), dapat kita hitung besarnya beban
operasional bank dan pendapatan operasional bank untuk tahun 2004, 2005, dan
2006.

Beban operasional tahun 2004 (Dalam Jutaan Rupiah):

Distribusi Margin Bagi Hasil dan bonus Rp255.477


Beban Operasional lainnya Rp200.815
Total Beban Operasional tahun 2004 Rp456.295

Pendapatan Operasional tahun 2004 (Dalam Jutaan Rupiah):

162
Pendapatan Margin Bagi Hasil Rp502.148
Pendapatan Operasional lainnya Rp 58.812
Total Pendapatan Operasional tahun 2004 Rp560.960

456.295
BOPO2004 = x 100% = 81,34%
560.960

Beban operasional tahun 2005 (Dalam Jutaan Rupiah):

Distribusi Margin Bagi Hasil dan bonus Rp383.387


Beban Operasional lainnya Rp261.806
Total Beban Operasional tahun 2005 Rp645.193

Pendapatan Operasional tahun 2005 (Dalam Jutaan Rupiah):

Pendapatan Margin Bagi Hasil Rp785.139


Pendapatan Operasional lainnya Rp 79.642
Total Pendapatan Operasional tahun 2005 Rp864.781

645.193
BOPO2005 = X 100% = 74,61%
864.781
Beban operasional tahun 2006 (Dalam Jutaan Rupiah):

Distribusi Margin Bagi Hasil dan bonus Rp570.047


Beban Operasional lainnya Rp345.853
Total Beban Operasional tahun 2006 Rp915.900

Pendapatan Operasional tahun 2006 (Dalam Jutaan Rupiah):

Pendapatan Margin Bagi Hasil Rp1.049.309


Pendapatan Operasional lainnya Rp 92.171
Total Pendapatan Operasional tahun 2006 Rp1.141.480

915.900
BOPO2006 = X 100% = 80,24%
1.141.480

Berdasarkan hasil perhitungan rasio BOPO tahun 2004, 2005, dan 2006, dapat
dilihat bahwa pada tahun 2004 besarnya rasio adalah 81,34%, kemudian di
tahun 2005 besarnya rasio menurun hingga mencapai 74,61%. Hal ini
mengindikasikan bahwa bank pada tahun 2005 melakukan inefisiensi dalam hal

163
pengelolaan beban operasionalnya. Inefisiensi yang dimaksud adalah
meningkat pesatnya beban operasional bank, tidak diimbang secara
proporsional terhadap peningkatan pendapatan operasional bank, yang
kemungkinan disebabkan menurunnnya pendapatan operasional lainnya pada
bank, khususnya disebabkan kerugian investasi bank di valuta asing yang
mengalami penurunan. Pada tahun 2006, tampaknya bank mampu
memperbaiki kondisi rasio Beban Operasional, sehingga rasio BOPO mengalami
peningkatan menjadi sebesar 80,24%, meskipun kenaikannya tidak sesignifikan
penurunannya di tahun 2005.

4. Net Profit Margin (NPM) Ratio

NPM adalah rasio yang menggambarkan tingkat keuntungan yang diperoleh


bank dibandingkan dengan pendapatan yang diterima dari kegiatan
operasionalnya. Dalam hal ini dapat dihitung keoptimalan pendapatan
operasional bank dalam membentuk laba bersih bank. Pendapatan operasional
bank ini perlu dihitung keoptimalannnya, Karena dalam prakteknya
pendapatan operasional banyak mengandung resiko, seperti resiko
kredit/pembiayaan macet (bermasalah), kerugian valas, atau kegagalan
investasi lainnya, yang harus ditanggung oleh pendapatan operasional bank.

Berdasarkan hasil perhitungan pendapatan operasional pada perhitungan rasio


di atas, dan data laba bersih yang diperoleh pada tabel 3, maka besarnya rasio
NPM dapat dihitung.

. 48.355
NPM2004 = X 100% = 8,62%
560.960
138.126
NPM2005 = X 100% = 15,97%
864.781

161.152
NPM2006 = X 100% = 14,12%
1.141.480

Dari hasil perhitungan di ketahui, NPM Bank tahun 2004 tercatat sebesar 8,62%,
hal ini berarti keoptimalan pendapatan operasional dalam membentuk laba
bersih relative rendah, dan pembentuk laba bersih terbesar kemungkinan
disumbangkan dari pendapatan non operasional bank. Tahun 2005, bank
tampak mulai memperbaiki kinerjanya, sehingga rasio NPM meningkat menjadi
15,97%. Rasio NPM pada tahun 2005 telah mencapai 10%, bank mulai dapat
mengoptimalkan pendapatan operasionalnya, yang berarti kinerja operasional

164
bank sudah mulai membaik. Selanjutnya di tahun 2006, rasio NPM tercatat
sebesar 14,12%, yang berarti bank masih mampu memperbaiki kinerja
operasionalnya, walaupun mengalami penurunan dari tahun 2005, namun tidak
signifikan, sehingga sumbangsih pendapatan operasional dalam membentuk
laba bersih masih lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.

Analisis Rasio Solvabilitas

1. Capital Adequacy Ratio (CAR)

CAR merupakan salah satu rasio yang dianggap cukup penting dalam
penentuan Kinerja dan Kesehatan Bank. CAR memperlihatkan kemampuan
bank dalam memenuhi kecukupan modalnya. CAR merupakan indicator
terhadap kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai
akibat dari kerugian-kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva beresiko, CAR
juga menjadi indicator untuk melihat tingkat efisiensi dana modal bank yang
digunakan untuk investasi. Apabila persentase CAR terlalu kecil (lebih rendah
dari standar BI) maka bank tersebut termasuk ke dalam kategori bank tidak
sehat, namun apabila persentase CAR terlalu besar berarti terlalu besar dana
bank yang menganggur (idle fund). Menurut ketentuan Bank Indonesia, CAR
minimum yang harus dimiliki oleh sebuah bank adalah sebesar 8%.
Tabel 3 memperlihatkan besarnya modal ekuitas yang dimiliki oleh Bank
Muamalat Indonesia, sedangkan tabel 2 memperlihatkan besarnya Aktiva
Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) Bank Muamalat Indonesia. Berdasarkan
data-data pada kedua tabel di atas, maka besarnya CAR untuk tahun 2004, 2005,
dan 2006, dapat dihitung sebagai berikut:

. 309.447
CAR2004 = X 100% = 14,58%
2.122.649,5

697.180
CAR2005 = X 100% = 47,58%
1.465.360,1

723.924
CAR2006 = X 100% = 40,90%
1.770.076,4

Secara umum hasil perhitungan CAR di atas telah mampu memenuhi standar
minimal yang ditetapkan BI sebesar 8%, sehingga rasio kecukupan modal Bank
Muamalat telah memenuhi kriteria, dan masuk ke dalam jajaran Bank yang
berkinerja baik dan sehat. Akan tetapi besarnya CAR di tahun 2005 yang

165
mencapai 47,58%, menandakan bahwa terlalu banyak dana yang menganggur
besarnya dana mennganggur ini apabila dimiliki oleh bank-bank konvensional
dapat mendatangkan permasalahan tersendiri, karena bank konvensional harus
menanggung biaya dana (cost of loanable fund) yang besar yang didominasi oleh
biaya bunga kepada nasabah. Akan tetapi karena Bank Muamalat merupakan
bank syariah yang tidak menggunakan instrumen bunga sebagai kompensasi
dana nasabah, maka besarnya dana menganggur yang dimiliki oleh Bank
Muamalat tidak mempengaruhi kinerja keuangan bank, khususnya kinerja
solvabilitas. Besarnya dana menganggur yang dimiliki oleh Bank Muamalat
sebenarnya berdampak pada perolahan laba bersih yang dihasilkan oleh bank.
Tahun 2006, besarnya CAR mengalami penurunan menjadi sebesar 40,90%.
Turunnnya CAR yang masih dalam batas aman CAR minimum (8%),
memperlihatkan dampak positif dari kinerja bank. Pada tahun 2006 ini, bank
berhasil menekan besarnya dana-dana menganggur, sehingga rasio cadangan
modalnya menurun.

2. Debt to Equity Ratio (DER)

Berdasrkan data pada tabel 5 tentang total hutang yang dimiliki oleh Bank
Muamalat Indonesia, dan data pada tabel 3 tentang modal ekuitas, maka
besarnya DER dapat dihitung sebagai berikut:

. 2.999.029
DER2004 = X 100% = 884,37%
339.113

2.598.071
DER2005 = X 100% = 340,32%
763.415

3.312.989
DER2006 = X 100% = 421,26%
786.441

Berdasarkan hasil perhitungan DER di atas, dapat kita ketahui bahwa Debt
Equity Ratio (DER) mengalami penurunan dari tahun 2004 ke tahun 2005,
kemudian naik di tahun 2006. tingginya rasio DER ini menandakan bahwa
kemampuan bank untuk menutupi seluruh hutang-hutangnya dengan
mengandalkan Ekuitas yang ia miliki sangat kecil. Dengan kata lain, bila
mengandalkan Ekuitas bank sebagai alat pembayar hutang, maka hanya
sebagian kecil saja hutang yang mampu di lunasi. Untuk itu, tampaknya bank
harus berusaha untuk memperbesar cadangan Ekuitasnnya secara bijak
(melakukan manajemen permodalan secara cermat), agar selain dapat

166
memperbesar kemampuannya dalam membayar hutang, profitabilitas bank
yang merupakan konsekuensi penggunaan ekuitas bank tidak akan terganggu
secara signifikan.

Pengujian Hipotesis

Berikut ini disajikan tabel ringkasan hasil perhitungan analisa rasio Liquiditas,
Rasio Rentabilitas, dan Rasio Solvabilitas, berikut penilaiannya dengan
menggunakan standar Bank Indonesia, maupun analisa historisnya, pada PT
Bank Muamalat Indonesia, tahun 2004 sampai dengan 2006:

Tabel 6. Ringkasan Hasil Perhitungan Analisis Rasio Liquiditas,


Rentabilitas, dan Solvabilitas pada PT Bank Muamalat Indonesia,
Tbk Tahun 2004-2006

Hasil Perhitungan Metode


Alat Analisis Hasil Penilaian
2004 2005 2006 Penilaian
1. Analisis Liquiditas:
a. Cash Ratio 156,56% 187,07% 287,03% Historis Liquiditas meningkat
b. RR 7,85% 16,48% 17,21% Standar BI : 5% Baik
c. LDR 90,83% 108,02% 72,24% BI : max 110% Baik
d. LAR 80,28% 43,62% 32,09% Historis Liquiditas meningkat
2. Rasio Rentabilitas:
a. ROA 0,93% 1,86% 1,93% Historis Membaik
b. ROE 14,26% 18,09% 20,49% Historis Membaik
c. BOPO 81,34% 74,61% 80,24% Historis Cenderung efisien
d. NPM 8,62% 15,97% 14,12% Historis Membaik
3. Rasio Solvabilitas:
a. CAR 14,58% 47,58% 40,90% Standar BI : 8% Baik
b. DER 884,37% 340,32% 421,26% Historis Cenderung Unsolven

Berdasarkan hasil penilaian diatas, terlihat bahwa kinerja keuangan Bank


Muamalat Indonesia untuk rasio Liquiditas cenderung baik, meskipun jika
dilihat secara histories untuk rasio Loan to Deposit Ratio pada tahun 2006
menurun dan dibawah standar yang telah di tetapkan Bank Indonesia, maka
dapatlah ditarik kesimpulan, bahwa rasio liquiditas Bank Muamalat Indonesia
cenderung liquid dan berkinerja baik.

Untuk analisis rasio Rentabilitas Bank, dimana diukur kemampuan bank dalam
melakukan efisiensi dan menghasilkan laba, maka secara histories dapat dilihat
bahwa rasio Rentabilitas bank cenderung naik dari tahun ke tahun, yang berarti
kemampuan bank dalam menghasilkan laba cenderung naik, kecuali untuk
rasio BOPO, dimana besarnya rasio cenderung tidak mengalami perubahan
yang signifikan dan mendekati 100%, maka hasil penilaian untuk Rasio BOPO
adalah cenderung efisien. Penilaian rasio Solvabilitas yang mengukur

167
kecukupan modal dan kemampuan bank dalam melunasi hutang-hutangnya,
dapat dilihat bahwa untuk CAR Bank Muamalat telah memenuhi standar Bank
Indonesia yang mensyaratkan minimal 8% bagi CAR suatu bank, oleh karena
itu CAR Bank Muamalat telah cukup baik. Akan tetapi jika dilihat kemampuan
bank dalam melunasi hutang-hutangnya dengan mengandalkan ekuitasnya
yang tergambar dalam perhitungan DER, maka terlihat bahwa keadaan Bank
Muamalat cenderung memburuk atau tidak Solven (Unsolven), sehingga
kinerjanya buruk.

Dari hasil analisa di atas yang memperlihatkan sebagian besar kinerja Bank
Muamalat Indonesia berkwalitas baik, maka hipotesis yang menyatakan bahwa
Bank Muamalat Indonesia mempunyai kinerja atau performance yang belum
baik bila ditinjau dari rasio Liquiditas, Rentabilitas, dan Solvabilitas ditolak.

PENUTUP

Kesimpulan

Dengan melihat kembali tujuan penelitian ini di awal tulisan, penulis


memberikan kesimpulan hasil penelitian ini sebagai berikut.

1. Analisa rasio Liquiditas Bank Muamalat Indonesia yang terdiri dari Cash
Ratio, Reserve Requirement (RR), memperlihatkan kecenderungan angka rasio
yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini didasarkan pada nilai kas
dan giro pada Bank Indonesia yang dimiliki BMI meningkat secara drastic
dari tahun 2004 ke tahun 2005, sehingga jumlah alat-alat liquid bank
mengalami peningkatan. Loan to Deposit Ratio (LDR), mengalami
peningkatan persentase dari tahun 2004 ke tahun 2005. Berdasarkan
ketentuan Bank Indonesia yang menetapkan titik rawan LDR sama dengan
110% atau lebih, maka LDR bank berada dalam tahap yang
aman/berkinerja baik. Namun kemudian turun lagi pada tahun 2006. Maka
dilihat dari standar yang digunakan para praktisi perbankan yang
menetapkan titik aman LDR tidak lebih dari 80% dengan batas toleransi
antara 80%-100%, maka LDR Bank Muamalat tampaknya masuk kedalam
tahap aman dan cenderung kritis di tahun 2006. Loan to Asset Ratio (LAR)
memperlihatkan kecenderungan angka rasio yang meningkat. Karena alat-
alat liquid bank kembali naik. Maka dapat disimpulkan bahwa kinerja
Keuangan Bank Muamalat Indonesia untuk rasio Liquiditas cenderung baik.

2. Hasil perhitungan rasio Solvabilitas BMI menunjukkan hasil yang beragam.


Pada perhitungan rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR)
kinerja Solvabilitas BMI menunjukkan kinerja yang baik. Hal ini
ditunjukkan dengan hasil CAR bank yang selalu memenuhi ketentuan

168
minimum yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar 8%. Akan
tetapi, jika kita melihat Debt to Equity Ratio (DER) bank, yang
memperlihatkan kemampuan bank untuk melunasi semua hutangnya
dengan mengandalkan modal milik sendiri (Ekuitas) bank, maka dapatlah
kita lihat bahwa kemampuan bank ini buruk. Rasio-rasio DER yang begitu
besar memperlihatkan ketidakmampuan bank untuk melunasi semua
hutangnya dengan mengandalkan Ekuitas Bank.

3. Hasil perhitungan rasio Rentabilitas Bank Muamalat Indonesia (BMI)


memperlihatkan kecenderungan yang cukup baik, artinya bank mampu
meningkatkan laba dari tahun ke tahun, baik dengan mengandalkan aktiva
atau modalnya sebagai pembentuk laba (diperlihatkan pada nilai Ratio On
Asset dan Rasio On Equity). Selain itu margin keuntungan bersih bank yang
dipelihatkan oleh rasio marjin keuntungan bersih (Net profit Margin), juga
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini berarti bank cukup
baik dalam mengelola operasionalnya sehingga mampu mengoptimalkan
pendapatan operasional dalam pembentukan laba bersih. Dalam hal
melakukan efisiensi pendapatan operasional dibandingkan dengan beban
operasional (diperlihatkan pada rasio Beban Operasional Pendapatan
Operasional), meskipun tidak terlalu besar penghematan (efisiensi) yang
mampu dilakukan oleh bank, namun pendapatan operasional bank masih di
atas beban operasional yang ada, sehingga dapat di tarik kesimpulan bahwa
rasio BOPO (Beban Operasional Pendapatan Operasional) bank cenderung
baik. Secara keseluruhan dapat dilihat dalam hal pengukuran rasio
rentabilitas bank, maka kinerja keuangan bank sudah cukup baik.

4. Melihat hasil perhitungan rasio-rasio di atas, yang terdiri atas rasio


Liquiditas, Solvabilitas, dan Rentabilitas, meskipun ada beberapa hasil
perhitungan rasio yang memperlihatkan kinerja bank yang buruk
(contohnya rasio DER), namun dapatlah ditarik kesimpulan bahwa secara
umum bahwa kinerja keuangan Bank Muamalat Indonesia tahun 2004
sampai 2006 cenderung baik.

Saran

1. Besarnya Debt Equity Ratio (DER) Bank Muamalat, yang merupakan bagian
dari rasio Solvabilitas menunjukkan bahwa bank sebaiknya memperbaiki
kinerja Solvabilitasnya. Besarnya angka DER ini menunjukkan kelemahan
bank apabila Bank Muamalat dituntut untuk segera melunasi hutang-
hutangnya. Untuk memperbesar DER bank dapat dilakukan dengan jalan
meningkatkan Ekuitas Bank yang berarti menambah jumlah saham yang
beredar atau memperbesar jumlah laba ditahan yang bisa menambah
ekuitas bank. Langkah lain yang bisa dilakukan oleh bank adalah

169
memperkecil jumlah pinjaman bank dan melakukan efisiensi dana bank
dengan melakukan perhitungan ulang terhadap investasi-investasi yang
kurang menguntungkan, sehingga laba yang diperoleh bisa dgunakan
untuk menambah Ekuitas Bank.

DAFTAR PUSTAKA

Antonio, Muhammad Syafii. 2006. Bank Syariah Dari Teori ke Praktik. Gema
Insani Press. Jakarta.

Arifin, Zainul. 2002. Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah. Alvabet. Jakarta

Dendawijaya, Lukman. 2006. Manajemen Perbankan. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Karim, Adiwarman. 2003. Modul: Workshop on Islamic Banking. Karim Business


Consulting. Jakarta.

Muhammad. 2006. Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah. UII Press.
Yogyakarta.

Munawir. S. 1990. Analisa Laporan Keuangan. Liberty. Yogyakarta.

Universital Lampung. 1998. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Universitas


Lampung. Bandar Lampung.

170
KUALITAS PELAYANAN INSTITUSI PUBLIK: TINGKAT
KEPUASAN MASYARAKAT
(Analisis Tanggapan Kelompok Pelanggan R2A, R2B dan R1
tentang Mutu Pelayanan Unit Pelayanan Masyarakat dan Unit
Tehnik PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung).

Novita Tresiana2

ABSTRACT

The research is based on the research question, how satisfied order of PDAMs
consument in group R2A, R2B and R1 in which PDAM takes the services,
especially performance services of PDAM Way Rilau relationship and technical
unit. This question is worth forwarding considering in some public institutions,
especially BUMDs services is less quality and in business perspective PDAM
Way Rilau is low contribution to PAD Kota Bandar Lampung.

In line with the study problem, this study aimed at knowing the order of public
satisfaction as performance of PDAM Way Rilau. The Survey research method
was used on unit of relationship and technical unit as research setting.

It is concluded that: a) the order of public satisfaction to PDAM Way Rilau


technical unit is 1.58 that indicates D category; b) the order of public
satisfaction to PDAM Way Rilau relationship unit is 2.10 that indicates C
category. It means that public response is not satisfied and PDAMs services is
worse; c) totally, the order of public satisfied is 1.84 that categories C. It means
that public response is worse.

Keyword: Public satisfaction, service quality and performance.

PENDAHULUAN

Perubahan yang terjadi dewasa ini dirasakan semakin cepat, makin bertambah
akselerasinya didukung perkembangan teknologi, sistem informasi dan
komunikasi yang makin menyebabkan proses globalisasi bergerak semakin
cepat. Dalam kondisi perubahan seperti itu, institusi publik bila ingin tetap

2
Dosen Jurusan Ilmu Administrasi Negara, FISIP Unila
survive harus mampu merespon perubahan-perubahan melalui peningkatan
kinerja dan kualitas layanannya (Brynson, 1995).

Ada lima hal yang menjadi tuntutan masyarakat terhadap institusi publik
dalam pelayanan yang diberikannya, yaitu: a) Derasnya tuntutan agar
pemerintah mampu menumbuhkan adanya good governance, berupa
pemerintahan yang bersih, bertanggungjawab dan profesional; b) Semakin
tajamnya kritik masyarakat atas semakin rendahnya kualitas pelayanan publik;
c) Semua aparat pemerintahan dituntut untuk memiliki sense of crisis,
dibutuhkan aparat pelayanan yang mampu to do more with less.; d.) Aparat
pemerintah dituntut agar bekerja lebih profesional,memiliki public accuntability
and responsibility; e) Masyarakat sebagai pihak yang harus dipenuhi dan
dilindungi kepentingannya (public interest), menuntut agar pemerintah
memperhatikan dengan sungguh-sungguh aspirasi mereka sejauh bisa
memenuhinya. (Islamy, 2000). Senada dengan hal diatas, beberapa hasil riset
yang telah dilakukan oleh beberapa pakar (dalam Islamy,2001) tentang peran
institusi publik, khususnya garis depan dalam memberikan pelayanan publik di
Indonesia menunjukkan adanya patologi dan stigma birokrasi pelayanan
publik.

Kondisi di atas, kiranya juga membelenggu organisasi publik, khususnya Badan


Usaha Milik Daerah (BUMD) sebagai akibat dari manajemen yang
dikembangkan mengarah pada sistem monopolistik dan birokratis-sentralistik
ketimbang berorientasi manajemen profesional wirausaha yang lebih bersifat
profit oriented. Sebagai suatu lembaga usaha-meski tidak dapat dilepaskan dari
label milik pemerintah daerah yang berkonotasi memberikan pelayanan kepada
masyarakat (public service provider), maka yang harus juga dikejar adalah
mencari keuntungan (profit), sehingga disamping dapat digunakan untuk
mengembangkan organisasinya juga dapat memberikan sumbangan yang
berarti bagi pendapatan negara.

PDAM Way Rilau Kota Bandarlampung sebagai salah satu BUMD yang
memberikan pelayanan publik kiranya juga tidak terlepas dari kondisi-kondisi
diatas. Sebagai perusahaan yang memegang monopoli dalam penyediaan
air,menurut Wahab (1999) menyebabkan munculnya pelayanan publik
(konsumennya) amat tidak kompetitif dan tidak sensitif pada persoalan
perbaikan kualitas secara menyeluruh. Monopoli (secara tersembunyi atau
terang-terangan) atas penyediaan pelayanan publik ternyata juga menyebabkan
perilaku para birokrat mulai dari pimpinan puncak hingga pegawai rendahan
berlagak seperti administrator kolonial. Mereka menjadi arogan, tidak
responsif dan tidak akuntabel kepada publik. Alhasil, akhirnya mengakibatkan
tidak tercapainya tujuan pokok dari PDAM sebagai salah satu bagian dari
BUMD. Ditinjau dari segi pelayanan, maka kualitas pelayanan yang diberikan

172
oleh PDAM kepada pelanggannya menjadi sangat rendah. Sedangkan dari
perspektif usaha, PDAM Way Rilau belum mampu memberikan kontribusi
yang profit yang cukup signifikan bagi peningkatan pendapatan asli daerah
(PAD).

Untuk mengantisipasi hal di atas, ada beberapa kebijakan yang dikeluarkan,


mulai dari Keputusan MENPAN No.81/1993, Keputusan MENPAN
No.63/2003, Keputusan MENPAN No.25/2004 Tentang Penyusunan Indeks
Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah dan terakhir
Keputusan MENPAN No.26/2004. Harapannya tentu saja selain dapat
mendongkar PAD, juga optimalisasi pelayanan pada masyarakat dapat
terwujud.

Kajian dalam riset difokuskan pada tanggapan masyarakat terhadap mutu


pelayanan PDAM Way Rilau (utamanya Unit Pelayanan Masyarakat dan Unit
Tehnik), khususnya tanggapan kelompok pelanggan R2, R2A dan R1 terhadap
14 unsur-unsur pelayanan (Kepmenpan No.25/2004) sebagai kompas kepuasan
masyarakat/pelanggan dan kinerja PDAM Way Rilau Kota Bandarlampung.

Penelitian ini merumuskan permasalahan berupa: Berapa besar tingkat


kepuasan masyarakat, khususnya kelompok pelanggan R2, R2A dan R1 tentang
Mutu Pelayanan Unit Pelayanan Masyarakat dan Unit Tehnik PDAM Way Rilau
Kota Bandar Lampung?. Sedangkan tujuan penelitian adalah untuk mengetahui
Besarnya Tingkat kepuasan masyarakat, khususnya kelompok pelanggan R2,
R2A dan R1 tentang Mutu Pelayanan Unit Pelayanan Masyarakat dan Unit
Tehnik PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung, dengan mengetahui besar ,
maka akan didapat besarnya kinerja PDAM Way Rilau.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan Jenis Penelitian Survei. Proses pengumpulan


data/ informasi dilakukan terhadap sejumlah masyarakat kelompok pelanggan
R2A, R2B dan R1 terhadap 14 unsur-unsur pelayanan (Kepmenpan
No.25/2004). Responden dipilih secara acak (secara sampel). Untuk memenuhi
akurasi hasil penyusunan indeks, responden terpilih ditetapkan minimal 150
orang pelanggan dari jumlah populasi penerima layanan masing-masing
kategori konsumen dengan dasar:

(jumlah unsur pelayanan+1) x 10 = Jumlah Responden


(14+1) x 10 = 150 Responden

Sedangkan tehnik pengumpulan data untuk penelitian ini melalui kuesioner


(pengisian angket), wawancara dan observasi. Khusus untuk angket, bentuk

173
jawaban pertanyaan responden atas masing-masing unsur pelayanan
diklasifikasi sesuai jenjang kualitas pelayanan, yaitu dari yang sangat baik
sampai dengan tidak baik. Untuk kategori tidak baik diberi nilai persepsi 1,
kurang baik diberi nilai persepsi 2, baik diberi nilai persepsi 3, sangat baik
diberi nilai persepsi 4.

Lokasi pengumpulan data (Kuesioner, wawancara, observasi) dilakukan di


lokasi masing-masing unit pelayanan pada saat jam sibuk dan dilingkungan
perumahan kelompok pelanggan pada saat responden ada di rumah.
Selanjutnya, informasi (data) yang dikumpulkan adalah berupa pandangan,
pendapat, jawaban tertulis dan bukti empiris lainnya dari berbagai narasumber
terhadap 14 unsur pelayanan. Dengan demikian, data yang dikumpulkan
sifatnya bukan hanya kuantifikasi atau pasti tapi juga dalam bentuk naratif -
deskriptif. Data yang dikumpulkan diolah/dianalisis dengan menggunakan
Analisis Indeks/Tingkat Kepuasan Masyarakat (IKM).

Nilai IKM dihitung dengan menggunakan nilai rata-rata tertimbang masing-


masing unsur pelayanan. Dalam penghitungan indeks kepuasan masyarakat
(IKM) terhadap 14 unsur pelayanan yang dikaji, setiap unsur pelayanan
memiliki penimbang yang sama dengan rumus sebagai berikut :

Bobot nilai rata-rata = Jumlah bobot = 1 = 0,071


Tertimbang Jumlah unsur 14

Untuk memperoleh nilai indeks kepuasan masyarakat (IKM) unit pelayanan


digunakan pendekatan nilai rata-rata tertimbang dengan rumus sebagai berikut:

IKM = Total dari Nilai Persepsi Per Unsur X Nilai


Total Unsur Terisi Penimbang

Data isian kuesioner dari setiap responden akan dimasukkan dalam formulir
mulai dari unsur 1 sampai dengan unsur 14 yang selanjutnya dicari nilai rata-
rata per unsur pelayanan melalui jumlah nilai rata-rata per unsur pelayanan
dikalikan dengan 0,071 sebagai nilai bobot rata-rata tertimbang dan nilai indeks
unit pelayanan dengan cara menjumlahkan 14 unsur dari nilai rata-rata
tertimbang.

Kemudian data pendapat masyarakat yang telah dimasukkan kedalam masing-


masing kuesioner, dilakukan pengujian kualitas data melalui penyusunan
dengan mengkompilasikan data responden yang dihimpun berdasarkan
kelompok umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir dan pekerjaan utama. Ini

174
tentunya berguna untuk mengetahui profil responden dan kecenderungan
jawaban yang diberikan, sebagai bahan analisis objektivitas.

Proses penafsiran atau interpretasi terhadap penilaian IKM yaitu antara 25-100,
maka hasil penilaian tersebut di atas dikonversikan dengan nilai dasar 25,
dengan rumus sebagai berikut :

I. IKM UNIT PELAYANAN X 25

Sehingga interpretasi atau penafsirannya akan nampak dalam tabel sebagai


berikut :

Tabel 1. Nilai persepsi, Interval IKM, Interval Konversi IKM, Mutu


Pelayanan dan Kinerja Unit Pelayanan

NILAI
NILAI
NILAI INTERVAL MUTU KINERJA UNIT
INTERVAL
PERSEPSI KONVERSI PELAYANAN PELAYANAN
IKM
IKM
1 1,00-1,75 25-43,75 D Tidak baik
2 1,76-2,50 43,76-62,50 C Kurang baik
3 2,51-3,25 62,51-81,25 B Baik
4 3,26-4,00 81,26-100,00 A Sangat baik

Penyimpulan dilakukan berdasarkan hasil penghitungan indeks kepuasan


masyarakat, jumlah nilai dari setiap unit pelayanan diperoleh dari jumlah nilai
rata-rata setiap unsur pelayanan. Nilai indeks komposit (gabungan) untuk
setiap unit pelayanan, merupakan jumlah nilai rata-rata dari setiap unsur
pelayanan dikalikan dengan penimbang yang sama, yaitu 0,071. Dari Hasil
nilai indeks unit pelayanan disimpulkan sebagai berikut : a) Nilai IKM setelah
dikonversi = Nilai Indeks X Nilai Dasar; b) Hasil nilai IKM setelah konversi
disesuaikan dengan angka mutu pelayanan (A,B,C,D); dan c) Kinerja Unit
Pelayanan (Sangat baik, baik, kurang baik dan tidak baik)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebagaimana telah ditetapkan, yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah
masyarakat sebagai pelanggan PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung,
utamanya kelompok pelanggan R2A, R2B dan R1, yang mendapat pelayanan
oleh Unit Pelayanan Masyarakat dan Unit Teknik PDAM Way Rilau.
Sehubungan dengan hal ini, maka analisis kepuasan pelanggan dan kinerja

175
PDAM Way Rilau akan dipilah kedalam kategorisasi kelompok pelanggan dan
unit PDAM Way Rilau yang dijadikan subyek kajian riset ini.

TINGKAT KEPUASAN MASYARAKAT DAN KINERJA UNIT


PELAYANAN MASYARAKAT PDAM WAY RILAU KOTA BANDAR
LAMPUNG

Kepuasan pelanggan memiliki hubungan yang equivalen dengan kinerja yang


ditunjukkan oleh suatu lembaga, karena pada dasarnya kepuasan pelanggan
muncul sebagai selisih (perbedaan) antara harapan (kepentingan) pelanggan
dengan kinerja PDAM Way Rilau sebagai sesuatu yang dirasakan oleh
pelanggannya.

Tabel 2. Tingkat Kepuasan Masyarakat Kelompok R1 (RSS) Terhadap Unit


Pelayanan PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung

Klasifikasi Jawaban
Klasifikasi Pelayanan Pelanggan Unit Pelayanan Jumlah Pelanggan Nilai rata- Nilai rata-rata
Berdasarkan Unsur Masyarakat PDAM Way Rilau Kelompok R1 rata tertimbang per
Pelayanan Kota Bandar Lampung Pada Saat Observasi perunsur unsur pelayanan
1 2 3 4
Prosedur Pelayanan 125 60 15 - 200 1.45 0.10
Persyaratan pelayanan 73 81 32 14 200 1.94 0.14
Kejelasan petugas 58 50 61 31 200 2.33 0.17
Pelayanan
Kedisiplinan Petugas 37 60 68 35 200 2.51 0.18
pelayanan
Tanggungjawab Petugas 79 49 52 20 200 2.07 0.15
Pelayanan
Kemampuan Petugas 20 57 95 28 200 2.66 0.19
Pelayanan
Kecepatan Pelayanan 125 55 10 10 200 1.53 0.11
Keadilan Mendapatkan 55 83 25 37 200 2.22 0.16
Pelayanan
Kesopanan dan Keramahan 69 79 37 15 200 1.99 0.14
Petugas Pelayanan
Kewajaran Biaya Pelayanan 83 84 18 15 200 1.83 0.13
Kepastian Biaya Pelayanan 61 41 82 16 200 2.27 0.16
Kepastian Jadual Pelayanan 64 61 57 18 200 2.15 0.15
Kenyamanan Lingkungan 101 44 30 25 200 1.90 0.13
Keamanan Pelayanan 28 33 98 41 200 2.76 0.20
Total Jawaban Pelanggan 978 837 680 305 2,800 2.11 2.10
*Sumber: Hasil Pengolahan Data Bulan September-Oktober Tahun 2004

176
Dari perhitungan Tabel 2 diatas apabila dikonversikan dengan Tabel IKM, maka
didapat suatu kesimpulan tentang tingkat kepuasan masyarakat kelompok R1
(RSS) terhadap Unit Pelayanan PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung
sebagai berikut: (a) Nilai dasar IKM yang merupakan responsi masyarakat
(pelanggan) adalah sebesar 2.10.; (b) Nilai IKM setelah dikonversi = nilai indeks
dikalikan nilai dasar 2.10 x 25 = 52.5; (c) Mutu pelayanan unit pelayanan
masyarakat PDAM Way Rilau terkategori C; (d) Kinerja Pelayanan Unit
pelayanan masyarakat PDAM Way Rilau mengindikasikan kurang baik

Tabel 3. Tingkat Kepuasan Masyarakat Kelompok R2A (RS) Terhadap Unit


Pelayanan PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung

Klasifikasi Jawaban Pelanggan Unit Jumlah Nilai rata-rata


Klasifikasi Pelayanan Pelayanan Masyarakat PDAM Way Rilau Pelanggan Nilai rata- tertimbang
Berdasarkan Unsur Kota Bandar Lampung Kelompok R2A rata per
Pelayanan Pada Saat perunsur unsur
1 2 3 4 Observasi pelayanan
Prosedur Pelayanan 89 58 15 38 200 2.01 0.14
Persyaratan pelayanan 37 70 77 16 200 2.36 0.17
Kejelasan petugas 96 61 20 23 200 1.85 0.13
Pelayanan
Kedisiplinan Petugas 82 60 40 18 200 1.97 0.14
pelayanan
Tanggungjawab Petugas 77 69 41 13 200 1.95 0.14
Pelayanan
Kemampuan Petugas 21 56 98 25 200 2.64 0.19
Pelayanan
Kecepatan Pelayanan 121 63 12 4 200 1.50 0.11
Keadilan Mendapatkan 47 97 24 32 200 2.21 0.16
Pelayanan
Kesopanan dan Keramahan 115 48 24 13 200 1.68 0.12
Petugas Pelayanan
Kewajaran Biaya Pelayanan 91 84 11 14 200 1.74 0.12
Kepastian Biaya Pelayanan 55 47 83 15 200 2.29 0.16
Kepastian Jadual 66 67 56 11 200 2.06 0.15
Pelayanan
Kenyamanan Lingkungan 103 47 30 20 200 1.84 0.13
Keamanan Pelayanan 45 49 60 46 200 2.54 0.18
Total Jawaban Pelanggan 1,045 876 591 288 2,800 2.04 2.03
*Sumber: Hasil Pengolahan Data Bulan September-Oktober Tahun 2004

Dari perhitungan Tabel 3 diatas apabila dikonversikan dengan Tabel IKM, maka
didapat suatu kesimpulan tentang indeks kepuasan pelanggan kelompok R2A
(RS) terhadap Unit Pelayanan PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung sebagai
berikut: (a) Nilai dasar IKM yang merupakan responsi masyarakat (pelanggan)
adalah sebesar 2.03; (b) Nilai IKM setelah dikonversi = nilai indeks dikalikan

177
nilai dasar 2.03 x 25 = 50.75; (c) Mutu pelayanan unit pelayanan masyarakat
PDAM Way rilau terkategori C; (d) Kinerja Pelayanan Unit pelayanan
masyarakat PDAM Way Rilau mengindikasikan kurang baik

Tabel 4. Tingkat Kepuasan Masyarakat Kelompok R2B (RT. Menengah)


Terhadap Unit Pelayanan PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung

Klasifikasi Jawaban Pelanggan Jumlah


Nilai rata-rata
Unit Pelayanan Masyarakat Pelanggan
Klasifikasi Pelayanan Berdasarkan Nilai rata-rata tertimbang per
PDAM Way Rilau Kota Bandar Kelompok R2B
Unsur Pelayanan perunsur unsur
Lampung Pada Saat
pelayanan
1 2 3 4 Observasi
Prosedur Pelayanan 78 60 59 3 200 1.94 0.14
Persyaratan pelayanan 71 90 27 12 200 1.90 0.13
Kejelasan petugas Pelayanan 59 55 59 27 200 2.27 0.16
Kedisiplinan Petugas pelayanan 48 55 60 37 200 2.43 0.17
Tanggungjawab Petugas 69 49 57 25 200 2.19 0.16
Pelayanan
Kemampuan Petugas Pelayanan 19 55 96 30 200 2.69 0.19
Kecepatan Pelayanan 102 54 23 21 200 1.82 0.13
Keadilan Mendapatkan Pelayanan 45 91 29 35 200 2.27 0.16
Kesopanan dan Keramahan 66 79 39 16 200 2.03 0.14
Petugas Pelayanan
Kewajaran Biaya Pelayanan 80 81 23 16 200 1.88 0.13
Kepastian Biaya Pelayanan 59 44 78 19 200 2.29 0.16
Kepastian Jadual Pelayanan 76 59 50 15 200 2.02 0.14
Kenyamanan Lingkungan 97 43 31 29 200 1.96 0.14
Keamanan Pelayanan 29 35 91 45 200 2.76 0.20
Total Jawaban Pelanggan 898 850 722 330 2,800 2.17 2.16
*Sumber: Hasil Pengolahan Data Bulan September-Oktober Tahun 2004

Dari perhitungan Tabel 4 diatas apabila dikonversikan dengan Tabel IKM, maka
didapat suatu kesimpulan tentang indeks kepuasan pelanggan kelompok R2B
(RT. Menengah) terhadap Unit Pelayanan PDAM Way Rilau Kota Bandar
Lampung sebagai berikut: (a) Nilai dasar IKM yang merupakan responsi
masyarakat (pelanggan) adalah sebesar 2.16; (b) Nilai IKM setelah dikonversi =
nilai indeks dikalikan nilai dasar 2.16 x 25 = 54; (c) Mutu pelayanan unit
pelayanan masyarakat PDAM Way rilau terkategori C; (d) Kinerja Pelayanan
Unit pelayanan masyarakat PDAM Way Rilau mengindikasikan kurang baik

178
Tabel 5. Keseluruhan Tingkat Kepuasan Masyarakat Terhadap Unit
Pelayanan PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung

Klasifikasi Jawaban Pelanggan Unit Jumlah Nilai rata-rata


Nilai rata-
Klasifikasi Pelayanan Pelayanan Masyarakat PDAM Way Pelanggan tertimbang per
rata
Berdasarkan Unsur Pelayanan Rilau Kota Bandar Lampung Pada Saat unsur
perunsur
1 2 3 4 Observasi pelayanan
Prosedur Pelayanan 292 178 89 41 600 1.80 0.13
Persyaratan pelayanan 181 241 136 42 600 2.07 0.15
Kejelasan petugas Pelayanan 213 166 140 81 600 2.15 0.15
Kedisiplinan Petugas pelayanan 167 175 168 90 600 2.30 0.16
Tanggungjawab Petugas 225 167 150 58 600 2.07 0.15
Pelayanan
Kemampuan Petugas Pelayanan 60 168 289 83 600 2.66 0.19
Kecepatan Pelayanan 348 172 45 35 600 1.61 0.11
Keadilan Mendapatkan 147 271 78 104 600 2.23 0.16
Pelayanan
Kesopanan dan Keramahan 250 206 100 44 600 1.90 0.13
Petugas Pelayanan
Kewajaran Biaya Pelayanan 254 249 52 45 600 1.81 0.13
Kepastian Biaya Pelayanan 175 132 243 50 600 2.28 0.16
Kepastian Jadual Pelayanan 206 187 163 44 600 2.08 0.15
Kenyamanan Lingkungan 301 134 91 74 600 1.90 0.13
Keamanan Pelayanan 102 117 249 132 600 2.69 0.19
Total Jawaban Pelanggan 2,921 2,563 1,993 923 8,400 2.11 2.10
*Sumber: Hasil Pengolahan Data Bulan September-Oktober Tahun 2004

Dari perhitungan Tabel 5 diatas apabila dikonversikan dengan Tabel IKM, maka
didapat suatu kesimpulan tentang keseluruhan tingkat kepuasan
masyarakat/pelanggan terhadap Unit Pelayanan PDAM Way Rilau Kota
Bandar Lampung sebagai berikut: (a) Nilai dasar IKM yang merupakan responsi
masyarakat (pelanggan) adalah sebesar 2.10; (b) Nilai IKM setelah dikonversi =
nilai indeks dikalikan nilai dasar 2.10 x 25 = 52.5; (c) Mutu pelayanan unit
pelayanan masyarakat PDAM Way rilau terkategori C; (d) Kinerja Pelayanan
Unit pelayanan masyarakat PDAM Way Rilau mengindikasikan kurang baik

179
TINGKAT KEPUASAN MASYARAKAT DAN KINERJA UNIT TEHNIK
PDAM WAY RILAU KOTA BANDAR LAMPUNG

Tabel 6. Tingkat Kepuasan Masyarakat Kelompok R1 (RSS) Terhadap Unit


Teknik PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung

Klasifikasi Jawaban Jumlah


Pelanggan Unit Teknik PDAM Pelanggan Nilai rata-rata
Nilai rata-
Klasifikasi Pelayanan Berdasarkan Way Rilau Kota Bandar Kelompok tertimbang per
rata
Unsur Pelayanan Lampung R1 unsur
perunsur
Pada Saat pelayanan
1 2 3 4 Observasi
Prosedur Pelayanan 124 70 5 1 200 1.42 0.10
Persyaratan pelayanan 117 75 3 5 200 1.48 0.11
Kejelasan petugas Pelayanan 5 100 81 14 200 2.52 0.18
Kedisiplinan Petugas pelayanan 107 88 4 1 200 1.50 0.11
Tanggungjawab Petugas Pelayanan 111 86 2 1 200 1.47 0.10
Kemampuan Petugas Pelayanan 21 22 115 42 200 2.89 0.21
Kecepatan Pelayanan 121 72 3 4 200 1.45 0.10
Keadilan Mendapatkan Pelayanan 177 20 1 2 200 1.14 0.08
Kesopanan dan Keramahan Petugas 180 17 3 200 1.12 0.08
Pelayanan
Kewajaran Biaya Pelayanan 25 1 171 3 200 2.76 0.20
Kepastian Biaya Pelayanan 163 25 7 5 200 1.27 0.09
Kepastian Jadual Pelayanan 180 17 3 200 1.12 0.08
Kenyamanan Lingkungan 180 9 11 200 1.16 0.08
Keamanan Pelayanan 195 5 200 1.03 0.07
Total Jawaban Pelanggan 1,706 607 409 78 2,800 1.59 1.58
*Sumber: Hasil Pengolahan Data Bulan September-Oktober Tahun 2004

Dari perhitungan Tabel 6 diatas apabila dikonversikan dengan Tabel IKM, maka
didapat suatu kesimpulan tentang global indeks kepuasan pelanggan kelompok
R1 (RSS) terhadap Unit Teknik PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung
sebagai berikut: (a) Nilai dasar IKM yang merupakan responsi masyarakat
(pelanggan) adalah sebesar 1.58; (b) Nilai IKM setelah dikonversi = nilai indeks
dikalikan nilai dasar 1.58 x 25 = 39.5; (c) Mutu pelayanan unit teknik PDAM
Way rilau terkategori D; (d) Kinerja Pelayanan Unit Teknik PDAM Way Rilau
mengindikasikan tidak baik.

180
Tabel 7. Tingkat Kepuasan Masyarakat Kelompok R2A (RS) Terhadap Unit
Teknik PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung

Klasifikasi Jawaban Jumlah Nilai rata-


Pelanggan Unit Teknik Pelanggan Nilai rata- rata
Klasifikasi Pelayanan Berdasarkan PDAM Way Rilau Kota tertimbang
Kelompok R2A rata
Unsur Pelayanan Bandar Lampung per
Pada Saat perunsur
Observasi unsur
1 2 3 4 pelayanan
Prosedur Pelayanan 127 69 2 2 200 1.40 0.10
Persyaratan pelayanan 117 81 1 1 200 1.43 0.10
Kejelasan petugas Pelayanan 11 101 77 11 200 2.44 0.17
Kedisiplinan Petugas pelayanan 111 85 3 1 200 1.47 0.10
Tanggungjawab Petugas Pelayanan 99 98 3 200 1.52 0.11
Kemampuan Petugas Pelayanan 17 21 120 42 200 2.94 0.21
Kecepatan Pelayanan 125 70 2 3 200 1.42 0.10
Keadilan Mendapatkan Pelayanan 165 31 3 1 200 1.20 0.09
Kesopanan dan Keramahan Petugas 179 15 4 2 200 1.15 0.08
Pelayanan
Kewajaran Biaya Pelayanan 29 3 166 2 200 2.71 0.19
Kepastian Biaya Pelayanan 167 23 6 4 200 1.24 0.09
Kepastian Jadual Pelayanan 182 15 2 1 200 1.11 0.08
Kenyamanan Lingkungan 173 12 15 200 1.21 0.09
Keamanan Pelayanan 193 6 1 200 1.05 0.07
Total Jawaban Pelanggan 1,695 630 404 71 2,800 1.59 1.58
*Sumber: Hasil Pengolahan Data Bulan September-Oktober Tahun 2004

Dari perhitungan Tabel 7 diatas apabila dikonversikan dengan Tabel IKM, maka
didapat suatu kesimpulan tentang global indeks kepuasan pelanggan kelompok
R2A (RS) terhadap Unit Teknik PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung
sebagai berikut: (a) Nilai dasar IKM yang merupakan responsi masyarakat
(pelanggan) adalah sebesar 1.58; (b) Nilai IKM setelah dikonversi = nilai indeks
dikalikan nilai dasar 1.58 x 25 = 39.5p; (c) Mutu pelayanan unit teknik PDAM
Way rilau terkategori D; (d) Kinerja Pelayanan Unit Teknik PDAM Way Rilau
berdasarkan responsi pelanggan kelompok R2A mengindikasikan tidak baik.

181
Tabel 8. Tingkat Kepuasan Masyarakat Kelompok R2B (RT. Menengah)
Terhadap Unit Teknik PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung

Klasifikasi Jawaban Jumlah Nilai rata-rata


Pelanggan Unit Teknik PDAM Pelanggan Nilai rata- tertimbang
Klasifikasi Pelayanan Berdasarkan Way Rilau Kota Bandar Kelompok rata per
Unsur Pelayanan Lampung R2B perunsur unsur
Pada Saat pelayanan
1 2 3 4 Observasi
Prosedur Pelayanan 119 79 1 1 200 1.42 0.10
Persyaratan pelayanan 114 83 3 200 1.45 0.10
Kejelasan petugas Pelayanan 12 99 75 14 200 2.46 0.17
Kedisiplinan Petugas pelayanan 113 85 2 0 200 1.45 0.10
Tanggungjawab Petugas Pelayanan 101 97 2 200 1.51 0.11
Kemampuan Petugas Pelayanan 15 23 119 43 200 2.95 0.21
Kecepatan Pelayanan 130 65 2 3 200 1.39 0.10
Keadilan Mendapatkan Pelayanan 171 24 4 1 200 1.18 0.08
Kesopanan dan Keramahan Petugas 186 8 3 3 200 1.12 0.08
Pelayanan
Kewajaran Biaya Pelayanan 27 14 155 4 200 2.68 0.19
Kepastian Biaya Pelayanan 160 20 12 8 200 1.34 0.10
Kepastian Jadual Pelayanan 179 16 3 2 200 1.14 0.08
Kenyamanan Lingkungan 176 11 13 200 1.19 0.08
Keamanan Pelayanan 194 5 1 0 200 1.04 0.07
Total Jawaban Pelanggan 1,697 629 395 79 2,800 1.59 1.58
*Sumber: Hasil Pengolahan Data Bulan September-Oktober Tahun 2004

Dari perhitungan Tabel 8 diatas apabila dikonversikan dengan Tabel IKM, maka
didapat suatu kesimpulan tentang global indeks kepuasan pelanggan kelompok
R2B (RT. Menengah) terhadap Unit Teknik PDAM Way Rilau Kota Bandar
Lampung sebagai berikut: (a) Nilai dasar IKM yang merupakan responsi
masyarakat (pelanggan) adalah sebesar 1.58; (b) Nilai IKM setelah dikonversi =
nilai indeks dikalikan nilai dasar 1.58 x 25 = 39.5; (c) Mutu pelayanan unit teknik
PDAM Way rilau terkategori D; (d) Kinerja Pelayanan Unit Teknik PDAM Way
Rilau berdasarkan responsi pelanggan kelompok R2B mengindikasikan tidak
baik.

182
Tabel 9. Keseluruhan Tingkat Kepuasan Masyarakat/Pelanggan Terhadap
Unit Teknik PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung

Klasifikasi Jawaban Pelanggan Jumlah Nilai rata-rata


Nilai rata-
Klasifikasi Pelayanan Berdasarkan Unit Teknik PDAM Way Rilau Pelanggan tertimbang per
rata
Unsur Pelayanan Kota Bandar Lampung Pada Saat unsur
perunsur
1 2 3 4 Observasi pelayanan
Prosedur Pelayanan 370 218 8 4 600 1.41 0.10
Persyaratan pelayanan 348 239 7 6 600 1.45 0.10
Kejelasan petugas Pelayanan 28 300 233 39 600 2.47 0.18
Kedisiplinan Petugas pelayanan 331 258 9 2 600 1.47 0.10
Tanggungjawab Petugas Pelayanan 311 281 7 1 600 1.50 0.11
Kemampuan Petugas Pelayanan 53 66 354 127 600 2.93 0.21
Kecepatan Pelayanan 376 207 7 10 600 1.42 0.10
Keadilan Mendapatkan Pelayanan 513 75 8 4 600 1.17 0.08
Kesopanan dan Keramahan Petugas 545 40 10 5 600 1.13 0.08
Pelayanan
Kewajaran Biaya Pelayanan 81 18 492 9 600 2.72 0.19
Kepastian Biaya Pelayanan 490 68 25 17 600 1.28 0.09
Kepastian Jadual Pelayanan 541 48 8 3 600 1.12 0.08
Kenyamanan Lingkungan 529 32 39 0 600 1.18 0.08
Keamanan Pelayanan 582 16 1 1 600 1.04 0.07
Total Jawaban Pelanggan 5,098 1,866 1,208 228 8,400 1.59 1.58
*Sumber: Hasil Pengolahan Data Bulan September-Oktober Tahun 2004

Dari perhitungan Tabel 9 diatas apabila dikonversikan dengan Tabel IKM, maka
didapat suatu kesimpulan tentang keseluruhan kepuasan masyarakat/
pelanggan terhadap Unit Teknik PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung
sebagai berikut: (a) Nilai dasar IKM yang merupakan responsi masyarakat
(pelanggan) adalah sebesar 1.58; (b) Nilai IKM setelah dikonversi = nilai indeks
dikalikan nilai dasar 1.58 x 25 = 39.5; (c) Mutu pelayanan unit teknik PDAM
Way Rilau terkategori D; (d) Kinerja Pelayanan Unit Teknik PDAM Way Rilau
berdasarkan responsi pelanggan mengindikasikan tidak baik.

Tabel 10. Keseluruhan Tingkat Kepuasan Masyakat/Pelanggan Terhadap


Unit Pelayanan dan Unit Teknik PDAM Way Rilau Kota Bandar
Lampung

Klasifikasi Jawaban Pelanggan Jumlah


Nilai rata- Nilai rata-rata
Klasifikasi Pelayanan Unit Teknik PDAM Way Rilau Pelanggan
rata tertimbang per
Berdasarkan Unsur Pelayanan Kota Bandar Lampung Pada Saat
perunsur unsur pelayanan
1 2 3 4 Observasi
Prosedur Pelayanan 662 396 97 45 1200 1.60 0.11

183
Klasifikasi Jawaban Pelanggan Jumlah
Nilai rata- Nilai rata-rata
Klasifikasi Pelayanan Unit Teknik PDAM Way Rilau Pelanggan
rata tertimbang per
Berdasarkan Unsur Pelayanan Kota Bandar Lampung Pada Saat
perunsur unsur pelayanan
1 2 3 4 Observasi
Persyaratan pelayanan 529 480 143 48 1200 1.76 0.12
Kejelasan petugas Pelayanan 241 466 373 120 1200 2.31 0.16
Kedisiplinan Petugas pelayanan 498 433 177 92 1200 1.89 0.13
Tanggungjawab Petugas Pelayanan 536 448 157 59 1200 1.78 0.13
Kemampuan Petugas Pelayanan 113 234 643 210 1200 2.79 0.20
Kecepatan Pelayanan 724 379 52 45 1200 1.52 0.11
Keadilan Mendapatkan Pelayanan 660 346 86 108 1200 1.70 0.12
Kesopanan dan Keramahan 795 246 110 49 1200 1.51 0.11
Petugas Pelayanan
Kewajaran Biaya Pelayanan 335 267 544 54 1200 2.26 0.16
Kepastian Biaya Pelayanan 665 200 268 67 1200 1.78 0.13
Kepastian Jadual Pelayanan 747 235 171 47 1200 1.60 0.11
Kenyamanan Lingkungan 830 166 130 74 1200 1.54 0.11
Keamanan Pelayanan 684 133 250 133 1200 1.86 0.13
Total Jawaban Pelanggan 8,019 4,429 3,201 1,151 16,800 1.85 1.84
*Sumber: Hasil Pengolahan Data Bulan September-Oktober Tahun 2004

Dari perhitungan Tabel 10 diatas apabila dikonversikan dengan Tabel IKM,


maka didapat suatu kesimpulan tentang keseluruhan tingkat kepuasan
masyarakat/pelanggan terhadap Unit Pelayanan Masyarakat dan Unit Teknik
PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung sebagai berikut: (a) Nilai dasar IKM
yang merupakan responsi masyarakat (pelanggan) adalah sebesar 1.84; (b) Nilai
IKM setelah dikonversi = nilai indeks dikalikan nilai dasar 1.84 x 25 = 46; (c)
Mutu pelayanan PDAM Way Rilau terkategori C; (d) Kinerja Pelayanan PDAM
Way Rilau berdasarkan responsi pelanggan mengindikasikan kurang baik.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

a) Tingkat kepuasan masyarakat/pelanggan terhadap Unit Teknik PDAM


Way Rilau Kota Bandar Lampung sebesar 1.58 dengan mutu pelayanan
terkategori D, yang menandakan responsi pelanggan terhadap kinerja
Pelayanan Unit Teknik PDAM Way Rilau mengindikasikan tidak baik.

b) Tingkat kepuasan masyarakat/pelanggan terhadap Unit Pelayanan PDAM


Way Rilau Kota Bandar Lampung sebesar 2.10 dengan mutu pelayanan
terkategori C yang menandakan responsi pelanggan terhadap kinerja

184
Kinerja Pelayanan Unit pelayanan masyarakat PDAM Way Rilau
mengindikasikan kurang baik

c) Tingkat kepuasan masyarakat/pelanggan secara keseluruhan terhadap Unit


Pelayanan Masyarakat dan Unit Teknik PDAM Way Rilau Kota Bandar
Lampung sebesar 1.84 dengan mutu pelayanan terkategori C yang
menandakan responsi pelanggan terhadap kinerja Pelayanan PDAM Way
Rilau mengindikasikan kurang baik.

Saran-saran

PDAM Way Rilau bukan semata-mata lembaga milik pemerintah yang hanya
menjalankan fungsi sosial, akan tetapi lebih pada aspek profit oriented seperti
prinsip bisnis yang dijalankan sektor privat, maka PDAM Way Rilau harus
membenahi sistem manajemen secara keseluruhan ke arah perbaikan kinerja
dan kualitas pelayanan agar tidak ditinggalkan pelanggannya. Hal ini bisa
dimulai dengan langkah-langkah mendasar, yaitu:

a) Reformasi manajemen stratejik melalui restrukturisasi dan revitalisasi.

b) Peningkatan sarana dan prasarana yang memadai sesuai standar badan


usaha.

DAFTAR PUSTAKA

Alam,Arif dan Basirun. 2002. Pelayanan Publik Pemerintah Lokal: Hak Dasar
Warganegara. Jurnal PSPK, Edisi April-Juni 2002

Hughes, O.E., (1994). Public Management and Administration: An Introduction.


New York: St. Martin Press Inc.

Kotler,Philip.1994. Marketing Management. Seventh Edition. New


Jersey:Prentice-Hall Inc.

McCallum, B. (1984). The Public Service Manager. Melbuorne: Long Man


Chesire.

Potter, J., (1988). Consumerism and The Public Sector: How well does The Coat
fit? In McKevitt, D., and Lawton, A., (eds). Public Sector Management:
Theory, Critique and Practice. London: Sage Publication.

185
Wibawa, S., dan Purbokusumo, Y., (1998). Peningkatan Kualitas Pelayanan
Administrasi. Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik, Vol. 2,
Nomor 1, Pebruari 1998.

Wahab, S. A., (1999).Reformasi Pelayanan Publik: Kajian dari Perspektif Teori


Governance. Disampaikan pada Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam
Ilmu Kebijakan Publik pada FIA-UNIBRAW.

Kepmenpan No. 63/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan


Publik

Kepmenpan No.25/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks


Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah.

Kepmenpan No. 26/2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi Akuntabilitas


Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

186
Total Quality Management (TQM) Sebagai Fokus Perbaikan
Keseluruhan Kinerja Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman

Rinaldi Bursan, S.E., M.Si.3


Susni Herwanti, S.Hut. 4

ABSTRACT

Total Quality Management plays an important role in customer to visit Taman


Hutan Raya Wan Abdul Rahman (Tahura War). Tahura War has faced
competitive with other tourism object e.g Pasir Putih, National Park Way
Kambar and others. This paper has objective that how to know to check
correlation between top management commitment, customer focus, human
resources focus with performance. This paper found that top management
commitment, customer focus, human resources focus have positive correlation
with performance.

Key words: total quality management, correlation, performance, customer


focus, and top management commitment.

I. Pendahuluan

Tahura WAR adalah salah satu kawasan pelestarian di Propinsi Lampung


seluas 22.249,31 hektar yang ditetapkan melalui SK Menteri kehutanan No.
804/KPTS-II/1993 tanggal 10 Agustus1993. Sebelumnya kawasan itu
merupakan Hutan Lindung Register 19 Gunung Betung, Gunung Pesawaran
dan Gunung Ratai. Secara administratif lokasi kawasan Tahura WAR berada di
wilayah kabupaten Lampung Selatan dan kotamadya Bandar Lampung,
Propinsi Lampung.

Bagi masyarakat Lampung, khususnya masyarakat kota Bandar Lampung


keberadaan Tahura WAR sungguh amat vital sebagai penyangga kehidupan
ekonomi, sosial dan ekologi. Karakteristik bentang alam yang spesifik
menjadikan kawasan tersebut sebagai penyedia berbagai jasa lingkungan untuk
wilayah sekitarnya. Kejenuhan dari rutinitas kerja, adanya waktu luang,
kebutuhan akan rekreasi dan mampu berwisata merupakan aspek-aspek yang

3
Dosen Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Lampung
4
Dosen Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
mendorong untuk melakukan rekreasi. Tahura WAR yang berlokasi di Padang
Cermin, Lampung Selatan ini menjadi salah satu pilihan yang tepat untuk
dijadikan tempat wisata. Perbaikan produktivitas terus-menerus tidak bisa
dihindarkan dari pihak pengelola yang menginginkan kemajuan industri
wisatanya.

II. Permasalahan

Tahura WAR merupakan taman hutan rakyat yang keberadaannya tidak hanya
penting untuk mempertahankan keselestarian hutan, tetapi juga dapat menjadi
sarana rekreasi dan pariwisata bagi masyarakat Lampung serta hutan
pendidikan bagi masyarakat Lampung. Mengingat industri wisata yang
semakin beragam di daerah tersebut dan penuh dengan persaingan, maka
Tahura WAR perlu mengadakan suatu evaluasi terhadap pengelolaan yang
sudah dilakukan selama ini.

Tahura WAR dihadapkan pada persaingan tempat rekreasi lainnya seperti


wisata pantai Pasir Putih dan wisata-wisata yang sedang marak lainnya seperti
water park yang belakangan banyak bermunculan di Lampung. Untuk itu maka
dirumuskan permasalahan sebagai berikut: bagaimanakah hubungan antara
faktor manajemen, konsumen dan kinerja karyawan terhadap kepuasan
pengunjung Tahura WAR.

III. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Memeriksa korelasi antara variabel komitmen manajemen puncak, fokus


pada pelanggan, fokus pada konsumen, benchmark dan fokus pada
karyawan dengan variabel TQM.

2. Memeriksa korelasi antara variabel TQM dengan variabel Kinerja.

3. Memeriksa variabel yang paling berpengaruh terhadap penerapan TQM Di


Tahura WAR.

IV. Rerangka Pemikiran

Program perbaikan terhadap mutu yang terus menerus dapat dilaksanakan


dengan menerapkan Total Quality Management (TQM). (Samson & Terziovski,
1999). TQM merupakan strategi organisasi yang digunakan untuk memperbaiki
kepuasan pengunjung di Tahura WAR dengan mengembangkan prosedur dan
mengelola kualitas hasil. TQM telah menjadi strategi global dengan beberapa

188
keuntungan yaitu memperbaiki kepuasan pengunjung, fokus dan motivasi pada
karyawan, menurunkan sampah/limbah, dan memperbaiki kinerja secara
keseluruhan. Pendekatan TQM diharapkan tercapainya kinerja perusahaan
secara keseluruhan. Menurut Harvey & Brown (2001) dalam Agus (2004) TQM
merupakan sebuah strategi organisasi untuk memperbaiki service performance
dan kepuasan konsumen dengan mengembangkan prosedur untuk secara bijak
mengelola kulitas.

TQM mengacu pada sebuah penekanan kualitas yang meliputi keseluruhan


organisasi dari pemasok sampai konsumen. TQM menekankan sebuah
komitmen melalui manajemen umtuk keberlangsungan organisasi secara luas
dalam menggerakkan secara tepat semua aspek produk dan jasa yang penting
bagi konsumen (Render, B., dan Heizer, J.2005). TQM adalah pendekatan
berorientasi pelanggan yang memperkenalkan perubahan manajemen yang
sistematik dan perbaikan terus-menerus terhadap proses, produk dan
pelayanan suatu organisasi. Proses TQM bermula dari pelanggan dan berakhir
pada pelanggan pula. Proses TQM memiliki input yang spesifik (keinginan,
kebutuhan dan harapan pelanggan), mentransformasi (memproses input dalam
organisasi untuk memproduksi barang atau jasa) yang pada gilirannya
memberikan kepuasan kepada pelanggan (output).

Lima variabel TQM dianalisis dengan menggunakan analisis reliabilitas untuk


menentukan analisis item, konsistensi internal dan stabilitas dari pengukuran,
uji korelasi antara praktik-praktik TQM dan uji korelasi antara TQM, service
performance dan kepuasan pengunjung,. Peneliti berpendapat bahwa
keseluruhan model hipotesis mempunyai kesesuaian terhadap performance
secara keseluruhan. Asumsi-asumsi yang digunakan adalah:

H1 : Komitmen manajemen puncak mempunyai pengaruh positif terhadap


penerapan TQM
H2 : Fokus pada pengunjung mempunyai pengaruh positif terhadap
penerapan TQM.
H3 : Benchmarking mempunyai pengaruh positif terhadap penerapan TQM.
H4 : Pelatihan mempunyai pengaruh positif terhadap penerapan TQM.
H5 : Service performance mempunyai pengaruh positif terhadap penerapan TQM.
H6 : Kepuasan pengunjung mempunyai pengaruh positif terhadap penerapan TQM.
H7 : Kualitas Pelayanan mempunyai pengaruh positif terhadap keseluruhan kinerja.
H8 : Kepuasan pengunjung mempunyai pengaruh positif terhadap
keseluruhan kinerja.
H9 : Total Quality Management mempunyai pengaruh positif terhadap
keseluruhan kinerja

189
V. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup yang akan dibahas pada penelitian ini dibatasi pada lima
variabel TQM yang meliputi:

1. Komitmen manajemen puncak : Kualitas membutuhkan sepenuhnya


komitmen dari manajemen puncak. Manajemen puncak bertindak sebagai
pengendali dalam penerapan TQM, menciptakan nilai, tujuan dan sistem
untuk memuaskan harapan pelanggan dan untuk memperbaiki kinerja
organisasi.

2. Fokus pada konsumen : Kesuksesan suatu organisasi salah satu


indikatornya terdapat pada kepuasan konsumennya.

3. Benchmarking : melibatkan standar dari suatu produk, jasa, biaya atau


praktik-praktik lainnya yang mewakili kinerja paling baik.

4. Pelatihan : Pencapaian kesuksesan dalam budaya kualitas harus dimulai


dengan program pendidikan, yang dimulai dari manajemen senior, dan
kemudian diikuti oleh seluruh karyawannya.

5. Fokus karyawan : TQM membutuhkan komitmen dari manajemen puncak


untuk meyakinkan karyawan dalam hal quality work culture dan
menciptakan kesehatan citra organisasi dengan membuat pelayanan
kualitas terhadap konsumen.

Menurut Saraph et al, 1989 dalam Kaynak, 2003, identifikasi praktik-praktik


TQM dalam studi pengukuran dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Identifikasi praktik-praktik TQM dalam studi pengukuran TQM

PRAKTIK-PRAKTIK
DESKRIPSI
TQM
Dukungan dari kualitas yang bertanggung jawab oleh manjemen puncak.
Evaluasi manejemen puncak terhadap kualitas. Partisifasi manjemen puncak
Management
dalam usaha perbaikan kualitas. Spesifikasi dari tujuan kualitas. Pentingnya
Leadership
mengarahkan kualitas terhadap biaya dan jadwal. Perencanaan kualitas yang
komprehensif.
Visibility dan otonomi dari department kualitas. Akses department ke
Peranan Quality manajemen puncak. Menggunakan staf untuk konsultasi. Koordinasi antara
Department department kulitas dengan departemen lainnya. Keefektifan dari department
kualitas.
Provisi dari pelatihan statistik, trade training, dan training yang berhubungan
Training
dengan kualitas untuk semua karyawan.

190
PRAKTIK-PRAKTIK
DESKRIPSI
TQM
Implementasi dari keterlibatan karyawan dan lingkaran kualitas. Partisipasi
karyawan yang terbuka dalam hal pengambilan keputusan terhadap kualitas.
EmployeeRrelation
Tanggung jawab karyawan terhadap kualitas. Keefektifan supervisi dalam
menangani isu-isu kulitas
Penggunaan data biaya kualitas. Umpan balik dari data kulitas kepada
Quality Data and karyawan dan manajer untuk problem solving.Pengukuran kulitas tepat waktu.
Reporting Evaluasi manajer dan karyawan berdasarkan quality performance.
Ketersediaan data kulitas.
Sedikit tergantung pada pemasok. Ketergantungan yang kuat dari pemasok
Supplier Quality
dan pelanggan. Pembelian kebijakan yang menekankan pada kualitas dari
Management
pada harga. Kontrol kualitas pemasok
Melalui proses scrub-down. Keterlibatan semua departement yang
Product/ServiceDdesign berpengaruh dalam design review. Kejelasan spesifikasi. Penekanan pada
produksi, kulitas bukan jadwal roll out. Hindari desain ulang.
Process Management Kejelasan kepemilikan proses, tahap dan langkah.

Studi hubungan antara elemen-elemen TQM terhadap dua indikator kinerja


telah dilakukan oleh A. Agus (2004). Penelitian tersebut menggunakan A Null
Model yang memperlihatkan hubungan antara lima elemen TQM dengan kinerja
perusahaan ( Gambar 1).

d1 Mdtopm

Mdperf
d2 Mdcust
e1

TQM
d3 Mdbench Perform
Zeta 1

d4 Mdtrain Mdcsatis
e2

d5 Mdemploy

Gambar 1. Model struktural menunjukkan hubungan struktural antara TQM


dan keseluruhan kinerja (A Null Model)

191
VI. Model Penelitian

Model penelitian yang digunakan diadopsi dari hasil sebuah model struktural
pada Gambar 1.

Mdtopmgt

Mdperf
Mdcust

TQM Perform
Mdbench

Mdtrain Mdcsatis

Mdemp1oy
Gambar 2. Model HUBUNGAN antara TQM dengan keseluruhan kinerja

Keterangan:
Mdtopmgt = top mangement commitment Mdcust = customer focus
Mdbench = benchmarking Mdtrain = training
Mdperf = service performance Mdcsatis =customer satisfaction
Mdemploy = employee wealth focus

VII. Metode Penelitian

Populasi yang akan diteliti adalah pengunjung pengunjung yang berusia antara
15-60 tahun dengan anggapan usia tersebut merupakan usia yang bisa
diandalkan dalam pengisian kuisioner), stakeholder dan masyarakat sekitar.
Sampel diambil secara acak terhadap para pengunjung di lokasi yang terdapat
pengunjung, dan para pengelola Tahura WAR. Masing-masing sampel
sebanyak 35 responden untuk pengunjung dan 60 responden untuk pengelola,
sehingga total ada 95 orang responden.

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuisioner yang terdiri
dari dua jenis kuisioner, satu untuk pengunjung (terhadap level kepuasan
pengunjung) dan satu untuk para pengelola Tahura WAR (terhadap praktik-
praktik TQM). Masing-masing responden memberikan penilaian terhadap

192
kuisioner dengan tujuh Skala Likert terhadap indikator-indikator variabel
(Tabel 2). Penilaian terhadap praktik-praktik TQM dan level kepuasan
pengunjung menggunakan tujuh skala penilaian yaitu :1 = sangat tidak setuju, 2
= tidak setuju, 3 = agak tidak setuju, 4 = netral, 5 = agak setuju, 6 = setuju dan 7=
sangat setuju.

Tabel 2. Indikator Praktik-Praktik TQM dan Performance

NAMA VARIABEL INDIKATOR KET


1. Mempertimbangkan kualitas ekowisata Tahura WAR sebagai salah satu tujuan
Komitmen organisasi.
manajemen puncak 2. Membangun kualitas sebagai suatu isu strategi organisasi
3. Evaluasi kinerja dari manajer berdasarkan kualitas ekowisata Tahura WAR
1. Visi, komitmen dan suasana yang dibawa pengunjung
2. Tersedianya kotak usul dan saran terhadap pihak pengelola Tahura
Fokus pengunjung
3. Tingkat umpan balik pengunjung untuk memperbaiki kualitas ekowisata Tahura
4. Memanfaatkan informasi dari pengunjung Tahura
1. Memperhatikan standar pelayanan dan proses dari industri jasa pesaing yang
bergerak dibidang yang sama.
Benchmarking 2. Mempertimbangkan keefektifan benchmarking dalam perbaikan kualitas Tahura

Praktik TQM
(standar) WAR
3. Keefektifan dari benchmarking dalam menurunkan biaya pelayanan
4. Keinginan organisasi terhadap benchmark di masa mendatang
1. Ketersediaan karyawan untuk mengikuti pelatihan kualitas
2. Frekuensi diadakannya pelatihan-pelatihan kualitas dalam setahun
Pelatihan
3. Jumlah karyawan yang mengikuti pelatihan pada sesi pelatihan yang sama
4. kepuasan karyawan terhadap keseluruhan kegiatan pelatihan
Fokus 1. Menyediakan insentif keuangan kelompok
Kesejahteraan 2. Menyediakan program-program profit-sharing
Karyawan
1. Keterlibatan dalam pemberian usul dan saran.
Fokus Partisipasi
2. Tingkat partisipasi dalam pengambilan keputusan
Karyawan
3. Tingkat kesadaran kualitas ekowisata Tahura WAR.
1. Keinginan dan kesiapan karyawan (respon) yang cepat terhadap permintaan
pengunjung
2. Membangun fasilitas wisata yang dapat memuaskan pengunjung
Kepuasan 3. Antisipasi dan tanggung jawab terhadap kebutuhan, keluhan dan keinginan
pengunjung pengunjung
Level Kepuasan Pengunjung

4. Memahami kebutuhan pengunjung


5. Komunikasi, mempertahankan pengunjung dalam bahasa yang baik termasuk
pada saat memberikan informasi tentang Tahura WAR
1. Reliabilitas, artinya Tahura WAR tersebut menyediakan obyek wisata yang tepat
dan di tempat yang tepat.
2. Akses, kedekatan dan kemudahan untuk dijangkau
3. Kesopanan, respek, dan keramahan dari pihak pengelola Tahura
Service 4. Keamanan dan kebebasan dari bahaya, gangguan dan risiko serta kenyamanan
performance berwisata
5. Kredibel, artinya menimbulkan minat, kepercayaan, keyakinan dan kejujuran di
hati pengunjung terhadap ekowisata Tahura WAR
6. Kompetensi, artinya memiliki keahlian, ketrampilan dan pengetahuan dari pihak
pengelola tentang Tahura WAR

193
VIII. Hasil Analisa Dan Pembahasan

1. Hasil Uji Reliabilitas

Uji reabilitas menurut Simamora (2004) digunakan untuk menguji tingkat


kehandalan kuesioner. Untuk menilai reliabilitas dalam penelitian ini
digunakan nilai Cronbach Alpha. Jika nilai alpha yang diperoleh lebih besar dari
0,5 maka dapat disimpulkan bahwa indikator yang digunakan reliabel.

Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan Cronbach Alpha diperoleh


nilai tertinggi untuk variabel Benchmarking 0,885, Fokus Pengunjung 0,857,
Komitmen Manajemen 0,786, Pelatihan Karyawan 0,794 dan Fokus Karyawan
0,561. Nilai Cronbach Alpha untuk variabel Fokus Karyawan berada di bawah
0,7, hal ini mungkin disebabkan karena posisi karyawan yang menyebar tidak
hanya di lapangan atau lokasi Tahura tetapi juga di kantor pelayanan dan pusat.
Keberagaman lokasi menyebabkan semakin heterogennya pengalaman yang
telah dialami oleh setiap karyawan. Oleh karenanya, nilai Cronbach Alpha
untuk variabel Fokus Karyawan masih dapat ditolerir untuk rentang yang luas.
Karena hasil uji semua item adalah realibel berarti instrumen penelitian layak
digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian.

Tabel 3. Hasil Uji Reliabilitas dengan Cronbach Alpha


Variabel FinalItems Reliability
Komitmen Manajemen 3 0,786

Fokus Pengunjung 4 0,857


Benchmarking 4 0,885
Pelatihan Karyawan 4 0,794
Fokus Karyawan 5 0,561

2. Analisa Korelasi

Pengujian dengan Korelasi Spearman menunjukkan bahwa variabel Komitmen


mempunyai korelasi positif yang cenderung lemah sebesar 0,378 dengan
variabel Fokus Pengunjung. Dari tabel 4 terlihat bahwa hubungan antara
variabel Benchmarking dan Fokus Pengunjung memiliki keeratan positif yang
cukup tinggi. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa jika pihak manajemen
melakukan perbaikan pada benchmark Tahura maka aktivitas fokus pada
pengunjung pun harus dilakukan karena keduanya memiliki hubungan yang
erat dan positif.

Tabel 4. Hasil Uji Korelasi dengan Spearman Corellation

194
Correlations

KOMITMENPELANGGANBENCHMARK TRAINING SEJAHTERAPARTISIPASI


KOMITMEN Pearson Correlation 1 .378* .057 .002 -.116 -.227
Sig. (2-tailed) .025 .745 .989 .508 .190
N 35 35 35 35 35 35
PELANGGAN Pearson Correlation .378* 1 .578** .002 .195 .258
Sig. (2-tailed) .025 .000 .992 .261 .135
N 35 35 35 35 35 35
BENCHMARK Pearson Correlation .057 .578** 1 .042 -.112 .291
Sig. (2-tailed) .745 .000 .811 .524 .090
N 35 35 35 35 35 35
TRAINING Pearson Correlation .002 .002 .042 1 .286 -.390*
Sig. (2-tailed) .989 .992 .811 .096 .021
N 35 35 35 35 35 35
SEJAHTERA Pearson Correlation -.116 .195 -.112 .286 1 .000
Sig. (2-tailed) .508 .261 .524 .096 1.000
N 35 35 35 35 35 35
PARTISIPASI Pearson Correlation -.227 .258 .291 -.390* .000 1
Sig. (2-tailed) .190 .135 .090 .021 1.000
N 35 35 35 35 35 35
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

3. Analisa Faktor

Pengujian statistika dengan analisa faktor menemukan bahwa variabel fokus


pada karyawan dan variabel kepuasan pengunjung terbagi menjadi 2 faktor
yang berbeda. Hal in dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5. Uji KMO dan Bartlett

KMO and Bartlett's Test


Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling
Adequacy. .500

Bartlett's Test of Approx. Chi-Square 61.638


Sphericity df 10
Sig. .000

Dari tabel di atas terlihat angka KMO Measure of Sampling Adequacy (MSA)
adalah sebesar 0,5. Oleh karena angka tersebut lebih besar sama dengan 0,5
maka kumpulan variabel dapat diproses lebih lanjut.

195
Tabel 6. Total Variance Explained
Total Variance Explained

Initial Eigenvalues Rotation Sums of Squared Loadings


Component Total % of Variance Cumulative % Total % of Variance Cumulative %
1 1.965 39.302 39.302 1.959 39.189 39.189
2 1.798 35.956 75.258 1.803 36.070 75.258
3 .752 15.034 90.293
4 .318 6.362 96.654
5 .167 3.346 100.000
Extraction Method: Principal Component Analysis.

Dari tabel di atas terlihat bahwa terbentuk dua buah faktor yang menjelaskan
variabel Fokus pada Karyawan, dimana faktor 1 dapat menjelaskan variabel
Fokus pada Karyawan sebesar 39,302 persen dan faktor 2 dapat menjelaskan
variabel Fokus pada Karyawan sebesar 35,956 persen.

Tabel 7. Rotated Component Matrix


Rotated Component Matrix a

Component
1 2
EMPLOY1 .513 .468
EMPLOY2 -.097 .901
EMPLOY3 -.031 .869
EMPLOY4 .887 -.114
EMPLOY5 .948 -.058
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.
a. Rotation converged in 3 iterations.

Dari tabel di atas terlihat bahwa variabel Employ1, Employ 4 dan Employ 5
membentuk Faktor 1 sedangkan variabel Employ 2 dan Employ 3 membentuk
Faktor 2. Kemudian dari tabel operasionalisasi variabel Faktor 1 dinamakan
Faktor Kesejahteraan Karyawan dan Faktor 2 dinamakan Faktor Partisipasi
Karyawan.

Selanjutnya dari hasil pengujian dengan analisa faktor ditemukan bahwa


variabel Kepuasan Pengunjung membentuk dua faktor. Hasil pengujian
dengan KMO Measure of Sampling Adequacy (MSA) pada Tabel 8 menunjukkan
nilai 0,645 sehingga variabel dapat diproses lebih lanjut.

196
Tabel 8. Uji KMO dan Bartlett 2 Faktor

KMO and Bartlett's Test


Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling
Adequacy. .645

Bartlett's Test of Approx. Chi-Square 114.153


Sphericity df 15
Sig. .000

Lalu dari Tabel 9 terlihat bahwa faktor 1 dapat menjelaskan variabel Kepuasan
Pengunjung sebesar 47,701 persen sedangkan faktor 2 dapat menjelaskan
varaiabel Kepuasan Pengunjung sebesar 19,750 persen.

Tabel 9. Total Variance Explained 2 Faktor


Total Variance Explained

Initial Eigenvalues action Sums of Squared Loaditation Sums of Squared Loadin


Compone Total% of Variancumulative %Total% of Variancumulative %Total% of Variancumulative %
1 2.862 47.701 47.701 2.862 47.701 47.701 2.094 34.898 34.898
2 1.185 19.750 67.450 1.185 19.750 67.450 1.953 32.553 67.450
3 .783 13.057 80.508
4 .578 9.629 90.137
5 .343 5.714 95.851
6 .249 4.149 100.000
Extraction Method: Principal Component Analysis.

Dari Tabel 10 terlihat bahwa variabel Service1, Service5 dan Service6 termasuk
dalam Faktor 1 dan variabel Service2, Service3 dan Service4 termasuk dalam
Faktor 2. Dari tabel operasionalisasi variabel, Faktor 1 dinamakan Faktor
Kualitas Pelayanan dan Faktor 2 disebut Faktor Instrumen Pelayanan.

Tabel 10. Rotated Component Matrix 2 Faktor

Rotated Component Matrix a

Component
1 2
SERVICE1 .876 .002
SERVICE2 -.065 .866
SERVICE3 .275 .798
SERVICE4 .496 .607
SERVICE5 .820 .163
SERVICE6 .573 .414
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.
a. Rotation converged in 3 iterations.

197
4. Analisa Regresi

Dari Tabel 11 terlihat bahwa nilai R square adalah sebesar 0,703, hal ini berarti
sekitar 70,3 persen TQM dipengaruhi oleh variabel komitmen manajemen, fokus
pada pengunjung, benchmark, pelatihan karyawan dan fokus pada karyawan.

Tabel 11. Hasil Analisa Regresi

b
Model Summary

Change Statistics
AdjustedStd. Error ofR Square
Mode R R SquareR Squarehe EstimateChangeF Change df1 df2 ig. F Change
1 .703a .494 .385 .653 .494 4.549 6 28 .002
a.Predictors: (Constant), mdemploy2, mdemploy1, mdtopmgt, mdbench, mdtrain, mdcust
b.Dependent Variable: TQM

Dari Tabel 12 terlihat bahwa F hitung memiliki nilai sebesar 4,549 dengan
tingkat signifikansi 0,002. Oleh karenanya, kelima variabel dalam penelitian ini
dapat digunakan untuk memprediksi TQM pada Tahura WAR.

Tabel 12. Hasil Analisa Regresi

ANOVAb

Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 11.649 6 1.942 4.549 .002a
Residual 11.951 28 .427
Total 23.600 34
a. Predictors: (Constant), mdemploy2, mdemploy1, mdtopmgt, mdbench, mdtrain,
mdcust
b. Dependent Variable: TQM

Hasil pengujian statistik dengan menggunakan SPSS 13.00 menemukan bahwa


komitmen manajemen puncak mempunyai korelasi positif yang lemah terhadap
variabel TQM, yaitu sebesar 0,084 dan pengaruhnya terhadap variabel TQM
juga tidak signifikan. Hipotesis H1 yang diujikan ternyata tidak mempunyai
data yang cukup untuk mendukung hipotesis tersebut (Tabel 13).

Selanjutnya, variabel fokus pada pelanggan memiliki hubungan negatif yang


lemah dengan variabel TQM Hal ini berarti fokus pada pelanggan ditingkatkan
maka komitmen pada manajemen puncak malah menurun dan sebaliknya.

198
Korelasi yang lemah ini menyebabkan variabel fokus pelanggan ternyata tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel TQM. Dengan kata lain,
hipotesis H2 tidak mempunyai cukup data yang mendukung untuk diterima.

Dari hasil pengujian dengan analisa regresi ditemukan bahwa variabel


benchmark mempunyai korelasi negatif sebesar 0,064 dengan variabel TQM.
Hal ini menyebabkan variabel benchmark tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap variabel TQM. Oleh karena itu hipotesis H3 tidak
mempunyai data yang mendukung untuk diterima.

Pengujian dengan Pearson Correlations antara variabel pelatihan karyawan


dengan variabel TQM menemukan adanya korelasi positif yang cukup kuat,
yaitu sebesar 0,340. Hal ini menyebabkan variabel pelatihan karyawan memiliki
pengaruh yang cukup signifikan terhadap variabel TQM.

Tabel 13. Hasil Uji Pearson

Correlations

TQM mdtopmgt mdcust mdbench mdtrain mdemploy1 mdemploy2


Pearson Correlation TQM 1.000 .084 -.024 -.064 .340 .502 .127
mdtopmgt .084 1.000 .378 .057 .002 -.116 -.227
mdcust -.024 .378 1.000 .578 .002 .195 .258
mdbench -.064 .057 .578 1.000 .042 -.112 .291
mdtrain .340 .002 .002 .042 1.000 .286 -.390
mdemploy1 .502 -.116 .195 -.112 .286 1.000 .000
mdemploy2 .127 -.227 .258 .291 -.390 .000 1.000
Sig. (1-tailed) TQM . .316 .446 .357 .023 .001 .233
mdtopmgt .316 . .013 .373 .494 .254 .095
mdcust .446 .013 . .000 .496 .131 .067
mdbench .357 .373 .000 . .406 .262 .045
mdtrain .023 .494 .496 .406 . .048 .010
mdemploy1 .001 .254 .131 .262 .048 . .500
mdemploy2 .233 .095 .067 .045 .010 .500 .
N TQM 35 35 35 35 35 35 35
mdtopmgt 35 35 35 35 35 35 35
mdcust 35 35 35 35 35 35 35
mdbench 35 35 35 35 35 35 35
mdtrain 35 35 35 35 35 35 35
mdemploy1 35 35 35 35 35 35 35
mdemploy2 35 35 35 35 35 35 35

Variabel fokus pada karyawan memiliki korelasi positif yang cukup kuat
terhadap variabel TQM. Artinya, jika fokus pada karyawan ditingkatkan baik
secara kesejahteraan maupun partisipasi dalam pengambikan keputusan maka
TQM akan meningkat pula. Dalam hal ini hipotesis H5 ternyata memiliki data
yang cukup mendukung untuk diterima.

Selanjutnya pada pengujian tentang pengaruh kinerja jasa terhadap kinerja


secara keseluruhan diperoleh korelasi positif yang kuat antara kinerja jasa

199
terhadap kinerja secara keseluruhan sebesar 0,617, dengan tingkat sigifikansi
yang lebih kecil dari 0,05. Dengan perkataan lain, hipotesis H6 ternyata
memiliki data yang cukup mendukung untuk diterima.

Demikian pula hubungan yang terjadi antara variabel kualitas jasa dan kinerja
secara keseluruhan memiliki korelasi positif yang cukup kuat sebesar 0,575
dengan tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05. Karena tingkat signifikansi
yang diperoleh lebih kecil dari 0,05 berarti hipotesis H7 diterima.

Pengujian hubungan antara variabel Kepuasan Pengunjung dengan kinerja


secara keseluruhan memiliki angka korelasi sebesar 0,439 dengan tingkat
signifikansi di bawah 0,05. Hal ini berarti hipotesis H8 dapat diterima.

Sedangkan hubungan yang terjadi antara variabel TQM dan Kinerja secara
Keseluruhan ternyata memiliki korelasi negatif sebesar 0,218 dengan tingkat
signifikansi di atas 0,05. Korelasi yang negatif ini menjelaskan bahwa apabila
kinerja secara keseluruhan meningkat maka TQM malah menurun dan
sebaliknya. Tingkat signifikansi yang cenderung di atas 0,05 menyebabkan
hipotesis H9 tidak mempunyai data yang cukup mendukung untuk dapat
diterima.

IX. Kesimpulan

Dari data yang telah dikumpulkan dan diolah dan dianalisis dapat disimpulkan
hal-hal sebagai berikut :

1. Terdapat korelasi positif yang cukup kuat antara variabel fokus pada
karyawan dengan TQM, variabel pelatihan karyawan dengan TQM dan
variabel partisipasi karyawan dengan TQM.

2. Korelasi antara variabel komitmen manajemen puncak dengan TQM,


variabel fokus pada pengunjung dengan TQM, benchmark dengan TQM
dan fokus pada partisipasi karyawan dengan TQM bersifat negatif dan
lemah.

3. Korelasi yang terjadi antara variabel TQM dan Kinerja secara Keseluruhan
ternyata memiliki korelasi negatif.

4. Variabel yang memiliki pengaruh paling besar terhadap variabel TQM


adalah variabel fokus pada kesejahteraan karyawan.

200
X. Saran dan Rekomendasi

Berdasarkan temuan yang diperoleh peneliti dapat memberikan beberapa saran


dan rekomendasi sebagai berikut :

1. Variabel TQM yang telah menunjukkan kinerja cukup baik dalam


meningkatkan kinerja pada Tahura WAR adalah Fokus pada karyawan dan
pelatihan karyawan, sedangkan yang lainnya dapat dikatakan belum
memiliki kinerja yang cukup baik. Oleh sebab itu, evaluasi kinerja dapat
dilakukan khususnya pada variabel komitmen manajemen puncak, fokus
pengunjung dan benchmarking.

2. Masalah komitmen bukan melulu pemikiran manajemen puncak saja akan


tetapi akan lebih baik kalau semua pihak pengelola (stakeholders) dari
tingkat manajer hingga tukang tukang sapu bersama-sama berkomitmen
untuk merawat dan mempertahankan serta meningkatkan kualitas dan
kinerja Tahura WAR.

3. Proses yang tidak kalah pentingnya adalah benchmarking Tahura WAR itu
sendiri. Dengan adanya standarisasi pada setiap rangkaian pelayanan pada
Tahura WAR maka semua kinerja dapat dievaluasi. Sehingga untuk
kedepannya, akan lebih mudah memperbaiki dan meningkatkan kualitas
dan kinerja pelayanan pada Tahura WAR.

4. Dari sisi pengunjung ternyata ditemukan bahwa pengunjung belum merasa


puas akan kinerja dan pelayanan yang diterima. Hal tersebut disebabkan
antara lain oleh karena kesiapan dan respon karyawan relatif lambat
terhadap permintaan pengunjung, beragam fasilitas yang kurang memadai
seperti minimnya fasilitas MCK, serta komunikasi satu arah yang dialami
pengunjung. Berdasarkan temuan tersebut hendaknya segenap pengelola
Tahura WAR dari semua level pekerjaan harus mau berbenah dan
introspeksi diri demi mewujudkan tempat wisata yang berkualitas dan
memiliki citra diri yang positif.

Daftar Pustaka
Agus. A, 2004. TQM as a focus for improving overall service performance and
customer satisfaction: an empirical study on a public service sector in Malaysia.
Taylor &Francis. Vol.15, pp. 615-628.
Ceballos-Lascurain, H. 1996. Tourism, Ecotourism, and Protected Areas. Gland,
Switzerland: IUCN.

201
Fandeli, C. 2000. Pengertian dan Konsep Dasar Ekowisata. Di dalam : Fandeli,
C., dan Mukhlison, Editor. Pengusahaan Ekowisata. Yogyakarta :
Fakultas Kehutanan UGM, Unit KSDA DIY, Pustaka Pelajar.
Groonroos, C. 2000. Service management and Marketing: a customer relationship
management Approach. Second edition. John Wiley and Sons, ltd, Baffins
Lane, Chicester, West Sussex PO19 IUD, England.
Kaynak, H. 2003. The relationship between total quality management practices and
their effect on firm performance. Journal of operation management 21, pp.
405-435.
Marion, J.L., and T.A. Farrel. 1996. Managing Ecotourism Visitation in Protected
Areas. Di dalam : Ecotourism. A Guide for Planners and Managers. Vol. 2.
Edited : Lindberg K., M. Epler Wood and D. Engeldrum. North
Bennington : The Ecotourism Society.
Orams M.B. 1995. Towards a More Desirable form of Ecotourism. Tourism
Management 16 (1995) 3-8. Great Britain : Elsevier Science Ltd.
Pedersen, A. 1991. Issues, Problem, and Lesson Learned from Ecotourism Planning
Projects. Di dalam : Ross, S., and G. Wall. 1999. Ecotourism : towards
congruence between theory and practice. Tourism Management 20 (1999)
123-132. Great Britain : Elsevier Science Ltd.
Render, B., and Heizer, J. 2005. Operation Management : flexible version. Seventh
edition. Pearson education,Inc,. Upper Saddle River, New Jersey.
Ross, S., and G. Wall. 1999. Ecotourism : towards congruence between theory and
practice. Tourism Management 20 (1999) 123-132. Great Britain : Elsevier
Science Ltd.
Samson. D& Terziovski,1999. The relation between total quality management
practices and operational performance. Journal of operation management
17, pp. 393-409.
Santoso, Singgih & Tjiptono, Fandy, 2002. Riset Pemasaran : Konsep dan
Aplikasi dengan SPSS, Elex Media Komputindo, Jakarta.
Sarwono, Jonathan,. 2005. Teori dan Praktik Riset Pemasaran dengan SPSS,
Andi Yogyakarta, Yogyakarta
Setiawan, I. 2000. Nilai Ekonomi Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman
Propinsi Lampung. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Simamora, Bilson.2004. Riset Pemasaran : Falsafah, Teori dan Aplikasi,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

202
Singarimbun, M., dan S. Effendi. 1989. Metode Penelitian Survey. Jakarta :
LP3ES.
UPTD Tahura WAR. 2000. Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman. Bandar
Lampung : UPTD Tahura WAR.
UPTD Tahura WAR. 2002. Rencana Pengelolaan Tahunan Taman Hutan Raya
Wan Abdul Rachman Propinsi Lampung T.A. 2003. Bandar Lampung :
UPTD Tahura WAR.
www.depdiknas.go.id/jurnal/25/abbas gozali.htm

203
PENGUJIAN EFISIENSI PASAR MODAL ATAS PERISTIWA
PENGUMUMAN STOCK SPLITPERIODE TAHUN 2005-2006 DI
BURSA EFEK JAKARTA

Ernie Hendrawaty, S.E., M.Si.5

ABSTRACT

Stock split is one of corporate action that executed by a public company which aim to
increase number of shares. This action is s ussually took if stock price is very high,
therefore reduce the marketability. This reasearch will use stock split announcement at
Bursa Efek Jakarta during year 2005 until 2006 as the event. Number of companies that
announce the stock split were 12 companies. By using run test and event study, this
reasearch will test whether Bursa Efek Jakarta is weakly efficient and and or semi
strongly efficient.

The result of reasearch, first that stock price change randomly, cause the investor find
difficulties to predict stock price movement to get an abnormal return. It imply that BEJ
is weakly efficient. Second, t test shows that 30 days before and 30 days after stock split
announcement, there were not an abnormal return It indicate that BEJ has already
efficient semi strongly efficient because investor doesnt have any strategy to use any
available information at the market.

Keywords : Abnormal Retun, Stock split, Market Efficiency

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pasar modal sangat bermanfaat bagi para investor dan dunia usaha pada
umumnya. Pasar modal berperan sebagai sumber dana yang bersifat jangka
panjang, alternatif investasi, wahana untuk melakukan restrukturisasi
permodalan perusahaan, dan media untuk melakukan divestasi. Manfaat pasar
modal bagi investor adalah memberikan kesempatan atau hak kepada
masyarakat untuk memiliki perusahaan yang sehat dan mempunyai prospek
yang baik dimasa depan, dan merupakan alternatif investasi yang memberikan
potensi keuntungan dengan resiko yang bisa diperhitungkan. Sedangkan
manfaat pasar modal bagi dunia usaha adalah membina iklim keterbukaan bagi

5
Dosen Jurusan Manajemen, fakultas Ekonomi Unila
dunia usaha serta memberikan akses kontrol sosial bagi perusahaan dalam
menjalankan usahanya, mendorong pemanfaatan manajemen profesional dalam
pengelolaan perusahaan, wahana untuk melakukan investasi dalam jangka
pendek (likuiditas) maupun jangka panjang (growth), dan merupakan sumber
pembiayaan jangka panjang bagi perusahaan.

Terdapat dua tujuan investor dalam berinvestasi di pasar modal, yaitu dividen
dan keuntungan modal (capital gain). Keduanya harus lebih besar atau paling
tidak sama dengan tingkat pendapatan yang diharapkan. Agar harga saham-
saham yang tercatat di pasar modal menunjukkan nilai yang sebenarnya,
dibutuhkan suatu kondisi pasar modal yang efisien. Kondisi pasar modal yang
efisien diantaranya berkaitan dengan kesadaran dari para emiten untuk
menerbitkan informasi yang berkualitas, baik dari sisi keanekaragaman,
kecepatan, frekuensi, kebenaran serta ketepatan informasi. Pada pasar modal,
informasi merupakan kebutuhan utama para investor dan traders, karena
informasi tersebut digunakan oleh mereka untuk mengambil keputusan
invetasi. Tingkat kecepatan pasar modal dalam merespon atau menyerap
informasi baru telah lama menjadi perhatian para ahli ekonomi keuangan di
seluruh dunia. Mereka sepakat bahwa tingkat kecepatan pasar dalam
merefleksikan informasi baru ke dalam perubahan nilai sekuritas merupakan
salah satu indikator tingkat efisiensi. Semakin cepat pasar modal melakukan
reaksi terhadap informasi baru, maka pasar tersebut semakin efisien.
Konsekuensi dari pasar modal yang efisien adalah sangat sulit (atau bahkan
hampir tidak mungkin) bagi para investor untuk memperoleh tingkat
keuntungan abnormal (tingkat keuntungan yang direalisir lebih tinggi dari
tingkat keuntungan yang diharapkan) secara konsisten dengan melakukan
transaksi perdagangan di bursa efek.

Kunci utama untuk mengukur pasar modal adalah hubungan antara harga
sekuritas dengan informasi (Jogiyanto, 2003:hal 370). Pasar dikatakan efisien
apabila memenuhi dua kriteria, yaitu harga saham mencerminkan semua
informasi yang relevan saat itu dan karena informasi menyebar secara merata
maka reaksi harga terhadap informasi baru terjadi seketika karena semua
pemain di pasar telah memiliki antisipasi cukup. Efisiensi pasar berdasarkan
informasi dibagi menjadi: (1) Efisiensi pasar bentuk lemah (weak form) (2)
Efisiensi pasar bentuk setengah kuat (semistrong form) dan (3) Efisiensi pasar
bentuk kuat

Salah satu informasi yang signifikan terhadap harga sekuritas adalah


pengumuman stock split. Stock split merupakan salah satu bentuk corporate action
(tindakan yang dilakukan perusahaan yang berhubungan dengan aktivitas
perusahaan) yang dilakukan emiten, dengan cara memecah sahamnya (split)
menjadi lebih banyak dan harga per lembar saham berubah menjadi lebih kecil

206
dari harga sebelum pemecahan. Pemecahan saham telah menjadi alat yang
digunakan untuk membentuk harga pasar saham perusahaan. Tujuan
dilakukannya stock split antara lain agar saham lebih menarik dimata investor,
karena secara psikologis investor lebih tertarik membeli saham yang murah.
Lebih banyaknya investor yang tertarik pada saham tersebut maka
kemungkinan harga naik akan lebih besar.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam latar belakang diatas, maka
penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:

a. Apakah harga saham bergerak secara random sebelum dan sesudah


peristiwa pengumuman pemecahan saham (stock split) di Bursa Efek Jakarta
periode 2005-2006 ?

b. Apakah terjadi tingkat pendapatan abnormal saham sebelum dan sesudah


peristiwa pengumuman pemecahan saham (stock split) di Bursa Efek Jakarta
periode 2005-2006 ?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Penulisan

a. Untuk mengetahui pergerakan harga saham sebelum dan sesudah


pengumuman pemecahan saham (stock split) di Bursa Efek Jakarta tahun
2005-2006.

b. Untuk mengetahui tingkat abnormal return sebelum dan sesudah


pengumuman pemecahan saham (stock split) di Bursa Efek Jakarta tahun
2005-2006.

1.3.2. Manfaat penelitian

a. Untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi para investor sebagai


pertimbangan sebelum berinvestasi di pasar modal dan pihak yang terkait
dengan pasar modal.

b. Untuk memberikan bahan pertimbangan kepada emiten sebelum


melakukan stock split

c. Sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya

207
1.4. Landasan Teori

1.4.1. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai stock split sudah sering dilakukan. Hasil dari penelitian
terdahulu diantaranya dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini:

Tabel 1. Penelitian-penelitian empiris tentang efisiensi pasar modal di Bursa


Efek Jakarta

Peneliti Tahun Tujuan Pembahasan Simpulan


Sri Fatmawati 1999 Mengetahui adakah Stock split Pasar modal tidak
dan Marwan pengaruh stock split berpengaruh efisien bentuk
Asri tehadap harga terhadap ketiga setengah kuat
saham,likuiditas dan spread variabel tersebut
Rianty 2000 Mengetahui pengaruh Tidak Pasar modal
Setyawasih stock split terhadap berpengaruh efisien bentuk
abnormal return signifikan setengah kuat
terhadap
abnormal return
Indah 2003 Mengetahui kandungan Terdapat Pasar modal tidak
Kurniawaty informasi stock split dan kandungan efisien bentuk
likuiditas saham informasi dan setengah kuat
penurunan
likuisditas saham

Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa para peneliti menemukan bahwa pasar
modal di Indonesia belum efisien bentuk setengah kuat.

1.4.2. Landasan Teori

1.4.2.1. Pemecahan Saham (Stock split)

A. Pengertian pemecahan saham (Stock split)

Pemecahan saham (stock split) merupakan aksi emiten yang dilakukan dengan
cara memecah nilai nominal saham menjadi nominal yang lebih kecil sesuai
dengan rasio stock split yang ditentukan. Perubahan nilai nominal tersebut
hanya mengakibatkan penambahan jumlah lembar saham, tetapi tidak
mengubah jumlah modal ditempatkan dan modal disetor (paid in capital).
Dengan kata lain, aksi pemecahan saham tidak akan mengurangi atau
menambah nilai investasi dari pemegang saham/investor.

208
B. Motivasi stock split

Beberapa pelaku pasar khususnya emiten mempunyai pendapat bahwa stock


split mempunyai beberapa manfaat diantaranya adalah:

1. Harga saham yang lebih rendah setelah stock split akan meningkatkan daya
tarik investor untuk membeli sejumlah saham yang lebih besar sehingga
mengubah investor odd lot menjadi investor round lot.

2. Meningkatkan daya tarik investor kecil untuk melakukan investasi.

3. Meningkatkan jumlah pemegang saham sehingga pasar akan lebih likuid.

4. Sinyal yang positif bagi pasar bahwa kinerja perusahaan bagus dan
memiliki prospek yang bagus.

Sementara itu ada beberapa pihak yang mempunyai pendapat yang


bertentangan dengan hal diatas yaitu:

1. Tingkat harga saat ini belum dapat menjamin keberhasilan stock split
karena ketidakpastian lingkungan bisnis.

2. Tingkat harga sesudah stock split akan mengubah posisi perusahaan pada
kelompok yang memiliki nilai saham rendah sehingga mengakibatkan
kepercayaan investor terhadap saham tersebut menurun.

3. Peningkatan jumlah pemegang saham akan meningkatkan biaya


pelayanan (servicing cost) bagi pemegang saham.

1.4.2.2. Konsep Pasar Yang Efisien

Konsep pasar modal yang efisien (efficient capital markets) merupakan tema yang
dominan di kalangan akademisi sejak tahun 1960an. Menurut Blake (1990: 243)
istilah pasar modal yang efisien memiliki beberapa konsep yang berbeda yaitu :
(1) Efisiensi secara alokasi (allocatively efficient); (2) Efisiensi secara operasional
(operationally efficient) dan (3) Efisiensi secara informasi (informationally efficient)
yaitu suatu pasar dikatakan efisien secara informasi jika harga pasar saat ini
segera dan sepenuhnya merefleksikan semua informasi yang tersedia.
Walaupun terdapat beberapa konsep pasar efisien, istilah pasar efisien pada
umumnya hanya dikaitkan dengan salah satu dari tiga konsep tersebut, yaitu
efisiensi secara informasi (informationally efficient).

209
A. Hipotesis Pasar Efisien

Hipotesis pasar efisien menurut Blake (1991:243) adalah that market prices
instanteously and fully reflect all relevant available information is known as
efficient markets hypothesis. Dari definisi tersebut terdapat tiga hal yang
penting untuk dipahami, yaitu :

a. Fully Reflect

Investor akan mengolah semua informasi yang relevan kedalam harga


saham pada saat akan membuat keputusan menjual atau membeli saham.
Harga sekarang yang terjadi mencerminkan semua informasi yang tersedia.

b. All Relevant Available Information / All Known Information

Informasi yang direfleksikan pada harga saham berasal dari informasi


perubahan harga saham di masa lalu (historical price information), informasi
yang tersedia di publik (public information) dan semua informasi dan
infromasi yang tidak tersedia di publik (inside information).

c. Instanteously / Quickly and Accurately

Harga keseimbangan yang terbentuk di pasar modal tidak akan berubah


selama tidak ada informasi baru yang dapat merubah kekuatan permintaan
dan penawaran. Pada saat suatu informasi baru yang relevan masuk ke
pasar modal, kekuatan permintaan dan penawaran atas satu atau beberapa
saham akan bereaksi, sehingga akan terbentuk harga keseimbangan yang
baru. Semakin cepat informasi diserap dan diproses oleh pasar, maka pasar
modal tersebut akan semakin efisien.

Jika hipotesis pasar efisien tersebut terbukti, maka pasar dalam keadaan
continous stochastic equilibrium, yang berarti harga pasar saham akan selalu sama
dengan nilai fundamental saham tersebut. Nilai fundamental suatu saham tidak
akan berubah selama tidak ada informasi baru mengenai saham tersebut.
Informasi baru atau berita pada umumnya tidak dapat diprediksi, Implikasinya
adalah harga saham masa lalu tidak dapat dipakai untuk memprediksi harga
saham di masa yang akan datang. Dengan kata lain menurut hipotesis pasar
efisien, harga pasar suatu asset akan mengikuti langkah acak (random-walk).

B. Kondisi dan Mekanisme Pasar Modal Yang Efisien

Pasar modal yang efisien merupakan suatu bentuk pasar yang terdiri dari
banyak penjual dan pembeli yang saling berinteraksi di dalamnya dan memiliki

210
karakter yang bersifat bebas (free market), di mana cukup mudah bagi para
investor baru untuk masuk dan mengadakan transaksi dan sebaliknya, juga
cukup mudah bagi lainnya untuk meninggalkan pasar setiap saat. Beberapa
aspek tambahan lainnya yang merupakan syarat utama terbentuknya suatu
pasar modal yang efisien adalah aspek-aspek :

a. Ketersediaan dan penyebaran informasi

Informasi tersedia bagi masyarakat secara bebas dan relatif tanpa biaya.
Pentingnya ketersediaan dan penyebaran informasi ini disebabkan oleh
investor membutuhkan informasi terkait secara cepat dan terus menerus
untuk melakukan penilaian harga saham, sehingga informasi tersebut dapat
dengan segera tercermin pada harga saham.

b. Harga saham berfluktuasi bebas

Harga saham tidak dapat dikendalikan oleh penjual dan pembeli di pasar
modal. Investor individu tidak cukup kuat untuk mempengaruhi
pergerakan harga saham. Ada beberapa investor institusi yang cukup kuat
mempengaruhi harga. Investor ini dikendalikan melalui peraturan pasar
modal sehingga tidak dapat melakukan manipulasi harga

c. Terdapat analis investasi dalam jumlah besar di pasar modal

Dikenal adanya dua tipe analis investasi yang membantu terjadinya


perubahan harga saham secara acak di pasar modal Pertama, para analis
fundamental berusaha mempelajari kondisi perekonomian secara umum.
Kedua, para analis teknikal yang berusaha mempelajari pergerakan harga
saham di masa lalu dan mencari suatu pola-pola tertentu dari perubahan
harga di masa lalu tersebut. Secara singkat dapat dikatakan bahwa semakin
banyak analis investasi dan maraknya persaingan antar mereka akan
membuat pasar modal setiap saat menunjukkan harga saham yang
mencerminkan semua informasi yang relevan.

C. Tingkatan Efisiensi Pasar

Haugen (1993 : 634) menyatakan bahwa The market is neither strictly efficient
nor strictly inefficient. The question is one of degree. Just how efficient is the
market ?. Bowman dan Buckanan (1995) juga menyatakan Markets are not
simply either efficient or inefficient. Market efficiency can be viewed as a
continuum running from the perfect market to the grossly inefficient market
where excess earning opportunities abound. Berdasarkan kedua pernyataan
tersebut diperoleh suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya pasar tidak ada

211
yang secara sempurna efisien atau sepenuhnya tidak efisien. Semuanya adalah
efisien dengan tingkat atau derajat tertentu Kunci utama untuk mengukur pasar
yang efisien adalah hubungan antara sekuritas dengan informasi. Tiga bentuk
utama dari efisiensi pasar berdasarkan ketiga macam bentuk dari informasi,
yaitu efisiensi bentuk lemah (weak form), efisiensi bentuk setengah kuat (semi-
strong form) dan efisiensi bentuk kuat (strong form).

1. Efisiensi Bentuk Lemah (Weak form)

Pasar dikatakan efisien dalam bentuk lemah jika harga-harga saham saat ini
telah mencerminkan secara penuh semua informasi harga saham di masa lalu.
Jones (1993 : 629) menyatakan bahwa hipotesis efisiensi pasar bentuk lemah
berkaitan namun tidak identik dengan hipotesis langkah acak (random walk
hypothesis). Jika harga mengikuti langkah acak, perubahan harga sepanjang
waktu bersifat acak (independen). Perubahan harga hari ini tidak berkaitan
dengan perubahan harga kemarin atau hari-hari lainnya. Dengan kata lain,
harga masa lalu tidak berhubungan dengan nilai sekarang dan tidak dapat
dipergunakan untuk memprediksi pergerakan harga.

Salah satu cara untuk menguji efisiensi pasar bentuk lemah adalah dengan
menguji independensi perubahan harga secara statistik, yaitu menggunakan
serial correlation test. Serial correlation test mengukur korelasi perubahan harga
pada bermacam-macam time lags, seperti satu hari, dua hari dan seterusnya.
Pembuktian independensi harga saham secara statistik selama ini pada
umumnya menunjukkan suatu korelasi positif yang signifikan dalam jangka
pendek, namun tingkat korelasinya rendah, antara 0.1 - 0.2. Secara ekonomis
(setelah mempertimbangkan biaya transaksi), adanya dependensi yang rendah
tersebut tidak cukup kuat untuk menghasilkan strategi perdagangan yang
menguntungkan. Dengan demikian, walaupun pengujian independensi harga
secara statistik menyimpang dari teori langkah acak, namun penyimpangannya
tidak cukup untuk mendapatkan tingkat pendapatan abnormal, sehingga tidak
dianggap berlawanan dengan efisiensi pasar.

2. Efisiensi Bentuk Setengah Kuat (Semi-Strong form)

Pasar dikatakan efisien dalam bentuk setengah kuat jika harga-harga saham
mencerminkan secara penuh semua informasi yang dipublikasikan termasuk
informasi yang berada di laporan-laporan keuangan perusahaan emiten. Jika
pasar efisien dalam bentuk setengah kuat, maka tidak ada investor atau grup
dari investor yang dapat menggunakan informasi yang dipublikasikan untuk
mendapatkan keuntungan abnormal dalam jangka waktu yang lama.

212
Pengujian tentang bentuk efisiensi setengah kuat menggunakan event study test.
Event study merupakan metode yang mempelajari reaksi pasar terhadap suatu
peristiwa. Studi ini melakukan pengamatan terhadap perilaku harga saham
secara cermat untuk mengetahui bagaimana saham bereaksi. Jika terdapat
penundaan dalam penyesuaian harga dan investor dapat memanfaatkan
penundaan ini untuk memperoleh keuntungan abnormal maka pasar modal
tersebut tidak efisien dalam bentuk setengah kuat.

3. Efisiensi Bentuk Kuat (Strong form)

Pasar dikatakan efisien dalam bentuk kuat jika harga-harga sekuritas secara
penuh mencerminkan (fully reflect) semua informasi yang tersedia termasuk
informasi privat. Jika pasar efisien dalam bentuk kuat, maka tidak ada individual
investor atau institutional investor yang dapat memperoleh keuntungan
abnormal karena mempunyai informasi privat.

Cara untuk menguji efisiensi bentuk kuat adalah meneliti kinerja kelompok
yang diperkirakan memiliki akses informasi yang tidak dipublikasikan, yaitu
para corporate insiders dan para portofolio managers. Jika kelompok ini terbukti
memperoleh tingkat pendapatan di atas rata-rata maka pasar dikatakan tidak
efisien dalam bentuk kuat.

4. Hubungan Antar Tiga Tingkat Efisiensi Pasar

Hubungan bentuk efisiensi pasar dengan ketersediaan informasi digambarkan


pada gambar 1.

Market
Related
Data

213
Sumber : Jones (1993 : 628)

Gambar 1 Informasi dan tingkat efisiensi

Gambar tersebut menunjukkan bahwa jika ada sangkalan terhadap efisiensi


pasar bentuk lemah, maka sangkalan berlaku bagi efisiensi pasar bentuk
setengah kuat dan kuat. Jika pasar tidak efisien dalam bentuk lemah maka
otomatis pasar juga tidak efisien dalam bentuk setengah kuat dan bentuk kuat.
Sebaliknya bila pasar efisien dalam bentuk kuat maka pasar pasti dalam bentuk
setengah kuat dan bentuk lemah.

1.5. Kerangka Penelitian dan Hipotesis

1.5.1. Kerangka Penelitian

Berdasarkan penelitian terdahulu dan hasil tunjauan pustaka, maka kerangka


dari penelitian ini adalah :

Periode sebelum Pengumuman stock split Periode sesudah


pengumuman stock t=0 pengumuman stock
split (t = -30) split (t = +30)

Harga saham Harga saham Ada tingkat Tidak ada


bergerak bergerak tidak pendapatan pendapatan
random random abnormal abnormal

Pasar modal tidak Pasar modal Pasar modal tidak Pasar modal efisien
efisien bentuk efisien bentuk efisien bentuk bentuk setengah
lemah lemah setengah kuat kuat

Gambar 2 : Kerangka Pikir Penelitian

1.5.2. Hipotesis

1. Harga saham bergerak secara random sebelum dan sesudah peristiwa


pengumuman pemecahan saham (stock split) di Bursa Efek Jakarta periode
2005-2006.

214
2. Tidak terdapat tingkat pendapatan abnormal saham sebelum dan sesudah
peristiwa pengumuman pemecahan saham (stock split) di Bursa Efek Jakarta
periode 2005-2006.

1.6. Metode Penelitian

A. Jenis Dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang
diperoleh dengan menlakukan teknik dokumentasi. Data-data meliputi :

Data tanggal pengumuman stock split perusahaan sampel. Data tersebut


digunakan untuk menentukan harga saham di sekitar tanggal stock split.

Harga saham harian (closing price) perusahaan sampel dalam periode


pengamatan ( windows period).

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada periode pengamatan yang


tediri data harga saham harian selama periode pengamatan.

B. Populasi

Populasi penelitian ini diambil emiten di Bursa Efek Jakarta yang melakukan
pengumuman stock split pada tahun 2005 sampai dengan Juli 2006. Emiten yang
melakukan pengumuman stock split pada periode tahun 2005 sampai dengan
2006 tercatat 15 emiten. Selanjutnya adalah menyeleksi emiten-emiten tersebut
yang memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. Selama periode penelitian perusahaan tidak melakukan corporate action lain


yang secara langsung berpengaruh pada volume perdagangan (stock dividen,
cash dividen, Right issue, dan bonus share) agar tidak dapat menimbulkan
compounding effect (faktor pengganggu) yang dapat mempengaruhi reaksi
pasar terhadap informasi ini

b. Data-data yang dibutuhkan dalam perhitungan lengkap dan diketahui


secara jelas.

Berdasarkan kriteria populasi diatas maka diperoleh sampel seperti tersaji pada
tabel di bawah ini:

Tabel 1. Daftar sampel penelitian

No Kode emiten No Kode emiten

215
1. SMAR 7. JRPT
2. TGKA 8. TMAS
3. HEXA 9. PJAA
4. CTRS 10. LPKR
5. PRAS 11. BBLD
6. HITS 12. EKAD
Sumber : www.jsx.co.id

C. Definisi Operasional Variabel

Definisi opersional variabel dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Tingkat pendapatan abnormal sebelum stock split adalah tingkat


pendapatan abnormal 30 hari sebelum peristiwa pengumuman stock split,
yaitu selisih dari tingkat pendapatan pada hari t dengan tingkat pendapatan
pasar, dihitung dengan rumus :

AR i,t-30 = R i,t-30 E (R i,t-30)

Keterangan :

AR i,t-30 = Tingkat pendapatan abnormal saham i pada hari t-30


R i,t-30 = Tingkat pendapatan sesungguhnya saham i pada hari t-30
E(R i,t-30 = Tingkat pendapatan yang diharapkan pada saham i hari t-30

2. Tingkat pendapatn abnormal sesudah stock split adalah tingkat pendapatan


abnormal 30 hari sesudah peristiwa pengumuman stock split yaitu selisih
dari tingkat pendapatan pada hari t dengan tingkat pendapatan pasar,
dihitung dengan rumus :

AR i,t+30 = R i,t+30 E (R i,t+30)

Keterangan :

AR i,t = Tingkat pendapatan abnormal saham i pada hari t+30


R i,t = Tingkat pendapatan sesungguhnya saham i pada hari t+30
E(R i,t) = Tingkat pendapatan yang diharapkan pada saham i hari t+30

216
D. Alat Analisis

1. Run Test ( uji runtun )

Run Test digunakan untuk mengetahui pergerakan harga saham secara


random atau tidak random yang dapat diformulasikan sebagai berikut:

c. Hipotesis :

Ha 1 : 0, Harga saham bergerak secara random pada periode


jendela

Ho 1: = 0, Harga saham bergerak secara tidak random pada


periode jendela

d. Menghitung Run Test dengan rumus

r
Z=
r
Keterangan:
r = Jumlah runtun
= Jumlah runtun ekspetasi
r = Standar deviasi jumlah runtun

e. Kriteria Penerimaan dan Penolakan Hipotesis

Ho diterima atau Ha ditolak apabila z hitung z hitung z


tabel.

Ha diterima atau Ho ditolak apabila z tabel > z hitung.

Ditarik kesimpulan berdasarkan uji statistik yang dilakukan dengan


tingkat kepercayaan 95 % atau = 5 %.

2. Uji t ( T test )

Uji t adalah alat yang digunakan untuk mengetahui signifikansi abnormal


return yang ada pada periode jendela. Signifikansi abnormal return
digunakan untuk melihat secara statistik signifikan tidak sama dengan nol
(positif untuk kabar baik dan negatif untuk kabar buruk). Pengujian

217
statistik ini dilakukan dengan cara standarisasi dari abnormal return dengan
cara membagi abnormal return dengan kesalahan standar estimasinya.

c. Hipotesis :

H0 : ARt-30 s.d T+30 0 (terdapat AR)

Ha : ARt-3 s.d t+30 = 0 (tidak terdapat AR)

d. Menghitung t statistik dengan rumus:

ARt 30 s.dt +30


t statistik =
SD / n
3. Kriteria penerimaan/penolakan

Ho diterima atau Ha ditolak apabila t hitung t hitung t tabel.

Ha diterima atau Ho ditolak apabila t tabel > t hitung atau t hitung >tabel

Ditarik kesimpulan berdasarkan uji statistik yang dilakukan dengan tingkat


kepercayaan 95 % atau = 5 %.

1.7.1. Pengujian Pergerakan Harga Saham

Hasil Run Test dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 2. Hasil Run Test dengan tingkat keyakinan 95%

Kode saham Z-hitung Probabilita Z-tabel Hasil


SMAR -3.682 0 1.96 Tidak Random
TGKA 0 0 1.96 Tidak Random
HEXA -1.073 0.283 1.96 Random
CTRS -0.74 0.459 1.96 Random
PRAS -0.429 0.668 1.96 Random
HITS -4.345 0 1.96 Tidak Random
JRPT -1.353 0.176 1.96 Random
TMAS 1.746 0.081 1.96 Random

218
Kode saham Z-hitung Probabilita Z-tabel Hasil
PJAA -0.077 0.939 1.96 Random
LPKR -2.193 0.028 1.96 Tidak Random
EKAD -0.702 0.483 1.96 Random
BBLD -4.676 0 1.96 Tidak Random
Sumber: Data diolah

Tabel 2 menunjukan bahwa harga saham HEXA, CTRS, PRAS, JRPT, TMAS,
PJAA dan EKAD bergerak random diperkuat dengan nilai probabilita yang lebih
besar dari 0.05. Sedangkan harga saham SMAR, TKGA, HITS, LPKR dan BBLD
bergerak tidak random diperkuat dengan nilai probabilita yang lebih kecil dari
0,05. Rata-rata pergerakan saham yang random menyebabkan para investor sulit
untuk memprediksi harga saham sehingga abnormal return sulit didapatkan.
Berdasarkan analisis, penelitian ini mendukung hipotesis harga saham bergerak
secara random pada sebelum dan setelah stock split. Pergerakan harga saham
yang random membuktikan bahwa pasar modal Indonesia sudah efisien dalam
bentuk lemah.

1.7.2. Pengujian Abnormal Return Pada Periode Pengamatan (t-30 s.d t+30)

Hasil uji t dapat dilihat pada Tabel 3

Tabel 3. Hasil perhitungan uji t secara cross section pada = 5% dan d.f = 11

Hari t-
AAR CAAR probabilita t - tabel Hasil
ke hitung
-30 0 0 0 0 2.201 Tidak Signifikan
-29 0.005555 0.005555 0.647 0.531 2.201 Tidak Signifikan
-28 0.011059 0.005504 1.145 0.276 2.201 Tidak Signifikan
-27 0.014057 0.002998 1.241 0.24 2.201 Tidak Signifikan
-26 0.003525 -0.010532 0.234 0.819 2.201 Tidak Signifikan
-25 0.018546 0.015021 1.421 0.183 2.201 Tidak Signifikan
-24 -0.011914 -0.030460 -1.396 0.19 2.201 Tidak Signifikan
-23 -0.010362 0.001552 -1.283 0.226 2.201 Tidak Signifikan
-22 0.012945 0.023307 1.033 0.324 2.201 Tidak Signifikan
-21 -0.009920 -0.022865 -1.687 0.12 2.201 Tidak Signifikan
-20 -0.007805 0.002115 -1.075 0.306 2.201 Tidak Signifikan
-19 -0.012475 -0.004670 -0.922 0.376 2.201 Tidak Signifikan
-18 0.019896 0.032370 1.261 0.233 2.201 Tidak Signifikan
-17 -0.000384 -0.020280 -0.082 0.936 2.201 Tidak Signifikan
-16 -0.016574 -0.016189 -0.842 0.418 2.201 Tidak Signifikan
-15 0.008358 0.024932 0.708 0.494 2.201 Tidak Signifikan
-14 -0.005144 -0.013502 -0.871 0.402 2.201 Tidak Signifikan
-13 0.010541 0.015686 2.261 0.045 2.201 Signifikan
-12 0.012697 0.002156 1.634 0.131 2.201 Tidak Signifikan

219
Hari t-
AAR CAAR probabilita t - tabel Hasil
ke hitung
-11 -0.000539 -0.013236 -0.085 0.934 2.201 Tidak Signifikan
-10 -0.022267 -0.021728 -2.159 0.054 2.201 Tidak Signifikan
-9 -0.000551 0.021716 -0.192 0.851 2.201 Tidak Signifikan
-8 0.007047 0.007599 0.907 0.384 2.201 Tidak Signifikan
-7 0.010468 0.003420 0.626 0.544 2.201 Tidak Signifikan
-6 -0.009180 -0.019647 -1.197 0.256 2.201 Tidak Signifikan
-5 0.010354 0.019534 0.736 0.477 2.201 Tidak Signifikan
-4 -0.008371 -0.018725 -0.577 0.575 2.201 Tidak Signifikan
-3 0.002543 0.010913 0.786 0.448 2.201 Tidak Signifikan
-2 0.014487 0.011944 1.658 0.126 2.201 Tidak Signifikan
-1 -0.010433 -0.024920 -1.145 0.277 2.201 Tidak Signifikan
0 0.026483 0.036916 1.973 0.074 2.201 Tidak Signifikan
1 -0.004810 0.021673 -0.224 0.827 2.201 Tidak Signifikan
2 -0.021565 -0.026375 -1.936 0.079 2.201 Tidak Signifikan
3 -0.002689 -0.024254 -0.234 0.819 2.201 Tidak Signifikan
4 -0.000402 -0.003091 -0.046 0.964 2.201 Tidak Signifikan
5 0.022212 0.021810 1.354 0.203 2.201 Tidak Signifikan
6 0.032410 0.054622 1.111 0.29 2.201 Tidak Signifikan
7 -0.009369 0.023041 -2.094 0.06 2.201 Tidak Signifikan
8 -0.003266 -0.012634 -0.403 0.694 2.201 Tidak Signifikan
9 -0.022639 -0.025905 -0.648 0.53 2.201 Tidak Signifikan
10 -0.016481 -0.039120 -1.839 0.093 2.201 Tidak Signifikan
11 -0.008676 -0.025157 -1.276 0.228 2.201 Tidak Signifikan
12 0.004508 -0.004168 0.381 0.711 2.201 Tidak Signifikan
13 -0.002971 0.001537 -0.931 0.372 2.201 Tidak Signifikan
14 0.015703 0.012733 1.457 0.173 2.201 Tidak Signifikan
15 0.000857 0.016561 0.037 0.971 2.201 Tidak Signifikan
16 -0.009645 -0.008787 -0.781 0.451 2.201 Tidak Signifikan
17 -0.016015 -0.025659 -2.177 0.052 2.201 Tidak Signifikan
18 0.012127 -0.003888 0.663 0.521 2.201 Tidak Signifikan
19 -0.001037 0.011089 -0.194 0.85 2.201 Tidak Signifikan
20 -0.010916 -0.011953 -1.225 0.246 2.201 Tidak Signifikan
21 0.000180 -0.010735 0.028 0.978 2.201 Tidak Signifikan
22 -0.001378 -0.001197 -0.245 0.811 2.201 Tidak Signifikan
23 -0.020157 -0.021535 -1.003 0.337 2.201 Tidak Signifikan
24 -0.008802 -0.028959 -0.725 0.483 2.201 Tidak Signifikan
25 0.350298 0.341496 1.019 0.33 2.201 Tidak Signifikan
26 -0.079308 0.270990 -1.239 0.241 2.201 Tidak Signifikan
27 0.010168 -0.069140 1.267 0.231 2.201 Tidak Signifikan
28 -0.002102 0.008066 -0.229 0.823 2.201 Tidak Signifikan
29 0.004798 0.002696 0.647 0.531 2.201 Tidak Signifikan
30 0.007274 0.012071 0.551 0.593 2.201 Tidak Signifikan
Sumber: Data diolah dari lampiran 4 dan lampiran 7

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa abnormal return pada periode hari
sebelum dan sesudah pengumuman cenderung fluktuatif. AAR berkisar antara

220
-0.079308 sampai 0.350298. Rata-rata return tidak signifikan. Hal ini berarti hasil
peneltian ini mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa tidak terdapatnya
abnormal return yang signifikan. Tidak adanya abnormal return yang dapat
diperoleh investor pada saat pengumuman stock split membuktikan bahwa
pasar modal di Indonesia sudah efsien dalam bentuk setengah kuat.
Berdasarkan hasil perhitungan nilai probabilita, secara keseluruhan lebih besar
dari 0,05 berarti hipotesis diterima. Bila probabilita lebih kecil dari 0,05 berarti
hipotesis diterima, yaitu tidak terdapat abnormal return positif signifikan pada
periode pengamatan. Hasil tersebut mendukung hasil penelitian Setyawasih
(2000) yang tidak menemukan adanya abnormal return positif signifikan pada
hari sekitar pengumuman stock split. Pergerakan AAR dan terdapat pada

0.4
0.35
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
-30
-28
-26
-24
-22
-20
-18
-16
-14
-12
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
-0.05
-0.1
-0.15
AAR

Gambar 3. Grafik AAR

Sumber: Data di olah dari lampiran 4

Dari Gambar 3 dapat dilihat pergerakan AAR 3. Pergerakan fluktuatif yang


ekstrim terjadi sekitar hari +25, +26 dan +27namun tidak signifikan.

1.8. SIMPULAN DAN SARAN

1.8.1. SIMPULAN

1. Harga saham bergerak secara random sebelum dan sesudah peristiwa


pengumuman pemecahan saham (stock split) di Bursa Efek Jakarta periode

221
2002-2006. Pergerakan harga saham yang random membuktikan bahwa
pasar modal Indonesia sudah efisien dalam bentuk lemah.

2. Tidak terjadi tingkat pendapatan abnormal saham sebelum dan sesudah


peristiwa pengumuman pemecahan saham (stock split) di Bursa Efek Jakarta
periode 2002-2006. Tidak adanya abnormal return yang dapat diperoleh
investor pada saat pengumuman stock split membuktikan bahwa pasar
modal di Indonesia sudah efsien dalam bentuk setengah kuat.

1.8.2. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka penulis mengajukan


beberapa saran sebagai berikut:

1. Bagi investor yang akan berinvestasi di pasar modal agar tidak menjadikan
informasi pengumuman stock split sebagai satu-satunya tolak ukur untuk
mendapatkan return tidak normal.

2. Bagi emiten yang melakukan stock split hendaklah memperhatikan kondisi


pasar modal, karena secara teoritis stock split hanya meningkatkan lembar
saham yang beredar dan tidak secara langsung mempengaruhi cashflow
perusahaan walaupun dalam praktiknya berbeda.

3. Bagi penelitian selanjutnya agar dapat mengambil periode penelitian yang


lebih panjang dan menggunakan metode perhitungan ekspektasi yang lain
agar reaksi pasar terhadap pengumuman stock split terlihat lebih jelas.

DAFTAR PUSTAKA

Anoraga, Pandji dan Piji Pakarti. 2001. Pengantar Pasar Modal. PT Rineka Cipta.
Jakarta

Blake, David, 1990. Financial Market Analysis, Mc. Graw-Hill Book Company

Bodie, Zvi, Alex Kane dan Alan J. Marcus, 1998. Essentials of Invesments, Third
Edition, Irwin Mc. Graw-Hill Companies Inc.

Darmadji, Tjiptono dan Fakhrudin, Hendy M. 2001. Pasar Modal di Indonesia.


Jakarta. Salemba Empat

Fama, Eugene F., 1970. Efficient Capital Markets : A review of theory and
empirical work. Journal of Finance, 25, 383-417.

222
Fischer, Donald E. dan Ronald J. Jordan, 1991. Security Analysis and Portofolio
Management, Fifth Edition, Englewood Cliffs.

Foster, G., 1986, Financial Statement Analysis, Second Edition, New Jersey,
Prentice Hall Inc.

Francis, Jack Clark. 1992. Invesments Analysis and Management, Fourth Edition,
Mc. Graw-Hill Company.

Haugen, Robert A., 1993. Modern Invesments Theory, Fourth edition, Prentice Hall

Hartono, Jogyanto. 2003 . Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi ketiga.
BPFE. Yogyakarta

Jones, Charles P., 1996. Invesments : Analysis and Management, Fifth Edition, John
Wiley & Sons.

Kurniati,Indah.2003. Analisis Kandungan Informasi Stock Split dan Likuiditas


Saham :Studi Empiris Pada Non-synchronous trading,Jurnal Riset
Akuntansi Indonesia . September,hal 264-775

Marwata. 1999. Kinerja Keuangan, Harga Saham dan Pemecahan Saham.


Seminar Nasional Akuntansi, hal 751-770

Sutrisno,Wang.Francisca Yuniarti dan Soffy Susilowaty.2000.Pengaruh Stock


Split Terhadap Likuiditas dan return Saham di Bursa Efek Jakarta. Jurnal
Manajemen dan Kewirausahaan,hal 1- 13

http://www.jsx.co.id/

http://www.ksei.co.id/

http://www.trimegah.co.id/

http://Finance.Yahoo.com/

223
PEMAKAIAN NETWORK
DAN KEMATANGAN TEKNOLOGI INFORMASI

Agrianti Komalasari 6

ABSTRAK

Virtual organizing menekankan pada peningkatan nilai dari jaringan antara


perusahaan, pemasok dan pelanggan, pelanggan merupakan fokus utama
dalam virtual organizing. Teknologi informasi memungkinkan perusahaan yang
mengadopsinya memiliki keunggulan kompetitif. Kemajuan teknologi informasi
dan telekomunikasi membuat peran teknologi informasi mempengaruhi cara
kerja, perubahan integrasi fungsi organisaasi maupun hubungan dengan
pemasok, sampai perubahan transformasi organisasi.

Keywords: Virtual organizing, peran, fungsi

PENDAHULUAN

Asean free trade area (AFTA) merupakan salah satu pemicu meningkatnya
penerapan teknologi informasi di sektor pertelekomunikasian di Indonesia.
Menurut Gartner Data Quest dan International Data Corporation, 2001,
diperkirakan akan terjadi peningkatan volume bisnis m-commerce di Asia-
Pasifik dari US$ 2 milliar pada tahun 2001 menjadi US$ 36 milliar pada tahun
2004 (Warta Ekonomi, 2001). Teknologi komunikasi memungkinkan adanya
pertukaran informasi, transaksi jual beli melalui jaringan internet PC, bila
ditambah dengan faktor mobilitas yang ada dalam perangkat bergerak seperti
ponsel, seseorang akan mendapatkan mobile commerce atau m-commerce yang
memudahkan dalam melakukan transaksi antara konsumen, penjual dan jasa
keuangan hubungan ini merupakan suatu jejaring kerja atau networks yang
bersifat virtual.

Survei yang dilakukan oleh Goslar dan Grover (1993) terhadap 154 buah
perusahaan mengenai faktor-faktor yang memungkinkan perusahaan
melakukan inisiatif, adopsi, serta implementasi teknologi komunikasi
menghasilkan kesimpulan bahwa ketidakpastian lingkungan mempunyai
hubungan yang signifikan dengan penggunaan teknologi komunikasi.
6
Dosen Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Lampung
Teknologi informasi memberikan peluang bagi perusahaan global untuk
meningkatkan koordinasi dan pengendalian, atau juga untuk mendapatkan
daya saing di pasar dunia (Johnston dan Carrico, 1988, dkk dalam Arifin, 2001).

Menurut Wilkinson (2001) fasilitas perusahaan biasanya terletak lebih dari satu
lokasi, maka diperlukan suatu sistem komunikasi data antar lokasi tersebut.
Suatu jaringan komputer merupakan suatu sistem komunikasi data yang
memungkinkan perusahaan untuk menyebarkan informasi dan program
dengan menghubungkan komputer dengan fasilitas lain.

Networks adalah suatu hubungan personal yang lebih dari sekedar kebutuhan
terhadap

struktur organisasi, hubungan komersial dan lainnya tetapi lebih berfokus pada
bagaimana terjadinya pembagian informasi, dengan tujuan untuk keuntungan
bersama (Hastings, Mindel dan Young, 1989). Internal networking pada
dasarnya adalah usaha yang sinergi untuk pencapaian tujuan perusahaan.
External networking berasal dari pelanggan, pemasok, pemerintah, lembaga
penelitian, dan setiap pesaing yang mampu merubah lingkungan yang dapat
dimonitor secara efektif Richard Hall, (1992).

Suatu organisasi memiliki kebebasan untuk menciptakan kerjasama dengan


organisasi lain demi meningkatkan value dan meminimalkan investasi. Virtual
organization berbeda dengan bentuk organisasi seperti fungsional, divisional
atau matrix, tetapi sesungguhnya merupakan karakteristik strategik yang dapat
diterapkan pada setiap organisasi Venkatraman (1998).

Karimi dan kawan-kawan (1996) dan Darmawati dan Indriantoro (1999) telah
membuat model penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
perusahaan dalam melakukan respon terhadap globalisasi yang dicerminkan
dengan adanya penambahan investasi oleh perusahaan dalam teknologi
informasi.. Faktor-faktor tersebut adalah tipologi strategi kompetitif,
kematangan teknologi informasi, dan ukuran perusahaan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa hanya variabel kematangan teknologi informasi yang
mempunyai hubungan dengan respon strategik. Arifin (2001) melakukan
penelitian kembali terhadap model penelitian Karmini, et al. (1996). Johan (2001)
mencoba menghilangkan kemungkinan adanya efek industri yang dapat
mempengaruhi hasil penelitian, dengan subyek satu jenis industri yaitu
perbankan di Indonesia.

226
Motivasi penulisan adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan respon strategik pada perusahaan pertelekomunikasian terhadap
globalisasi, dan pengembangan investasi dalam teknologi informasi dan
pengaruhnya terhadap desain organisasi khususnya networks sebagai intangible
resources perusahaan.

PERUMUSAN MASALAH

Permasalahan yang diangkat adalah sebagai berikut: apakah tipologi strategi


kompetitif, kematangan teknologi, desain organisasi berhubungan dengan
keinginan perusahaan telekomunikasi untuk melakukan penambahan investasi
dalam teknologi informasi sebagai respon strategik perusahaan telekomunikasi
dalam menghadapi globalisasi.

Paper ini bertujuan untuk menjelaskan hubungan antara strategi kompetitif,


kematangan teknologi, dan desain organisasi dengan keinginan perusahaan
untuk melakuakn penambahan investasi dalam teknologi informasi sebagai
respon strategik perusahaan telekomunikasi dalam menghadapi globalisasi.
Manfaat yang dapat diberikan oleh paper ini adalah didapatnya suatu dasar
untuk melakukan penelitian tentang hubungan antara strategi kompetitif,
kematangan teknologi, dan desain organisasi dengan keinginan perusahaan
untuk melakukan penambahan investasi dalam teknologi informasi sebagai
respon strategik perusahaan telekomunikasi dalam menghadapi globalisasi.

TINJAUAN LITERATUR

1. Tipologi Strategi Kompetitif

Miles dan Snow mengidentifikasikan tiga tipe konfigirasi strategi-struktur yang


konsisten dan stabil yaitu:

a. Defender, memiliki bagian yang relatif sempit, kestabilan domain domain


operasi yang meliputi range yang terbatas dari barang-barang dan jasa.

b. Prospector, mengikuti strategi gerakan yang cepat dalam suatu domain


organisasi yang luas.

c. Analyzer, mengikuti suatu strategi menengah yang mengkombinasikan


aspek strategi defender dan prospector.

d. Reactor, suatu organisasi dengan konfigurasi strategi struktur yang tidak


konsisten dengan mengikuti strategi prospector dan struktur defender.
(Bedeian dan Zammuto, 1991).

227
Model tipologi ini didokumentasikan dalam berbagai studi empiris untuk
menentukan hubungan antara strategi perusahaan dengan strategi unit bisnis
yang lain sebagai respon lingkungan Govindrajan (1988), dan Karimi et. Al
(1996), Darmawati dan Indriantoro (1999) dan Arifin, Johan (2001).

Miles dan Snow (1978) mengungkapkan bahwa pemilihan tipologi strategi


berdasarkan pada adptive cycle, yaitu pemilihan tipologi strategi berdasarkan
siklus adaptasi lingkungan. Oleh karenanya stategi organisasional yang dipilih
oleh perusahaan dapat saja berubah sesuai dengan perubahan lingkungannya
dengan pemilihan tipologi startegi perusahaan yang on going process. Bentuk
strategi yang stabil menurut Miles dan Snow adalah tipe defender, prosfector dan
analyzer jika manajemen memilihsalah satu diantara tiga tipe tipologi tersebut
maka kemungkinan perusahaan akan menjadi pesaing dalam industrinya pada
periode tertentu.

2. Kematangan Teknologi Informasi

Tingkat kematangan informasi dicerminkan dalam formulasi aspek


perencanaan, pengendalian, organisasi, dan integritasnya dalam suatu fungsi
sistem informasi perusahaan Karmini et al. (1996). Konsep kematangan
teknologi informasi diungkapkan oleh Churchill et al. (1969) untuk menentukan
sejauh mana manajer menggunakan sistem informasi berdasarkan komputer.
Perbedaan infrastruktur teknologi informasi dapat memperlancar atau
menghambat pergerakan strategik perusahaan melalui operasi yang bereaksi
cepat, koordinasi interorganisasional, serta fleksibilitas organisasional yang
merupakan konsep penting dalam menghadapi kondisi ketidakpastian.
Menurut Hill dan Jones (1995) ada empat faktor yang dapat dilakukan untuk
aplikasi teknologi informasi seperti efisiensi, kualitas, inovasi, serta daya respon
terhadap konsumen.

3. Networks

Networks adalah suatu hubungan personal yang lebih dari sekedar kebutuhan
terhadap struktur organisasi, hubungan komersial dan lainnya tetapi lebih
berfokus pada bagaimana terjadinya pembagian informasi, dengan tujuan
untuk keuntungan bersama (Hastings, Mindel dan Young, 1989). Venkatraman
(1998) menyajikan suatu bentuk model bisnis abad 21 yang merupakan
perluasan dari networks, terdapat tiga vektor yang independen dalam virtual
organization yaitu virtual encounter, virtual sourcing dan virtual expertise.

228
Virtual encounter merupakan gabungan antara tantangan baru dan kesempatan
interaksi perusahaan dan pelanggannya. Teknologi informasi mengikuti
keinginan pelanggan yangdinamik, hal ini mengakibatkan peningkatan
hubungan dengan komunitas pelanggan. Virtual sourcing adalah perhatian
produsen untuk meningkatkan integrasi nyata dari jaringan bisnis ditekankan
pada model integrasi vertikal pada ekonomi industri dengan menggunakan
internet untuk transaksi bisnisnya. Virtual expertise adalah perhatian kepada
kesempatan untuk meningkatkan perbedaan sumber daya baik dari dalam
pperusahaan maupun dari luar. Trend sekarang adalah mengarahkan
kemampuan tenaga kerja perusahaan untuk memperoleh kemampuan kerja
yang lebih baik sehingga meningkatkan kualitas kerja perusahaan. Virtual
organization yang merupakan konsep yang berfokus pada pentingnya
pemahaman dan kemampuan untuk meningkatkan value.

Wide area network (WAN)

Suatu sistem komunikasi data yang memungkinkan perusahaan membagi


informasi dengan perusahaan lain yang saling berhubungan dan terpisah oleh
letak geografis yang jauh, pada saat terjadinya kerusakan satelit, provider
ataupun alat komunikasi lain yang tergantung pada lingkungan alam maka hal
ini bisa mengganggu kelangsungan komunikasi antar tim.

Model Struktur adaptif (Desaanctis and Poole 1984)

Struktural Keluaran
teknologi sifat dan Keputusan
semangat

Perpindahan
Tugas dan
bantuan dan Proses
lingkungan
ketidak- keputusan
organisasi
percayaan

Struktur Struktur
internal grup sosial baru
Munculnya sumber daya
Pada struktur

Model ini menjelaskan menjelaskan tiga sumber struktur sebagai kondisi awal
keberadaan yang membentuk arti teknologi yang diimplementasi sebagai efek
yang tepat, yang menghasilkan proses keputusan dan keluarannya. Struktur

229
teknologi termasuk tindakan yang membatasi, canggih, dan sempurna sebagai
sebagai teknologi terkini yang memberi dorongan secara umum untuk
mencapai tujuan dan meningkatkan nilai. Tugas dan lingkungan organisasi
merujuk pada sifat dari tugas seperti kelengkapan dan kebebasan dan susunan
organisasi seperti hirarki, informasi perusahaan, dan budaya. Struktur grup
termasuk pola interaksi dan proses pengambilan keputusannya.

Misalignment Model (Leonard-Barton 1988)

Siklus Teknologi

Ketidaksesuaian
- Teknologi
- Sistem pengiriman Kesesuaian
- Kriteria Kinerja

Lingkungan
pemakai

Perbedaan model kontinyu menduga ketepatan dalam proses adaptasi.


Leonard-Bartons mengusulkan model yang mengadaptasi ketepatan secara
kontinyu dalam merespon ketidaksesuaian, yang akhirnya mengarahkan
kesesuaian sehingga sukses.

Dalam model ini CT (Collaborative Technologies) yang digunakan internet


notebook ketika anggota mempunyai kesulitan untuk memulai maka
disediakan fasilitas untuk mendesain tekhnik kolaborasi yang rumit dengan
kecanggihan yang disediakan oleh notebook. Virtual team juga diberikan
kesempatan untuk menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatannya
kepada pimpinan melalui network.

4. Respon Strategik Perusahaan terhadap Globalisasi

Merupakan keinginan perusahaan untuk melakukan penambahan investasi


dalam teknologi informasi. Mahmood dan Mann (1993) melakukan penelitian
tentang hubungan antara investasi dalam teknologi informasi dengan strategik
organisasional dan kinerja ekonomi.

230
Penelitian sejenis pernah dilakukan oleh Arifin (2001), yang diperoleh dengan
mengirimkan daftar pertanyaan kepada para pimpinnan dari 291 perusahaan
perbankan di Indonesia. Kuesioner yang kembali sebanyak 71 buah atau 24,4 %
dari total kuesioner. Berdasarkan penelitian diperoleh hasil sebagai
berikut:tidak ada hubungan antara variabel tipologi strategi kompetitif dengan
keinginan perusahaan perbankan melakukan tambahan investasi dalam
teknologi informasi. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Karimi et
aal. (1996) yang menyatakan bahwa tipologi starategi kompetitif berhubungan
dengan keinginan untuk penambahan investasi teknologi informasi. Ada
hubungan antara variabel kematangan teknologi Informasi dengan keinginan
perusahaan perbankan untuk melakukan penambahan investasi dalam
teknologi informasi.

Hasil penelitian Arifin (2001) mendukung penelitian yang dilakukan Karimi et


al. (1996) yang membuktikan bahwa kematangan teknologi informasi
berhubungan dengan keinginan perusahaan untuk melakukan penambahan
investasi teknologi informasi. Hasil ini juga mendukung pernyataan bahwa
kemampuan perusahaan untuk menggunakan teknologi informasi sebagai
kekuatan yang terintegrasi berhubungan dengan keinginan perusahaan untuk
melakukan investasi dalam teknologi informasi sebagai respon strategik
perusahaan dalam menghadapi globalisasi.

KESIMPULAN

Dari hasil analisis penelitian yang menjadi acuan, dapat disimpulkan bahwa,
terdapat hubungan antara variabel tipologi strategi kompetitif dengan
keinginan perusahaan telekomunikasi untuk melakukan tambahan investasi
dalam teknologi informasi. Paper ini mendukung penelitian Karimi et al. (1996)
yang menyatakan bahwa tipologi starategi kompetitif berhubungan dengan
keinginan untuk penambahan investasi teknologi informasi. Terdapat
hubungan antara variabel kematangan teknologi Informasi dengan keinginan
perusahaan perbankan untuk melakukan penambahan investasi dalam
teknologi informasi.

Studi ini mendukung penelitian yang dilakukan Karimi et al. (1996), Arifin
(2001) yang membuktikan bahwa kematangan teknologi informasi berhubungan
dengan keinginan perusahaan untuk melakukan penambahan investasi
teknologi informasi. Virtual organizing menekankan pada peningkatan nilai dari
jaringan antara perusahaan, pemasok dan pelanggan,, pelanggan merupakan
fokus utama dalam virtual organizing. Pada perusahaan telekomunikasi ada
hubungan antara variabel tipologi strategi kompetitif dengan keinginan
perusahaan untuk melakuakn penambahan investasi dalam teknologi informasi,
karena perusahaan teknologi informasi merupakan perusahaan yang termasuk

231
prospector yang memiliki kecenderung untuk menerapkan desain strategi
kompetitif yang agresif untuk menghadapi persaingan global.

DAFTAR REFERENSI

Arifin, Johan, (2001). Hubungan Antara Tipologi Stategi Kompetitif,


Kematangan Teknologi Informasi, dan Ukuran Perusahaan Perbankan
dengan Respon Strategik dalam Menghadapi Global;isasi, Thesis S2
UGM.

Bedeian, Arthur G., Raymond F. Zammuto, (1991), Organizations Theory and


Design, The Dryden Press.

Hitt, L. M., dan Brynjolfsson E., (1997), Information Technology and Internal
Firm Organization: An Explatory Analysis, Journal of Management
Information System, Volume 14, No. 2.

Hall, Richard, 1992, The Strategic Analysis of Intangible Resources, Strategic


Management Journal, Vol. 13, 135-144.

Garrison, Ray H., Eric W. Noreen, Managerial Accounting, (2000), McGraw-Hill


Companies, Inc.

Jones, Gareth R., George, Jennifer M., and Hill, Charles W. L., (2000),
Contemporary Management, Edisi ke 2, Irwin McGraw Hill.

Luthan F., (1995), Organizational Behavior, McGraw Hill Book, Inc., Singapore.

Pitt, L. F., Watson, R. T., dan Kavan, C., B., (1995), Service Quality: A Measure of
Information Effectiveness, MIS Quarterly, Volume 21, Iss:2, June.

Venkatraman, N., Jhon C. Henderson, Real Strategies For Virtual Organizing,


(1998), Sloan Management Review.

Wilkinson, Cerullo, Raval, Wong-On-Wing, (2001), Accounting Information


System-Essential Concepts and Applications, Jhon Whiley and Sons.

232
Analisis Perbandingan Kemampuan Entrepneurship
Antara Pengusaha Wanita dan Pria pada Usaha Kecil
dan Menengah di Bandar Lampung
Ribhan7

ABSTRAK

Telah disadari bahwa peran perempuan dalam sektor ekonomi, terutama di


bidang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) tidaklah kecil, dan disadari
oleh banyak pihak bahwa UMKM, memainkan peran penting dalam menunjang
ekonomi nasional. Selain itu dalam orientasi masa depan (future oriented),
Hofstee (1989) berpendapat bahwa perempuan cenderung lebih berpandangan
ke masa depan ketika membuat suatu keputusan dan bertindak ketimbang
lakilaki, perempuan memiliki ketajaman dalam meramal keadaan dan
cenderung sebagai pemain yang mencari aman (self player).

Besarnya sampel dalam penelitian ini sebanyak 150 pengusaha. Pengambilan


sampel dilakukan dengan metode strattified sampling dan metode acak
sederhana ( random sampling). Responden diminta untuk berpartisipasi untuk
merespon dan memberikan identitas mereka mengenai jenis kelamin, usia,
status, modal awal, modal saat ini, pekerjaan orang tua dan lingkungan dimasa
kecil. Dari 119 kuesioner yang di input terdiri dari 56 kuesioner dari pengusaha
pria dan 63 pengusaha wanita.

Hasil Perhitungan dengan menggunakan Program AMOS diperoleh bahwa


hipotesis yang menyatakan terdapat berbedaan kemampuan antara wirausaha
wanita dan pria mempunyai perbedaan tetapi tidak signifikan antara keduanya,
didukung.

Kata Kunci : Entrepreneurship, kemandirian, berani mengambil resiko, orientasi


kemasa depan dan toleransi pada suatu hal yang belum tentu.

1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Salah satu ciri negara berkembang adalah masalah tenaga kerja dan mutu
sumber daya manusia. Masalah Tenaga kerja tidak terlepas dari banyaknya

7
Dosen Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Unila
lapangan usaha yang tersedia. Dengan terbatasnya lapangan kerja disektor
pegawai negeri sipil di Indonesia, mengharuskan kita beralih lebih ke sektor
swasta. Namun yang terjadi adalah penyerapan tenaga kerja di sektor swasta
sangat sedikit sekali, ini di sebabkan mutu sumber daya manusia yang masih
rendah dan belum sesuai dengan kualifikasi yang diharapkan. Untuk itu maka
salah satu solusinya adalah dengan membuka lapangan pekerjaan baru atau
berwiraswasta.

Usaha kecil idealnya memang membutuhkan peran (campur tangan)


pemerintah dalam peningkatan kemampuan bersaing dan peningkatan
usahanya. Namun tidak selamanya usaha kecil harus terganung pada
pemerintah akan tetapi mereka juga hendaknya mempunyai kemampuan
berwirausaha dan keyakinan diri mereka terhadap perkembangan usahanya.
Menurut Hellriegel dan Slocum (1992; dalam Yusuf, 1996) seorang
wirausahawan memiliki karatreristik: berkeinginan untuk naju, tidak ingin
bekerja pada orang lain, percaya diri, orientasi kedepan, mengharapkan
penghasilan yang besar, berani berkorban dan toleran pada sesuatu yang belum
pasti.

Pengusaha kecil dan menengah di Bandar Lampung pada tahun 1998 berjumlah
1.500 usaha kecil, ini merupakan 3,98 % dari jumlah pengusaha kecil di
Indonesia ( Kopperindag, 1998). Usaha kecil di Lampung yang terbesar adalah
disektor pertanian dan sektor perdangan / hotel dan restoran masing-masing
adalah 70 % dan 18,35 %. Banyaknya usaha kecil di Bandar Lampung belum
dapat memberdayakan potensi yang ada di wilayah tersebut. Pemerintah tidak
saja harus membina kemampuan usaha kecil dalam menghitung modal
optimum yang diperlukan, kemampuan menyusun suatu proposal pendanaan
ke lembaga-lembaga pemberi modal serta mengeluarkan kebijakan atau
peraturan yang lebih memihak pada usaha kecil, karena pertimbangan efisiensi
skala usaha, akan tetapi pemerintah juga harus mengetahui kemampuan
wirausaha (entrepreneurship) dari sudut pandang gender.

Wirausaha yang tanguh adalah wirausaha yang menyukai mengambil resiko


realistik karena mereka ingin berhasil. Menurut Meredith (2002) pengambilan
resiko berkaitan dengan kepercayaan pada diri sendiri. Semakin besar
keyakinan wirausaha pada kemuampuan sendiri, semakin besar keyakinan
wirausaha akan kesanggupan untuk mempengaruhi hasil keputusan dan
semakin besar kemungkinan kebarhasilan.

Penelitian kewirausahaan yang dilakukan selama ini banyak terfokus pada


pengusaha laki-laki. Hal ini disebabkan jumlah perempuan pengusaha lebih
sedikit dan mayoritas bergerak dalam bisnis skala kecil atau temporer (Drucker,
1988 ). Namun semanjak tahun 80-an jumlah wanita karir dan wanita pengusaha

234
telah meningkat tajam dan sejak itu perempuan bekerja mulai menjadi topik
penelitian menarik.

Selain itu dalam orientasi masa depan (future oriented), Hofstee (1989)
berpendapat bahwa perempuan cenderung lebih berpandangan ke masa depan
ketika membuat suatu keputusan dan bertindak ketimbang lakilaki, perempuan
memiliki ketajaman dalam meramal keadaan dan cenderung sebagai pemain
yang mencari aman (self player). Selain itu, pengusaha perempuan cenderung
mengutamakan keamanan keluarga dan kontrol diri mereka.

Penelitian ini, menganalisis perbandingan kemampuan entrepreneurship antara


pengusaha wanita dan pria dengan menggunakan teknik analisa jalur dengan
bantuan perhitungan regresi pada pengusaha kecil dan mikro di Bandar
Lampung. Penelitian ini menggunakan personal atribut yang terdapat pada
wirausawan dalam kelompok usaha kecil (Usaha Kecil dan Menengah).

2. Perumusan Masalah

Pengalaman dari negara lain menunjukkan bahwa perempuan pengusaha lebih


bertanggung jawab dan lebih dapat dipercaya dalam masalah pengelolaan
keuangan usaha, dan perempuan cenderung lebih peka terhadap kebutuhan
pasar sehingga membuka peluang usaha baru dibanding dengan wirausaha
pria. Peneliti merumuskan masalah : bagaimanakah perbandingan kemampuan
entrepreneurship pengusaha wanita dan pria pada usaha kecil dan menengah di
Bandar Lampung.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan: menganalisis perbandingan kemampuan wirausaha


(entrepreneursip ) pengusaha wanita dan pria pada kecil dan menengah di
Bandar Lampung. Sealian itu dirumuskan pula manfaat dari penelitian ini,
yaitu untuk informasi dan pengetahuan atau masukan bagi pemerintah daerah
dalam kebijakan-kebijakan usaha kecil dan mikro berdasarkan aspek gender.

II. Tinjauan Pustaka Dan Hipotesis

Perkembangan usaha kecil di negara kita berkembang sangat pesat setelah


terjadi krisis ekonomi (pasca krisis). Hal ini dikarenakan perhatian pemerintah
dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat lebih banyak pada sektor usaha
kecil, dengan alasan bahwa usaha kecil adalah merupakan usaha kerakyatan
yang dapat meningkatkan kondisi ekonomi masyarakat disekitar usaha
tersebut. Disis lain penelitian-penelitian mengenai usaha kecil masih sangat

235
sedikit, sehingga pemerintah mengalami kesulitan dalam memahami usaha
kecil terutama atribut persolan yang ada pada wirausaha.

Wirausaha (entrepreneur) adalah seorang pembuat keputusan yang membangtu


terbentuknya sistem ekonomi perusahaan yang bebas. Sebagian besar
pendorong perubahan, inovasi, dan kemajuan di perekonomian kita akan
datang dari para wirausaha; orang yang memiliki kemempuan untuk
mengambil resiko dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.

2.1 Pengertian Wirausaha (Entrepreneurship)

Ada kerancuan istilah antara entrepreneurship, intrapreneurship, dan


entrepreneurial, dan entrepreneur.

1. Entrepreneurship adalah jiwa kewirausahaan yang dibangun untuk


enjembatani antara ilmu dengan kemampuan pasar. Entrepreneurship
meliputi pembentukan perusahaan baru, aktivitas kewirausahaan juga
kemampuan managerial yang dibutuhkan seorang entrepreneur.

2. Intrapreneurship didefinisikan sebagai kewirausahaan yang terjadi di dalam


organisasi yang merupakan jembatan kesenjangan antara ilmu dengan
keinginan pasar.

3. Entrepreneur didefinisikan sebagai seseorang yang membawa sumber daya


berupa tenaga kerja, material, dan asset lainnya pada suatu kombinasi yang
menambahkan nilai yang lebih besar daripada sebelumnya, dan juga
dilekatkan pada orang yang membawa perubahan, inovasi, dan aturan
baru.

4. Entrepreneurial adalah kegiatan dalam menjalankan usaha atau


berwirausaha.

Inventor dan Entrepreneur

Berikut ini beberapa perbedaan antara inventor dan entrepreneur. Inventor


didefinisikan sebagai seseorang yang bekerja untuk mengkreasikan sesuatu
yang

baru untuk pertama kalinya, ia termotivasi dengan ide dan pekerjaannya.


Inventor pada umumnya memiliki pendidikan dan motivasi berprestasi yang
tinggi. Menurutnya, standar kesuksesan bukanlah dari moneter semata tetapi
dari hak paten yang didapatnya.

236
Sedangkan wirausaha atau entrepreneur lebih menyukai berorganisasi daripada
menemukan sesuatu. Ia mengatur dan memastikan agar organisasinya
berkembang dan bertahan. Entrepreneur berupaya mengimplementasikan
penemuannya sehingga disukai publik namun inventor lebih menyukai
menemukan atau menciptakan sesuatu.

Kewirausahaan mengacu pada perilaku yang meliputi:

1. Pengambilan inisiatif,

2. Mengorganisasi dan mengorganisasi kembali mekanisme sosial dan


ekonomi untuk mengubah sumber daya dan situasi pada perhitungan
praktis

3. Penerimaan terhadap resiko dan kegagalan.

Kewirausahaan meliputi proses yang dinamis sehingga dengan demikian


timbul pengertian baru dalam kewirausahaan yakni sebuah proses
mengkreasikan dengan menambahkan nilai sesuatu yang dicapai melalui usaha
keras dan waktu yang tepat dengan memperkirakan dana pendukung, fisik, dan
resiko sosial, dan akan menerima reward yang berupa keuangan dan kepuasan
serta kemandirian personal.

Melalui pengertian tersebut, terdapat empat hal yang dimiliki oleh seorang
wirausahawan yakni :

1. Proses berkreasi yakni mengkreasikan sesuatu yang baru dengan


menambahkan nilainya. Pertambahan nilai ini tidak hanya diakui oleh
wirausahawan semata namun juga audiens yang akan menggunakan hasil
kreasi tersebut.

2. Komitmen yang tinggi terhadap penggunaan waktu dan usaha yang


diberikan. Semakin besar fokus dan perhatian yang diberikan dalam usaha
ini maka akan mendukung proses kreasi yang akan timbul dalam
kewirausahaan.

3. Memperkirakan resiko yang mungkin timbul. Dalam hal ini resiko yang
mungkin terjadi berkisar pada resiko keuangan, fisik dan resiko sosial.

5. Memperoleh reward. Dalam hal ini reward yang terpenting adalah


independensi atau kebebasan yang diikuti dengan kepuasan pribadi.
Sedangkan reward berupa uang biasanya dianggap sebagai suatu bentuk
derajat kesuksesan usahanya.

237
Pengambilan Keputusan untuk Berwirausaha

Setiap orang memiliki ide untuk berkreasi namun hanya sedikit orang yang
tertarik untuk terus melanjutkan sebagai seorang wirausahawan. Berikut ini
beberapa paparan yang menyebabkan seseorang mengambil keputusan untuk
berwirausaha:

1. mengubah gaya hidup atau meninggalkan karir yang telah dirintis. Hal ini
biasanya dipicu oleh keinginan untuk mengubah keadaan yang statis
ataupun mengubah gaya hidupnya karena adanya suatu hal negatif yang
menimbulkan gangguan.

2. Adanya keinginan untuk membentuk usaha baru. Faktor yang mendukung


keinginan ini antara lain adalah budaya juga dukungan dari lingkungan
sebaya, keluarga, dan partner kerja. Dalam budaya Amerika dimana
menjadi bos bagi diri sendiri lebih dihargai daripada bekerja dengan orang
lain. Hal ini lebih memacu seseorang untuk lebih mengembangkan usaha
daripada bekerja untuk orang lain. Selain itu, dukungan pemerintah juga
menjadi faktor yang tak kalah penting. Dukungan ini dapat terlihat melalui
pembangunan infrastruktur, regulasi yang mendukung pembentukan usaha
baru, stabilitas ekonomi dan kelancaran komunikasi. Faktor selanjutnya
adalah pemahaman terhadap pasar. Tentu saja hal ini menjadi penting
terutama dalam meluncurkan produk baru ke pasaran. Selanjutnya adalah
peranan dari model yang akan mempengaruhi dan juga memotivasi
seorang wirausahawan. Faktor yang terakhir adalah ketersediaan finansial
yang akan menunjang usaha.

Peranan Wirausahawan dalam Perkembangan Ekonomi

Peranan wirausaha tidak hanya sekedar meningkatkan pendapatan perkapita


tapi juga memicu dan mundukung perubahan struktur masyarakat dan bisnis.
Dalam hal ini pemerintah dapat berperan sebagai inovator. Pemerintah akan
bergerak sebagi pelindung dalam memasarkan hasil teknologi dan kebutuhan
sosial.

Wirausaha merupakan istilah yang diterjemahkan dari kata entrepreneur.


Dalam bahasa Indonesia mempunyai arti berdiri diatas kekuatan sendiri. Istilah
tersebut kemudian berkembang menjadi wirausaha, dan entrepnereurship
diterjemahkan menjadi kewirausahaan (Kamus Manajemen LPPM).
Wirausaha mempunyai arti seorang yang mampu memulai dan atau
menjalankan usaha (Longenecker et.al, 2000).

238
Banyak para ahli mendefinisikan wirausaha dengan versinya masing-masing.
Menurut Say yang dikutip Muhandri (2002) wirausaha adalah orang yang
mampu melakukan koordinasi, organisasi dan pengawasan. Seorang wirausaha
adalah orang yang memiliki pengetahuan yang luas tentang lingkungan dan
membuat keputusan-keputusan tentang lingkungan usaha, mengelola sejumlah
modal dan menghadapi ketidakpastian untuk meraih keuntungan. Sedangkan
Sutrisno (2002) wirausaha (entrepneur) adalah mereka yang mendirikan,
mengelola, mengembangkan dan melembagakan perusahaan miliknya sendiri.
Wirausaha adalah mereka yang bisa menciptakan kerja bagi orang lain dengan
berswadaya. Dari definisi-definisi tersebut mengandung asumsi bahwa setiap
orang mempunyai kemampuan normal, dapat menjadi wirausaha asal mau dan
mempunyai kesempatan untuk belajar dan berusaha.

Di lain pihak bisnis (business) diartikan sebagai suatu organisasi yang sifatnya
mencari profit dengan mengusahakan barang dan jasa yang diinginkan
konsumen. Griffin dan Ebert (1986) mendefinisikan wirausaha/ wirausahawan
adalah orang yang mengorganisir dan memenej sumber-sumber daya, dimana
orang tersebut juga akan menanggung resiko kegagalan. Sedangkan Drucker
(1985) mengatakan bahwa untuk dapat dikatakan wirausaha seseorang harus
dapat menciptakan sesuatu yang baru, sesuatu yang berbeda, mengubah atau
mentransfer nilai. Entrepneurship merupakan suatu proses dari
pengorganisasioan, pengoperasian dan pengambilan resiko yang berhubungan
dengan bisnis baru atau pendekatan baru yang berbeda (Luthan dan Hotgetts,
1989).

Dari berbagai definisi tersebut penulis mendefinisikan wirausaha sebagai


seorang yang mampu memulai atau menjalankan usahanya dengan
mengkoordinasikan dan mengoperasikan serta memenej sumber-sumber alam
serta mampu mentransfer nilai menjadi sesuatu yang baru atau mengubah yang
sudah ada dan berani menanggung resiko kegagalan. Definisi ini mendukung
pendapat Yusuf (1996) yang mengemukakan bahwa wirausaha merupakan
pengambilan resiko untuk menjalankan usaha sendiri dengan memanfaatkan
peluang-peluang untuk menciptakan bisnis baru atau dengan pendekatan yang
berbeda sehingga bisnis yang dikelola berkembang menjadi besar dan mandiri
dalam menghadapi tantangan-tantangan persaingan.

Dunia entrepneur merupakan dunia tersendiri yang unik. Itu sebabnya,


mengapa entrepneur atau wirausahawan dituntut untuk selalu kreatif setiap saat.
Dengan kreatifitasnya, tidak mustahil akan terbukti bahwa ia betul-betul
memiliki citra kemandirian yang memukau banyak orang karena
mengaguminya dan selanjutnya akan mengikutinya.

239
2.2 Karateristik Wirausawan (Entrepneurship)

Wirausawan yang sukses memiliki mutu yang membedakan mereka dari orang
lain pada umumnya. Menurut Harper (1991; dalam Yusuf, 1996) mutu tersebut
meliputi suka mencari peluang, berorientasi ke depan, marker-driven dan
berorientasi konsumen, realistik, tidak mudah bosan dan ulet atau pantang
menyerah.

Menjadi wirausaha profesional harus memenuhi kriteria keungulan (Sutrisno,


2002). Adapun ciri dari kriteria tersebut adalah sebagai berikut:

a. Berani mengambil resiko serta mampu memperhitungkannya.

b. Selalu berusaha mencapai dan menghasilkan karya yang lebih baik untuk
customers, masyarakat, bangsa dan negara.

c. Antisipasif terhadap perubahan dan akomodatif terhadap lingkungan.

d. Kreatif mencari dan menciptakan peluang pasar dan meningkatkan


produktivitas dan efisiensi.

e. Selalu berusaha meningkatkan keunggulan dan citra perusahaan melalui


inovasi diberbagai bidang.

Sementara itu menurut G.Meredith, et.al (1996; dalam Sutrisno, 2002)


mengemukakan bahwa para wirausaha adalah orang-orang yang mempunyai
kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan yang ada;
mengumpulkan sumber-sumber daya yang dibutuhkan guna mengambil
keuntungan daripadanya dan mengambil tindakan yang tepat guna. Para
wirausaha adalah individu-individu yang berorientasi kepada tindakan, dan
bermotivasi tinggi yang mengambil risiko dalam mencapai tujuannya. Ciri-ciri
tersebut adalah :

a. Berorientasi tugas dan hasil, seperti : kebutuhan akan prestasi,


berorientasi laba, ketekunan dan ketabahan, tekad, kerja keras,
mempunyai dorongan kuat, energik, dan inisiatif.

b. Pengambil resiko, seperti: kemampuan mengambil resiko, suka pada


tantangan.

c. Kepemimpinan, seperti: bertingkah laku sebagai pemimpin, dapat bergaul


dengan orang lain, menerima saran-saran dan kritik.

240
d. Keorisinilan, seperti: inovatif dan kretif, fleksibel.

e. Berorientasi ke masa depan, seperti: perspektif dan mempunyai


pandangan kedepan.

Sedangkan menurut Hellriegel dan Slocum (1992; dalam Yusuf, 1996) seorang
wirausaha yang sukses juga memiliki karateristik (personal atribut) seperti:
keinginan untuk maju, ingin independen, tidak ingin bekerja pada orang lain,
percaya diri (self eficacy), orientasi ke masa depan, mengharapkan penghasilan
yang besar, berani berkorban dan toleran pada sesuatu yang belum menentu.

Menurut Longenecker et.al (2000), karateristik entrepneur adalah:

a. Kebutuhan akan keberhasilan; orang yang memiliki tingkat kebutuhan


keberhasilan yang tinggi senang bersaing dengan standar keunggulan dan
memiliki untuk bertanggung jawab secara pribadi atas tugas yang
dibebankan kepadanya. Wirausaha adalah peraih keberhasilan tingkat
tinggi. Dorongan untuk keberhasilan tersebut tampak dalam pribadi yang
ambisius yang memulai usaha barunya dan kemudian mengemabangkan
usaha tersebut pada orang-orang tertentu.

b. Keinginan untuk mengambil resiko; resiko yang diambil oleh entrepneur


didalam memulai dan atau menjalankan usahanya berbeda-beda. Misalnya
resiko berinvestasi uang miliknya, meninggalkan pekerjaannya, dan
mempertaruhkan karirnya. Tantanagan dan waktu yang dibutuhkan untuk
memulai dan menjalankan usahanya juga mendatangkan resiko bagi
keluarganya. Wirausaha yang mengidentifikasikan secara teliti kegiatan
usahanya , menerima resiko fisik sebagaimana mereka menghadapi
kemungkinan terjadinya kegagalan. McClelland (dalam Longenecker et.al ,
2000) menemukan bahwa orang cenderung dengan kebutuhan yang tinggi
akan keberhasilan juga memiliki kecenderungan untuk mengambil resiko
yang moderat. Para ahli menemukan bahwa para wirausaha terdapat
keinginan yang lebih besar mengambil resiko dari pada manajer profesional

c. Percaya diri; orang yang percaya pada dirinya sendiri, yang mengakui
adanya masalah didalam pembauatan usaha baru, tapi mempercayai
kemampuan dirinya untuk mengatasi masalah tersebut.

d. Keinginan yang kuat untuk berusaha; seorang wirausaha mempeerhatikan


tingkat keingintahuannya atau keinginan yang kuat untu berusaha dengan
tujuan apapun, menciptakan ketabahan dan kemauan untuk bekerja keras.

241
Ciri-ciri Intrapreneurship (menurut Moko, 2005)

a. Menginginkan adanya akses ke seluruh resource perusahaan.

b. Berorientasi pada pencapaian Tujuan

c. Motivasi kerja yang Tinggi

d. Responsif terhadap reward yang diberikan.

e. Berpikir jauh ke depan

f. Bekerja secara terencana,terstruktur, dan sistematik

g. Bersedia bekerja susah

h. Memiliki kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan

i. Memiliki self-esteem dan self eficacy yang tinggi

j. Berani Mengambil resiko

k. Berkemampuan menjual ide atau gagasan pada pihak lain.

l. Memiliki intuisi bisnis yang tinggi

m. Sensitif terhadap situasi dan kondisi internal dan eksternal perusahaan.

n. Berkemampuan bersosialisasi pada stakeholders

o. Cermat, Sabar dan cukup Kompromis

Penelitian kewirausahaan yang dilakukan selama ini banyak terfokus pada


pengusaha laki-laki. Hal ini disebabkan jumlah perempuan pengusaha lebih
sedikit dan mayoritas bergerak dalam bisnis skala kecil atau temporer (Drucker,
1988 ). Namun semanjak tahun 80-an jumlah wanita karir dan wanita pengusaha
telah meningkat tajam dan sejak itu perempuan bekerja mulai menjadi topik
penelitian menarik.

Sebagaimana pendapat Stain (1989 :240), Bahwa dibanding laki-laki ,


perempuan cenderung lebih menonjol dalam pergaulan (people oriented). Bahwa
eksekutip perempuan memiliki hubungan interpersonal yang lebih intens
dengan mitra kerja atau karyawan dibanding dengan laki-laki. Perempuan lebih

242
lunak di dalam menghadapi kesalahan atau masalah pribadi mitra kerja atau
karyawan, lebih mudah memaafkan dan bersikap fleksibel terhadap masalah di
kantor dibanding laki-laki. Menurut Langan-Fox (1991) pengusaha perempuan
cenderung memperlakukan orang lain lebih liberal.

Selain itu dalam orientasi masa depan (future oriented), Hofstee (1989)
berpendapat bahwa perempuan cenderung lebih berpandangan ke masa depan
ketika membuat suatu keputusan dan bertindak ketimbang lakilaki, perempuan
memiliki ketajaman dalam meramal keadaan dan cenderung sebagai pemain
yang mencari aman (self player). Selain itu, pengusaha perempuan cenderung
mengutamakan keamanan keluarga dan kontrol diri mereka.

Perbedaan jenis kelamin bukanlah hal yang unik, namun memiliki bakat alam
yang memotivasi mereka menekuni MLM dan berjuang melawan arus
perbedaan gender.

2.3. Wirausaha Perempuan

Banyak pihak memahami bahwa kesempatan berkarya bagi perempuan lebih


terbatas dibandingkan dengan laki-laki. Data sejak tahun 2004 memperlihatkan
bahwa jumlah perempuan yang aktif dalam bidang usaha masih jauh lebih
sedikit dibandingkan laki-laki.Teknologi dapat membuka kesempatan bagi
perempuan untuk meningkatkan peranannya di bidang usaha, selain sebagai
salah satu faktor penentu dalam persaingan juga memungkinkan perempuan
untuk bekerja dan berusaha di rumah, memperluas jaringan usaha atau
meringankan beban kerjanya. Namun disadari bahwa pemakaian teknologi juga
terkendala oleh berbagai faktor.

Di satu sisi, perempuan sangat berpotensi untuk mengembangkan usaha.


Pengalaman dari negara lain menunjukkan bahwa perempuan pengusaha lebih
bertanggung jawab dan lebih dapat dipercaya dalam masalah pengelolaan
keuangan usaha, dan perempuan cenderung lebih peka terhadap kebutuhan
pasar sehingga membuka peluang usaha baru. Di sisi lain, berbagai hal seperti
kemudahan pembiayaan dan perijinan, perlindungan HKI, akses pemasaran,
masih merupakan tantangan yang besar.Upaya untuk meningkatkan peranan

perempuan dalam pengembangan wirausaha, terutama melalui iptek,


sebenarnya telah dilakukan oleh pemerintah, swasta, organisasi perempuan dan
institusi terkait lainnya. Berbagai kebijakan dan tindakan telah dicanangkan
namun kesemuanya masih belum menghasilkan dampak yang diharapkan.

243
2.4. Hipotesis

Hipotesisi dalam penelitian ini adalah:

Terdapat perbedaan kemampuan antara wirausaha wanita dan


wirausaha pria di Kota Bandar Lampung.

Pengaruh kemandirian, berani mengambil resiko, orientasi ke masa depan dan


toleransi pada sesuatu yang belum menentu antara wirausaha wanita dan pria
berbada secara signifikan.

III. Metodologi Penelitian

Bab ini membahas tentang metode penelitian yang meliputi populasi dan
sampel, metode pengumpulan data dan pengukuran dan definisi operasional
variabel. Disamping itu dibahas pengukuran variabel penelitian, uji validitas
dan reliabilitas serta teknik analisis data.

Seorang wirausaha yang sukses memiliki karateristik (personal atribut) seperti:


keinginan untuk maju, ingin independen, tidak ingin bekerja pada orang lain,
orientasi ke masa depan, mengharapkan penghasilan yang besar, berani
berkorban dan toleran pada sesuatu yang belum menentu. Sedangkan
entrepreneurship seseorang wirausaha (entrepreneur) mempunyai sifat-sifat,
seperti : ketidak ketergantungan, individualitas dan optimisme.

Kemampuan seorang wirausaha yang sukses adalah orang yang mempunyai


kemampuan diri terhadap usahanya seperti ketidak ketergantungan, berani
mengambil resiko, berpandangan ke depan dan toleransi pada sesuatu hal yang
belum menentu.

Ingin Independen / kemandirian

Pengambilan resiko
Entrepneurship

Orientasi ke masa depan

Toleran pada sesuatu yang belum


menentu.

Gambar 1. Identifikasi Kemampuan Entrepreneurship

244
3.1 Populasi Dan Sempel

Dalam suatu penelitian, populasi yang dipilih mempunyai hubungan yang erat
dengan masalah yang diteliti. Populasi merupakan jumlah keseluruhan unit
analisis yang ciri-cirinya akan diperkirakan (Cooper & Emory, 1995). Dalam
penelitian ini populasinya adalah seluruh pengusaha kecil (usaha yang
memiliki omset kurang dari Rp 200 juta dan jumlah tenaga kerja kurang dari 25
orang) yang berada di Bandar Lampung. Jumlah populasi yang ada di Bandar
Lampung diperkirakan sebanyak 15 ribu usaha kecil (Kopperindag, 2003).

Sampel merupakan bagian dari elemen-elemen populasi yang hendak diteliti.


Ide dasar pengambilan sampel adalah bahwa dengan menyeleksi bagian dari
elemen-elemen populasi, kesimpulan tentang keseluruhan populasi diharapkan
dapat diperoleh (Cooper & Emory, 1995). Metode pengambilan sampel yang
dilakukan adalah dengan menggunakan metode strattified sampling dan random
sampling. Besarnya sampel dalam penelitian ini sebanyak 150 pengusaha.
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode acak sederhana (random
sampling). Responden diminta untuk berpartisipasi untuk merespon dan
memberikan identitas mereka mengenai jenis kelamin, usia, status perkawinan,
modal awal, modal saat ini, pekerjaan orang tua, lingkungan diwaktu kecil dan
pengalaman berwirausaha. Kuesioner penelitian diberikan langsung pada
perusahaan yang terpilih. Agar kuesioner terisi dengan lengkap dan dapat
kembali kepada peneliti sebanyak mungkin maka diberikan waktu khusus
untuk pengisian keasioner tersebut.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan skunder yang diperoleh melalui:

a. Survey, dilakukan guna memperoleh data primer melalui pemberian


kuesioner kepada responden. Data primer ini meliputi data-data tentang
variabel penelitian yaitu : kewirausahaan (entrepneurship).

b. Studi pustaka, dilakukan guna memperoleh data skunder yang berkaitan


dengan tinjauan pustaka, hasil-hasil penelitian dan data-data tentang
pengusaha kecil dan mikro di Bandar Lampung.

3.3 Definisi Operasionel Dan Pengukuran Variabel

Kewirausahaan (Entrepneurship), seorang yang mampu memulai dan atau


menjalankan usaha (Longenecker et.al, 2000). Karateristik entrepneurship
adalah keinginan untuk independen dan mandiri, keinginan untuk mengambil
resiko, berorientasi kemasa depan dan toleransi terhadap sesuatu yang belum

245
tentu serta berani berkorban. Pengukuran variabel diukur dengan
menggunakan skala likert 5 point (sangat tidak setuju sampai dengan sangat
setuju). Kuesioner entrepneurship ini terdiri dari 16 item yang menilai
kemandirian, kerja keras, pengambilan resiko, tujuan dan cita-cita, dan
berorientasi ke masa depan, toleransi pada sesuatu yang belum tentu seperti:
bagi saya, apa yang saya capai atau peroleh saat ini sudah cukup (sangat tidak
setuju (1) ------------------ sangat setuju (5) ).

3.4 Uji Validitas dan Reliabilitas.

Uji Validitas

Uji validitas dimaksudkan untuk memastikan seberapa baik suatu instrumen


mengukur konsep yang seharusnya diukur. Instrumen yang valid berarti
instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak
diukurnya secara tepat dan benar. Dengan mempergunakan instrumen
penelitian yang memiliki validitas tinggi, hasil penelitian mampu menjelaskan
masalah penelitiannya sesuai dengan keadaan atau kejadian yang sebenarnya.
Dalam penelitian ini, item-item pertanyaan yang digunakan sudah standardized
dalam artian sudah digunakan dalam peneliti-peneliti sebelumnya (ribhan,
2006), sehingga tidak perlu melakukan lagi uji validitas.

Uji Reliabilitas.

Reliabilitas instrumen adalah kejituan atau ketepatan instrumen pengukur


(Kerlinger, 1986). Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui konsistensi dan
ketepatan pengukuran, bila pengukuran dilakukan pada objek yang sama
berulang kali dengan instrumen yang sama. Pengujian reliabilitas ditunjukkan
oleh koefisien cronbach alpha. Semakin mendekati 1,00 maka semakin tinggi
konsistensi jawaban skor butir-butir pertanyaan atau makin dapat dipercaya,
reliabilitas yang kurang dari 0,6 adalah kurang baik, 0,7 dapat diterima dan
diatas 0,8 adalah baik (Sekaran, 1992). Dalam penelitian ini, item-item
pertanyaan yang digunakan diuji validitasnya, sedangkan uji reliabilitas
menggunakan cronbach alpha pada = 0,6

3.5 Teknik Pengujian Hipotesis

Untuk menguji hipotesis serta menghasilkan suatu model yang fit, metode
analisis data yang digunakan adalah Structural Equation Modelling (SEM) dengan
dibantu program aplikasi AMOS yang merupakan teknik multivariate dengan
mengkombinasikan aspek-aspek multiple regression. Analysis of Moment Structure
(AMOS) merupakan salah satu program untuk mengolah model-model yang
multidimensi dan berjenjang. Menurut Hair, Anderson, Tatham, dan Black

246
(1998) Structural Equation Modelling (SEM) atau Analysis of Moment Structure
(AMOS) digunakan untuk mengestimasi serangkaian persamaan regresi
berganda yang berpisah, tapi saling berhubungan secara bersamaan
(simultaneously). Structural Equation Modelling (SEM) bias terdapat beberapa
variabel endogenous (dependen) dan variabel endogenous ini bias menjadi
variabel exogenous (independen) bagi varaibel endogenous yang lain. Langkah-
langkah dalam Structural Equation Modelling (SEM) adalah:

a. Mengembangkan teori-teori yang mendasari model penelitian yang akan


digunakan.

b. Membuat diagram path, yaitu dengan menetapkan variabel exogenous


dan variabel endogenous yang dikembangkan dalam sebuah diagram path.
Asumsi yang mendasari dalam penyusunan diagram path adalah (a)
semua hubungan causal ditunjukkan dengan didasari oleh teori-teori yang
ada. Hal ini sangat penting untuk membenarkan hubungan antara dua
variabel. (b) hubungan causal haruslah atau diasumsikan sebagai
hubungan yang linier.

c. Memasukan diagram path kedalam serangkaian struktur model dan


pengukuruan model. Setelah mengembangkan model yang didasari teori-
teori atau penelitian sebelumnya, kemudian mengembangkan model
tersebut kedalam bentuk yang lebih formal yaitu dengan cara: (a)
structural model, dengan mentransfer diagram path kedalam serangkaian
structural equations yang jelas, (b) measurement model, dan (c)
mengkorelasikan antara konstruk-konstruk dan indikator-indikator yang
ada.

Model persamaam struktural yang baik dengan menggunakan analysis of


moment structure (AMOS) adalah ditandai dengan pertimbangan kriteria-kriteria
(Arbuckle, 1997; pada Ferdinand, 2000):

1. Degree of freedom (DF) harus positif.

2. Chi-square Significance Probability yang disyaratkan adalah lebih besar


atau sama dengan 0,05 ( 0,05 ).

3. Incremental fit untuk GFI (Goodness of Fit Index), AGFI (Ajusted Goodness of
Fit Index) lebih besar atau sama dengan 0,90 ( 0,90 ); Tucker-Lewis Index
(TLI) lebih besar atau sama dengan 0,95 dan Normed Fit Index (NFI) lebih
besar atau sama dengan 0,94.

247
4. Nilai Root Mean Square Residual (RMR) dan Root Mean Square Error of
Approximation ( RMSEA) yang rendah, lebih kecil atau sama dengan 0,08 (
0,08 ).

IV. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan

Bab ini membahas analisis data dan hasil perhitungan serta pembahasan
tentang perbandingan kemampuan entrepneurship antara pengusaha wanita dan
pria. Pembahasan mencakup deskripsi responden, uji validitas, uji reliabilitas
dan korelasi antara variabel, serta hasil pengujian hipotesis dan
pembahasannya.

4.1. Analisis Deskripsi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pengusaha kecil (usaha yang
memiliki omset kurang dari Rp 200 juta dan jumlah tenaga kerja kurang dari 25
orang) yang berada di Bandar Lampung. Jumlah populasi yang ada di Bandar
Lampung diperkirakan sebanyak 15 ribu usaha kecil (Kopperindag, 2003).

Besarnya sampel dalam penelitian ini sebanyak 150 pengusaha. Pengambilan


sampel dilakukan dengan metode strattified sampling dan metode acak
sederhana ( random sampling). Responden diminta untuk berpartisipasi untuk
merespon dan memberikan identitas mereka mengenai jenis kelamin, usia,
status, modal awal, modal saat ini, pekerjaan orang tua dan lingkungan dimasa
kecil. Kuesioner penelitian diberikan langsung pada perusahaan yang terpilih.
Agar kuesioner terisi dengan lengkap dan dapat kembali kepada peneliti
sebanyak mungkin maka diberikan waktu khusus untuk pengisian keasioner
tersebut.

Dari 150 kuesioner yang diisi responden yang dikembalikan adalah sebanyak
119 kuesioener (respon rate 79%). Dari 119 kuesioner yang di input terdiri dari
56 kuesioner dari pengusaha pria dan 63 pengusaha wanita.

Dari hasil pengumpulan kuesioner diskripsi responden secara rinci dapat


terlihat dalam tabel 1 berikut:

Tabel 1. Deskripsi Responden

Keterangan Jumlah Persentase (%)


Jenis Kelamin
Laki-laki 56 47%
Perempuan 63 53%

248
Keterangan Jumlah Persentase (%)
Usia
20 30 tahun 18 15%
31 -40 tahun 56 47%
lebih dari 40 tahun 45 38%

Status Perkawinan
Kawin 99 83%
Belum Kawin 20 17%

4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji Validitas

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kuesioner yang


pernah digunakan oleh peneliti-peneliti terdahulu (ribhan, 2006). Sehingga
dalam penelitian ini tidak dilakukan uji validitas terhadap item-item kuesioner
penelitian, dengan kata lain peneliti berasumsi bahwa item-item pada kuesioner
penelitian ini telah dilakukan validitas item .

Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan terhadap data yang sudah terkumpul. Uji reliabilitas
ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui seberapa jauh sebenarnya
item-item pertanyaan tersebut memiliki konsistensi. Pada uji reliabilitas ini
dapat terjadi penghapusan beberapa item-item pertanyaan, dengan
membandingkan antara cronbach alpha total dan alpha if item deleted sehingga
dapat meningkatkan nilai cronbach alpha.

Pengujian Reliabilitas item-item Entrepneurship

Pengujian reliabilitas untuk item-item variabel entrepreneurship menghasilkan


nilai cronbach alpha tertinggi sebesar 0,5105 (standardized item alpha sebasar
0,5105) dengan empat kali pengujian. Sehingga item-item yang reliabel adalah:
3,5,11,13,14.

Secara rinci, hasil pengujian reliabilitas masing-masing variabel dalam


penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut.

249
Tebel 2. Ringkasan Hasil Pengujian Reliabilitas Variabel Penelitian

Awal Akhir
No Nama Variabel Jumlah Cronbach Jumlah Cronbach
item Alpha item Alpha
2 Entrepneurship 16 -0,0694 5 0,5105

4.3. Analisis Data

Evaluasi atas Dipenuhinya Ukuran Sampel

Jumlah sampel total yang digunakan dalam pengujian ini adalah 119 sampel.
Jumlah sampel ini telah lebih dari jumlah sampel minimum yang diperlukan
dalam pengujian structural equation model. Menurut Hair et al.,(1998) ukuran
sampel yang sesuai adalah antara 100 200. Oleh karena itu pengujian model
keseluruhan dengan SEM dapat dilakukan.

Evaluasi atas Dipenuhinya Asumsi Normalitas

Menurut Hair et al. (1998), SEM bila diestimasi dengan menggunakan maximum
likelihood estimation technique, mensyaratkan pengujian asumsi normalitas.
Untuk menguji normalitas distribusi data yang digunakan dalam analisis bisa
digunakan dengan mengamati mulitivativariate kurtosis value. Apabila nilai
kritisnya (CR) lebih besar dari 2,58 berarti kita dapat menolak asumsi
mengenai normalitas pada probability level 0,01 (Hair et al., 1998). Hasil uji
normalitas untuk sampel wirausaha pria disajikan dalam tabel 3.

Tabel 3. Assessment of normality Wirausaha Pria Assessment of normality (Group


number 1)

Variable min max skew c.r. kurtosis c.r.


tol 12.000 18.000 -.294 -.899 -.446 -.681
md 9.000 17.000 .124 .378 1.067 1.630
res 12.000 18.000 .047 .144 -1.135 -1.734
dep 11.000 16.000 .604 1.845 -.065 -.099
Multivariate 2.556 1.380

Sedangkan hasil uji normalitas untuk sampel wirausaha Wanita disajikan dalam
tabel 4 berikut.

250
Tabel 4. Assessment of normality Wirausaha Perempuan, Assessment of normality
(Group number 1)

Variable min max skew c.r. kurtosis c.r.


tol 10.000 20.000 .177 .574 .179 .290
md 9.000 17.000 -.400 -1.296 -.022 -.035
res 11.000 19.000 -.006 -.018 -.579 -.938
dep 10.000 17.000 .230 .745 -.236 -.382
Multivariate 2.888 1.655

Dari tabel 3 dan 4 dapat dilihat bahwa nilai CR untuk multivariete menunjukkan
angka 1,380 dan 1,655, nilai tersebut lebih kecil dari nilai batas 2,58. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa pada pengujian data SEM, baik secara
multivariate tidak ada bukti bahwa data yang digunakan berdistribusi tidak
normal, sehingga asumsi normalitas terpenuhi.

4.4. Perbandingan Model Path antara Wirausaha Pria dan Wanita

Hasil Perhitungan dengan menggunakan Program AMOS diperoleh gambar


analisa jalur antara pria dan wanita sebagai berikut:

e1
.10

dep

e2
.32
.38

res .61

wirausaha
e3
-.47
.22

md
.51

e4
.26

tol

251
Gambar 2. Wirausaha Laki-laki (Pria)

Sedangkan untuk gambar path atau analisa jalur diperoleh sebagai berikut:

Gambar 3. Model Path Wirausaha Perempuan (Wanita)

e1
.00

dep

e2
-.02
2.37

res 1.54

wirausaha
e3
.12
.014

md
.06

e4
.004

tol

4.4. Pengujian Hipotesis dan Pembahsan

Nilai-nilai koefisien path dan critical ratio (CR) hasil analisis hubungan kausalitas
antara variabel-variabvel penelitian dengan menggunakan program AMOS 5
dapat dilihat pada tabel 5

Tabel 5. Nilai Koefisien Path Wirausaha Pria dan Wanita

Path Pria Wanita


dep <--- wirausaha .322 -.020
res <--- wirausaha .613 1.538
md <--- wirausaha -.467 .119
tol <--- wirausaha .512 .063

252
Penilaian terhadap pengaruh dari masing-masing indikator, menurut Hair, et al.,
(1998) dilihat dari nilai koefisien path-nya dan nilai critical ratio (CR) yang lebih
besar atau sama dengan 1,96, diinterpretasikan signifikan secara statistik pada
tingkat 0,05 (p<0,05).

Berdasarkan pengujian tersebut bahwa hipotesis yang menyatakan terdapat


berbedaan kemampuan antara wirausaha wanita dan pria mempunyai
perbedaan tetapi tidak signifikan antara keduanya, didukung.

Ingin Independen atau Kemandirian, hasil perhitungan dengan AMOS


menunjukkan bahwa besarnya pengaruh indikator kemandirian antara
wirausaha wanita dan pria berbeda. Pengaruh kemandirian pria (0,322) lebih
besar dibandingkan dengan indikator kemandirian pada wirausaha perempuan
yaitu sebesar -0, 020. Hal ini menunjukkan bahwa wirausaha pria lebih mandiri
dalam menghadapi tantangan-tantangan persaingan, dibandingkan dengan
wirausaha wanita. Wirausaha pria lebih memiliki citra kemandirian dalam
menjalankan usahanya.

Berani mengambil resiko, hasil temuan dalam peneltian ini menunjukkan


bahwa wirausaha wanita (1,538) lebih baik dalam pengambilan resiko dalam
menjalankan usahanya dibandingkan dengan wirausaha pria (0,613). Temuan
ini menandakan bahwa wirausaha wanita lebih berani mengambil resiko dan
suka pada tantangan atas usahanya dibandingkan dengan wirausaha pria.
Misalnya resiko berinvestasi uang miliknya, meninggalkan pekerjaannya, dan
mempertaruhkan karirnya.

Orientasi kemasa depan, temuan dalam penelitian menunjukkan bahwa


pengaruh indikator orientasi kemasa depan wirausaha pria mempunyai
pengaruh yang relatif kecil (0,119) dan tidak signifikan, hal ini menandakan
bahwa wirausaha pria di Bandar Lampung mempunyai kemampuan
mengembangkan kemajuan usahanya masih sangat rendah. Hal ini
berkemungkinan disebabkan masalah-masalah permodalan dan pengembangan
pasar produk mereka. Temuan ini berbeda dengan pendapat para ahli
(Longenecker et.al, 2000) yang mengatakan bahwa orang yang memiliki tingkat
kebutuhan keberhasilan yang tinggi senang bersaing dengan standar
keunggulan dan memiliki untuk bertanggung jawab secara pribadi atas tugas
yang dibebankan kepadanya. Wirausaha adalah peraih keberhasilan tingkat
tinggi. Dorongan untuk keberhasilan tersebut tampak dalam pribadi yang
ambisius yang memulai usaha barunya dan kemudian mengemabangkan usaha
tersebut pada orang-orang tertentu.

Sedangakan untuk wirausaha wanita memiliki pengaruh yang negatif dan tidak
signifikan yaitu -0,467. temuan ini menunjukkan bahwa wirausaha wanita di

253
Bandar Lampung tidak memiliki kemampuan untuk mengembangkan
usahanya kemasa depan. Hal ini mengindikasikan bahwa wirausaha wanita
berkemungkinan, orientasi mereka dalam menjalan usahanya hanya sekedar
membantu pasangan mereka dalam memenuhi kebutuhan rumahtangganya.
Perbedaan kemampuan orientasi kemasa depan antara wirausaha pria lebih
tinggi dibanding dengan wirausaha wanita.

Toleransi pada sesuatu yang belum menentu, seorang wirausaha


memperhatikan tingkat keingintahuannya atau keinginan yang kuat untu
berusaha dengan tujuan apapun, menciptakan ketabahan dan kemauan untuk
bekerja keras, serta fleksibel. Seorang wirausaha mempunyai kemampuan
antisipasif terhadap perubahan dan akomodatif terhadap lingkungan. Toleransi
ambiguitas yakni kemampuan untuk berhubungan dengan yang tidak
tersetruktur dan tidak bisa diprediksi sehingga menuntut kreatifitas seseorang.

Hasil temuan menunjukkan bawa wirausaha pria lebih fleksibel dan antisipasi
terhadap perubahan-perubahan lingkungan (0,512), sehingga dapat diprediksi
bahwa kreatifitas wirausaha pria lebih baik dibanding dengan wirausaha
wanita.

Sedangkan wirausaha wanita indikator ini memiliki pengaruh yang sangat kecil
(0,063), hal ini menandakan bawa wirausaha wanita hapir tidak memiliki
toleransi terhadap perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi dan akan
terjadi dan kurang kreatifitasnya.

V. Simpulan, Implikasi, Keterbatasan Dan Saran Penelitian Mendatang

5.1. Kesimpulan

Seratus sembilan belas data yang diperoleh dari para wirausaha UKM dan
UMKM di Bandar Lampung dianalisis dengan menggunakan analisis model
persamaan structural (structural equation modeling) dan program apliklasi AMOS.
Penelitian ini menguji perbandingan pengaruh kemampuan entrepneurship
Wanita dan Pria pengusaha kecil dan mikro di Bandar Lampung. Hasil
pengujian menunjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat
perbedaan kemampuan wirausaha antara wanita dan pria di Bandar Lampung
serta terdapat perbedaan pengaruh antara indikator-indikator kemampuan
wirausaha wanita dan pria pengusaha kecil dan mikro di Bandar Lampung,
didukung.

Hasil pengolahan dengan menggunakan AMOS pengaruh indikator-indikator


kemampuan wirausaha wanita dan pria semuanya tidak signifikan. Hal ini
dikarenakan setelah pengolahan dipisahkan antara wanita dan pria maka

254
sampel masing-masing gender tidak memenuhi standar pengolahan, yaitu
antara 100 -200 responden.

Berdasarkan pengolahan data dengan menggunakan analisa jalur


menghasilkan temuan yang mendukung hipotesis yang diajukan peneliti.

Ingin Independen atau Kemandirian, menunjukkan bahwa wirausaha pria


lebih mandiri dalam menghadapi tantangan-tantangan persaingan,
dibandingkan dengan wirausaha wanita. Wirausaha pria lebih memiliki citra
kemandirian dalam menjalankan usahanya.

Berani mengambil resiko, wirausaha wanita lebih berani mengambil resiko dan
suka pada tantangan atas usahanya dibandingkan dengan wirausaha pria.
Misalnya resiko berinvestasi uang miliknya, meninggalkan pekerjaannya, dan
mempertaruhkan karirnya.

Orientasi kemasa depan, perbedaan kemampuan orientasi kemasa depan


antara wirausaha pria lebih tinggi dibanding dengan wirausaha wanita.

Toleransi pada sesuatu yang belum menentu, hasil temuan menunjukkan


bawa wirausaha pria lebih fleksibel dan antisipasi terhadap perubahan-
perubahan lingkungan, sehingga dapat diprediksi bahwa kreatifitas wirausaha
pria lebih baik dibanding dengan wirausaha wanita.

5.2. Implikasi Hasil Penelitian

Temuan-temuan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan


indikator-indikator wirausaha para wirausaha UKM dan UMKM di Bandar
Lampung berbeda antara wanita dan pria dalam hal ingin independent
(kemandirian) atau kemandirian, pengambilan resiko, orientasi ke masa depan,
serta toleransi terhadap sesuatu yang belum menentu. Wirausaha pria lebih
mandiri, berorientasi kemasa depan, dan kreatifitas dibandingkan dengan
wirausaha wanita. Sedangkan dalam hal keberanian mengambil resiko,
wirausaha wanita lebih berani dibanding dengan wirausaha pria. Untuk itu
diperlukan peranan berbagai pihak (pemerintah, professional, akademisi serta
masyarakat) dalam memberikan bimbigan terhadap usaha entrepneurship
terutama dalam wirausaha wanita, sehingga mereka akan lebih mandiri,
berorientasi kemasa depan dan kreatifitas. Dengan demikian wirausaha wanita
dalam menjalankan usahanya tidak semata-mata usaha sambilan atau
sementara. Hasil temuan ini menunjukkan terdapat perbedaan kemampuan
entrepneurship dari persepteif gender di Bandar Lampung. Temuan ini juga
diharapkan dapat memberikan masukan bagi stakeholder dalam
memberdayakan kemampuan wirausaha, terutama dalam wirausaha wanita.

255
Dengan demikian bantuan yang bersifat materi dan non materi masih terus
ditingkatkan untuk memotivasi dan kepercayaan diri mereka dalam
menjalankan usahanya.

5.3. Keterbatasan dan Saran Penelitian Mendatang

Penelitian ini masih banyak kekurangan-kekurangan yang dialami. Model yang


di tunjukkan belum menunjukkan suatu model yang fit (sesuai), hal ini
disebabkan terdapatnya bias atau halo efek dalam kuesioner, karena besarnya
pengambilan responden setelah dibedakan antara pria dan wanita besarnya
tidak mengikuti aturan yang ditetapkan dalam pengolahan data dengan
menggunakan AMOS. Keterbatasan lainnya besarnya responden masih sangat
kurang dari yang seharusnya, hal ini karena keterbatasan dana yang dimiliki
oleh peneliti. Dimana perbandingan antara besarnya responden (sample) dan
populasi tidak sesuai.

Oleh karenanya peneliti menyarankan bagi penelitian yang akan datang sebagai
berikut:

1. Diharapkan menggunakan sampel yang terspesifikasi dan berbeda dengan


penelitian ini dengan maksud untuk lebih menguatkan temuan peneliti.

2. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini terbatas pada


pengaruh indikator-indikator entrepneurship, seperti kemadirian,
pengambilan resiko, orientasi kemasa depan dan toleransi terhadap sesuatu
yang belum menentu. Penelitian yang akan datang diharapkan
mengikutsertakan faktor-faktor yang lebih kompleks dalam penelitian.

Kuesioner yang digunakan peneliti bersifat self-report atau self rating scale.
Kemungkinan dapat menyebabkan terjadinya bias respon akibat adanya
kecenderungan para responden mengukur lebih tinggi dari kondisi
sesungguhnya. Hal ini berkemungkinan karena seluruh item-item pertanyaan
yang diajukan, diisi responden dalam satu paket kuesioner.

DAFTAR PUSTAKA

Astamoen, Moko P. 2005. Entrepreneurship (dalam Perspektif Kondisi Bangsa


Indonesia). Bandung: Alfabeta

Cooper, R.D., & Emory,W.C. 1995. Business Research Methods (5th edition).
London: Richard D.Irwin, Inc.

256
Don Hellriegel dan John W.Slocum, Jr.1992. Management, Addison-Wesley
Publishing Co., Massacussets.

Ferdinan, Augusty. 2000. Structural Equation Modeling Dalam Penelitian


Manajemen. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Fred Luthan dan Richard M.Hotgetts. 1989. Business, The Dryden Pres Chicago.

Hair, JR. Joseph F., Anderson, Rolph E., Tatham, Ronald.L., & Black, William.C.
1998. Multivariate Data Analysis (Fifth Edition). Prentice-Hall
International Inc.

Joko Sutrisno.2002. Pengembangan pendidikan Berwawasan Kewirausahaan Sejak


Usia Dini, http://rudict.topcities.com.

Kerlinger, N. Fred. (Penerjemah: Simatupang Ladung R) 1998. Asas-asas


Penelitian Behavioral (edisi Indonesia). Gadjah Mada University Press.

Longenecker, JustinG;CarlosW.Moore, J.William Petty. 2000. Small Business


Management, An Entrepneurial Emphasis 11th Ed. Thomson Learning.

Muhandri, Tjahya. 2002. Strategi Penciptaan Wirausaha (Pengusaha) Kecil


Menengah yang Tangguh, http://rudict.tripod.com.

Nasrullah Yusuf.1996. Wirausaha dan Bisnis Kecil, Isu Dan Kecenderungan


Ekonomi, Pemikiran dalam Rangka Lustrum ke 6 FE UNILA.

Peter F.Drucker.1985. Innovation and Entrepreneurship; Pranctise and Principles,


Harper & Row , New York.

Purdi E. Chandra. 2003. Entrepneur Kreatif, Entrepneur Indonesia Edisi 2 /


Tahun I / Agsutus.

Ricky E.Griffin dan Ronald J.Ebert,1989. Business, Prentice Hall, New Jersey.

Ribhan. 2006. Pengaruh Keyakinan Diri (Self Eficacay) dalam Kemampuan


Entrepreneurship Pengusaha Kecil dan Mikro di Propinsi Lampung.

Sekaran, U. 1992. Research Methods for Business, Second Edition, New York: John
Wiley & Son, Inc.

Yuni Pristiawati. 2005. Pengembangan Usaha Kecil Untuk Penguatan


Perempuan. Media Informasi BPR, Edisi V bulan Juni.

257

Anda mungkin juga menyukai