DIABETES MELITUS
KELAS 3 F
Oleh:
Putreni (17040190)
Shinta (17040190)
Puji dan syukur kami selaku penyusun makalah kepada Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dengan judul Diabetes Melitus
Tim Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................4
1.2 Perumusan Masalah........................................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................................................5
1.4 Metode Penulisan............................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................6
2.1 Definisi Diabetes Melitus.............................................................................................6
2.2 Klasifikasi Diabetes Melitus........................................................................................6
2.3 Etiologi dan Faktor Risiko Diabetes Melitus.........................................................8
2.4 Patofisiologi Diabetes Melitus....................................................................................11
2.5 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus.........................................................................12
2.6 Diagnosis Diabetes Melitus.........................................................................................31
BAB III PEMBAHASAN KASUS................................................................................35
3.1 Kasus Pemicu...................................................................................................................32
3.2 Pembahasan Kasus.........................................................................................................32
BAB IV PENUTUP.............................................................................................................38
4.1 Kesimpulan.......................................................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................39
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mampu memahami penyebab diabetes miletus
2. Memahami mekanisme patofisiologi diabetes miletus
3. Memahami pengaruh diabetes miletus terhadap sistem yang terdapat di
tubuh
4. Memahami cara perawatan terbaik untuk penderita diabetes miletus
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Diabetes melitus tipe 1 adalah hasil dari autoimunitas kerusakan sel beta, yang
mengarah kepada defisiensi hormon insulin.
2. Diabetes melitus tipe 2 adalah hasil dari kerusakan pengeluaran insulin secara
pogresif yang disertai dengan resistensi insulin, biasanya berkaitan dengan
obesitas.
3. Diabetes melitus gestasional adalah jenis diabetes melitus yang didiagnosis
selama masa kehamilan.
4. Diabetes melitus jenis lain, mungkin terjadi sebagai hasil dari kerusakan
genetik di fungsi sel beta, penyakit kelenjar pankreas (misalnya sistik
fibrosis), atau penyakit yang diinduksi penggunaan obat-obatan.
6
Menurut WHO, diabetes melitus dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan
perawatan dan simtoma.
1. Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes Mellitus Tipe 1 biasa menyerang anak-anak. Merupakan diabetes
yang terjadi karena berkurangnya insulin dalam sirkulasi darah akibat
hilangnya sel beta pada pulau langerhans. Hilangnya sel beta dikarenakan
reaksi autoimun yang salah sehingga menghancurkan sel beta di pankreas.
Salah satu gejala DM tipe 1 ini adalah buang air kecil yang terlalu sering.
1. Diabetes tipe I
Merupakan tipe diabetes yang terjadi karena kerusakan sel-sel beta pada
pancreas untuk memproduksi insulin. Hal ini disebabkan reaksi autoimun pada
tubuh.
2. Diabetes tipe II
Merupakan tipe diabetes dimana jumlah insulin dalam tubuh memadai namun
kurangnya jumlah reseptor insulin di permukaan sel menyebabkan insulin
yang dapat masuk ke dalam sel hanya sedikit dan proses metabolism
karbohidrat terganggu sehingga kadar glukosa dan insulin tinggi. DM tipe II
mempunyai tingkat genetic tinggi, 80-90% disebabkan keturunan.
7
3. Diabetes tipe Gestasional
Tipe diabetes yang hanya terjadi pada masa kehamilan. Namun resiko yang
ditimbulkan terhadap bayi sangan besar seperti kelainan bawaan, gangguan
pernapasan, bahkan kematian janin. Toleransi karbohidrat akan kembali
normal mulai pada trisemester ketiga.
4. Diabetes tipe spesifik lainnya
a. Defek genetik fungsi sel yang ditandai dengan mutasi pada:
1) Hepatocyte nuclear transcription factor (HNF) 4.
2) Glukokinase
3) Hepacytocyte nuclear transcription for 1.
4) Insulin promoter factor
b. Defek genetic pada kerja insulin (misalbya resistensi tipe A).
c. Penyakit pada pankreas eksokrin, diantaranya pancreatitis,
pankreatektomi, neoplasia, fibrosis kistik, hemokromatosis.
d. Endokrinopati, yaitu sindrom Cushing, akromegali, feokromositoma,
hipertiroidisme, glukagonoma.
e. Obat atau bahan kimia : glukortikoid, tiazid, dan lain.
f. Infeksi : rubella kongenital, sitomegalovirus, coxsackievirus, dan lainnya.
g. Bentuk jarang diabetes imnunologik : sindrom Stiff Man, antibody anti
reseptor insulin.
h. Sindrom genetic lain yang berkaitan dengan diabetes : sindrom Down,
sindrom Klinefelter, dan lainnya.
8
2. Obesitas (berat badan 20% dari berat ideal)
Obesitas yang terjadi pada seseorang dapat mengakibatkan berkurangnya
jumlah sisi reseptor insulin yang dapat bekerja dalam sel pada otot skeletal
dan jaringan lemak. Dengan terjadinya obesitas maka akan merusak sel beta
dalam memproduksi dan melepaskan insulin, sehingga terjadi penumpukan
gula darah.
3. Usia
Semakin bertambah umur seseorang maka prevalensi DM semakin meninggi.
Biasanya DM dialami oleh orang-orang yang telah berusia 30 tahun, yang
mana telah mengalami perubahan fisiologis, anatomi, dan biokimia. Salah satu
yang mengalami perubahan adalah sel beta penghasil insulin pada pankreas.
4. Hipertensi
Diabetes mellitus tipe 1 diwariskan dalam bentuk alel heterozigot. Kembar identik
memiliki risiko 25%-50% mewariskan penyakit ini, sedangkan saudara kandung
berisiko 6% dan keturunan berisiko 5%. Sebuah gabungan juga terjadi antara
diabetes melitus tipe 1 dan Human Leukocyte Antigens (HLAs). Faktor
lingkungan seperti paparan virus yang mencetuskan proses autoimunitas yang
menghancurkan sel beta. Islet Cell Antibodies (ICAs) kemudian muncul,
memingkat dalam hitungan bulan dan tahun seiring dengan hancurnya sel-sel beta.
Hal ini mempercepat hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi
ketika 80%-90% massa sel beta telah dihancurkan.
9
2.3.2 Etiologi dan Faktor Risiko pada Diabtetes Melitus Tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 tidak tergabung dengan tipe jaringan HLAs, dan
sirkulasi ICAs jarang hadir. Keturunan memainkan peran utama dalam ekspresi
diabetes melitus tipe 2. Penyakit ini lebih umum terjadi pada kembar identik
(58%-75%) dibandingkan pada populasi secara umum.
Obesitas adalah faktor risiko paling utama, dimana 85% orang dengan
diabetes melitus tipe 2 menjadi obesitas (Black, 2009). Hal ini tidak jelas apakah
kepekaan jaringan (hati dan otot) yang lemah kepada insulin atau sekresi insulin
yang lemah yang menjadi kerusakan utama pada diabetes melitus tipe ini.
10
2.4 Patofisiologi Diabetes Melitus
Jenis diabetes miletus yang paling umum dikenal orang adalah diabetes
melitus tipe 1 dan diabetes melitus tipe 2.
Diabetes melitus tipe 1 disebabkan karena berkurang atau rusaknya sel beta
sebagai penghasil insulin pada pankreas yang menyebabkan produksi insuline
menjadi berkurang atau tidak terproduksi lagi. Pada saat makanan yang masuk ke
dalam tubuh, maka makanan tersebut akan dirubah menjadi glukosa. Glukosa
kemudian masuk ke dalam aliran darah. Selanjutnya pankreas menghasilkan
sedikit insulin atau tidak menghasilkan insulin sama sekali karena kerusakan sel
beta pada pulau langerhans yang terdapat pada pankreas. Insulin yang dihasilkan
tersebut akan masuk ke dalam aliran darah, selanjutnya dikarena jumlah insulin
yang diproduksi dengan glukosa yang masuk ke dalam tubuh terlalu sedikit maka
menyebabkan penumpukan glukosa dalam darah.
11
2.5 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus
12
2. Monitor kadar gula darah secara teratur
Penderita diabetes perlu mengecek kadar gula darahnya secara teratur agar
kadar gula darahnya tetap terkontrol. Pengontrolan gula darah ini dapat
dilakukan sendiri uleh penderita diabetes dengan menggunakan lat pengecek
gula darah yaitu glukotest.
3. Olahraga
Penderita diabetes dianjurkan untuk melakukan olahraga teratur seperti
bersepeda, berenang, lari pagi, dan lain-lain. Olahraga ini dilakukan selama
30-40 menit sebanyak tiga kali seminggu.
Satuan unit dari ginjal adalah nefron yang tersusun atas glomelurus dan
tubulus. Bagian pertama adalah tubulus proksimal yang berfungsi dalam
menyaring air, elektrolit dan molekul kecil lainnya. Beberapa hasil filtrat
kemudian diserap kembali ke dalam darah namun tidak dengan glukosa yang di
reabsorpsi obligat. Ansa Henle adalah lanjutan cairan dari tubulus proksimal yan
merupakan tempat transportasi aktif ureum.
Tubulus distal adalah bagian yang memiliki proses reabsorpsi air oleh anti
duretik hormon. Anti diuretik hormon bekerja jika keadaan air sedikit, namun
jumlah anti diuretik akan berkurang jika air jumlahnya berlebih ehingga tidak
terjadi filtrat dan menyebabkan air banyak yang keluar sebagai urine. Selanjutnya
urine yang normal akan dikeluarkan melalui saluran perkemihan. Urine normal
adalah urine berwarna bening, terdiri atas air, elektrolit dan zat sisa metabolisme,
dan tidak mengandung glukosa.
Glukosa adalah zat yang mudah berikatan dengan air, maka glukosa mampu
menyerap lebih banyak air dalam tubuh. Saat berada di ginjal, air yang berlebih
ini menggangu kerja anti diuretik hormon sehingga filtrasi glukosa tidak dapat
berfungsi dengan baik dan akhirnya glukosa keluar dengan urine. Urine yang
dihasilkan juga tidak normal, karena jumlahnya yang banyak dan mengandung
glukosa (kencing manis).
13
Volume air yang berlebih karena banyaknya kadar glukosa ini menyebabkan
vesika urinaria cepat meregang. Peregangan yag terjadi pada bagian muskulus
detrusor ini mengirim impuls aafferen ke medula spinalis lumbal sehingga terjadi
pembukaan sfingter uretra yang menyebabkan keinginan buang air kecil. Pada
umumnya pada penderita diabetes terjadi gangguan perkemihan yaitu seringnya
buang air kecil akibat volume air yang berlebih, kencing manis karena banyaknya
kandungan glukosa, dan meningkatkan rasa haus.
Insulin dan glukagon adalah hormon yang bekerja secara antagonis dalam
mengatur konsentrasi glukosa dalam darah. Keseimbangan metabolisme
bergantung pada pemeliharaan glukosa darah pada konsentrasi yang dekat dengan
titik pasang, yaitu sekitar 90mg/100ml pada manusia. Ketika glukosa darah
melebihi kadar tersebut, insulin dilepaskan dan bekerja menurunkan konsentrasi
glukosa. Ketika glukosa darah turun dibawah titik pasang, glukagon
meningkatkan konsentrasi glukosa. Melalui umpan balik negatif, konsentrasi
glukosa darah menentukan jumlah relatif insulin dan glukagon yang disekresikan
oleh sel-sel pulau Langerhans. Insulin menurunkan kadar glukosa darah dengan
cara merangsang hanpir semua sel tubuh kecuali sel otak, untuk mengambil
glukosa dari darah. Insulin diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka
pintu masuknya glukosa ke dalam sel yang kemudian akan dimetabolisme
menjadi tenaga.
14
Insulin juga menurunkan glukosa darah dengan memperlambat perombakan
glikogen dalam hati dan menghambat konversi asam amino dan asam lemak
menjadi gula (Campbell, 2004).
Pada DM tipe 2 jumlah insulin normal, malah mungkin lebih banyak tetapi
jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang. Reseptor
insulin ini diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Jika jumlah
lubang kuncinya kurang meskipun anak kuncinya (insulin) banyak maka glukosa
yang masuk ke sel akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan glukosa dan
glukosa di dalam pembuluh darah meningkat. Pada DM tipe 2 jumlah sel beta
berkurang sampai 50-60% dari normal. Jumlah sel alfa meningkat. Hal lain yang
terjadi adalah adanya peningkatan jumlah jaringan amyloid pada sel beta yang
disebut Amilin. Pada DM tipe 2 terjadi resistensi insulin karena kadar glukosa
yang tinggi juga kadar insulin yang tinggi atau normal. Penyebab reistensi insulin
pada DM tipe 2 tidak begitu jelas, namun faktor yang banyak berperan meliputi
obesitas yang bersifat sentral (bentuk apel), diet tinggi lemak dan rendah
karbohidrat, kurang gerak badan dan faktor keturunan. Lebih dari 90 % penderita
diabetes menderita tipe 2 dan banyak diantaranya dapat mengelola glukosa
darahnya hanya dengan melakukan olahraga dan kontrol makanan (Sidartawan,
2007).
15
Kedua tipe DM ini mengakibatkan jumlah glukosa di dalam darah tinggi
bahkan sedemikian tingginya sehingga ginjal penderita mengekskresikan glukosa
sehingga gula hadir dalam urin. Semakin banyak gula terkonsentrasi dalam urin,
semakin banyak air yang diekskresikan bersamanya, yang menyebabkan urin
dengan volume berlebihan dan rasa haus yang terus-menerus.
16
Terdapat tiga mekanisme yang saling terkait dan berperan dalam destruksi
sel islet (sel pankreas) yaitu kerentanan genetik, autoimunitas, dan gangguan
lingkungan (Robbins, 2004).
1. Kerentanan Genetik
Kerentanan genetik berkaitan dengan alel spesifik kompleks
histokompatibilitas mayor (MHC) kelas II dan lokus genetik lain,
mempengaruhi derajat responsivitas imun terhadap autoantigen sel beta
pankreas, atau autoantigen sel beta disajikan melalui cara yang mendorong
reaksi imunologik abnormal. Diketahui tipe gen yang berkaitan dengan DM
tipe I ini adalah DW3 dan DW4, gen ini berperan penting dalam interaksi
monosit-limfosit dengan memberi kode kepada protein-protein pengatur sel
respons sel T pada sistem imun. Jika terjadi suatu kelainan pada pengkodean
protein ini, limfosit T akan terganggu dan berdampak pada pathogenesis
perusakan sel-sel pulau Langerhans yang mengakibatkan seseorang rentan
terhadap timbulnya autoimunitas terhadap sel beta islet.
2. Autoimunitas
Walaupun manifestasi DM tipe I bersifat mendadak, namun sebenarnya
penyakit ini terjadi akibat serangan autoimun kronis terhadap sel beta yang
sudah berlangsung bertahun-tahun. Manifestasi klinis penyakit (hiperglikemia
dan ketosis) timbul di akhir, setelah lebih dari 90% sel beta rusak. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa autoimunitas dan cedera yang diperantarai sel
merupakan penyebab rusak atau hilangnya sel beta pada diabetes tipe I
autoimun.
3. Faktor Lingkungan
Serangan dari lingkungan dapat memicu autoimunitas dengan merusak sel
beta. Pengamatan epidemiologis menunjukkan bahwa virus menjadi
pemicunya. Beberapa virus yang berkaitan dengan DM tipe I adalah
coxsackievirus B, parotitis, campak, rubella, dan mononukleis infeksiosa.
Meskipun virus ini telah diketahui mempunyai peranan dalam menghancurkan
sel beta, namun mekanisme pathogenesis virus tersebut masih belum jelas.
Sebuah pandangan mengungkapkan, virus tersebut memicu penyakit DM
melalui mimikri molecular. Dalam mekanisme ini, timbul respons imun
17
terahadap suatu protein virus uang memiliki sekuensi asam amino yang sama
dengan suatu protein sel beta. Teori lain berpendapat bahwa virus tidak
memicu autoimunitas, namun memperkuat kumpulan sel T rautoreaktif yang
sudah ada. Mekanisme teori ini, infeksi virus pada sel islet memicu respons
peradangan lokal yang menghasilkan sitokin. Kemudian sitokin mengaktifkan
atau memperbanyak sel T autoreaktif. Namun kebenaran pandangan-
pandangan ini belum dapat dipastikan secara jelas.
18
tulang kering. Penyebab dermopati diabetic belum diketahui naming
kemungkinan berhubungan dengan diabetes neuropatik dan komplikasi
vascular (pembuluh darah). Studi menunjukkan kondisi kelainan ini paling
sering terjadi pada penderita diabetes retinopati, neuropati dan nefropati.
Selain itu gambaran bercak-bercak tibial pada dermopathy diabetes
diperkirakan muncul karena respon trauma panas, dingin atau trauma tumpul
pada pasien diabetes.
4. Bula Diabetikum
Dikenal juga dengan diabetes bula atau bullosis diabeticorum ditandai dengan
bentuk lepuh blister yang besar, longgar, tanpa rasa nyeri dan non-
inflammatoris, sering terjadi pada daerah ekstriminitas bawah namun
terkadang ditemui pada tangan dan jaru, penyebab kelainan ini belum
diketahui. Diabetes ini sering terjadi pada pasien DM tipe 1 atau dengan
komplikasi diabetes ganda dengan neuropati perifer. Terdapat 2 tipe pada
diabetes bula yaitu intraepidermal dan subepidermal. Bula ntraepidermal
terdiri dari cairan jernih, steril, nonhemoragik, dan umumnya sembuh sendiri
dalam waktu 2 sampai 5 minggu ranpa skar atropi. Sementara pada bula
subepidermal memiliki ciri yang sama dengan intraepdermal hanya saja
terkadang tipe subepidermal berupa bula hemoragik dan penyembuhannya
menimbulkan skar atropi.
5. Gangren Diabetik
Gangrene didefinisikan sebagai keadaan nekrosis pada suatu jaringan tubuh
akibat obstruksi pembuluh darah yang disertai pertumbuhan bakteri saprofit
berlebihan. (Price & Sylvia, 2002). Gangrene diklasifikasikan dalam dua
kelompok yaitu gangrene basah dan gangrene kering. Gangrene kering
cenderung terjadi pada penderita diabetes dan penyakit autoimun. Gangren
yang disebabkan dari diabetes disebut dengan ganren diabetik yaitu suatu
bentuk kematian jaringan (nekrosis) tubuh karena berkurangnya atau
terhentinya aliran daerah ke jaringan tersebut. Gangrene diabetic ini
merupakan dampak jangka panjang dari arterioklerosis dan emboli thrombus
kecil. Gangrene kering yang terjadi pada penderita diabetes atau kelainan
autoimun biasanya menyerang organ tangan dan kaki. Akibat tingginya kadar
19
glukosa dalam darah menyebabkan gangguan pada aliran darah terutama pada
tangan atau kaki (penyakit arteri perifer). Faktor predisposisi pada gangrene
diabetic ini berupa trauma ringan, infeksi lokal, atau tindakan lokal (misal
ekstrasi kuku). Infeksi pyoderma seperti impetigo, carbuncles, furunkulosis,
acthyma, dan erisiplas merupakan contoh komplikasi infeksi pada kasus
diabetes. Infeksi bakteri mendalam folikel rambut (abses) dan selulitis yang
merupakan infeksi kulit mendalam. Selulitis sering muncul sebagai merah
panas dan lembut pembengkakan kaki.
Pada diabetes melitus tipe 1, ssaat makanan yang masuk ke dalam tubuh,
maka makanan tersebut akan dirubah menjadi glukosa. Glukosa kemudian masuk
ke dalam aliran darah. Selanjutnya pankreas menghasilkan sedikit insulin atau
tidak menghasilkan insulin sama sekali karena kerusakan sel beta pada pulau
langerhans yang terdapat pada pankreas. Insulin yang dihasilkan tersebut akan
masuk ke dalam aliran darah, selanjutnya dikarena jumlah insulin yang diproduksi
dengan glukosa yang masuk ke dalam tubuh terlalu sedikit maka menyebabkan
penumpukan glukosa dalam darah. Selain itu hati melakukan sintesis glukosa
dengan substansi asam amino, asam lemak, dan glikogen. Konsentrasi substansi-
substansi tersebut tinggi, diakibatkan oleh tidak adanya kerja dari insulin.
Sehingga menyebabkan rasa lapar walaupun kadar glukosa dalam darah tinggi.
Selanjutnya sel-sel lain akan menggunakan asam lemak bebas untuk
menghasilkan energi. Pembentukan energi melalui asam lemak menyebabkan
peningkatan produksi keton pada hati, sehingga pH plasma menurun.
Pada diabetes melitus tipe 2, aawalnya makan yang masuk ke dalam tubuh
akan diubah menjadi glukosa, kemudian glukosa akan masuk ke dalam aliran
darah. Selanjutnya pankreas akan menghasilkan insulin, dan insulin tersebut akan
masuk ke dalam pembuluh darah. Namun insulin tersebut mengalami penurunan
sensitivitas, sehingga glukosa menumpuk dalam darah dan tidak dapat masuk ke
dalam sel. Selain itu, hati menjadi resisten terhadap insulin, yang mana pada
biasanya hati akan berespon menurunkan kadar produksi glukosa apabila terjadi
20
hiperglikemia, pada DM tipe 2 hati tetap saja memproduksi glukosa meskipun
terjadi hiperglikemia.
21
pasien juga memerlukan penggantian kalium. Karena infeksi berulang dapat
meningkatkan kebutuhan insulin pada penberita DM, tidak heran kalau infeksi
dapat mempercepat terjadinya dekompensasi diabetik akut dan DKA. Dengan
demikian, pasien dalam keadaan ini mungkin perlu diberi pengobatan antibiotika.
HHNK adalah komplikasi metabolik akut lain dari diabetes mellitus tipe 2.
Hal ni terjadi bukan karena defisiensi insulin, hiperglikemia muncul tanpa ketosis.
Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolaritas, diuresis osmotik, dan dehidrasi
berat. Pengobatan HHNK adalah rehidrasi, penggantian elektrolit, dan insulin
regular.
Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu faktor risiko paling penting
dalam terjadinya perburukan TB. Sejak permulaan abad ke 20, para klinisi telah
mengamati adanya hubungan antara DM dengan TB, meskipun masih sulit untuk
ditentukan apakah DM yang mendahului TB atau TB yang menimbulkan
manifestasi klinis DM (Cahyadi & Venty, 2011). Pasien DM rentan mendapat TB
paru dan gejala TB paru perlangsungannya lebih berat, mengenai lobus bawah,
non segmental dan menyebabkan reaktivasi penyakit sebelumnya. Pada umumnya
pengobatan meliputi pengobatan terhadap DM nya dengan pemberian diet
diabetes dan insulin. Obat anti diabetes oral sebaiknya tidak diberikan pada DM
dengan TB paru karena adanya efek rifampicin dan isoniazid yang mengurangi
efek obat tersebut. Penting sekali monitor glukosa darah sendiri dengan memakai
meter untuk memantau kadar glukosa secara teratur (J Med Nus. 2004; 25:45-49
dalam Sanusi, 2006).
22
kerusakan pada pembuluh darah yang membawa oksigen dan nutrisi ke saraf (5)
faktor autoimun yang menyebabkan peradangan pada sarafmekanik cedera pada
saraf, seperti sindrom carpal tunnel (6) faktor genetik yang meningkatkan
kerentanan terhadap penyakit saraf, dan faktor gaya hidup, seperti merokok atau
penggunaan alcohol.
Neuropati perifer adalah kerusakan saraf di lengan dan kaki. Kaki Anda
cenderung akan terpengaruh sebelum tangan danlengan. Gejala : (1) mati rasa atau
ketidakpekaan terhadap nyeri atau temperatur (2) kesemutan, terbakar, atau
menusuk-nusuk sensasi (3) nyeri tajam atau kram (4) kepekaan ekstrim untuk
disentuh, bahkan sentuhan ringan (5) kehilangan keseimbangan dan koordinasi.
Gejala-gejala ini sering lebih buruk pada malam hari.Neuropati perifer juga dapat
menyebabkan kelemahan otot dan hilangnya refleks, terutama pada pergelangan
kaki, yang menyebabkan perubahan dalam cara seseorang berjalan. Lecet dan luka
mungkin muncul di daerah kaki mati rasa karena tekanan atau cedera terjadi tanpa
disadari. Jika cedera kaki tidak segera diobati, infeksi dapat menyebar ke tulang,
dan kaki kemudian mungkin harus diamputasi.
1. Ketidaksadaran Hipoglikemia
Biasanya, gejala seperti kegoyahan, berkeringat, dan jantung berdebar terjadi
ketika kadar glukosa darah turun di bawah 70 mg / dL. Pada orang dengan
neuropati otonom, gejala mungkin tidak terjadi, sehingga sulit untuk
mengenali hipoglikemia.
2. Jantung dan Pembuluh Darah
Mengganggu kemampuan tubuh untuk menyesuaikan tekanan darah dan
denyut jantung. Akibatnya, tekanan darah bisa turun tajam setelah duduk atau
berdiri, yang menyebabkan seseorang merasa pusing atau bahkan pingsan.
23
3. Sistem Pencernaan
Menyebabkan sembelit, perut kosong terlalu lambat (gastroparesis).
Gastroparesis parah dapat menyebabkan mual dan muntah persisten,
kembung, dan kehilangan nafsu makan. Gastroparesis juga bisa membuat
kadar glukosa darah berfluktuasi. Kerusakan saraf ke kerongkongan dapat
membuat sulit menelan, sementara kerusakan saraf pada perut bisa
menyebabkan konstipasi bergantian dengan sering, diare yang tidak
terkendali, terutama pada malam hari. Keseluruhan masalah pencernaan
menyebabkan penurunan berat badan.
4. Saluran Kemih dan Organ Reproduksi
Mencegah kandung kemih dari pengosongan sepenuhnya, yang
memungkinkan bakteri tumbuh di kandung kemih dan ginjal dan
menyebabkan infeksi saluran kemih. Jika saraf kandung kemih yang rusak,
inkontinensia urin dapat mengakibatkan karena seseorang mungkin tidak
mampu merasakan ketika kandung kemih penuh atau tidak dapat mengontrol
otot-otot yang melepaskan urin. Secara bertahap juga menurunkan respons
seksual pada pria dan wanita. Seorang pria mungkin tidak dapat memiliki
ereksi atau mungkin mencapai klimaks seksual tanpa ejakulasi normal.
Seorang wanita mungkin memiliki kesulitan dengan gairah, lubrikasi, atau
orgasme.
5. Kelenjar Keringat
Mencegah kelenjar keringat bekerja dengan baik, tubuh tidak dapat mengatur
suhu sebagaimana mestinya. Kerusakan saraf juga dapat menyebabkan
berkeringat banyak pada malam hari atau saat makan.
6. Mata
Dapat mempengaruhi pupil mata menjadi kurang responsif terhadap
perubahan cahaya. Akibatnya, seseorang mungkin tidak dapat melihat dengan
baik ketika cahaya dihidupkan di ruangan gelap atau mungkin mengalami
kesulitan mengemudi di malam hari.
24
Gejalanya yaitu (1) ketidakmampuan untuk fokus mata, (2) penglihatan ganda, (3)
sakit di belakang mata, (4) kelumpuhan pada salah satu sisi wajah, disebut Bell
palsy, (5) sakit parah di punggung bawah atau panggul, (6) sakit di bagian depan
paha, (7) nyeri di dada, perut, atau samping, (8) nyeri pada bagian luar tulang
kering atau dalam kaki, dan (9) dada atau nyeri perut yang kadang-kadang keliru
untuk penyakit jantung, serangan jantung, atau usus buntu.
1. Perawatan Kaki
(1) Bersihkan dan periksa setiap hari, (2) Pakailah sepatu yang nyaman, (3)
Kenakan kaus kaki dengan bantalan pada bola kaki dan tumit, dan (4) Potong
kuku kaki.
25
2. Latihan Berjalan
Dapat meningkatkan aliran darah ke tungkai dan kaki saraf dan menyehatkan
saraf yang rusak. Latihan membantu mengurangi gula darah secara
keseluruhan. Olahraga juga meningkatkan tingkat toleransi masyarakat untuk
nyeri saraf.
3. Air Hangat
Mandi air hangat bisa meringankan nyeri saraf ringan. Mandi air hangat
meningkatkan aliran darah ke kulit dari kaki dan kaki. Pasien dapat bersantai
dan mengurangi stres, sehingga dapat membuat rasa sakit lebih mudah untuk
mentolerir.
4. Vitamin B Kompleks
Vitamin B (B-1, B-12, B-6, dan asam folat ) sangat penting untuk kesehatan
saraf. Namun jika mengkonsumsi suplemen dalam dosis tinggi dan jangka
panjang dapat menyebabkan keracunan, dan menyebabkan rasa sakit dan mati
rasa di tangan dan kaki, dan pada kasus berat bahkan kesulitan berjalan.
5. Obat Anti-Kejang
Gabapentin (Gralise, Neurontin), pregabalin (Lyrica) dan carbamazepine
(Carbatrol, Tegretol, lain-lain) digunakan untuk mengobati gangguan kejang
(epilepsi)
6. Antidepresan
Obat antidepresan trisiklik, seperti amitriptyline, nortriptyline (Pamelor),
desipramin (Norpramin) dan imipramine (Tofranil), dapat memberikan
bantuan untuk gejala ringan sampai sedang dengan mengganggu proses kimia
dalam otak yang menyebabkan rasa sakit.
7. Lidocaine Patch
Patch ini berisi topikal anestesi lidokain. Anda menerapkannya ke daerah di
mana rasa sakit yang paling parah.
8. Opioid
Opioid analgesik, seperti tramadol (Conzip, Ultram, orang lain) atau
oxycodone (Oxecta, OxyContin, lain-lain), dapat digunakan untuk meredakan
nyeri.
26
9. Masalah saluran kemih obat Antispasmodic (antikolinergik), teknik perilaku
seperti waktunya buang air kecil, dan perangkat seperti pessaries. Cincin
dimasukkan ke dalam vagina untuk mencegah kebocoran urin, dapat
membantu dalam mengobati hilangnya kontrol kandung kemih. Kombinasi
terapi mungkin paling efektif.
10. Masalah pencernaan
Gastroparesis biasanya dapat dibantu dengan makan lebih kecil, lebih-sering
makan, mengurangi serat dan lemak dalam makanan, dan, bagi banyak orang,
makan sup dan makanan bubur. Diare, sembelit dan mual dapat membantu
dengan perubahan diet dan obat-obatan.
11. Tekanan darah rendah pada berdiri (hipotensi ortostatik)
Ini sering membantu dengan langkah-langkah gaya hidup yang sederhana,
seperti menghindari alkohol, minum banyak air dan berdiri perlahan. Dokter
Anda mungkin menyarankan pengikat perut, dukungan kompresi untuk perut
Anda, dan stoking kompresi.Beberapa obat-obatan, baik sendiri atau bersama-
sama, juga dapat digunakan untuk mengobati hipotensi ortostatik.
12. Disfungsi seksual sildenafil (Revatio, Viagra), tadalafil (Adcirca, Cialis) dan
vardenafil (Levitra, Staxyn) dapat meningkatkan fungsi seksual pada beberapa
pria, tetapi obat ini tidak efektif atau aman untuk semua orang. Bila obat tidak
bekerja, banyak pria beralih ke perangkat vakum, atau jika ini gagal, untuk
implan penis. Perempuan dapat membantu dengan pelumas vagina.
a. Diabetik Retinopati
27
abnormal pada retina, terbentuknya mikroaneurisma, neovaskularisasi,
hemorrhage, terbentuknya jaringan parut, dan lepasnya retina (retinal
detachment). Semua orang dengan diabetes beresiko mengalami retinopati, namun
tampaknya ada korelasi yang kuat antara kejadian dan keparahan retinopati dan
durasi penyakit (diabetes) dan kontrol glukosa darah (Black & Hawks, 2009). 20
tahun setelah terjadinya diabetes, hampir semua orang dengan diabetes tipe 1 dan
lebih dari 60 % orang dengan diabetes tipe 2 memiliki beberapa tingkat retinopati
(Porth, 2006).
Diabetik retinopati dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu nonproliferatif dan
proliferatif (Porth, 2006)
28
sepanjang permukaan vitrous atau didalam vitreous. Pertumbuhan pembuluh
darah baru tersebut mengancam penglihatan dengan dua cara, yaitu:
a) Pertama, karena pembuluh darah tersebut abnormal, sehingga cenderung
mudah mengalami perdarahan di rongga vitreous dan menyebabkan
penurunan ketajaman penglihatan.
b) Kedua, karena pembuluh darah tersebut menempel kuat di permukaan
retina dan permukaan posterior, mengakibatkan ablasi retina (retina
tertarik) saat terjadi gerakan vitreous normal, sehingga menyebabkan
kebutaan progresif.
1) Photocoagulation
Tujuan dari photocoagulation adalah untuk menghentikan kebocoran darah
dan cairan di dalam retina dan memperlambat keberlanjutan dan diabetik
retinopati. Sinar laser berenergi tinggi di arahkan ke daerah dengan pembuluh
darah yang abnormal sehingga menciptakan luka bakar kecil untuk menutup
kebocoran. Pada diabetik retinopati proliferatif, dapat digunakan untuk
menindak keseluruhan retina kecuali macula. Tindakan tersebut dapat
meneybabkan pembuluh darah baru yang abnormal untuk menyusut dan
lenyap. Sehingga mengurangi kesempatan adanya perdarahan pada vitreous.
Tindakan ini secara signifikan mengurangi resiko hilangnya penglihatan.
2) Virectomy
Vitrectomy merupakan pengangkatan vitreous yang dipenuhi darah. Pemotong
vitreous memotong jaringan dan mengangkatnya, sepotong demi sepotong.
Volume jaringan yang diangkat digantikan oleh saline untuk mempertahankan
bentuk dan tekanan normal mata. Selama vitrectomy, dokter bedah dapat
menggunakan laser untuk melakukan prosedur (panretinal photocoagulation)
untuk mencegah pertumbuhan pembuluh darah yang baru dan
perdarahan.
29
b. Glaukoma
Glaukoma merupakan sekelompok gangguan mata yang ditandai dengan
peningkatan tekanan intraokular, atrofi saraf optik, dan hilangnya bidang visual
(Black & Hawks, 2009). Jika tidak diberikan perawatan, peningkatan tekanan
akan menyebabkan iskemia dan degenerasi saraf penglihatan, mengarahkann pada
kebutaan progresif (Porth, 2006). Hubungan antara diabetes dan open-angle
galucoma ( jenis yang paling umum dari glaukoma ), telah menarik peneliti
selama bertahun-tahun. Orang dengan diabetes dua kali lebih mungkin untuk
mengembangkan glaukoma seperti non-diabetes, meskipun beberapa penelitian
saat ini mulai menyebutnya dipertanyakan. Demikian pula, kemungkinan
seseorang dengan open-angle galucoma diabetic lebih tinggi daripada orang tanpa
penyakit mata. Glaukoma neovaskular, jenis langka glaukoma, selalu dikaitkan
dengan kelainan lain, paling umum adalah karena diabetes. Dalam beberapa kasus
retinopati diabetes, pembuluh darah pada retina yang rusak. Retina memproduksi
pembuluh darah baru yang abnormal.
c. Katarak
30
katarak umumnya dengan operasi, dengan mengangkat lensa mata dan
menggantinya dengan lensa buatan.
Menurut Black & Hawks (2009), terdapat tiga macam tes diagnosis yang
dapat dilakukan untuk menentukan kadar gula darah seseorang, diantaranya yaitu:
31
BAB III
PEMBAHASAN MASALAH
32
Karena sifat nonspesifik filtrasi, molekul kecil yang berguna
seperti glukosa, asam amino, dan ion tertentu berakhir di
pembentuk urin, yang mengalir ke dalam tubulus ginjal. Untuk
mencegah hilangnya zat-zat berguna dari tubuh, sel-sel yang
melapisi tubulus ginjal mentransfer zat ini keluar dari pembentukan
urin dan kembali ke dalam cairan ekstraselular. Proses ini dikenal
sebagai reabsorpsi.
Dalam keadaan normal, 100 % dari glukosa yang disaring
akan diserap kembali. Glukosa reabsorpsi melibatkan protein
transpor yang memerlukan pengikatan spesifik. Dalam diabetes
yang memiliki hiperglikemia, beban menyaring glukosa (jumlah
glukosa disaring) dapat melebihi kapasitas tubulus ginjal untuk
menyerap kembali glukosa, karena protein transportasi menjadi
jenuh. Hasilnya adalah adanya glukosa dalam urin. Glukosa adalah
zat terlarut yang menarik air ke dalam urin melalui osmosis.
Dengan demikian, hiperglikemia menyebabkan diabetes untuk
menghasilkan volume urin yang lebih tinggi dan mengandung
glukosa.
33
3.2.4 Gejala Sering Lapar (Polifagia)
34
Deformitas kaki, seperti hammertoe dan runtuhnya midfoot,
mungkin terjadi. Lecet dan luka mungkin muncul di daerah kaki
mati rasa akibat tekanan atau cedera yang terjadi tanpa disadari.
Jika cedera tidak diobati dengan tepat akan terjadi infeksi yang
dapat menyebar ke tulang, dan kaki mungkin harus diamputasi.
35
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
36
DAFTAR PUSTAKA
Baradero, Mary, et. al. (2009). Klien Gangguan Endokrin: Seri Asuhan
Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Cahyadi, A., & Venty. (2011, April 4). Tuberkulosis Paru pada Pasien Diabetes
Melitus. Dipetik November 9, 2013, dari Digital Journals:
http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/download/348/
346.
Carton, James, et. al. (2007). Clinical Pathology. New York: Oxford University
Press, Inc.
37
Ignatavicius, Donna D. & Workman, M. Linda. (2006). Medical-Surgical
Nursing: Critical Thinking for Collaborative Care. 5th ed. St. Louis,
Missouri: Saunders Elsevier.
Mahendra, B., Krisnatuti, Diah., Tobing, Ade, & Alting Boy. Care Your Self: Diabetes
Mellitus. Jakrta: Penebar Plus.
National Eye Institute. (2012). Facts About Diabetic Retinopathy. Diambil dari
http://www.nei.nih.gov/health/diabetic/retinopathy.asp.
Price, Sylvia A. & Wilson, Lorraine M. (2003). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Ed 6. Vol. 2. (Terj. Brahm U. Pandit, dkk). Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Robbin, Stanley L, Kumar, Vinay. (2007). Buku Ajar Patologi. Ed 7. (Terj. Awal
Prasetyo dkk). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sanusi, H. (2006, Mei 29). Diabetes Melitus dan Tuberkulosis Paru. Dipetik
November 9, 2013, dari Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin:
http://med.unhas.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=15
4&Itemid=48.
Sherwood, Lauralee. (2007). Human Physiology: From Cell to Systems. 6th ed.
Singapore: Cengage Learning Asia Pte Ltd.
38
Sherwood, Lauralee. (2009). Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. Ed 6. (Terj.
Braham. U. Pendit) Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sloane, Ethel. (2004). Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
http://diabetes.niddk.nih.gov/dm/pubs/neuropathies/.
http://diabetes.webmd.com/features/peripheral-neuropathy-and-diabetes?page=2.
39