TINJAUAN TEORI
2. Etiologi
Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium, yang selain
menginfeksi manusia juga menginfeksi binatang seperti golongan
burung, reptil, dan mamalia. Termasuk jenis plasmodium dari family
plasmodidae. Plasmodium ini pada manusia menginfeksi erotrosit
(sel darah merah) dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati
dan di eritrosit. Pembiakan seksual terjadi pada tubuh nyamuk
anopheles betina. Secara keseluruhan ada lebih dari 100 plasmodium
yang menginfeksi binatang (82 pada jenis burung dan reptil dan 22
pada primata. Parasit Malaria yang Terdapat di Indonesia
Plasmodium malaria yang sering dijumpai ialah plasmodium vivax
menyebabkan malaria tertiana (Benign malaria) dan plasmodium
falciparum yang menyebabkan malaria tropika (Malignan Malaria).
Plasmodium malariae pernah juga dijumpai tetapi sangat jarang.
Plasmodium ovale pernah dilaporkan dijumpai di Irian Jaya, pulau
Timor, pulau Owi (utara Irian Jaya). (Ilmu Penyakit Dalam, 2009).
3. Epidemiologi
Penyakit malaria merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat, karena setiap tahun 500 juta manusia terinfeksi malaria
dan lebih dari 1 juta diantaranya meninggal dunia. Kasus terbanyak
berada di Afrika namun juga melanda Asia, Amerika Latin, Timur
Tengah dan beberapa negara Eropa. Diduga sekitar 36% penduduk
dunia terkena risiko malaria. (Depkes, 2008)
Di Indonesia pada tahun 2007 telah terjadi 1.700.000 kasus klinis
malaria dengan 700 kematian. Dari 576 kabupaten yang ada, 424
kabupaten diantaranya merupakan daerah endemis malaria dan
diperkirakan 45% penduduk Indonesia berisiko tertular. Pengukuran
angka kesakitan menggunakan Annual Parasite Incidence (API) dan
Annual Malariae Incidence (AMI). Untuk provinsi Kepulauan Riau
yang merupakan daerah endemis malaria pada tahun 2007
melaporkan, bahwa dalam upaya pemberantasan malaria dengan API
0.87 per 1000 penduduk, AMI 0.88 per 1000 penduduk.
Tingkat penularan malaria dapat berbeda tergantung pada faktor
setempat, seperti pola curah air hujan (nyamuk berkembang biak
pada lokasi basah), kedekatan antara lokasi perkembangbiakan
nyamuk dengan manusia, dan jenis nyamuk di wilayah tersebut.
Beberapa daerah memililki angka kasus yang cenderung tetap
sepanjang tahun Negara tersebut digolongkan sebagai "endemis
malaria ".
Di daerah lain, ada musim malaria yang biasanya berhubungan
dengan musim hujan. Epidemik yang luas dan berbahaya dapat
terjadi ketika parasit yang bersumber dari nyamuk masuk ke wilayah
di mana masyaratnya memiliki kontak dengan parasit namun
memiliki sedikit atau bahkan sama sekali tidak memiliki kekebalan
terhadapa malaria. Atau, ketika orang dengan tingkat kekebalan
rendah pindah ke wilayah yang memiliki kasus malaria tetap.
Epidemik ini dapat dipicu dengan kondisi iklim basah dan banjir, atau
perpindahan masyarakat akibat konflik. (www.depkes.go.id).
4. Klasifikasi
Menurut Harijanto (2000) pembagian jenis-jenis malaria
berdasarkan jenis plasmodiumnya antara lain sebagai berikut :
a. Malaria Tropika (Plasmodium Falcifarum)
Malaria tropika/ falciparum malaria tropika merupakan bentuk
yang paling berat, ditandai dengan panas yang ireguler, anemia,
splenomegali, parasitemia yang banyak dan sering terjadi
komplikasi. Masa inkubasi 9-14 hari. Malaria tropika menyerang
semua bentuk eritrosit. Disebabkan oleh Plasmodium falciparum.
Plasmodium ini berupa Ring/ cincin kecil yang berdiameter 1/3
diameter eritrosit normal dan merupakan satu-satunya spesies yang
memiliki 2 kromatin inti (Double Chromatin). Klasifikasi
penyebaran Malaria Tropika: Plasmodium Falcifarum menyerang
sel darah merah seumur hidup. Infeksi Plasmodium Falcifarum
sering kali menyebabkan sel darah merah yang mengandung
parasit menghasilkan banyak tonjolan untuk melekat pada lapisan
endotel dinding kapiler dengan akibat obstruksi trombosis dan
iskemik lokal. Infeksi ini sering kali lebih berat dari infeksi lainnya
dengan angka komplikasi tinggi (Malaria Serebral, gangguan
gastrointestinal, Algid Malaria, dan Black Water Fever).
b. Malaria Kwartana (Plasmoduim Malariae)
5. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang di temukan pada klien dngan malaria secara
umum menurut Mansjoer (1999) antara lain sebagai berikut :
a. Demam
Demam periodik yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon
matang (sporolasi). Pada Malaria Tertiana (P.Vivax dan P. Ovale),
pematangan skizon tiap 48 jam maka periodisitas demamnya setiap
hari ke-3, sedangkan Malaria Kuartana (P. Malariae)
pematangannya tiap 72 jam dan periodisitas demamnya tiap 4 hari.
Tiap serangan di tandai dengan beberapa serangan demam
periodik. Gejala umum (gejala klasik) yaitu terjadinya Trias
Malaria (malaria proxysm) secara berurutan :
1)PeriodeDingin.
Mulai menggigil, kulit kering dan dingin, penderita sering
membungkus diri dengan selimut atau sarung dan pada saat
menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling
terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode
ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan
meningkatnyatemperatur.
2)PeriodePanas.
Muka merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tetap
tinggi sampai 40oC atau lebih, respirasi meningkat, nyeri kepala,
nyeri retroorbital, muntah-muntah, dapat terjadi syok (tekanan
darah turun), kesadaran delirium sampai terjadi kejang (anak).
Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai 2 jam atau
lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat.
3)Periodeberkeringat.
Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh,
sampai basah, temperatur turun, penderita merasa capai dan sering
tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat
melakukan pekerjaan biasa.
b. Splenomegali
Splenomegali adalah pembesaran limpa yang merupakan gejala
khas Malaria Kronik. Limpa mengalami kongesti, menghitam dan
menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit dan
jaringan ikat bertambah (Corwin , 2000, hal. 571). Pembesaran
limpa terjadi pada beberapa infeksi ketika membesar sekitar 3 kali
lipat. Lien dapat teraba di bawah arkus costa kiri, lekukan pada
batas anterior. Pada batasan anteriornya merupakan gambaran pada
palpasi yang membedakan jika lien membesar lebih lanjut. Lien
akan terdorong ke bawah ke kanan, mendekat umbilicus dan fossa
iliaca dekstra.
c. Anemia
6. Patofisiologi
Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh protozoal blood
parasite yaitu spesies plasmodium. Plasmoodium yang menimbulkan
penyakit pada manusia terdapat 4 spesies. Plasmodium falciparum
menyebabkan malaria tropikana, Plasmodium vivax menyebabkan malaria
tertiana, Plasmodium ovale menyebabkan malaria ovale, Plasmodium
malariae menyebabkan malaria kuartana.Untuk membedakan jenis infeksi
dari masing masing plasmodium dapat dianalisis dari pemeriksaan
penunjang yang menunjukkan perbedaan morfologi dari hapusan darah,
serta manifestasi klinis baik karakteristik demam, serta manifestasi klinis
lainnya yang khas pada setiap plasmodium.
Infeksi plasmodium melibatkan manusia sebagai host dan nyamuk
sebagai vektor dan hosr definitif. Siklus hidup plasmodium terdiri dari fase
seksual dan aseksual. Fase seksual eksogen (sporogoni) dalam tubuh
nyamuk. Fase aseksual (skizogoni) dalam tubuh hospes perantara/manusia;
daur dalam darah (skozogoni eritrosit),daur dalam sel parenkim
hati/stadium jaringan (skizogoni ekso-eritrosit). keluar puluhan ribu
ratusan ribu sporozoit yang akan menuju kelenjar liur nyamuk inangnya.
Melalui gigitan nyamuk Anopheles, sporozoit masuk aliran darah selama
1/2-1 jam menuju hati untuk berkembang biak. Selanjutnya berpuluh-
puluh ribu merozoit masuk ke dalam darah dan masuk ke dalam eritrosit
untuk berkembang biak menjadi tropozoit.
Skizon eritrosit pecah (disebut sporulasi), sambil membesarkan puluhan
merozoit sebagian skizon masuk kembali ke eritrosit baru dan sebagian
lagi membentuk mikro dan makro gametosit. Gametosit akan terisap oleh
nyamuk Anopheles saat menghisap darah penderita untuk memulai fase
sporogoni. (Darmowandowo,2007)lisisoosista (proses sprogoni) dalam
dinding lambung nyamuk ookinet Vektor malaria adalah Nyamuk
Anopheles betina, yang merupakan inang definitif. Dalam lambung
nyamuk mikrogametosit dan makrogametosit Plasmodium, masing-masing
telah menjadi mikrogamet dan makrogamet yang kemudian kawin
(singami):zigot. Gigitan nyamuk yang terinfeksi dimulai dari bentuk
aseksual yaitu sporozoite ke dalam sirkulasi darah. Sporozoite menuju
hepatocytes (sel hati) membentuk schizont (bentuk asexsual). . Schizonts
mengalami maturasi dan multiplikasi disebut hepatic schizogony atau
preerythrocytic. Pada infeksi P vivax and P ovale , sporozoite berubah
menjadi hupnozoite yang merupakan bentuk dorman sehingga dapat
menyebabkan penyakit setelah terinfeksi beberapa bulan atau tahun.
(WHO,2010) Preerythrocytic schizogony membutuhkan waktu 6-16 hari
dan menghasilkan pecahnya sel dan ledakan invasi ribuan merozoites di
darah .
Merozoites menuju erythrocytes dan menginisiasi asexual reproductive
siklus, kemudian disebut erythrocytic schizogony. Parasite sukses
meleawati fase tersebut kemudian menjadi trophozoite dan schizont, dan
akhirnya berhsil membentuk merozoites yang lebih poten. Merozoites
yang matur menyebabkan rupturnya sel darah merah dan melepaskan
merozoite baru multiple antigenic and pyrogenic (substansi yang
menyebabkan demam) menuju aliran darah. Sebagian merozoite yang baru
akan menginfeksi sel darah merah yang baru, dan sebagian berdiferensiasi
membentuk fase seksual : gametosis jantan dan betina yang merupakan
bagian dari siklus erythrocytic schizogony. Nyamuk yang menghisap
darah pasien dengan gametocymia mendapatkan betuk seksualyang
merupakan bagian dari siklus hidup plasmodium. (WHO,2011)
Rupturnya banyak eritrosit bersamaan dengan pelepasan banyak pyrigen
yang menyebakan paroxysms dari demam malaria. Periode demam
malaria sesuai dengan waktu yang dibutuhkan untuk siklus eritrosit yang
mendefinisikan masing-masing jenis plasmodium. P malariae memerlukan
72 jam untuk setiap siklus , disebut quartan malaria. Dan tiga spesies lain
memerlukan 48 jam untuk 1 siklus dan menyebabkan alternatife demam di
lain hari (tertian malaria). Namun periode ini sesuai dengan perkembangan
parasit dan stimulasi pelepasan substansi kimia biila tidak singkron maka
periode demam tidak dapat diamati.
Selain melalui gigitan nyamuk , malaria juga dapat ditularkan melalui
tranfusi darah dan penularan tranplancental. Parasitemia pada donor
kadang tidak menimbulkan manifestasi klini berupa demam. Hal ini
disebabkan karena merozoit tidak mengivasi sel hati. Karena tidak terjadi
perkembangan dalam hati bila maka pengobatan pada serangan akut
merupakan pilihan pengobatan yang lengkap. Selain ini transmisi juga
dapat terjadi melalui transplantasi organ. Penularan lain yaitu
transplancental dari ibu dengan malaria kepada bayinya di dalam
kandungan. Orang yang berisiko tinggi lainnya adalah orang yang
bepergian dari daerah endemis, serta pasca bepergian namun tidak lengkap
mendapatkan chemoprofilaksis, serta bayi dan orang dengan
imunocompromise (WHO,2010).
Beberapa keadaan klinik dalam perjalanan infeksi malaria adalah :
serangan primer, periode latent, recrudescense, relapse atau rechute.
Periode latent mulai akhir masa inkubasi hingga timbul gejala paroksima
trias malaria (dingin, demam, dan berkeringat), Periode latent yaitu masa
tanpa keluhan fisik dan tanpa parasitemia.Recrudescense adalah
berulangnnya parasitemia setelah 24 minggu berakhirnya serangan primer.
Relaps adalah berulangnnya keluhan klinik lama setelah terjadi masa
latent biasanya terjadi pada P vivax atau ovale. (Harijanto,2007)
Infeksi P falciparum menyebabkan malaria yang parah. Spesies ini
lebih virulen dari yang lain karena menyebabkan parasitemia yang tinggi
dan tumpukan virus yang berkontribusi pada kematian sel organ. Faktor
parasit yang mempengaruhi P,falcifaraum adalah sitoadherensi (perlekatan
eritrosit parasit pada permukaan endotel vaskuler sehingga memiliki
variasi antigenik yang sangat besar), sekuetrasi (karena adanya
sitoadherensi menyebabkan P.falciparum terperangkap dalam
mikrovaskuler dan menghabiskan seluruh siklus hidupnya pada pembuluh
darah perifer, otak, hepar,ginjal, paru, jantung, usus, dan kulit yang
mememgang peranan patofisiologi malaria berat), Rosetting
(berkelompoknya eritrosit parasit matur diselubungi 10 atau lebih eritrosit
non parasit; rosetting akan menyebabkan obstruksi dan mempermudah
terjadinya sitoadherensi yang lebih besar), sitokin dan NO (Nitrit oksida)
yang berlebihan karena respon infeksi.Penyimpanan bagian dari parasite
ini merupakan cirri spesifik dari spesies ini. Sesuai dengan perkembangan
siklusnya setiap 48 jam bagain kecil dari P falcifarum masih tertingal pada
pembulu postcapilary yang kecil . Karena alasan ini hanya pada awal
infeksi parasit ini dapat dideteksi pada pembuluh darah perifer dan
merupakan waktu penting diagnostik malaria infeks P falcifarum.
Sequestrasi dari parasit menyebabkan perubaman status mental hingga
koma pada infeksi P falciparum pada anak kejang, konvulsi sering menuju
kematian karena infeksi hingga microvaskular pada jaringan otak.Selain
itu cytokine dan ivasi parasit dalam jumlah besar menyebabkan kematian
sel tertuama pada cental venous system (CNS), paru-paru dan ginjal.
Bebberapa penderita infeksi P falciparum meninggalkan sequele seperti
(hemiparesis, cerebellar ataxia, aphasia, spasticity)
Manifestasi lainnya dalah hipoglycemia karena glukosa darah banyak
diambil alih oleh plasmodium. Anemia berat dapat karena banyaknya sel
darah merah yang lisis. Mekanisme lain dari anemia pada malaria adalah
dyserythropoiesis, dan hypersplenism sehingga anemia pada malaria
cenderung berat dan dapat menyebabkan kematian. Berkurangnya umur
sel darah merah yang beredar diikuti dengan penekanan sumsum tulang
ditunjukkan dengan trombositopenia mengganggu koagulasi intravaskular
sehingga dapat mengarah pada perdarahan sistemik. Anemia kronik pada
anak menyebabkan malnutrisi dan terhentinya pertumbuhan.malaria
serebral diduga disebabkan adanya obstruksi pembuluh kapiler darah di
otak karena sitoadherensi dan sekuetrasi.
Kadar laktat dalam CSS cenderung meningkat biasanya disertai dengan
gangguan fungsi organ lain ikterik,gagal ginjal, hipoglikemik, dan edema
paru. Gagal ginjal akut sering terjadi pada penderita malaria dewasa
diduga disebabkan adanya anoksia karena penurunan darah ke ginjal
akibat dari obstruksi kapiler. Kecenderungan terjadinya perdarahan karena
trombositopenia karena pengaruh sitokin sehingga terjadi gangguan
intrakoagulai pada infeksi P falciparum. Edema paru yang disebabkan
adanya kelebihan cairan dibuktikan dalam otopsi terdapat edema yang
difus, kongesti paru, perdarahan dan pembentukan membran hialin.
Manifestasi gastrointestinal yang sering muncul adalah nausea dan muntah
, diare, konstipasi, kembung diduga terkait dengan proses infeksi virus.
Hiponatremia bersamaan penurunan osmolalitas plasma akibat kehilangan
cairan dan garam melalui muntah dan mencret (Harijanto,2007).
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Imunoserologis
Diagnosis malaria sebagai mana penyakit pada umumnya didasarkan
pada manifestasi klinis (termasuk anamnesis), uji imunoserologis dan
ditemukannya parasit (plasmodium) di dalam penderita.
b. Pemeriksan Biomolekuler
Prinsip dasar: tes floresensi yaitu adanya protein pada plasmodium yang
dapat mengikat acridine orange akan mengidentifikasi eritrosit
terinfeksi plasmodium. QBC (Semi Quantitative Buffy Coat)
merupakan teknik pemeriksaan dengan menggunakan tabung kapiler
dengan diameter tertentu yang dilapisi acridine orange tetapi cara ini
tidak dapat membedakan spesies plasmodium dan kurang tepat sebagai
instrumen hitung parasit. Pemeriksaan biomolekuler digunakan untuk
mendeteksi DNA spesifik parasit/ plasmodium dalam darah penderita
malaria.tes ini menggunakan DNA lengkap yaitu dengan melisiskan
eritrosit penderita malaria untuk mendapatkan ekstrak DNA.
c. Pemeriksaan mikroskopis malaria
Pemeriksaan imunoserologis didesain baik untuk mendeteksi antibody
spesifik terhadap paraasit plasmodium maupun antigen spesifik
plasmodium atau eritrosit yang terinfeksi plasmodium teknik ini terus
dikembangkan terutama menggunakan teknik radioimmunoassay dan
enzim immunoassay. Pemeriksaan tes darah untuk malaria
Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasit
malaria sangat penting untuk menegakkan diagnosa. Pemeriksaan satu
kali dengan hasil negatif tidak mengenyampingkan diagnosa malaria.
Pemeriksaan darah tepi 3 kali dengan hasil negatif maka diagnosa
malaria dapat dikesampingkan. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan oleh
tenaga yang berpengalaman dalam pemeriksaan parasit malaria. Adapau
pemeriksaan darah tepi dapat dilakukan melalui:
Tetesan preparat darah tebal
Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria
karena tetesan darah cukup banyak dibandingkan preparat darah
tipis. Sediaan mudah dibuat khususnya untuk studi di lapangan.
Ketebalan dalam membuat sediaan perlu untuk memudahkan
identifikasi parasit. Pemeriksaan parasit dilakukan selama 5
menit
Tetesan darah tipis
Digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium, bila dengan
preparat darah tebal sulit dilakukan. Kepadatan parasit
dinyatakan sebagai hitung parasit (parasite count), dapat
dilakukan berdasar jumlah eritrosit yang mengandung parasit
per 1000 sel darah merah. Bila jumlah parasit >100.000/ul darah
menandakan infeksi yang berat. Hitung parasit penting untuk
menentukan prognosa penderita malaria, walaopun komplikasi
dapat timbul dengan jumlah parasit yang minimal.
Tes antigen: P-F test
Yaitu mendeteksi antigen P-Falciparum (histidine rich protein
II). Deteksi sangat cepat hanya 3-5 menit, tidak memerlukan
latihan khusus, sensitivitasnya baik, tidak memerlukan alat
khusus.
Tes serologi.
Tes serologi mulai dikembangkan sejak tahun 1962 dengan
memakai teknik indirect fluorescent antibody test. Tes ini
berguna mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap malaria
atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini
kurang bermanfaat sebagai alat diganostik sebab antibodi baru
terjadi setelah beberapa hari parasitemia. Manfaat tes serologi
terutama untuk penelitian epidemiologi atau alat uji saring donor
darah. Titer >1:200 dianggap sebagai infeksi baru; dan test>1:20
dinyatakan positif. Metode-metode tes serologi antara lain
indirect hemagglutinin test, immunoprecipitation techniques,
ELISA test, radio-immunoassay.
Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction)
Pemeriksaan ini dianggap paling peka dengan teknologi
amplifikasi DNA, waktunya singkat dan sensitivitas maupun
spesifitasnya tinggi. .
8.Penatalaksanaan
Obat anti malaria yang tersedia di Indonesia antara lain klorokuin,
sulfadoksin-pirimetamin, kina, primakuin, serta derivate artemisin.
Klorokuin merupakan obat antimalaria standar untuk profilaksis,
pengobatan malaria klinis dan pengobatan radikal malaria tanpa
komplikasi dalam program pemberantasan malaria, sulfadoksin-
pirimetamin digunakan untuk pengobatan radikal penderita malaria
falciparum tanpa komplikasi. Kina merupakan obat anti malaria pilihan
untuk pengobatan radikal malaria falciparum tanpa komplikasi. Selain
itu kina juga digunakan untuk pengobatan malaria berat atau malaria
dengan komplikasi. Primakuin digunakan sebagai obat antimalaria
pelengkap pada malaria klinis, pengobatan radikal dan pengobatan
malaria berat. Artemisin digunakan untuk pengobatan malaria tanpa
atau dengan komplikasi yang resisten multidrugs.
Beberapa obat antibiotika dapat bersifat sebagai antimalaria.
Khusus di Rumah Sakit, obat tersebut dapat digunakan dengan
kombinasi obat antimalaria diuji coba sebagai profilaksis dan
pengobatan malaria diantaranya adalah derivate tetrasiklin,
kloramfenikol, eritromisin, sulfametoksazol-trimetoprim dan
siprofloksasin. Obat-obat tersebut digunakan bersama obat antimalaria
yang bekerja cepat dan menghasilkan efek potensiasi antara lain dengan
kina.
a. Pengobatan malaria falciparum Lini pertama : Arte
sunat+Amodiakuin+Primakuin. Dosis artesunat = 4 mg/kgBB (dosis
tunggal), amodiakuin = 10 mg/kgBB (dosis tunggal), primakuin = 0,75
mg/kgBB (dosis tunggal). Apabila pemberian dosis tidak
memungkinkan berdasarkan berat badan penderita, pemberian obat
dapat diberikan berdasarkan golongan umur. Dosis makasimal
penderita dewasa yang dapat diberikan untuk artesunat dan amodiakuin
masing-masing 4 tablet, 3 tablet untuk primakuin.
Pengobatan Lini Pertama Malaria Falciparum Menurut Kelompok
Umur.
Hari
Jenis Obat Jumlah tablet per hari menurut kelompok umur
0-1 bln 2-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 th > 15 th
I Artesunat 1 2 3 4
Amodiakuin 1 2 3 4
Primakuin - - 1 2 2-3
II Artesunat 1 2 3 4
Amodiakuin 1 2 3 4
III Artesunat 1 2 3 4
Amodiakuin 1 2 3 4
Hari
Jenis Obat Jumlah tablet per hari menurut kelompok umur
0-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 th > 15 th
I Klorokuin 1 2 3 3-4
Primakuin - - 1
II Klorokuin 1 2 3 3-4
Primakuin - - 1
Hari
Jenis Obat Jumlah tablet per hari menurut kelompok umur
0-1bln 2-11bln 1-4th 5-9th 10-14th >15th
1-7Kina * * 3x 3x1 3x2 3x3
1-14Primakuin - - 1*:Dosis diberikan per kgBB
Hari
Jenis Obat Jumlah tablet menurut kelompok golongan umur
0-1 bln 2-11 bln 1-4 th 5-9 th 10-14 th >15 th
1 Klorokuin 1 2 3 3-4
Primakuin - - 1 1 2
2 Klorokuin - 2 3 3-4
Primakuin - - 1 1 2
3 Klorokuin 1/8 1 1 2
Primakuin - - 1 1 2
14-14 Primakuin - - 1 1 2
c. Pengobatan malaria malariae .
d.Kemopofilaksis
9.Prognosis
10.Komplikasi
1.Pengendalian vektor.
2. Profilaksis obat.
5. Vaksinasi.
Imunitas (atau, lebih tepat, toleransi) tidak terjadi secara alami, tetapi
hanya sebagai respons terhadap infeksi berulang dengan beberapa strain
malaria.Saat ini, ada berbagai macam kandidat vaksin di atas meja. Pra-
erythrocytic vaksin (vaksin yang menargetkan parasit sebelum
mencapai darah), dalam vaksin tertentu berdasarkan CSP, membentuk
kelompok terbesar penelitian untuk vaksin malaria. Kandidat vaksin
lainnya termasuk: orang-orang yang berusaha untuk membujuk
kekebalan terhadap darah tahap infeksi, orang-orang yang berusaha
untuk menghindari patologi yang lebih parah dari malaria dengan
mencegah kepatuhan dari parasit ke venula darah dan plasenta, dan
transmisi-blocking vaksin yang akan menghentikan perkembangan
parasit di kanan nyamuk setelah nyamuk telah mengambil bloodmeal
dari orang yang terinfeksi. Diharapkan bahwa pengetahuan dari P.''
falciparum''genom, urutan yang selesai pada tahun 2002, akan
memberikan target untuk obat baru atau vaksin.
B. Konsep Asuhan Keperawatan .
1. Pengkajian
a. Aktivitas/ istirahat
b. Sirkulasi
Tanda : Tekanan darah normal atau sedikit menurun. Denyut perifer kuat
dan cepat (fase demam) Kulit hangat, diuresis (diaphoresis ) karena
vasodilatasi. Pucat dan lembab (vaso kontriksi), hipovolemia,penurunan
aliran darah.
c. Eliminasi
f. Pernapasan.
g. Penyuluhan/ pembelajaran
2. Diagnosa Keperawatan
3. Perencanaan Keperawatan
Tindakan/ Intervensi :
5) Observasi dan catat kejadian mual/ muntah, dan gejala lain yang
berhubungan
Rasional : Gejala GI dapat menunjukan efek anemia (hipoksia) pada
organ
Tindakan/ Intervensi :
Tindakan/ intervensi :
4) Berikan antipiretik.
Tindakan/ intervensi
Rasional : Pada awal nadi cepat kuat karena peningkatan curah jantung,
nadi dapat lemah atau lambat karena hipotensi yang terus menerus,
penurunan curah jantung dan vaso kontriksi perifer.
Tindakan/ intervensi:
5. Evaluasi
Evaluasi adalah bagian terakhir dari proses keperawatan. Semua tahap proses
keperawatan (diagnose, tujuan, intervensi) harus dievaluasi.
d. Klien dapat melakukan aktivitas sesuai dengan kondisi fisik dan tingkat
perkembangan klien
TINJAUAN KASUS
1. PENGKAJIAN
Nama : Tn. A
Umur : 25 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Swasta
Nama : Ny. N
Umur : 23 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
c. Riwayat kesehatan
1) Keluhan Utama
5) Riwayat Psikologi
6) Riwayat Sosial
Klien bersikap baik dan dapat bekerjasama dengan perawat, dokter, dan
tim kesehatan lainnya
7) Riwayat Spritual
3. Pola Eliminasi
BAB
- Frekuensi 1 x sehari 1 x sehari
- Konsistensi Padat Padat
- Warna Kuning Kuning
- Masalah Tidak ada Tidak ada
BAK
- Frekuensi 6-7 hari / hari 6-7 hari / hari
- Warna Kuning jernih Kuning jernih
- Jumlah 1000-1500 1000-1500 cc / hari
- Masalah cc / hari Tidak ada
Tidak ada
4. Pola Aktivitas dan Istirahat
- Tidur siang 1 jam / hari 2 jam / hari
- Tidur malam 7 jam / hari 2 jam / hari
- Gangguan tidur Tidak ada Ada masalah. Klien
merasa menggigil
dan klien merasa
terganggu dengan
suasana lingkungan
yang ramai
5. Personal Hygiene
- Mandi 2x sehari 1x sehari
- Gosok gigi 2x sehari 2x sehari
- Rambut Bersih Cukup bersih
- Kuku Bersih Bersih
- Ganti pakaian 2x sehari 1x sehari
d. Pemeriksaan Fisik
Vital sign
- TD : 110/70 mmHg
- RR : 24 x / menit
- Nadi : 86 x / menit
- Temperature : 38 0 c
- BB SMRS : 48 kg
- BB selama masuk RS : 47 kg
- Tinggi badan : 155 cm
Kepala
- Rambut : hitam
- Lesi : tidak ada
- Kebersihan : bersih
- Bentuk : lonjong
Mata
- Bentuk : simetris
- Sklera : tidak ikterik
- Pupil : isokor
- Konjungtiva : anemis
Hidung
- Pendengaran : baik
- Lesi : tidak ada
- Kebersihan : bersih
- Masalah : tidak ada kelainan
- Bibir : kering
- Gigi : tidak ada caries
- Lidah : tidak ada lesi
- Kebersihan : bersih
- Masalah : tidak ada kelainan
Leher
- Bentuk : simetris
- Pergerakan : tidak terbatas
- Pembesaran : tidak ada pembesaran vena jugularis
- Masalah : tidak ada kelainan
Dada
- Inspeksi : simetris
- Palpasi : tidak ada vokal permitus
- Perkusi : sonor
- Auskultasi : ada bising usus
- Masalah : tidak ada kelainan
Abdomen
- Inspeksi : simetris
- Palpasi : pembesaran pada hepar sebelah kiri
- Perkusi : redup
- Auskultasi : ada bising usus
Ekstremitas atas
- Bentuk : simetris
- Keadaan : baik
- Pergerakan : baik
- Nyeri : tidak ada
- Lesi : tidak ada
- Masalah : tidak ada kelainan
Ekstremitas bawah
- Bentuk : simetris
- Keadaan : baik
- Pergerakan : baik
- Nyeri : tidak ada
- Lesi : tidak ada
- Masalah : tidak ada kelainan
f. Therapi
- Paracetamol 3x1 mg
- Kloroquin 4-4-2
- Ranitidin 2 x1 ampul
- Clobazam 1x1 mg
- Diet BB
g. Analisa Data
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
- T : 38 0 c
- RR: 24 x / menit
- Nadi : 86 x/ menit
b) Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan intake nutrisi yang
tidak adekuat ditandai dengan :
- BB SMRS: 48 kg
- BB selama MRS : 47 kg
- TD: 110 / 70 mm Hg
- Nadi : 86 x / menit
- RR : 24 x / menit
- konjungtiva anemis