Anda di halaman 1dari 7

1.

Dinamika Kepribadian

Kohut mengemukakan teori yang relatif baru yang disebut self-psychology.


Melebihi pencetus relasi objek yang lain, Kohut menekankan proses di mana diri
(self) berkembang dari suatu gambaran yang tak terdeferensiasi dan samar-samar
hingga menjadi identitas individu yang jelas dan tepat. Seperti halnya pencetus
relasi objek lainnya, ia juga memfokuskan awal hubungan ibu dan anak sebagai
pemahaman kunci untuk pengembangan manusia di kemudian hari. Kohut
percaya bahwa inti dari kepribadian manusia adalah hubungan antarmanusia,
bukan insting bawaan.

Menurut Kohut, bayi memerlukan pengasuhan orang dewasa tidak hanya


untuk memuaskan kebutuhan secara fisik, tetapi juga untuk mencukupi kebutuhan
dasar psikologis. Dalam mengemban kebutuhan fisik dan psikologis, orang
dewasa atau objek diri (selfobjects) memperlakukan bayi seolah-olah mereka
mempunyai pengertian mengenai dirinya sendiri (sense of self). Sebagai contoh,
ibuakan bertindak hangat, dingin, atau acuh tak acuh, tergantung pada sebagian
perilaku bayi mereka. Melalui proses interaksi yang menimbulkan rasa empati,
bayi menerima respons objek terhadap diri sebagai rasa bangga, bersalah, malu,
atau iri hati, semua sikap yang pada akhirnya membentuk struktur bangunan diri
sendiri (self).
Kohut (1977) menggambarkan diri sebagai pusat dari alam semesta
psikologis setiap individu dimana diri memberi keutuhan dan konsistensi pada
pengalaman seseorang yang relatif stabil dari waktu ke waktu dan diri sebagai
pusat dari prakarsa dan penerima suatu impresi dimana diri merupakan fokus
seorang anak pada hubungan antarpribadi, yang membentuk bagaimana ia akan
berhubungan dengan orangtua dan objek diri lainnya.

Kohut (1997) mendefinisikan diri/self sebagai :

1. pusat alam semesta psikologis individu. Diri/self meberikan kesatuan atau


konsistensi bagi pengalaman pengalaman seseorang, masih relatif stabil untuk

beberapa waktu,

2. dan menjadi pusat inisiatif sekaligus penerima impresi impresi. Diri/self

juga menjadi fokus anak bagi hubungan antarpribadi, membentuk bagaimana dia

menjalin hubungan dengan orangtua dan objek-diri lainnya.

Kohut (1971, 1977) percaya bahwa bayi secara alamiah bersifat narsistik. Mereka

adalah pribadi yang berpusat pada diri sendiri (self-centered), yang mencari secara

khusus kesejahteraan mereka sendiri dan berharap dikagumi atas siapa diri mereka

dan apa yang sudah mereka lakukan. Diri paling dini menjadi terkristalkan di

sekitar dua kebutuhan yang narsisistik dasar:

1. Kebutuhan untuk memamerkan diri-nya yang hebat.

2. Kebutuhan untuk mencapai gambaran ideal dari salah satu atau kedua

orangtuanya.

Diri yang hebat dan ingin dipamerkan (grandiose-ex-hibitionistic self) ini

terbentuk ketika bayi yang berhubungan dengan objek-diri yang menjadi cermin

(mirroring self-object) menunjukkan persetujuan atas perilakunya. Bayi kemudian

membentuk sebuah gambar diri dasar (rudimentary elf-image) dari pesan-pesan

semacam: Jika orang lain melihatku sempurna, maka sempurnalah aku.

Sementara itu, gambaran orangtua yang ideal (idealized parent image)

bertentangan dengan diri yang-hebat (grandiose-self) karena dia menyiratkan


bahwa seseorang yang lain itulah yang sempurna. Meskipun begitu, hal ini juga

memuaskan salah satu kebutuhan narsisistiknya karena bayi mengambil sikap,

Kamu memang sempurna namun, aku bagian darimu.

Kedua gambar-diri narsisistik bayi semacam ini dibutuhkan bagi perkembangan

kepribadian yang sehat.Namun keduanya tetap harus berubah ketika anak tumbuh

dewasa. Jika mereka masih tidak bisa membedakan dirinya, maka mereka akan

berkembang menjadi pribadi dewasa yang narsistik secara patologis. Kehebatan

diri harus berubah menjadi sebuah pandangan yang realistik mengenai diri, dan

gambar orangtua yang ideal harus tumbuh menjadi gambar orangtua yang

realistik.

Dua gambar diri ini tidak akan hilang sepenuhnya. Manusia dewasa yang sehat

akan meneruskan sikap yang positif terhadap dirinya sembari terus melihat

kualitas-kualitas yang baik pada orangtua dan figur-figur lain pengganti orangtua.

Tetapi manusia dewasa yang narsistik tidak mentransendensikan kebutuhan-

kebutuhan infantilnya ini dan terus memusat pada diri sendiri.Akibatnya, dia terus

ingin melihat sisa dunia sebagai penonton yang terkagum-kagum kepada

dirinya.Freud percaya bahwa pribadi narsistik seperti itu tidak bisa disembuhkan

oleh psikoanalisis namun, Kohut yakin bahwa psikoterapi dapat menyembuhkan

secara efektif pasien-pasien seperti ini.

Narsisisme
Narsisisme adalah perasaan cinta terhadap diri sendiri yang berlebihan. Istilah ini

pertama kali digunakan dalam psikologi oleh Sigmund Freud dengan mengambil

dari tokoh dalam mitos Yunani, Narcissus, yang dikutuk sehingga ia mencintai

bayangannya sendiri di kolam. Tanpa sengaja ia menjulurkan tangannya, sehingga

ia tenggelam dan tumbuh bunga yang sampai sekarang disebut bunga narsis.

Sifat narsisisme ada dalam setiap manusia sejak lahir, bahkan Andrew

Morrison berpendapat bahwa dimilikinya sifat narsisisme dalam jumlah yang

cukup akan membuat seseorang memiliki persepsi yang seimbang antara

kebutuhannya dalam hubungannya dengan orang lain. Narsisisme memiliki

sebuah peranan yang sehat dalam artian membiasakan seseorang untuk berhenti

bergantung pada standar dan prestasi orang laindemi membuat dirinya bahagia.

Namun apabila jumlahnya berlebihan, dapat menjadi suatu kelainan kepribadian

yang bersifat patologis. Kelainan kepribadian atau bisa disebut juga

penyimpangan kepribadian merupakan istilah umum untuk jenis penyakit mental

seseorang, dimana pada kondisi tersebut cara berpikir, cara memahami situasi dan

kemampuan berhubungan dengan orang lain tidak berfungsi normal. Kondisi itu

membuat seseorang memiliki sifat yang menyebabkannya merasa dan berperilaku

dengan cara-cara yang menyedihkan, membatasi kemampuannya untuk dapat

berperan dalam suatu hubungan. Seseorang yang narsis biasanya memiliki rasa

percaya diri yang sangat kuat, namun apabila narsisme yang dimilikinya sudah

mengarah pada kelainan yang bersifat patologis, maka rasa percaya diri yang kuat

tersebut dapat digolongkan sebagai bentuk rasa percaya diri yang tidak sehat,
karena hanya memandang dirinya lah yang paling hebat dari orang lain tanpa bisa

menghargai orang lain.

2. Struktur Kepribadian
Kohut mengadakan hipotesa bahwa hubungan yang memadai dengan hasil
objek diri yang sehat dalam pembentukan bipolar nuclear self memiliki tiga
komponen:
1. Nuclear ambitions, merupakan perjuanganbelajar anak untuk kekuasaan dan
sukses dicerminkan oleh objek diri;
2. Nuclear ideals, merupakan tujuan dan gambar ideal yang berasal dari
pengakuan anak dari kekuatan memuaskan dan menenangkan yang
dimodelkan olehobjek diri; dan
3. Basic talents and skills, terletak antara dua kutubambisi dan cita-cita,
membentuk semacam ketegangandimana aktivitas psikologis orang tersebut
didorong oleh ambisi dan dipimpinoleh cita-cita dalam pengejaran tujuan
hidup menggunakan bakat dan keterampilan apa yang dia miliki (Kohut,
1977, hal. 188).
Nuclear ambitions terbentuk sejak awal kehidupan, atau sekitar tahun
kedua atau ketiga, sedangkan nuclear ideals sekitar usia empat atau lima tahun
(Kohut, 1977, hal. 179). Kohut membayangkan nuclear self sebagai entitas
bipolar, dengan ambisi dan cita-cita sebagai penahan kutub yang berlawanan.
Proses sentral dalam pembentukan dua kutub ini adalah hubungan dengan empati
objek diri. Bagaimanapun, nuclear self bukan hanya copy langsung dari objek
diri. Ini adalah asimilasi beberapa aspek karakteristik kepribadian, tetapi fitur
utama dari objekdiri yang depersonalisasi dan umum dalam proses Kohut disebut
transmuting internalization.
Transmuting internalization adalah jenis pencernaan psikologis dimana
fitur yang dapat digunakan dan yang baik dari objek diri dimasukkan ke dalam
diri anak. Frustrasi ringan dan kegagalan dalam empati oleh objek diri mendorong
anak untuk melihat mereka sebagai hanya manusia. Sesekali kegagalan di
empati pada bagian dari objek diri mengizinkan anak untuk membangun struktur
diri sendiri tanpa perlu memasukkan seluruh kepribadian orang lain.
Kohut telah menjelaskan empat distorsi yang berbeda dari kegagalan pada
objek diri, yaitu:
1. The under-stimulated self yaitu kondisi patologis di mana individu merasa
kosong, bosan, dan mati rasa karena objek diri (selfobject) mereka tidak
menyesuaikan dengan kebutuhan diri mereka untuk mirroring dan idealizing.
2. The fragmenting self yaitu sebuah kondisi patologis di mana orang merasa
terfragmentasi, tidak terkoordinasi, dan kurang keseimbangan dan kohesi
karena objek diri (selfobject) yang menimbulkan beberapa cedera narsis pasti
pada anak disaat yang sangat rentan.
3. The over-stimulated self yaitu sebuah kondisi patologis di mana individu itu
tidak tepat dirangsang dalam ambisi atau cita-citanya. Kekaguman yang tidak
proporsional, perhatian, dan persetujuan diberikan oleh objek diri (selfobject)
untuk kebutuhan megah dan mengidealkan anak. Individu sekarang hidup
dalam ketakutan.
4. The overburdened self yaitu sebuah kondisi patologis di mana individu tidak
memiliki kemampuan untuk menenangkan diri di saat stres karena objek diri
(selfobject) tidak memberikan kesempatan bagi anak untuk bergabung dengan
kekuatan dan ketenangannya sendiri. Orang tersebut mudah kewalahan dan
merasa bahwa dunia adalah tempat yang mengancam dan berbahaya.
Kohut (1971,1977) percaya bahwa bayi mempunyai sifat narsistik alami.
Mereka berpusat pada diri sendiri (self centered) dan mencari kesejahteraan untuk
mereka sendiri secara ekslusif serta berharap dikagumi orang lain sebagai diri
mereka sendiri dan atas apa yang mereka lakukan. Diri terbentuk diseputar
kebutuhan narsistik, yaitu:
1. Kebutuhan untuk menampilkan kemegahan diri
2. Kebutuhan untuk mencapai suatu gambaran ideal mengenai salah satu atau
kedua orangtuanya.
Keinginan untuk menampilkan kemegahan diridibangun ketika bayi
berhubungan dengan objek diri yang menjadi cerminan (mirroring selfobject)
yang merefleksikan pembenaran dari perilakunya. Bayi kemudian membentuk
gambaran diri yang mendasar dari pesan-pesan seperti jika orang lain melihat
saya sempurna, maka saya memang sempurna. Sementara gambaran orangtua
yang ideal berlawanan dengan gambaran diri yang megah karena hal tersebut
menyiratkan adanya orang lain yang sempurna juga. Meskipun demikian,
gambaran tersebut juga memenuhi kebutuhan narsistik karena mereka mengadopsi
sikap Anda sempurna, tetapi saya juga bagian dari Anda.
Kedua gambaran diri yang narsistik tersebut merupakan bagian yang
penting bagi pengembangan kepribadian yang sehat. Bagaimanapun, keduanya
harus berubah seiring dengan tumbuhnya anak menjadi dewasa. Jika mereka tak
berubah, maka akan mengakibatkan suatu kepribadian orang dewasa yang
narsistik secara patologis. Gambaran kemegahan ini harus berubah menjadi suatu
pandangan yang realistis terhadap diri sendiri. Gambaran orangtua yang ideal juga
harus tumbuh menjadi gambaran yang realistis dari orangtua. Kedua gambaran
diri sebenarnya tidak hilang sama sekali. Orang dewasa yang sehat tetap memiliki
sikap-sikap yang positif terhadap diri sendiri dan tetap melihat kualitas baik pada
orangtua mereka. Bagaimanapun, orang dewasa yang narsistik tidak melampaui
kebutuhan yang bersifat kekanakan ini dan tetap menjadi individu yang berpusat
pada diri sendiri. Mereka juga melihat seluruh isi dunia sebagai pengagumnya.
Freud menganggap orang narsistik semacam itu sebagai calon yang lemah untuk
psikoanalisis. Sebaliknya, Kohut malah menganggap bahwa psikoterapi bisa
berjalan secara efektif terhadap pasien-pasien semacam itu.
Para terapis yang menganut pandangan self-psychology berpendapat
bahwa tugas mereka adalah membantu memperbaiki kerusakan yang disebabkan
oleh hubungan dan lingkungan. Mereka mempermudah perasaan diri (self) yang
sehat dalam diri pasien, suatu tingkat penghargaan diri sendiri yang memuaskan
dan agak stabil, dan kemampuan untuk membanggakan diri karena prestasi-
prestasinya. Teori ini juga bertujuan untuk menanamkan kesadaran dalam diri
pasien supaya ia merespon kebutuhannya sendiri dan kebutuhan orang lain.

Anda mungkin juga menyukai