Anda di halaman 1dari 6

REFLEKSI KASUS RHINITIS ALERGI

A. Deskripsi
Anamnesis
1) Identitas
Nama : Ny. S
Usia : 26 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Margasari Rt 04/01
2) Keluhan Utama :
Pilek hilang timbul 2 tahun yang lalu.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik THT, RSUD Soeselo Slawi dengan keluhan pilek hilang
timbul kurang lebih 2 tahun. Pasien mengeluhkan hidung terasa tersumbat jika ingus
belum keluar dari hidung, namun keluhan hidung tersumbat jarang terjadi, pasien
juga mengeluhkan keluar ingus berwarna bening dan encer dari kedua hidung atau
salah satu lubang hidung apabila sedang dalam posisi ruku dan sujud ataupun keluar
dengan sendirinya. Pasien juga mengeluhkan sering bersin pada hari atau bila terkena
debu ataupun jika udara dingin, hidung terasa gatal. Keluhan yang dirasakan sekarang
cukup mengganggu aktivitas sehari-hari.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengeluhkan pernah mengalami hal yang sama seperti ini sebelumnya.
Riwayat hipertensi, DM, asma, penyakit jantung disangkal.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi, DM, asma, penyakit jantung disangkal.
6) Riwayat Alergi
Pasien mengatakan memiliki alergi terhadap debu.
7) Riwayat Pengobatan
Sebelemunya pasien sudah berobat ke Puskesmas.
Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Kesadaran : Compos mentis
Kesan Sakit : Tampak sehat
2) Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Suhu : 38,5
Nadi : 90 / menit
Respirasi : 20 / menit

3) Pemeriksaan Lokalis

Pemeriksaan rhinoskopi anterior

- Hidung luar : deformitas -


/-, edema-/-, hiperemis -/-
-
- Vestibulum : radang -/-
- Cavum nasi : lapang +/+,
massa -/-, sekret +/+
- Septum : septum deviasi -
/-, permukaan licin, warna
merah muda +/+, abses -/-
- Konka : edema +/+, warna
livid +/+, permukaan licin
+/+

Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan
Diagnosis
Rhinitis alergi persisten derajat sedang-berat.
B. Evaluasi
Saat mendapati pasien dengan keluhan serupa saya merasa sedih dan kasihan.
Disini saya memposisikan diri saya bahwa saya adalah seorang dokter yang harus
menegakkan diagnosis secara tepat. Pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang
mempunyai anak 1 dari suaminya. Pasien tinggal dengan suami dan anaknya. Melihat
dari kasus ini paisen sudah lama menderita keluhan serupa sejak usia 12 tahun. Berdasar
etiologi dari diagnosis pasien sekarang bahwa berawal dari rhinitis alergi yang tidak
kunjung membaik dengan berbagai faktor, salah satunya adalah tidak dapat mencegah
paparan hidnung seperti tidak menggunakan masker jika sedang menyapu lantai rumah,
jarang menjemur kasurnya setiap pagi. Selain itu faktor pengobatan dari dokter tidak
adekuat serta edukasi ke pasien dan keluarga pasien kurang. Maka dari itu langkah yang
pertama adalah mencegah pasien untuk menghindari paparan alergen yang dapat
menyebabkan rhinitis alergi pasien relaps.
C. Analisis
Definisi
Otitis media supuratif kronik (OMSK)/ otitis media perforate (OMP) atau dalam
keseharian disebut congek adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi
membrane timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang
timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah (FKUI, 2016).
Etiologi
OMSK paling sering diawali dengan otitis media berulang pada anak, dan jarang
dimulai setelah dewasa. Biasanya faktor infeksi berasal dari nasofaring (adenoiditis,
tonsilitis, rinitis, sinusitis), sampai telinga tengah melalui tuba Eustachius yang
menyebabkan fungsi tuba Eustachius yang abnormal sering dijumpai pada anak dengan
cleft palate dan Downs syndrome (Nursiah, 2003). Selain itu yang berkaitan dengan
insiden OMSK yaitu faktor host yang relatif tinggi adalah defisiensi immun sistemik.
Kelainan humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cell-mediated (seperti infeksi
HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis (Nursiah,
2003). Faktor predisposisi OMSK :
1) Lingkungan
2) Genetic
3) Riwayat otitis media sebelumnya
4) Infeksi
5) Infeksi saluran napas atas
6) Autoimun
7) Alergi
8) Gangguan fungsi tuba eustachius
Klasifikasi
1) Tipe Benigna/ Tubotimpani
Ditandai adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari
luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu terutama
patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap
infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah, disamping itu
campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta
migrasi sekunder dari epitel skuamous. Sekret mukoid kronis berhubungan dengan
hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah. Secara klinis penyakit
tubotimpani terbagi atas:
a. Penyakit aktif
Jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli.Didahului dengan perluasan infeksi
saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang dimana kuman
masuk melalui liang telinga luar. Sekret dari mukoid sampai mukopurulen.
Ukuran perforasi juga dari sebesar jarum sampai perforasi subtotal pada pars
tensa. Jarang ditemukan polip yang besar pada liang telinga luas. Perluasan
infeksi ke sel-sel mastoid mengakibatkan penyebaran yang luas dan penyakit
mukosa yang menetap harus dicurigai bila tindakan konservatif gagal untuk
mengontrol infeksi, atau jika granulasi pada mesotimpanum dengan atau tanpa
migrasi sekunder dari kulit, dimana kadang-kadang adanya sekret yang berpulsasi
diatas kuadran posterosuperior.
b. Penyakit tidak aktif
Dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga tengah yang pucat.
Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai
seperti vertigo, tinitus, atau suatu rasa penuh dalam telinga.
2) Tipe maligna/ antikoantral
Tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Lebih sering mengenai pars
flasida dan khasnya dengan terbentuknya kantong retraksi yang mana bertumpuknya
keratin sampai menghasilkan kolesteatom.
Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna putih,
terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah nekrotis dan memiliki bau khas.

Patofisiologi

Otitis media supuratif kronis lebih sering merupakan penyakit kambuhan dari
pada menetap. Keadaan kronis ini lebih berdasarkan keseragaman waktu dan stadium dari
pada keseragaman gambaran patologi. Ketidakseragaman ini disebabkan karena proses
peradangan yang menetap atau kekambuhan ini ditambah dengan efek kerusakan
jaringan, penyembuhan dan pembentukan jaringan parut. Secara umum gambaran yang
ditemukan adalah :

1) Terdapat perforasi membrana timpani di bagian sentral. Ukurannya dapat bervariasi


mulai kurang dari 20% luas membrana timpani sampai seluruh membrana dan
terkenanya bagian-bagian dari anulus. Dalam proses penyembuhannya dapat terjadi
penumbuhan epitel skuamosa kedalam ketelinga tengah. Pertumbuhan kedalam ini
dapat menutupi tempat perforasi saja atau dapat mengisi seluruh rongga telinga
tengah. Kadang-kadang perluasan lapisan tengah ini kedaerah atik mengakibatan
pembentukan kantong dan kolesteatom didapat sekunder. Kadang-kadang terjadi
pembentukan membrana timpani atrifik dua lapis tanpa unsur jaringan ikat.
Membrana ini cepat rusak pada periode infeksi aktif.
2) Mukosa bervariasi sesuai stadium penyakit. Dalam periode tenang, akan tampak
normal kecuali bila infeksi telah menyebabkan penebalan atau metaplasia mukosa
menjadi epitel transisional. Selama infeksi aktif, mukosa menjadi tebal dan hiperemis
serta menghasilkan sekret mukoid atau mukopurulen. Setelah pengobatan, penebalan
mukosa dan sekret mukoid menetap akibat disfungsi kronik tuba Eustachius. Faktor
alergi dapat juga merupakan penyebab terjadinya perubahan mukosa menetap.
Dalam berjalannya waktu, kristal-kristal kolesterin terkumpul dalam kantong mukus,
membentuk granuloma kolesterol. Proses ini bersifat iritatif, menghasilkan granulasi
pada membran mukosa dan infiltrasi sel datia pada cairan mukus kolesterin.
3) Tulang-tulang pendengaran dapat rusak atau tidak, tergantung pada beratnya infeksi
sebelumnya. Biasanya prosesus longus inkus telah mengalami nekrosis karena
penyakit trombotik pada pembuluh darah mukosa yang mendarahi inkus ini. Nekrosis
lebih jarang mengenai maleus dan stapes, kecuali kalau terjadi pertumbuhan
skuamosa secara sekunder kearah ke dalam, sehingga arkus stapes dan lengan maleus
dapat rusak. Proses ini bukan disebabkan oleh osteomielitis tetapi disebabkan oleh
terbentuknnya enzim osteolitik atau kolagenase dalam jaringa ikat subepitel.
4) Mastoid
OMSK paling sering pada masa anak-anak. Pneumatisasi mastoid paling akhir terjadi
antara 5-10 tahun. Proses pneumatisasi ini sering terhenti atau mundur oleh otitis
media yang terjadi paa usia tersebut atau lebih muda. Bila infeksi kronik terus
berlanjut, mastoid mengalami proses sklerotik, sehingga ukuran prosesus mastoid
berkurang. Antrum menjadi lebih kecil dan pneumatisasi terbatas, hanya ada sedikit
sel udara saja sekitar antrum.
Penegakan Diagnosis
1) Gejala klinis
a. Telinga berair (otorrhoe)
b. Gangguan pendengaran
c. Nyeri telinga (otalgia)
d. Vertigo
2) Tanda
a. Adanya Abses atau fistel retroaurikular
b. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani.
c. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk ( aroma kolesteatom)
d. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom
Penatalaksanaan

D. Kesimpulan

E. Tindak Lanjut

Anda mungkin juga menyukai