Anda di halaman 1dari 11

Suspek Hepatitis B pada Neonatal dengan Ibu Suspek Hepatitis B

Linda Levina Dharmawan

102013086/A4

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl.Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510

Telp: (021) 566-6952

Pendahuluan

Hepatitis B merupakan penyebab utama penyakit kronis, yang kemudian dapat


menjadi sirosis dan kanker hati. Seseorang yang terinfeksi virus hepatitis B (VHB) dapat
menderita sakit yang bersifat sementara atau menahun dengan tanda klinisnya bervariasi dari
tanpa gejala, gejala ringan tidak khas (contoh: mual, lemas), gejala nyata dan khas yang
sering disebut sebagai sakit kuning atau menjadi suatu keadaan hepatitis yang berat dan fatal.
Pada anak, infeksi ini kebanyakan tanpa gejala. Hepatitis B yang menahun atau kronis
dinyatakan dengan adanya pertanda dari virus hepatitis B (disebut HBsAg) yang menetap
lebih dari 6 bulan.1

Hepatitis B kronis ini sering terjadi pada 90% bayi yang terinfeksi dari ibunya pada
saat kelahiran (perinatal). Salah satu penentu terjadinya hepatitis B kronis adalah usia saat
seseorang terinfeksi. Makin muda seseorang terinfeksi makin besar kemungkinannya menjadi
kronis. Sebagai contoh bayi yang mendapatkan infeksi dari ibu semasa dalam kandungan atau
saat persalinan (perinatal) kemungkinan menjadi kronis sekitar 90-95% apabila tidak ada
tindakan pencegahan. Risiko menjadi kronis ini semakin turun dengan bertambahnya usia,
apabila terinfeksi pada saat dewasa risiko menjadi kronis sekitar 5%.1

Kasus

Seorang bayi cukup bulan lahir secara spontan pervaginam dari seorang ibu dengan suspek
hepatitis B. Menurut data yang diperoleh dokter, selama kehamilan ini tersebut tidak
mengalami keluhan yang berarti namun tidak rutin melakukan ANC. Pada saat dilahirkan,
bayi tampak aktif dan kuat menangis dengan pemeriksaan fisik dalam batas normal. Keluarga
pasien khawatir dengn status ibu dan bayinya sehingga meminta penjelasan dari dokter.
Anamnesis

Anamnesis dilakukan kepada ibu suspek hepatitis B untuk mengetahui apa saja gejala
hepatitis B yang sebenarnya dialami oleh ibu yang mungkin tanpa disadari. Anamnesis
seperti:

Apakah nampak sklera ikterik?


Apakah pernah mengalami demam?
Apakah mengalami penurunan berat badan? Mual? Muntah?
Apakah BAB seperti dempul? BAK seperti teh?
Apakah disertai gatal-gatal pada tubuh?
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit keluarga
Riwayat sosial(Pernah tertusuk jarum suntik? Pengguna narkoba? Pasangan menderita
hepatitis B?)

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada bayi adalah inspeksi2. Pemeriksaan hati
dimulai dari sisi kanan pasien. Pasien berbaring terlentang. Perhatikan bentuk perut Normal :
simetris. Abnormal :

Membesar dan melebar = ascites


Membesar dan tegang = berisi udara ( ilius )
Membesar dan tegang daerah suprapubik = retensi urine
Membesar asimetris = tumor, pembesaran organ dalam perut
Pemeriksaan Konjungtiva ikterus (kuning)

Pemeriksaan Penunjang
Tes serologis antigen komersil tersedia untuk mendeteksi HBsAg dan HBeAg,
dimana Hepatitis B surface antigen akan terdeteksi selama masa infeksi akut. Jika infeksi
yang terjadi bersifat self-limited, maka HBsAg telah hilang sebelum serum anti-HBs
terdeteksi (menandakan window period dari infeksi).2,3
Jika seorang wanita yang akan melahirkan memiliki riwayat Hepatitis B akut tepat
sebelum atau saat kehamilannya, maka wanita tersebut akan di tes segera saat melahirkan,
jika tes dilakukan 6 bulan atau lebih dari sejak wanita tersebut sakit, maka tes dibutuhkan
untuk menentukan status HBsAg yang terakhir (imun atau karier), terutama jika tes
sebelumnya belum lengkap. Wanita hamil dengan status HBsAg negatif, namun dicurigai
memiliki riwayat kontak Hepatitis B, maka status HBsAg wanita tersebut harus diperiksa
segera setelah melahirkan.2,3
Radioimmunoassay dapat digunakan untuk memeriksa anti-HBs, HBsAg, dan anti-
HBc. Jika kadar anti-HBs lebih besar dari 100mIU/mL, maka orang tersebut dinyatakan
imun. Konsentrasi antara 10-100 mIU/mL dinyatakan memiliki titer rendah. Seseorang
dinyatakan sebagai karier jika status HBsAg nya tetap positif dalam 6 bulan.2,3
AxSYM adalah penanda mikropartikel dari enzim yang digunakan untuk mendeteksi
secara kualitatif kadar HBsAg pada serum neonatus, dewasa, dan anak-anak. Marker ini
digunakan sebagai perangkat diagnosis infeksi akut maupun kronis virus Hepatitis B yang
berhubungan dengan hasil laboratorium dan gejala klinis lainnya. Marker ini juga dapat
digunakan pada wanita hamil.3
ARCHITECT AUSAB Reagen Kit adalah marker penanda mikropartikel
chemiluminescent yang digunakan untuk menentukan kadar anti HBs secara kuantitatif pada
plasma dan serum orang dewasa, neonatus, dan anak-anak. Perangkat ini digunakan untuk
pengukuran kuantitatif reaksi antibodi setelah vaksinasi Hepatitis B, menentukan status imun
terhadap HBV, dan menegakkan diagnosis penyakit Hepatitis B jika digunakan bersama hasil
laboratorium dan gejala klinis lainnya.3
Diagnosis serologis Adanya HBsAg dalam serum tanpa adanya gejala klinik
menunjukkan bahwa penderita adalah pembawa HBsAg, yang merupakan sumber yang
penting untuk penularan. Adanya HbeAg dalam serum memberi petunjuk adanya daya
penularan yang besar. Bila ia menetap lebih dari 10 minggu, merupakan petunjuk terjadinya
proses menahun atau menjadi pembawa virus. Adanya anti Hbc IgM dapat kita pakai sebagai
parameter diagnostik adanya HBV yang akut, jadi merupakan stadium infeksi yang masih
akut. Adanya anti HBc IgG dapat dipakai sebagai petunjuk adanya proses penyembuhan atau
pernah mengalami infeksi dengan HBV. Adanya anti HBsAg menunjukkan adanya
penyembuhan dan resiko penularan menjadi berkurang dan akan memberi perlindungan pada
infeksi baru. Adanya anti HbeAg pertanda prognosis baik.3
Skrining untuk HBsAg maternal pada ibu karier merupakan salah satu pemeriksaan
rutin antenatal. Walaupun tidak ada bukti bahwa infeksi HBV kronis memiliki efek samping
terhadap kehamilan, namun ditemukan bahwa infeksi HBV kronis berhubungan dengan
beberapa peningkatan kejadian pada fetal distress, kelahiran prematur, dan peritonitis akibat
aspirasi mekonium. Patofisiologi pada fenomena ini belum jelas, namun faktor perbedaan
etnik dan aktifitas penyakit pada ibu karier HBsAg juga berperan.3
Kriteria ibu mengidap Hepatitis B kronis: Bila ibu mengidap HBsAg positif untuk
jangka waktu lebih dari 6 bulan dan tetap positif selama masa kehamilan dan melahirkan.
Bila status HBsAg positif disertai dengan peningkatan SGOT/SGPT, ,maka status ibu adalah
pengidap Hepatitis B. Bila diseertai dengan peningkatan SGOT/SGPT pada lebih dari lebih
dari 3 kali pemeriksaan dengan interval pemeriksaan antara 2-3 bulan, maka status ibu adalah
penderita Hepatitis B kronis. Status HBsAg positif tersebut dapat disertai dengan atau tanpa
HbeAg positif.3

Diagnosis kerja
Suspek Hepatitis B pada Neonatal
Neonatal hepatitis merupakan peradangan hati yang terjadi pada awal masa bayi,
biasanya satu sampai dua bulan setelah lahir. Sekitar 20 persen dari bayi yang mengalami
hepatitis neonatal terinfeksi dengan virus yang menyebabkan peradangan hati baik sebelum
lahir dari ibunya, atau segera setelah lahir. Dikatakan suspek karena masih dugaan.
Diagnosis Banding
1. Autoimun Hepatitis
Hepatitis autoimun adalah suatu penyakit hati kronis dengan sebab yang belum
diketahui, ditandai dengan peradangan dan nekrosis hepatoseluler, biasanya disertai dengan
fibrosis yang cenderung progresif kearah sirosis dan gagal hati. Hepatitis autoimun terdiri
atas dua tipe, yaitu, tipe I dan tipe II. Perbedaan mendasar dari kedua tipe tersebut adalah asal
penyebab dan cara pengobatan. Hepatitis autoimun tipe I merupakan bentuk yang paling
banyak ditemukan (meliputi 80% kasus) dengan rasio pasien wanita dibanding laki-laki 4:1
dan dapat menyerang pada segala jenis usia. Hepatitis autoimun tipe II pada umumnya
menyerang anak-anak (2th-14th). Tetapi di Eropa, khususnya Jerman dan Perancis, 20%
pasiennya adalah dewasa. Perbedaan prevalensi dalam setiap regional mungkin berhubungan
dengan perbedaan etnis dalam predisposisi genetik untuk penyakit ini.4

Tabel 1.Autoimun Hepatitis.4

2. Infeksi CMV
Infeksi Cytomegalovirus (CMV) sering dikelompokkan dalam infeksi TORCH yang
merupakan singkatan dari Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, dan Herpes simplex virus.
Seperti pada infeksi TORCH, infeksi CMV dipopulerkan sebagai penyakit yang berdampak
negatif terhadap janin atau fetus yang dikandung oleh wanita hamil yang terinfeksi. Pada
infeksi CMV, infeksi maternal atau ibu hamil kebanyakan bersifat silent, asimtomatik tanpa
disertai keluhan klinik atau gejala, atau hanya menimbulkan gejala yang minim bagi ibu,
namun dapat memberi akibat yang berat bagi fetus yang dikandung.4

Epidemiologi
Di seluruh dunia, daerah prevalensi infeksi HBV tertinggi adalah Afrika subsahara,
Cina, bagian-bagian Timur Tengah, lembah Amazone dan kepulauan Pasifik. Di Amerika
Serikat, populasi Eskimo di Alaska mempunyai angka prevalensi tertinggi. Diperkirakan
300.000 kasus infeksi HBV baru terjadi di Amerika Serikat setiap tahun. Jumlah kasus baru
pada anak adalah rendah tetapi sukar diperkirakan karena sebagian besar infeksi pada anak
tidak bergejala. Risiko infeksi kronis berbanding terbalik dengan umur; walaupun kurang dari
10% infeksi yang terjadi pada anak, infeksi ini mencakup 20-30% dari semua kasus kronis.
Masa inkubasi berkisar antara 45-180 hari (6 minggu-6 bulan), dengan masa penularan
tertinggi terjadi beberapa minggu sebelum timbulnya gejala, sampai berakhirnya gejala akut.1
Risiko penularan adalah paling besar jika ibu juga HBeAg positif; 70-90% dari
bayinya menjadi terinfeksi secara kronis bila tidak diobati. Selama periode neonatal antigen
hepatitis pada B ada dalam darah 2,5% bayi yang dilahirkan dari ibu yang terkena sehingga
menunjukkan bahwa infeksi intrauterin terjadi. Pada kebanyakan kasus antigenemia lebih
lambat, memberi kesan bahwa penularan terjadi pada saat persalinan; virus yang ada dalam
cairan amnion atau dalam tinja atau darah ibu dapat merupakan sumbernya. Walaupun
kebanyakan bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi menjadi antigenemik dari usia 2-5
bulan. Beberapa bayi dari ibu positif-HBsAg tidak terkena sampai usia lebih tua.1

Etiologi

HBV adalah anggota famili hepadnavirus, diameter 42-nm, kelompok virus DNA
hepatotropik nonsitopatogenik. HBV mempunyai genom DNA sirkuler, sebagian helai ganda
tersusun sekitar 3.200 nukleotid. Empat gena telah dikenali: gena S, C, X, dan P. Permukaan
virus termasuk dua partikel yang ditandai antigen hepatitis permukaan (hepatitis B surface
antigen [HBsAg] )= partikel sferis diameter 22-nm dan partikel tubuler lebar 200 nm. Bagian
dalam virion berisi antigen core hepatitis B (hepatitis B core antigen [HBcAg] dan antigen
nonstruktural disebut hepatitis B e antigen (HBeAg) antigen larut-nonpartikel berasal dari
HBcAg yang terpecah sendiri oleh proteolitik. Replikasi HBV terjadi terutama dalam hati
tetapi juga terjadi dalam limfosit, limpa, ginjal dan pankreas.1,2

Patofisiologi

Transmisi pada neonatus pada umumnya adalah transmisi vertikal, artinya bayi
mendapat infeksi dari ibunya. Infeksi pada bayi dapat terjadi apabila ibu menderita hepatitis
akut pada trimester ketiga, atau bila ibu adalah karier HBsAg. Bila ibu menderita Hepatitis
pada trimester pertama, biasanya terjadi abortus. Transmisi virus dari ibu ke bayi dapat
terjadi pada masa intra uterine, pada masa perinatal, dan pada masa postnatal.3,4

Kemungkinan infeksi pada masa intra uterine adalah kecil. Hal ini dapat terjadi bila
ada kebocoran atau robekan pada plasenta. Kita menduga infeksi adalah intra uterine bila
bayi sudah menunjukkan HBsAg positif pada umur satu bulan. Karena sebagaimana
diketahui masa inkubasi Hepatitis B berkisar antara 40-180 hari, dengan rata-rata 90 hari.
Infeksi pada masa perinatal yaitu infeksi yang terjadi pada atau segera setelah lahir adalah
kemungkinan cara infeksi yang terbesar. Pada infeksi perinatal, bayi memperlihatkan
antigenemia pada umur 3-5 bulan, sesuai dengan masa inkubasinya. Infeksi diperkirakan
melalui maternal-fetal microtransfusion pada waktu lahir atau melalui kontak dengan sekret
yang infeksius pada jalan lahir.3
Infeksi postnatal dapat terjadi melalui saliva, air susu ibu rupanya tidak memegang
peranan penting pada penularan postnatal. Transmisi vertikal pada bayi kemungkinan lebih
besar terjadi bila ibu juga memiliki HbeAg. Antigen ini berhubungan dengan adanya defek
respon imun terhadap HBV, sehingga memungkinkan tetap terjadi replikasi virus dalam sel-
sel hepar. Hal ini menyebabkan kemungkinan terjadinya infeksi intra uterin lebih besar.
Banyak peneliti yang berpegang pada mekanisme infeksi HBV intra uterin yang merupakan
infeksi transplasenta. Dari hasil penelitian diadapatkan bahwa HBV DNA didistribusikan
tertama melalui sel desidua maternal, namun tidak ditemukan adanya sel pada villi yang
mengandung HBV DNA. Hasil penelitian dengan PCR menunjukkan adanya tingkat sel-sel
yang positif mengandung HBsAg dan HbcAg proporsinya secara bertahap menurun dari
plasenta sisi maternal ke sisi fetus (sel desidua > sel trofoblas > sel vilus mesenkim > sel
endotel kapiler vilus). HBV dapat menginfeksi seluruh tipe sel pada plasenta sehingga sangat
menunjang terjadinya infeksi intra uterin, dimana HBV menginfeksi sel-sel dari desidua
maternal hingga ke endotel kapiler vilus.3

HBV juga menginfeksi sel trofoblas secara langsung, kemudian ke sel mesenkim vilus
dan sel endotel kapiler vilus sehingga menyebabkan terjadinya infeksi pada janin. HBV
terlebih dahulu menginfeksi janin, kemudian menginfeksi berbagai lapisan sel pada plasenta.
HBsAg dan HbcAg ditemukan di sel epidermis amnion, cairan amnion, dan sekret vagina
yang menunjukkan bahwa juga memungkinkan untuk terjadinya infeksi ascending dari
vagina. HBV dari cairan vagina menginfeksi membran fetal terlebih dahulu, kemudian
menginfeksi sel-sel dari berbagai lapisan plasenta mulai dari sisi janin ke sisi ibu. Sejak tahun
1980, ditemukan HBV DNA pada seluruh stadium sel spermatogenik dan sperma dari pria
yang terinfeksi HBV. Pada pria-pria tersebut, terjadi sequencing pada anak-anaknya sebanyak
98-100%. HBV DNA terutama berada pada plasma ovum dan sel interstitial. Oosit
merupakan salah satu bagian yang dapat terinfeksi pula oleh HBV, sehingga transmisi HBV
melalui oosit dapat terjadi. Sebagai kesimpulan, infeksi HBV dapat terjadi melalui plasenta
dari darah ibu ke janin, selain itu dapat pula terjadi infeksi HBV melalui vagina dan oosit.
Pada saat kelahiran, sistem imun manusia secara umum belum aktif. Transmisi transplasental
dari imunoglobulin maternal terjadi terutama pada trimester ketiga dan secara kuantitatif
berhubungan dengan usia gestasi. Status imunologis ibu dan antibodi merupakan komponen
kritis untuk kualitas dan spesifisitas dari antibodi yang ditransfer. ASI memperpanjang masa
transfer pasif IgG dan IgA.3
Sebagai imunitas pasif, sekalipun antibodi yang ada melindungi terhadap organisme
patogen, namun tidak berperan dalam sistem imun yang memiliki daya memori dan
konsekuensinya adalah meningkatnya produksi antibodi yang high avidity, dimana keduanya
menunjukkan kemampuan bayi untuk berespon terhadap imunisasi. Secara minimal, antigen
dalam rahim (in utero) menunjukkan hasil pada repertoire B- dan T-cell pada bayi yang
masih polos. Paparan terhadap limfosit yang polos ini meningkat dengan cepat karena
banyaknya paparan terhadap antigen yang dimulai sejak kelahiran. Dalam beberapa jam
setelah kelahiran, beberapa bayi sudah mendapatkan nutrisi enteral dan spesies bakteri
membentuk koloni dalam traktus gastrointestinalis. Kemampuan sel B dan sel T repertoire
untuk meng-kloning sendiri, juga untuk membentuk diferensiasi khusus penting artinya
dalam membentuk respon imunologis aktif. Respon aktif ini merupakan penanda penting
dalam menentukan suksesnya imunisasi. Imaturitas dari respon aktif ini menentukan efikasi
dan keamanan dari setiap imunisasi terhadap bayi.3

Manifestasi Klinis

Bayi dengan hepatitis neonatal biasanya memiliki penyakit kuning (mata kuning dan
kulit) yang muncul di 1-2 bulan. Jaundice terjadi ketika aliran empedu dari hati tersumbat
karena adanya peradangan atau obstruksi saluran empedu. Selama empedu penting dalam
pencernaan proses lemak dan penyerapan vitamin ikut larut dalam lemak, anak dengan
hepatitis neonatal mungkin tidak bisa menambah berat badan ataupun tumbuh secara normal.
Bayi juga akan memiliki pembesaran hati dan limpa.2
Gejala-gejala hepatitis neonatal adalah sama dengan yang lain terkait dengan penyakit
hati bayi disebut atresia bilier. Pada bayi dengan atresia bilier, saluran empedu semakin
hancur karena alasan yang kurang dipahami. Meskipun bayi dengan atresia bilier juga kuning
dengan pembesaran hati, umumnya ada pertumbuhan normal dan limpa tidak meradang.
Selain gejala, biopsi hati dan tes darah diperlukan untuk membedakan atresia bilier dari
hepatitis neonatal.2
Penatalaksanaan

Non Medikamentosa

Tidak ada pengobatan khusus untuk hepatitis neonatal. Suplemen vitamin biasanya
diresepkan dan banyak bayi diberikan obat yang meningkatkan aliran empedu. Resep obat
yang mengandung lemak lebih mudah dicerna oleh tubuh juga diberikan.

Medikamentosa

Ibu yang menderita test serologis HBsAg positif, dapat menularkan hepatitis B pada
bayinya5 :

Berikan dosis awal Vaksin Hepatitis B (VHB) 0,5 ml segera setelah lahir, seyogyanya
dalam 12 jam sesudah lahir disusul dosis ke-2, dan ke-3 sesuai dengan jadwal
imunisasi hepatitis.
Bila tersedia pada saat yang sama beri Imunoglobulin Hepatitis B 200 IU IM (0,5 ml)
disuntikkan pada paha yang lainnya, dalam waktu 24 jam sesudah lahir (sebaiknya
dalam waktu 12 jam setelah bayi lahir).
Mengingat mahalnya harga immunoglobulin hepatitis B, maka bila orang tua tidak
mempunyai biaya, dilandaskan pada beberapa penelitian, pembelian HBIg tersebut
tidak dipaksakan. Dengan catatan, imunisai aktif hepatitis B tetap diberikan
secepatnya.
Yakinkan ibu untuk tetap menyusui dengan ASI, apabila vaksin diatas sudah
diberikan (Rekomendasi CDC), tapi apabila ada luka pada puting susu dan ibu
mengalami Hepatitis Akut, sebaiknya tidak diberikan ASI.

Tatalaksana khusus sesudah periode perinatal :

a. Dilakukan pemeriksaan anti HBs dan HbaAg berkala pada usia 7 bulan (satu bulan
setelah penyuntikan vaksin hepatitis B ketiga) 1, 3, 5 tahun dan selanjutnya setiap 1
tahun.6
Bila pada usia 7 bulan tersebut anti HBs positif, dilakukan pemeriksaan ulang
anti HBs dan HBsAg pada usia 1, 3, 5 dan 10 tahun.
Bila anti HBs dan HBsAg negatif, diberikan satu kali tambahan dosis
vaksinasi dan satu bulan kemudian diulang pemeriksaan anti HBs. Bila anti
HBs positif, dilakukan pemeriksaan yang sama pada usia 1, 3, dan 5 tahun
seperti pada butir a.
Bila pasca vaksinasi tambahan tersebut anti HBs dan HBsAg tetap negatif,
bayi dinyatakan sebagai non responders dan memerlukan pemeriksaan
lanjutan.
Bila pada usia 7 bulan anti HBs negatif dan HBsAg positif, dilakukan
pemeriksaan HBsAg ulangan 6 bulan kemudian. Bila masih positif, dianggap
sebagai hepatitis kronis dan dilakukan pemeriksaan SGOT/PT, USG hati, alfa
feto protein, dan HBsAg, idealnya disertai dengan pemeriksaan HBV-DNA
setiap 1-2 tahun.
b. Bila HBsAg positif selama 6 bulan, dilakukan pemeriksaan SGOT/PT setiap 2-3
bulan. Bila SGOT/PT meningkat pada lebih dari 2 kali pemeriksaan dengan interval
waktu 2-3 bulan, pertimbangkan terapi anti virus.6

Komplikasi

Bayi dengan hepatitis neonatal disebabkan oleh rubella atau sitomegalovirus berada
pada risiko mengembangkan infeksi otak yang dapat menyebabkan retardasi mental
atau cerebral palsy. Banyak bayi juga akan menderita penyakit hati permanen karena
kerusakan sel hati dan jaringan parut yang dihasilkan (sirosis).4
Sebagian besar bayi dengan hepatitis sel raksasa akan pulih dengan sedikit atau tanpa
jaringan parut pada hati. Pola pertumbuhan mereka juga akan membuat normal aliran
empedu. Namun, sekitar 20 persen dari bayi yang terkena akan terus berkembang ke
tingkatan kronis (sedang berlangsung) penyakit hati dan sirosis. Pada anak-anak, kerja hati
menjadi sangat sulit karena jaringan parut, dan penyakit kuning tidak menghilang
selama enam bulan. Bayi yang mencapai titik ini dalam penyakit akhirnya membutuhkan
transplantasi hati.4
Bayi dengan hepatitis neonatal kronis tidak akan mampu mencerna lemak dan
menyerap vitamin larut lemak (A, D, E dan K) sebagai akibat dari aliran empedu yang kurang
dan kerusakan yang terjadi pada sel hati. Kurangnya vitamin D akan menyebabkan tulang
rapuh dan rakhitis. Kekurangan vitamin A dapat mempengaruhi pertumbuhan normal dan
indra penglihatan. Defisiensi vitamin K berhubungan dengan memar dan kecenderungan
untuk perdarahan, sedangkan kurangnya hasil vitamin E berakhibat dalam koordinasi yang
buruk. Empedu bertanggung jawab untuk penghapusan banyak racun dalam tubuh, hepatitis
neonatal juga dapat menyebabkan penumpukan racun dalam darah yang pada gilirannya
dapat menyebabkan gatal, letusan kulit dan sensitif.4

Kesimpulan

Faktor resiko terbesar terjadinya infeksi HBV pada bayi dan anak-anak adalah melalui
transfer perinatal dari ibu dengan status HBsAg positif. Transmisi virus dari ibu ke bayi dapat
terjadi pada masa intra uterine, pada masa perinatal, dan pada masa postnatal. Imunisasi
sesuai jadwal pada orang-orang dengan suspek kontak positif adalah cara preventif utama
untuk mencegah transmisi. Bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif, maka tidak
tergantung berapapun berat badan lahirnya, harus menerima vaksin Hepatitis dan HBIG
dalam 12 jam setelah kelahirannya.

Daftar Pustaka

1. Hadi, S. Hepatologi. Bandung: Penerbit Mandar Maju;2000.h.33-4


2. Markum, A.H. Hepatitis virus B Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia;2004.h.203-6
3. Behrman, R.E. dan Vaughan, V.C. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke- 12. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC;2002.h.1120-3.
4. Isselbacher, et al, Harrison. Hepatitis A sampai E, dalam Prinsip-Prinsip Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi ke-13. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC;Jakarta;2000.h.1644.
5. Soejoenoes, S. Pengeloaan Hepatitis B Dalam Kehamilan dan Persalinan, Media
Medika Indonesiana. Edisi ke-3. Semarang: FK UNDIP;2001.h.142-7
6. Soemoharjo, S. Vaksinasi. Hepatitis B, dalam Simposium Sehari Hepatitis B dan C.
Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, Yogyakarta;2002.h.1-14

Anda mungkin juga menyukai