Anda di halaman 1dari 12

KONSEP RABDOMIOSARKOMA

1. Definisi
Rhabdomiosarkoma kata ini berasal dari bahasa Yunani, (rhabdo yang
artinya bentuk lurik, dan myo yang artinya otot). Rabdomiosarkoma merupakan
suatu tumor ganas yang aslinya berasal dari jaringan lunak ( soft tissue ) tubuh,
termasuk disini adalah jaringan otot, tendon dan connective tissue.
Rabdomiosarkoma adalah jenis sarkoma (tumor jaringan lunak) dan
sarkoma ini berasal dari otot skeletal. Rabdomiosarkoma juga bisa menyerang
jaringan otot, sepanjang intestinal atau dimana saja termasuk leher. Umumnya
terjadi pada anak-anak usia 1-5 tahun dan bisa ditemukan pada usia 15-19 tahun
walaupun insidennya sangat jarang. Rabdomiosarkoma relatif jarang terjadi. Dua
bentuk yang sering terjadi adalah embrional rabdomiosarkoma dan alveolar
rabdomiosarkoma. Lokasi pada umumnya pada kepala dan leher (30-65%),
anggota gerak (24%), sistem urogenital (18%), badan (8%), retroperitoneal (7%)
dan tempat lain (2-3%).

2. Etiologi
Etiologi dari rabdomiosarkoma tidak diketahui, namun diduga timbul dari
mesenkim embrional yang sama dengan otot serat lintang. Atas dasar gambaran
mikroskopik cahaya, rabdomiosarkoma termasuk kelompok tumor sel bulat
kecil, yang meliputi sarcoma Ewing, neuroblastoma, tumor neuroektodermal
primitif dan limfoma non hodgkin.
Dari data epidemiologi ada indikasi bahwa faktor genetik tampaknya
mempunyai peranan penting pada penyebab setidaknya untuk beberapa jenis
sarcoma pada anak. Angka kejadian kelainan bawaan meningkat terutama yang
melibatkan saluran kemih, kelamin, dan susunan saraf pusat dihubungkan dengan
rhabdomyosarkoma.
Selain itu, diduga berhubungan dengan kelainan kongenital.
Rabdomiosarkoma mulai tumbuh ketika manusia masih berupa janin.
Rabdomioblast adalah sel pada stadium awal yang tumbuh pada bayi yang belum
dilahirkan. Sel ini akan menjadi matang dan tumbuh ke dalam otot.
Rabdomiosarkoma biasanya memiliki sel tumor dengan kromosom yang
abnormal. Pada anak-anak yang menderita embrional rabdomiosarkoma, biasanya
memiliki kelainan kromosom 11. Pada alveolar rabdomiosarkoma, terdapat
perubahan susunan kromosom antara kromosom 2 dan 13. Perubahan susunan ini
menyebabkan perubahan posisi dan fungsi gen, yang akan menyebabkan
penyatuan gen yang dinamakan fusion transcript. Pasien yang memiliki fusion
transcript melibatkan dua gen yaitu PAX3 dan FKHR.
Rabdomiosarkoma kemungkinan disebabkan oleh kelainan genetik,
contohnya mutasi p53. Hal ini didukung dengan adanya risiko yang meningkat
pada pasien dengan penyakit genetik, contohnya Li fraumeni syndrome,
neurofibromatosis, fetal alcohol syndrome, dan nevoid basal cell carcinoma.

Faktor Predisposisi dari Lingkungan yang berperan terhadap prevalensi


Rabdomiosarkoma:
1. Penggunaan orang tua terhadap marijuana dan kokain
2. Penyinaran sinar X
3. Makanan dan pola makan
4. Polusi lingkungan yang mengandung zat-zat karsinogen
5. Penggunaan obat-obat sitostatika dalam hal ini obat kemoterapi
6. Sering kontak dengan sinar matahari terutama pada anak-anak
7. Penggunaan alkohol sebelumnya
8. Kontak dengan zat-zat karsinogen di daerah tempat bekerja khususnya
pada orang dewasa.

3. Manifestasi Klinis
Gambaran yang paling umum terdapat adalah masa yang mungkin nyeri
atau mungkin tidak nyeri. Gejala disebabkan oleh penggeseran atau obstruksi
struktur normal. Tumor yang berasal dari nasofaring dapat disertai kongesti
hidung, bernafas dengan mulut, epistaksis dan kesulitan menelan dan mengunyah.
Perluasan luas ke dalam kranium dapat menyebabkan paralisis saraf
kranial, buta dan tanda peningkatan tekanan intrakranial dengan sakit kepala dan
muntah. Bila tumor timbul di muka atau di leher dapat timbul pembengkakan
yang progresif dengan gejala neurologis setelah perluasan regional. Tumor primer
di orbita biasanya didiagnosis pada awal perjalanan karena disertai proptosis,
edem periorbital, ptosis, perubahan ketajaman penglihatan dan nyeri lokal. Bila
tumor ini timbul di telinga tengah, gejala awal paling sering adalah nyeri,
kehilangan pendengaran, otore kronis atau massa di telinga, perluasan tumor
menimbulkan paralisis saraf kranial dan tanda dari massa intrakranial pada sisi
yang terkena. Croupy cough yang tidak mau reda dan stridor progresif dapat
menyertai rabdomiosarkoma laring.
Rabdomiosarkoma pada tubuh atau anggota gerak pertama-tama sering
diketahui setelah trauma dan mungkin mula-mula dianggap sebagai hematom.
Bila pembengkakan itu tidak mereda atau malah bertambah, keganasan harus
dicurigai Keterlibatan saluran urogenital dapat menyebabkan hematuria, obstruksi
saluran kencing bawah, infeksi saluran kencing berulang, inkontinensia atau suatu
massa yang terdeteksi pada pemeriksaan perut atau rektum.
Rabdomiosarkoma pada vagina dapat muncul sebagai tumor seperti buah
anggur yang keluar lewat lubang vagina (sarkoma boitriodes) dan dapat
menyebabkan gejala saluran kencing dan usus besar. Perdarahan vagina atau
obstruksi uretra atau rektum dapat terjadi.

Staging TNM (tumor, nodul dan metastasis) 3,10


1. Tumor :
T0 : tidak teraba tumor
T1 : tumor <5 cm
T2 : tumor >5cm
T3 : tumor telah melakukan invasi ke tulang, pembuluh darah dan saraf
2. Nodul :
No : tidak ditemukan keterlibatan kelenjar regional
N1 : ditemukan keterlibatan kelenjar regional
3. Metastasis :
Mo : tidak terdapat metastasis jauh
M1 : terdapat metastasis jauh
Rhabdomyosarcoma Staging System3
a. Stage 1 : lokasi pada orbita, kepala dan atau leher (bukan parameningeal)
meluas ke traktus urinarius (bukan kandung kemih atau prostat)
b. Stage 2 : lokasi lain, No atau Nx
c. Satge 3 : lokasi lain, N1 jika tumor <5 cm atau No atau Nx jika tumor >5
cm
d. Stage 4 : lokasi apapun dan terdapat metastasis jauh

Terdapat berbagai macam manifestasi klinik pada RMS perlu disadari


bahwa penderita RMS terutama anak-anak mungkin mendapat gejala-gejala yang
berbeda satu dengan yang lain tergantung dari lokasi tumor itu sendiri. Gejala
sering kali tidak muncul sebelum tumor mencapai ukuran yang besar teristimewa
jika tumor terletak pada jaringan otot yang dalam pada perut. Ini adalah
manifestasi klinik yang paling sering terjadi pada RMS.
Massa dari RMS yang dapat dilihat dan dirasakan bisa dirasakan nyeri
maupun tidak.
Perdarahan pada hidung vagina rectum atau mulut dapat terjadi jika tumor
terletak pada area ini.
Rasa geli nyeri serta pergerakan dapat terjadi jika tumor menekan saraf
pada area yang terkena.
Penonjolan serta kelopak mata yang layu dapat mengindikasikan suatu
tumor dibelakang area ini.

4. Klasifikasi
Penentuan histiotipe spesifik perlu untuk terapi dan prognosis. Ada empat
tipe subhistologi yang telah diketahui yaitu :
a. Tipe Embrional
Embrional rabdomiosarkoma merupakan jenis yang paling sering
ditemukan pada anak, kira kira 60% dari semua kasus rabdomiosarkoma. Tumor
bisa muncul dimana saja, tetapi paling sering pada genitourinarius, kepala atau
leher. Pada pemeriksaan histologi jenis ini mempunyai variabilitas histologi yang
tinggi, dimana menggambarkan beberapa tingkatan dari morfogenesis otot
skeletal. Merupakan neoplasma dengan diferensiasi tinggi yang terdiri dari
rabdomioblas dengan sitoplasma eosinofilik. Desmin dan aktin yang terdapat pada
otot digunakan untuk mendiagnosis rabdomiosarkoma
b. Tipe Alveolar
Tumor alveolar yang menyebabkan kira-kira 15% kasus, ditandai dengan
translokasi kromosom T (2;13). Sel tumor cenderung tumbuh dalam inti (core)
yang sering mempunyai ruang mirip celah yang menyerupai alveoli. Tumor
alveolar paling sering terjadi pada tubuh dan anggota gerak dan mempunyai
prognosis yang paling buruk.
c. Tipe Botrioid,
Merupakan suatu varian bentuk embrional dimana sel tumor dan stroma
yang membengkak menonjol ke dalam rongga badan seperti sekelompok buah
anggur, menyebabkan 6% kasus dan paling sering tampak di vagina, uterus,
kandung kemih, nasofaring dan telinga tengah.
d. Tipe Pleomorfik (bentuk dewasa)
Tipe pleomorfik (bentuk dewasa) jarang pada anak-anak (1% kasus). Kira-
kira 20% penderita diperkirakan mempunyai sarkoma tidak berdiferensiasi. Tipe
ini sangat jarang terjadi pada pasien-pasien di atas 45 tahun yang lainnya tiga
dalam 90% kasus terjadi sebelum usia 20 tahun. Varian pleomorfik mempunyai
sel-sel tumor atipik yang besar, beberapa memperlihatkan sitoplasma yang banyak
dengan corakan berlurik yang khas bagi diferensiasi otot rangka.

e. Klasifikasi Histopatologis TNM Setelah Dioperasi


pT0 : Tidak terdapat tumor pada pemeriksaan histologis.
pT1 : Terbatas pada asal organ. Eksisi sempurna.
pT2 : Invasi ke organ sekitar, eksisi sempurna.
pT3 : Invasi ke organ sekitar, eksisi tidak sempurna.
a. Sisa terlihat secara mikroskopik
b. Sisa dapat terlihat secara makroskopik
c. Tumor tidak dapat direseksi.
NopT 4
pN0 : Tidak ada kelenjar limfe yang terkena
pN1 : Kelenjar limfe terkena
pM0 : Tidak ada metastasis ke tempat yang jauh
pM1 : Terdapat metastasis ke tempat yang jauh

Stadium-stadium
a. Stadium I (16% kasus)
Kanker hanya terdapat pada tempat awal kanker muncul Pada pemeriksaan
mikroskopis, tidak terdapat sel kanker pada jaringan setelah tumor diangkat.
b. Stadium II (28% kasus). Terbagi menjadi II A, II B, dan II C
1. II A : Kanker dapat diangkat, tetapi secara mikroskopis, masih terdapat sel
kanker yang tersisa pada jaringan. Tidak ada kelenjar limfe yang terkena
2. II B : Kanker terlokalisasi, dapat diangkat, engan atau tanpa keterlibatan
kelenjar limfe
3. II C : Kanker telah menyebar ke kelenjar limfe. Kanker dan kelenjar limfe
masih dapat diangkat melalui pembedahan, namun masih terapat sel
kanker yang tersisa secara mikroskopis.
c. Stadium III (36% kasus)
Kanker dapat diangkat melalui pembedahan, namun masih terdapat sisa
kanker yang dapat dilihat tanpa mikroskop. Kanker belum menyebar ke tempat
yang jauh.
d. Stadium IV (20% kasus)
Kanker telah menyebar ke tempat yang jauh.
Varian-varian lain pada dasarnya adalah tumor-tumor kecil sel biru
primitif, berdiferensiasi buruk yang mempunyai diferensiasi otot rangka
fokal (rabdomioblas dengan sitoplasma eosinofilik dan corakan lurik).
Diferensiasi rabdomioblastik mungkin hanya tampak dengan mikroskopis
electron atau teknik imunohistokimia (kompleks ribosom-miosin atau
imunoperoksidase positif untuk desmis/mioglobin). Varians alveolar
ditandai dengan translokasi 2;13 kromosomal).

e. Patofisiologi
f. Penatalaksanaan
Keberhasilan pada Manejemen rhabdomiosarkoma memerlukan suatu
pendekatan yang multidisiplin dan pendekatan gabungan. Tujuannya adalah
Mengkontrol tumor.
Memelihara fungsi dari bagian yang terkena.
Mencegah metastase.
1. Pembedahan
Paling efektif jika tumor terjadi secara kompleks jika bukan biopsy
therapy, diikuti kemoterapi dan radio terapi, diikuti dengan sisa bagian tumor.
Penghilangan tumor yang utama dilakukan dengan cukup dari jaringan normal.
Pendekatan dengan pembedahan ini dikerjakan pada lokasi utama di mana
kepindahan lengkap tidak akan impairment fungsional. Karena tumor yang utama
timbul pada garis edar, kepala dan leher dan ekstremitas dan tempat-tempat
tertentu. Kemoterapi dangan atau tanpa radioterapi harus dipercayakan ke atas
mengendalikan tumor bersifat residu di lokasi utama.
Aturan pada limpa pada pembagian seperti bagian utama pembedahan dan
pendekatan pada posisi tumor pada area di mana ada suatu keterlibatan getah
bening regional, pembedahan harus dilakukan pada area ini meliputi :
Ekstremitas (15%)
Genitourinary (20%)
Perirectal (33%)
Paratesticular (40%)
2. Radio Terapi
Radiasi terapi pada lokasi direkomendasikan untuk pasien, kecuali
penggolongan kelompok histopatologi (melengkapi kekurangan mokropik). Dosis
radiasi yang dianjurkan berdasar pada group klinis. Bila memungkinkan batasan
harus meliputi 4-5 cm dari garis tepi jaringan normal, lokasi metastasik harus
dihindarkan dari radiasi jika mungkin.
3. Transplantasi stem cell
Digunakan untuk memperbaiki sistem pembuluh darah yang telah dirusak
oleh sel kanker.
4. Terapi Lain
Saat ini sedang dipelajari pengobatan baru, yaitu dengan
menggunakanangiogenesis inhibitors dan biological therapies. Angiogenesis
inhibitors merupakan zat yang dapat mencegah pertumbuhan tumor dengan cara
menghalangi pembentukan pembuluh darah baru yang akan memberi makan
tumor tersebut. Biological therapies merupakan terapi yang meningkatkan sistem
imun tubuh, sehingga sistem imun tubuh kita dapat melawan kanker juga dapat
melawan efek samping yang berbahaya dari pengobatan kemoterapi dan
radioterapi.
5. Kemoterapi
Semua pasien tidak bergantung dengan pengelompokan kinis mereka,
menerima kombinasi kemoterapi, sejak penggunaanya mengakibatkan suatu
peningkatan penting di dalam penyakit bebaskan survival ketika ditambahkan
keperawatan dan radiasi .
Zat yang lebih aktif:
Actionomycin D
Vincrstine (VCR)
Cyclophosphamide (CTX)
Adriamycin (ADM)
Iphosphamide
Zat yang kuranmg aktif atau masih diteliti:
Dacarbazine (DTIC)
Vinblastine
Teniposide (VM-26)
Bleomycin
Cytosine arabinoside
Methotrexate (MTX) dosis tinggi dan Citrovorum factor (CF)
Lomustine
Etoposide (VP-16-213)
5-Azacytidine
Cis-platinum (DDP)
L-PAM

Kombinasi obat-obat yang digunakan untuk terapi:


a) Standard VAC regimen
VCR : 2mg/m2/minggu x 12 dosis (dosis max 2 mg)
Actinomycin D : 0,015 mg/kg/hari x 5 hari (max 500g/suntik) setiap 3
bulan (5-6 kali)
CTX : 2,5 mg/kg diberikan p.o mulai pada hari ke 42 samapi 24 bulan.
b) Pulse VAC regimen
VCR : 2mg/m2 i.v. hari ke 1 dan 5 (dosis max 2mg/inj)
Actinomycin D : 0,015 mg/kg/hari i.v. hari ke 1 sampai 5 (diulang minggu
ke 12, 24, 36, dan 38)
CTX : 10 mg/kg/hari i.v pada hari ke 1 hingga 5
c) VAC-VAD regimen
VAC:
VCR : 1,5 mg/m2 hari ke 1
Actinomycin D : 0,015 mg/kg/hari i.v. hari ke 1 sampai 5
CTX : 300 mg/m2 hari ke 1 sampai 5
Lalu rangkaian VAC diganti tiap 3 minggu dengan rangkain VAD:
VCR : 1,5 mg/m2 hari ke 1
ADM : 60 mg/m2 hari ke 1 (dosis kumulatif maksimum : 300-500 mg/m2
d) Masih dalam penelitian
DDP-ADM regimen dan VP-213-DDP regimen

Terapi berdasarkan stadium


Stadium I
- Operasi
- Kemoterapi selama 1 tahun
- Radiasi tidak diperlukan
Stadium II
- Operasi
- Radiasi pada sisa tumor yang terlihat secara mikroskopik.
- Kemoterapi sealama 1 tahun
Stadium III
- Biopsi atau reseksi parsial
- Kemoterapi untuk mengecilkan tumor secara maksimal dan mencegah
pemotongan organ penting.
- Kemoterapi primer diiukuti radiasi atau eksisi tumor atau dilakuakn dua-dua
nya.
- Kemoterapi maintenance : 12-18 bulan
Stadium IV
- Kemoterapi primer
- Operasi atau radiasi dapat dilakukan bila remisi sebagian atau sempurna
- Maih dalam penelitian : menggunakan kemoterapi masif diikutiautologous bone
graft
Terapi Berdasarkan Lokasi
Mata
- Pengangkatan seluruh atau sebagian tumor.
- Radiasi dengan XRT
- Kemoterapi : VAC pulse regimen selama 12-18 bulan, tergantung pada stadium.
Nasofaring dan telinga tengah
- Biopsi
- Kemoterapi : VAC pulse regimen atau VAC-VAD
- Operasi dan atau XRT pada tumor sisa
- Kemoterapi maintenance 18 bulan
- Pencegahan atau terapi pada meningeal dan otak dengan radiasi.
Thorax dan retroperitoneal
- Eksisi sebagian atau biopsi
- Kemoterapi : VAC pulse atau VAC-VAD
- Operasi ke dua dan atau XRT
- Kemoterapi maintenance, selama 18 bulan
Kandung kemih, vagina
- Biopsi
- Kemoterapi : VAC atau VAC-VAD hingga penyusutan tumor maksimal
- Operasi dan atau
- XRT pada tumor sisa
- Kemoterapi selama 18 bulan
Prostat, vesico-prostatic, vsico-vaginal
- Biopsi
- Kemoterapi : VAC atau VAC-VAD hingga penyusutan tumor maksimal
- Operasi dengan pemotongan minimal dan atau XRT
- Kemoterapi selama 18 bulan
Paratesticular
- Eksisi dengan ligasi high cord
- Systematic lumbar-aortic lymphadenectomy masih kontroversial
- XRT
- Kemoterapi maintenance 12-18 bulan, tergantung stadium (VAC)
Ekstermitas
Metastase

g. Prognosis
Diantara penderita dengan tumor yang dapat direseksi, 80-90%
mendapatkan ketahanan hidup bebas penyakit yang lama. Kira-kira 60% penderita
dengan tumor reginal yang direseksi tidak total juga mendapatkan ketahanan
hidup bebas penyakit jangka panjang. Penderita dengan penyakit menyebar
mempunyai prognosis buruk. Hanya kirakira 505 mencapai remisi dan kurang dari
50% dari jumlah ini mengalami kesembuhan. Anak yang lebih tua mempunyai
prognosis lebih buruk daripada yang lebih muda. rognosis tergantung dari :
1. Staging dari penyakit
2. Lokasi serta besar dari tumor.
3. Ada atau tidaknya metastase.
4. Respon tumor terhadap terapi.
5. Umur serta kondisi kesehatan dari penderita.
6. Toleransi penderita terhadap pengobatan, prosedur terapi.
7. Penemuan pengobatan yang terbaru.
Untuk mencapai angka ketahanan hidup (survival rate) yang tinggi
diperlukan : Kerjasama yang erat dengan disiplin lain
1. Diagnosis klinis yang tepat
2. Strategi pengobatan yang tepat, dimana masalah ini tergantung dari :
evaluasi patologi anatomi pasca bedah, evaluasi derajat keganasan,
perlu/tidaknya terapi adjuvan (kemoterapi atau radioterapi).
h.

Anda mungkin juga menyukai