Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Mata Kuliah :
Landasan Pendidikan
Dosen Pengampu :
Ranti An Nisaa, M.pd
Disusun oleh:
1. Alfi Delvira 1701125081
2. Annisa Qadriyanti 1701125099
3. Elma Dwi Rahayu 1701125084
4. Nifa Nisfaturahmah 1701125093
5. Siti Khoerunisa 1701125087
6. Uli 1701125090
Puji syukur senantiasa kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas segala
rahmat, petunjuk, dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi
tugas Landasan Pendidikan. Makalah ini dapat digunakan sebagai wahana untuk menambah
pengetahuan, sebagai teman belajar, dan sebagai referensi tambahan dalam belajar Materi Sejarah
Pendidikan di Indonesia.
Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada semua yang telah membantu dalam mempersiapkan,
melaksanakan, dan menyelesaikan penulisan makalah ini. Segala upaya telah dilakukan untuk
menyempurnakan makalah ini, namun tidak mustahil apabila dalam makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang dapat dijadikan
masukan dalam penyempurnaan Makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua untuk menambah pengetahuan dan
wawasan tentang Sejarah Pendidikan di Indonesia.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................................1
C. Tujuan .....................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pendidikan Pra Kemerdekaan.............................2
B. Pendidikan Masa Kemerdekaan.................................6
C. Pendidikan di Indonesia Setelah Kemerdekaan.....................................................................11
D. Pioner Pendidikan Indonesia..................................................................................................12
E. Keunggulan dan Kelemahan Tiap Masa.................................................................................15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan sudah sepatutnya menentukan masa depan suatu negara. Bila visi pendidikan
tidak jelas, yang dipertaruhkan adalah kesejahteraan dan kemajuan bangsa. Visi pendidikan harus
diterjemahkan ke dalam sistem pendidikan yang memiliki sasaran jelas, dan tanggap terhadap
masalah-masalah bangsa. Karena itu, perubahan dalam subsistem pendidikan merupakan suatu hal
yang sangat wajar, karena kepedulian untuk menyesuaikan perkembangan yang disesuaikan dengan
perkembangan zaman. Sudah seyogyanya sistem pendidikan tidak boleh jalan di tempat, namun
setiap perubahan juga harus disertai dan dilandasi visi yang mantap dalam menjawab tantangan
zaman.
Di Indonesia, berubahnya subsistem pendidikan (kurikulum, UU) biasanya tidak ditanggapi
dengan antusiasme, namun malah sebaliknya membuat masyarakat ragu apakah penguasa di
Indonesia memiliki visi pendidikan yang jelas atau tidak. Visi pendidikan diharapkan mampu
menentukan tujuan pendidikan yang jelas. Karena, tujuan pendidikan yang jelas pada gilirannya
akan mengarahkan ke pencapaian kompetensi yang dibutuhkan serta metode pembelajaran yang
efektif. Dan pada akhirnya, kelak pendidikan mampu menjawab tuntutan untuk menyejahterakan
masyarakat dan kemajuan bangsa. Setidaknya ada empat tujuan yang menjadi idealisme
pendidikan, antara lain sebagai berikut:
1. Perolehan pengetahuan dan keterampilan (kompetensi) atau kemampuan menjawab
permintaan pasar.
2. Orientasi humanistic
3. Menjawab tantangan-tantangan sosial, ekonomi, serta masalah keadilan.
4. Kemajuan ilmu itu sendiri.
Dari keempat tujuan pendidikan di atas, setidaknya poin nomor 2 yang berorientasi pada
tujuan memanusiakan manusia atau humanistis, menjadi poin yang penting dalam proses
pendidikan, dan sudah sepatutnya bahwa pendidikan harus menjunjung hak-hak peserta didik dalam
memperoleh informasi pengetahuan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah pendidikan di Indonesia pada masa pra kemerdekaan ?
2. Bagaimana sejarah pendidikan di Indonesia pada masa setelah kemerdekaan ?
3. Siapa saja pioner pendidikan di Indonesia ?
4. Apa saja keunggulan dan kelemahan pada setiap masa ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah pendidikan di Indonesia sebelum dan sesudah kemerdekaan.
2. Untuk mengetahui pioner pendidikan di Indonesia.
3. Untuk mengetahui keunggulan dan kelemahan dari setiap masa.
1
BAB II
PEMBAHASAN
b. Pendidikan Islam
Pendidikan berlandaskan ajaran Islam dimulai sejak datangnya para saudagar asal Gujarat
India ke Nusantara pada abad ke-13. Kehadiran mereka mula-mula terjalin melalui kontak teratur
dengan para pedagang asal Sumatra dan Jawa. Para saudagar asal Gujarat yang beragama Islam itu
kemudian menjadi penyebar agama Islam di Indonesia. Ajaran Islam mula-mula berkembang di
kawasan pesisir, sementara di pedalaman agama Hindu masih kuat. Kerajaan Islam pertama di
Indonesia adalah Samudera-Pasai di Aceh, yang didirikan tahun 1297 oleh Sultan Malik Al-Saleh.
Namun diperkirakan pengaruh Islam telah masuk ke Indonesia jauh sebelum berdirinya Samudera-
Pasai. Hal ini terbukti dengan adanya batu nisan di Leran, dekat Gresik, Jawa timur, yang
menyebutkan tentang meninggalnya seorang wanita bernama Fatimah binti Maimun pada tahun 476
H (1082 M).
Di pulau Jawa dan Sumatera yang penduduknya lebih dahulu mengadakan kontak dengan
pendatang dari luar Indonesia (terutama dari Cina, India, dan Indonesia), didapati pendidikan agama
Islam dimasa pra-kolonial dalam bentuk pendidikan di surau atau langgar, pendidikan di pesantren,
dan pendidikan di madrasah. Pendidikan agama di langgar dilaksanakan secara sederhana dengan
2
bimbingan guru ngaji yang statusnya dibawah kyai. Materi yang diajarkan umumnya membaca Al-
quran dan fikih dasar.
Di pesantren, para santri tinggal di tempat pemondokan sederhana yang biasanya disebut
pondok. Sifat khusus pengajaran di pesantren antara lain :
1) Pelajaran bersifat keagamaan
2) Penghormatan yang tinggi kepada guru
3) Tidak ada gaji atau upah untuk guru karena motivasinya semata-mata karena Allah
4) Santri datang secara sukarela untuk menuntut ilmu
Selain itu, ada juga pendidikan di madrasah yang bukan hanya mengajarkan agama,
melainkan juga ilmu pengetahuan seperti astronomi (ilmu falak) dan ilmu pengobatan. Pendidikan
Indonesia baru mengenal sistem berjenjang yang formal sejak masuknya pengaruh Belanda. Namun
hingga datangnya kolonial Belanda dan bahkan hingga sekarang ketiga corak pendidikan Islam,
yaitu pendidikan di langgar, pesantren dan madrasah tetap bertahan.
3
Mulai akhir abad ke-19 dan hingga darsawarsa awal abad ke-20, lembaga-lembaga
pendidikan di Indonesia sangat beragam, meliputi sekolah dasar, sekolah raja, sekolah pertukangan,
sekolah kejuruan, sekolah-sekolah khusus untuk perempuan Eropa dan pribumi, sekolah dokter,
perguruan tinggi hukum, dan perguruan tinggi teknik. Untuk mengimbangi pendidikan Belanda,
pada periode ini berdiri pula lembaga-lembaga pendidikan bercorak keagamaan dan kebangsaan
oleh Muhammadyah, Taman Siswa, Ins Kayutanan, Maarif, dan perguruan Islam lainnya.
Pada masa ini, pendidikan terbagi menjadi dua, yaitu: pendidikan rendah, pendidikan
menengah, pendidikan kejuruan, dan pendidikan tinggi. Tujuan pendidikan pada masa penjajahan
Belanda lebih dititik beratkan kepada memenuhi kebutuhan pemerintah Belanda, yaitu tersedianya
tenaga kerja murah untuk hegemoni penjajah dan untuk menyebarluaskan kebudayaan Barat.
a. Muhammadiyah
Muhammadiyah lahir dibawah pengaruh kebangkitan nasionalisme Bangsa mula-mula misi
utama Muhammadiyah adalah untuk menyebarkan agama, kemudian membuka dan
menyelenggarakan pendidikan, baik sebagai sarana untuk anak mencerdaskan bangsa yang
dibodohi oleh pemerintah Belanda maupun sebagai sarana menyebarkan syiar Islam.
Muhammadiyah didirikan di kampong Kauman, Yogyakarta, pada tahun 18 November 1912.
Sekolah Muhammadiyah pertama didirikan pada tahun 1911. Dalam perkembangannya kemudian,
sekolah ini menjadi Volksschool (Sekolah Rakyat) 3 tahun. Muhammadiyah juga kemudian
mendirikan sekolah rakyat 3 tahun yang diberi nama Sekolah Kesultanan (Sultanaatschool),
menyusul kemudian HIS Muhammadiyah, sekolah menengah yang dimulai dengan sebuah MULO
yang diberi subsidi oleh pemerintah Belanda, juga sebuah Algemene Middelbare School (AMS)
yang mendapat bantuan dari para intelektual Indonesia yang beraliran nasional dan Holland
Inlandse Kweekschool. Kurikulum sekolah-sekolah Muhammadiyah di masa itu menyeimbangkan
muatan pelajaran agama dan umum dengan porsi masing-masing sekitar 50%.
4
Muhammadiyah adalah pembaharuan dibidang agama yang pada hakikatnya mengikuti jejak
gerak hidup zaman dan mengeluarkan golongan Islam dari isolasi sekaligus secara positif bergerak
dibidang social dan pendidikan. Unsur nasionalisnya jelas dalam sifat pendirinya, K.H Achmad
Dahlan, sebagai seorang nasionalis yang sikap hidupnya menjadi suri tauladan bagi anggota
Muhammadiyah.Dalam alam kemerdekaan,usaha-usahaMuhammadiyah di bidang pendidikan ini
semakin luas dan meningkat, mulai tingkat taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Selain
dalam bidang pendidikan, Muhammadiyah juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial.
b. Taman siswa
Taman Siswa secara jelas menunjukkan sifatnya yang nasionalis dan pedagogis serta kultural.
Walaupun bukan suatu organisasi politik, Taman Siswa sejak pendiriannya mempunyai tujuan
politik, yaitu kemerdekaan Indonesia. Tujuan ini jelas dari pertimbangan Ki Hajar Dewantara,
pendirinya, sewaktu di pengasingan di negeri belanda untuk mendalami masalah pendidikan.
Menurut Ki Hajar, rakyat Indonesia harus benar-benar memahami arti kehidupan berbangsa dan
bertanah air melalui pendidikan. Kegiatan pendidikan diberikan kepada mereka yang berusia muda
dengan mendirikan Kindertuin atau Taman Kanak-kanak yang dikalangan Taman Siswa disebut
Taman Indriya, pada tanggal 3 Juli 1922. Lembaga pendidikan Taman Siswa diberi nama National
Onderwijs Institut Taman Siswa dengan Taman Indriya sebagai tingkat terendah. Taman Siswa
didasarkan atas kebangsaan dan kebudayaan Indonesia.
Pendidikan Taman Siswa selanjutnya mengakui hak-hak anak untuk bebas yang dinyatakan
tanpa batas. Batas itu antara lain adalah lingkungan dan kebudayaan. Pengakuan atas kebebasan
anak adalah suatu prinsip pendidikan yang sangat pokok pada Taman Siswa. Prinsip demokrasi
dikembangkan oleh Ki Hajar Dewantara dengan pengertian sebagai berikut :
1. Anak dalam pendidikan merupakan pusat perhatian pendidik.
2. Musyawarah sebagai prinsip demokrasi tetapi menghargai pemimpin.
3. Dasar demokrasi membawa kewajiban untuk memikul tanggung jawab.
Dengan gambaran diatas, maka Taman Siswa, terutama dibidang pendidikan dan kebudayaan,
telah memberi andil yang sangat besar terhadap pendidikan nasional. Bahkan Undang-Undang
Pendidikan No. 4 tahun 1950 praktis telah mencakup semua prinsip Taman Siswa.
c. INS Kayutanam
Sekolah ini didirikan sebagai tanggapan terhadap pendidikan Belanda yang berlangsung saat
itu oleh Muhammad Syafiei dinilai intelektualistik dengan mementingkan kecerdasan dan kurang
memperhatikan bakat-bakat anak. Melalui INS yang didirikannya ia berusaha agar para siswa tidak
menjadi cendekiawan setengah matang yang angkuh tetapi menjadi pekerja cekatan yang rendah
hati. Di INS, para siswa dididik untuk bekerja teratur dan produktif agar dapat hidup mandiri. Para
siswa mendapat pelajaran dalam berbagai bidang Di INS sebagai wahana untuk membuat anak-anak
sehat dan kuat
Falsafah yang mendasari gagasannya adalah Tuhan tidak sia-sia menjadikan manusia dan
alam lainnya. Masing-masing mesti berguna dan kalau tidak berguna itu disebabkan kita tidak
pandai menggunakannya. INS kayutaman mengembangkan sistem persekolahannya dengan
didasarkan atas aktivitas dan bertujuan untuk melahirkan dan memupuk semangat bekerja dan
percaya kepada diri sendiri.
Disamping dikembangkan atas dasar-dasar prinsip pedagogis, INS juga memupuk semangat
nasionalisme di kalangan para siswanya. Hal ini tampak dari tujuan pendidikannya, yaitu agar siswa
dapat berdiri sendiri dan tidak perlu mencari jabatan di kantor pemerintahan yang pada ssat itu
dikuasai oleh Pemerintah Kolonial Belanda.
Prinsip tidak menggantungkan diri kepada orang lain juga dianut oleh Muhammad Syafiei
sendiri yang menolak tawaran Pemerintah Belanda untuk menerima bantuan. Pengembangan
lembaga pendidikannya diusahakan atas dasar prinsip self-help (mandiri) dengan mengumpulkan
uang melalui pertunjukan, pameran hasil karya murid-murid, dan penjualan hasil kerja mereka.
Hanya pemberian yang tidak mengikat secara moral yang diterimanya.
5
Meskipun praktik dan gagasan pendidikannya bagus, sistem persekolahan yang
dikembangkan INS Kayutanam tidak berkembang diluar daerahnya. Para lulusan yang
dihasilkannya juga tidak cukup mendapat bekal untuk mendapatkan tempat dimaysarakat sehingga
dapat dikatakan keuntungan pendidikan hanya dirasakan oleh perorangan siswa.
INS Kayutanam bertahan hingga masa pendudukan Jepang, dan pada masa perang
kemerdekaan (tahun 1949) INS Kayutanam ditutup. MuhammadSyafei sendiri setelah tidak
menangani INS, ditunjuk sebagai Kepala Sekolah Guru Bantu (SGB). Ia tutup usia pada tahun
1966.
d. Pendidikan Maarif
Awal pendidikan maarif mulai berkembang pada tahun 1916 ketika K.H. Abdul Wahab
Hasbullah dan K.H. Mas Mansur, mendirikan kursus debat yang diberi nama Taswirul Afkar.
Kursus ini kemuadian berkembang dengan dibentuknya Jamiyah Nahdatul Wathon yang bertujuan
memperluas dan meningkatkan mutu pendidikan madrasah. Lembaga pendidikan maarif dalam
bentuk madrasah mula-mula berkembang di Jawa Timur, kemudian menyebar ke daerah-daerah
lainnya, dengan dipelopori oleh para ulama NU. Mula-mula, corak pendidikannya menyerupai
pesantren yang diformalkan, dengan hanya memuat pendidikan agama dalam kurikulumnya.
Dalam perkembangan kemudian, sebagaimana Muhammadiyah, Maarif memasukkan materi umum
ke dalam kurikulumnya.
Muktamar II NU di Surabaya pada tahun 1927 memutuskan untuk memberikan perhatian
yang penuh pada pengembangan madrasah dengan dana ditanggung oleh umat Islam, dan menolak
bantuan Belanda. Dalam Muktamar NU ke-4 di Semarang, Muktamar NU yang dilaksanakan setiap
tahun selalu memberikan perhatian khusus pada pengembangan pendidikan Maarif. Basis
pendidikan maarif pada dasarnya adalah pesantren yang juga merupakan basis utama kegiatan
pendidikan NU. hal inilah antara lain yang membedakannya dengan Muhammadiyah yang lebih
agresif dan sistematis dalam mengembangkan system pendidikan sekolahnya dengan menerapkan
menejemen modern.
7
2. Pendidikan Pada Masa Orde Baru
Orde baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998, dan dapat dikatakan sebagai era
pembangunan nasional. Dalam bidang pembangunan pendidikan, khususnya pendidikan dasar,
terjadi suatu loncatan yang sangat signifikan dengan adanya Instruksi Presiden (Inpres) Pendidikan
Dasar. Namun, yang disayangkan adalah pengaplikasian inpres ini hanya berlangsung dari segi
kuantitas tanpa diimbangi dengan perkembangan kualitas. Yang terpenting pada masa ini adalah
menciptakan lulusan terdidik sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan kualitas pengajaran dan
hasil didikan.
Pelaksanaan pendidikan pada masa orde baru ternyata banyak menemukan kendala, karena
pendidikan orde baru mengusung ideologi keseragaman sehingga memampatkan kemajuan dalam
bidang pendidikan. EBTANAS, UMPTN, menjadi seleksi penyeragaman intelektualitas peserta
didik.
Pada pendidikan orde baru kesetaran dalam pendidikan tidak dapat diciptakan karena unsur
dominatif dan submisif masih sangat kental dalam pola pendidikan orde baru. Pada masa ini,
peserta didik diberikan beban materi pelajaran yang banyak dan berat tanpa memperhatikan
keterbatasan alokasi kepentingan dengan faktor-faktor kurikulum yang lain untuk menjadi peka
terhadap lingkungan. Beberapa hal negatif lain yang tercipta pada masa ini adalah:
1) Produk-produk pendidikan diarahkan untuk menjadi pekerja. Sehingga, berimplikasi pada
hilangnya eksistensi manusia yang hidup dengan akal pikirannya (tidak memanusiakan
manusia).
2) Lahirnya kaum terdidik yang tumpul akan kepekaan sosial, dan banyaknya anak muda yang
berpikiran positivistic.
3) Hilangnya kebebasan berpendapat.
Pemerintah orde baru yang dipimpin oleh Soeharto mengedepankan motto membangun
manusia Indonesia seutuhnya dan Masyarakat Indonesia. Pada masa ini seluruh bentuk pendidikan
ditujukkan untuk memenuhi hasrat penguasa, terutama untuk pembangunan nasional. Siswa sebagai
peserta didik, di didik untuk menjadi manusia pekerja yang kelak akan berperan sebagai alat
penguasa dalam menentukan arah kebijakan negara. Pendidikan bukan ditujukan untuk
mempertahankan eksistensi manusia, namun untuk mengeksploitasi intelektualitas mereka demi
hasrat kepentingan penguasa.
Kurikulum-kurikulum yang digunakan pada masa orde baru yaitu sebagai berikut:
a) Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan
Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis,
tidak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan.
Pada masa ini siswa hanya berperan sebagai pribadi yang masif, dengan hanya menghapal teori-
teori yang ada, tanpa ada pengaplikasian dari teori tersebut. Aspek afektif dan psikomotorik tidak
ditonjolkan pada kurikulum ini. Praktis, kurikulum ini hanya menekankan pembentukkan peserta
didik hanya dari segi intelektualnya saja.
b) Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efisien berdasar
MBO (management by objective). Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), yang dikenal dengan istilah satuan pelajaran, yaitu
rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci menjadi : tujuan
instruksional umum (TIU), tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran,
kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi.
Pada kurikulum ini peran guru menjadi lebih penting, karena setiap guru wajib untuk membuat
rincian tujuan yang ingin dicapai selama proses belajar-mengajar berlangsung. Tiap guru harus
detail dalam perencanaan pelaksanaan program belajar mengajar. Setiap tatap muka telah di atur
dan dijadwalkan sedari awal. Dengan kurikulum ini semua proses belajar mengajar menjadi
sistematis dan bertahap.
8
c) Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Proses menjadi lebih penting dalam
pelaksanaan pendidikan. Peran siswa dalam kurikulum ini menjadi mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif
(CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). CBSA memposisikan guru sebagai fasilitator,
sehingga bentuk kegiatan ceramah tidak lagi ditemukan dalam kurikulum ini. Pada kurikulum ini
siswa diposisikan sebagai subjek dalam proses belajar mengajar. Siswa juga diperankan dalam
pembentukkan suatu pengetahuan dengan diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat,
bertanya, dan mendiskusikan sesuatu.
d) Kurilukum 1994
Kurikulum 1994 merupakan hasil upaya untuk memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya,
terutama kurikulum 1975 dan 1984. Pada kurikulum ini bentuk opresi kepada siswa mulai terjadi
dengan beratnya beban belajar siswa, dari muatan nasional sampai muatan lokal. Materi muatan
lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian,
keterampilan daerah, dan lain-lain.
Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesak agar isu-isu tertentu
masuk dalam kurikulum. Akhirnya, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat.
Siswa dihadapkan dengan banyaknya beban belajar yang harus mereka tuntaskan, dan mereka tidak
memiliki pilihan untuk menerima atau tidak terhadap banyaknya beban belajar yang harus mereka
hadapi.
10
C. Pendidikan di Indonesia Setelah Kemerdekaan
1. Tujuan dan Kurikulum Pendidikan di Indonesia
Dalam kurun waktu 1945-1969, tujuan pendidikan nasional Indonesia mengalami 5 kali
perubahan, mengikuti perubahan dalam suasana kehidupan berbangsa kita. Sebagaimana tertuang
dalam Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan (PP & K), Mr. Suwandi,
tanggal 1 Maret 1946 ,tujuan pendidikan nasional pada masa awal kemerdekaan sangat menekankan
penanaman jiwa patriotisme hal ini dapat dipahami, maka penanaman jiwa patriotisme melalui
pendidikan dianggap merupakan jawaban guna mempertahankan Negara yang baru
diproklamasikan. Antisipasi tersebut kemudian terbukti benar dengan terjadinya agresi Balanda
terhadap Negara berdaulat Republik Indonesia.
Sejalan dengan perubahan suasana kehidupan kebangsaan, tujuan pendidikan nasional Indonesia
pun mengalami perluasan, tidak lagi semata-mata menekankan jiwa patriotisme. Dalam Undang-
Undang No. 4/1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah, Sehingga
pendidikan dan pengajaran berdasar asas-asas yang termaktub dalam pancasila, Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia dan asas kebudayaan bangsa Indonesia. Rumusan tujuan yang
sama diulang lagi dalam Undang-Undang No. 12/1954 yang berlaku untuk seluruh wilayah RI.
Perubahan tujuan pendidikan nasional tersebut berimplikasi pada perubahan kurikulum yang
saat itu disebut rencana pelajaran. Kurikulum yang semula berorientasi pada kepentingan colonial
Belanda diubah sesuai dengan kebutuhan bangsa Indonesia yang telah merdeka. Kurikulum sekolah
pada masa-masa awal kemerdekaan dan tahun 1950-an ditujukan untuk :
a. Meningkatkan kesadaran bernegara dan bermasyarakat.
b. Meningkatkan pendidikan jasmani.
c. Meningkatkan pendidikan watak.
d. Memberikan perhatian pada kesenian.
e. Menghubungkan isi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari, dan
f. Mengurangi pendidikan pikiran.
Mengurangi pendidikan pemikiran pada dasarnya merupakan reaksi terhadap pendidikan
kolonial yang amat menekankan aspek intelektualitas dan mengabaikan pendidikan watak.
Dibawah pengaruh Manipol-Usdek, pada tahun 1965 rumusan tujuan pendidikan nasional
mengalami perubahan. Dalam keputusan Presiden No.145 tahun 1965 tentang nama dan Rumusan
Induk Sistem Pendidikan Nasional dikemukakan rumusan tujuan pendidikan nasional kemudian
diperluas dan dipertajam dalam GBHN 1973
Rumusan yang tertuang dalam GBHN 1973 substansinya terus dipertahankan dengan hanya
mengalami sedikit perubahan, yaitu berupa penambahan sifat manusia Indonesia yang hendak
dibangun melalui pendidikan hingga GBHN 1998. Dengan substansi yang sama meskipun
rumusannya agak berbeda, tujuan tersebut juga tertuang dalam UU No. 2 /1989 tentang system
pendidikan nasional.
2. Sistem Persekolahan
Sistem persekolahan yang berlaku di Indonesia pada masa awal kemerdekaan meliputi 3
tingkatan, yaitu pendidikan rendah, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Sistem persekolahan tersebut terus dipertahankan hingga tahun 1980-an. Akhir tahun 1960-an,
kalaupun terjadi perubahan, hal itu lebih pada bentuk kelembagaannya. Misalnya dihapuskannya
SGB, diubahnya SGA menjadi SPG, dan lebih dikembangkannya jenis-jenis sekolah menengah
kejuruan. Setelah berlakunya UU No 2/1989 tentang system pendidikan nasional diadakan
perubahan, antara lain bahwa Pendidikan Dasar merupakan pendidikan umum yang lamanya 6
tahun di SD dan 3 tahun di SLTP. Jadi SLTP merupakan pendidikan umum, sehingga akibatnya
sekolah pertama kejuruan dilebur menjadi SLTP.
Perkembangan lain yang penting dicatat pada era 1945-1969 ialah berdirinya 42 Perguruan
Tinggi Negeri berupa universitas, institute, dan sekolah tinggi yang umumnya terletak di ibukota
propinsi, sehingga kurun waktu tersebut dapat dikatakan sebagai era pertumbuhan PTN.
11
3. Perkembangan Jumlah Siswa
Berbeda dengan pada zaman kolonial Belanda yang membedakan kesempatan belajar atas dasar
ras dan asal-usul keturunan, pada zaman kemerdekaan kesempatan belajar dibuka untuk semua
orang, baik melalui jalur sekolah maupun luar sekolah. Hal ini sejalan dengan bunyi pasal 31 ayat 1
UUD 1945 bahwa tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran. Dalam UU
Pendidikan No. 4/1950 dan UU No. 12/1954, pasal 17, disebutkan bahwa, tiap-tiap warga Negara
republic Indonesia mempunyai hak yang sama untuk diterima menjadi murid suatu sekolah jika
memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk pendidikan dan pengajaran pada sekolah itu.
Ciri yang menonjol diawal kemerdekaan ialah tingginya motivasi belajar para siswa yang
usianya amat beragam, meskipun sarana yang tersedia hanya seadanya. pada tanggal 1 Juni 1946
dibentuk Bagian Pendidikan Masyarakat pada Kementerian Pendidikan, Pengajaran, dan
kebudayaan yang bertugas:
1) Memberantas buta huruf,
2) Menyelenggarakan kursus pengetahuan umum, dan
3) Mengembangkan perpustakaan rakyat
12
Sekembalinya ke tanah air pada tahun 1918, Ki Hajar Dewantara mencurahkan perhatiannya di
bidang pendidikan. Bersama rekan-rekan seperjuangannya lainnya, Ki Hajar mendirikan Nationaal
Onderwijs Instituut Tamansiswa atau lebih dikenal dengan Perguruan Nasional Tamansiswa pada 3
Juli 1922. Taman Siswa merupakan sebuah perguruan/sekolah untuk kaum pribumi yang bercorak
nasional yang menekankan rasa kebangsaan dan cinta tanah air serta semangat berjuang untuk
memperoleh kemerdekaan. Prinsip yang ditanamkan dalam Taman Siswa adalah ing ngarsa sung
tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani yang berarti seorang guru di depan harus bisa
menjadi teladan, di tengah harus bisa membangun semangat dan berinisiatif serta di belakang harus
bisa memberikan semangat dan dukungan bagi muridnya.
Perjuangan Ki Hajar Dewantara tak hanya melalui Taman siswa, sebagai penulis, Ki Hajar
Dewantara tetap produktif menulis untuk berbagai surat kabar. Hanya saja kali ini tulisannya tidak
bernuansa politik, namun beralih ke bidang pendidikan dan kebudayaan. Tulisan Ki Hajar
Dewantara berisi konsep-konsep pendidikan dan kebudayaan yang berwawasan kebangsaan.
Melalui konsep-konsep itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa
Indonesia.
Setelah Indonesia merdeka, Beliau kemudian dipercaya sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran
dan Kebudayaan yang pertama di negri ini. Nama Ki Hadjar Dewantara bukan saja diabadikan
sebagai seorang tokoh dan pahlawan pendidikan (bapak Pendidikan Nasional) yang tanggal
kelahirannya 2 Mei dijadikan hari Pendidikan Nasional, tetapi juga ditetapkan sebagai Pahlawan
Pergerakan Nasional melalui surat keputusan Presiden RI No.305 Tahun 1959, tanggal 28
November 1959. Penghargaan lain yang diterimanya adalah gelar Doctor Honoris Causa dari
Universitas Gajah Mada pada tahun 1957. Dua tahun setelah mendapat gelar Doctor Honoris Causa
itu, ia meninggal dunia pada tanggal 28 April 1959 di Yogyakarta dan dimakamkan di sana.
4. Hasyim Asyari
Gagasan Hasyim Asyari adalah bahwa untuk berjuang mewujudkan cita-cita nasional termasuk
dalam bidang pendidikan, diperlukan wadah berupa organisasi pada tahun 1926 ia mendirikan
Jamiyah Nahdlatul Ulama, dalam organisasi ini Hasyim Asyari berjuang membina dan
menggerakkan masyarakat melalui pendidikan. Beliau juga mendirikan pondok pesantren sebagai
basis pendidikan dan perjuangan melawan Belanda.
14
5. K.H. Ahmad Dahlan
Selain itu, Ahmad Dahlan juga berpandangan bahwa pendidikan harus membekali siswa dengan
pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk mencapai kehidupan dunia. Oleh karena itu,
pendidikan yang baik adalah pendidikan yang sesuai dengan tuntutan masyarakat dimana siswa itu
hidup. Dengan pendapatnya yang demikian itu, sesungguhnya Ahmad Dahlan mengkritik kaum
tradisionalis yang menjalankan model pendidikan yang diwarisi secara turun temurun tanpa
mencoba melihat relevansinya dengan perkembangan zaman.
Ahmad Dahlan sadar, bahwa tingkat partisipasi muslim yang rendah dalam sektor-sektor
pemerintahan itu karena kebijakan pemerintah kolonial yang menutup peluang bagi muslim untuk
masuk. Berkaitan dengan kenyataan serupa ini, maka Ahmad Dahlan berusaha memperbaikinya
dengan memberikan pencerahan tentang pentingnya pendidikan yang sesuai perkembangan zaman
bagi kemajuan bangsa. Berkaitan dengan masalah ini Ahmad Dahlan mengutip ayat 13 surat al-
Rad yang artinya: Sesungguhnya Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sehingga mereka
mengubah apa yang ada pada diri mereka.
Upaya mewujudkan visi, misi dan tujuan pendidikan sebagaimana tersebut di atas dilaksanakan
lebih lanjut melalui organisasi Muhammadiyah yang didirikannya. Salah satu kegiatan atau program
unggulan organisasi ini adalah bidang pendidikan. Sekolah Muhammadiyah yang pertama berdiri
satu tahun sebelum Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi berdiri. Pada tahun 1911 Ahmad
Dahlan mendirikan sebuah madrasah yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhan kaum muslimin
terhadap pendidikan agama dan pada saat yang sama bisa memberikan mata pelajaran umum.
6. Mohammad Syafei
Mohammad Syafei lahir tahun 1893 di Ketapang (Kalimantan Barat) dan diangkat jadi anak
oleh Ibarahim Marah Sutan dan ibunya Andung Chalijah,kemudian dibawah pindah ke Sumatra
Barat dan menetap Bukit Tinggi.Marah Sutan adalah seorang pendidik dan inteletual ternama.Dia
sudah mengajar diberbagai daerah di nusantara,pindah ke Batavia pada tahun1912 dan disini aktif
dalam kegiatan penertiban dan Indische Partij.Pendidikan yang ditempuh Moh.Syafei adalah
sekolah raja di Bukit tinggi,dan kemudian belajar melukis di Batavia (kini Jakarta),sambil mengajar
disekolah Kartini.Pada tahun 1922 Moh.Syafei menuntut ilmu di Negeri Belanda dengan biaya
sendiri.Disini ia bergabung dengan Perhimpunan Indonesia ,sebagai ketua seksi pendidikan
.Dinegeri Belanda ini ia akrab dengan Moh.Hatta,yang memiliki banyak kesamaan dan karakteristik
dan gagagasan dengannya,terutama tentang pendidikan bagi pengembangan nasionalisme di
Indonesia.Dia berpendapat bahwa agar gerakan nasionalis dapat berhasil dalam menentang
penjajahan Belanda,maka pendidikan raktyat haruslah diperluas dan diperdalam.
Semasa di negeri Belanda ia pernah ditawari untuk mengajar dan menduduki jabatan disekolah
pemerintah.Tapi Syafei menolak dan kembali ke Sumatara Barat pada tahun1925.Ia bertekad
bertekad mendirikan sebuah sekolah yang dapat mengembangkan bakat murid-muridnya dan
disesuaikan dengan kebutuhan rakyat Indonesia,baik yang hidup dikota maupun dipedalaman.
15
b. Adanya kasta brahmana, ksatria, waisya dan sudra sehingga rakyat yang memiliki kasta
sudra tidak akan bisa pindah ke brahmana begitupun sebaliknya.
c. Yang bisa mengenyam pendidikan dengan layak hanya anak golongan pra raja-raja saja.
d. Bersifat tidak formal, dimana murid dapat berpindah dari satu guru ke guru yang lain.
2. Pada Masa Islam
Keunggulan :
a. Pendidikan islam diajarkan dengan jalan damai (tidak memaksa) dan mengakulturasi
kebiasaan masyarakat lama Indonesia seperti kebiasaan zaman purba atau hindu-budha
namun diberi unsur islaminya.
b. Islam mewajibkan setiap umat memiliki pendidikan islami, karena dalam islam menuntut
ilmu sebuah kewajiban.
c. Menunjukan bahwa sesudah kehidupan dunia, ada kehidupan yang lebih kekal yaitu
kehidupan akhirat.
d. Islam terbuka dan tidak mengenal perbedaan. Jadi pendidikan dapat dimiliki oleh siapa saja
baik itu laki-laki, perempuan, kaya, miskin dll.
e. Setelah tamat dari pesantren santri-santri bisa pulang kekampungnya masing-masing dan
menyebarkan ilmu agama yang telah diperolehnya.
Kelemahan :
a. Lebih kearah pendidikan islam jadi pendidikan umumnya sangat sedikit.
b. Walaupun seharusnya tidak boleh ada kasta atau perbedaannya, namun dalam faktanya
pendidikan islam memiliki perbedaan antara kaum wanita dan laki-laki. Wanita
pendidikannya hanya bersifat khusus dan mengenai urusan wanita, sedangkan laki-laki
pendidikannya lebih luas dan bersifat umum.
3. Pendidikan Masa Kolonial Belanda
Keunggulan :
a. Kurikulum yang terus meningkat membuat pendidikan semakin baik.
b. Biroksi colonial Belanda semakin lengkap.
Kelemahan :
a. Bahasa Belanda masih menjadi bahasa pengantar.
b. Masih memandang kelas atas dan kelas bawah.
c. Sulitnya kaum pribumi untuk menaiki tangga mobilitas social.
4. Pendidikan Masa Jepang
Keunggulan :
a. Sekolah rakyat 6 tahun
b. Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar
c. Senam pagi : taiso
Kelemahan :
a. Kerja bakti; kinrohosi
b. Bahasa Inggris dilarang : pengetahuan sempit
c. Latihan kemiliteran/ baris-berbaris : kyoren
d. Romusha atau kerjapaksa yang sangat merugikan bagi bangsa Indonesia.
e. Banyak guru-guru yang dipekerjakan sebagai pejabat-pejabat pada masa itu yang
menyebabkan kemunduran standar pendidikan secara tajam.
5. Pendidikan Masa Orde Lama
Keunggulan :
a. Pendidikan merupakan hak semua orang, tanpa membandingkan kelas social.
b. Mampu mengekspor guru ke negara tetangga, dan banyak generasi muda yang disekolahkan
di luar negeri dengan tujuan agar mereka kelak dapat kembali ke tanah air untuk
mengaplikasikan ilmu yang telah mereka dapat.
c. Tidak ada halangan ekonomis yang merintangi seseorang untuk belajar di sekolah.
16
Keunggulan dan kelemahan masa orde lama
1) Kurikulum tahun 1947
Kelebihan :
Lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia yang berdaulat dan sejajar dengan
bangsa lain.
Kelemahan :
Kurikulum pendidikan Indonesia masih dipengaruhi system pendidikan kolonial belanda dan
jepang.
2) Rencana Pelajaran Terurai 1952
Kelebihan:
Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu system pendidikan nasional.
Kelemahan:
a. Masih kurangnya tenaga pengajar.
b. Tidak di dukung dengan fasilitas yang memadai.
3) Kurikulum 1968
Kelebihan:
a. Bertujuan pada pembentukan manusia pancasila sejati.
b. Struktur pendidikan dari pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan
dasar, dan kecakapan khusus.
Kelemahan:
Muatan materi masing-masing mata pelajaran masih bersifat teoritis dan belum terikat erat
dengan keadaan nyata dalam lingkungan sekitar.
6. Pendidikan Masa Orde Baru
Keunggulan :
Pendidikan mengalami perkembangan yang sanyangat pesat.
Kelemahan :
a. Kekurangan tenaga kerja guru.
b. Kurangnya sarana dan prasarana pendidikan.
c. Sekolah begitu banyak namun tingkat kualitasnya mengalami penurunan,
d. Hilangnya kebebasan berpendapat.
Keunggulan dan kelemahan kurikulum pada masa orde baru :
1) Kurikulum 1968
Keunggulan :
a. Bertujuan pada pembentukan manusia pancasila sejati.
b. Struktur pendidikan dari pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan
dasar, dan kecakapan khusus.
Kelemahan:
Muatan materi masing-masing mata pelajaran masih bersifat teoritis dan belum terikat erat
dengan keadaan nyata dalam lingkungan sekitar.
2) Kurikulum 1975
Keunggulan :
a. Menekankan pada pendidikan yang lebih efektif dan efisien dalam hal daya dan waktu.
b. Menganut sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan yang spesifik,dapat
diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa.
Kelemahan :
Guru dibuat sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran
3) Kurikulum 1984
Keunggulan :
Pendekatan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara
fisik, mental, intlektual dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar
secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.
17
Kelemahan :
a. Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar.
b. Banyak sekolah kurang mampu menafsirkan, yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang
kelas lantaran siswa berdiskusi, di sana sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru
tak lagi mengajar model berceramah.
4) Kurikulum 1994
Keunggulan :
a. Penggunaan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik,
dan sosial.
b. Pengajaran dari hal yang konkret ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal yang sulit,
dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks.
Kelemahan :
a. Aspek yang di kedepankan dalam kurikulum 1994 terlalu padat.
b. Konsep pengajaran satu arah, dari guru ke murid.
c. Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/
substansi setiap mata pelajaran.
d. Materi pelajaran yang dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat
perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan aplikasi
kehidupan sehari-hari.
e. Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan
pemahaman.
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan di Indonesia pada zaman sebelum kemerdekaan digolongkan dalam tiga periode,
yaitu pendidikan yang berlandaskan ajaran keagamaan, pendidikan yang berlandaskan
kepentingan penjajah dan pendidikan dalam rangka perjuangan kemerdekaan.
Setelah kemerdekaan, telah muncul system kurikulum, system persekolahan, dan juga sudah
banyak penduduk Indonesia yang mengenyam bangku sekolah.
Hal ini disebabkan oleh adanya pendidikan yang telah ada pada zaman-zaman dahulu. Yang
memberikan dasar-dasar tentang pendidikan, selain itu tokoh-tokoh yang berpengaruh dalam
dunia pendidikan.
Sistem pendidikan nasional di Indonesia pada zaman orde lama masih banyak dipengaruhi
oleh sistem pendidikan zaman Belanda. Dalam usahanya Ki hajar Dewantara sebagai Menteri
Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan mencoba merumuskan Sistem pendidikan nasional
yang berlandaskan budaya bangsa Indonesia sendiri demi mewujudkan bangsa yang terhormat
dan maju. Masa orde baru pendidikan hanya berlangsung dari segi kuantitas tanpa diimbangi
dengan perkembangan kualitas. Yang terpenting pada masa ini adalah menciptakan lulusan
terdidik sebanyak-banyaknya tanpa menghasilkan kualitas pengajaran dan hasil didikan.
B. Saran
Diharapkan agar semua elemen masyarakat indonesia dapat mengetahui lebih dalam tentang
pendidikan terutama sejarah pendidikan di indonesia. Dengan demikian kita dapat merasakan
perjuangan yang dulu telah di perjuangkan dan kita bisa meningkatkan mutu dari pendidikan
tersebut.
20
DAFTAR PUSTAKA
http://subhanfadjrin.blogspot.co.id/2013/11/sejarah-pendidikan-di-indonesia.html?m=1
http://reksisandika.blogspot.co.id/2013/03/sejarah-pendidikan-di-indonesia-sebelum.html?m=1
http://catatankhaerulsoleh.blogspot.co.id/2015/10/v-behaviorurldefaultvmlo.html?m=1
http://samplinngkuliah.blogspot.co.id/2017/04/pelopor-pendidikan-indonesia.html?m=1
http://madyrezan.blogspot.co.id/2015/01/pendidikan-masa-orde-lama-masa-orde.html?m=1
http://rochmatulummah1806.blogspot.co.id/2013/04/makalah-sejarah-pendidikan-di-
indonesia.html?m=1
http://erwan-jwi.blogspot.co.id/2012/04/pendidika-pada-masa-kemerdekaan.html?m=1
http://wartasejarah.blogspot.co.id/2015/06/sistem-pendidikan-indonesia-pada-masa.html?m=1
http://pelajariduniaku.blogspot.co.id/2016/01/kurikulum-sesudah-dan-sebelum.html?m=1
21