Anda di halaman 1dari 45

REFLEKSI KASUS

DADRS DAN HIDRPCEPHALUS


Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi salah satu syarat dalam
menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter bagian Ilmu Kesehatan Anak
Di Rumah Sakit Islam Sultan Agung

Pembimbing:
dr. Pujiati Abbas. Sp.A

Disusun Oleh :
Arif Patriana
012116336

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2017
FAKULTAS KEDOKTERAN 2017
Catatan Medik Orientasi Masalah

A. IDENTITAS PENDERITA

Nama Penderita : An.AF


Umur : 3 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Tambak Mulyo rt 08/XII kel. Tanjung mas,
semarang

Wali
Nama ibu : Bp. MR
Umur : 29 th
Pendidikan : SMP
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Tambak Mulyo rt 08/XII kel. Tanjung mas,
semarang

Wali
Nama Ayah : Ibu. MN
Umur : 35 tahun
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Tambak Mulyo rt 08/XII kel. Tanjung mas,
semarang
B. DATA DASAR

Alloanamnesis dengan Ibu dan Ayah penderita dilakukan pada tanggal 4


Februari 2017 pukul 19.00 WIB di ruang ITH lantai 3 Anak dan didukung dengan
catatan medis.

KELUHAN UTAMA :
Buang air besar cair >10x

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

- 1 hari sebelum masuk rumah sakit anak mencret >10x/hari disertai muntah
>3x/hari, setiap kali BAB konsistensinya cair warna kekuningan, ada sedikit
ampas, 1/4 gelas belimbing, tak berlendir, tidak berdarah, tidak menyemprot.
- BAB cair diikuti demam terus menerus, kemudain anak dibawa ke dokter
keluarga dan mendapatkan obat penurun demam dan obat diare, namun demam
tak kunjung turun. Anak tidak menggigil, dan punyariwayat kejang. Anak tidak
mengalami mimisan, gusi tidak berdarah dan tidak ada ruam merah dan tidak
sesak napas.
- 2 hari yang lalu anak disuapin neneknya telur rebus, kemudian pasien langsung
BAB cair tanpa ampas 10x dan muntah 3x,
- Anak merasa sangat kehausan dan kelaparan dan terlihat lemas. Anak tidak ada
alergi terhadap makanan. Anak tidak memiliki riwayat pengobatan lama dan
sebelumnya.
- Karena demam tak kunjung turun dan anak muntah terus menerus, kemudian
oleh orang tuanya anak dibawa ke IGD RSISA. Anak terlihat lemas, tampak
kehauasan. Cubitan di perut kembali lambat, demam (+), mata cowong (+).
Anak juga merasa pusing, batuk (-) pilek (-) BAK (+) terakhir 4 jam yang lalu
50cc, dan mendapatkan advice ganti susu yang low sugar agar tidak BAB cair
lagi.
- RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Anak pernah demam, batuk pilek. Anak juga pernah BAB cair sebelumnya.
Pasien sudah lebih dari 3x mengalami kejang demam, dan berulang terus tiap
bulannya.
Hidrocephalus mulai diketahui sejak usia kandungan 8 bulan, dan oprasi
stunting dilakukan pda hari ke 8 setelah kelahiran.

Flek/ TB : disangkal Enteritis : disangkal


Faringitis : disangkal Disentri basiler : disangkal
Pneumonia : disangkal Disentri amoeba : disangkal
Morbili : disangkal Thyp. Abdominalis : diakui
Pertusis : disangkal Cacingan : disangkal
Varicella : disangkal Operasi :+
Bronkitis : disangkal Trauma : disangkal
Malaria : disangkal Reaksi obat/ alergi : disangkal
Polio : disangkal Difteri : disangkal

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini.

RIWAYAT SOSIAL EKONOMI

Ayah pasien bekerja menjadi pegawai swasta dan ibu pasien sebagai ibu rumah
tangga. Berobat dengan fasilitas BPJS Non PBI kelas III
Kesan ekonomi: cukup
C. DATA KHUSUS

1. Riwayat Perinatal

Pasien merupakan anak kedua, lahir aterm (38 minggu), SC didokter


spesialis obgyn RSISA e.c hydrocephalus, saat umur 8 bulan, keluarga
memeriksakan USG dan ketahuan lingkar bayi besar sekitar 11 cm. Ante Natal
Care rutin teratur, berat badan lahir 4000 gram, panjang badan 50 cm, tidak
langsung langsung menangis dan kemerahan.
Setelah lahir anak langsung di tempatkan dalam box perawatan peristi,
sampai hari ke 8 barulah di oprasi pemasangan VP-shunt di RSISA, dan baru
mendapatkan ASI, setelah 8 bulan selang atau kabel VP-shunt lepas, dan
dilakukan pemasangan ulang dengan dirujuk di RSUP karyadi.
Anak pertama lahir , lahir aterm (38 minggu), SC didokter spesialis obgyn
RSISA e.c ketuban pecah dini. ANC rutin teratur, BB 3300 gram, panjang
badan 49cm, langsung menangis dan kemerahan.
2. Riwayat Makan Minum

Asi mulai didapatkan ketika berumur 8 hari sampai 2 tahun, berikutnya pasien
mendapatkan makanan pendamping asi, seperti sereal sun, susu kaleng,

3. Riwayat Imunisasi Dasar

No Imunisasi Berapa Kali Umur


1. BCG 1x 1 bulan
2. DPT 3x 2,4,6 bulan
3. Polio 4x 0,2,4,6 bulan
4. Hepatitis B 3x 0,1,6 bulan
5. Campak 1x 9 bulan
Kesan imunisasi dasar: lengkap

4. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


Riwayat pertumbuhan : pada KMS garis tidak terlihat normal, dibawah garis
Riwayat Perkembangan: (lupa)Senyum 1 bulan, miring 2 bulan, tengkurap 4
bulan, duduk 6 bulan, gigi keluar 5 bulan, mengeluarkan suara satu kata umur
8 bulan, berjalan dengan di pegang saat umur 1 tahun, berjalan tanpa terjatuh
dan tanpa dipegang umur 18 bulan, dapat berbicara membentuk 2 kata atau
kalimat umur 2 tahun.
Keluarga pasien lupa tentang perkembangan anak.
Kesan: Pertumbuhan dan Perkembangan tidak Sesuai Umur

5. Riwayat KB Orang Tua

Ibu tidak memakai KB pil.

Pemeriksaan Status Gizi (Z score):


Diketahui:
Umur : 3 tahun (36 bulan)
BB : 8 kg
TB : 90 cm

WAZ = BB-median/SD = (27,5- 38,1)/6,50= -1,6 (-2 SD 2 SD, Normal)


HAZ = TB-median/SD = ( 137-146,5)/7 = -1,4 (-2 SD 2 SD, Normal)
WHZ = BB-median/SD = (27,5- 31,5)/3,3= -1,2(-2 SD 2 SD, Normal)
Kesan : Status Gizi Normal

D. PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan pada tanggal 10 september 2017 jam 14.30 WIB


Umur : 3 tahun
Berat badan : 8 tanpa kepala, 9 kg dengan kepala
Panjang badan : 90 cm
Suhu badan : 38.0C (axilla)
Nadi:122 kali/menit, irama regular, isi dan tegangan
cukup, teraba kuat
Frekuensi nafas : 20 kali/menit

KESAN UMUM
Keadaan Umum: Composmentis, aktif, tidak kejang

Keadaan Tubuh :
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut
Kepala : hidrocephalus, UK sekitar 56 cm
Kulit : tidak sianosis, ptechie (-), turgor kulit kembali lambat (+)
Mata : conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), mata cowong (+/+)
Hidung : nafas cuping hidung (-), secret (-), mucosa hiperemis (-)
Telinga : discharge (-), nyeri tekan tragus (-)
Mulut : sianosis (-), bibir kering (+), gusi berdarah (-), lidah kotor (-),
Leher : simetris, pembesaran kelenjar getah bening (-), kaku kuduk (-)
Tenggorokan : hiperemis (-), T2-T2

Thorax
Paru-paru :
Inspeksi : Hemithorax dextra sama dengan sinistra
Palpasi : Strem femitus dextra dan sinistra simetris
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : SD Vesikuler, suara tambahan : wheezing (-/-), ronki (-/-)
Jantung:
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis teraba dengan 1 jari sejajar papila mammae
ICS 5 linea midclavikula sininstra
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : BJ I-II regular, bising (-)
Abdomen
Inspeksi : bentuk datar, tidak tampak gerak peristaltik
Auskultasi : bising usus (+) meningkat
Perkusi : hipertimpani
Palpasi : nyeri tekan (+), pembesaran organ (-)
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Genitalia : Perempuan, tidak ada kelainan
Extremitas : Atas (ka/ki) Bawah (ka/ki)
Capilary refill : < 2 < 2

Akral dingin : -/- -/-

R. Fisiologis : +/+ +/+

R. Patologis : -/- -/-

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium saat di RSISA tanggal 9 oktober 2017 :
DARAH RUTIN
Hemoglobin 12.4 gr/dl
Hematocrit 40,1 %
Leukosit 12,30 ribu/Ul
Trombosit 353 ribu/uL
Eosinofil 0% (L)
Basofil 0,2%
neutrofil 76,6% (H)
Limfosit 16,5% (L)
Monosit 6,3% (H)
IG% 0,4%
MCV 83,9 fl
MCH 26,4 pg
MCHC 31,4 g/dl
LED 1 -
LED 2 -
Golongan darah A/positif
Na 147,2 mmol/L
K 5,15 mmol/L
Cl 107.3 mmol/L

Foto Thorax
Thorax kecil (non kontras)
RADIOGRAFI THORAKS
Dibandingkan dengan foto tanggal 11 Juli 2017 :
Konfigurasi jantung masih sama.
Corakan vaskuler tak meningkat.
Saat ini tak tampak gambaran infiltrat.
Hilus tak tebal.
Diafragma dan sinus kostofrenikus tak tampak kelainan.
Tampak ujung distal shunting di regio abdomen
KESAN:
COR TAK MEMBESAR.
PULMO TAK TAMPAK GAMBARAN INFILTRAT.

CT SCAN BRAIN (CT SCAN TANPA KONTRAS)


CT SCAN CRANIOCEREBRAL NONKONTRAS
Dibandingkan dengan CT tanggal 8 Juli 2014 :
Sulci, fissur dan cysterna tampak sempit.
Tampak lesi hipodens bentuk cresent di regio fronto-temporo-parieto-occipital
kanan.
Tak tampak lesi hipodens ataupun hiperdens intraserebri.
Sistem ventrikel masih tampak lebar, tampak ujung shunting di regio ventrikel
lateralis kiri.
Tak tampak gambaran septum pelusidum.
Batang otak dan serebelum tak jelas kelainan.
KESAN :
MASIH TAMPAK GAMBARAN HIDROSEFALUS COMUNICAN
DENGAN UJUNG SHUNTIG DI VENTRIKEL LATERAL KIRI.
AGENESIS SEPTUM PELUSIDIUM.
CURIGA ADA SUBDURAL HYGROMA DI REGIO FRONTO-TEMPORO-
PARIETO-OCCIPITAL KANAN.
TAK TAMPAK INFARK ATAUPUN PERDARAHAN SEREBRI.
ASSESMENT
1. Diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang (DADRS)
2. hidrocephalus

1. Assesment : Diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang (DADRS)


- DD : - DADRS et Causa Enteral : Bakteri, Virus, Parasit, Jamur.
- DADRS et Causa parenteral : ISK, OMA, tonsilofaringitis,
BRPN
- DADRS et Causa Intoleransi Laktosa

Initial plans :
Diare Akut Dehidrasi Ringan Sedang (DADRS)
Ip Dx : S : -
O : Pemeriksaan Darah Rutin, Pemeriksaan Apusan Darah
Tepi, Pemeriksaan Kimia Darah, Pemeriksaan Feses
Rutin.

Ip Tx : Oralit 3 jam pertama : 1275 ml


- Cairan Tambahan ( oralit 100-200 ml) tiap kali BAB
- Zink 20mg 1x1 selama 10 hari
- Antibiotik : Inj. Cefotaxim 3 x 200mg
- Antipiretik : Paracetamol syr 125 mg/ 5 ml 112 cth
PRN
- Antiemetik : domperidon 3x1/2 cth
- Beri makanan segera
Perhitungan Cairan :
Infus RL
BB : 8 kg
Kebutuhan cairan sehari :
Rumus Darrow:
8 kg x 100 = 800 cc
Total kebutuhan 800 cc
Naikan suhu 1C x 1,25%= 1,25%
1,25x8 = 0,1 800+0,1 = 800,1 cc/kg/bb
Kebutuhan cairan sehari :
Tetesan :
(800,1x15)/ (24x60) = 8,33 tpm
Atau 8 tpm
Ip Mx : KU, TTV, tanda dehidrasi ( turgor, mencret, muntah,
diuresis)
Ip Ex :
o Istirahat yang cukup
o Minum obat secara teratur dan tepat waktu
o Beri anak lebih banyak minum ( bisa diberikan oralit)
o Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang penyakit pasien
penyebab, dan penatalaksanaan
o Menjelaskan prognosis tentang penyakit pasien
o Menjelaskan kepada keluarga pasien bahwa kemungkinan
penyakit yang dialami pasien dapat dengan mudah dicegah
dengan: kebersihan perorangan, cuci tangan sebelum
makan, dan kebersihan lingkungan rumah
o Menjelaskan kepada keluarga pasien untuk mengubah pola
makan agar tercukupi kebutuhan gizi pasien dan higienis
o Membawa anak ke petugas kesehatan bila keluhan kembali
muncul.

2. Assessment : Gizi Kurang

DD : Organik : defek anatomi, gangguan menelan


Nonorganik : nutrisi inadekuat
Initial plans
Gizi Kurang
Ip Dx : S : kualitas dan kuantitas makan sehari-hari
O : berat badan pasien, Z score

Ip Tx : Kebutuhan kalori anak usia 8 tahun, berat badan 8 kg


Kebutuhan kalorinya
( 22,7 x 8 kg ) + 495 = 676,6
Yang terdiri dari :
- Karbohidrat : 60 % x 676,6= 405,9 kkal
- Lemak : 35 % x 676,5= 236,7 kkal
- Protein : 5 % x 676,5= 33,8 kkal
Ip Mx :
Penimbangan BB secara rutin dan teratur
Pengukuran TB setiap bulan
Vital Sign
Diit
Penambahan BB
Diare
Ip Ex :
Makan teratur
Asupan makanan yang bergizi seimbang
Menjaga kebersihan makanan dan alat makan
Kebersihan diri dan lingkungan
Kontrol BB secara rutin
3. Assessment : hidrocephalus komunikan

DD : hidrocephalus komunikan

Initial plans
Gizi Kurang
Ip Dx : S :
O:

Ip Tx : pemasangan pirau ventrikulo-peritonel (vp-shunt)


Asetazolamide 30-50 mg/kgBB/hari
Furosemid 1 mg/kgBB/hari
Ip Mx :
Lingkar kepala terus dipantau

Ip Ex :
Makan teratur
Asupan makanan yang bergizi seimbang
Lingkar kepala dipantau

PERJALANAN PERAWATAN

Tanggal S 0 A p

9 oktober 2017 panas (+), batuk HR : 122x/menit DADRS 2A N 28 tpm


(-), pilek (-), mual RR : 20x/menit Lacto B 2x1 sct
muntah (-). T: 38C Dehidralit
Makan minum BB : 17 kg Inj glibotik 2x250 mg
(+), BAB cair PF Inj sanmol 125 mg
>10x warna KU: composmentis, rewel Inj ondan 3x1
kekuningan, ada Kepala : hidrocephal
sedikit ampas, Mata : tidak cekung
gelas Telinga : discharge (-)
belimbing, Hidung : discharge (-)
berlendir, tidak Mulut :kering(+)
berdarah, Thorak :
menyemprot dan ParuSD vesikuler
berbau tidak Abdomen : nyeri tekan (-),
enak, BAK lancar peristaltic meningkat
jumlah cukup Ext: ptekie (-), akral dingin
(-)
10 oktober BAB cair 5x HR : 100x/menit DADRS 2A N 28 tpm
2017 warna RR : 22x/menit Lacto B 2x1 sct
kekuningan, T: 37C Dehidralit
mulai banyak BB : 17 kg Inj glibotik 2x250 mg
ampas, 1/5 KU: cukup Inj sanmol 125 mg
gelas belimbing, Kepala : mesochepal Inj ondan 3x1
berlendir, tidak Mata : CA (-/-), SI (-/-) tidak
berdarah, tidak cekung
nyemprot dan Telinga : discharge (-)
berbau tidak Hidung : discharge (-)
enak, BAK lancar Mulut :kering (-)
jumlah cukup Thorak :
mual muntah (-) ParuSD vesikuler
pilek (-) batuk (-), Abdomen : datar, supel,
demam (-) peristaltic (+) N
Ext: ptekie (-), akral dingin
(-)
11 oktber 2017 BAB cair 3x HR : 86x/menit DADRS 2A N 28 tpm
warna RR : 22x/menit Lacto B 2x1 sct
kekuningan, T: 37,6C Dehidralit
mulai banyak BB : 17 kg Inj glibotik 2x250 mg
ampas, gelas KU: cukup Inj sanmol 125 mg
belimbing, Kepala : hidrocephal Inj ondan 3x1
berlendir, tidak Mata : CA (-/-), SI (-/-)
berdarah, tidak Telinga : discharge (-)
nyemprot dan Hidung : discharge (-)
berbau tidak Mulut :kering (-)
enak, BAK lancar Thorak :
jumlah cukup ParuSD vesikuler
mual muntah (-) JantungBJ I-II regular
pilek (-) batuk (-), Abdomen : datar, supel,
demam (-) peristaltic (+)N
Ext: ptekie (-), akral dingin
(-)
12 oktober BAB cair 1x HR : 79x/menit DADRS 2A N 28 tpm
2017 warna RR : 20x/menit Lacto B 2x1 sct
kekuningan, T: 37C Dehidralit
ampas (+) , 1/5 BB : 17 kg Cobazym 1000 3x1
gelas belimbing, KU: cukup Heptasan 1/6 3x1
berlendir, tidak Kepala : hidrocephal
berdarah, tidak Mata : CA (-/-), SI (-/-)
nyemprot dan Telinga : discharge (-)
berbau tidak Hidung : discharge (-)
enak, BAK lancar Mulut :kering (-)
jumlah cukup, Thorak :
makan dan ParuSD vesikuler
minum mau. JantungBJ I-II regular
Demam (-). Abdomen : datar, supel,
peristaltic (+)N
Ext: ptekie (-), akral dingin
(-)
TINJAUAN PUSTAKA

I. DIARE AKUT

Diare adalah buang air besar lembek atau cair bahkan dapat berupa air saja
dengan frekuensi lebih dari 3 kali atau lebih dari biasanya dan berlangsung
kurang dari 14 hari. Diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24
jam dengan konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 1 minggu. Kematian
disebabkan karena dehidrasi. Buang air besar encer tersebut dapat atau tanpa
disertai lendir dan darah.

ETIOLOGI
Diare dapat disebabkan oleh :
a. Faktor makanan
Makanan busuk, mengandung racun
Perubahan susunan makanan yang mendadak, sering terjadi pada
bayi-bayi
Susunan makanan yang tidak sesuai dengan umur bayi
b. Faktor infeksi
Infeksi parenteral
Infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan, seperti infeksi
saluran pernafasan, ISK, otitis media akut, Tonsilofaringitis,
Bronkopneumoni. Keadaan terutama pada bayi dan anak berumur
dibawah 2 tahun.
Infeksi enteral
Infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare
pada anak
Infeksi bakteri
Vibrio Cholera, E.coli, Salmonella, Shigella
Infeksi virus
Rotavirus, adenovirus
Infeksi parasit
Protozoa (Entamoeba hystolica, Giardia lamdia)
Cacing (ascaris, trichiuris, oxyuris)

c. Faktor malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat
Malabsorbsi karbohidrat atau gula adalah ketidakmampuan untuk
mencerna dan menyerap (absorb) gula-gula. Malabsorbsi gula-gula
yang paling dikenal terjadi dengan kekurangan lactase (juga dikenal
sebagai intoleransi lactose atau susu) dimana produk-produk susu
yang mengandung gula susu, lactose, menjurus pada diare. Lactose
tidak diurai dalam usus karena ketidakhadiran dari enzim usus,
lactase, yang normalnya mengurai lactose. Tanpa diurai, lactose tidak
dapat diserap kedalam tubuh. Lactose yang tidak tercerna mencapai
usus besar dan menarik air (dengan osmosis) kedalam usus besar. Ini
menjurus pada diare. Meskipun lactose adalah bentuk yang paling
umum dari malabsorbsi gula, gula-gula lain dalam diet juga mungkin
menyebabkan diare, termasuk fructose dan sorbitol.

Malabsorbsi lemak
Malabsorbsi lemak adalah ketidakmampuan untuk mencerna atau
menyerap lemak. Malabsorbsi lemak mungkin terjadi karena sekresi-
sekresi pankreas yang berkurang yang adalah perlu untuk pencernaan
lemak yang normal (contohnya, disebabkan oleh pankreatits atau
kanker pakreas) atau oleh penyakit-penyakit dari lapisan dari usus
kecil yang mencegah penyerapan dari lemak yang telah dicerna
(contohnya, penyakit celiac). Lemak yang tidak tercerna memasuki
bagian terakhir dari usus kecil dan usus besar dimana bakter-bakteri
merubahnya kedalam senyawa-senyawa (kimia-kimia) yang
menyebabkan air disekresikan oleh usus kecil dan usus besar.
Lintasan melalui usus kecil dan usus besar juga mungkin lebih cepat
ketika ada malabsorbsi dari lemak.
Malabsorbsi protein
CARA PENULARAN DAN FAKTOR RESIKO
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal oral yaitu
melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau
kontak langsung tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah
tercemar tinja penderita.
factor-faktor yang meningkatkan resiko terjadinya diare dan dapat
meningkatkan penularan enteropatogen, antara lain:
Tidak diberikan ASI eksklusif pada 4-6 bulan pertama kehidupan
Penggunaan botol susu
Penyimpanan makanan masak pada suhu kamar
Penggunaan air minum yang tercemar
Tidak mencuci tangan setelah buang air besar dan sesudah membuang tinja
anak atau sebelum makan dan menyuapi anak
Tidak membuang tinja anak atau bayi dengan benar

Selain hal-hal tersebut, faktor lain yang dapat meningkatkan kecenderungan


untuk terjadinya diare dan terjadinya gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya
keasaman lambung, menurunnnya motilitas usus, menderita campak dalam 4
minggu terakhir dan factor genetik.

JENIS - JENIS DIARE

a. Diare cair akut


Diare yang terjadi secara akut dan berlangsung kurang dari 14 hari,
dengan pengeluaran tinja yang lunak atau cair tanpa ada darah.
b. Disentri
Diare yang disertai darah dalam tinja. Akibat penting terjadinya disentri
antara lain ialah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat dan
kerusakan mukosa usus karena bakteri invasif. Penyebab utama disentri
adalah shigella.
c. Diare parsisten
Diare yang mula-mula bersifat akut namun berlangsung lebih dari 14
hari.

PATOGENESIS
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah :
a. Gangguan Osmotic
Akibat makanan yang tidak dapat diserap, tekanan osmotic dalam
lumen usus meningkat, sehingga terjadi pergeseran cairan dan elektrolit
kedalam lumen usus. Isi lumen usus yang berlebihan akan merangsang
usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
b. Gangguan Sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus, dan
selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
c. Gangguan invasif
Hiperpristaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus
untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare.
MEKANISME
Jasad renik menyebabkan diare melalui sejumlah mekanisme antara lain,
sebagai berikut :
Virus
Beberapa jenis virus seperti rotavirus, berkembang biak dalam epitel
vili usus halus, menyebabkan kerusakan sel epitel dan pemendekan
vili. Hilangnya sel-sel vili yang secara normal mempunyai fungsi
absorbsi dan penggantian sementara oleh sel epitel berbentuk kripta
yang belum matang, menyebabkan usus mensekresi air dan elektrolit.
Kerusakan vili dapat juga dihubungkan dengan hilangnya enzim
dissakaridae, menyebabkan bekurangnya absorbsi disakarida
terutama laktosa. Penyembuhan terjadi bila vili mengalami
regenerasi dan epitel vilanya menjadi matang.
Bakteri
Penempelan dimucosa. Bakteri yang berkembang biak dalam usus
halus pertama-tama harus menempel mukosa untuk menghindari diri
dari penyapuan. Penempelan terjadi melalui antigen yang
menyerupai rambut getar, disebut pili atau fibria, yang melekat pada
reseptor dipermukaan usus. Hal ini terjadi misalnya E.coli
enterotoksigenik dan V. Cholerae. Pada beberapa keadaan
penempelan dimukosa dihubungkan dengan perubahan epitel usus
yang menyebabkan pengurangan kapasitas penyerapan atau
menyebabkan sekresi cairan (misalnya infeksi E.coli enteropatogenik
atau enteroaggregasi).
Toxin yang menyebabkan sekresi E.coli enterotoksigenik, v.choleras
dan beberapa bakteri lain mengeluarkan toksin yang menghambat
fungsi sel epitel. Toksin ini mengurangi absorbsi natrium melalui vili
dan mungkin meningkatkan sekresi chlorida (cl-) dan kripta, yang
menyebabkan sekresi air dan elektrolit. Penyembuhan terjadi bila sel
yang sakit diganti dengan sel yang sehat setelah 2-4 hari.
Invasi mukosa. Shigella, E coli enteroinvasile dan salmonella dapat
menyebabkan diare berdarah melalui infasi dan perusakan sel epitel
mukosa. Ini terjadi sebagian besar dikolon dan bagian distal ileum.
Invasi mungkin ikut dengan pembentukan mikroabses dan ulkus
superfisial yang menyebabkan adanya sel darah merah dan sel darah
putih atau terlihat adanya darah dalam tinja. Toksin yang dihasilkan
oleh kuman ini menyebabkan kerusakan jaringan dan kemungkinan
juga sekresi air dan elektrolit dari mukosa.
Protozoa. Penempelan mukosa, G. Lamblia dan Cryptosporidium
menempel pada epitel usus halus dan menyebabkan pemendekan vili,
yang kemungkinan menyebabkan diare.
Invasi mukosa E.Histolica menyebabkan mikroabses dan ulkus.
Namun begitu keadaan ini baru terjadi bila strainya sangat ganas.
Pada manusia 90% infeksi terjadi bila oleh strain yang tidak ganas :
dalam hal ini tidak ada invasi ke mukosa dan timbul gejala atau
tanda-tanda, meskipun kista amoeba dan tropozoit mungkin ada di
dalam tinjanya.

GEJALA KLINIK
Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan dan
sering disertai dengan asidosis metabolik karena hilangan basa. Dehidrasi
dapat diklasifikasikan berdasarkan defisit air dan atau keseimbangan
elektrolit. Dehidrasi ringan bila penurunan berat badan kurang dari 5%,
dehidrasi sedang bila penurunan berat badan antara 5-10% dan dehidrasi
berat bila penurunan lebih dari 10%.
Derajat Dehidrasi

Gejala Estimasi
Keadaan Mulut/ Rasa Penurunan
dan Mata Kulit Def.
Umum Lidah Haus BB
tanda Cairan
Minum Dicubit
Tanpa
Baik, sadar normal Basah normal, kembali <5 % 50%
dehidrasi
tidak haus cepat
Dehidrasi
Gelisah, Tampak Kembali
Ringan- Cekung Kering 5-10% 50-100%
rewel kehausan lambat
sedang
Latergis, Sangat Sulit, Kembali
Dehidrasi Sangat
kesadaran cekung tidak bisa sangat >10% >100%
berat kering
menurun dan kering minum lambat

PENATALAKSANAAN
Terdapat Lima Lintas Tata Laksana yaitu :
Rehidrasi
Dukungan nutrisi
Suplementasi zink
Antibiotik Selektif
Edukasi orang tua
. Dehidrasi Berat
Penderita dengan dehidrasi berat, yaitu dehidrasi lebih dari 10% untuk bayi
dan anak dan menunjukkan gangguan tanda-tanda vital tubuh ( somnolen-
koma, pernafasan Kussmaul, gangguan dinamik sirkulasi ) memerlukan
pemberian cairan elektrolit parenteral. Penggantian cairan parenteral
menurut panduan WHO diberikan sebagai berikut 12,15,17 :
Usia <12 bln: 30ml/kgbb/1jam, selanjutnya 70ml/kgbb/5jam
Usia >12 bln: 30ml/kgbb/1/2-1jam, selanjutnya 70ml/kgbb/2-2 jam
Walaupun pada diare terapi cairan parenteral tidak cukup bagi kebutuhan
penderita akan kalori, namun hal ini tidaklah menjadi masalah besar karena
hanya menyangkut waktu yang pendek. Apabila penderita telah kembali
diberikan diet sebagaimana biasanya . Segala kekurangan tubuh akan
karbohidrat, lemak dan protein akan segera dapat dipenuhi. Itulah sebabnya
mengapa pada pemberian terapi cairan diusahakan agar penderita bila
memungkinkan cepat mendapatkan makanan / minuman sebagai biasanya
bahkan pada dehidrasi ringan sedang yang tidak memerlukan terapi cairan
parenteral makan dan minum tetap dapat dilanjutkan.

Pemilihan jenis cairan


Parenteral dibutuhkan terutama untuk dehidrasi berat dengan atau tanpa
syok, sehingga dapat mengembalikan dengan cepat volume darahnya, serta
memperbaiki renjatan hipovolemiknya. Cairan Ringer Laktat (RL) adalah
cairan yang banyak diperdagangkan dan mengandung konsentrasi natrium
yang tepat serta cukup laktat yang akan dimetabolisme menjadi bikarbonat.
Namun demikian kosentrasi kaliumnya rendah dan tidak mengandung
glukosa untuk mencegah hipoglikemia. Cairan NaCL dengan atau tanpa
dekstrosa dapat dipakai, tetapi tidak mengandung elektrolit yang
dibutuhkan dalam jumlah yang cukup. Jenis cairan parenteral yang saat ini
beredar dan dapat memenuhi kebutuhan se bagai cairan pengganti diare
dengan dehidrasi adalah Ka-EN 3B.16 Sejumlah cairan rehidrasi oral
dengan osmolaliti 210 268 mmol/1 dengan Na berkisar 50 75 mEg/L,
memperlihatkan efikasi pada diare anak dengan kolera atau tanpa kolera.19
Rehidrasi
Rencana Terapi A (tanpa tanda dehidrasi) mengobati diare dirumah
Berikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah dehidrasi
:
1. Gunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti larutan oralit,
makanan yang cair (seperti sup, air tajin) dan air matang. Gunakan
larutan oralit untuk anak.
2. Beri larutan sebanyak anak mau
3. Teruskan pemberian larutan oralit hingga diare berhenti
Bawa anak kepada petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3 hari
atau menderita sebagai berikut :
1. Buang air besar cair sering kali
2. Muntah berulang-ulang
3. Sangat haus sekali
4. Makan atau minum sedikit
5. Demam
6. Tinja berdarah

Anak harus diberi oralit di rumah apabila :


o Setelah mendapat rencana terapi B atau C
o Tidak dapat kembali ke petugas kesehatan bila diare
memburuk
o Memberikan oralit kepad semua anak dengan diare yang
datang ke petugas kesehatan merupakan kebijakan
pemerintah
Ketentuan pemberian Oralit Formula Baru :
Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru
Larutak 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang,
untuk persediaan 24 jam
Berikan oralit kepada anak setiap kali buang air besar, dengan
ketentuan : untuk anak berumur kurang dari 2 tahun berikan 50-100
ml tiap kali buang air besar. Untuk anak lebih dari 2 tahun atau lebih,
berikan 100-200 ml tiap kali buang air besar.
Jika dalam 24 jam persediaan oralit itu masih tersisa, maka sisa
larutan harus dibuang.
Tunjukkan kepada ibu cara member oralit:
Berikan 1 sendok teh tiap 1-2 menit untuk anak dibawah 2 tahun
Berikan beberapa teguk dari gelas untuk anak yang lebih tua
Bila anak muntah tunggulah 10 menit. Kemudian berikan cairan
lebih lama (misalnya 1 sendok tiap 2-3 menit)
Bila diare berlanjut setelah oralit habis, beritahu ibu untuk
memeberikan cairan lain seperti dijelaskan dalam cairan pertama
atau kembali kepada petugas kesehatan untuk mendapat tambahan
oral

Dukungan Nutrisi
Makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama
pada waktu anak sehat untuk mengganti nutrisi yang hilang serta mencegah
agar tidak menjadi gizi buruk. ASI tetap diberikan selama terjadinya diare
pada diare cair akut maupun pada diare akut berdarah dengan frekuensi
lebih sering dari biasanya.

Suplementasi Zinc
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut terbukti mengurangi
lama dan beratnya diare, mencegah berulangnya diare selama 2-3 bulan.
Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan anak. Dosis zinc untuk anak-
anak :
Anak-anak < umur 6 bulan : 10mg (1/2 tab)
Anak-anak > umur 6 bulan : 20 mg (1 tab)
Cara pemberian Zinc
Untuk bayi Dapat dilarutkan dengan air matang, ASI atau
oralit.
Untuk anak yang lebih besar dapat dikunyah atau dilarutkan.
Zinc berfungsi untuk menangkal radikal bebas dalam tubuh
dan regenerasi sel enterosit

Antibiotik Selektif
Obat pilihan untuk pengobatan diare yang disebabkan infeksi enteral
dan parenteral adalah golongan Quinolon seperti Siprofloksasin dengan
dosis 30-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 5 hari. Pada kasus
ini pasien diberikan cefotaxim dengan dosis 50-100mg/kgBB/hari dibagi
dalam 3 dosis.
Mengobati kausa Diare
Tidak ada bukti klinis dari anti diare dan anti motilitis dari beberapa uji
klinis.18 Obat anti diare hanya simtomatis bukan spesifik untuk mengobati kausa,
tidak memperbaiki kehilangan air dan elektrolit serta menimbulkan efek samping
yang tidak diinginkan. Antibiotik yang tidak diserap usus seperti streptomisin,
neomisin, hidroksikuinolon dan sulfonamid dapat memperberat yang resisten dan
menyebabkan malabsorpsi.21 Sebagian besar kasus diare tidak memerlukan
pengobatan dengan antibiotika oleh karena pada umumnya sembuh sendiri (self
limiting).12 Antibiotik hanya diperlukan pada sebagian kecil penderita diare
misalnya kholera shigella, karena penyebab terbesar dari diare pada anak adalah
virus (Rotavirus). Kecuali pada bayi berusia di bawah 2 bulan karena potensi
terjadinya sepsis oleh karena bakteri mudah mengadakan translokasi kedalam
sirkulasi, atau pada anak/bayi yang menunjukkan secara klinis gajala yang berat
serta berulang atau menunjukkan gejala diare dengan darah dan lendir yang jelas
atau segala sepsis15. Anti motilitis seperti difenosilat dan loperamid dapat
menimbulkan paralisis obstruksi sehingga terjadi bacterial overgrowth, gangguan
absorpsi dan sirkulasi.21
Beberapa antimikroba yang sering dipakai antara lain 15,18
Kolera :
Tetrasiklin 50mg/kg/hari dibagi 4 dosis (2 hari)
Furasolidon 5mg/kg/hari dibagi 4 dosis (3 hari)
Shigella :
Trimetroprim 5-10mg/kg/hari
Sulfametoksasol 25mg/kg/hari Diabgi 2 dosis (5 hari)
Asam Nalidiksat : 55mg/kg/hari dibagi 4 (5 hari)
Amebiasis:
Metronidasol 30mg/kg/hari dibari 4 dosis 9 5-10 hari)
Untuk kasus berat : Dehidro emetin hidrokhlorida 1-1,5 mg/kg (maks
90mg)(im) s/d 5 hari tergantung reaksi (untuk semua umur)

Giardiasis :
Metronidasol 15mg.kg/hari dibagi 4 dosis ( 5 hari )
Antisekretorik - Antidiare
Salazer lindo E dkk 22 dari Department of Pedittrics, Hospital Nacional
Cayetano Heredia, Lima,Peru, melaporkan bahwa pemakaian Racecadotril (
acetorphan ) yang merupakan enkephalinace inhibitor dengan efek anti sekretorik
serta anti diare ternyata cukup efektif dan aman bila diberikan pada anak dengan
diare akut oleh karena tidak mengganggu motilitas usus sehingga penderita tidak
kembung .Bila diberikan bersamaan dengan cairan rehidrasi oral akan memberikan
hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan hanya memberikan cairan rehidrasi
oral saja .Hasil yang sama juga didapatkan oleh Cojocaru dkk dan cejard dkk.untuk
pemakaian yang lebih luas masih memerlukan penelitian lebih lanjut yang bersifat
multi senter dan melibatkan sampel yang lebih besar.23
Probiotik
Probiotik merupakan bakteri hidup yang mempunyai efek yang
menguntungkan pada host dengan cara meningkatkan kolonisasi bakteri probiotik
didalam lumen saluran cerna sehingga seluruh epitel mukosa usus telah diduduki
oleh bakteri probiotik melalui reseptor dalam sel epitel usus. Dengan mencermati
penomena tersebut bakteri probiotik dapat dipakai dengan cara untuk pencegahan
dan pengobatn diare baik yang disebabkan oleh Rotavirus maupun mikroorganisme
lain, speudomembran colitis maupun diare yang disebabkan oleh karena pemakaian
antibiotika yang tidak rasional rasional (antibiotik asociatek diarrhea ) dan
travellers,s diarrhea. 14,15,24
Terdapat banyak laporan tentang penggunaan probiotik dalam tatalaksana
diare akut pada anak. Hasil meta analisa Van Niel dkk 25 menyatakan lactobacillus
aman dan efektif dalam pengobatan diare akut infeksi pada anak, menurunkan
lamanya diare kira-kira 2/3 lamanya diare, dan menurunkan frekuensi diare pada
hari ke dua pemberian sebanyak 1 2 kali. Kemungkinan mekanisme efekprobiotik
dalam pengobatan diare adalah : Perubahan lingkungan mikro lumen usus, produksi
bahan anti mikroba terhadap beberapa patogen, kompetisi nutrien, mencegah adhesi
patogen pada anterosit, modifikasi toksin atau reseptor toksin, efektrofik pada
mukosa usus dan imunno modulasi.14,24
Mikronutrien
Dasar pemikiran pengunaan mikronutrien dalam pengobatan diare akut
didasarkan kepada efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi
saluran cerna dan terhadap proses perbaikan epitel seluran cerna selama diare. Seng
telah dikenali berperan di dalam metallo enzymes, polyribosomes , selaput sel,
dan fungsi sel, juga berperan penting di dalam pertumbuhan sel dan fungsi
kekebalan .19 Sazawal S dkk 26 melaporkan pada bayi dan anak lebih kecil dengan
diare akut, suplementasi seng secara klinis penting dalam menurunkan lama dan
beratnya diare. Strand 27 Menyatakan efek pemberian seng tidak dipengaruhi atau
meningkat bila diberikan bersama dengan vit A. Pengobatan diare akut dengan
vitamin A tidak memperlihatkan perbaikan baik terhadap lamanya diare maupun
frekuensi diare. 19 Bhandari dkk 28 mendapatkan pemberian vitamin A 60mg
dibanding dengan plasebo selama diare akut dapat menurunkan beratnya episode
dan risiko menjadi diare persisten pada anak yang tidak mendapatkan ASI tapi tidak
demikian pada yang mendapat ASI.

EDUKASI PADA ORANG TUA


Nasihat pada ibu untuk kembali segera jika ada demam, tinja berdarah,
muntah berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus, diare makin
sering atau belum. Indikasi untuk rawat inap pada diare akut adalah
malnutrisi, usia kurang dari 1 tahun, menderita campak pada 6 bulan
terakhir, adanya dehidrasi dan disentri yang datang dengan komplikasi.
A. Pengertian Hydrocephalus
Hydrocephalus adalah keadaan patologi otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinalis (CSS) dengan tekanan intrakarnial yang
meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS.
Hydrocephalus Kongenital umumnya terjadi sekunder akibat malformasi susunan
saraf pusat atau stenosis aquaduktus. Hydrocephalus biasanya timbul selama
periode neonatus atau pada awal masa bayi. Harus dibedakan dengan pengumpulan
cairan lokal tanpa tekanan intrakarnial yang meninggi seperti pada kista porensefali
atau pelebaran ruangan CSS akibat tertimbunnya CSS yang menempati ruangan,
sesudah terjadinya atrofi otak. Hydrocephalus yang tampak jelas dengan tanda
tanda klinis yang khas disebut hydrocephalus yang manifes. Sementara itu,
hydrocephalus dengan ukuran kepala yang normal disebut sebagai hydrocephalus
yang tersembunyi. Dikenal Hydrocephalus Kongenital dan Hydrocephalus
Akuisita.

B. Anatomi dan Fisiologi


Ruangan CSS mulai terbentuk pada minggu kelima masa embrio, terdiri dari
sistem ventrikel, sistem magna pada dasar otak dan ruangan subaraknoid yang
meliputi seluruh susunan syaraf. CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh
pleksus koroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam
piamater dan araknoid yang meliputi seluruh susunan syaraf pusat (SSP). Hubungan
antara sistem ventrikel dan ruang subaraknoid adalah melalui foramen Magendie di
median dan foramen Luschka di sebelah lateral ventrikel IV. Aliran CSS yang
normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen Monroi ke ventrikel III, dari
tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan
melalui foramen Luscha dan Magendie ke dalam ruang subaranoid melalui sisterna
magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan resorpsi CSS
oleh sistem kapiler

C. Etiologi
Kasus hydrocephalus terjadi 2 per 1.000 kelahiran. Kondisi ini bisa
dideteksi
sejak masih dalam kandungan (Congenital Hydrocephalus) sehingga tindakan
lanjut
dari kondisi ini sudah bisa disiapkan sejak sebelum persalinan. Hydrocephalus
terjadi bila terdapat penyumbatan aliran CSS pada salah satu tempat antara tempat
pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorpsi dalam ruang
subarachnoid. Akibat penyumbatan terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya.
Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak ialah:
1. Kelainan bawaan
a. Stenosis aquaduktus sylvii
Adalah penyumbatan aliran CSS pada tingkat saluran air dari sylvii (antara
ventrikel ketiga dan keempat di otak). Merupakan penyebab yang terbanyak pada
hydrocephalus bayi dan anak (60-90%). Akuaduktus dapat merupakan saluran
buntu sama sekali atau abnormal lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala
hydrocephalus terlihat sejak lahir atau progresif dengan cepat pada bulan-bulan
pertama setelah lahir. Stenosis aquaduktus juga merupakan penyebab yang sangat
umum dari hydrocephalus kongenital. Dengan kejadian hydrocephalus 5 sampai 10
per 10.000 kelahiran hidup, stenosis aquaduktus menyumbang sekitar 20% dari
kasus hydrocephalus.
b. Spina bifida dan kranium bifida
Hydrocephalus pada kelainan ini biasanya berhubungan dengan sindrom
Arnold-Chiari akibat tertariknya medula spinalis dengan medula oblongata dan
serebelum letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum sehingga terjadi
penyumbatan sebagian atau total. Kasus hydrocephalus karena spina bifida terjadi
pada 20 50 per 10.000 kelahiran hidup
c. Sindrom Dandy-Walker
Dandy-Walker juga merupakan penyebab penting Hydrocephalus
Kongenital, meskipun terjadi lebih jarang. Merupakan atresia kongenital foramen
Luschka dan Magendie dengan akibat Hydrocephalus Obstruktif dengan pelebaran
sistem ventrikel terutama ventrikel IV yang dapat sedemikian besarnya hingga
merupakan suatu kista yang besar di daerah fosa posterior. Sindrom tersebut terjadi
pada sekitar 1 per 30.000 kelahiran hidup. Meskipun cacat yang hadir pada saat
lahir, hydrocephalus tidak selalu hadir dalam periode neonatal. Sekitar 80% dari
semua Dandy-Walker akan di diagnosis pada usia satu tahun, meskipun beberapa
diagnosa mungkin tertunda hingga remaja atau dewasa.
d. Kista araknoid
Dapat terjadi kongenital tetapi dapat juga timbul akibat trauma sekunder
suatu
hematoma.
e. Anomali Pembuluh Darah
Hydrocephalus akibat aneurisma arterio-vena yang mengenai arteria
serebralis posterior dengan vena Galeni atau sinus transversus dengan akibat
obstruksi akuaduktus.

2. Infeksi
Infeksi pada selaput meningen dapat menimbulkan perlekatan meningen
sehingga dapat terjadi obliterasi ruang subarachnoid. Pelebaran ventrikel pada fase
akut meningitis purulenta terjadi bila aliran CSS terganggu oleh obstruksi mekanik
eksudat purulenta di aquaduktus silvii sisterna basalis. Selain itu, ibu hamil sering
menderita beberapa infeksi, infeksi ini dapat berpengaruh pada perkembangan
normal otak bayi. Seperti:
a. CMV (Cytomegalovirus)
Merupakan virus yang menginfeksi lebih dari 50% orang dewasa Amerika
pada saat mereka berusia 40 tahun. Juga dikenal sebagai virus yang paling sering
ditularkan ke anak sebelum kelahiran. Virus ini bertanggung jawab untuk demam
kelenjar.
b. Campak Jerman (rubella)
Merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus rubella.
Virus ditularkan dari orang ke orang melalui udara yang ditularkan ketika orang
terinfeksi batuk atau bersin, virus juga dapat ditemukan dalam air seni, kotoran dan
pada kulit. Ciri gejala dari beberapa rubella merupakan suhu tubuh tinggi dan ruam
merah muda.
c. Mumps
Merupakan sebuah virus (jangka pendek) infeksi akut di mana kelenjar
ludah, terutama kelenjar parotis (yang terbesar dari tiga kelenjar ludah utama)
membengkak.
d. Sifilis
Merupakan PMS (Penyakit Menular Seksual) yang disebabkan oleh bakteri
Treponema pallidum.
e. Toksoplasmosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh parasit berseltunggal
yaitu Toxoplasma gondii.
3. Neoplasma
Hydrocephalus oleh obstruksi mekanis yang dapat terjadi di setiap tempat
aliran CSS. Pengobatan dalam hal ini ditujukan kepada penyebabnya dan apabila
tumor tidak mungkin dioperasi, maka dapat dilakukan tindakan paliatif dengan
mengalirkan CSS melalui saluran buatan atau pirau. Pada anak yang terbanyak
menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus sylvii bagian terakhir
biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, sedangkan penyumbatan bagian
depan ventrikel III biasanya disebabkan suatu kraniofaringioma.
4. Perdarahan
Telah banyak dibuktikan bahwa perdarahan sebelum dan sesudah lahir
dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal
otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri.10
Meskipun banyak ditemukan pada bayi dan anak, sebenarnya hydrocephalus juga
bisa terjadi pada dewasa. Hanya saja, pada bayi gejala klinisnya tampak lebih jelas,
sehingga lebih mudah dideteksi dan didiagnosis. Hal ini dikarenakan pada bayi
ubun-ubunnya masih terbuka, sehingga adanya penumpukan cairan otak dapat
dikompensasi dengan melebarnya tulang-tulang tengkorak. Terlihat pembesaran
diameter kepala yang makin lama makin membesar seiring bertambahnya
tumpukan CSS. Sedangkan pada orang dewasa, tulang tengkorak tidak lagi mampu
melebar. Akibatnya berapapun banyaknya CSS yang tertumpuk, tidak akan mampu
menambah besar diameter kepala

D. Epidemiologi
Hydrocephalus internus atau penumpukan cairan serebrospinalis yang
berlebihan dalam ventrikel otak dengan akibat pembesaran kranium, terjadi pada
satu diantara 2.000 janin dan merupakan 12% diantara malformasi berat yang
ditemukan pada waktu lahir. Cacat yang sering terjadi bersamaan adalah spina
bifida yang ditemukan pada sepertiga kasus. Seringkali lingkaran kepala
melampaui 50 cm, dan terkadang mencapai 80 cm. Volume cairan biasanya antara
500 dan 1500 ml, tetapi dapat mencapai 5 liter. Presentasi sungsang ditemukan pada
sepertiga kasus. Biasanya mengakibatkan distosia yang berat. Pada umumnya,
kejadian hydrocephalus sama pada laki-laki dan perempuan. Hydrocephalus di
masa dewasa mewakili sekitar 40% dari total kasus hydrocephalus. Dalam sebuah
penelitian (1968 - 1976) yang berbasis rumah sakit di Amerika Serikat dengan total
174.000 kelahiran, peneliti menemukan kejadian hydrocephalus bawaan sebesar
6,6 kasus per 10.000 kelahiran. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam insiden
antara kulit putih dan kulit hitam.
Hydrocephalus dapat terdeteksi selama pemeriksaan USG. Raveley (1973)
dan Cit Yasa (1983) di Inggris melaporkan bahwa insidensi Hydrocephalus
Kongenital sebesar 5-10,8 pada setiap 10.000 kelahiran dan 11%- 43% disebabkan
oleh stenosis aqueductus serebri. Menurut Harsoso (1996), Hydrocephalus Infantil
ditemukan 46% diantaranya adalah akibat abnormalitas perkembangan otak, 50%
karena perdarahan subaraknoid dan meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor
fossa posterior. Insiden Hydrocephalus di Indonesia mencapai 10 per 1.000
kelahiran

E. Faktor Faktor yang Mempengaruhi


Berikut ini adalah hal hal yang mempengaruhi terjadinya hydrocephalus:
a. Lahir prematur, bayi yang lahir prematur memiliki risiko yang lebih tinggi
mengalami perdarahan intraventricular (perdarahan dalam ventrikel otak), yang
dapat menyebabkan hydrocephalus.
b. Masalah infeksi pada rahim selama kehamilan dapat meningkatkan risiko
hydrocephalus pada bayi berkembang. Akibat infeksi dapat timbul perlekatan
meningen. secara patologis terlihat penebalan jaringan piameter dan arakhnoid
sekitar sisterna basalis dan daerah lain, penyebab infeksi adalah toksoplasmosis.
c. Masalah dengan perkembangan janin seperti penutupan yang tidak lengkap dari
kolom tulang belakang. Beberapa cacat bawaan mungkin tidak terdeteksi saat
lahir, tetapi peningkatan risiko hydrocephalus akan tampak saat usia bayi lebih
tua (masih masa anak - anak).
d. Lesi dan tumor sumsum tulang belakang atau otak. Pada anak yang menyebabkan
penyumbatan ventrikel IV / akuaduktus sylvii bagian terakhir biasanya suatu
glioma yang berasal dari cerebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III
disebabkan kraniofaringioma. Hydrocephalus Infantil, 4% adalah karena tumor
fossa fosterior.
e. Infeksi pada sistem saraf.
f. Perdarahan di otak. Hydrocephalus Infantil, 50% adalah karena perdarahan dan
meningitis.
g. Memiliki cedera kepala berat.

F. Klasifikasi Hydrocephalus
Klasifikasi hydrocephalus berdasarkan :
1. Gambaran Klinis
a. Hydrocephalus yang manifes (overt hydrocephalus) merupakan hydrocephalus
yang tampak jelas dengan tanda tanda klinis yang khas.
b. Hydrocephalus yang tersembunyi (occult hydrocephalus) merupakan
hydrocephalus dengan ukuran kepala yang normal.
2. Waktu pembentukan
a. Hydrocephalus Kongenital merupakan hydrocephalus yang terjadi pada neonatus
atau yang berkembang selama intrauterine.
b. Hydrocephalus Infantil merupakan hydrocephalus yang terjadi karena cedera
kepala selama proses kelahiran.
c. Hydrocephalus Akuisita merupakan hydrocephalus yang terjadi selama masa
neonatus atau disebabkan oleh faktor faktor lain setelah masa neonatus.
3. Proses terbentuknya
a. Hydrocephalus Akut adalah hydrocephalus yang terjadi secara mendadak sebagai
akibat obstruksi atau gangguan absorbsi CSS.
b. Hydrocephalus Kronik adalah hydrocephalus yang terjadi setelah aliran
serebrospinal mengalami obstruksi beberapa minggu atau bulan atau tahun.
c. Hydrocephalus Subakut adalah hydrocephalus yang terjadi diantara waktu
hydrocephalus akut dan kronik.

4. Sirkulasi cairan serebrospinal


a. Hydrocephalus Komunikans adalah hydrocephalus yang memperlihatkan adanya
hubungan antara CSS system ventrikulus dan CSS dari ruang subaraknoid.
b. Hydrocephalus non - Komunikans berarti terdapat hambatan sirkulasi cairan
serebrospinal dalam sistem ventrikel sendiri.

G. Gambaran Klinis
Gambaran klinik hydrocephalus dipengaruhi oleh umur penderita,
penyebab, dan lokasi obstruksi.
1. Neonatus
Gejala hydrocephalus yang paling umum dijumpai pada neonatus adalah
iritabilitas. Sering kali anak tidak mau makan dan minum, terkadang kesadaran
menurun ke arah letargi, muntah. Pada masa neonates gejala lainnya belum tampak,
sehingga apabila dijumpai gejala tersebut, perlu dicurigai adanya kemungkinan
hydrocephalus. Dengan demikian dapat dilakukan pemantauan secara teratur dan
sistematik. Pada anak di bawah 6 tahun, termasuk neonatus, akan tampak
pembesaran kepala karena sutura belum menutup secara sempurna. Pembesaran
kepala ini harus dipantau dari waktu ke waktu, dengan mengukur lingkar kepala.
Fontanela anterior tampak menonjol, pada palpasi terasa tegang dan padat.
Pemeriksaan fontanela ini harus dalam situasi yang santai, tenang, dan penderita
dalam posisi berdiri atau duduk tegak. Tidak ditemukannya fontanela yang
menonjol bukan berarti bahwa tidak ada hydrocephalus. Pada umur 1 tahun,
fontanela anterior sudah menutup atau oleh karena rongga tengkorak yang melebar
maka tekanan intrakranial secara relatif akan mengalami dekompresi. Vena di kulit
kepala dapat sangat menonjol, terutama apabila bayi menangis. Peningkatan
tekanan intrakranial akan mendesak darah vena dari alur normal di basis otak
menuju ke sistem kolateral dan saluran saluran yang tidak mempunyai klep. Mata
penderita hydrocephalus memperlihatkan gambaran yang khas, sklera yang
berwarna putih akan tampak di atas iris. Paralisis nervus abdusens, yang sebenarnya
tidak menunjukkan lokasi lesi, sering dijumpai pada anak yang berumur lebih tua
dan pada dewasa. Terlihat adanya nistagmus dan strabismus. Pada hydrocephalus
yang sudah lanjut dapat terjadi edema papil atau atrofi papil. Tidak adanya pulsasi
vena retina merupakan tanda awal hipertensi intrakranial yang khas.
2. Dewasa
Gejala yang paling sering dijumpai adalah nyeri kepala. Sementara itu,
gangguan visus, gangguan motorik/berjalan, dan kejang terjadi pada 1/3 kasus
hydrocephalus pada usia dewasa. Pemeriksaan neurologik pada umumnya tidak
menunjukkan kelainan, kecuali adanya edema papil dan paralisis nervus abdusens.

H. Fisiologi cairan serebrospinal


a. Pembentukan CSF
Normal CSF diproduksi + 0,35 ml / menit atau 500 ml / hari dengan
demikian CSF di perbaharui setiap 8 jam. Pada anak dengan hidrosefalus, produksi
CSF ternyata berkurang + 0, 30 / menit. CSF di bentuk oleh PPA;
1. Plexus choroideus (yang merupakan bagian terbesar
2. Parenchym otak
3. Arachnoid
b. Sirkulasi CSF
Melalui pemeriksaan radio isotop, ternyata CSF mengalir dari tempat
pembentuknya ke tempat ke tempat absorpsinya. CSF mengalir dari II ventrikel
lateralis melalui sepasang foramen Monro ke dalam ventrikel III, dari sini melalui
aquaductus Sylvius menuju ventrikel IV. Melalui satu pasang foramen Lusckha
CSF mengalir cerebello pontine dan cisterna prepontis. Cairan yang keluar dari
foramen Magindie menuju cisterna magna. Dari sini mengalir kesuperior dalam
rongga subarachnoid spinalis dan ke cranial menuju cisterna infra tentorial.Melalui
cisterna di supratentorial dan kedua hemisfere cortex cerebri. Sirkulasi berakhir di
sinus Doramatis di mana terjadi absorbsi melalui villi arachnoid.

I. Patofisiologi
Jika terdapat obstruksi pada system ventrikuler atau pada ruangan
subarachnoid, ventrikel serebral melebar, menyebabkan permukaan ventrikuler
mengkerut dan merobek garis ependymal. White mater dibawahnya akan
mengalami atrofi dan tereduksi menjadi pita yang tipis. Pada gray matter terdapat
pemeliharaan yang bersifat selektif, sehingga walaupun ventrikel telah mengalami
pembesaran gray matter tidak mengalami gangguan. Proses dilatasi itu dapat
merupakan proses yang akut dan dapat juga selektif tergantung pada kedudukan
penyumbatan. Proses akut itu merupakan kasus emergency. Pada bayi dan anak
kecil sutura kranialnya melipat dan melebar untuk mengakomodasi peningkatan
massa cranial. Jika fontanela anterior tidak tertutup dia tidak akan mengembang dan
terasa tegang pada perabaan.Stenosis aquaductal (Penyakit keluarga / keturunan
yang terpaut seks) menyebabkan titik pelebaran pada ventrikel lateral dan tengah,
pelebaran ini menyebabkan kepala berbentuk khas yaitu penampakan dahi yang
menonjol secara dominan (dominan Frontal blow). Syndroma dandy walkker akan
terjadi jika terjadi obstruksi pada foramina di luar pada ventrikel IV. Ventrikel ke
IV melebar dan fossae posterior menonjol memenuhi sebagian besar ruang dibawah
tentorium. Klein dengan type hidrosephalus diatas akan mengalami pembesaran
cerebrum yang secara simetris dan wajahnya tampak kecil secara disproporsional.
Pada orang yang lebih tua, sutura cranial telah menutup sehingga membatasi
ekspansi masa otak, sebagai akibatnya menujukkan gejala : Kenailkan ICP sebelum
ventrikjel cerebral menjadi sangat membesar. Kerusakan dalam absorbsi dan
sirkulasi CSF pada hidrosephalus tidak komplit. CSF melebihi kapasitas normal
sistim ventrikel tiap 6 8 jam dan ketiadaan absorbsi total akan
menyebabkankematian. Pada pelebaran ventrikular menyebabkan robeknya garis
ependyma normal yang pada didning rongga memungkinkan kenaikan absorpsi.
Jika route kolateral cukup untuk mencegah dilatasi ventrikular lebih lanjut maka
akan terjadi keadaan kompensasi.

J. Pencegahan
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya memodifikasi faktor risiko atau mencegah
berkembangnya faktor risiko, sebelum dimulainya perubahan patologis, dilakukan
pada tahap suseptibel dan induksi penyakit, dengan tujuan mencegah atau menunda
terjadinya kasus baru penyakit. Pada kasus hydrocephalus pencegahan dapat
dilakukan dengan:
a. Pada kehamilan perawatan prenatal yang teratur secara signifikan dapat
mengurangi risiko memiliki bayi prematur, yang mengurangi risiko bayi
mengalami hydrocephalus.
b. Untuk penyakit infeksi, setiap individu hendaknya memiliki semua vaksinasi dan
melakukan pengulangan vaksinasi yang direkomendasikan.
c. Meningitis merupakan salah satu penyebab terjadinya hydrocephalus. Untuk itu
perlu dilakukan penyuluhan tentang pentingnya vaksin meningitis bagi orang
orang yang berisiko menderita meningitis. Vaksinasi dianjurkan untuk individu
yang berpergian ke luar negeri, orang dengan gangguan sistem imun dan pasien
yang menderita gangguan limpa.
d. Mencegah cedera kepala.

2. Pencegahan Sekunder
a. Diagnosis
Hydrocephalus merupakan salah satu dari kelainan kongenital. Untuk
mewaspadai adanya kelainan kongenital maka diperlukan pemeriksaan fisik,
radiologik, dan laboratorium untuk menegakkan diagnosa kelainan kongenital
setelah bayi lahir. Disamping itu, dengan kemajuan teknologi kedokteran suatu
kelainan kongenital kemungkinan telah diketahui selama kehidupan janin seperti
adanya diagnosa prenatal atau antenatal. Pada hydrocephalus, diagnosa biasanya
mudah dibuat secara klinis. Pada anak yang lebih besar kemungkinan
hydrocephalus diduga bila terdapat gejala dan tanda tekanan intrakranial yang
meninggi. Tindakan yang dapat membantu dalam menegakkan diagnosis ialah
transluminasi kepala, ultrasonogafi kepala bila ubun-ubun besar belum menutup,
foto Rontgen kepala dan tomografi komputer (CT Scan). Pemeriksaan untuk
menentukan lokalisasi penyumbatan ialah dengan menyuntikkan zat warna PSP ke
dalam ventrikel lateralis dan menampung pengeluarannya dari fungsi lumbal untuk
mengetahui penyumbatan ruang subaraknoid. Sebelum melakukan uji PSP
ventrikel ini, dilakukan dahulu uji PSP ginjal untuk menentukan fungsi ginjal.
Ventrikulografi dapat dilakukan untuk melengkapi pemeriksaan. Namun dengan
adanya pemeriksaan CT Scan kepala, uji PSP ini tidak dikerjakan lagi.
b. Pengobatan
Penanganan hydrocephalus telah semakin baik dalam tahun-tahun terakhir
ini, tetapi terus menghadapi banyak persoalan. Idealnya bertujuan memulihkan
keseimbangan antara produksi dan resorpsi CSF. Beberapa cara dalam pengobatan
hydrocephalus yaitu:

1. Terapi Medikamentosa
Hydrocephalus dengan progresivitas rendah dan tanpa obstruksi pada
umumnya tidak memerlukan tindakan operasi. Dapat diberi asetazolamid dengan
dosis 25-50 mg/kg BB. Asetazolamid dalam dosis 40-75 mg/kg 24 jam mengurangi
sekitar sepertiga produksi CSF, dan terkadang efektif pada hydrocephalus ringan
yang berkembang lambat. Pada keadaan akut dapat diberikan manitol. Diuretika
dan kortikosteroid dapat diberikan, meskipun hasilnya kurang memuaskan.
2. Operasi
Operasi berupa upaya menghubungkan ventrikulus otak dengan rongga
peritoneal, yang disebut ventriculo-peritoneal shunt. Tindakan ini pada umumnya
ditujukan untuk hydrocephalus non-komunikans dan hydrocephalus yang
progresif. Setiap tindakan pemirauan (shunting) memerlukan pemantauan yang
berkesinambungan oleh dokter spesialis bedah saraf.
Pada Hydrocephalus Obstruktif, tempat obstruksi terkadang dapat dipintas
(bypass). Pada operasi Torkildsen dibuat pintas stenosis akuaduktus menggunakan
tabung plastik yang menghubungkan tabung plastik yang menghubungkan 1
ventrikel lateralis dengan sistem magna dan ruang subaraknoid medula spinalis;
operasi tidak berhasil pada bayi karena ruanganruangan ini belum berkembang
dengan baik.

3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya pencegahan progresi penyakit ke arah
berbagai akibat penyakit yang lebih buruk, dengan tujuan memperbaiki kualitas
hidup pasien. Pada penderita hydrocephalus pencegahan tersier yang dapat
dilakukan yaitu dengan pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan
pemantauan kelancaran dan fungsi alat shunt yang dipasang. Tindakan ini
dilakukan pada periode pasca operasi. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya
komplikasi shunt seperti infeksi, kegagalan mekanis, dan kegagalan fungsional
yang disebabkan oleh jumlah aliran yang tidak adekuat.
Infeksi pada shunt meningkatkan resiko akan kerusakan intelektual, lokulasi
ventrikel dan bahkan kematian. Kegagalan mekanis mencakup
komplikasikomplikasi seperti: oklusi aliran di dalam shunt (proksimal, katup atau
bagian distal), diskoneksi atau putusnya shunt, migrasi dari tempat semula, tempat
pemasangan yang tidak tepat. Kegagalan fungsional dapat berupa drainase yang
berlebihan atau malah kurang lancarnya drainase. Drainase yang terlalu banyak
dapat menimbulkan komplikasi lanjut seperti terjadinya efusi subdural,
kraniosinostosis, lokulasi ventrikel, hipotensi ortostatik.

K. Penatalaksanaan Medis
1. Pencegahan
Pencegahan untuk mencegah timbulnya kelainan genetik perlu dilakukan
penyuluhan genetik, penerangan keluarga berencana serta menghindari perkawinan
antar keluarga dekat. Proses persalinan/kelahiran diusahakan dalam batas-batas
fisiologik untuk menghindari trauma kepala bayi. Tindakan pembedahan Caesar
suatu saat lebih dipilih dari pada menanggung resiko cedera kepala bayi sewaktu
lahir.
2. Terapi Medikamentosa
Hidrosefalus dengan progresivitas rendah dan tanpa obstruksi pada
umumnya tidak memerlukan tindakan operasi. Dapat diberi asetazolamid dengan
dosis 25 50 mg/kg BB. Pada keadaan akut dapat diberikan menitol. Diuretika dan
kortikosteroid dapat diberikan meskipun hasilnya kurang memuaskan. Pembarian
diamox atau furocemide juga dapat diberikan. Tanpa pengobatan pada kasus
didapat dapat sembuh spontan 40 50 % kasus.
3. Pembedahan :
Tujuannya untuk memperbaiki tempat produksi LCS dengan tempat
absorbsi. Misalnya Cysternostomy pada stenosis aquadustus. Dengan pembedahan
juga dapat mengeluarkan LCS kedalam rongga cranial yang disebut :
a. Ventrikulo Peritorial Shunt
b. Ventrikulo Adrial Shunt
Pemasangan shunt dilakukan untuk mengalirkan cairan serebrospinal dari
ventrikel otak ke atrium kanan atau ke rongga peritoneum yaitu pintasan
ventrikuloatrial atau ventrikuloperitonial. Pintasan terbuat dari bahan silikon
khusus, yang tidak menimbulkan reaksi radang atau penolakan, sehingga dapat
ditinggalkan di dalam tubuh untuk selamanya. Penyulit terjadi pada 40-50%,
terutama berupa infeksi, obstruksi, atau dislokasi.
4. Terapi
Pada dasarnya ada 3 prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu :
a) mengurangi produksi CSS
b) Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi
c) Pengeluaran likuor ( CSS ) kedalam organ ekstrakranial.

Penanganan hidrosefalus juga dapat dibagi menjadi :


1. Penanganan sementara
Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi
hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid
atau upaya meningkatkan resorbsinya.
2. Penanganan alternatif ( selain shunting )
Misalnya : pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi
radikal lesi massa yang mengganggu aliran likuor atau perbaikan suatu
malformasi. saat ini cara terbaik untuk malakukan perforasi dasar ventrikel
dasar ventrikel III adalah dengan teknik bedah endoskopik.
3. Operasi pemasangan pintas ( shunting )
Operasi pintas bertujuan mambuat saluran baru antara aliran likuor dengan
kavitas drainase. pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga
peritoneum. baisanya cairan ceebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun
kadang ada hidrosefalus komunikans ada yang didrain rongga subarakhnoid
lumbar. Ada 2 hal yang perlu diperhatikan pada periode pasca operasi, yaitu
pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan pemantauan.
kelancaran dan fungsi alat shunt yang dipasang. infeksi pada shunt
meningkatkan resiko akan kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan
bahkan kematian.

L. Komplikasi
1. Peningkatan tekanan intrakranial
2. Kerusakan otak
3. Infeksi: septikemia, endokarditis, infeksi luka, nefritis, meningitis,
ventrikulitis,
abses otak.
4. Shunt tidak berfungsi dengan baik akibat obstruksi mekanik.
5. Hematomi subdural, peritonitis, perporasi organ dalam rongga abdomen,
fistula,
hernia, dan ileus.
6. Kematian

M. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan fisik:
Pengukuran lingkaran kepala secara berkala. Pengukuran ini penting untuk
melihat pembesaran kepala yang progresif atau lebih dari normal
2. Pemeriksaan cairan serebrospinal:
Analisa cairan serebrospinal pada hidrosefalus akibat perdarahan atau
meningitis untuk mengetahui kadar protein dan menyingkirkan kemungkinan ada
infeksi sisa
3. Pemeriksaan radiologi:
- X-foto kepala: tampak kranium yang membesar atau sutura yang melebar.
- USG kepala: dilakukan bila ubun-ubun besar belum menutup.
- CT Scan kepala: untuk mengetahui adanya pelebaran ventrikel dan sekaligus
mengevaluasi struktur-struktur intraserebral lainnya
DAFTAR PUSTAKA

Kandun NI. Upaya pencegahan diare ditinjau dari aspek kesehatan


masyarakat dalam kumpulan makalah Kongres nasional II BKGAI juli 2003
hal 29
Barkin RM Fluid and Electrolyte Problems. Problem Oriented Pediatric
Diagnosis Little Brown and Company 1990;20 23.
Booth IW, CuttingWAM. Current Concept in The Managemnt of Acute in
Children Postgraad Doct Asia 1984 : Dec : 268 274
Coken MB Evaluation of the child with acute diarrhea dalam:Rudolp
AM,Hofman JIE,Ed Rudolp?s pediatrics: edisi ke 20 USA 1994 : prstice Hall
international,inc hal 1034-36
Norasid H,Surratmadja S, Asnil PO. Gastroenteritis (Diare ) akut dalam:
Gastroenterologi anak praktis, Ed Suharyono, Aswitha B,EM Halimun : edisi
ke2 Jakarta 1994: Balai penerbit FK-UI hal 51-76
Buku Ajar respirologi Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta .
2010.hal.330-332

Ed. Nelson, waldo E. dkk. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Vol.2 Ed
15. Jakarta: EGC. Hal. 1483

Fahy JV,Dickey BF. Review Artikel Airway Mucus Function


andDysfunction. New England of Jurnal Medicine. Vol 363. No.23. Dec 2,
2010.

BUKU AJAR ILMU BEDAH edisi 2, R.Sjamsuhidat, Wim de Jong. EGC,


Jakarta 2004. (hal 809-810)

ILMU BEDAH SARAF, Dr. Syaiful Saanin, Neurosurgeon, Ka.SMF


Bedah Saraf RS. Dr. M. Djamil / FK-UNAND Padang.
(www.angelfire.com/nc/neurosurgery/Hidrosefalus.html)

Tinjauan Pustaka Hidrosefalus. Sri M, Sunaka N, Kari K. Seksi Bedah


Saraf Lab/SMF Bedah FK UNUD RSU Sanglah, Denpasar-Bali. DEXA
MEDIA No.1, Vol.19, Januari-Maret 2006 (hal 40-48)

Anda mungkin juga menyukai