Chapter II PDF
Chapter II PDF
URAIAN TEORITIS
Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Herbert Blumer dalam lingkup
sosiologi, sebenarnya ide ini telah dikemukakan oleh George Herbert Mead (guru
Karakteristik dasar ide ini adalah suatu hubungan yang terjadi secara alami antara
manusia dalam masyarakat dan hubungan masyarakat dengan individu. Interaksi yang
terjadi antar individu berkembang melalui simbol-simbol yang mereka ciptakan. Realitas
sosial merupakan rangkaian peristiwa yang terjadi pada beberapa individu dalam
masyarakat. Interaksi yang dilakukan antar individu itu berlangsung secara sadar dan
berkaitan dengan gerak tubuh, vokal, suara, dan ekspresi tubuh, yang kesemuanya itu
Pendekatan interaksi simbolik yang dimaksud Blumer mengacu pada tiga premis
utama, yaitu:
(1) Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada
sesuatu itu bagi mereka
(2) Makna itu diperoleh dari hasil interaksi sosial yang dilakukan oleh orang lain, dan
(3) Makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi sosial sedang
berlangsung (Kuswarno, 2008: 22).
hubungan antara bahasa dan komunikasi. Sehingga, pendekatan ini menjadi dasar
manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Blumer
pada tahun 1950an dan 1960an, diperkaya dengan gagasan-gagasan dari John Dewey,
lebih besar yang sering disebut perspektif fenomenologis atau perspektif interpretative.
simbolik muncul kembali ke permukaan dan berkembang pesat hingga saat ini.
dan sejauh individu memberikan suatu makna subjektif terhadap perilaku tersebut.
Tindakan disini bisa terbuka atau tersembunyi, bisa merupakan intervensi positif dalam
suatu situas atau sengaja berdiam diri sebagai tanda setuju dalam situasi tersebut.
Menurut Weber, tindakan bermakna sosial sejauh berdasarkan makna subjektifnya yang
orang lain dan karenanya diorientasikan dalam penampilannya (Mulyana, 2001: 61).
dinamis manusia. Bagi perspektif ini, individu bersifat aktif, reflektif, kreatif,
menafsirkan, menampilkan perilaku yang rumit dan sulit diramalkan. Paham ini menolak
gagasan bahwa individu adalah organisme yang pasif yang perilakunya ditentukan oleh
kekuatan-kekuatan atau struktur yang ada di luar dirinya. Oleh karena individu terus
variabel penting yang menentukan perilaku manusia bukan struktur masyarakat. Struktur
itu sendiri tercipta dan berubah karena interaksi manusia, yakni ketika idividu-individu
berfikir dan bertindak secara stabil terhadap seperangkat objek yang sama. Senada
dengan asumsi di atas, dalam fenomenologi Schutz, pemahaman atas tindakan, ucapan,
dan interaksi merupakan prasyarat bagi eksistensi sosial siapa pun. Dalam pandangan
Schutz, kategori pengetahuan pertama bersifat pribadi dan unik bagi setiap individu
dalam interaksi tatap muka dengan orang lain. Kategori pengetahuan kedua adalah
berbagai pengkhasan yang telah terbentuk dan dianut oleh semua anggota budaya
perilaku sosial yang dapat diuji secara empiris, sementara Mahzab Chicago menggunakan
pendekatan humanistik, dan Mahzab yang popular digunakan adalah Mahzab Chicago
pandang subjek. Perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus dilihat
sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur perilaku mereka
dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi mitra interaksi mereka.
ini, maka dikonstruksikan dalam proses interaksi, dan proses tersebut bukanlah suatu
melainkan justru merupakan substansi sebenarnya dari organisasi sosial dan kekuatan
II.2 Komunikasi
Ilmu komunikasi yang kita kaji sekarang, sebenarnya merupakan hasil dari suatu
proses perkembangan yang panjang. Status ilmu komunikasi ini di Indonesia diperoleh
melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 107/82 tahun 1982. Keppres itu telah
ilmu kita ini. Sebelumnya terdapat beberapa nama yang berbeda di berbagai universitas
Universitas Indonesia (UI) Jakarta nama Publisistik telah lama diganti dengan Ilmu
Fakultas, sedang di UI, UGM, USU, UNHAS dan universitas lainnya, berstatus sebagai
jurusan (departemen) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Arifin, 1988: 1-2).
dibukanya jurusan publisistik pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas
Gajah Mada (1950) dan pada Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Masyarakat di
Universitas Indonesia (1959). Demikian juga di Jakarta di buka pada tahun 1956
menjadi publisistik). Pada tahun 1960 di Universitas Padjajaran Bandung dibuka Fakultas
Beberapa tokoh yang telah berjasa memasukkan ilmu kita ini ke Indonesia dan
Sundoro, Prof. Sujono Hadinoto, Adinegoro, dan Prof. Dr. Mustopo. Pada tahun 1960an,
deretan tokoh itu bertambah lagi dengan datangnya dua orang pakar dalam bidang kajian
ini, yaitu Dr. Phil. Astrid S. Sutanto dari Jerman Barat (1964) dan Dr. M. Alwi Dahlan
Nama ilmu komunikasi massa dan ilmu komunikasi baru mulai muncul dalam
berbagai diskusi dan seminar pada awal tahun 1970an. Kemudian pada tahun 1973
Jurusan Publisistik pada Fakultas Sosial Politik Universitas Hasanuddin yang di buka
Demikian juga Jurusan Publisistik pada Fakultas Ilmu-ilmu sosial Universtas Indonesia
(UI) dengan resmi berganti nama menjadi Departemen Ilmu Komunikasi Massa tahun
1976.
komunikasi massa lahir di Amerika Serikat. Masuknya ke dua ilmu itu ke tanah air, selain
karena adanya hubungan dengan bangsa-bangsa dari dua benua tersebut, juga terutama
Akhirnya untuk melacak asal-usul Ilmu Komunikasi itu, kita harus mengkaji
perkembangan ilmu kita ini baik di Eropa maupun di Amerika Serikat. Di Eropa,
Amerika Serikat berkembang dari Ilmu komunikasi massa (Arifin, 1988: 3).
muncul berbagai macam istilah komunikasi. Ada komunikasi timbale nalik, ada
komunikasi tatap muka, ada komunikasi langsung, komunikasi vertikal, komunikasi dua
istilahnya bila kita tetap berpijak pada objek formal ilmu komunikasi dan memahami
ruang lingkupnya, maka semua istilah itu dapat diberi pengertian secara jelas dan dapat
memberi pengertian komunikasi, yakni banyaknya defenisi yang telah dibuat oleh para
Sebuah defenisi dibuat oleh Harold D. Lasswell bahwa cara yang tepat untuk
menyampaikan, apa yang disampaikan, melalui saluran apa, kepada siapa dan apa
pengaruhnya.
bahwa komunikasi terjadi kapan saja suatu organisme memberi reaksi terhadap suatu
objek atau stimuli. Apakah itu berasal dari seseorang atau lingkungan sekitarnya.
bahwa:
Everett M. Rogers seorang pakar sosiologi pedesaan Amerika yang telah banyak
memberi perhatian pada riset stdi komnikasi, khususnya dalam hal penyebaran inovasi
Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu
penerima ata lebih, dengan maksud untuk mengbah tingkah laku mereka.
Komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau
melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan
defenisi komunikasi yang telah dibuat oleh banyak pakar, namun sedikit banyaknya kita
telah dapat memperoleh gambaran seperti apa yang diungkapkan oleh Shannon dan
sejumlah komponen atau unsur yang dicakup, yang merupakan persyaratan terjadinya
berikut:
- Media, yaitu sarana atau saluran yang mendukung pesan bila komunikasi jauh
Teknik berkomunikasi adalah cara atau seni penyampaian suatu pesan yang
sebagai paduan pikiran dan perasaan, dapat berupa ide, informasi, keluhan, keyakinan,
menyalurkan pernyataan itu, sebab ada juga lambang lain yang dipergunakan, antara lain
perasaan atau fikiran seseorang. Gambar, apakah itu foto, lukisan, sketsa, karikatur,
diagram, grafik, atau lain-lainnya, adalah lambang yang biasa digunakan untuk
menyampaikan pernyataan seseorang. Demikian pula warna, seperti pada lampu lalu
lintas: merah berarti berhenti, kuning berarti hati-hati, dan hijau berarti berjalan.
Kesemuanya itu lambang yang dipergunakan polisi lalu lintas untuk menyampaikan
Diantara sekian banyak lambang yang biasa digunakan dalam komunikasi adalah
bahasa, sebab dapat menunjukkan pernyataan seseorang mengenai hal-hal, selain yang
kongkret juga yang abstrak, baik yang terjadi sekarang, lalu dan dimasa yang akan
Yang penting dalam komunikasi adalah bagaimana caranya agar suatu pesan yang
disampaikan komunikator itu menimbulkan dampak atau efek tertentu pada komunikan.
a. Dampak positif
b. Dampak afektif
c. Dampak behavioural
Dampak kognitif adalah yang timbul pada komunikan yang menyebabkan dia
komunikator bukan hanya sekedar supaya komunikan tahu, tetapi tergerak hatinya;
menimbulkan perasaan tertentu, misalnya perasaan iba, terharu, sedih, gembira, marah
dan sebagainya. Yang paling tinggi kadarnya adalah dampak behavioral, yakni dampak
yang timbul pada komunikan dalam bentuk perilaku, tindakan, atau kegiatan.
Untuk contoh mengenai ketiga jenis dampak di atas dapat diambil dari berita surat
kabar. Pernah sebuah surat kabar membuat berita yang dilengkapi foto mengenai seorang
wanita yang menderita tumor yang menahun sehingga perutnya besar tak terperikan.
Peristiwa yang diberitakan lengkap dengan fotonya itu menarik perhatian banyak
pembaca. Berita tersebut dapat menimbulkan berbagai jenis efek. Jika seorang membaca
hanya tertarik untuk membacanya saja dan kemudian ia menjadi tahu, maka dampaknya
berkecukupan itu, berita tersebut menimbulkan dampak afektif. Tetapi kalau si pembaca
yang tersentuh hatinya itu, kemudian pergi ke redaksi surat kabar yang
Akar dari studi komunikasi antarbudaya dapat ditemukan dari era Perang Dunia
pemerintah dan pebisnis bekerja melewati benua, dan berpindah-pindah dan akhirnya
bagaimana mereka harus mempersiapkan ini dan hal ini menjadi tantangan bagi
Sebagai respon, pemerintah Amerika pada tahun 1946 membangun sebuah FSI
(Foreign Service Institute). FSI ini kemudian memilih Edward T. Hall dan beberapa ahli
antropologi dan bahasa termasuk Ray Birdwhistell dan George Trager untuk mengurus
keberangkatan dan kursus untuk para pekerja yang biasa ke luar negeri. Karena bahan
pelatihan antarbudaya masih jarang atau langka maka mereka mengembangkan keahlian
mereka sendiri. Alhasil, FSI memformulasikan cara baru untuk melihat budaya dan
komunikasi, dan lahirlah studi komunikasi antarbudaya (Martin & Thomas, 2007: 44-45).
antropolog, Edward T. Hall pada 1959 dalam bukunya The Silent Language. Karya Hall
misalnya sistem ekonomi, religi, sistem pengetahuan sebagaimana apa adanya. Hakikat
perbedaan antarbudaya dalam proses komunikasi baru dijelaskan satu setelah itu, oleh
theory and practice) pada tahun 1960. Dalam tulisan itu, Berlo menawarkan sebuah
model proses komunikasi. Menurut Berlo, komunikasi akan berhasil jika manusia
2001: 1).
Semua tindakan komunikasi itu berasal dari konsep kebudayaan. Berlo berasumsi
tindakan komunikasi yang bersumber dari kebudayaan yang berbeda (Liliweri, 2001: 2).
Semua tindakan komunikasi itu berasal dari konsep kebudayaan. Berlo berasumsi
tindakan itu. Berarti kontribusi latar belakang kebudayaan sangat penting terhadap
terhadap tindakan komunikasi yang bersumber dari kebudayaan yang berbeda (Liliweri,
2001: 2).
dialektis mengasumsikan bahwa budaya dan komunikasi saling berhubungan dan timbal
balik. Jadi, budaya mempengaruhi komunikasi dan sebaliknya. Menurut Burke dalam
proses di mana persepsi dari realitas diciptakan dan dibangun: semua komuniatas di
membantu menciptakan realitas budaya dari suatu komunitas (Martin & Thomas,
2007:92).
Rumusan objek formal komunikasi antarbudaya baru difikirkan pada tahun 1970-
Communication Association, terbit pertama kali tahun 1974 oleh Fred Casmir dalam The
Tahun 1979, Molefi Asante, Cecil Blake dan Eileen Newmark menerbitkan
rubrik khusus untuk menampung tulisan tentang komunikasi antarbudaya. Edisi lain
tentang komunikasi, kebudayaan, proses kerja sama antarbudaya ditulis oleh Gundykunst,
Steward dan Ting Toomey tahun 1985, komunikasi antaretnik oleh Kim tahun 1986,
adaptasi antarbudaya oleh Kim dan Gundykunst tahun 1988 dan terakhir
komunikasi/bahasa dan kebudayaan oleh Ting Toomey & Korzenny, tahun 1988
menjajaki makna, pola-pola tindakan, juga tentang bagaimana makna dan pola-pola itu
Young Yun Kim dalam Raharjo mengatakan, tidak seperti studi-studi komunikasi
lain, maka hal yang terpenting dari komunikasi antarbudaya yang membedakannya dari
kajian keilmuan lainnya adalah tingkat perbedaan yang relative tinggi pada latar belakang
antarbudaya adalah bahwa individu-individu yang memiliki budaya yang sama pada
pengalaman mereka daripada orang yang berasal dari budaya yang berbeda (Raharjo,
2005: 52-53).
Kata budaya berasal dari bahasa sansekerta buddhayah yang merupakan bentuk
jamak dari kata buddhi, yang berarti budi atau akal. Kebudayaan itu sendiri diartikan
Istilah cultureberasal dari kata colere yang artinya adalah mengolah atau
mengerjakan, yang dimaksudkan kepada keahlian mengolah dan mengerjakan tanah atau
bertani. Kata colore, kemudian berubah menjadi culture, diartikan sebagai segala daya
dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam (Soekamto, 1996: 188).
didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Bahkan beliau mengatakan bahwa
perilakunormatif, artinya mencakup segala cara atau pola berpikir, merasakan dan
Sementara itu, komunikasi dalam pengertian secara umum dapat dibagi dari dua
sisi, yaitu secara etimologis dan terminologis. Secara etimologis berasal dari bahasa latin
communis yang berarti sama makna. Secara terminologis, komunikasi berarti proses
penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain (Onong, 2003: 67).
sebagai proses yang menghubungkan manusia melalui sekumpulan tindakan yang terus
seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat
dan perilaku, baik langsung melalui lisan maupun tidak langsung melalui media (Onong,
2003: 5).
Komunikasi dan kebudayaan mempunyai hubungan timbal balik seperti dua sisi
mata uang. Kebudayaan menjadi bagian perilaku komunikasi, dan pada gilirannya
budaya, seperti yang dikatakan oleh Edward T. Hall pada bahasan sebelumnya. Pada satu
budaya masyarakat, baik secara horizontal (dari suatu masyarakat kepada masyarakat
lainnya), ataupun secara vertical (dari suatu generasi kepada generasi berikutnya). Pada
sisi lain budaya menetapkan norma-norma (komunikasi) yang dianggap sesuai untuk
kelompok tertentu.
tingkat lingkungan dan kompleksitas dari organisasi sosial. Umumnya istilah kebudayaan
mencakupi:
- Sub kawasan di dunia, seperti budaya Amerika Utara, Asia Tenggara, Timur
seperti budaya orang dipenjara, budaya waria, budaya orang gelandangan, budaya
Jenis KAB dapat lagi diklasifikasikan berdasarkan konteks sosial dari terjadinya.
- Business
- Organizations
- Pendidikan
- Akulturasi imigran
- Politik
- Konsultasi terapis.
dasar dan proses komunikasi manusia (transmitting, receiving, processing). Tetapi adanya
antar keduanya dalam berperan sebagai dua mahasiswa dari suatu universitas.
Jadi konteks sosial khusus tempat terjadinya KAB memberikan pada para
3. Saluran yang dilalui oleh pesan-pesan komunikasi antarbudaya, baik yang bersifat
Dimensi lain yang membedakan KAB ialah saluran melalui mana KAB terjadi.
- Antarpribadi/interpersonal/person-person
- Media massa
(Orang dengan orang secara langsung) (Radio, surat kabar, TV, Film, Majalah)
mempengaruhi proses dan hasil keseluruhan dari KAB. Misalnya: orang Indonesia
dengan keadaan apabila ia sendiri berada disana dan melihat dengan mata kepala sendiri.
lebih mendalam. Komunikasi melalui media kurang dalam hal feedback langsung antar
partisipan dan bersifat satu arah. Sebaliknya, saluran antarpribadi tidak dapat menyaingi
kekuatan saluran-saluran media dalam mencapai jumlah besar manusia sekaligus melalui
Identitas adalah suatu konsep y7ang abstrak dan beraneka ragam yang memainkan
peran yang signifikan dalam seluruh interaksi komunikasi. Untuk itu penting memberikan
apresiasi pada apa yang membawa identitas, dan untuk memberikan pemahaman
mengenai hal tersebut, maka perlu untuk memperluas kebutuhan untuk mengerti peran
dari identitas dalam masyarakat yang beragam budaya ini. Dan kebutuhan akan
orang. Menurut Phinney dalam Samovar dkk, sebuah prinsip objektif bagi orang dalam
masa-masa usia dewasa adalah pembentukan sebuah identitas dan siapa yang gagal
kekurangan kejernihan pemikiran tentang siapa mereka dan apa peran mereka dalam
hidup.
bagaimana identitas mempengaruhi dan menuntun ekspektasi tentang apa peran sosial
diri dan orang lain maupun menyediakan tuntunan bagi interaksi komunikasi dengan
dalam sebuah konteks sosial, geografik, budaya dan politik. Menurut Mathews dalam
Samovar dkk, identitas adalah bagaimana diri menyusun dirinya sendiri dan label
untuknya sendiri (Samovar dkk, 2007: 111). Menurut Alba, identitas etnis dinilai sebagai
orientasi subjektif seseorang yang mengarahkannya pada etnis asalnya. Bahkan menurut
Rossens, identitas etnis membantu kita mendefenisikan siapa kita (Gundykunst & Kim,
2003: 103).
ras, identitas etnis, identitas gender, identitas nasional, identitas regional, identitas
organisasi, identitas pribadi, dan identitas maya dan fantasi (Samovar dkk, 2007: 113-
sosial di bagi atas: identitas gender, identitas usia, identitas ras, identitas etnis, identitas
agama, identitas kelas, identitas nasional, identitas regional, dan identitas pribadi (Martin
Identitas etnis sering sekali dikaji oleh para sosiolog, antropolog, psikolog, dan
sejarahwan. Para ahli meneliti asal-usul, substansi, konsekuensi dan proses etnisitas yang
sedang berubah dalam berbagai komunitas. Istilah-istilah lain yang sering menjadi
sinonim adalah etnisitas, dan konsep diri kultural atau rasial. Istilah-istilah ini kadang-
kadang konsep yang sama diartikan secara berbeda oleh para ahli. Makna konsep
identitas etnis tidak selalu eksplisit dalam kajian-kajian itu. Sering ia berkelindan dengan
dan atau tersirat dalam kajian tentang akulturasi, asimilasi suatu kelompok etnis
perasaan (emosional significance) dari seseorang untuk ikut dalam memiliki (sense of
belonging) atau berafiliasi dengan kultur tertentu (Rahardjo, 2005: 1-2). Sedangkan
identitas etnis bisa dilihat sebagai sebuah kumpulan ide tentang satu kepemilikan
Identitas etnis sering melibatkan sebuah perasaan yang dibagi tentang asal dan
sejarah, di mana mungkin mata rantai kelompok etnis pada kelompok budaya yang jauh
di Eropa, Asia, Amerika Latin atau tempat lain (Martin & Thomas, 2007: 175).
Memiliki sebuah identitas etnis berarti mengalami sebuah perasaan memiliki pada
suatu kelompok dan mengetahui sesuatu tentang pengalaman yang dibagi pada anggota
Identitas etnis merupakan identitas sosial yang penting yang dapat mempengaruhi
komunikasi kita dengan orang lain (berbeda budaya). Cara kita bereaksi dengan orang
lain sering didasarkan pada asumsi kita mengenai etnisitas mereka, sebagai contoh, kita
Bagaimanapun ketika kita melekatkan label pada orang beda budaya, kita tidak mungkin
melekatkan label, orang yang berbeda budaya tersebut akan digunakan untuk
penggunaan beberapa aspek dari sebuah latar belakang kelompok budaya yang digunakan
untuk memisahkan anggota kelompok dari yang bukan termasuk di dalaam kelompok.
Sedangkan Giles dan Johnson melihat sebuah kelompok etnis sebagai orang-orang yang
mengidentifikasi diri mereka yang memiliki kategori etnis yang sama (Gundykunst &
Kim, 2003: 103). Beberapa ahli menyatakan identifikasi etnis dan ras sama dan ada yang
dikonstruksikan oleh dirinya sendiri dan lainnya tetapi identitas ras dikonstriksikan
Kita akan bisa untuk mengabaikan perbedaan kelompok etnis ketika kita
berinteraksi dengan orang lain yang juga secara lemah mengidenfikasi kesamaannya
dengan kelompok etnisnya. Jika orang lain tersebut, secara kuat dam jelas
Ketika orang lain dengan jelas menemukan dan merasakan kesamaannya dengan
kelompok etnisnya dan kita mengabaikan etnisitas orang lain tersebut ketika kita
berinteraksi dengannya, maka kita tidak mendukung konsep dirinya dan tidak akan
mampu memahami tingkah lakunya. Ini adalah sebuah masalah karena dukungan konsep
diri justru perlu untuk orang lain yang berbeda budaya tersebut, agar dia bisa merasakan
kepuasan dengan komunikasi mereka dengan kita (Gundykunst & Kim, 2003: 110).
Ada dua pendekatan terhadap identitas etnis yaitu pendekatan objektif (struktural)
kelompok etnis sebagai kelompok yang bisa dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya
Kontras dengan itu, perspektif subjektif merumuskan etnisitas sebagai suatu proses
dimana orang-orang mengalami atau merasakan diri mereka sebagai bagian dari suatu
kelompok etnis dan diidentifikasikan demikian oleh orang lain dan memusatkan
perhatiannya pada keterikatan dan rasa memiliki yang dipersepsi kelompok etnis yang
dilacak hingga ke defenisi Cooley dan Mead tentang diri. Pendekatan ini mengkritik
di luar diri mereka, pendekatan fenomenologis memandang manusia jauh dari pasif
yang membedakan kelompok-kelompok etnis antara yang satu dengan yang lainnya.
Barth yang dikutip dari Komunikasi Antarbudaya menyebutkan bahwa ciri-ciri penting
suatu kelompok etnis adalah askripsi yang diberikan kelompok dalam dan kelompok luar,
orang lain untuk tujuan interaksi (Mulyana & Jalaluddin, 2005: 156).
Perspektif Barth akhirnya mengilhami banyak ahli untuk meneliti apa yang
disebut Paden dan Cohen etnisitas situasional, yaitu bagaimana identitas etnis digunakan
menganggap identitas etnis sebagai dinamik, cair dan situasional (Mulyana &Jalaluddin,
2005: 156).
dibentuk kembali, diperkuat dan dijalani melalui komunikasi dengan yang lain: identitas
etnis muncul ketika pesan saling dipertukarkan di antara orang-orang. Ini artinya bahwa
menunjukkan identitas kita bukanlah sebuah proses yang sederhana. Tentu tidak setiap
orang melihat kita sebagaimana kita melihat diri kita sendiri. Konsep avowal (pengakuan
) dan askripsi penting untuk membantu kita memahami bagaimana kesan dapat
mereka sendiri sedangkan askripsi adalah proses dimana orang lain mengatribusikan
identitas tertentu pada mereka. Identitas yang berbeda digunakan tergantung individu
yang terlibat dalam komunikasi. Artinya bisa saja saat kita berinteraksi dengan lawan
jenis, maka identitas yang muncul adalah identitas gender dan saat kita bertemu dan
berinteraksi dengan orang yang berbeda etnis, identitas yang muncul adalah identitas
konsep sentral yang memberi defenisi identitas tertentu, yang dibagikan di antar anggota
Tindakan komunikatif individu sebagai bagian dari suatu masyarakat tutur, dalam
perspektif etnografi komunikasi lahir dari integrasi tiga keterampilan, yaitu keterampilan
ditampilkan. Kompetensi ini akan sangat membantu penutur ketika mereka menggunakan
berhubungan dengan penggunaan bahasa dan dimensi komunikatif dalam setting sosial
tertentu.
komunikasi ini, karena apabila tidak, culture shock dan miscommunication akan sangat
mungkin terjadi. Seperti penelitian yang diungkapkan oleh Abrahams (1973), dalam
masyarakat kulit hitam, percakapan bisa melibatkan beberapa orang yang berbicara pada
saat yang sama, suatu praktek percakapan yang akan melanggar kaidah interaksi kelas
menengah warga kulit putih. Terlihat seperti hal yang sangat sepele, tetapi bila tidak
dimiliki oleh satu kelompok sosial atau masyarakat. Namun kompetensi komunikasi ini
dapat bervariasi pada tingkat individu, mengingat individu adalah makhluk yang
memiliki motif dan tujuan yang berbeda-beda. Sehingga kompetensi komunikasi tidak
memberikan sesuatu dengan tangan kiri menjadi hal yang lumrah dan dapat diterima,
walaupun itu terbatas pada orang-orang tertentu saja. Akhirnya terjadi perubahan harapan
tantangan yang sering terjadi saat komunikasi antarbudaya terjadi, yaitu: perbedaan
budaya, dan ketidaksamaan, sikap intergroup. Jadi, pengertian ini bisa dipahami untuk
menganalisis situasi dan memilih mode dari perilaku yang tepat (Samovar, dkk, 2007:
314).
Gundykunst & Kim dalam Rahardjo mengatakan sebenarnya bahwa paling tidak
kapabilitas orang tersebut untuk memfasilitasi proses komunikasi antar individu yang
berbeda budaya sedangkan pandangan kedua berpendapat, kompetensi harus ada pada
diperlukan, dan memiliki karakter yang baik (Samovar, dkk, 2007: 314), sedangkan
Context merumuskan dua komponen kompetensi yaitu komponen individu yang terdiri
sebagai contoh, konteks historis, konteks hubungan, konteks budaya ataupun konteks
lainnya seperti gender, ras dan sebagainya (Martin & Thomas, 2007: 435-445).
faktor tersebut adalah motivasi, pengetahuan dan kecakapan (Rahardjo, 2005: 69-70).
dibutuhkan oleh suatu pihak untuk berkomunikasi dengan orang lain yang berbeda latar
Jika kita tidak termitivasi dalam berkomunikasi dengan orang lain maka tak akan ada
gunanya kemempuan yang kita punya. Jadi secara sederhana motivasi bisa di nilai
sebagai hasrat untuk membuat komitmen dalam hubungan, untuk belajar tentang diri dan
orang lain, dan untuk menyisakan keluwesan (Martin & Nakayama, 2007: 435)
sedangkan pengetahuan dipahami sebagai kualitas dari pemehaman kita tentang apa yang
(Rahardjo, 2005: 71). Dan kecakapan sendiri menyangkut pada kinerja perilaku yang
sebenarnya yang dirasakan efektif dan pantas dalam konteks komunikasi (Rahardjo,
2005: 71).
memiliki lebih dapat diperoleh melalui analisis secara sadar, dan tingkat tertinggi dari
kompetensi komunikasi diperoleh dari proses pemikiran yang analitik dan holistic.
bahwa komunikasi antarbudaya adalah sama, hanya saja diperoleh melalui analisis
kesadaran dan yang berada pada level teratas dari kompetensi komunikasi memrlukan
salah menginterpretasikan perilaku orang lain dan tidak menyadari apa yang sedang ia
competence yaitu, seseorang berpikir tentang kecakapan komunikasinya dan secara terus-
menerus berusaha mengubah apa yang ia lakukan supaya menjadi lebih efektif, dan
II.6.1 Sejarah
Orang dari Tiongkok daratan telah ribuan tahun mengunjungi dan mendiami
kepulauan Nusantara.Beberapa catatan tertua ditulis oleh para agamawan, seperti Fa Hien
pada abad ke-4 dan I Ching pada abad ke-7. Fa Hien melaporkan suatu kerajaan di Jawa
("To lo mo") dan I Ching ingin datang ke India untuk mempelajari agama Buddha dan
singgah dulu di Nusantara untuk belajar bahasa Sansekerta dahulu. Di Jawa ia berguru
Nusantara, para imigran Tiongkok pun mulai berdatangan, terutama untuk kepentingan
perdagangan. Pada prasasti-prasasti dari Jawa orang Cina disebut-sebut sebagai warga
asing yang menetap di samping nama-nama sukubangsa dari Nusantara, daratan Asia
Tenggara dan anakbenua India. Dalam suatu prasasti perunggu bertahun 860 dari Jawa
Timur disebut suatu istilah, Juru Cina, yang berkait dengan jabatan pengurus orang-
orang Tionghoa yang tinggal di sana. Beberapa motif relief di Candi Sewu diduga juga
Catatan Ma Huan, ketika turut serta dalam ekspedisi Cheng Ho, menyebut secara
jelas bahwa pedagang Cina muslim menghuni ibukota dan kota-kota bandar Majapahit
(abad ke-15) dan membentuk satu dari tiga komponen penduduk kerajaan itu. Ekspedisi
Jinghong, sakit dan memaksa rombongan melepas sauh di Simongan (sekarang bagian
dari Kota Semarang). Wang kemudian menetap karena tidak mampu mengikuti ekspedisi
Ledakar Juragan Dampo Awang Sam Po Kong"), serta membangun kelenteng Sam Po
Kong atau Gedung Batu. Di komplek ini Wang juga dikuburkan dan dijuluki "Mbah
Demak, memiliki darah Tiongkok selain keturunan Majapahit. Beberapa wali penyebar
agama Islam di Jawa juga memiliki darah Tiongkok, meskipun mereka memeluk Islam
Tionghoa ke muara Ci Sadane (sekarang Teluknaga) pada tahun 1407, di masa daerah itu
masih di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda (Pajajaran). Pemimpinnya adalah Halung dan
dengan gelar Kapiten Cina, yang diwajibkan setia dan menjadi penghubung antara
pemerintah dengan komunitas Tionghoa. Beberapa diantara mereka ternyata juga telah
berjasa bagi masyarakat umum, misalnya So Beng Kong dan Phoa Beng Gan yang
membangun kanal di Batavia. Di Yogyakarta, Kapiten Tan Djin Sing sempat menjadi
Bupati Yogyakarta. Sebetulnya terdapat juga kelompok Tionghoa yang pernah berjuang
melawan Belanda, baik sendiri maupun bersama etnis lain. Bersama etnis Jawa,
kali etnis Tionghoa menjadi sasaran pembunuhan massal atau penjarahan, seperti
yang bergerak di beberapa kota di Jawa Tengah yang dibantu pula oleh etnis Jawa. Pada
gilirannya ini mengakibatkan pecahnya kerajaan Mataram. Orang Tionghoa tidak lagi
pemukiman etnis Tionghoa atau pecinan di sejumlah kota besar di Hindia Belanda.
Pada masa revolusi tahun 1945-an, Mayor John Lie yang menyelundupkan
Siong di Rengasdengklok, dekat Karawang, diambil-alih oleh Tentara Pembela Tanah Air
(PETA), kemudian penghuninya dipindahkan agar Bung Karno dan Bung Hatta dapat
beristirahat setelah "disingkirkan" dari Jakarta pada tanggal 16 Agustus 1945. Di Badan
UUD'45 terdapat 4 orang Tionghoa yaitu; Liem Koen Hian, Tan Eng Hoa, Oey Tiang
Tjoe, Oey Tjong Hauw, dan di Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) terdapat
1 orang Tionghoa yaitu Drs.Yap Tjwan Bing. Liem Koen Hian yang meninggal dalam
status sebagai warganegara asing, sesungguhnya ikut merancang UUD 1945. Lagu
Indonesia Raya yang diciptakan oleh W.R. Supratman, pun pertama kali dipublikasikan
oleh Koran Sin Po. Dalam perjuangan fisik ada beberapa pejuang dari kalangan
Tionghoa, namun nama mereka tidak banyak dicatat dan diberitakan. Salah seorang yang
Orde Lama
Pada Orde Lama, terdapat beberapa menteri Republik Indonesia dari keturunan
Tionghoa seperti Oei Tjoe Tat, Ong Eng Die, Siauw Giok Tjhan, dll. Bahkan Oei Tjoe
Tat pernah diangkat sebagai salah satu Tangan Kanan Ir. Soekarno pada masa Kabinet
Dwikora. Pada masa ini hubungan Ir. Soekarno dengan beberapa tokoh dari kalangan
Tionghoa dapat dikatakan sangat baik. Walau pada Orde Lama terdapat beberapa
kebijakan politik yang diskriminatif seperti Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1959
yang melarang WNA Tionghoa untuk berdagang eceran di daerah di luar ibukota provinsi
dan kabupaten. Hal ini menimbulkan dampak yang luas terhadap distribusi barang dan
pada akhirnya menjadi salah satu sebab keterpurukan ekonomi menjelang tahun 1965 dan
lainnya.
Orde Baru
Kewarganegaraan Republik Indonesia, atau yang lebih populer disebut SBKRI, yang
utamanya ditujukan kepada warga negara Indonesia (WNI) etnis Tionghoa beserta
penerapan SBKRI sama artinya dengan upaya yang menempatkan WNI Tionghoa pada
tahun 1967, warga keturunan dianggap sebagai warga negara asing di Indonesia dan
kedudukannya berada di bawah warga pribumi, yang secara tidak langsung juga
menghapus hak-hak asasi mereka. Kesenian barongsai secara terbuka, perayaan hari raya
Imlek, dan pemakaian Bahasa Mandarin dilarang, meski kemudian hal ini diperjuangkan
tradisional karena pelarangan sama sekali akan berdampak pada resep obat yang mereka
buat yang hanya bisa ditulis dengan bahasa Mandarin. Mereka pergi hingga ke
Mahkamah Agung dan akhirnya Jaksa Agung Indonesia waktu itu memberi izin dengan
Satu-satunya surat kabar berbahasa Mandarin yang diizinkan terbit adalah Harian
Indonesia yang sebagian artikelnya ditulis dalam bahasa Indonesia. Harian ini dikelola
dan diawasi oleh militer Indonesia dalam hal ini adalah ABRI meski beberapa orang
Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang populasinya ketika
itu mencapai kurang lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat Indonesia dikhawatirkan akan
kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai pedagang, yang tentu bertolak belakang
dengan apa yang diajarkan oleh komunisme, yang sangat mengharamkan perdagangan
dilakukan.
untuk menghindari dunia politik karena khawatir akan keselamatan dirinya.Pada masa
akhir dari Orde Baru, terdapat peristiwa kerusuhan rasial yang merupakan peristiwa
terkelam bagi masyarakat Indonesia terutama warga Tionghoa karena kerusuhan tersebut
Reformasi
Reformasi yang digulirkan pada 1998 telah banyak menyebabkan perubahan bagi
kehidupan warga Tionghoa di Indonesia. Walau belum 100% perubahan tersebut terjadi,
namun hal ini sudah menunjukkan adanya tren perubahan pandangan pemerintah dan
warga pribumi terhadap masyarakat Tionghoa. Bila pada masa Orde Baru aksara, budaya,
ataupun atraksi Tionghoa dilarang dipertontonkan di depan publik, saat ini telah menjadi
pemandangan umum hal tersebut dilakukan. Di Medan, Sumatera Utara, misalnya, adalah
hal yang biasa ketika warga Tionghoa menggunakan bahasa Hokkien ataupun memajang
aksara Tionghoa di toko atau rumahnya. Selain itu, pada Pemilu 2004 lalu, kandidat
Maret 2011).
banyak sekali orang-orang yang juga merasa perlu keluar berlayar untuk berdagang.
angin musim, maka setiap tahunnya para pedagang akan bermukim di wilayah-wilayah
Asia Tenggara yang disinggahi mereka. Demikian seterusnya ada pedagang yang
memutuskan untuk menetap dan menikahi wanita setempat, ada pula pedagang yang
Daerah asal yang terkosentrasi di pesisir tenggara ini dapat dimengerti, karena
dari sejak zaman Dinasti Tang kota-kota pelabuhan di pesisir tenggara Cina memang
telah menjadi Bandar perdagangan yang ramai. Quanzhou pernah tercatat sebagai Bandar
Maret 2011).
Daerah-daerah lain dimana mereka juga menetap dalam jumlah besar selain di daerah
Lombok, Kalimantan Barat, Banjarmasin dan beberapa tempat di Sulawesi Selatan dan
Sulawesi Utara.
(a) Hakka Aceh, Sumatera Utara, Batam, Sumatera Selatan, Bangka Belitung,
(c) Hokkien Sumatera Utara, Riau (Pekanbaru Selat Panjang, Bagansiapi-api, dan
(f) Tiochiu Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, dan
setempat dan mengalami pembauran lewat perkawinan, sehingga warna kulit mereka
kadang-kadang lebih gelap dari Tionghoa lainnya. Istilah buat mereka disebut Cina
Benteng. Keseniannya yang masih ada disebut Cokek, sebuah tarian lawan jenis secara
Maret 2011).