Polineuropaty
Di susun oleh :
Pembimbing
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Neuropati merupakan suatu penyakit saraf yang sering ditemukan di klinik, ditandai
dengan gejala karakteristik berupa hilangnya serat saraf perifer secara progresif. Jenis neuropati
cukup bervariasi sesuai dengan penyebab, gejala klinik, dan derajad perkembangan penyakitnya.
Neuropati mulai dari yang akut hingga reversibel sampai dengan bentuk kronis dan ireversibel.
Neuropati merupakan bagian dari tripati yaitu bentuk komplikasi yang paling sering
ditemukan pada penderita diabetes melitus yang terdiri atas neuropati, retinopati dan nefropati.
Angka kejadian neuropati diabetik umumnya meningkat dengan bertambahnya umur dan
merupakan komplikasi jangka panjang dan sangat signifikan menghasilkan morbiditas dan
progresifitas penyakit akan terus berjalan, pada suatu saat dapat menimbulkan komplikasi.
Diabetes Mellitus (DM) biasanya berjalan lambatdengan gejala-gejala yang ringan sampai berat,
Umumnya neuropati diabetik terjadi setelah adanya intoleransi glukosa yang cukup lama
sehingga hiperglikemia persisten dianggap sebagai faktor primer. Walaupun demikian, faktor
metabolik ini bukanlah satu-satunya faktor yang bertanggung jawab terhadap terjadinya
neuropati diabetik. Beberapa teori lain yang diterima ialah teori vaskular, autoimun dan nerve
growth factor.
2
Ada beberapa manifestasi klinik neuropati termasuk diantaranya mononeuropati ataupun
distalis, disertai dengan gangguan serat saraf motorik dan otonom. Polineuropati merupakan
jenis neuropati yang menyebabkan kelainan fungsional simetris akibat kelainan-kelainan difus
Manifestasi bisa sangat bervariasi, mulai dari tanpa keluhan dan hanya bisa terdeteksi
dengan pemeriksaan elektrofisiologis, hingga keluhan nyeri yang hebat. Bisa juga keluhannya
dalam bentuk neuropati lokal atau sistemik yang semua itu bergantung pada lokasi dan jenis
Risiko yang dihadapi pasien diabetes melitus dengan polineuropati diabetes antara lain
ialah infeksi berulang, ulkus yang tidak sembuh dan amputasi jari/kaki.
bentuk komplikasi kronis diabetes melitus yang paling sering terjadi. Maka saya tertarik untuk
3
KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama :Ny. M
Agama : Islam
Status : Menikah
II. ANAMNESA
RPS / Kronologis :
Pasien datang ke Poli Saraf Rumah Sakit Umum Daerah Hasanuddin Damrah Manna
dengan keluhan nyeri pada kedua tungkai yang dirasakan sejak 2 hari yang lalu, hal ini
dirasakan secara pelahan-lahan dan semakin hari semakin memberat. Keluhan nyeri pada
kedua tungkai juga dirasakansemakin hebat bahkan dengan bersentuhan pun pasien akan
terasa sangat kesakitan. Sebelumnya pasien di rawat oleh dokter penyakit dalam karena
kending manis.
4
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami sakit dengan keluhan yang sama
Riwayat Pribadi :
5
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 16 Januari 2017 jam 10.00 WIB
BB :65 kg
TB :170 cm
Vital Sign
TD : 170/110 mmHg
RR : 20 x/menit, reguler
T : 36,7 oC (axiler)
Status Internus
Thorax
Cor
6
Auskultasi:BJ I > BJ II, Suara tambahan (-)
Pulmo
Abdomen
Status Neurologik
kecerdasan : baik
7
daya ingat lama : baik
Cara berjalan :Pasien mengalami kesulitan berjalan sendiri karena kedua kaki
lemah
Mulut : sianosis (-), gigi berlubang (+), karies gigi (-),lidah kotor (-),
Sikap : simetris
8
Tes Brudzinski : tidak dilakukan
Nervi Cranialis
N I. (OLFAKTORIUS)
Baik baik
N II. (OPTIKUS)
N III. (OKULOMOTORIUS)
Gerak mata ke atas (+) N (+)N Reflek cahaya konsesuil (+) (+)
9
N IV. (TROKHLEARIS)
Kanan Kiri
N V. (TRIGEMINUS)
N VI. (ABDUSEN)
Kanan Kiri
Diplopia(-) (-)
N VII. (FASIALIS)
10
Kerutan kulit dahi (+) N (+) N Meringis (+) N (+) N
N VIII. (AKUSTIKUS)
N IX. (GLOSOFARINGEUS)
Daya kecap 1/3 belakang tidak ada kelainan Tersedak (-) (-)
N X. (VAGUS)
Daya kecap 1/3 belakang tidak ada kelainan Menelan (+) N (+) N
11
N XI. (AKSESORIUS)
N XII. (HIPOGLOSUS)
BADAN
Nyeri membungkukkan badan : (-) Palpasi dinding perut : defance muscular (-)
Reflek kremaster
12
ANGGOTA GERAK ATAS
Kekuatan 5 5 5 5 5 5
Sensibilitas :
13
Bisep Trisep Radius Ulna
Palpasi: udem (-) (-) Warna kulit sama seperti kulit disekitar
Sensibilitas :
14
vibrasi normal normal normal normal normal normal
Patella Achiles
Reflek Patologis
Disdiadokhokinesis : (-)
15
Robound fenomen : (-)
Nistagmus : (-)
Dismetri :
FUNGSI VEGETATIF
PEMERIKSAAN PENUNJANG
DIAGNOSIS BANDING
1. Guillain-Barr syndrome
2. Charcot-Marie-Tooth syndrome,
3. Porphyria,
DIAGNOSIS AKHIR
16
Diagnosis Etiologik :Diabetis Militus
PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
a. Paracetamol 4x1000mg
b. Alprazolam 2x0,25mg
c. Meloxicam 1x15mg
PROGNOSIS
Death : ad bonam
Disease : ad bonam
Disability : ad bonam
Discomfort : ad bonam
Dissatisfaction : ad bonam
17
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Polineuropati diabetes adalah suatu kondisi yang mempengaruhi berberapa saraf perifer
yang disebabkan oleh degenerasi saraf perifer akibat langsung dari peningkatan kadar glukosa
darah pada pasien diabetes melitus. Istilah deskriptif yang menunjukan adanya gangguan, baik
klinis maupun subklinis, yang terjadi pada diabetes melitus tanpa penyebab neuropati perifer
yang lain. Distribusi polineuropati umumnya bilateral simetris dan perkembangannya lambat.
Polineuropati atau peripheral neuropati diidentifikasikan pada daerah distal dan dimulai dari kaki
2.2 Epidemiologi
sampai 100%. Prevalensi neuropati diabetik (ND) dalam berbagai literatur sangat bervariasi.
Penelitian di Amerika Serikat memperlihatkan bahwa 10-20 % pasien saat ditegakan Diabetes
Melitus telah mengalami neuropati. Prevalensi neuropati diabetik ini akan meningkat sejalan
dengan lamanya penyakit dan tingginya hiperglikemia. Diperkirakan setelah menderita diabetes
neuropati diabetik yang disertai dengan nyeri ditemukan pada 16% sampai dengan 26%
penderita neuropati diabetik. Lama menderita diduga sangat berkaitan dengan perkembangan dan
18
progresivitas neuropati diabetik dan hal ini berpengaruh terhadap timbulnya nyeri neuropati pada
Diabetes Mellitus (DM) terjadi pada sekitar 20 % populasi > 65 tahun. Penyebab
Neuropati terbanyak. Prevalensi neuropati pada pasien DM sekitar 66%. Sekitar8% sudah
menderita neuropati pada saat didiagnosa DM, 50% setelah 25 tahun didiagnosa DM, 45% pada
Hiperglikemia merupakan faktor risiko pada pasien DM Tipe 1 dan DM Tipe 2. Hubungan
lain yang juga berperan adalah usia, lama mengalami diabetes, kualitas kontrol metabolik, berat
2.4 Patofisiologi
Saraf perifer (saraf spinalis dan kranialis) untuk memelihara otot, kulit, dan pembuluh
darah terdiri dari sejumlah saraf campuran yaitu saraf motorik, sensorik, dan vegetatif. Dari segi
fisiologis, ketiga jenis saraf tadi dibedakan berdasarkan ukuran penampangnya, yaitu saraf tipe A
(5-12 mikron), tipe B (3-4 mikron), dan tipe C (1-2 mikron). Saraf tipe A aksonnya bermielin
tebal, tipe b bermielin tipis dan tipe C aksonnya tidak bermielin. Akson bermielin tebal adalah
akson saraf motorik pada umumnya dan sebagian saraf sensorik untuk jenis protopatik. Akson
bermielin tipis adalah sebagian akson saraf motorik dan sebagian saraf sensorik. Akson yang
Neuropati diabetik tidak terjadi oleh karena faktor tunggal, melainkan karena interaksi
beberapa faktor, seperti faktor metabolik, vaskular dan mekanik. Faktor kausatif utama adalah
19
1) Faktor metabolik
terjadinya peningkatan aktivitas jalur poliol, pembentukan radikal bebas dan aktivasi Protein
Kinase C (PKC), sintesis advance glycosilation end products (AGEs). Aktivasi berbagai jalur
tersebut berujung pada kurangnya vasodilatasi, sehingga aliran darah ke saraf menurun
bersama rendahnya mioninositol dalam sel terjadilah neuropati diabetik. Berbagai penelitian
membuktikan bahwa kejadian neuropati diabetik sangat berhubungan dengan lama dan
sorbitol dan fruktosa dalam sel saraf merusak sel saraf melalui mekanisme yang belum
jelas. Salah satu kemungkinannya ialah akibat akumulasi sorbitol dalam sel saraf
sel saraf. Penurunan mioinositol dan akumulasi sorbitol secara langsung menimbulkan
stress osmotik yang akan merusak mitokondria dan akan menstimulasi protein kinase c
(PKC).
b. Aktivasi PKC
Aktivasi PKC ini akan menekan fungsi Na-K-ATP-ase, sehingga kadar na intraseluler
20
sehingga terjadi gangguan tranduksi sinyal saraf. Reaksi jalur poliol ini juga
menyebabkan turunnya persediaan nadph saraf yang merupakan kofaktor penting dalam
metabolisme oksidatif. Karena nadph merupakan kofaktor penting untuk gluthation dan
nitric oxide synthase (NOS), pengurangan kofaktor tersebut membatasi kemampuan saraf
untuk mengurangi radikal bebas dan penurunan produksi nitric oxide (NO).
menyebabkan terbentuknya advance glycosilation end products (AGEs). Ages ini sangat
toksik dan merusak semua protein tubuh, termasuk sel saraf. Dengan terbentuknya AGEs
dan sorbitol, maka sintesis dan fungsi NO akan menurun, yang berakibat vasodilatasi
berkurang, aliran darah ke saraf menurun, dan bersama rendahnya mioinositol dalam sel
saraf, terjadilah neuropati diabetik. Kerusakan aksonal metabolik awal masih dapat
kembali pulih dengan kendali glikemik yang optimal. Tetapi bila kerusakan metabolik ini
berlanjut menjadi kerusakan iskemik, maka kerusakan struktural akson tersebut tidak
2) Kelainan vaskular
persisten merangsang produksi radikal bebas oksidatif yang disebut reactive oxygen species
(ROS). Radikal bebas ini membuat kerusakan endotel vaskular dan menetralisir NO, yang
dapat melalui penebalan membran basalis; trombosit pada arteriol intraneural; peningkatan
saraf dan peningkatan resistensi vaskular; stasis aksonal, pembengkakan dan demielinisasi
21
pada saraf akibat iskemia akut. Kejadian neuropati yang didasari oleh kelainan vaskular masih
bisa dicegah dengan modifikasi faktor risiko kardiovaskular, yaitu kadar trigliserida yang
3) Mekanisme Imun
Suatu penelitian menunjuikan bahwa 22% dari 120 penyandang dm tipe 1 memiliki
complement fixing antisciatic nerve antibodies dan 25% pasien dm tipe 2 memperlihatkan
hasil yang positif. Hal ini menunjukan bahwa antibody tersebut berperan pada patogenesis
neuropati diabetik. Bukti lain yang menyokong peran antibodi dalam mekanisme patogenik
adalah antineural antibodies pada serum sebagian penyandang diabetes melitus. Autoantibodi
yang beredar ini secara langsung dapat merusak struktur saraf motorik dan sensorik yang bias
dideteksi dengan imunofloresens indirek. Disamping itu adanya penumpukan antibodi dan
komplemen pada berbagai komponen saraf suralis memperlihatkan kemungkinan peran proses
imun.
penyandang diabetes, kadar NGF serum cenderung turun dan berhubungan dengan derajat
neuropati. NGF juga berperan dalam regulasi gen substance p dan calcitonin-gen-regulated
peptide (CGRP). Peptide ini mempunyai efek terhadap vasodilatasi, mobilitas intestinal dan
22
2.5 Manifestasi Klinis
Terlihat pada 20% pasien diabetes melitus, tetapi dengan pemeriksaan elektrofisiologi pada
diabetes melitus asimptomatik tampak bahwa penderita sudah mengalami neuropati subklinik.
Pada kasus yang jarang, neuropati mungkin merupakan tanda awal suatu diabetes melitus.
Gambar 2-1 Perbedaan manifestasi klinis dari neuropati diabetes (Modified from Pickup J, Williams G [eds]. Textbook of
5
Diabetes, Vol 1. Oxford, UK, Blackwell Scientific, 1997.)
Polineuropati sensorik-motorik simetris, bentuk ini paling sering dijumpai, keluhan dapat
dimulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat.Polineuropati biasanya memiliki
karakteristik :
23
Gambar 2-2 Perbedaan manifestasi klinis neuropati serat besar dan kecil fibroneuropathy. ADL, activities of daily living; QOL,
quality of life. (Adapted from Vinik AI, Mehrabyan A. Diabetic neuropathies. Med Clin North Am 2004;88:947-999.)5
1) Tanda pertama muncul pada tungkai bawah.
2) Parestesia selalu terjadi pada jari kaki atau telapak kaki, terutama pada malam hari.Ada rasa
6) Saat kondisi berkembang, terjadi paresis extensor jari kaki pada dorsum kaki.
24
2.6 Diagnosis
konsensus diabetes melitus tipe 2 Tahun 2011 ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa
pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Sedangkan untuk tujuan
Secara ringkas kriteria diagnosis diabetes melitus untuk dewasa tidak hamil berdasarkan
Perkeni Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 2-1 seperti yang tertera di bawah ini.Berbagai
keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya diabetes melitus perlu
dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik diabetes melitus seperti di bawah ini:
1) Keluhan klasik berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan.
2) Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dl (11,1 mmol/l). Glukosa plasma
sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan
waktu makan terakhir.
2. Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dl (7.0 mmol/l). Puasa diartikan
pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.
Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dl (11,1 mmol/l). TTGO yang dilakukan
3. dengan standar who, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa
anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.
* pemeriksaan HbA1c (>6.5%) oleh ada 2011 sudah dimasukkan menjadi salah satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada
14
sarana laboratorium yang telahterstandardisasi dengan baik.
25
Keterangan gambar :
GDP = glukosa darah puasa
GDS = glukosa darah sewaktu
GDPT = glukosa darah puasa terganggu
TGT = toleransi glukosa terganggu
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau dm, bergantung pada hasil
yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT)
1) TGT : diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma
didapatkan antara 100 125 mg/dl (5,6-6,9 mmol/l) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam
26
2.6.2 Diagnosis Polineuropati Diabetes
polyneuropathy (DPN) merupakan jenis kelainan yang paling sering terjadi, ditandai dengan
berkurangnya fungsi sensorik secara progresif dan fungsi motorik (lebih jarang) berlangsung
Diagnosis neuropati perifer diabetik dalam praktek sehari-hari, sangat bergantung pada
ketelitian pengambilan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Hanya dengan jawaban tidak ada
keluhan neuropati saja tidak cukup mengeluarkan kemungkinan adanya neuropati. Pada evaluasi
tahunan, perlu dilakukan pengkajian terhadap : 1). Refleks motorik, 2). Fungsi serabut saraf
besar dengan tes kuantifikasi sensasi kulit seperti tes rasa getar (biotesiometer) dan rasa tekan
(estesiometer dengan filament mono semmes-weinstein); 3). Fungsi serabut saraf kecil dengan
sensasi suhu; 4). Untuk mengetahui dengan lebih awal adanya gangguan hantar saraf dapat
dikerjakan elektromiografi.
Bentuk lain yang juga sering ditemukan ialah neuropati otonom (parasimpatis dan
simpatis) atau diabetic autonomic neuropathy (dan). Uji komponen parasimpatis dan dilakukan
dengan 1). Tes respons denyut jantung terhadap maneuver vasalva; 2). Variasi denyut jantung
dilakukan dengan 1). Respons tekanan darah terhadap berdiri (penurunan sistolik); respons
2.7 Terapi
Strategi pengelolaan pasien diabetes melitus dengan keluhan neuropati diabetes dibagi ke
dalam 3 bagian. Strategi pengelolaan pertama adalah diagnosis nd sedini mungkin, strategi kedua
27
yaitu dengan kendali glikemik dan perawatan kaki sebaik-baiknya, dan strategi yang ketiga yaitu
diabetik perlu melibatkan banyak seperti perawatan umum, pengendalian glukosa darah dan
1) Perawatan umum/kaki
Jaga kebersihan kulit, hindari trauma kaki seperti sepatu yang sempit. Cegah trauma berulang
Pengendalian glukosa darah dan monitor HbA1c secara berkala merupakan langkah pertama
yang harus dilakukan, pengendalian faktor metabolik lain perlu dilakukan seperti hemoglobin,
albumin, dan lipid sebagai komponen tak terpisahkan juga perlu dilakukan. Pengendalian
3) Terapi medikamentosa
Untuk mencegah timbulnya atau berlanjutnya komplikasi kronik diabetes melitus termasuk
neuropati, saat ini sedang diteliti penggunaan obat-obat yang berperan pada proses timbulnya
dan fruktosa.
b. Penghambat ACE
d. Alpha lipoicacid, suatu antioksidan kuat yang dapat membersihkan radikal hidroksil,
28
f. Gangliodes, merupakan komponen utama membrane sel.
Sedangkan untuk mengatasi berbagai keluhan nyeri, sangat dianjurkan untuk memahami
mekanisme yang mendasari keluhan nyeri tersebut, antara lain aktivasi reseptor n-methyl-d-
aspartate (NMDA) yang berlokasi di membran post spinatik spinal cord dan pengeluaran
substance p dari serabut saraf besar a yang berfungsi sebagai neuromodulator nyeri.
Manifestasi nyeri dapat berupa rasa terbakar, hiperalgesia, alodinia, nyeri menjalar, dll.
Pemahaman terhadap mekanisme nyeri penting agar dapat member terapi yang lebih rasional,
meskipun terapi nyeri neuropati diabetik pada dasarnya bersifat simtomatis. Pengelolaan
nerve stimulation.
Dalam praktek sehari-hari, jarang ada obat tunggal yang mampu mengatasi nyeri neuropati
diabetes. Meskipun demikian, pengobatan nyeri umumnya dimulai dengan obat anti-depresan
29
atau anti-konvulsan tergantung ada tidaknya efek samping. Dosis obat dapat ditingkatkan
hingga dosis maksimum atau sampai efek samping muncul. Kadang-kadang kombinasi anti-
depresan dan anti-konvulsan cukup efektif. Bila dengan regimen ini belum atau kurang ada
perbaikan nyeri, dapat ditambahkan obat topikal. Bila tetap tidak atau kurang berhasil,
2.8 Komplikasi
Kehilangan sensasi menyebabkan cedera pada sendi, desktruksi sendi permanen (Charcot
joint), ulser pada kaki dan amputasi. Dapat menyebabkan ketidakmampuan, isolasi sosial dan
neuropati perifer adalah neuropati alkoholik, diabetic amyotrophy, porphyria, defisiensi vitamin
2.10 Edukasi
Edukasi pasien menjadi sangat penting dalam pengelolaan nyeri. Diperlukan penjelasan
tentang bahaya kurang atau hilangnya sensasi rasa di kaki, perlunya pemeriksaan kaki,
pentingnya evaluasi secara teratur terhadap kemungkinan timbulnya neurpati diabetik pada
30
2.11 Prognosis
Tipe diabetes melitus yang diderita akan mempengaruhi diagnosis neuropati diabetik.
Pada NIDDM (non-insulin dependent diabetes melitus atau DM Tipe 2) memiliki prognosis yang
lebih baik daripada tipe IDDM (insulin dependent diabetes melitus atau DM Tipe 1). Lama dan
beratnya diabetes melitus serta lama dan beratnya keluhan neuropati yang dialami, dan apakah
sudah mengenai saraf otonom, semuanya akan menentukan prognosis neuropati diabetik.
31
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Polineuropati diabetik (ND) merupakan salah satu komplikasi kronik dari Diabetes
Melitus. Dari 4 faktor (metabolik, vaskular, imun dan NGF) yang berperan pada mekanisme
patogenik adalah hiperglikemia sebagai komponen faktor metabolik yang merupakan dasar
Oleh karena itu, dalam pencegahan dan pengelolaan polineuropati diabetik pada pasien
diabetes melitus perlu diperhatikan, berdasarkan diagnosis diikuti dengan pengendalian glukosa
darah. Usaha mengatasi keluhan nyeri pada dasarnya bersifat simtomatis, dilakukan dengan
memberikan obat yang bekerja sesuai mekanisme yang mendasari keluhan nyeri tersebut.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Misbach, Jusuf; Abdul, Bar Hamid; Adre, Mayza; M. Kurniawan, Saleh. 2006. Buku
Pedoman Standar Pelayanan Medis (SPM) dan Standar prosedur Operasional (SOP)
Neurologi. PERDOSSI.
2. Dewanto, George; Wita, J. Suwono; Budi, Riyanto; Yuda, Turana. 2009. Panduan Praktis
Nugroho KH, editor. Symposium The New Management in Diabetic Melitus & Diabetic
33