Anda di halaman 1dari 33

Laporan Kasus

Polineuropaty

Di susun oleh :

dr. Santi Lestari

Pembimbing

dr. Danny Sp.S

Departemen Ilmu Penyakit Saraf

Rumah Sakit Umum Daerah Hasanuddin Damrah Manna 2017

1
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Neuropati merupakan suatu penyakit saraf yang sering ditemukan di klinik, ditandai

dengan gejala karakteristik berupa hilangnya serat saraf perifer secara progresif. Jenis neuropati

cukup bervariasi sesuai dengan penyebab, gejala klinik, dan derajad perkembangan penyakitnya.

Neuropati mulai dari yang akut hingga reversibel sampai dengan bentuk kronis dan ireversibel.

Neuropati merupakan bagian dari tripati yaitu bentuk komplikasi yang paling sering

ditemukan pada penderita diabetes melitus yang terdiri atas neuropati, retinopati dan nefropati.

Angka kejadian neuropati diabetik umumnya meningkat dengan bertambahnya umur dan

lamanya durasi diabetes melitus.

Neuropati diabetes adalah kelompok gangguan heterogen yang menunjukan abonrmalitas,

merupakan komplikasi jangka panjang dan sangat signifikan menghasilkan morbiditas dan

mortalitas.Diabetes sendiri merupakan penyakit kronis yang diderita seumurhidup sehingga

progresifitas penyakit akan terus berjalan, pada suatu saat dapat menimbulkan komplikasi.

Diabetes Mellitus (DM) biasanya berjalan lambatdengan gejala-gejala yang ringan sampai berat,

bahkan dapat menyebabkankematian akibat baik komplikasi akut maupun kronis.

Umumnya neuropati diabetik terjadi setelah adanya intoleransi glukosa yang cukup lama

sehingga hiperglikemia persisten dianggap sebagai faktor primer. Walaupun demikian, faktor

metabolik ini bukanlah satu-satunya faktor yang bertanggung jawab terhadap terjadinya

neuropati diabetik. Beberapa teori lain yang diterima ialah teori vaskular, autoimun dan nerve

growth factor.

2
Ada beberapa manifestasi klinik neuropati termasuk diantaranya mononeuropati ataupun

polineuropati. Pada pasien diabetes melituslebih banyak ditemukan polineuropati sensoris

distalis, disertai dengan gangguan serat saraf motorik dan otonom. Polineuropati merupakan

jenis neuropati yang menyebabkan kelainan fungsional simetris akibat kelainan-kelainan difus

yang mempengaruhi seluruh susunan saraf perifer.

Manifestasi bisa sangat bervariasi, mulai dari tanpa keluhan dan hanya bisa terdeteksi

dengan pemeriksaan elektrofisiologis, hingga keluhan nyeri yang hebat. Bisa juga keluhannya

dalam bentuk neuropati lokal atau sistemik yang semua itu bergantung pada lokasi dan jenis

saraf yang terkena lesi.

Risiko yang dihadapi pasien diabetes melitus dengan polineuropati diabetes antara lain

ialah infeksi berulang, ulkus yang tidak sembuh dan amputasi jari/kaki.

Berdasarkan penjelasan mengenai neuropati diabetik terkhususnya polineuropati sebagai

bentuk komplikasi kronis diabetes melitus yang paling sering terjadi. Maka saya tertarik untuk

mengambil polineuropati diabetes sebagai referat saya.

3
KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama :Ny. M

Umur :58 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Kota Manna

Pekerjaan :Ibu rumah tangga

Status : Menikah

II. ANAMNESA

Anamnesa dilakukan secara Autoanamnesis pada tanggal 16 Januari jam 10.00

Keluhan Utama : Nyeri pada kedua tungkai

Keluhan Tambahan : Kebas-kebas

RPS / Kronologis :

Pasien datang ke Poli Saraf Rumah Sakit Umum Daerah Hasanuddin Damrah Manna

dengan keluhan nyeri pada kedua tungkai yang dirasakan sejak 2 hari yang lalu, hal ini

dirasakan secara pelahan-lahan dan semakin hari semakin memberat. Keluhan nyeri pada

kedua tungkai juga dirasakansemakin hebat bahkan dengan bersentuhan pun pasien akan

terasa sangat kesakitan. Sebelumnya pasien di rawat oleh dokter penyakit dalam karena

kending manis.

4
Riwayat Penyakit Dahulu :

- Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami sakit dengan keluhan yang sama

- Riwayat trauma dikepala disangkal

- Riwayat sakit pada telinga, hidung, dan tenggorokan disangkal

- Riwayat sakit pada mata disangkal

- Riwayat penyakit hipertensi 10 tahun yang lalu

- Riwayat penyakit stroke disangkal

- Riwayat penyakit diabetes mellitus 1tahun terakhir

- Riwayat penyakit jantung telah di alamai sejak beberapa tahun terakhir

- Riwayat penyakit asma disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :

- Riwayat menderita penyakit yang sama pada keluarga tidak tahu

- Riwayat penyakit hipertensi tidak tahu

- Riwayat penyakit diabetes mellitus tidak tahu

- Riwayat penyakit jantung tidak tahu

- Riwayat penyakit stroke tidak tahu

- Riwayat trauma dikepala tidak tahu

- Riwayat penyakit asma tidak tahu

Riwayat Pribadi :

- Riwayat merokok disangkal

- Riwayat minum alkohol disangkal

5
III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 16 Januari 2017 jam 10.00 WIB

Keadaan Umum : Tampak lemah (sakit sedang)

BB :65 kg

TB :170 cm

BMI : 22,49 kg/m2

Status Gizi : baik

Vital Sign

TD : 170/110 mmHg

Nadi : 80x/menit, isi dan tegangan cukup

RR : 20 x/menit, reguler

T : 36,7 oC (axiler)

Status Internus

Thorax

Cor

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavikularis sinistra,

tidak kuat angkat.

Perkusi : Konfigurasi jantung dalam batas normal

6
Auskultasi:BJ I > BJ II, Suara tambahan (-)

Pulmo

Inspeksi : Simetris statis dinamis

Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri

Perkusi : Sonor diseluruh lapangan paru

Auskultasi: Vesikuler (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen

Inspeksi : Simetris, warna kulit sesuai

Auskultasi: Peristaltik (+) normal

Perkusi : Timpani (+)

Palpasi :Soepel, nyeri tekan (-), Hepar/Lien/Ren tidak teraba

Status Neurologik

Kesadaran : Compos Mentis

Kuantitatif : GCS E4M6V5 : 15

Kualitatif : Tingkah laku : normoaktif

Perasaan hati : Eutimik

Orientasi : tempat : baik, waktu : baik, orang : baik, sekitar : baik.

Jalan pikiran : baik

kecerdasan : baik

Daya ingat baru : baik

7
daya ingat lama : baik

Kemampuan bicara : baik, tidak ada kelainan

sikap tubuh : baik

Cara berjalan :Pasien mengalami kesulitan berjalan sendiri karena kedua kaki

lemah

Gerakan abnormal : tidak ada

Kepala : bentuk mesocephal

Mata : Ca (+/+) , SI (-/-) , reflek cahaya (+/+) , edem palpebra (-/-) ,

pupil isokor 2,5 mm/2,5 mm, nistagmus (-)

Hidung : nafas cuping hidung (-) , deformitas (-) , secret (-),

pembesaran konka (-), konka hiperemis (-)

Telinga : serumen (-/+) , nyeri mastoid (-/-) , nyeri tragus (-/-),

membran tympani intag, gembrebeg (-/-)

Mulut : sianosis (-), gigi berlubang (+), karies gigi (-),lidah kotor (-),

tonsil T1-T1, hiperemis (-), kripte melebar (-), dinding faring

posterior : hiperemis (-), jaringan granulasi (-).

Leher : pembesaran kelenjar limfe (-), pembesaran kelenjar

tiroid (-), kaku kuduk (-)

Sikap : simetris

Gerakan : gerakan bebas (+), kaku (-)

kaku kuduk : (-)

Tes lhermite : tidak dilakukan

Tes nafsiger : tidak dilakukan

8
Tes Brudzinski : tidak dilakukan

Tes valsava : tidak dilakukan

Nervi Cranialis

N I. (OLFAKTORIUS)

Daya pembau Kanan Kiri

Baik baik

N II. (OPTIKUS)

Kanan Kiri Fundus okuli kanan kiri

Daya penglihatan baik baik Pupil PBI PBI

Pengenalan warna baik baik Perdarahan (-) (-)

Medan penglihatan baik baik

N III. (OKULOMOTORIUS)

Kanan Kiri Kanan Kiri

Ptosis (-) (-) Reflek cahaya langsung(+) (+)

Gerak mata ke atas (+) N (+)N Reflek cahaya konsesuil (+) (+)

Gerak mata ke bawah (+) N (+) N Reflek akomodasi (+) (+)

Gerak mata media (+) N (+) N

Ukuran pupil 2,5mm2,5mm Strabismus divergen (-) (-)

Bentuk pupil Bulat Bulat Diplopia (-) (-)

9
N IV. (TROKHLEARIS)

Kanan Kiri

Gerak mata lateral bawah (+) N (+) N

Strabismus konvergen (-) (-)

Diplopia (-) (-)

N V. (TRIGEMINUS)

Kanan Kiri Kanan Kiri

Menggigit (+) N (+) N Reflek kornea (+) N (+) N

Membuka mulut (+) N (+) N Reflek bersin (+) N (+) N

Sensibilitas muka atas (+) N (+) N Reflek masseter (+) N (+) N

Sensibilitas muka tengah (+) N (+) N Reflek zigomatikus (+) N (+) N

Sensibilitas muka bawah (+) N (+) N

N VI. (ABDUSEN)

Kanan Kiri

Gerak mata ke lateral (+) N (+) N

Strabismus konvergen (-)(-)

Diplopia(-) (-)

N VII. (FASIALIS)

Kanan kiri kanan kiri

10
Kerutan kulit dahi (+) N (+) N Meringis (+) N (+) N

Menutup mata (+) N (+) N Tik fasial (-) (-)

Kedipan mata (+) N (+) N Lakrimasi (-) (-)

Lipatan naso-labial simetris simetrisDaya kecap 2/3 depandbn dbn

Sudut mulut simetris simetris Mengerutkan alis (+) N (+) N

Mengerutkan dahi (+) N(+) N

N VIII. (AKUSTIKUS)

Kanan kiri kanan kiri

Mendengar suara berbisik (+) N (+) N Tes Rinne tidak dilakukan

Mendengar detik arloji (+) N (+) N Tes Webertidak dilakukan

Tes Swabachtidak dilakukan

N IX. (GLOSOFARINGEUS)

Kanan kiri kanan kiri

Arkus faring simetris simetris Sengau (-) (-)

Daya kecap 1/3 belakang tidak ada kelainan Tersedak (-) (-)

Reflek muntah (+) N (+) N

N X. (VAGUS)

Kanan kiri kanan kiri

Arkus faring (+) N (+) N Bersuara (+) N (+) N

Daya kecap 1/3 belakang tidak ada kelainan Menelan (+) N (+) N

11
N XI. (AKSESORIUS)

Kanan kiri Kanan kiri

Memalingkan kepala (+) N (+) N Mengangkan bahu simetris simetris

Sikap bahu simetris simetrisTrofi otot bahu (-) (-)

N XII. (HIPOGLOSUS)

Kanan kiri kanan kiri

Sikap lidahsimetris simetris Kekuatan lidah baik baik

Artikulasi jelas jelas Trofi otot lidah(-) (-)

Tremor lidah(-) (-) Fasikulasi lidah(-) (-)

Menjulurkan lidahsimetris simetris

BADAN

Trofi otot punggung : (-) Trofi otot dada : (-)

Nyeri membungkukkan badan : (-) Palpasi dinding perut : defance muscular (-)

Vertebra : bentuk : simetris Nyeri tekan : (-)

Gerakan : dalam batas normal

Sensibilitas (tentukan batas yang jelas pada gambar)

Reflek dinding perut(kanan) : (+) N (kiri) : (+) N

Reflek kremaster

12
ANGGOTA GERAK ATAS

Kanan kiri kanan kiri

Inspeksi: Drop hand (-) (-) Claw hand(-) (-)

Pitchers hand (-) (-) Kontraktur (-) (-)

Warna kulitsesuai dengan warna kulit disekitarnya

Palpasi (sebut kelainannya) : Normal (tidak ada kelainan)

Lengan atas lengan bawah tangan

Kanan kiri kanan kiri kanan kiri

Gerakan bebas bebas bebas bebas bebas bebas

Kekuatan 5 5 5 5 5 5

Tonus (+) N (+) N (+) N (+) N (+) N (+) N

Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi

Sensibilitas :

Nyeri normal normal normal normal normal normal

Termis normal normal normal normal normal normal

Taktil normal normal normal normal normal normal

Diskriminasi normal normal normal normal normal normal

Posisi normal normal normal normal normal normal

vibrasi normal normal normal normal normal normal

13
Bisep Trisep Radius Ulna

Kanan kiri kanan kiri kanan kiri kanan kiri

Reflek fisiologik(+) (+) (+) (+) (+) (+) (+) (+)

Perluasan reflek(-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-)

Reflek silang(-)(-) (-) (-) (-) (-) (-) (-)

ANGGOTA GERAK BAWAH

Kanan kiri kanan kiri

Inspeksi: drop foot (-) (-) Kontraktur (-) (-)

Palpasi: udem (-) (-) Warna kulit sama seperti kulit disekitar

Tungkai atas Tungkai bawah Kaki

Kanan kiri kanan kiri kanan kiri

Gerakan terbatas terbatas terbatas terbatas terbatasterbatas

Kekuatan 444 444

Tonus (+) N(+) N (+) N (+) N (+) N (+) N

Trofi eutrofi eutrofieutrofi eutrofi eutrofi eutrofi

Sensibilitas :

Nyeri normal normal normal normal normal normal

Termis normal normal normal normal normal normal

Taktil normal normal normalnormal normal normal

Diskriminasi normal normal normal normalnormal normal

Posisi normal normal normalnormal normal normal

14
vibrasi normal normal normal normal normal normal

Patella Achiles

Kanan kiri kanan Kiri

Reflek fisiologis (+) (+) (+) (+)

Perluasan reflek (-) (-) (-) (-)

Reflek silang (-) (-) (-) (-)

Kanan Kiri Kanan Kiri

Reflek Patologis

Babinski (-) (-) Tes Homan tromer (-) (-)

Chaddock (-) (-) Gonda (-) (-)

Oppenheim (-) (-) Rossolimo(-) (-)

Gordon (-) (-) Mendel-Becterew(-) (-)

Tes Lasegue (-) (-) tes Brudzinski II(-) (-)

Tes Kernig (-) (-) Klonus kaki (-) (-)

Tes patrik (-) (-)

Tes kontra patrik (-) (-)

KOORDINASI LANGKAH DAN KESEIMBANGAN

Cara berjalan : pasien sulit jalan sendiri

Tes Romberg : (-)

Disdiadokhokinesis : (-)

15
Robound fenomen : (-)

Nistagmus : (-)

Dismetri :

Tes telunjuk hidung : tidak dilakukan pemeriksaan

Tes telunjuk telunjuk : tidak dilakukan pemeriksaan

Tes hidung telunjuk hidung :tidak dilakukan pemeriksaan

FUNGSI VEGETATIF

Miksi : inkontinentia urin : (-) retensio urin : (-)

anuria :(-) poliuria : (-)

Defekasi : inkontinentia alvi : (-) retensio alvi : (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

DIAGNOSIS BANDING

1. Guillain-Barr syndrome

2. Charcot-Marie-Tooth syndrome,

3. Porphyria,

DIAGNOSIS AKHIR

Diagnosis Klinik : Polineuropati

Diagnosis Topis : Saraf Tepi

16
Diagnosis Etiologik :Diabetis Militus

PENATALAKSANAAN

1. Medikamentosa

a. Paracetamol 4x1000mg

b. Alprazolam 2x0,25mg

c. Meloxicam 1x15mg

d. Amytriptilin 12,5 ( 0-0-1)

PROGNOSIS

Death : ad bonam

Disease : ad bonam

Disability : ad bonam

Discomfort : ad bonam

Dissatisfaction : ad bonam

17
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Polineuropati diabetes adalah suatu kondisi yang mempengaruhi berberapa saraf perifer

yang disebabkan oleh degenerasi saraf perifer akibat langsung dari peningkatan kadar glukosa

darah pada pasien diabetes melitus. Istilah deskriptif yang menunjukan adanya gangguan, baik

klinis maupun subklinis, yang terjadi pada diabetes melitus tanpa penyebab neuropati perifer

yang lain. Distribusi polineuropati umumnya bilateral simetris dan perkembangannya lambat.

Polineuropati atau peripheral neuropati diidentifikasikan pada daerah distal dan dimulai dari kaki

kemudian meningkat ke atas.

2.2 Epidemiologi

Studi epidemiologi menunjukan prevalensi dari peripheral neuropati berkisar antara 5%

sampai 100%. Prevalensi neuropati diabetik (ND) dalam berbagai literatur sangat bervariasi.

Penelitian di Amerika Serikat memperlihatkan bahwa 10-20 % pasien saat ditegakan Diabetes

Melitus telah mengalami neuropati. Prevalensi neuropati diabetik ini akan meningkat sejalan

dengan lamanya penyakit dan tingginya hiperglikemia. Diperkirakan setelah menderita diabetes

selama 25 tahun, prevalensi neuropati diabetik 50 %. Kemungkinan terjadi neuropati diabetik

pada kedua jenis kelamin sama.

Neuropati ditemukan pada hampir 30 % penderita diabetes melitus, angka kejadian

neuropati diabetik yang disertai dengan nyeri ditemukan pada 16% sampai dengan 26%

penderita neuropati diabetik. Lama menderita diduga sangat berkaitan dengan perkembangan dan

18
progresivitas neuropati diabetik dan hal ini berpengaruh terhadap timbulnya nyeri neuropati pada

penderita diabetes melitus.

Diabetes Mellitus (DM) terjadi pada sekitar 20 % populasi > 65 tahun. Penyebab

Neuropati terbanyak. Prevalensi neuropati pada pasien DM sekitar 66%. Sekitar8% sudah

menderita neuropati pada saat didiagnosa DM, 50% setelah 25 tahun didiagnosa DM, 45% pada

pasien NIDDM, 54% pada pasien IDDM.

2.3 Faktor Risiko

Hiperglikemia merupakan faktor risiko pada pasien DM Tipe 1 dan DM Tipe 2. Hubungan

lain yang juga berperan adalah usia, lama mengalami diabetes, kualitas kontrol metabolik, berat

badan, konsumsi rokok, kadar HDL dan temuan penyakit kardiovaskular.

2.4 Patofisiologi

Saraf perifer (saraf spinalis dan kranialis) untuk memelihara otot, kulit, dan pembuluh

darah terdiri dari sejumlah saraf campuran yaitu saraf motorik, sensorik, dan vegetatif. Dari segi

fisiologis, ketiga jenis saraf tadi dibedakan berdasarkan ukuran penampangnya, yaitu saraf tipe A

(5-12 mikron), tipe B (3-4 mikron), dan tipe C (1-2 mikron). Saraf tipe A aksonnya bermielin

tebal, tipe b bermielin tipis dan tipe C aksonnya tidak bermielin. Akson bermielin tebal adalah

akson saraf motorik pada umumnya dan sebagian saraf sensorik untuk jenis protopatik. Akson

bermielin tipis adalah sebagian akson saraf motorik dan sebagian saraf sensorik. Akson yang

tidak bermielin adalah akson sensorik dan autonom.

Neuropati diabetik tidak terjadi oleh karena faktor tunggal, melainkan karena interaksi

beberapa faktor, seperti faktor metabolik, vaskular dan mekanik. Faktor kausatif utama adalah

gangguan metabolik jaringan saraf.

19
1) Faktor metabolik

Proses kejadian neuropati berawal dari hiperglikemia berkepanjangan yang berakibat

terjadinya peningkatan aktivitas jalur poliol, pembentukan radikal bebas dan aktivasi Protein

Kinase C (PKC), sintesis advance glycosilation end products (AGEs). Aktivasi berbagai jalur

tersebut berujung pada kurangnya vasodilatasi, sehingga aliran darah ke saraf menurun

bersama rendahnya mioninositol dalam sel terjadilah neuropati diabetik. Berbagai penelitian

membuktikan bahwa kejadian neuropati diabetik sangat berhubungan dengan lama dan

beratnya diabetes melitus.

a. Peningkatan aktivitas jalur poliol

Proses terjadinya neuropati diabetik berawal dari hiperglikemia yang berkepanjangan.

Hiperglikemia persisten menyebabkan aktivitas jalur poliol meningkat, yaitu terjadi

aktivasi enzim adose-reduktase, yang mengubah glukosa menjadi sorbitol, yang

kemudian dimetabolisasi oleh sorbitol dehidrogenase menjadi fruktosa. Akumulasi

sorbitol dan fruktosa dalam sel saraf merusak sel saraf melalui mekanisme yang belum

jelas. Salah satu kemungkinannya ialah akibat akumulasi sorbitol dalam sel saraf

menyebabkan keadaan hipertonik intraseluler sehingga mengakibatkan edem saraf.

Peningkatan sintesis sorbitol mengakibatkan terhambatnya mioinositol masuk ke dalam

sel saraf. Penurunan mioinositol dan akumulasi sorbitol secara langsung menimbulkan

stress osmotik yang akan merusak mitokondria dan akan menstimulasi protein kinase c

(PKC).

b. Aktivasi PKC

Aktivasi PKC ini akan menekan fungsi Na-K-ATP-ase, sehingga kadar na intraseluler

menjadi berlebihan, yang berakibat terhambatnya mioinositol masuk ke dalam saraf

20
sehingga terjadi gangguan tranduksi sinyal saraf. Reaksi jalur poliol ini juga

menyebabkan turunnya persediaan nadph saraf yang merupakan kofaktor penting dalam

metabolisme oksidatif. Karena nadph merupakan kofaktor penting untuk gluthation dan

nitric oxide synthase (NOS), pengurangan kofaktor tersebut membatasi kemampuan saraf

untuk mengurangi radikal bebas dan penurunan produksi nitric oxide (NO).

c. Sintesis advance glycosilation end products (AGEs).

Disamping meningkatkan aktivitas jalur poliol, hiperglikemia berkepanjangan akan

menyebabkan terbentuknya advance glycosilation end products (AGEs). Ages ini sangat

toksik dan merusak semua protein tubuh, termasuk sel saraf. Dengan terbentuknya AGEs

dan sorbitol, maka sintesis dan fungsi NO akan menurun, yang berakibat vasodilatasi

berkurang, aliran darah ke saraf menurun, dan bersama rendahnya mioinositol dalam sel

saraf, terjadilah neuropati diabetik. Kerusakan aksonal metabolik awal masih dapat

kembali pulih dengan kendali glikemik yang optimal. Tetapi bila kerusakan metabolik ini

berlanjut menjadi kerusakan iskemik, maka kerusakan struktural akson tersebut tidak

dapat diperbaiki lagi.

2) Kelainan vaskular

Hiperglikemia juga mempunyai hubungan dengan kerusakan mikrovaskular. Hiperglikemia

persisten merangsang produksi radikal bebas oksidatif yang disebut reactive oxygen species

(ROS). Radikal bebas ini membuat kerusakan endotel vaskular dan menetralisir NO, yang

berefek menghalangi vasodilatasi mikrovaskular. Mekanisme kelainan mikrovaskular tersebut

dapat melalui penebalan membran basalis; trombosit pada arteriol intraneural; peningkatan

agregasi trombosit dan berkurangnya deformabilitas eritrosit; berkurangnnya aliran darah

saraf dan peningkatan resistensi vaskular; stasis aksonal, pembengkakan dan demielinisasi

21
pada saraf akibat iskemia akut. Kejadian neuropati yang didasari oleh kelainan vaskular masih

bisa dicegah dengan modifikasi faktor risiko kardiovaskular, yaitu kadar trigliserida yang

tinggi, indeks massa tubuh, merokok dan hipertensi.

3) Mekanisme Imun

Suatu penelitian menunjuikan bahwa 22% dari 120 penyandang dm tipe 1 memiliki

complement fixing antisciatic nerve antibodies dan 25% pasien dm tipe 2 memperlihatkan

hasil yang positif. Hal ini menunjukan bahwa antibody tersebut berperan pada patogenesis

neuropati diabetik. Bukti lain yang menyokong peran antibodi dalam mekanisme patogenik

adalah antineural antibodies pada serum sebagian penyandang diabetes melitus. Autoantibodi

yang beredar ini secara langsung dapat merusak struktur saraf motorik dan sensorik yang bias

dideteksi dengan imunofloresens indirek. Disamping itu adanya penumpukan antibodi dan

komplemen pada berbagai komponen saraf suralis memperlihatkan kemungkinan peran proses

imun.

4) Peran nerve growth factor (NGF).

NGF diperlukan untuk mempercepat dan mempertahankan pertumbuhan saraf. Pada

penyandang diabetes, kadar NGF serum cenderung turun dan berhubungan dengan derajat

neuropati. NGF juga berperan dalam regulasi gen substance p dan calcitonin-gen-regulated

peptide (CGRP). Peptide ini mempunyai efek terhadap vasodilatasi, mobilitas intestinal dan

nosiseptif, yang semuanya mengalami gangguan pada neuropati diabetik.

22
2.5 Manifestasi Klinis

Terlihat pada 20% pasien diabetes melitus, tetapi dengan pemeriksaan elektrofisiologi pada

diabetes melitus asimptomatik tampak bahwa penderita sudah mengalami neuropati subklinik.

Pada kasus yang jarang, neuropati mungkin merupakan tanda awal suatu diabetes melitus.

Gambar 2-1 Perbedaan manifestasi klinis dari neuropati diabetes (Modified from Pickup J, Williams G [eds]. Textbook of
5
Diabetes, Vol 1. Oxford, UK, Blackwell Scientific, 1997.)

Polineuropati sensorik-motorik simetris, bentuk ini paling sering dijumpai, keluhan dapat

dimulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat.Polineuropati biasanya memiliki

karakteristik :

23
Gambar 2-2 Perbedaan manifestasi klinis neuropati serat besar dan kecil fibroneuropathy. ADL, activities of daily living; QOL,
quality of life. (Adapted from Vinik AI, Mehrabyan A. Diabetic neuropathies. Med Clin North Am 2004;88:947-999.)5
1) Tanda pertama muncul pada tungkai bawah.

2) Parestesia selalu terjadi pada jari kaki atau telapak kaki, terutama pada malam hari.Ada rasa

tebal atau kesemutan, terutama pada tungkai bawah

3) Sensasi sarung pada kaki seperti kaos kaki

4) Kehilangan refleks Achilles

5) Penyusutan atau kehilangan perasaan getar, dimulai dari distal.

6) Saat kondisi berkembang, terjadi paresis extensor jari kaki pada dorsum kaki.

7) Makin lama, paresis sepanjang extensor jari dan kaki.

8) Kedua kaki terkulai.

9) Sensasi seperti terbakar.

10) Gangguan sensoris dan kelemahan menyebar ke tungkai atas.

24
2.6 Diagnosis

2.6.1 Diagnosis Diabetes Melitus

Langkah-langkah diagnosis dm dan gangguan toleransi glukosa berdasarkan perkeni dalam

konsensus diabetes melitus tipe 2 Tahun 2011 ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa

darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.

Untuk penentuan diagnosis, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah

pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Sedangkan untuk tujuan

pemantauan hasilpengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah

kapiler dengan glukometer.

Secara ringkas kriteria diagnosis diabetes melitus untuk dewasa tidak hamil berdasarkan

Perkeni Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 2-1 seperti yang tertera di bawah ini.Berbagai

keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya diabetes melitus perlu

dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik diabetes melitus seperti di bawah ini:

1) Keluhan klasik berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan.

2) Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi

pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

Tabel 2-1. Kriteria Diagnosis DM

No. Kriteria diagnosis diabetes mellitus

1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dl (11,1 mmol/l). Glukosa plasma
sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan
waktu makan terakhir.
2. Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dl (7.0 mmol/l). Puasa diartikan
pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.
Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dl (11,1 mmol/l). TTGO yang dilakukan
3. dengan standar who, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa
anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.
* pemeriksaan HbA1c (>6.5%) oleh ada 2011 sudah dimasukkan menjadi salah satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada
14
sarana laboratorium yang telahterstandardisasi dengan baik.

25
Keterangan gambar :
GDP = glukosa darah puasa
GDS = glukosa darah sewaktu
GDPT = glukosa darah puasa terganggu
TGT = toleransi glukosa terganggu

Gambar 2-1. Langkah-Langkah Diagnostik DM

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau dm, bergantung pada hasil

yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT)

atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT).13,14

1) TGT : diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma

2 jam setelah beban antara 140-199 mg/dl (7,8-11,0 mmol/l).

2) GDPT:diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa

didapatkan antara 100 125 mg/dl (5,6-6,9 mmol/l) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam

< 140 mg/dl.

26
2.6.2 Diagnosis Polineuropati Diabetes

Polineuropati sensori-motor simetris distal atau distal symmetrical sensorymotor

polyneuropathy (DPN) merupakan jenis kelainan yang paling sering terjadi, ditandai dengan

berkurangnya fungsi sensorik secara progresif dan fungsi motorik (lebih jarang) berlangsung

pada bagian distal yang berkembang ke arah proksimal.

Diagnosis neuropati perifer diabetik dalam praktek sehari-hari, sangat bergantung pada

ketelitian pengambilan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Hanya dengan jawaban tidak ada

keluhan neuropati saja tidak cukup mengeluarkan kemungkinan adanya neuropati. Pada evaluasi

tahunan, perlu dilakukan pengkajian terhadap : 1). Refleks motorik, 2). Fungsi serabut saraf

besar dengan tes kuantifikasi sensasi kulit seperti tes rasa getar (biotesiometer) dan rasa tekan

(estesiometer dengan filament mono semmes-weinstein); 3). Fungsi serabut saraf kecil dengan

sensasi suhu; 4). Untuk mengetahui dengan lebih awal adanya gangguan hantar saraf dapat

dikerjakan elektromiografi.

Bentuk lain yang juga sering ditemukan ialah neuropati otonom (parasimpatis dan

simpatis) atau diabetic autonomic neuropathy (dan). Uji komponen parasimpatis dan dilakukan

dengan 1). Tes respons denyut jantung terhadap maneuver vasalva; 2). Variasi denyut jantung

selama napas dalam (denyut jantung maksimum-minimum).Uji komponen simpatis dan

dilakukan dengan 1). Respons tekanan darah terhadap berdiri (penurunan sistolik); respons

tekanan darah terhadap genggaman (peningkatan diastolik).

2.7 Terapi

Strategi pengelolaan pasien diabetes melitus dengan keluhan neuropati diabetes dibagi ke

dalam 3 bagian. Strategi pengelolaan pertama adalah diagnosis nd sedini mungkin, strategi kedua

27
yaitu dengan kendali glikemik dan perawatan kaki sebaik-baiknya, dan strategi yang ketiga yaitu

pengendalian keluhan neuropati/nyeri neuropati diabetik. Selain itu pengendalian neuropati

diabetik perlu melibatkan banyak seperti perawatan umum, pengendalian glukosa darah dan

parameter metabolik lain.

1) Perawatan umum/kaki

Jaga kebersihan kulit, hindari trauma kaki seperti sepatu yang sempit. Cegah trauma berulang

pada neuropati kompresi.

2) Pengendalian glukosa darah

Pengendalian glukosa darah dan monitor HbA1c secara berkala merupakan langkah pertama

yang harus dilakukan, pengendalian faktor metabolik lain perlu dilakukan seperti hemoglobin,

albumin, dan lipid sebagai komponen tak terpisahkan juga perlu dilakukan. Pengendalian

glukosa darah mampu mengurangi komplikasi kronik diabetes termasuk neuropati.

3) Terapi medikamentosa

Untuk mencegah timbulnya atau berlanjutnya komplikasi kronik diabetes melitus termasuk

neuropati, saat ini sedang diteliti penggunaan obat-obat yang berperan pada proses timbulnya

komplikasi kronik diabetes, yaitu :

a. Golongan aldose reductase inhibitor, yang berfungsi menghambat penimbunan sorbitol

dan fruktosa.

b. Penghambat ACE

c. Neurotropin : nerve growth factor, brain-derived neurotrophic factor.

d. Alpha lipoicacid, suatu antioksidan kuat yang dapat membersihkan radikal hidroksil,

superoksida, dan peroksil serta membentuk kembali glutation.

e. Penghambat protein kinase c

28
f. Gangliodes, merupakan komponen utama membrane sel.

g. Gamma linoleic acid (GLA) suatu prekusor membrane fosfolipid.

h. Aminoguanidin, berfungsi menghambat pembentukan AGEs.

i. Human intravenous immunoglobulin, memperbaiki gangguan neurologik maupun non

neurologik akibat penyakit autoimun.

4) Pedoman pengelolaan dengan nyeri

Sedangkan untuk mengatasi berbagai keluhan nyeri, sangat dianjurkan untuk memahami

mekanisme yang mendasari keluhan nyeri tersebut, antara lain aktivasi reseptor n-methyl-d-

aspartate (NMDA) yang berlokasi di membran post spinatik spinal cord dan pengeluaran

substance p dari serabut saraf besar a yang berfungsi sebagai neuromodulator nyeri.

Manifestasi nyeri dapat berupa rasa terbakar, hiperalgesia, alodinia, nyeri menjalar, dll.

Pemahaman terhadap mekanisme nyeri penting agar dapat member terapi yang lebih rasional,

meskipun terapi nyeri neuropati diabetik pada dasarnya bersifat simtomatis. Pengelolaan

dengan nyeri yang dianjurkan ialah :

a. NSAID (ibuprofen 600 mg 4 x/hari, sulindac 200 mg 2 x/hari).

b. Antidepresan trisiklik (amitriptilin 50-150 mg malam hari, imipramin 100 ng/hari,

nortriptilin 50-150 mg malam hari, paroxetine 40 mg/hari).

c. Antikonvulsan (gabapentin 900 mg 3 x/hari, karbamazepin 200 mg 4 x/hari).

d. Antiaritmia (mexilletin 150-450 mg/hari)

e. Topical : capsaicin 0,075 % 4x/hari, fluphenazine 1 mg 3x/hari, transcutaneous electrical

nerve stimulation.

Dalam praktek sehari-hari, jarang ada obat tunggal yang mampu mengatasi nyeri neuropati

diabetes. Meskipun demikian, pengobatan nyeri umumnya dimulai dengan obat anti-depresan

29
atau anti-konvulsan tergantung ada tidaknya efek samping. Dosis obat dapat ditingkatkan

hingga dosis maksimum atau sampai efek samping muncul. Kadang-kadang kombinasi anti-

depresan dan anti-konvulsan cukup efektif. Bila dengan regimen ini belum atau kurang ada

perbaikan nyeri, dapat ditambahkan obat topikal. Bila tetap tidak atau kurang berhasil,

kombinasi obat yang lain dapat dilakukan.

2.8 Komplikasi

Kehilangan sensasi menyebabkan cedera pada sendi, desktruksi sendi permanen (Charcot

joint), ulser pada kaki dan amputasi. Dapat menyebabkan ketidakmampuan, isolasi sosial dan

kehilangan kemandirian terutama pada pasien usia tua.

2.9 Diagnosis Banding

Diagnosis banding untuk neuropati perifer motorik adalah Guillain-Barr syndrome,

Charcot-Marie-Tooth syndrome, porphyria, lead poisoning dandiphtheria.Sedangkan nyeri pada

neuropati perifer adalah neuropati alkoholik, diabetic amyotrophy, porphyria, defisiensi vitamin

B1 atau vitamin B12 dan carcinoma.

2.10 Edukasi

Edukasi pasien menjadi sangat penting dalam pengelolaan nyeri. Diperlukan penjelasan

tentang bahaya kurang atau hilangnya sensasi rasa di kaki, perlunya pemeriksaan kaki,

pentingnya evaluasi secara teratur terhadap kemungkinan timbulnya neurpati diabetik pada

pasien diabetes melitus.

30
2.11 Prognosis

Tipe diabetes melitus yang diderita akan mempengaruhi diagnosis neuropati diabetik.

Pada NIDDM (non-insulin dependent diabetes melitus atau DM Tipe 2) memiliki prognosis yang

lebih baik daripada tipe IDDM (insulin dependent diabetes melitus atau DM Tipe 1). Lama dan

beratnya diabetes melitus serta lama dan beratnya keluhan neuropati yang dialami, dan apakah

sudah mengenai saraf otonom, semuanya akan menentukan prognosis neuropati diabetik.

31
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Polineuropati diabetik (ND) merupakan salah satu komplikasi kronik dari Diabetes

Melitus. Dari 4 faktor (metabolik, vaskular, imun dan NGF) yang berperan pada mekanisme

patogenik adalah hiperglikemia sebagai komponen faktor metabolik yang merupakan dasar

utama patogenesis ND.

Oleh karena itu, dalam pencegahan dan pengelolaan polineuropati diabetik pada pasien

diabetes melitus perlu diperhatikan, berdasarkan diagnosis diikuti dengan pengendalian glukosa

darah. Usaha mengatasi keluhan nyeri pada dasarnya bersifat simtomatis, dilakukan dengan

memberikan obat yang bekerja sesuai mekanisme yang mendasari keluhan nyeri tersebut.

Pendekatan non-farmakologis termasuk edukasi sangat diperlukan, mengingat perbaikan total

sulit untuk dicapai.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Misbach, Jusuf; Abdul, Bar Hamid; Adre, Mayza; M. Kurniawan, Saleh. 2006. Buku

Pedoman Standar Pelayanan Medis (SPM) dan Standar prosedur Operasional (SOP)

Neurologi. PERDOSSI.

2. Dewanto, George; Wita, J. Suwono; Budi, Riyanto; Yuda, Turana. 2009. Panduan Praktis

Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta : EGC.

3. Suhartono T. Diabetik Neuropati.Manajemen Terapi Fokus Cinula. Dalam: Lestariningsih,

Nugroho KH, editor. Symposium The New Management in Diabetic Melitus & Diabetic

Polineuropati. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro 2009; 15-20

4. Sjahrir H. Diabetic Neurophaty. Postgrad Med J 2006, 82: 95-100.

33

Anda mungkin juga menyukai