Anda di halaman 1dari 22

BAB I

KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Ny. N
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 43 tahun
Agama : Islam
Alamat : Bumiharja 1 / 1
MRS : 16 Oktober 2017

Anamnesis (Autoanamnesis)
Keluhan utama
Kejang
Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Suradadi rujukan dari puskesmas Tarub
dengan keluhan kejang 1x di rumah, Kejang seluruh tubuh. Mata melirik
keatas dan mulut mengeluarkan busa. Kejang kira-kira 15 menit. Selain
kejang pasien juga mengeluh nyeri ulu hati dan mual.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya pernah dirawat karena keluhan seperti ini sekitar 3
tahun yang lalu
Riwayat penyakit keluarga
Keluhan yang sama dalam keluarga di akui yaitu ayah pasien
Riwayat Pengobatan
Pasien pernah mendapatkan pengobatan sebelumnya untuk keluhan
yang sekarang, namun tidak pernah kontrol
Riwayat Alergi
Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi terhadap obat-obatan,
makanan dan cuaca.
II. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum tampak lemas, kesadaran compos mentis,
Tensi 140/80 mmHg

1
frekuensi nadi 130 kali/menit
pernapasan 22 kali/menit
suhu 36,8oC
SpO2 100%

Kepala: Bentuk normocephal, simetris, rambut hitam, tidak mudah dicabut,


hematom (-)
Mata. konjungtiva anemis (-/-) , sklera ikterik (-/-) ,pupil isokor kanan dan
kiri, refleks cahaya positif pada kedua mata
Hidung. Septum di tengah, tidak deviasi, pernafasan cuping hidung (-),
sekret (-).
Mulut.Mukosa bibir basah, lidah (-), faring dan tonsil tidak hiperemis
Leher.Pada inspeksi bentuk normal, pembesaran kelenjar tiroid dan
kelenjar getah (-), JVP tidak meningkat
Thoraks.Pada inspeksi bentuk dada kanan dan kiri sama, pergerakan nafas
kanan dan kiri sama, iktus kordis tidak terlihat, auskultasi pernafasan
vesikuler (+/+), ronkhi (-/-),wheezing (-/-), bunyi jantung I-II reguler,
murmur (-) gallop (-/-).
Abdomen. Pada inspeksi supel, perut tampak datar, , hepar dan lien tidak
teraba, nyeri tekan epigastrik (+) perkusi seluruh lapang abdomen
timpani, auskultasi bising usus normal
Pinggang. Nyeri ketok CVA (-/-)
Ekstremitas. Akral dingin (-/-), CRT <2 detik

III. Hasil Pemeriksaan laboratorium (16 Oktober 2017)


18 Juli 2017 Hasil Nilai Rujukan
MCH 29,3 pg 27-35 pg
MCHC 34,9 g/dL 30-40 g/dL
MCV 83,8 fl 80-100 fl
Leukosit 5350/mm3 4.000 10.000/mm3
Eritrosit 4,45 x 106/mm3 4.25 5.40/mm3
Hemoglobin 13,0 g/dL 12.0 16.0
Hematokrit 37,3 % 37.0 47.0

2
Trombosit 213 x 103/mm3 150.000 450.000/mm3

IV. Diagnosis
Epilepsi
Gastritis

V. Penatalaksanaan
Terapi IGD
Inf RL 20 tpm
O2 3 lpm nasal kanul
Inj Prosogan 2 x 30 mg
Inj Diazepam 30 mg bolus ( ekstra )
Asam valproat syr 3 x 1 cth

VI. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungtionam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : Dubia ad bonam

3
Follow up (17 Oktober 2017)
S O A P
Kejang (-) KU/Kes: S.sedang/CM Epilepsi IVFD RL 20 tpm
Gastritis
Nyeri ulu Tensi : 120 / 80 O2 nasal kanul 3 lpm
hati (+) RR: 21 x/menit Prosogan 30 mg / 2 jam
Pusing (+) HR: 86 x/menit IV
Spo2: 100% Diazepam 1 amp IV
Suhu 36,0C bolus pelan jika kejang
Mata: ca -/-, SI-/- PO :
Thorax: Cor BJ1=2 reg Sucralfat syr 3x10 cc
Pulmo VBS +/+, Rh-/-, Asam valproat syr 3x1
Wh -/- cth
Abd: supel, NTE + Fenobarbital tab 2 x 30
mg

4
Follow up (18 oktober 2017)
S O A P
Kejang (-) KU/Kes: S.sedang/CM Epilepsi IVFD RL 20 tpm
Gastritis
Nyeri ulu Tensi : 120 / 80 O2 nasal kanul 3 lpm
hati (+) RR: 20 x/menit Prosogan 30 mg / 2
Pusing (+) HR: 84 x/menit jam IV
Spo2: 100% Diazepam 1 amp IV
Suhu 36,2 C bolus pelan jika
Mata: ca -/-, SI-/- kejang
Thorax: Cor BJ1=2 reg PO :
Pulmo VBS +/+, Rh-/-, Sucralfat syr 3x10 cc
Wh -/- Asam valproat syr
Abd: supel, NTE - 3x1 cth
Fenobarbital tab 2 x
30 mg
Braxidin tab 3 x 1

5
Follow up (19 oktober 2017)

S O A P
Kejang (-) KU/Kes: S.sedang/CM Epilepsi IVFD RL 20 tpm
Gastritis
Nyeri ulu Tensi : 110 / 70 O2 nasal kanul 3 lpm
hati (-) RR: 20 x/menit Prosogan 30 mg / 2
Pusing (-) HR: 78 x/menit jam IV
Spo2: 100% Diazepam 1 amp IV
Suhu 36,4 C bolus pelan jika
Mata: ca -/-, SI-/- kejang
Thorax: Cor BJ1=2 reg PO :
Pulmo VBS +/+, Rh-/-, Sucralfat syr 3x10 cc
Wh -/- Asam valproat syr
Abd: supel, NTE - 3x1 cth
Fenobarbital tab 2 x
30 mg

BLPL

Obat pulang :
Asam valproat syr
3x1 cth
Fenobarbital 1x1
Sucralfat syr 3x10cc

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Kejang merupakan manifestasi berupa pergerakan secara mendadak dan tidak


terkontrol yang disebabkan oleh kejang involunter saraf otak.4
Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) dan International
Bureau for Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 epilepsi didefinisikan sebagai suatu
kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat mencetuskan
kejang epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya
konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Definisi ini membutuhkan sedikitnya satu
riwayat kejang epilepsi sebelumnya. 5
Status epileptikus merupakan kejang yang terjadi > 30 menit atau kejang
berulang tanpa disertai pemulihan kesadaran kesadaran diantara dua serangan kejang.5

2.2 . EPIDEMIOLOGI

Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum terjadi,
sekitar lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini. Angka epilepsi
lebih tinggi di negara berkembang. Insiden epilepsi di negara maju ditemukan sekitar
50/100,000 sementara di negara berkembang mencapai 100/100,000.7
Di negara berkembang sekitar 80-90% diantaranya tidak mendapatkan
pengobatan apapun.8 Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih banyak dibandingkan
dengan perempuan. Insiden tertinggi terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun
(262/100.000 kasus) dan uisa lanjut di atas 65 tahun (81/100.000 kasus). 9 Menurut
Irawan Mangunatmadja dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia (FKUI) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta
angka kejadian epilepsi pada anak cukup tinggi, yaitu pada anak usia 1 bulan sampai
16 tahun berkisar 40 kasus per 100.000. 10

7
2.3. ETIOLOGI

Ditinjau dari penyebab, epilepsi dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu :11

Epilepsi idiopatik : penyebabnya tidak diketahui, meliputi 50% dari


penderita epilepsi anak dan umumnya mempunyai predisposisi genetik, awitan
biasanya pada usia > 3 tahun. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan
ditemukannya alat alat diagnostik yang canggih kelompok ini makin kecil

Epilepsi simptomatik: disebabkan oleh kelainan/lesi pada susunan saraf pusat.


Misalnya : post trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat (SSP), gangguan metabolik,
malformasi otak kongenital, asphyxia neonatorum, lesi desak ruang, gangguan
peredaran darah otak, toksik (alkohol,obat), kelainan neurodegeneratif.

Epilepsi kriptogenik: dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum


diketahui, termasuk disini adalah sindrom West, sindron Lennox-Gastaut dan epilepsi
mioklonik

2.4. KLASIFIKASI

Klasifikasi Internasional Kejang Epilepsi menurut International League


Against Epilepsy (ILAE) 1981: 12
I . Kejang Parsial (fokal)
A. Kejang parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)
1. Dengan gejala motorik
2. Dengan gejala sensorik
3. Dengan gejala otonomik
4. Dengan gejala psikik
B. Kejang parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)
1. Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan kesadaran
a. Kejang parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran
b. Dengan automatisme
2. Dengan gangguan kesadaran sejak awal kejang

8
a. Dengan gangguan kesadaran saja
b. Dengan automatisme
C. Kejang umum sekunder/ kejang parsial yang menjadi umum (tonik-klonik,
tonik atau klonik)
1. Kejang parsial sederhana berkembang menjadi kejang umum
2. Kejang parsial kompleks berkembang menjadi kejang umum
3. Kejang parsial sederhana berkembang menjadi parsial kompleks,
dan berkembang menjadi kejang umum

II. Kejang umum (konvulsi atau non-konvulsi)


A. lena/ absens
B. mioklonik
C. tonik
D. atonik
E. klonik
F. tonik-klonik

III. Kejang epileptik yang tidak tergolongkan

Klasifikasi Epilepsi berdasarkan Sindroma menurut ILAE 1989 :


I. Berkaitan dengan letak fokus
A. Idiopatik
Benign childhood epilepsy with centrotemporal spikes
Childhood epilepsy with occipital paroxysm

B. Simptomatik
o Lobus temporalis

o Lobus frontalis

o Lobus parietalis

o Lobus oksipitalis

9
II. Epilepsi Umum

A. Idiopatik
Benign neonatal familial convulsions, benign neonatal
convulsions
Benign myoclonic epilepsy in infancy
Childhood absence epilepsy
Juvenile absence epilepsy
Juvenile myoclonic epilepsy (impulsive petit mal)
Epilepsy with grand mal seizures upon awakening
Other generalized idiopathic epilepsies

B. Epilepsi Umum Kriptogenik atau Simtomatik


Wests syndrome (infantile spasms)
Lennox gastaut syndrome
Epilepsy with myoclonic astatic seizures
Epilepsy with myoclonic absences

C. Simtomatik
Etiologi non spesifik
Early myoclonic encephalopathy
Specific disease states presenting with seizures

2.5. PATOFISIOLOGI

Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan


transmisi pada sinaps. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi
yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmitter inhibisi
(inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf dalam sinaps) yang menimbulkan
hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik.
Di antara neurotransmitter-neurotransmitter eksitasi dapat disebut glutamate, aspartat,
norepinefrin dan asetilkolin sedangkan neurotransmitter inhibisi yang terkenal ialah
gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas
muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang. Dalam keadaan istirahat,
membran neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan

10
polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan
seluruh sel akan melepas muatan listrik.

Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau


mengganggu fungsi membran neuron sehingga membran mudah dilampaui oleh ion
Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan letupan
depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan
terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara sinkron
merupakan dasar suatu serangan epilepsi. Suatu sifat khas serangan epilepsi ialah
bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi. Diduga
inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang epileptic. Selain itu juga
sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron
tidak terus-menerus berlepas muatan memegang peranan. Keadaan lain yang dapat
menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat
habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak.13

11
Silbernagl S. Color Atlas of Pathophysiology. New York: Thieme. 2000

2.6 GEJALA

Kejang parsial simplek


Seranagan di mana pasien akan tetap sadar. Pasien akan mengalami gejala berupa:
- deja vu: perasaan di mana pernah melakukan sesuatu yang sama
sebelumnya.
- Perasaan senang atau takut yang muncul secara tiba-tiba dan tidak dapat
dijelaskan
- Perasaan seperti kebas, tersengat listrik atau ditusuk-tusuk jarum pada
bagian tubih tertentu.
- Gerakan yang tidak dapat dikontrol pada bagian tubuh tertentu
- Halusinasi
Kejang parsial (psikomotor) kompleks
Serangan yang mengenai bagian otak yang lebih luas dan biasanya bertahan lebih
lama. Pasien mungkin hanya sadar sebagian dan kemungkinan besar tidak akan
mengingat waktu serangan. Gejalanya meliputi:
- Gerakan seperti mencucur atau mengunyah
- Melakukan gerakan yang sama berulang-ulang atau memainkan
pakaiannya
- Melakukan gerakan yang tidak jelas artinya, atau berjalan
berkeliling dalam keadaan seperti sedang bingung
- Gerakan menendang atau meninju yang berulang-ulang
- Berbicara tidak jelas seperti menggumam.
Kejang tonik klonik (epilepsy grand mal).
Merupakan tipe kejang yang paling sering, di mana terdapat dua tahap: tahap
tonik atau kaku diikuti tahap klonik atau kelonjotan. Pada serangan jenis ini
pasien dapat hanya mengalami tahap tonik atau klonik saja. Serangan jenis ini
biasa didahului oleh aura. Aura merupakan perasaan yang dialami sebelum
serangan dapat berupa: merasa sakit perut, baal, kunang-kunang, telinga

12
berdengung. Pada tahap tonik pasien dapat: kehilangan kesadaran, kehilangan
keseimbangan dan jatuh karena otot yang menegang, berteriak tanpa alasan yang
jelas, menggigit pipi bagian dalam atau lidah. Pada saat fase klonik: terjaadi
kontraksi otot yang berulang dan tidak terkontrol, mengompol atau buang air
besar yang tidak dapat dikontrol, pasien tampak sangat pucat, pasien mungkin
akan merasa lemas, letih ataupun ingin tidur setelah serangan semacam ini.14

2.7 DIAGNOSIS

Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan


hasil pemeriksaan EEG dan radiologis. 15

1. Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh. Anamnesis
menanyakan tentang riwayat trauma kepala dengan kehilangan kesadaran,
meningitis, ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan penggunaan
obat-obatan tertentu.

13
Anamnesis (auto dan aloanamnesis), meliputi:
- Pola / bentuk serangan
- Lama serangan
- Gejala sebelum, selama dan paska serangan
- Frekueensi serangan
- Faktor pencetus
- Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang
- Usia saat serangan terjadinya pertama
- Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan
- Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya
- Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis
Melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi,
seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital, gangguan
neurologik fokal atau difus. Pemeriksaan fisik harus menepis sebab-sebab terjadinya
serangan dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada
anakanak pemeriksa harus memperhatikan adanya keterlambatan perkembangan,
organomegali, perbedaan ukuran antara anggota tubuh dapat menunjukkan awal
gangguan pertumbuhan otak unilateral.

3. Pemeriksaan penunjang
a. Elektro ensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan
pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan diagnosis
epilepsi. Akan tetapi epilepsi bukanlah gold standard untuk diagnosis. Hasil EEG
dikatakan bermakna jika didukung oleh klinis. Adanya kelainan fokal pada EEG
menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya kelainan
umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik atau
metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal.
1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua hemisfer
otak.
2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding
seharusnya misal gelombang delta.
3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya

14
gelombang tajam, paku (spike) , dan gelombang lambat yang timbul secara
paroksimal.

b. Rekaman video EEG


Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang sedang
mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan lokasi sumber
serangan. Rekaman video EEG memperlihatkan hubungan antara fenomena klinis dan
EEG, serta memberi kesempatan untuk mengulang kembali gambaran klinis yang ada.
Prosedur yang mahal ini sangat bermanfaat untuk penderita yang penyebabnya belum
diketahui secara pasti, serta bermanfaat pula untuk kasus epilepsi refrakter. Penentuan
lokasi fokus epilepsi parsial dengan prosedur ini sangat diperlukan pada persiapan
operasi.

c. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan untuk
melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan dengan CT Scan
maka MRl lebih sensitif dan secara anatomik akan tampak lebih rinci. MRI
bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri serta untuk membantu
terapi pembedahan.

2.8 TERAPI
Status epileptikus merupakan kondisi kegawatdaruratan yang memerlukan
pengobatan yang tepat untuk meminimalkan kerusakan neurologik permanen maupun
kematian . Definisi dari status epileptikus yaitu serangan lebih dari 30 menit, akan
tetapi untuk penanganannya dilakukan bila sudah lebih dari 5-10 menit

15
Algoritme manajemen status epileptikus

Tuju
an terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal untuk pasien. Prinsip
terapi farmakologi epilepsi yakni:

OAE mulai diberikan bila diagnosis epilepsi sudah dipastikan, terdapat


minimal dua kali bangkitan dalam setahun, pasien dan keluarga telah
mengetahui tujuan pengobatan dan kemungkinan efek sampingnya.

Terapi dimulai dengan monoterapi

16
Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai
dosis efektif tercapai atau timbul efek samping; kadar obat dalam plasma
ditentukan bila bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif.

Bila dengan pengguanaan dosis maksimum OAE tidak dapat mengontrol


bangkitan, ditambahkan OAE kedua. Bila OAE kedua telah mencapai kadar
terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap perlahan-lahan.

Penambahan OAE ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak dapat
diatasi dengan pengguanaan dosis maksimal kedua OAE pertama.

Pasien dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai terapi bila


kemungkinan kekambuhan tinggi , yaitu bila: dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada
EEG, terdapat riwayat epilepsi saudara sekandung, riwayat trauma kepala disertai
penurunan kesadaran, bangkitan pertama merupakan status epileptikus. 16
Prinsip mekanisme kerja obat anti epilepsi :
Meningkatkan neurotransmiter inhibisi (GABA)

Menurunkan eksitasi: melalui modifikasi kponduksi ion: Na+, Ca2+,


K+, dan Cl- atau aktivitas neurotransmiter.

Penghentian pemberian OAE


Pada anak-anak penghentian OAE secara bertahap dapat dipertimbangkan
setelah 2 tahun bebas serangan .
Syarat umum menghentikan OAE adalah sebagai berikut:
Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau keluarganya
setelah minimal 2 tahun bebas bangkitan

Harus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari dosis


semula, setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan

Bila digunakan lebih dari satu OAE, maka penghentian dimulai dari
satu OAE yang bukan utama

17
Obat ezogabine merupakan obat baru dan memiliki mekanisme kerja sebagai
pembuka saluran kalium, mengaktivasi gerbang saluran kalium di otak. Akan tetapi
mekanisme unik ini memiliki beberapa efek toksik yang biasanya tidak terdapat pada
obat kejang lainnya seperti retensi urin.Hal inilah yang menyebabkan US Food and
Drug Administration's (FDA's) masih mempertimbangkan obat ini.17

Pemilihan OAE pada pasien anak berdasarkan bentuk bangkitan dan sindrom

Mekanisme kerja OAE

18
Obat epilepsi untuk anak

19
20
DAFTAR PUSTAKA

1. http://www.epilepsy.ca/eng/content/sheet.html
2. http://www.searo.who.int/LinkFiles/Technical_documents_Ment-134.pdf
3. Tjahjadi,P.,Dikot,Y,Gunawan,D. Gambaran Umum Mengenai Epilepsi. In :
Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. 2005.
p119-127.
4. Heilbroner, Peter. Seizures, Epilepsy, and Related Disorder, Pediatric
Neurology: Essentials for General Practice. 1st ed. 2007
5. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15816939
6. Octaviana F. Epilepsi. In: Medicinus Scientific Journal of pharmaceutical
development and medical application. Vol.21 Nov-Des 2008. p.121-2.
7. http://www.who.int/mental_health/neurology/epilepsy_atlas_introdion.pdf
8. http://www.epilepsyfoundation.org/about/statistics.cfm
9. http://epilepsiindonesia.com/pengobatan/epilepsi-dan-anak/pahami-gejala-
epilepsi-pada-anak-2
10. http://www.epilepsysociety.org.uk/AboutEpilepsy/Whatisepilepsy/Causesofep
ilepsy
11. Shorvon SD. HANDBOOK OF Epilepsy Treatment Forms, Causes and
Therapy in Children and Adults.2nd ed. America: Blackwell Publishing Ltd.
2005
12. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Prose-Proses Penyakit.
Ed: 6. Jakarta: EGC
13. Aminoff MJ dkk. Clinical Neurology. 6th ed. New York: McGraw-Hill.
14. Wilkinson I. Essential neurology. 4th ed. USA: Blackwell Publishing. 2005
15. PERDOSSI. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Ed. 3. Jakarta. 2008
16. http://www.medscape.com/viewarticle/726809
17. Kliegman. Treatment of Epilepsy.Nelson Textbook of Pediatrics.
Philadelphia: Saundres Elsevier. 2008. 593(6)

21
22

Anda mungkin juga menyukai