A B = Jarak Mendatar
AB = Jarak Miring
B B = Jarak Vertikal
Sudut inklinasi
Sudut yang dibentuk dari penyimpangan
magnet terhadap arah barat dan timur
geografis
Sudut deklinasi
Sudut yang dibentuk dari penyimpangan
magnet terhadap arah utara dan selatan
geografis
Karena yang dibaca dari alat adalah bacaan sudut zenit atau nadir yang dapat diberi notasi m,
maka : = 90 atau 100g - m (bacaan sudut zenit), atau
= m (bacaan sudut nadir) - 90 atau 100g
METODE TACHIMETRI
Pengukuran titik-titik detail dengan metode Tachymetri ini adalah cara yang paling banyak
digunakan dalam praktek, terutama untuk pemetaan daerah yang luas dan untuk detail-detail
yang bentuknya tidak beraturan. Untuk dapat memetakan dengan cara ini diperlukan alat yaitu
Teodolite.
Akan muncul jendela Terrain Model Explorer, pilih Terrain - klik kanan - Create New
Surface.Akan muncul Surface1, pilih surface1 - klik kanan - rename - ubah
namanya (misal:Aktual).
2. Buka Aktual dan TIN Data, kemudian pilih Point Groups - klik kanan - Add Point
Group. Maka akan muncul jendela Add Point Group, karena tadi hanya membuat satu
grup dengan nama Aktual, maka pada Point group name pilihlah Aktual.
3. Pilih Aktual - klik kanan - Build. Akan muncul jendela Build Aktual - klik OK saja.
4. Sekarang saatnya langkah membuat kontur, caranya buka menu Terrain - Create
Contours.
Akan muncul jendela Create Contours, ubah Surface menjadi Aktual, tentukan interval minor
dan mayor, setelah itu klik OK.
Pada Command bar akan muncul pertanyaan "Erase old contours?" ketik No <enter>
Hasilnya akan seperti gambar dibawah ini.
5. Jika melihat gambar di atas, garis konturnya masih patah-patah atau kurang smooth.
Cara untuk men-smooth-kan garis kontur adalah buka menu Terrain - Contour Style
Manager.
Akan muncul jendela Contour Style Manager, buka tab Contour Appearance - Add Vertices -
Atur banyaknya vertices yang ditambahkan. aga sarankan tambahkan 5 saja.
Akan muncul jendela Contour Labels, Elevation Increment diisi dengan interval yang akan
diberikan keterangan. kemudian OK.
Klik pertama di tengah-tengah kontur, kemudian arahkan melintasi kontur yang akan diberi
keterangan, kemudian klik sekali lagi. Maka akan muncul keterangan garis kontur.
7. jika melihat gambar diatas, tampak keterangan terlalu besar, sehingga saling
bertabrakan, untuk mengecilkan ukuran hurufnya, Buka Terrain - Contour Style
Manager.
Akan muncul jendela Contour Style Manager, buka tab Text Style, anda bisa mengubah
warna, Tinggi dan berapa angka dibelakang koma. Setelah sesuai yang diinginkan klik OK.
Jarak yang digunakan dalam poligon adalah jarak datar yang dapat dihasilkan dari
berbagai cara diantaranya :
1. Dari pengamatan sebuah pita ukur, hal ini bersifat kasar dikarenakan ketelitian dari pita
ukur hanya mencapai cm dan untuk memenuhi metode pengukuran jarak datar sangatlah
susah untuk diterapkan.
2. Dari pengamatan rambu ukur dengan theodolite, bersifat kasar karena ketelitian 5cm dan
tergantung dari jauh dan dekatnya jarak tersebut.
ba = 04.50 dm
bt = 04.25 dm
bb = 04.00 dm
jika V = 300020
(V adalah hasil pengurangan dari 90-bacaan vertikal, karena pada keadaan datar bacaan
vertikal pada angka 90) maka, d (slope distance) dapat dihitung
d = 100*(ba-bb) catatan (ba-bt=bt-bb)
d = 100*(4.50-04.00)
d = 100*0.50
d = 50 dm
d = 5m
jika d sudah diketahui maka kita sudah dapat menghitung jarak datar dengan cara
hd = d*cosV
hd = 5*cos300020
hd = 4.33 m
3. Dari penghitungan data jarak miring dan besaran sudut vertikal,
d = 89 m (jarak miring)
bv = 513040 (bacaan sudut vertikal)
maka, sudut yang dibentuk adalah (v)
v = 90 - 513040 = 382920
jarak datar (hd)
hd = d * cosV
hd = 89 * cos 382920
hd = 69.663 meter
4. Dari hasil penghitungan instant oleh Total Station, sebenarnya pada Total station
sudah terdapat bacaan HD (Horizontal Distance) yang muncul secara otomatis
a. Jarak optis adalah jarak yang diukur menggunakan alat dan perhitungannya
Dab= akar blablabla
b. Jarak datar adalah jarak dengan menggunakan pita ukur
Metode trigonometris prinsipnya adalah mengukur jarak langsung (jarak miring), tinggi alat, tinggi
benang tengah rambu dan sudut vertikal (zenith atau inklinasi) yang kemudian direduksi menjadi
informasi beda tinggi menggunakan alat theodolite. Seperti telah dibahas sebelumnya, beda tinggi
antara dua titik dihitung dari besaran sudut tegak dan jarak. Sudut tegak diperoleh dari pengukuran
dengan alat theodolite sedangkan jarak diperoleh atau terkadang diambil jarak dari peta.
Pada pengukuran tinggi dengan cara trigonometris ini, beda tinggi didapatkan secara tidak langsung,
karena yang diukur di sini adalah sudut miringnya atau sudut zenith. Bila jarak mendatar atau jarak
miring diketahaui atau diukur, maka dengan memakai hubungan - hubungan geometris dihitunglah
beda tinggi yang hendak ditentukan itu.
Bila jarak antara kedua titik yang hendak ditentukan beda tingginya tidak jauh, maka kita masih
dapat menganggap bidang nivo sebagai bidang datar.
Akan tetapi bila jarak yang dimaksudkan itu jauh, maka kita tidak boleh lagi memisahkan atau
mengambil bidang nivo itu sebagai bidang datar, tetapi haruslah bidang nivo itu dipandang sebagai
bidang lengkung, Disamping itu kita harus pula menyadari bahwa jalan sinarpun bukan merupakan
garis lurus, tetapi merupakan garis lengkung. Jadi jika jarak antara kedua titik yang akan ditentukan
beda tingginya itu jauh, maka bidang nivo dan jalan sinar tidak dapat dipandang sebagai bidang
datar dan garis lurus, tetapi haruslah dipandang sebagai bidang lengkung dan garis lengkung.
Titik A dan B akan ditentukan beda tingginya dengan cara trigonometris. Prosedur pengukuran dan
perhitungannya adalah sebagai berikut:
Sudut tegak ukuran perlu mendapat koreksi sudut refraksi dan bidang-bidang nivo melalui A dan B
harus diperhitungkan sebagai Permukaan yang melengkung apabila beda tinggi dan jarak AB besar
dan beda tinggi akan ditentukan lebih teliti. Lapisan udara dari B ke A akan berbeda kepadatannya
karena sinar cahaya yang datang dari target B ke teropong theodolite akan melalui garis
melengkung. Makin dekat ke A makin padat. Dengan adanya kesalahan karena faktor alam tersebut
di atas hitungan beda tinggi perlu mendapat koreksi.
Dimana:
dimana:
Titik A dan B akan ditentukan beda tingginya dengan cara trigonometris. Prosedur
pengukuran dan perhitungannya adalah sebagai berikut:
1. Tegakkan theodolite di A, ukur tingginya sumbu mendatar dari A. Misalkan t,
2. Tegakkan target di B, ukur tingginya target dari B, misalkan l,
3. Ukur sudut tegak m (sudut miring) atau z (sudut zenith),
4. Ukur jarak mendatar D atau Dm (dengan EDM), dan
5. Dari besaran-besaran yang diukur, maka:
Sudut tegak ukuran perlu mendapat koreksi sudut refraksi dan bidang-bidang nivo
melalui A dan B harus diperhitungkan sebagai Permukaan yang melengkung apabila beda
tinggi dan jarak AB besar dan beda tinggi akan ditentukan lebih teliti. Lapisan udara dari B ke
A akan berbeda kepadatannya karena sinar cahaya yang datang dari target B ke teropong
theodolite akan melalui garis melengkung. Makin dekat ke A makin padat. Dengan adanya
kesalahan karena faktor alam tersebut di atas hitungan beda tinggi perlu mendapat koreksi.
Dimana:
k = koefisien refraksi udara = 0.14
R = jari-jari bumi 6370 km
Besarnya sudut refraksi udara r dapat dihitung dengan rumus:
R = rm . Cp . Ct
rm = sudut refraksi normal pada tekanan udara 760 mmHg, temperatur udara 100C dan
kelembaban nisbi 60%
Agar beda tinggi yang didaptkan lebih baik, maka pengukuran harus dilakukan
bolakbalik. Kemudian hasilnya dirata - ratakan, dapat pula beda tinggi dihitung secara
serentak dengan rumus:
dimana:
HA dan HB tinggi pendekatan A dan B (dari peta topografi)
m1, m2 sudut miring ukuran di A dan Bt dan 1 dibuat sama tinggi.
A. TRIGONOMETRICAL LEVELING
Menutut (Wongsotjitro, 1980), beda tinggi antara dua titik dapat ditentukan dengan tiga
cara yaitu: Barometris, Trigonometris dan pengukuran menyipat datar. Ketiga metode tersebut
mempunyai ketelitian yang berbeda-beda. Hasil ketelitian terbesar adalah dengan cara
pengukuran menyipat datar dan ketelitian terkecil adalah metode Barometer. Metode
trigonometris adalah suatu proses penentuan beda tinggi dari titik-titik pengamatan dengan cara
mengukur sudut miring atau sudut vertikalnya dengan jarak yang diketahui, baik jarak dalam
bidang datar maupun jarak geodetis (Basuki, 2006). Pengukuran sudut vertikal atau kemiringan
dapat menggunakan theodolith atau kompas survei.
Prinsip-prinsip yang digunakan pada pengukuran lingkup ukur tanah yaitu jarak antar
titik yang akan ditentukan beda tingginya tidak terlalu jauh, sehingga pengaruh kelengkungan
bumi dan refraksi dapat diabaikan atau diadakan koreksi linier dalam perhitungannya. Berbeda
dengan lingkup geodesi, pengukuran beda tinggi titik pengukurannya relatif jauh sehingga
harus memperhatikan kelengkungan bumi. Prinsip-prinsip umum bidang datar tidak dapat
diterapkan pada pengukuran beda tinggi ini. Nilai sudut vertikal dan horizontal harus dikoreksi
dengan kelengkungan bumi dan refraksi.
Triginometrikal atau trigonometrikal levelling dibagi menjadi dua yaitu trigonometrikal
levelling segitiga dan memanjang. Metode trigonometri memanjang merupakan pengukuran
menggunakan dua titik yang terletak dalam segaris lurus dengan obyek. Metode trigonometri
segitiga menggunakan dua titik pengukuran yang membentuk sudut dan membentuk segitiga
dengan obyek pengamatan. Kedua cara tersebut menggunakan prinsip atau sifat segitiga.
Dari geometri segitiga kita ketahui adanya hubungan antara sebuah sudut dan dua buah
sisi. Inilah landasan kita dalam menghitung jarak bintang dari sudut paralaks (lihat gambar di
bawah). Apabila jarak bintang adalah d, sudut paralaks adalah p, dan jarak Bumi-Matahari
adalah 1 SA (Satuan Astronomi = 150 juta kilometer), maka kita dapatkan persamaan
sederhana.
tan p = 1/d
atau d = 1/p, karena p adalah sudut yang sangat kecil sehingga tan p ~ p.
Jarak d dihitung dalam SA dan sudut p dihitung dalam radian. Apabila kita gunakan
detik busur sebagai satuan dari sudut paralaks (p), maka kita akan peroleh d adalah 206265 SA
atau 3,09 x 10^13 km. Jarak sebesar ini kemudian didefinisikan sebagai 1 pc (parsec, parsek),
yaitu jarak bintang yang mempunyai paralaks 1 detik busur. Pada kenyataannya, paralaks
bintang yang paling besar adalah 0,76 yang dimiliki oleh bintang terdekat dari tata surya, yaitu
bintang Proxima Centauri di rasi Centaurus yang berjarak 1,31 pc. Sudut sebesar ini akan sama
dengan sebuah tongkat sepanjang 1 meter yang diamati dari jarak 270 kilometer. Sementara
bintang 61 Cygni memiliki paralaks 0,29 dan jarak 1,36 tahun cahaya (1 tahun cahaya = jarak
yang ditempuh cahaya dalam waktu satu tahun = 9,5 trilyun kilometer) atau sama dengan 3,45
pc.
Hingga tahun 1980-an, paralaks hanya bisa dideteksi dengan ketelitian 0,01 atau
setara dengan jarak maksimum 100 parsek. Jumlah bintangnya pun hanya ratusan buah.
Peluncuran satelit Hipparcos pada tahun 1989 kemudian membawa perubahan. Satelit tersebut
mampu mengukur paralaks hingga ketelitian 0,001, yang berarti mengukur jarak 100.000
bintang hingga 1000 parsek. Sebuah katalog dibuat untuk mengumpulkan data bintang yang
diamati oleh satelit Hipparcos ini. Katalog Hipparcos yang diterbitkan di akhir 1997 itu
tentunya membawa pengaruh yang sangat besar terhadap semua bidang astronomi yang
bergantung pada ketelitian jarak