ANEMIA APLASTIK
Umur : 10 tahun
2. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Pucat
Pada anggota keluarga pasien tidak ada yang menderita keluhan yang
sama.
Riwayat Sosial-ekonomi :
Anamnesis Makanan :
Pasien mendapatkan ASI dari sejak lahir hingga usia 3 bulan, kemudian
dilanjutkan pemberian susu formula hingga 4 tahun. Pemberian makanan
pendamping ASI (bubur saring) diberikan saat usia 6 bulan hingga 1 tahun
dan pemberian nasi sejak usia 1 tahun sampai sekarang
Riwayat Imunisasi :
3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : sakit sedang
Berat badan : 19 kg
Tanda Vital
Nadi : 98 kali/menit
Suhu : 36,7C
Respirasi : 24 kali/menit
e. Jantung
Inspeksi : denyut ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : denyut ictus cordis teraba di SIC V line midclavicula
sinistra
f. Abdomen
Inspeksi : kesan datar
Auskultasi : peristaltik usus (+), kesan normal
Perkusi : bunyi timpani seluruh kuadran abdomen
Palpasi : nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)
g. Genitalia : Tidak ada kelainan
h. Ekstremitas
Atas : akral hangat, edema (-)
Bawah : akral hangat, edema (-)
i. Punggung : deformitas (-)
j. Refleks : normal
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Darah Lengkap
WBC 5.1 4.0 - 10.0 103/uL
5. RESUME
Pasien masuk ke RSUD Undata dengan keluhan pucat sejak 2 minggu
yang lalu, pasien juga mengeluhkan badan terasa lemas dan mudah lelah,
terdapat lebam di badan, demam (+) naik turun pernah dialami pasien 2
minggu yang lalu disertai pucat dan perdarahan gusi (+), sakit kepala (+),
sesak (+), batuk kering (+), muntah (+), buang air besar di RS warna hitam
bercampur darah segar, buang air kecil lancar dan seperti biasa.
Pada pemeriksaan ditemukan keadaan sakit sedang, kesadaran kompos
mentis, status gizi baik. Pemeriksaan tanda vital: tekanan darah: 90/60
mmHg, Nadi: 98 x/menit, Suhu: 36,7C dan Respirasi: 24 x/menit. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva anemis (+/+), perdarahan gusi (+),
hepatomegali (-), splenomegali (-).
Hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin ditemukan pansitopenia:
eritrosit 0.81 x 103/uL, hemoglobin 2.1 g/dL, hematokrit 8.6%, leukosit 5.1 x
103/uL, trombosit 7 x 103/mm3.
6. DIAGNOSIS KERJA
Anemia Aplastik
7. TERAPI
IVFD RL 24 tpm
Paracetamol 4 x 2 cth
Ambroxol 10 mg + Salbutamol 2 mg + ctm 2 mg (3 x 1 pulv)
Transfusi PRC 200cc
9. PROGNOSIS
Qua ad vitam : dubia ad bonam
Hari-1 Perawatan
24 Desember 2016
S : Demam (+), Sakit kepala (+), Batuk (+), Nyeri dada (+), Muntah (+), Mual
(-), BAB (+), BAK (+)
Suhu : 37,8C
Nadi : 75 x/menit
Pernafasan : 24 x/menit
Kulit
Paru-paru
Abdomen
Leukosit 5 0-2
Eritrosit 3 0-1
A : Anemia Aplastik
P :
IVFD RL 24 tpm
Paracetamol 4 x 2 cth
Ambroxol 10 mg + Salbutamol 2 mg + ctm 2 mg (3 x 1 pulv)
Hari-2 Perawatan
25 Desember 2016
S : Demam (+), Sakit kepala (+), Batuk (+), Nyeri dada (+), Muntah (+), Mual
(-), BAB (+) warna coklat kemerahan, BAK (+) teh pekat.
Suhu : 38,0C
Nadi : 70 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Paru-paru
Abdomen
Ekstremitas
A : Anemia Aplastik
P :
IVFD RL 8 tpm
Inj. Cefotaxime 2x500 mg
Inj. Dexamethason 2x3 mg
Paracetamol 4 x 2 cth
Ambroxol 10 mg + Salbutamol 2 mg + ctm 2 mg (3 x 1 pulv)
Hari-3 Perawatan
26 Desember 2016
S : Demam (-), Sakit kepala (+), Batuk (+), Nyeri dada (-), Muntah (-), Mual (-
), BAB (+), BAK (+)
Suhu : 36.6C
Nadi : 84 x/menit
Pernafasan : 22 x/menit
Paru-paru
Abdomen
Ekstremitas
Akral hangat, edema (-)
A : Anemia Aplastik
P :
IVFD RL 8 tpm
Inj. Cefotaxime 2x500 mg
Inj. Dexamethason 2x3 mg
Paracetamol 4 x 2 cth
Ambroxol 10 mg + Salbutamol 2 mg + ctm 2 mg (3 x 1 pulv)
Hari-4 Perawatan
27 Desember 2016
S : Demam (-), Sakit kepala (+), Batuk (+), Nyeri dada (-), Muntah (-), Mual (-
), BAB (-), BAK (+)
O : Suhu : 36.4C
Nadi : 84 x/menit
Pernafasan : 22 x/menit
Abdomen
Ekstremitas
A : Anemia Aplastik
P :
IVFD RL 8 tpm
Inj. Cefotaxime 2x500 mg
Inj. Dexamethason 2x3 mg
Paracetamol 4 x 2 cth
Ambroxol 10 mg + Salbutamol 2 mg + ctm 2 mg (3 x 1 pulv)
Hari-5 Perawatan
28 Desember 2016
S : Demam (-), Pucat (+), Sakit kepala (-), Batuk (+), Nyeri dada (-), Muntah (-
), Mual (-), Lemas (+), BAB (-), BAK (+)
O : Suhu : 36.7C
Nadi : 78 x/menit
Pernafasan : 28 x/menit
Paru-paru
Abdomen
Ekstremitas
P :
IVFD RL 8 tpm
Inj. Cefotaxime 2x500 mg
Inj. Dexamethason 2x3 mg
Paracetamol 4 x 2 cth
Ambroxol 10 mg + Salbutamol 2 mg + ctm 2 mg (3 x 1 pulv)
Hari-6 Perawatan
29 Desember 2016
S : Demam (-), Sakit kepala (+), Batuk (+), Nyeri dada (-), Muntah (-), Mual (-
), BAB (-), BAK (+)
O : Suhu : 36.4C
Nadi : 84 x/menit
Pernafasan : 22 x/menit
Paru-paru
Abdomen
Ekstremitas
A : Anemia Aplastik
P :
IVFD RL 8 tpm
Inj. Cefotaxime 2x500 mg
Inj. Dexamethason 2x3 mg
Paracetamol 4 x 2 cth
Ambroxol 10 mg + Salbutamol 2 mg + ctm 2 mg (3 x 1 pulv)
Hari-7 Perawatan
30 Desember 2016
S : Demam (-), Sakit kepala (-), Batuk (+), Nyeri dada (-), Muntah (-), Mual (-
), BAB (+), BAK (+)
O : Suhu : 36.7C
Nadi : 90 x/menit
Pernafasan : 25 x/menit
Paru-paru
Abdomen
Inspeksi : Tampak datar
Ekstremitas
A : Anemia Aplastik
P :
IVFD RL 8 tpm
Inj. Cefotaxime 2x500 mg
Inj. Dexamethason 2x3 mg
Paracetamol 4 x 2 cth
Ambroxol 10 mg + Salbutamol 2 mg + ctm 2 mg (3 x 1 pulv)
Hari-8 Perawatan
31 Desember 2016
S : Demam (-), Sakit kepala (+), Batuk (+), Nyeri dada (-), Muntah (-), Mual (-
), BAB (-), BAK (+)
O : Suhu : 37.0C
Nadi : 84 x/menit
Pernafasan : 28 x/menit
Paru-paru
Abdomen
Ekstremitas
A : Anemia Aplastik
P :
IVFD RL 8 tpm
Inj. Cefotaxime 2x500 mg
Inj. Dexamethason 2x3 mg
Paracetamol 4 x 2 cth
Ambroxol 10 mg + Salbutamol 2 mg + ctm 2 mg (3 x 1 pulv)
Hari-9 Perawatan
01 Januari 2017
S : Demam (-), Sakit kepala (+), Batuk (+), Nyeri dada (-), Muntah (-), Mual (-
), BAB (-), BAK (+)
O : Suhu : 36.8C
Nadi : 78 x/menit
Pernafasan : 30 x/menit
Abdomen
Ekstremitas
A : Anemia Aplastik
P :
IVFD RL 8 tpm
Inj. Cefotaxime 2x500 mg
Inj. Dexamethason 2x3 mg
Paracetamol 4 x 2 cth
Ambroxol 10 mg + Salbutamol 2 mg + ctm 2 mg (3 x 1 pulv)
Hari-10 Perawatan
02 Januari 2017
S : Demam (+), Sakit kepala (-), Batuk (-), Nyeri dada (-), Muntah (-), Mual (-
), BAB (+), BAK (+)
O : Suhu : 38.0C
Nadi : 96 x/menit
Pernafasan : 22 x/menit
Paru-paru
Abdomen
Ekstremitas
P :
IVFD RL 8 tpm
Inj. Ceftriaxone 2x500 mg
Inj. Dexamethason 2x3 mg
Paracetamol 4 x 2 cth
Ambroxol 10 mg + Salbutamol 2 mg + ctm 2 mg (3 x 1 pulv)
Hari-11 Perawatan
03 Januari 2017
S : Demam (+), Pucat (+), Lemas (+), Perdarahan gusi (+), Sakit kepala (-),
Batuk (-), Nyeri dada (-), Muntah (-), Mual (-), BAB (+) coklat dan bercak
darah, BAK (+) teh pekat.
O : Suhu : 38.5C
Pernafasan : 35 x/menit
Paru-paru
Abdomen
Ekstremitas
A : Anemia Aplastik
P :
IVFD RL 8 tpm
Inj. Ceftriaxone 2x500 mg
Inj. Dexamethason 2x3 mg
Paracetamol 4 x 2 cth
Ambroxol 10 mg + Salbutamol 2 mg + ctm 2 mg (3 x 1 pulv)
Hari-12 Perawatan
04 Januari 2017
S : Demam (-), Pucat (+), Lemas (-), Perdarahan gusi (+), Sakit kepala (-),
Batuk (-), Flu (-), Nyeri dada (-), Muntah (-), Mual (-), BAB (+), BAK (+).
O : Suhu : 36.9C
Nadi : 98 x/menit
Pernafasan : 27 x/menit
Paru-paru
Ekstremitas
A : Anemia Aplastik
P :
IVFD RL 8 tpm
Inj. Ceftriaxone 2x500 mg
Inj. Dexamethason 2x3 mg
Paracetamol 4 x 2 cth
Ambroxol 10 mg + Salbutamol 2 mg + ctm 2 mg (3 x 1 pulv)
Hari-13 Perawatan
05 Januari 2017
S : Demam (-), Pucat (-), Lemas (-), Perdarahan gusi (+), Sakit kepala (-),
Batuk (-), Flu (-), Nyeri dada (-), Muntah (-), Mual (-), BAB (+), BAK (+).
O : Suhu : 36.4C
Pernafasan : 27 x/menit
Paru-paru
Abdomen
Ekstremitas
A : Anemia Aplastik
P :
IVFD RL 10 tpm
Inj. Ceftriaxone 2x750 mg
Inj. Dexamethason 2x2,5 mg
Paracetamol 4 x 2 cth
Hari-14 Perawatan
06 Januari 2017
S : Demam (-), Pucat (-), Lemas (-), Perdarahan gusi (-), Sakit kepala (-), Batuk
(-), Flu (-), Nyeri dada (-), Muntah (-), Mual (-), BAB (+), BAK (+).
O : Suhu : 36.2C
Nadi : 64 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Abdomen
Ekstremitas
A : Anemia Aplastik
P :
IVFD RL 10 tpm
Inj. Ceftriaxone 2x750 mg
Inj. Dexamethason 2x2,5 mg
Paracetamol 4 x 2 cth
Hari-15 Perawatan
07 Januari 2017
S : Demam (-), Pucat (-), Lemas (-), Perdarahan gusi (-), Sakit kepala (-), Batuk
(-), Flu (-), Nyeri dada (-), Muntah (-), Mual (-), BAB (+), BAK (+).
O : Suhu : 36.4C
Nadi : 98 x/menit
Pernafasan : 24 x/menit
Paru-paru
Abdomen
Ekstremitas
A : Anemia Aplastik
P :
IVFD RL 10 tpm
Inj. Ceftriaxone 2x750 mg
Inj. Dexamethason 2x2,5 mg
Paracetamol 4 x 2 cth
Hari-16 Perawatan
08 Januari 2017
S : Demam (-), Pucat (-), Lemas (-), Perdarahan gusi (-), Sakit kepala (-), Batuk
(-), Flu (-), Nyeri dada (-), Muntah (-), Mual (-), BAB (+), BAK (+).
O : Suhu : 36.6C
Nadi : 85 x/menit
Pernafasan : 28 x/menit
Paru-paru
Abdomen
Ekstremitas
Akral hangat, edema (-)
A : Anemia Aplastik
P :
IVFD RL 10 tpm
Inj. Ceftriaxone 2x750 mg
Paracetamol 4 x 2 cth
Asam Traneksamat 3 x 200 mg
DISKUSI
1. Definisi
Anemia aplastik merupakan gangguan hematopoisis yang ditandai oleh
penurunan produksi eritroid, mieloid, dan megakariosit dalam sumsum tulang
dengan akibat adanya pansitopenia pada darah tepi, serta tidak dijumpai adanya
keganasan sistem hematopoitik ataupun kanker metastatik yang menekan
sumsum tulang. Aplasia ini dapat terjadi hanya pada satu, dua atau ketiga
sistem hematopoisis. Aplasia yang hanya mengenai sistem eritropoitik disebut
anemia hipoplastik (eritroblastopenia), yang hanya mengenai sistem
granulopoitik disebut agranulositosis sedangkan yang hanya mengenai sistem
megakariosit disebut Purpura Trombositopenik Amegakariositik (PTA). Bila
mengenai ketiga sistem disebut panmieloptisis atau lazimnya disebut anemia
aplastik. Menurut The International Agranulocytosis and Aplastic Anemia
Study (IAAS) disebut anemia aplastik bila didapatkan hasil pemeriksaan kadar
hemoglobin < 10 g/dl atau hematokrit < 30; hitung trombosit < 50.000/mm3;
hitung leukosit < 3.500/mm3 atau granulosit < 1.5x109/l.1
2. Etiologi
Secara etiologik penyakit anemia aplastik ini dapat dibagi menjadi 2 golongan
besar, yaitu:
1. Anemia aplastik herediter atau anemia aplastik yang diturunkan
merupakan faktor kongenital yang ditimbulkan sindrom kegagalan
sumsum tulang herediter antara lain : sindroma Fanconi (anemia Fanconi)
yang biasanya disertai dengan kelainan bawaan lain seperti mikrosefali,
strabismus, anomali jari, dan kelainan ginjal; diskeratosis kongenital;
sindrom Shwachman-Diamond; dan trombositopenia amegakaryositik.
Kelainan kelainan ini sangat jarang ditemukan dan juga jarang berespons
terhadap terapi imunosupresif. Kegagalan sumsum tulang herediter
biasanya muncul pada usia sepuluh tahun pertama dan kerap disertai
anomali fisik (tubuh pendek, kelainan lengan, hipogonadisme, bintik-
bintik caf-au-lait pada anemia Fanconi (sindroma Fanconi)). Beberapa
pasien mungkin mempunyai riwayat keluarga dengan sitopenia.
2. Anemia aplastik didapat
Timbulnya anemia aplastik didapat pada seorang anak dapat dikarenakan
oleh :
- Penggunaan obat, anemia aplastik terkait obat terjadi karena
hipersensitivitas atau penggunaan dosis obat yang berlebihan. Obat
yang paling banyak menyebabkan anemia aplastik adalah
kloramfenikol. Obat obatan lain yang juga sering dilaporkan adalah
fenilbutazon, senyawa sulfur, anti-rematik, anti-tiroid, preparat emas
dan antikonvulsan, obat obatan sitotoksik seperti mileran atau
nitrosourea.
- Senyawa kimia berupa benzene yang paling terkenal dapat
menyebabkan anemia aplastik. Dan juga insektisida (organofosfat).
- Penyakit infeksi yang bisa menyebabkan anemia aplastik sementara
atau permanen, yakni virus Epstein-Barr, virus Haemophillus influenza
A, tuberkulosis milier, Cytomegalovirus (CMV) yang dapat menekan
produksi sel sumsum tulang melalui gangguan pada sel sel stroma
sumsum tulang, Human Immunodeficiency virus (HIV) yang
berkembang menjadi Acquired Immuno-Deficiency Syndrome (AIDS),
virus hepatitis non-A, non-B dan non-C, infeksi parvovirus.
- Terapi radiasi dengan radioaktif
Jika pada seorang pasien tidak diketahui penyebab anemia aplastiknya,
maka pasien tersebut akan digolongkan ke dalam kelompok anemia aplastik
idiopatik.3
Pada kasus pasien tergolong anemia aplastik yang idiopatik atau yang
tidak diketahui penyebabnya karena dari hasil anamnesis tidak didapatkan
adanya anggota keluarga yang menderita gejala yang sama dan juga tidak
didapatkannya kelainan kongenital. Selain itu juga tidak didapatkannya
riwayat konsumsi obat-obatan yang lama yang dapat memicu terjadinya
anemia.
3. Klasifikasi
Berdasarkan derajat pansitopenia darah tepi, anemia aplastik didapat
diklasifikasikan menjadi tidak berat, berat atau sangat berat. Risiko morbiditas
dan mortalitas lebih berkorelasi dengan derajat keparahan sitopenia daripada
selularitas sumsum tulang. Angka kematian setelah dua tahun dengan
perawatan suportif saja untuk pasien anemia aplastik berat atau sangat berat
mencapai 80% dengan infeksi jamur dan sepsis bakterial merupakan penyebab
kematian utama. Anemia aplastik tidak berat jarang mengancam jiwa dan
sebagian besar tidak membutuhkan terapi.6
4. Epidemiologi
Ditemukan lebih dari 70% anak anak menderita anemia aplastik derajat
berat pada saat didiagnosis. Tidak ada perbedaan secara bermakna antara anak
laki laki dan perempuan, namun dalam beberapa penelitian tampak insidens
pada anak laki laki lebih banyak dibandingkan anak perempuan. Penyakit ini
termasuk penyakit yang jarang dijumpai di negara barat dengan insiden 1 3 /
1 juta / tahun. Namun di Negara Timur seperti Thailand, negara Asia lainnya
termasuk Indonesia, Taiwan dan Cina, insidensnya jauh lebih tinggi. Penelitian
pada tahun 1991 di Bangkok didapatkan insidens 3.7/1 juta/tahun. Perbedaan
insiden ini diperkirakan oleh karena adanya faktor lingkungan seperti
pemakaian obat obat yang tidak pada tempatnya, pemakaian pestisida serta
insidens virus hepatitis yang lebih tinggi.1
7. Pemeriksaan Penunjang
Apusan Darah Tepi
Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan.
Jenis anemianya adalah normokrom normositer. Terkadang ditemukan
makrositosis, anisositosis, dan poikilositosis. Adanya eritrosit muda
atau leukosit muda dalam darah tepi menandakan bukan anemia
aplastik. Granulosit dan trombosit ditemukan rendah. Limfositosis
relatif terdapat pada lebih dari 75% kasus.
Presentase retikulosit umumnya normal atau rendah. Pada sebagian
kecil kasus, persentase retikulosit ditemukan lebih dari 2%. Akan
tetapi, bila nilai ini dikoreksi terhadap beratnya anemia (corrected
reticulocyte count) maka diperoleh persentase retikulosit normal atau
rendah juga. Adanya retikulositosis setelah dikoreksi menandakan
bukan anemia aplastik.6
8. Penatalaksanaan
1
Terapi Suportif
Adanya terapi suportif bertujuan untuk mencegah dan mengobati
terjadinya infeksi dan perdarahan. Terapi suportif yang diberikan untuk pasien
anemia aplastik, antara lain:
- Pengobatan terhadap infeksi
Untuk menghindarkan pasien dari infeksi, sebaiknya pasien dirawat dalam
ruangan isolasi yang bersifat suci hama. Pemberian obat antibiotika
hendaknya dipilih yang tidak memiliki efek samping mendepresi sumsum
tulang, seperti kloramfenikol.
- Transfusi darah
Gunakan komponen darah bila harus melakukan transfusi darah. Hendaknya
harus diketahui bahwa tidak ada manfaatnya mempertahankan kadar
hemoglobin yang tinggi, karena dengan transfusi darah yang terlampau sering,
akan timbul depresi terhadap sumsum tulang atau dapat menyebabkan
timbulnya reaksi hemolitik (reaksi transfusi), akibat dibentuknya antibodi
terhadap eritrosit, leukosit dan trombosit. Oleh karena itu, transfusi darah
diberikan atas indikasi tertentu. Pada keadaan yang sangat gawat, seperti
perdarahan masif, perdarahan otak, perdarahan saluran cerna dan lain
sebagainya, dapat diberikan suspensi trombosit.
- Transplantasi sumsum tulang
Metode transplantasi sumsum tulang ditetapkan sebagai terapi terbaik pada
pasien anemia aplastik sejak tahun 1970. Donor sumsum tulang terbaik berasal
dari saudara sekandung dengan Human Leucocyte Antigen (HLA) yang cocok.
Pada kasus pengobatan yang diberikan kepada pasien sudah sesuai dengan
teori yang ada dimana diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder
dan juga anti perdarahan untuk mencegah perdarahan dimana pada pasien
didapatkan adanya perdarahan pada gusi, mimisan dan juga buang air besar
yang hitam. Dan juga sudah dilakukan penatalaksanaan berupa transfusi darah.