Anda di halaman 1dari 38

REFLEKSI KASUS Januari 2017

ANEMIA APLASTIK

Nama : Fathiyyaturrahmah Mustamar


No. Stambuk : N 111 16 029
Pembimbing : dr. Suldiah, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2017
PENDAHULUAN

Anemia aplastik merupakan gangguan hematopoisis yang ditandai oleh


penurunan produksi eritroid, mieloid, dan megakariosit dalam sumsum tulang
dengan akibat adanya pansitopenia pada darah tepi, serta tidak dijumpai adanya
keganasan sistem hematopoitik ataupun kanker metastatik yang menekan sumsum
tulang. Aplasia ini dapat terjadi hanya pada satu, dua atau ketiga sistem
hematopoisis. Aplasia yang hanya mengenai sistem eritropoitik disebut anemia
hipoplastik (eritroblastopenia), yang hanya mengenai sistem granulopoitik disebut
agranulositosis sedangkan yang hanya mengenai sistem megakariosit disebut
Purpura Trombositopenik Amegakariositik (PTA). Bila mengenai ketiga sistem
disebut panmieloptisis atau lazimnya disebut anemia aplastik. Menurut The
International Agranulocytosis and Aplastic Anemia Study (IAAS) disebut anemia
aplastik bila didapatkan hasil pemeriksaan kadar hemoglobin < 10 g/dl atau
hematokrit < 30; hitung trombosit < 50.000/mm3; hitung leukosit < 3.500/mm3
atau granulosit < 1.5x109/l.1
Anemia aplastik relatif jarang ditemukan namun berpotensi mengancam
jiwa. Penyakit ini ditandai oleh pansitopenia dan aplasia sumsum tulang.
Pansitopenia adalah keadaan defisiensi pada semua elemen sel darah (eritrosit,
leukosit dan trombosit). Terjadinya pansitopenia dikarenakan oleh menurunnya
produksi sumsum tulang atau dikarenakan meningkatnya destruksi perifer.2
Kejadian anemia aplastik pertama kali dilaporkan tahun 1888 oleh Ehrlich
pada seorang perempuan muda yang meninggal tidak lama setelah menderita
penyakit dengan gejala anemia berat, perdarahan dan hiperpireksia. Pemeriksaan
postmortem terhadap pasien tersebut menunjukkan sumsum tulang yang
hiposeluler (tidak aktif). Pada tahun 1904, Chauffard pertama kali menggunakan
nama anemia aplastik. Puluhan tahun berikutnya definisi anemia aplastik masih
belum berubah dan akhirnya tahun 1934 timbul kesepakatan pendapat bahwa
tanda khas penyakit ini adalah pansitopenia sesuai konsep Ehrlich. Pada tahun
1959, Wintrobe membatasi pemakaian nama anemia aplastik pada kasus
pansitopenia, hipoplasia berat atau aplasia sumsum tulang, tanpa adanya suatu
penyakit primer yang menginfiltrasi, mengganti atau menekan jaringan
hemopoietik sumsum tulang.3
Ditemukan lebih dari 70% anak-anak menderita anemia aplastik derajat
berat pada saat diagnosis. Insidens antara laki-laki dan perempuan kira-kira 1:1,
meskipun dari beberapa data menunjukkan laki-laki sedikit lebih sering terkena
anemia aplastik. Hampir semua kasus anemia aplastik berkembang ke kematian
bila tidak dilakukan pengobatan. Angka kelangsungan hidup tergantung seberapa
berat penyakit saat didiagnosis, dan bagaimana respon tubuh terhadap
pengobatan.4
Tata laksana anemia aplastic terdiri dari tata laksana suportif terhadap
keadaan yang disebabkan oleh pansitopenia seperti anemia, infeksi dan
perdarahan, serta tata laksana serta pengobatan yang bertujuan untuk mengganti
sel induk yang gagal dalam memproduksi sel-sel darah dan menekan proses
imunologis yang terjadi. Tata laksana kuratif terdiri dan tranplantasi sumsum
tulang dan penggunaan obat-obat imunosupresan. Namun demikian tata laksana
anemia aplastik baik yang bersifat suportif maupun kuratif, dapat menimbulkan
masalah-masalah yang mempengaruhi prognosis pasien. Prognosis pasien anemia
aplastik umumnya buruk, sekitar dua pertiga pasien meninggal setelah 6 bulan
diagnosis ditegakkan sebagai anemia aplastik.5
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. Y.M

Umur : 10 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Tanggal Masuk : 23 Desember 2016

2. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Pucat

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien masuk ke RSUD Undata dengan keluhan pucat sejak 2 minggu


yang lalu, pasien juga mengeluhkan badan terasa lemas dan mudah lelah,
terdapat lebam di badan, demam (+) naik turun pernah dialami pasien 2
minggu yang lalu disertai pucat dan perdarahan gusi (+), mimisan (-), kejang
(-), nyeri retroorbital (-), sakit kepala (+), sesak (+), batuk kering (+), muntah
(+), sakit menelan (-), sakit perut (-), buang air besar di RS warna hitam
bercampur darah segar, buang air kecil lancar dan seperti biasa.

Riwayat Penyakit Sebelumnya :

Pasien sebelumnya pernah sakit varicella

Riwayat Penyakit Keluarga :

Pada anggota keluarga pasien tidak ada yang menderita keluhan yang
sama.

Riwayat Sosial-ekonomi :

Ayah pasien bekerja sebagai petani sedangkan ibu pasien merupakan


ibu rumah tangga.

Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan:

Pasien tinggal bersama ibunya. Menurut ibu pasien, keadaan


lingkungan sekitar rumah bersih. Di sekitar rumah tidak terdapat pabrik
ataupun limbah pabrik.
Riwayat Kehamilan dan Persalinan:

Pasien merupakan anak ketiga dari empat bersaudara, lahir spontan di


rumah, dibantu bidan, berat badan lahir 2150 gram. Selama kehamilan ibu
sehat dan nafsu makan baik.

Riwayat Tumbuh Kembang :

Saat umur 1 tahun pasien sudah bisa berbicara dan berjalan.

Anamnesis Makanan :

Pasien mendapatkan ASI dari sejak lahir hingga usia 3 bulan, kemudian
dilanjutkan pemberian susu formula hingga 4 tahun. Pemberian makanan
pendamping ASI (bubur saring) diberikan saat usia 6 bulan hingga 1 tahun
dan pemberian nasi sejak usia 1 tahun sampai sekarang

Riwayat Imunisasi :

Pasien tidak pernah mendapat imunisasi dasar lengkap.

3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Berat badan : 19 kg

Tinggi Badan : 116 cm

Status Gizi : CDC 90% Gizi Baik

Tanda Vital

Nadi : 98 kali/menit

Suhu : 36,7C

Respirasi : 24 kali/menit

Tekanan Darah : 90/60 mmHg


a. Kulit: Ruam (+), Rumple leed (-), Efloresensi (-), sianosis (-), Turgor (+)
baik.
b. Kepala
Bentuk kepala : normocephal
Ubun-ubun : menutup
Mata : sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (+/+)
Hidung : bentuk normal, sekret (-)
Telinga : bentuk normal, sekret (-)
Mulut : bibir tidak sianosis, tonsil T1/T1 tidak hiperemis
c. Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-) dan tidak teraba
Pembesaran kelenjar tiroid (-) dan tidak teraba
d. Thoraks
Inspeksi : bentuk dada normal, ekspansi simetris kiri dan kanan,
rektraksi (-)

Palpasi : vokal fremitus normal kiri dan kanan, massa (-)


Perkusi : sonor, batas paru hepar linea midclavicularis dextra
spatium intercostal VI

Auskultasi: bunyi paru bronkovesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing


(-/-)

e. Jantung
Inspeksi : denyut ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : denyut ictus cordis teraba di SIC V line midclavicula
sinistra

Perkusi : batas jantung normal


Auskultasi: bunyi jantung S1/S2 murni regular, bising (-)

f. Abdomen
Inspeksi : kesan datar
Auskultasi : peristaltik usus (+), kesan normal
Perkusi : bunyi timpani seluruh kuadran abdomen
Palpasi : nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)
g. Genitalia : Tidak ada kelainan
h. Ekstremitas
Atas : akral hangat, edema (-)
Bawah : akral hangat, edema (-)
i. Punggung : deformitas (-)
j. Refleks : normal

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Darah Lengkap
WBC 5.1 4.0 - 10.0 103/uL

RBC 0.81 3.80 - 6.50 106/uL

HGB 2.1 11.5 17.0 g/dL

HCT 8.6 37.0 54.0 %

PLT 7 150 500 103/uL

5. RESUME
Pasien masuk ke RSUD Undata dengan keluhan pucat sejak 2 minggu
yang lalu, pasien juga mengeluhkan badan terasa lemas dan mudah lelah,
terdapat lebam di badan, demam (+) naik turun pernah dialami pasien 2
minggu yang lalu disertai pucat dan perdarahan gusi (+), sakit kepala (+),
sesak (+), batuk kering (+), muntah (+), buang air besar di RS warna hitam
bercampur darah segar, buang air kecil lancar dan seperti biasa.
Pada pemeriksaan ditemukan keadaan sakit sedang, kesadaran kompos
mentis, status gizi baik. Pemeriksaan tanda vital: tekanan darah: 90/60
mmHg, Nadi: 98 x/menit, Suhu: 36,7C dan Respirasi: 24 x/menit. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva anemis (+/+), perdarahan gusi (+),
hepatomegali (-), splenomegali (-).
Hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin ditemukan pansitopenia:
eritrosit 0.81 x 103/uL, hemoglobin 2.1 g/dL, hematokrit 8.6%, leukosit 5.1 x
103/uL, trombosit 7 x 103/mm3.

6. DIAGNOSIS KERJA
Anemia Aplastik

7. TERAPI
IVFD RL 24 tpm
Paracetamol 4 x 2 cth
Ambroxol 10 mg + Salbutamol 2 mg + ctm 2 mg (3 x 1 pulv)
Transfusi PRC 200cc

8. ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan apusan darah tepi dan kontrol darah lengkap

9. PROGNOSIS
Qua ad vitam : dubia ad bonam

Qua ad sanationam : dubia ad bonam


FOLLOW UP

Hari-1 Perawatan

24 Desember 2016

S : Demam (+), Sakit kepala (+), Batuk (+), Nyeri dada (+), Muntah (+), Mual
(-), BAB (+), BAK (+)

O : Konjungtiva Anemis (+/+)

Suhu : 37,8C

Nadi : 75 x/menit

Pernafasan : 24 x/menit

Tekanan Darah : 100/70 mmHg

Kulit

Tampak ruam pada tubuh pasien

Paru-paru

Inspeksi : Ekspansi paru simetris bilateral, retraksi (-)

Palpasi : Vocal fremitus bilateral kesan normal

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Bronkovesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen

Inspeksi : Tampak datar

Auskultasi : Terdengar peristaltik usus (+), kesan normal

Perkusi : Timpani pada 4 kuadran abdomen

Palpasi : Nyeri tekan (-), Hepatomegali (-), splenomegali (-)


Ekstremitas

Akral hangat, edema (-)

Hasil Pemeriksaan Lab (Urinalisis)

Leukosit 5 0-2

Eritrosit 3 0-1

A : Anemia Aplastik

P :

IVFD RL 24 tpm
Paracetamol 4 x 2 cth
Ambroxol 10 mg + Salbutamol 2 mg + ctm 2 mg (3 x 1 pulv)

Hari-2 Perawatan

25 Desember 2016

S : Demam (+), Sakit kepala (+), Batuk (+), Nyeri dada (+), Muntah (+), Mual
(-), BAB (+) warna coklat kemerahan, BAK (+) teh pekat.

O : Konjungtiva Anemis (+/+)

Perdarahan gusi (+)

Suhu : 38,0C

Nadi : 70 x/menit

Pernafasan : 20 x/menit

Tekanan Darah : 100/70 mmHg

Paru-paru

Inspeksi : Ekspansi paru simetris bilateral, retraksi (-)


Palpasi : Vocal fremitus bilateral kesan normal

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Bronkovesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen

Inspeksi : Tampak datar

Auskultasi : Terdengar peristaltik usus (+), kesan normal

Perkusi : Timpani pada 4 kuadran abdomen

Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)

Ekstremitas

Akral hangat, edema (-)

Hasil Pemeriksaan Lab

a. Pemeriksaan Darah Lengkap


WBC 3.25 4.0 - 10.0 103/uL

RBC 2.21 3.80 - 6.50 106/uL

HGB 6.8 11.5 17.0 g/dL

HCT 19.7 37.0 54.0 %

PLT 5 150 500 103/uL

A : Anemia Aplastik

P :

IVFD RL 8 tpm
Inj. Cefotaxime 2x500 mg
Inj. Dexamethason 2x3 mg
Paracetamol 4 x 2 cth
Ambroxol 10 mg + Salbutamol 2 mg + ctm 2 mg (3 x 1 pulv)

Hari-3 Perawatan

26 Desember 2016

S : Demam (-), Sakit kepala (+), Batuk (+), Nyeri dada (-), Muntah (-), Mual (-
), BAB (+), BAK (+)

O : Konjungtiva Anemis (+/+)

Perdarahan gusi (+)

Suhu : 36.6C

Nadi : 84 x/menit

Pernafasan : 22 x/menit

Tekanan Darah : 100/70 mmHg

Paru-paru

Inspeksi : Ekspansi paru simetris bilateral, retraksi (-)

Palpasi : Vocal fremitus bilateral kesan normal

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Bronkovesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen

Inspeksi : Tampak datar

Auskultasi : Terdengar peristaltik usus (+), kesan normal

Perkusi : Timpani pada 4 kuadran abdomen

Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)

Ekstremitas
Akral hangat, edema (-)

Hasil Pemeriksaan Lab

Pemeriksaan Darah Lengkap


WBC 3.05 4.0 - 10.0 103/uL

RBC 2.21 3.80 - 6.50 106/uL

HGB 9.8 11.5 17.0 g/dL

HCT 30.0 37.0 54.0 %

PLT 16 150 500 103/uL

A : Anemia Aplastik

P :

IVFD RL 8 tpm
Inj. Cefotaxime 2x500 mg
Inj. Dexamethason 2x3 mg
Paracetamol 4 x 2 cth
Ambroxol 10 mg + Salbutamol 2 mg + ctm 2 mg (3 x 1 pulv)

Hari-4 Perawatan

27 Desember 2016

S : Demam (-), Sakit kepala (+), Batuk (+), Nyeri dada (-), Muntah (-), Mual (-
), BAB (-), BAK (+)

O : Suhu : 36.4C

Nadi : 84 x/menit

Pernafasan : 22 x/menit

Tekanan Darah : 100/70 mmHg


Paru-paru

Inspeksi : Ekspansi paru simetris bilateral, retraksi (-)

Palpasi : Vocal fremitus bilateral kesan normal

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Bronkovesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen

Inspeksi : Tampak datar

Auskultasi : Terdengar peristaltik usus (+), kesan normal

Perkusi : Timpani pada 4 kuadran abdomen

Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)

Ekstremitas

Akral hangat, edema (-)

A : Anemia Aplastik

P :

IVFD RL 8 tpm
Inj. Cefotaxime 2x500 mg
Inj. Dexamethason 2x3 mg
Paracetamol 4 x 2 cth
Ambroxol 10 mg + Salbutamol 2 mg + ctm 2 mg (3 x 1 pulv)

Hari-5 Perawatan

28 Desember 2016

S : Demam (-), Pucat (+), Sakit kepala (-), Batuk (+), Nyeri dada (-), Muntah (-
), Mual (-), Lemas (+), BAB (-), BAK (+)

O : Suhu : 36.7C
Nadi : 78 x/menit

Pernafasan : 28 x/menit

Tekanan Darah : 90/70 mmHg

Paru-paru

Inspeksi : Ekspansi paru simetris bilateral, retraksi (-)

Palpasi : Vocal fremitus bilateral kesan normal

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Bronkovesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen

Inspeksi : Tampak datar

Auskultasi : Terdengar peristaltik usus (+), kesan normal

Perkusi : Timpani pada 4 kuadran abdomen

Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)

Ekstremitas

Akral hangat, edema (-)

Hasil Pemeriksaan Lab

Pemeriksaan Darah Lengkap


WBC 3.91 4.0 - 10.0 103/uL

RBC 3.42 3.80 - 6.50 106/uL

HGB 4.2 11.5 17.0 g/dL

HCT 30.2 37.0 54.0 %

PLT 14 150 500 103/uL


A : Anemia Aplastik

P :

IVFD RL 8 tpm
Inj. Cefotaxime 2x500 mg
Inj. Dexamethason 2x3 mg
Paracetamol 4 x 2 cth
Ambroxol 10 mg + Salbutamol 2 mg + ctm 2 mg (3 x 1 pulv)

Hari-6 Perawatan

29 Desember 2016

S : Demam (-), Sakit kepala (+), Batuk (+), Nyeri dada (-), Muntah (-), Mual (-
), BAB (-), BAK (+)

O : Suhu : 36.4C

Nadi : 84 x/menit

Pernafasan : 22 x/menit

Tekanan Darah : 100/70 mmHg

Paru-paru

Inspeksi : Ekspansi paru simetris bilateral, retraksi (-)

Palpasi : Vocal fremitus bilateral kesan normal

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Bronkovesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen

Inspeksi : Tampak datar

Auskultasi : Terdengar peristaltik usus (+), kesan normal

Perkusi : Timpani pada 4 kuadran abdomen


Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)

Ekstremitas

Akral hangat, edema (-)

A : Anemia Aplastik

P :

IVFD RL 8 tpm
Inj. Cefotaxime 2x500 mg
Inj. Dexamethason 2x3 mg
Paracetamol 4 x 2 cth
Ambroxol 10 mg + Salbutamol 2 mg + ctm 2 mg (3 x 1 pulv)

Hari-7 Perawatan

30 Desember 2016

S : Demam (-), Sakit kepala (-), Batuk (+), Nyeri dada (-), Muntah (-), Mual (-
), BAB (+), BAK (+)

O : Suhu : 36.7C

Nadi : 90 x/menit

Pernafasan : 25 x/menit

Tekanan Darah : 100/70 mmHg

Paru-paru

Inspeksi : Ekspansi paru simetris bilateral, retraksi (-)

Palpasi : Vocal fremitus bilateral kesan normal

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Bronkovesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen
Inspeksi : Tampak datar

Auskultasi : Terdengar peristaltik usus (+), kesan normal

Perkusi : Timpani pada 4 kuadran abdomen

Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)

Ekstremitas

Akral hangat, edema (-)

A : Anemia Aplastik

P :

IVFD RL 8 tpm
Inj. Cefotaxime 2x500 mg
Inj. Dexamethason 2x3 mg
Paracetamol 4 x 2 cth
Ambroxol 10 mg + Salbutamol 2 mg + ctm 2 mg (3 x 1 pulv)

Hari-8 Perawatan

31 Desember 2016

S : Demam (-), Sakit kepala (+), Batuk (+), Nyeri dada (-), Muntah (-), Mual (-
), BAB (-), BAK (+)

O : Suhu : 37.0C

Nadi : 84 x/menit

Pernafasan : 28 x/menit

Tekanan Darah : 100/70 mmHg

Paru-paru

Inspeksi : Ekspansi paru simetris bilateral, retraksi (-)

Palpasi : Vocal fremitus bilateral kesan normal


Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Bronkovesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen

Inspeksi : Tampak datar

Auskultasi : Terdengar peristaltik usus (+), kesan normal

Perkusi : Timpani pada 4 kuadran abdomen

Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)

Ekstremitas

Akral hangat, edema (-)

A : Anemia Aplastik

P :

IVFD RL 8 tpm
Inj. Cefotaxime 2x500 mg
Inj. Dexamethason 2x3 mg
Paracetamol 4 x 2 cth
Ambroxol 10 mg + Salbutamol 2 mg + ctm 2 mg (3 x 1 pulv)

Hari-9 Perawatan

01 Januari 2017

S : Demam (-), Sakit kepala (+), Batuk (+), Nyeri dada (-), Muntah (-), Mual (-
), BAB (-), BAK (+)

O : Suhu : 36.8C

Nadi : 78 x/menit

Pernafasan : 30 x/menit

Tekanan Darah : 100/70 mmHg


Paru-paru

Inspeksi : Ekspansi paru simetris bilateral, retraksi (-)

Palpasi : Vocal fremitus bilateral kesan normal

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Bronkovesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen

Inspeksi : Tampak datar

Auskultasi : Terdengar peristaltik usus (+), kesan normal

Perkusi : Timpani pada 4 kuadran abdomen

Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)

Ekstremitas

Akral hangat, edema (-)

A : Anemia Aplastik

P :

IVFD RL 8 tpm
Inj. Cefotaxime 2x500 mg
Inj. Dexamethason 2x3 mg
Paracetamol 4 x 2 cth
Ambroxol 10 mg + Salbutamol 2 mg + ctm 2 mg (3 x 1 pulv)

Hari-10 Perawatan

02 Januari 2017

S : Demam (+), Sakit kepala (-), Batuk (-), Nyeri dada (-), Muntah (-), Mual (-
), BAB (+), BAK (+)

O : Suhu : 38.0C
Nadi : 96 x/menit

Pernafasan : 22 x/menit

Tekanan Darah : 90/60 mmHg

Paru-paru

Inspeksi : Ekspansi paru simetris bilateral, retraksi (-)

Palpasi : Vocal fremitus bilateral kesan normal

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Bronkovesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen

Inspeksi : Tampak datar

Auskultasi : Terdengar peristaltik usus (+), kesan normal

Perkusi : Timpani pada 4 kuadran abdomen

Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)

Ekstremitas

Akral hangat, edema (-)

Hasil Pemeriksaan Lab

Pemeriksaan Darah Lengkap


WBC 2.12 4.0 - 10.0 103/uL

RBC 3.18 3.80 - 6.50 106/uL

HGB 9.9 11.5 17.0 g/dL

HCT 30.1 37.0 54.0 %

PLT 8 150 500 103/uL


A : Anemia Aplastik

P :

IVFD RL 8 tpm
Inj. Ceftriaxone 2x500 mg
Inj. Dexamethason 2x3 mg
Paracetamol 4 x 2 cth
Ambroxol 10 mg + Salbutamol 2 mg + ctm 2 mg (3 x 1 pulv)

Hari-11 Perawatan

03 Januari 2017

S : Demam (+), Pucat (+), Lemas (+), Perdarahan gusi (+), Sakit kepala (-),
Batuk (-), Nyeri dada (-), Muntah (-), Mual (-), BAB (+) coklat dan bercak
darah, BAK (+) teh pekat.

O : Suhu : 38.5C

Nadi : 102 x/menit

Pernafasan : 35 x/menit

Tekanan Darah : 100/60 mmHg

Paru-paru

Inspeksi : Ekspansi paru simetris bilateral, retraksi (-)

Palpasi : Vocal fremitus bilateral kesan normal

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Bronkovesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen

Inspeksi : Tampak datar

Auskultasi : Terdengar peristaltik usus (+), kesan normal


Perkusi : Timpani pada 4 kuadran abdomen

Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)

Ekstremitas

Akral hangat, edema (-)

A : Anemia Aplastik

P :

IVFD RL 8 tpm
Inj. Ceftriaxone 2x500 mg
Inj. Dexamethason 2x3 mg
Paracetamol 4 x 2 cth
Ambroxol 10 mg + Salbutamol 2 mg + ctm 2 mg (3 x 1 pulv)

Hari-12 Perawatan

04 Januari 2017

S : Demam (-), Pucat (+), Lemas (-), Perdarahan gusi (+), Sakit kepala (-),
Batuk (-), Flu (-), Nyeri dada (-), Muntah (-), Mual (-), BAB (+), BAK (+).

O : Suhu : 36.9C

Nadi : 98 x/menit

Pernafasan : 27 x/menit

Tekanan Darah : 100/60 mmHg

Paru-paru

Inspeksi : Ekspansi paru simetris bilateral, retraksi (-)

Palpasi : Vocal fremitus bilateral kesan normal

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Bronkovesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)


Abdomen

Inspeksi : Tampak datar

Auskultasi : Terdengar peristaltik usus (+), kesan normal

Perkusi : Timpani pada 4 kuadran abdomen

Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)

Ekstremitas

Akral hangat, edema (-)

A : Anemia Aplastik

P :

IVFD RL 8 tpm
Inj. Ceftriaxone 2x500 mg
Inj. Dexamethason 2x3 mg
Paracetamol 4 x 2 cth
Ambroxol 10 mg + Salbutamol 2 mg + ctm 2 mg (3 x 1 pulv)

Hari-13 Perawatan

05 Januari 2017

S : Demam (-), Pucat (-), Lemas (-), Perdarahan gusi (+), Sakit kepala (-),
Batuk (-), Flu (-), Nyeri dada (-), Muntah (-), Mual (-), BAB (+), BAK (+).

O : Suhu : 36.4C

Nadi : 102 x/menit

Pernafasan : 27 x/menit

Tekanan Darah : 100/60 mmHg

Paru-paru

Inspeksi : Ekspansi paru simetris bilateral, retraksi (-)


Palpasi : Vocal fremitus bilateral kesan normal

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Bronkovesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen

Inspeksi : Tampak datar

Auskultasi : Terdengar peristaltik usus (+), kesan normal

Perkusi : Timpani pada 4 kuadran abdomen

Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)

Ekstremitas

Akral hangat, edema (-)

A : Anemia Aplastik

P :

IVFD RL 10 tpm
Inj. Ceftriaxone 2x750 mg
Inj. Dexamethason 2x2,5 mg
Paracetamol 4 x 2 cth

Hari-14 Perawatan

06 Januari 2017

S : Demam (-), Pucat (-), Lemas (-), Perdarahan gusi (-), Sakit kepala (-), Batuk
(-), Flu (-), Nyeri dada (-), Muntah (-), Mual (-), BAB (+), BAK (+).

O : Suhu : 36.2C

Nadi : 64 x/menit

Pernafasan : 20 x/menit

Tekanan Darah : 100/60 mmHg


Paru-paru

Inspeksi : Ekspansi paru simetris bilateral, retraksi (-)

Palpasi : Vocal fremitus bilateral kesan normal

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Bronkovesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen

Inspeksi : Tampak datar

Auskultasi : Terdengar peristaltik usus (+), kesan normal

Perkusi : Timpani pada 4 kuadran abdomen

Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)

Ekstremitas

Akral hangat, edema (-)

A : Anemia Aplastik

P :

IVFD RL 10 tpm
Inj. Ceftriaxone 2x750 mg
Inj. Dexamethason 2x2,5 mg
Paracetamol 4 x 2 cth

Hari-15 Perawatan

07 Januari 2017

S : Demam (-), Pucat (-), Lemas (-), Perdarahan gusi (-), Sakit kepala (-), Batuk
(-), Flu (-), Nyeri dada (-), Muntah (-), Mual (-), BAB (+), BAK (+).

O : Suhu : 36.4C

Nadi : 98 x/menit
Pernafasan : 24 x/menit

Tekanan Darah : 100/60 mmHg

Paru-paru

Inspeksi : Ekspansi paru simetris bilateral, retraksi (-)

Palpasi : Vocal fremitus bilateral kesan normal

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Bronkovesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen

Inspeksi : Tampak datar

Auskultasi : Terdengar peristaltik usus (+), kesan normal

Perkusi : Timpani pada 4 kuadran abdomen

Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)

Ekstremitas

Akral hangat, edema (-)

Hasil Pemeriksaan Lab

Pemeriksaan Darah Lengkap


WBC 2.12 4.0 - 10.0 103/uL

RBC 3.18 3.80 - 6.50 106/uL

HGB 9.9 11.5 17.0 g/dL

HCT 30.1 37.0 54.0 %

PLT 8 150 500 103/uL

A : Anemia Aplastik
P :

IVFD RL 10 tpm
Inj. Ceftriaxone 2x750 mg
Inj. Dexamethason 2x2,5 mg
Paracetamol 4 x 2 cth

Hari-16 Perawatan

08 Januari 2017

S : Demam (-), Pucat (-), Lemas (-), Perdarahan gusi (-), Sakit kepala (-), Batuk
(-), Flu (-), Nyeri dada (-), Muntah (-), Mual (-), BAB (+), BAK (+).

O : Suhu : 36.6C

Nadi : 85 x/menit

Pernafasan : 28 x/menit

Tekanan Darah : 100/70 mmHg

Paru-paru

Inspeksi : Ekspansi paru simetris bilateral, retraksi (-)

Palpasi : Vocal fremitus bilateral kesan normal

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Bronkovesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen

Inspeksi : Tampak datar

Auskultasi : Terdengar peristaltik usus (+), kesan normal

Perkusi : Timpani pada 4 kuadran abdomen

Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)

Ekstremitas
Akral hangat, edema (-)

A : Anemia Aplastik

P :

IVFD RL 10 tpm
Inj. Ceftriaxone 2x750 mg
Paracetamol 4 x 2 cth
Asam Traneksamat 3 x 200 mg
DISKUSI

1. Definisi
Anemia aplastik merupakan gangguan hematopoisis yang ditandai oleh
penurunan produksi eritroid, mieloid, dan megakariosit dalam sumsum tulang
dengan akibat adanya pansitopenia pada darah tepi, serta tidak dijumpai adanya
keganasan sistem hematopoitik ataupun kanker metastatik yang menekan
sumsum tulang. Aplasia ini dapat terjadi hanya pada satu, dua atau ketiga
sistem hematopoisis. Aplasia yang hanya mengenai sistem eritropoitik disebut
anemia hipoplastik (eritroblastopenia), yang hanya mengenai sistem
granulopoitik disebut agranulositosis sedangkan yang hanya mengenai sistem
megakariosit disebut Purpura Trombositopenik Amegakariositik (PTA). Bila
mengenai ketiga sistem disebut panmieloptisis atau lazimnya disebut anemia
aplastik. Menurut The International Agranulocytosis and Aplastic Anemia
Study (IAAS) disebut anemia aplastik bila didapatkan hasil pemeriksaan kadar
hemoglobin < 10 g/dl atau hematokrit < 30; hitung trombosit < 50.000/mm3;
hitung leukosit < 3.500/mm3 atau granulosit < 1.5x109/l.1

2. Etiologi
Secara etiologik penyakit anemia aplastik ini dapat dibagi menjadi 2 golongan
besar, yaitu:
1. Anemia aplastik herediter atau anemia aplastik yang diturunkan
merupakan faktor kongenital yang ditimbulkan sindrom kegagalan
sumsum tulang herediter antara lain : sindroma Fanconi (anemia Fanconi)
yang biasanya disertai dengan kelainan bawaan lain seperti mikrosefali,
strabismus, anomali jari, dan kelainan ginjal; diskeratosis kongenital;
sindrom Shwachman-Diamond; dan trombositopenia amegakaryositik.
Kelainan kelainan ini sangat jarang ditemukan dan juga jarang berespons
terhadap terapi imunosupresif. Kegagalan sumsum tulang herediter
biasanya muncul pada usia sepuluh tahun pertama dan kerap disertai
anomali fisik (tubuh pendek, kelainan lengan, hipogonadisme, bintik-
bintik caf-au-lait pada anemia Fanconi (sindroma Fanconi)). Beberapa
pasien mungkin mempunyai riwayat keluarga dengan sitopenia.
2. Anemia aplastik didapat
Timbulnya anemia aplastik didapat pada seorang anak dapat dikarenakan
oleh :
- Penggunaan obat, anemia aplastik terkait obat terjadi karena
hipersensitivitas atau penggunaan dosis obat yang berlebihan. Obat
yang paling banyak menyebabkan anemia aplastik adalah
kloramfenikol. Obat obatan lain yang juga sering dilaporkan adalah
fenilbutazon, senyawa sulfur, anti-rematik, anti-tiroid, preparat emas
dan antikonvulsan, obat obatan sitotoksik seperti mileran atau
nitrosourea.
- Senyawa kimia berupa benzene yang paling terkenal dapat
menyebabkan anemia aplastik. Dan juga insektisida (organofosfat).
- Penyakit infeksi yang bisa menyebabkan anemia aplastik sementara
atau permanen, yakni virus Epstein-Barr, virus Haemophillus influenza
A, tuberkulosis milier, Cytomegalovirus (CMV) yang dapat menekan
produksi sel sumsum tulang melalui gangguan pada sel sel stroma
sumsum tulang, Human Immunodeficiency virus (HIV) yang
berkembang menjadi Acquired Immuno-Deficiency Syndrome (AIDS),
virus hepatitis non-A, non-B dan non-C, infeksi parvovirus.
- Terapi radiasi dengan radioaktif
Jika pada seorang pasien tidak diketahui penyebab anemia aplastiknya,
maka pasien tersebut akan digolongkan ke dalam kelompok anemia aplastik
idiopatik.3
Pada kasus pasien tergolong anemia aplastik yang idiopatik atau yang
tidak diketahui penyebabnya karena dari hasil anamnesis tidak didapatkan
adanya anggota keluarga yang menderita gejala yang sama dan juga tidak
didapatkannya kelainan kongenital. Selain itu juga tidak didapatkannya
riwayat konsumsi obat-obatan yang lama yang dapat memicu terjadinya
anemia.

3. Klasifikasi
Berdasarkan derajat pansitopenia darah tepi, anemia aplastik didapat
diklasifikasikan menjadi tidak berat, berat atau sangat berat. Risiko morbiditas
dan mortalitas lebih berkorelasi dengan derajat keparahan sitopenia daripada
selularitas sumsum tulang. Angka kematian setelah dua tahun dengan
perawatan suportif saja untuk pasien anemia aplastik berat atau sangat berat
mencapai 80% dengan infeksi jamur dan sepsis bakterial merupakan penyebab
kematian utama. Anemia aplastik tidak berat jarang mengancam jiwa dan
sebagian besar tidak membutuhkan terapi.6

Klasifikasi Anemia Aplastik


Klasifikasi Kriteria
Anemia Aplastik Berat
Selularitas sumsum tulang < 25%
Sitopenia sedikitnya dua dari tiga Hitung neutrofil < 500/l
seri sel darah Hitung trombosit < 20.000/l
Hitung retikulosit absolut <
60.000/l
Anemia Aplastik Sangat Berat Sama seperti diatas kecuali hitung
neutrofil < 200/l
Anemia Aplastik Tidak Berat Sumsum tulang hiposelular namun
sitopenia tidak memenuhi kriteria
berat

4. Epidemiologi
Ditemukan lebih dari 70% anak anak menderita anemia aplastik derajat
berat pada saat didiagnosis. Tidak ada perbedaan secara bermakna antara anak
laki laki dan perempuan, namun dalam beberapa penelitian tampak insidens
pada anak laki laki lebih banyak dibandingkan anak perempuan. Penyakit ini
termasuk penyakit yang jarang dijumpai di negara barat dengan insiden 1 3 /
1 juta / tahun. Namun di Negara Timur seperti Thailand, negara Asia lainnya
termasuk Indonesia, Taiwan dan Cina, insidensnya jauh lebih tinggi. Penelitian
pada tahun 1991 di Bangkok didapatkan insidens 3.7/1 juta/tahun. Perbedaan
insiden ini diperkirakan oleh karena adanya faktor lingkungan seperti
pemakaian obat obat yang tidak pada tempatnya, pemakaian pestisida serta
insidens virus hepatitis yang lebih tinggi.1

5. Patogenesis dan Patofisiologi


Walaupun banyak penelitian yang telah dilakukan hingga saat ini,
patofisiologi anemia aplastik belum diketahui secara tuntas. Ada 3 teori yang
dapat menerangkan patofisiologi penyakit ini yaitu:
1. Kerusakan sel induk hematopoietik
2. Kerusakan lingkungan mikro sumsum tulang
3. Proses imunologik yang menekan hematopoiesis
Adanya reaksi autoimunitas pada anemia aplastik juga dibuktikan oleh
percobaan in vitro yang memperlihatkan bahwa limfosit dapat menghambat
pembentukan koloni hemopoietik alogenik dan autologus. Setelah itu,
diketahui bahwa limfosit T sitotoksik memerantarai destruksi sel sel asal
hemopoietik pada kelainan ini. Sel sel T efektor tampak lebih jelas di
sumsum tulang dibandingkan dengan darah tepi pasien anemia aplastik. Sel
sel tersebut menghasilkan interferon- dan TNF- yang merupakan inhibitor
langsung hemopoiesis dan meningkatkan ekspresi Fas pada sel sel CD34+.
Klon sel sel imortal yang positif CD4 dan CD8 dari pasien anemia aplastik
juga mensekresi sitokin T-helper-1 (Th1) yang bersifat toksik langsung ke sel
sel CD34+ positif autologus.3
Sebagian besar anemia aplastik didapat secara patofisiologis ditandai
oleh destruksi spesifik yang diperantarai sel T ini. Pada seorang pasien,
kelainan respons imun tersebut kadang kadang dapat dikaitkan dengan
infeksi virus atau pajanan obat tertentu atau zat kimia tertentu. Sangat sedikit
bukti adanya mekanisme lain, seperti toksisitas langsung pada sel asal atau
defisiensi fungsi faktor pertumbuhan hematopoietik. Dan derajat destruksi sel
asal dapat menjelaskan variasi perjalanan klinis secara kuantitatif dan variasi
kualitatif respons imun dapat menerangkan respons terhadap terapi
imunosupresif. Respons terhadap terapi imunosupresif menunjukkan adanya
mekanisme imun yang bertanggung jawab atas kegagalan hematopoietik. 3

6. Gejala Klinis dan Hematologis


Gejala yang muncul berdasarkan gambaran sumsum tulang yang berupa:
Aplasia sistem eritropoitik, granulopoitik dan trombopoitik
Aktivitas relatif sistem limfopoitik dan sistem retikulo endothelial
(SRE)
Aplasia sistem eritropoitik dalam darah tepi akan terlihat sebagai
retikulositopenia yang disertai dengan merendahnya kadar hemoglobin,
hematokrit dan hitung eritrosit serta MCV (Mean Corpuscular Volume). Secara
klinis pasien tampak pucat dengan berbagai gejala anemia lainnya seperti
anoreksia, lemah, palpitasi, sesak karena gagal jantung dan sebagainya. Oleh
karena sifatnya aplasia sistem hematopoitik, maka umumnya tidak ditemukan
ikterus, pembesaran limpa (splenomegali), hepar (hepatomegali) maupun
kelenjar getah bening (limfadenopati).1

7. Pemeriksaan Penunjang
Apusan Darah Tepi
Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan.
Jenis anemianya adalah normokrom normositer. Terkadang ditemukan
makrositosis, anisositosis, dan poikilositosis. Adanya eritrosit muda
atau leukosit muda dalam darah tepi menandakan bukan anemia
aplastik. Granulosit dan trombosit ditemukan rendah. Limfositosis
relatif terdapat pada lebih dari 75% kasus.
Presentase retikulosit umumnya normal atau rendah. Pada sebagian
kecil kasus, persentase retikulosit ditemukan lebih dari 2%. Akan
tetapi, bila nilai ini dikoreksi terhadap beratnya anemia (corrected
reticulocyte count) maka diperoleh persentase retikulosit normal atau
rendah juga. Adanya retikulositosis setelah dikoreksi menandakan
bukan anemia aplastik.6

Gambar 2 Apusan Darah Tepi Anemia Aplastik


(http://www.healthsystem.virginia.edu/internet/hematology/HessImages/Aplastic-
Anemia-Pancytopenia-and-macrocytes-40x-website.jpg)

Laju Endap Darah


Hasil pemeriksaan laju endap darah pada pasien anemia aplastik
selalu meningkat. Pada penelitian yang dilakukan di laboratorium
RSUPN Cipto Mangunkusumo ditemukan 62 dari 70 kasus anemia
aplastik (89%) mempunyai nilai laju endap darah lebih dari 100 mm
dalam satu jam pertama.6
Faal Hemostasis
Pada pasien anemia aplastik akan ditemukan waktu perdarahan
memanjang dan retraksi bekuan yang buruk dikarenakan
trombositopenia. Hasil faal hemostasis lainnya normal.6
Biopsi Sumsum Tulang
Seringkali pada pasien anemia aplasti dilakukan tindakan aspirasi
sumsum tulang berulang dikarenakan teraspirasinya sarang sarang
hemopoiesis hiperaktif. Diharuskan melakukan biopsi sumsum tulang
pada setiap kasus tersangka anemia aplastik. Dari hasil pemeriksaan
sumsum tulang ini akan didapatkan kesesuaian dengan kriteria
diagnosis anemia aplastik.6

Gambar 3 Sumsum Tulang Normal dan Aplastik


(http://www.uams.edu/m2008/notes/path2/Pathology%20disease%20spreadsheet/bone/ap
lastic%20anemia.jpg)

8. Penatalaksanaan
1
Terapi Suportif
Adanya terapi suportif bertujuan untuk mencegah dan mengobati
terjadinya infeksi dan perdarahan. Terapi suportif yang diberikan untuk pasien
anemia aplastik, antara lain:
- Pengobatan terhadap infeksi
Untuk menghindarkan pasien dari infeksi, sebaiknya pasien dirawat dalam
ruangan isolasi yang bersifat suci hama. Pemberian obat antibiotika
hendaknya dipilih yang tidak memiliki efek samping mendepresi sumsum
tulang, seperti kloramfenikol.
- Transfusi darah
Gunakan komponen darah bila harus melakukan transfusi darah. Hendaknya
harus diketahui bahwa tidak ada manfaatnya mempertahankan kadar
hemoglobin yang tinggi, karena dengan transfusi darah yang terlampau sering,
akan timbul depresi terhadap sumsum tulang atau dapat menyebabkan
timbulnya reaksi hemolitik (reaksi transfusi), akibat dibentuknya antibodi
terhadap eritrosit, leukosit dan trombosit. Oleh karena itu, transfusi darah
diberikan atas indikasi tertentu. Pada keadaan yang sangat gawat, seperti
perdarahan masif, perdarahan otak, perdarahan saluran cerna dan lain
sebagainya, dapat diberikan suspensi trombosit.
- Transplantasi sumsum tulang
Metode transplantasi sumsum tulang ditetapkan sebagai terapi terbaik pada
pasien anemia aplastik sejak tahun 1970. Donor sumsum tulang terbaik berasal
dari saudara sekandung dengan Human Leucocyte Antigen (HLA) yang cocok.
Pada kasus pengobatan yang diberikan kepada pasien sudah sesuai dengan
teori yang ada dimana diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder
dan juga anti perdarahan untuk mencegah perdarahan dimana pada pasien
didapatkan adanya perdarahan pada gusi, mimisan dan juga buang air besar
yang hitam. Dan juga sudah dilakukan penatalaksanaan berupa transfusi darah.

9. Prognosis dan Perjalanan Penyakit 1,3


Prognosis penyakit anemia aplastik bergantung pada:
1. Gambaran sumsum tulang hiposeluler atau aseluler.
2. Kadar Hb F yang lebih dari 200mg% memperlihatkan prognosis yang
lebih baik.
3. Jumlah granulosit lebih dari 2000/mm3 menunjukkan prognosis yang lebih
baik.
4. Pencegahan infeksi sekunder, terutama di Indonesia karena kejadian
infeksi masih tinggi.
Pada kasus prognosisnya baik karena setelah melakukan beberapa kali
transfusi didapatkan peningkatan kadar hemoglobin dan juga granulosit selain
itu juga tidak didapatkan adanya infeksi sekunder.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ugrasena, IDG. Anemia Aplastik. Buku Ajar Hematologi Onkologi Anak


IDAI. Cetakan Kedua. Badan Penerbit IDAI. Jakarta. 2009. Hal:10-15.
2. A.V. Hoffbrand, J.E. Pettit, P.A.H. Moss. Anemia Aplastik dan Kegagalan
Sumsum Tulang. Kapita Selekta Hematologi. Edisi IV. EGC. Jakarta.
2010. Hal: 83-87.
3. Abidin Widjanarko, Aru W. Sudoyo, Hans Salonder. Anemia Aplastik.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi IV. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 2009.Hal:627-633.
4. Shadduck RK. Aplastic anemia. In: Lichtman MA, Beutler E, et
al (eds). William Hematology 7th ed. New York : McGraw Hill
Medical; 2007.
5. Permono, B. 2012. Buku Ajar Hemato-Onkologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit
Ikatan Dokter Anak Indonesia.
6. Isyanto, M. A. 2008. Masalah Pada Tata Laksana Anemia Aplastik Didapat
Volume 7 Nomor 1. Jakarta: IDAI

Anda mungkin juga menyukai