Disusun oleh :
030.12.215
Pembimbing:
Oleh :
030.12.215
Kepanitraan Klinik Ilmu Telinga Hidung Tenggorok- Bedah Kepala & Leher
Kota Tegal
Pembimbing I Pembimbing II
2
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN 2
DAFTAR ISI . 3
BAB I PENDAHULUAN.. 4
2.1 Anatomi . 5
2.2 Definisi.. 12
2.4 Etiologi........................................................................................ 12
2.5 Patogenesis...................................................................................... 13
2.7 Diagnosis..................................................................................................... 15
2.10 Komplikasi....... 20
2.11 Penatalaksanaan.. 31
BAB IV Pembahasan.. . 28
BAB V Kesimpulan.. 30
3
BAB I
BAB I PENDAHULUAN
Polip pita suara adalah tumor jinak dari jaringan subepitelial atau lamina propria pada
pita suara. Lesi ini biasanya terletak di sepertiga anterior, sepertiga tengah, bahkan pada seluruh
pita suara. Kelainan ini lebih sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan wanita dengan
perbandingan 2:1, dan bisa ditemukan pada semua usia, tapi biasanya pada usia dewasa antara
umur 20-60 tahun. Penyebab yang pasti dari kelainan ini tidak diketahui, diduga karena
penggunaan suara yang berlebihan atau penyalahgunaan suara.
Predileksi polip pita suara, lebih dari 80 % adalah unilateral dan 20 % bilateral. Kelainan
ini dapat berbentuk bulat atau memanjang. Ukuran, bentuk, warna sangat bervariasi, biasanya
warnanya pucat transparan. Secara histologis, polip terbagi atas polip edematosa dan
angiomatosa. Polip pita suara edematosa warnanya pucat, transparan, dan terdiri dari jaringan
ikat longgar, epitel biasanya normal, kadang-kadang tipis dan permukaannya bisa mengalami
ulserasi. Polip pita suara angiomatosa atau polip telengiektasi mempunyai warna merah dengan
banyak pembuluh darah. Polip pita suara adalah tumor jinak dan tidak punya kecenderungan
untuk ganas. Keluhan bisa bervariasi mulai dari perubahan suara minimal sampai serak. Suara
serak biasanya semakin lama terasa semakin berat.
4
BAB II
Batas-batas laring berupa sebelah kranial terdapat Aditus Laringeus yang berhubungan
dengan Hipofaring, di sebelah kaudal dibentuk oleh sisi inferior kartilago krikoid dan
berhubungan dengan trakea, di sebelah posterior dipisahkan dari vertebra cervicalis oleh otot-
otot prevertebral, dinding dan cavum laringofaring serta disebelah anterior ditutupi oleh fascia,
jaringan lemak, dan kulit. Sedangkan di sebelah lateral ditutupi oleh otot-otot
sternokleidomastoideus, infrahyoid dan lobus kelenjar tiroid.1
Laring berbentuk piramida triangular terbalik dengan dinding kartilago tiroidea di sebelah
atas dan kartilago krikoidea di sebelah bawahnya.1 Os Hyoid dihubungkan dengan laring oleh
membrana tiroidea.1 Tulang ini merupakan tempat melekatnya otot-otot dan ligamenta serta akan
mengalami osifikasi sempurna pada usia 2 tahun. Secara keseluruhan laring dibentuk oleh
sejumlah kartilago, ligamentum dan otot-otot.1
KARTILAGO.
5
1) Kartilago Tiroidea, merupakan kartilago terbesar, berbentuk setenngah lingkaran
dengan bagian anterior yang lebar, dengan proyeksi setinggi vertebra cervicalis
keempat.1
2) Kartilago Krikoidea, berbentuk cincin yang lebar dibagian posterior.1
3) Kartilago Aritenoidea1
6
Gambar 3. Tulang dan Kartilago Laring tampak Posterior
7
2.Ligamentum intrinsik, terdiri dari :1
a) Membran quadrangularis
b) Ligamentum vestibular
c) Konus elastikus
d) Ligamentum krikotiroid media
e) Ligamentum vokalis
OTOT - OTOT
Otototot laring terbagi dalam 2 (dua) kelompok besar yaitu otot-otot ekstrinsik dan otot-
otot intrinsik yang masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda. 1
A. Otot-otot ekstrinsik.
Otot-otot ini menghubungkan laring dengan struktur disekitarnya. Kelompok otot
ini menggerakkan laring secara keseluruhan. Terbagi atas :1
1. Otot-otot suprahioid / otot-otot elevator laring, yaitu :
- M. Stilohioideus - M. Milohioideus
- M. Geniohioideus - M. Digastrikus
8
- M. Genioglosus - M. Hioglosus
2. Otot-otot infrahioid / otot-otot depresor laring, yaitu :1
- M. Omohioideus
- M. Sternokleidomastoideus
- M. Tirohioideus
Gambar 6.Otot eksterinsik
9
Anatomi laring bagian dalam
Cavum laring dapat dibagi menjadi sebagai berikut :
1. Supraglotis (vestibulum superior),
yaitu ruangan diantara permukaan atas pita suara palsu dan inlet laring.1
2. Glotis (pars media),
yaitu ruangan yang terletak antara pita suara palsu dengan pita suara sejati serta membentuk
rongga yang disebut ventrikel laring Morgagni.1
3. Infraglotis (pars inferior),
yaitu ruangan diantara pita suara sejati dengan tepi bawah kartilago krikoidea.
Beberapa bagian penting dari dalam laring :
a) Aditus Laringeus
Pintu masuk ke dalam laring yang dibentuk di anterior oleh epiglotis, lateral oleh
plika ariepiglotika, posterior oleh ujung kartilago kornikulata dan tepi atas m.
aritenoideus. 1
b) Rima Vestibuli.
Merupakan celah antara pita suara palsu.1
c) Rima glottis
Di depan merupakan celah antara pita suara sejati, di belakang antara prosesus
vokalis dan basis kartilago aritenoidea.1
d) Vallecula
Terdapat diantara permukaan anterior epiglotis dengan basis lidah, dibentuk oleh
plika glossoepiglotika medial dan lateral.1
e) Plika Ariepiglotika
Dibentuk oleh tepi atas ligamentum kuadringulare yang berjalan dari kartilago
epiglotika ke kartilago aritenoidea dan kartilago kornikulata.1
f) Sinus Pyriformis (Hipofaring)
Terletak antara plika ariepiglotika dan permukaan dalam kartilago tiroidea.
Incisura Interaritenoidea Suatu lekukan atau takik diantara tuberkulum kornikulatum
kanan dan kiri.1
10
g) Vestibulum Laring
Ruangan yang dibatasi oleh epiglotis, membrana kuadringularis, kartilago
aritenoid, permukaan atas proc. vokalis kartilago aritenoidea dan m.interaritenoidea.1
h) Plika Ventrikularis (pita suara palsu)
Yaitu pita suara palsu yang bergerak bersama-sama dengan kartilago aritenoidea
untuk menutup glottis dalam keadaan terpaksa, merupakan dua lipatan tebal dari selaput
lendir dengan jaringan ikat tipis di tengahnya.1
i) Ventrikel Laring Morgagni (sinus laringeus)
Yaitu ruangan antara pita suara palsu dan sejati. Dekat ujung anterior dari ventrikel
terdapat suatu divertikulum yang meluas ke atas diantara pita suara palsu dan permukaan
dalam kartilago tiroidea, dilapisi epitel berlapis semu bersilia dengan beberapa kelenjar
seromukosa yang fungsinya untuk melicinkan pita suara sejati, disebut appendiks atau
sakulus ventrikel laring.1
j) Plika Vokalis (pita suara sejati)
Terdapat di bagian bawah laring. Tiga per lima bagian dibentuk oleh ligamentum
vokalis dan celahnya disebut intermembranous portion, dan dua per lima belakang
dibentuk oleh prosesus vokalis dari kartilago aritenoidea dan disebut intercartilagenous
portion.1
11
2.2. Definisi
Polip pita suara adalah tumor jinak dari jaringan subepitelial atau lamina propria
pada pita suara.2 Lesi ini biasanya terletak di sepertiga anterior, sepertiga tengah, bahkan
pada seluruh pita suara.3 Polip pita suara ini biasanya unilateral. Polip ini merupakan
ekstensi lamina propia, dapat mempunyai dasar yang luas atau tangkai yang sempit.
Warna polip bervariasi, mulai dari merah hingga translusen.4 Penyebab yang pasti dari
kelainan ini tidak diketahui, diduga karena penggunaan suara yang berlebihan atau
penyalahgunaan suara.2
2.3. Epidemiologi
Kelainan ini lebih sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan wanita dengan
perbandingan 2:1, dan bisa ditemukan pada semua usia, tapi biasanya pada usia dewasa
antara umur 20-60 tahun. Predileksi polip pita suara, lebih dari 80 % adalah unilateral dan
20 % bilateral.2 Pada orang dewasa (berusia antara 19 sampai 60 tahun) dengan gangguan
suara, diagnosa yang paling sering disertakan disfonia fungsional (20,5%), radang
tenggorokan (12,5%), dan polip pita suara (12%).2
2.4 Etiologi
Polip plika vokalis dapat disebabkan oleh Vocal abuse, yang mengacu pada
perilaku vokal yang dapat menyebabkan trauma pada mukosa laring. berbicara
berlebihan, bersuara nyaring yang berkepanjangan dan berlebihan, batuk yang berlebihan,
adalah beberapa contoh dari penggunaan suara yang salah.5 Vocal abuse menjelaskan
perlakuan suara (vocal behaviour) yang berhubungan dengan kualitas suara normal
yang seringkali menyebabkan abnormalitas pita suara dan menghasilkan disfonia.
penyalahgunaan plika vokalis melibatkan perilaku vokal yang abnormal dan dapat
menyebabkan stres atau trauma laring. Vocal abuse bercirikan suara yang berangsur-
angsur menurun, terutama disebabkan oleh:5
2.5 Patogenesis
13
Pada pasien dengan polip berukuran sedang sampai besar, suara saat berbicara
umumnya lebih rendah daripada biasanya, dalam dan berat (husky), parau, dan
breathy. Sedangkan pasien dengan pembengkakan yang tidak terlihat sampai
sedang biasa bersuara normal. Suara saat berbicara kurang sensitif dibandingkan
dengan suara saat bernyanyi.5 Pada pasien dengan pembengkakan yang tak terlihat
sampai kecil, terdapat limitasi vokal saat dilakukan penilaian vokal (seperti
diplophonia, tidak dapat bernyanyi nada tinggi dengan suara yang lembut
atau keterlambatan onset bersuara).Pemeriksaan laringoskopi sering menunjuk- kan
penutupan glotis yang tidak sempurna, dengan bentuk menyerupai jam pasir dan
aduksi pada pita suara palsu saat fonasi.Laringoskopi menunjukkan adanya lesi
kecil.5
2.7 Diagnosis
Dalam mendiagnosis gangguan suara, deskripsi diperoleh dari keluhan utama pasien,
penyakit ini, tingkat dan kualitas suara serak, sejarah masa lalu, pekerjaan, dan suara terkait
kebiasaan sehari-hari atau latar belakang sosial.8 Kondisi yang menyebabkan suara serak
termasuk polip pita suara, nodul pita suara. kelumpuhan saraf berulang,dan kanker laring.
1) keluhan Kepala (suara serak, suara lapangan normal, kekuatan suara yang abnormal,
bimbang suara, dll)
2) Hadir penyakit (akut / kronis, sejak timbulnya gejala, sejarah pengobatan, dll)
3) Faktor Berkontribusi (suara penyalahgunaan, operasi, luka luar, pilek, terapi hormon,
stres, dll)
4) Komplikasi (heartburn, refluks asam, nyeri laringofaring, kesulitan pernafasan,
misswallowing, dll)
5) sejarah masa lalu (gangguan neurologis, gangguan psikologis, gangguan endokrin,dll)
6) Pekerjaan (guru, penyanyi, pemandu wisata bus, penyiar, instruktur olahraga, pembibitan
guru, pendeta Buddha, restoran karyawan, karyawan industri jasa, dll) dan / atau hobi
(yokyoku atau karaoke bernyanyi)
7) obat oral (obat psikotropika, obat hormonal, ACE obat penghambatan)
14
8) kebiasaan Lifestyle (riwayat merokok, riwayat minum, dll)
9) alergi obat
Pemeriksaan Penunjang
Diperlukan pemeriksaan penunjang untuk membantu diagnosis, mencari
penyebab,seperti pemeriksaan laringoskopi indirek, maupun direk. Menggunakan teleskop
laring baik yang kaku (rigid telescope) atau serat optic (fiberoptic telescope). Penggunaan
teleskop ini dapat dihubungkan dengan alat video sehingga akan memberikan gambaran
laring yang lebih jelas dalam keadaan statis maupun dinamis, selain itu dapat dilakukan
dokumentasi hasil pemeriksaanuntuk tindak lanjut hasil pengobatan.9 Visualisasi laring dan
pita suara secara dinamis akan lebih jelas dengan menggunakan stroboskop, dimana gerakan
pita suara dapat diperlambat sehingga dapat terlihat getaran pita suara. Terkadang
diperlukan pemeriksaan laring secara langsung untuk biopsi tumor, secara langsung dapat
menggunakan teleskop atau mikroskop. Pemeriksaanlainnya seperti darah lengkap, foto
Rontgen thoraks, sinus paranasal, dan patologi anatomi.9
polip plika vokalis didiagnosis selama laringoskopi dan stroboscopy. Mereka muncul
sebagai cairan diisi lesi di tepi bebas dari plika vokalis. Polip biasanya berkembang di
midportion plika vokalis seperti yang dilakukan nodul dan kista. Ketika polip cukup besar
dan menghalangi penutupan pita suara, menyebabkan keluarnya udara selama produksi
suara. lesi reaktif dapat hadir pada lipatan vokal yang berlawanan..9
15
Gambar 8.Polip plika vokalis
C. Contact Granuloma
16
D. Kista
2.9 Penatalaksanaan
A. Terapi Medis
Pilihan pengobatan untuk polip plika vokalis mencakup teknik invasif dan
non-invasif. Berlaku pemikiran yang mencerminkan opini bahwa mekanisme
etiologi dari lesi yang berhubungan langsung dengan penggunaan vokal dan
teknik. Oleh karena itu, mengoreksi faktor-faktor penyebab yang mendasari,
terutama melalui terapi suara dan edukasi, memainkan peran integral dalam setiap
rencana pengobatan .2
Edukasi tentang kebersihan vokal yang tepat dan hidrasi dan menghindari
vocal abuse, penyalahgunaan, dan berlebihan adalah dasar yang diperlukan.
Pasien harus memahami bagaimana perilaku atau pola tertentu yang mungkin
telah berkontribusi atau mungkin di masa depan berkontribusi terjadinya lesi plika
vokalis.2 Intervensi dalam bentuk terapi suara untuk memperbaiki masalah
penggunaan ini diperlukan duntuk sebagian besar polip plika vokalis.2
B. Terapi Bedah
Tujuan utama dari pengangkatan massa pada pita suara adalah
memperbaiki pergerakan dari pita suara, mempertahankan mukosa normal, dan
memperbaiki posisi atau ketegangan dari pita suara. Menurut sejarah, pada tahun
1897 Kirstein memperkenalkan peralatan laringoskop, dia merupakan orang yang
17
pertama memperkenalkan tehnik manipulasi alat bimanual, kemudian dilanjutkan
Bruning pada tahun 1912 dan Steiffert pada tahun 1922, kemudian Kleinsasser
memperkenalkan penggunaan penyangga laringoskop, yang teknik awal
diletakkan di dada pasien, meskipun sekarang banyak yang lebih menyukai
adanya penyangga bantuan di dada.5 Dari segi biofisika, laser adalah alat elektro
optik yang berisi media laser yang biasanya berupa gas atau kristal, sumber
eksitasi, dan ruang resonansi. Atom-atom dari media laser ini memiliki beberapa
tingkat energi. Perpindahan antara tingkat energi ini dapat mengakibatkan
pelepasan energi. Bila media penghantar diaktifkan oleh sumber energi ekstrinsik
seperti listrik, maka akan terjadi eksitasi yang akan menyebabkan atom-atom
dalam media laser meningkat ke tingkat energi yang lebih tinggi, maka atom-atom
dalam media akan terpompa menjadi energi kuat. Sesudah emisi dari energi sinar
melalui kaca reflektor, gugusan sinar laser berjalan melalui lensa yang
memfokuskan energi sinar menjadi gugusan sinar yang sempit atau sebesar bercak
yang berkisar antara 0,1-0,2 mm. Untuk pembedahan laser secara khusus
mengontrol 3 variabel, yaitu mesti diatur panjang fokus (mm), daya (watt), dan
waktu (detik).5 Ada beberapa efek yang terjadi bila sebuah jaringan diberi laser,
yaitu sinar akan diserap, menembus jaringan, dan dipantulkan kembali.
Keuntungan laser adalah ketepatan dengan tingkat keakuratan pembedah dapat
mencapai 0,1 mm, menghentikan perdarahan, edema pasca operasi yang
berkurang. Kerugiannya bisa menyebabkan kornea mata bisa terbakar, dan untuk
mengatasinya tenaga medis memakai kacamata pelindung (google), dan pasien
memakai kassa basah sebagai pelindung mata.5 Laser dioda adalah alat listrik
semikonduktor yang menghasilkan sinar laser dari stimulasi listrik, energi
dipindahkan melalui serat optik, yang dapat digunakan untuk dua metode yatu
kontak dan non kontak. Pada metode kontak serat optik menyentuh jaringan, maka
energi panas diujungnya akan menghasilkan efek panas untuk insisi, eksisi dan
vaporisasi, dengan penghentian darah.5 Pengaruh panas sekitar 300-600
mikrometer, tergantung dari tingkat energi yang digunakan. Pada metode non
kontak serat optik tidak menyentuh jaringan, panas akan mempengaruhi
permukaan jaringan dengan hasil vaporisasi yang cepat dan menyebabkan
terjadinya koagulasi.2
Penggunaan laser pada operasi laring tidak hanya untuk melindungi
anatomi organnya yang diperlukan, tapi juga fungsi dari organ tersebut,
pembuangan jaringan yang tidak perlu dapat menyebabkan jaringan sikatrik, dan
menjadi suara serak permanen. Teknik non kontak digunakan untuk
meminimalkan kerusakan jaringan dan mempertahankan struktur jaringan. Pada
pasien ini digunakan mikrolaringoskopi laser diode yang mempunyai serat optik,
yang bisa mengontrol perdarahan di daerah operasi, dan bisa mempercepat waktu
18
pemulihan. Jenis laser yang lain yang digunakan di bagian THT-KL adalah laser
Thulium, laser Argon, laser CO2, laser Nd:YAG, dan laser KTP 532.21,25,26
Dari segi anestesi, waktu pemakaian laser, N2O dimatikan karena bisa terbakar,
dan sebagai pelindung juga digunakan pack kassa basah yang diletakkan di sub
glotis.2 Pada saat pengangkatan polip pita suara tidak boleh merusak lapisan
dalam dari pita suara, terutama ligament dari pita suara. Pasien disuruh untuk
istirahat bicara total selama 14 hari, untuk mandapatkan hasil post operasi yang
baik.2 Pada literatur yang dikatakan istirahat bicara untuk 7-10 hari post eksirpasi
polip pita suara akan memberikan suara yang kembali baik dalam 1-2 bulan.2
Follow up pasien dilakukan 2 minggu setelah tindakan, dilanjutkan setelah 1 bulan
tindakan, dan control pasien tetap dilakukan sampai bulan ketiga setelah tindakan.
Literatur yang menyebutkan waktu minimal kontrol untuk pasien polip adalah 3
bulan juga untuk Reikes edema dan kista retensi, 5 bulan untuk sikatrik, dan 6
bulan untuk nodul pita suara.2
19
2.10 Komplikasi
Komplikasi yang paling umum termasuk mati rasa lidah, rasa diubah, dan trauma minor
pada gigi, rongga mulut, dan faring selama laringoskopi.2 Risiko yang terkait dengan
phonomicrosurgery termasuk potensi untuk kualitas suara memburuk, perdarahan, infeksi,
trauma gigi, dan luka orofaringeal karena suspensi laring, dan, terutama, pembentukan bekas
luka akibat reseksi jaringan terlalu agresif atau faktor pasien selama masa penyembuhan.
Komplikasi potensial kemudian harus seimbang terhadap keuntungan yang diusulkan dari
operasi atas dasar kasus per kasus.2
20
BAB III
3.2. Anamnesis
Anamneis dilakukan secara Autoanamneis pada tanggal 20 Oktober 2016 pada pukul
11.00 WIB bertempat di Instalasi Bedah Sentral RSUD Kardinah Tegal.
1. Keluhan utama
Serak sejak 5 bulan sebelum masuk rumah sakit (SMRS)
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang pasien laki-laki berumur 26 thn (RM 848202) datang ke poli THT-KL
tanggal 19 Oktober 2016 dengan engan keluhan suara serak sejak 5 bulan SMRS, serak
terasa semakin lama semakin parah. Pasien merasa lelah saat bicara, dan sulit
untuk mengucapkan kalimat yang panjang. Terasa mengganjal di tenggorok bila
bicara. Kadangkadang batuk berdahak. Tidak ada sesak. Tidak ada demam. Tidak ada
mual dan muntah. Tidak ada riwayat nyeri ulu hati. Pasien mengeluh nyeri saat
menelan dan bicara sejak 5 bulan SMRS, batuk sejak 1 minggu SMRS dengan dahak
21
berwarna putih. Pasien juga mengetakan sering mengeluarkan cairaan dari hidung
berwarna putih, hidung tersumbat, dan nyeri kepala.
22
Kepala : Normocephali
Leher : Jejas (-), oedem (-), hematom (-), pembesaran kelenjar getah bening dan
tiroid (-), nyeri tekan (-)
Thorax
Jantung
Paru
Abdomen
Inspeksi : Supel
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba membesar
Perkusi : Timpani
23
c. Status Lokalis
Telinga
Dextra Sinistra
Normotia, benjolan (+), Daun telinga Normotia, benjolan (-), nyeri
nyeri tarik (-), nyeri tekan tarik (-), nyeri tekan tragus (-)
tragus (-)
Hiperemis (-), fistula (-), Preaurikuler Hiperemis (-), fistula (-),
oedem(-), sikatriks(-) oedem(-), sikatriks(-)
Hiperemis (-), fistula (-), Retroaurikuler Hiperemis (-), fistula (-),
oedem(-), sikatriks(-), oedem(-), sikatriks(-), nyeri
nyeri tekan mastoid (-) tekan mastoid (-)
Lapang, Hiperemis (-), Kanalis akustikus Lapang, Hiperemis (-),
oedem(-), discharge(-) eksternus oedem(-), discharge(-)
Hiperemis (-), warna putih Membran timpani Hiperemis (-), warna putih
mengkilat, Refleks cahaya mengkilat, Refleks cahaya (+)
(+)
Hidung
Dextra Sinistra
Bulu hidung (+), Vestibulum Bulu hidung (+),
hiperemis(-), benjolan (-), hiperemis(-), benjolan (-),
nyeri (-), sekret(-) nyeri (-), sekret(-)
Tidak terlihat Konka Superior Tidak terlihat
Livid (-), hipertrofi(-), Konka media Livid (-), hipertrofi(-),
hiperemis(-), discharge(-) hiperemis(-), discharge(-)
Livid (-), hipertrofi(-), Konka inferior Livid (-), hipertrofi(-),
hiperemis(-), discharge(-) hiperemis(-), discharge(-)
Tidak dapat dinilai Meatus nasi medius Tidak dapat dinilai
24
Tidak dapat dinilai Meatus nasi inferior Tidak dapat dinilai
Lapang Cavum nasi Lapang
Deviasi (-) Septum nasi Deviasi (-)
Orofaring
Mulut Trismus(-)
Palatum Simetris, deformitas (-)
Arkus faring Simetris, hiperemis (-)
Mukosa faring Hiperemis(-), granulasi(+), sekret(-)
Dinding faring posterior Hiperemis(-), post nasal drip (-)
Uvula Simetris ditengah, hiperemis (-)
Tonsila Palatina Ukuran : T1
Warna : Hiperemis(-)
Kripta : dalam batas normal
Detritus: -/-
Perlekatan : -
Massa : -
Kemampuan menelan Makanan padat (+), makanan lunak (-), air (+)
25
3.4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Nasal Endoskopi
26
3.5. Diagnosis
a. Diagnosis kerja
b. Diagnosis Banding
3.6. Penatalaksanaan
- Farmakologis pasca tindakan
Antibiotik : Azitromicyn 1 x 1
Kortikosteroid: Metilprednisolon 2 x 8mg
- Rujuk ke RS Kariadi untuk melakukan terapi ekstripasi polip
3.7. Prognosis
Ad vitam : Bonam
Ad functionam : Bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
27
BAB IV
BAB IV PEMBAHASAN
28
pasien ini satu dan tidak bertangkai. Polip pita suara bisa tidak bertangkai/sesile
atau bertangkai/pedunculated, secara mikroskopis pada polip pita suara terdapat
penebalan epitel berlapis gepeng, bisa terdapat perdarahan yang baru, hemosiderin
dan fibrin.
29
BAB V
BAB V KESIMPULAN
Polip pita suara adalah tumor jinak dari jaringan subepitelial atau lamina propria
pada pita suara. Lesi ini biasanya terletak di sepertiga anterior, sepertiga tengah, bahkan
pada seluruh pita suara. Kelainan ini lebih sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan wanita
dengan perbandingan 2:1, dan bisa ditemukan pada semua usia, tapi biasanya pada usia
dewasa antara umur 20-60 tahun. Penyebab yang pasti dari kelainan ini tidak diketahui,
diduga karena penggunaan suara yang berlebihan atau penyalahgunaan suara. Predileksi polip
pita suara, lebih dari 80 % adalah unilateral dan 20 % bilateral. Kelainan ini dapat
berbentuk bulat atau memanjang. Ukuran, bentuk, warna sangat bervariasi, biasanya
warnanya pucat transparan. Secara histologis, polip terbagi atas polip edematosa dan
angiomatosa. Polip pita suara edematosa warnanya pucat, transparan, dan terdiri dari
jaringan ikat longgar, epitel biasanya normal, kadang-kadang tipis dan permukaannya bisa
mengalami ulserasi. Polip pita suara angiomatosa atau polip telengiektasi mempunyai warna
merah dengan banyak pembuluh darah. Polip pita suara adalah tumor jinak dan tidak punya
kecenderungan untuk ganas.
Gejala-gejala yang dapat ditemukan pada penderita polip pita suara adalah suara
terdengar kasar, serak dan pecah, menghilangnya kemampuan bernyanyi nada tinggi dengan
halus, menurunnya kemampuan modulasi suara, meningkatnya pengeluaran udara saat
berbicara (breathiness) dan suara parau, pada saat bernyanyi terasa seperti me-maksa,
pemanasan suara yang lebih lama. kelelahan bersuara adalah kelainan struktur terutama
terjadi pada lapisan epitel dan lamina propria. Kelainan pada lapisan epitel biasanya
berupa edema yang dapat berlanjut menjadi nodul pita suara. Sedangkan kelainan pada lamina
propria dapat terjadi akibat penumpukan cairan atau darah yang dapat berlanjut menjadi polip
pita suara. Polip bisa terjadi sepanjang membran pita suara tetapi lebih sering ditemukan di
bagian anterior pita suara. Biasanya lesi unilateral meskipun di beberapa penelitian polip
ditemukan bilateral . Pada lapisan epitel pita suara terdapat ruang subepitel yang disebut
dengan ruang Reinke, akumulasi cairan mudah terjadi pada ruang ini sehingga
menyebabkan pita suara menjadi edema. Jika hal ini terjadi terus- menerus akibat
penggunaan suara yang salah maka akan terbentuk polip pita suara.
30
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
2.Novialdi, Tuti N.Ekstripasi polip pita suara dengan kombinasi menggunakan laser.Bagian
Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher Fakultas Kedokteran Andalas/RS.Dr.M Djamil
Padang.
4. John W. Ingle and Clark A. Rosen. Benign Vocal Fold Lesions andPhonomicrosurgery .In:
Bailey BJ, Pillsbury HC, Driscoll BP, editors. Head and Neck Surgery
Otolaryngology.5th ed. Philadelphia : Lippincott-Raven; 2014;68:989.
6. Zhukhovitskaya, A., Battaglia, D., Khosla, S. M., Murry, T. and Sulica, L. (2015), Gender and
age in benign vocal fold lesions. The Laryngoscope, 125: 191196. doi:10.1002/lary.24911
8. Vocal improvement after voice therapy in the treatment of benign vocal fold lesions A.
SCHINDLER, F. MOZZANICA, D. GINOCCHIO, P. MARUZZI, M. ATAC, F.
OTTAVIANIActa Otorhinolaryngol Ital. 2012 Oct; 32(5): 304308.
9. Bohlender J. Diagnostic and therapeutic pitfalls in benign vocal fold diseases. GMS Curr Top
Otorhinolaryngol Head Neck Surg. 2013; 12: Doc01
10. Yuwono A, Novita N. Nodul Pita Suara (Singers Nodes). CDK-217/ vol. 41 no. 6, th. 2014.
31
32