Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
MANAJEMEN PENETASAN
Oleh :
Kelompok 3
Kelas D
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJAJARAN
SUMEDANG
2015
I
PENDAHULUAN
II
PEMBAHASAN
Penetasan merupakan proses perkembangan embrio di dalam telur sampai
telur pecah menghasilkan anak ayam. Penetasan dapat dilakukan secara alami oleh
induk ayam atau secara buatan (artifisial) menggunakan mesin tetas. Bagi
beberapa spesies, penetasan secara alami merupakan cara penetasan paling efisien.
Namun, bagi ayam, kalkun, dan itik, cara penetasan buatan lebih menguntungkan
untuk tujuan ekonomis (Suprijatna dkk., 2008).
Keberhasilan penetasan buatan tergantung banyak faktor, antara lain telur
tetas, mesin tetas, dan tatalaksana penetasan (Suprijatna dkk., 2008). walau pun
pada kondisi yang baik tetapi pada periode penyimpanan telur yang semakin lama
tersimpan yaitu lebih dari 6 hari sangat mempengaruhi daya tetas telur.
B. Kelembaban
Selama penetasan berlansung diperlukan kelembaban yang sesuai dengan
perkembangan embrio. Kelembaban nisbi yang umum untuk penetasan telur ayam
sekitar 60-70%. Kelembaban juga dipengaruhi proses metabolisme kalsium (Ca)
pada embrio. Saat kelembaban nisbi terlalu tinggi, perpindahan Ca dari kerabang
ketulang-tulang dalam perkembangan embrio lebih banyak. Pertumbuhan embrio
dapat diperlambat oleh keadaan kelembaban udara yang terlalu tinggi atau terlalu
rendah. Sedangkan pertumbuhan embrio optimum akan diperoleh pada
kelembaban nisbi mendekati 60%. Mulai hari pertama hingga hari kedelapan belas
kelembaban nisbi yang diperlukan sebesar 60%, sedangkan untuk hari-hari
berikutnya diperlukan 70%. Biasanya, kelembaban dapat diatur dengan
memberikan air ke dalam mesin tetas dengan cara meletakannya dalam wadah
ceper (Paimin, 2001).
Kelembaban udara yang diukur dengan hygrometer di dalam ruang
inkubator haruslah dijaga pada pembacaan menggunakan hygrometer pada kisaran
55-60% untuk 18 hari pertama di incubator, dan 65-70% untuk 3 hari berikutnya.
Hal ini menjadi penting karena ke tidak akuratan dalam penerapan kelembaban
udara dapat mempengaruhi secara signifikan keberhasilan dalam penetasan telur.
Bila kelembaban udara terlalu rendah maka akan terjadi peningkatan penguapan
udara dari kulit telur yang kemudian dapat menyebabkan embrio ayam tidak kuat
memecah kulit telur karena lapisan/selaput bagian dalam telur menjadi keras.
Dalam hal demikian maka penambahan sebuah nampan dan diisi air diperlukan
untuk mencapai kisaran angka yang diperlukan. Sebaliknya jika kelembaban
udaranya terlalu tinggi maka penurunan kelembabannya dapat dengan cara
mengganti nampan dengan yang lebih kecil atau menutupi sebagian permukaan
Kelembaban di inkubator/setter 52-55% (setara dengan 28,9oC-29,4oC pada
bola basah thermometer), sedangkan kelembaban pada hatcher mula-mula 52-
55%. Apabila 1/3 dari jumlah telur di dalam hicher telur retak, maka kelembaban
dinaikan menjadi 70-75% (32,8-33oC) pada bola basah thermometer), untuk
mendapatkan data kelembaban di dalam setter maupun hatcher, maka setiap saat
kain kaos yang terdapat pada bola basah thermometer harus dibersihkan agar kain
kaos tidak mengeras karena kalsium, maka untuk mengecek thermometer bola
basah dipakai air minum/air destrilisasi. Untuk itu, dapat dipakai air
hujan/aguades supaya tidak terjadi gangguan kelembaban pada hicher. Gangguan
kelembaban ini dapat menyebabkan kegagalan pembukaan pintu hatcher pada saat
telur mulai pecah kulit dan anak ayam mulai menyampul (Sudaryani dan Santosa,
2003).
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
No Nama Tugas
1. Fahmi Rauf N Fumigasi Mesin Tetas, Mengatur Suhu dan
Kelembaban.
2. Latip Mustopa Seleksi dan Fumigasi Telur Tetas.
3. Khrisna Putra R Memasukkan Telur, Menjaga Suhu dan
Kelembaban.
4. Rezha M Firdaus Pemutaran Telur, Candling, dan
Perkembangan Embrio.
5. Chairunnisa Editor dan Kesimpulan.
6. Risa Gunawan Pendahuluan dan PowerPoint
7. Prasetyo Hadi Pengeluaran dan Seleksi DOC