Anda di halaman 1dari 4

Sembilan Belas

Sebuah Kisah Heroik Para Pahlawan Bangsa

Oleh: Irfan Ghani F


Kelas: XII IPA I

SMA NEGERI 6 PALEMBANG


Jl. Sersan Sani Basuki Rahmat Telp. 0711-811824 Palembang 30127
TAHUN 2015
Bum!

Apa yang telah terjadi? Aku melihat ke sekelilingku dan akhirnya menyadari bahwa
pesawat yang kami tumpangi telah tertembak musuh dan jatuh di daerah musuh.
gawat.. gumamku dalam hati.

Dengan sigap komandanku, pak Suparmin menarikku dan membawaku keluar badan
pesawat yang telah hancur ini. sepertinya hanya kita yang selamat. Ucapnya.

Hanya 5 dari 32 teman kami yang selamat. Kami dengan sangat terpaksa melucuti
barang-barang teman kami yang telah gugur agar tidak mubazir, dan mengubur jenazah
mereka disini.

Karena matahari sudah hilang dari pandangan, maka kami memutuskan untuk
bermalam disini. Untung saja makanan kami tidak hancur semua, masih ada sisa untuk
beberapa hari. Sesuai prosedur, kami bergantian untuk jaga malam, karena musuh pasti
sudah mengetahui keberadaan kami. Sebenarnya kami agak bingung karena belum
terdengar suara manusia selain suara kami sejak pesawat kami terjatuh.

Keesokan subuhnya, kami bangun untuk sholat. Sejauh ini belum ada tanda-tanda ada
musuh yang mendekat. Aneh.. sahabatkuku, Yamin berbisik kepadaku.

Matahari terbit, dan pak Suparmin menyuruh kami semua untuk bergerak maju ke tujuan
kami, markas musuh. Kita sudah tiba di titik tak ada jalan kembali. ujarnya.

Senjata, cek. Amunisi, cek. Peledak, cek. Perlengkapan lain, cek. Semua barang telah
lengkap, 2 orang dari kami membawa senapan mesin, dan sisanya, termasuk aku
membawa senapan serbu yang relatif lebih ringan.

Kami berjalan menyusuri pinggir sungai yang terus menanjak kearah sebuah tebing
yang lumayan tinggi. Ya, disitulah markas musuh tujuan kami.

Beberapa menit kemudian kami sampai disana. Semua pasukan kami telah bersiap
diposisinya masing-masing. Aku sendiri mendapat tugas untuk meletakkan bom
bersama dengan Yamin.

Kami menyusup dari pinggir jurang agar tidak terdeteksi oleh musuh. Aku hampir saja
terjatuh ketika memanjat tebing, untung saja Yamin segera meraih tanganku dan
akhirnya kami berdua selamat sampai ke atas.

Kami berjalan dengan sangat mengendap-ngendap agar tidak diketahui oleh musuh.
Yamin bertindak sebagai penembak jitu dan aku pergi menyusup ke markas musuh
untuk menghancurkannya.

Saat ini sedang terjadi badai yang lumayan besar, kami diselimuti kabut yang sangat
pekat. Hal inilah yang membuat penyamaran kami semakin sempurna. Kami sendiri bisa
melihat dengan bantuan lensa inframerah yang mendeteksi panas.

Aku langsung pergi ke tangki bahan bakar dan meletakkan bom remot yang bisa
diledakkan hanya dengan menekan tombol pada transmitter, atau remotnya.
Kami berdua sepakat untuk bertemu di hangar bandara untuk mengambil beberapa
dokumen yang mungkin berguna untuk kami.

Brak!

Pintu masuk hangar didobrak dan kami langsung ditodong oleh musuh. Dengan sigap
aku langsung menekan tombol remot bom. Bum! Seketika konsentrasi mereka pecah
dan kami bisa melarikan diri.

Pak Suparminlangsung berteriak Serang!. Mendadak pasukan musuh langsung roboh


satu demi satu karena diterjang ratusan peluru dari senapan mesin yang dibawa
olehnya. Kami berhasil lolos dari maut dan bersembunyi di hutan belantara.

Untuk beberapa saat kami bisa beristirahat. Kemudian kami mendengar suara keributan
dari belakang. Langsung saja kami terkejut dan lari ke sisi lain dari hutan dan tiba di
sebuah jurang.

Benar saja, unit kecil pasukan ini kemudian dihadang 300 pasukan musuh di ketinggian.
Pertempuran tak seimbangpun terjadi.

Seorang pembawa senapan mesin kami gugur diterjang peluru musuh. Pak Suparmin
memerintahkan untuk mundur melewati celah bukit. Walau sulit, itu satu-satunya pilihan
yang ada.

Di saat genting tersebut, Yamin meminta izin pak Suparmin untuk menghadang musuh
seorang diri. Dia mengorbankan diri agar kami bisa lolos.

Yamin membuang senapan miliknya yang sudah habis pelurunya dan mengambil
senapan mesin rekan kami yang sudah gugur. Dia berlari maju dan menembaki musuh
tanpa memperdulikan peluru musuh yang mengoyak tubuhnya.

Yamin sudah bersimbah darah. Peluru senapan mesinnya sudah habis. Tapi dia tak
mau menyerah.

Dia mencabut pisau dari pinggangnya dan memburu musuh. Lima belas orang berhasil
ditewaskan dalam pertarungan maut.

Tak terhitung peluru musuh yang menembus tubuhnya. Hingga Yamin jatuh terduduk
nyaris kehabisan darah.

Pasukan musuh mendekati Yamin yang tak mampu bergerak lagi. Mereka bersiap
memberikan eksekusi terakhir. Sebuah tembakan maut di kepala prajurit baret merah
tersebut.

Setelah puluhan musuh makin mendekat, dengan sisa-sisa tenaga yang masih dimiliki,
Yamin mencabut pin dua buah granat di kantong celananya.
Dia melompat ke arah kerumunan musuh dengan granat sambil berteriak keras.
"Allahuakbar!!!"

Sementara itu 3 orang pasukan yang tersisa termasuk aku telah berada di atas bukit.
kami menghujani pasukan musuh dengan peluru yang tersisa. Untungnya tak lama
kemudian, armada bantuan 2 unit helikopter serbu datang melalui udara.

Tembak menembak terjadi hingga malam hari. Banyak korban berjatuhan dari dua
pihak.

Hatiku sangat senang di satu sisi, dan sangat sedih pula di sisi yang lain karena telah
kehilangan sahabatku, Yamin.

Aku tak akan melupakan kejadian hari ini, sembilan belas Februari 2016 untuk
selamanya.

--Tamat--

Anda mungkin juga menyukai