PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kor pulmonal dapat terjadi secara akut maupun kronik. Penyebab kor
pulmonal akut tersering adalah emboli paru masif sedangkan kor pulmonal kronik
sering disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada kor pulmonal
kronik umumnya terjadi hipertrofi ventrikel kanan sedangkan pada kor-pulmonal
akut terjadi dilatasi ventrikel kanan.1 Insidens yang tepat dari kor pulmonal tidak
diketahui karena seringkali terjadi tanpa dapat dikenali secara klinis. Diperkirakan
insidens kor pulmonal adalah 6% sampai 7% dari seluruh penyakit jantung.4 Di
Inggris terdapat sedikitnya 0,3% populasi dengan resiko terjadinya kor pulmonal
pada populasi usia lebih dari 45 tahun dan sekitar 60.000 populasi telah mengalami
hipertensi pulmonal yang membutuhkan terapi oksigen jangka panjang.5
1
Berdasarkan penelitian lain di Ethiopia, menemukan penyebab terbanyak kor
pulmonal berturut-turut adalah asma bronkial, tuberkulosis paru, bronkitis kronik,
emfisema, penyakit interstisial paru, bronkiektasis, obesitas, dan kifoskoliosis.
Menurut penelitian sekitar 80-90% pasien kor pulmonal mempunyai PPOK dan 25
% pasien dengan PPOK akan berkembang menjadi kor pulmonal.5 Kor pulmonal
terjadi ketika hipertensi pulmonal menimbulkan tekanan berlebihan pada ventrikel
kanan. Tekanan yang berlebihan ini meningkatkan kerja ventrikel kanan yang
menyebabkan hipertrofi otot jantung yang normalnya berdinding tipis, yang
akhirnya dapat menyebabkan disfungsi ventrikel dan berlanjut kepada gagal
jantung.3
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi
II.2. Epidemiologi
3
II.3. Etiologi
Kor pulmonal terjadi akibat adanya perubahan akut atau kronis pada
pembuluh darah paru dan atau parenkim paru yang dapat menyebabkan terjadinya
hipertensi pulmonal.8 Prevalensi pasti kor pulmonal sulit dipastikan karena dua
alasan. Pertama, tidak semua kasus penyakit paru kronis menjadi kor pulmonal, dan
kedua, kemampuan kita untuk mendiagnosa hipertensi pulmonal dan kor pulmonal
dengan pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium tidaklah sensitif. Namun,
kemajuan terbaru dalam 2-D echo/Doppler memberikan kemudahan untuk
mendeteksi dan mendiagnosis suatu kor pulmonal. Penyakit yang mendasari
terjadinya kor pulmonal dapat digolongkan menjadi 4 kelompok2 :
II.4. Anatomi9
4
curah jantung. Sirkulasi bronchial menyediakan darah teroksigenisasi dari sirkulasi
sistemik dan berfungsi memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan paru-paru.
Arteri Pulmonalis yang berasal dari ventrikel kanan mengalirkan darah vena
campuran ke paru-paru dimana darah tersebut mengambil bagian dalam pertukaran
gas. Jalinan kapiler paru-paru yang halus mengitari dan menutup alveolus,
merupakan kontak erat yang diperlukan untuk proses pertukaran gas antara alveolus
dan darah. Darah yang teroksigenasi kemudian dikembalikan melalui vena
pulmonalis ke ventrikel kiri yang selanjutnya membagikannya kepada sel-sel
melalui sirkulasi sistemik.
Letak ruang ventrikel kanan paling depan di dalam rongga dada yaitu tepat di
bawah manubrium sterni. Sebagian besar ventrikel kanan berada di kanan depan
ventrikel kiri dan medial atrium kiri. Berbentuk bulan sabit/setengah bulatan
berdinding tipis dengan tebal 4-5 mm yang disebabkan oleh tekanan di ventrikel
kiri yang lebih besar.
Dinding anterior dan inferior disusun oleh serabut otot yaitu trabekula karnae
yang sering membentuk persilangan satu sama lain. otot ini di bagian apikal
5
berukuran besar yaitu trabecula septo marginal (moderator band). Ventrikel kanan
secara fungsional dapat dibagi dua alur ruang yaitu alur masuk ventrikel kanan
(Righ ventricular out flow tract) berbentuk tabung atau corong, berdinding licin
terletak di bagaian superior ventrikel kanan yaitu infundibulum/conus arteriosus.
Alur masuk dan keluar dipisahkan oleh krista supra ventrikuler yang terletak tepat
di atas daun anterior katup triauspid.
II.5. Fisiologi9
Fisiologi pernafasan
Proses respirasi dapat dibagi menjadi tiga proses utama :
a. ventilasi pulmonal adalah proses keluar masuknya udara dan atmosfer
dal alveoli paru-paru
b. difusi adalah proses pertukaran O2 dan Co2 antara alveoli dan darah
c. transfortasi adalah proses beredarnya gas dalam darah dan cairan tubuh
ked an dari sel-sel
Proses fisiologi respirasi dibagi menjadi tiga stadium yaitu :
a. difusi gas-gas antara alveolus dengan kapiler paru-paru dan darah
sistemik dengan sel-sel jaringan.
b. Distribusi darah adalah sirkulasi pulmoner dan penyesuaiannya dengan
distribusi udara dalam alveolus-alveolus.
c. Reaksi kimia dan fisik O2 dan CO2 dengan darah.
II.6. Patogenesis
6
ventrikel kanan, sehingga mengakibatkan hipertrofi dan kemudian gagal jantung.
Titik kritis dari rangkaian kejadian ini nampaknya terletak pada peningkatan
resistensi vaskuler paru pada arteri dan arteriola kecil. Dua mekanisme dasar yang
mengakibatkan peningkatan resistensi vaskuler paru adalah: (1) vasokontriksi dari
pembuluh darah pulmonal akibat adanya hipoksia dan (2) obstruksi dan/atau
obliterasi jaringan vaskular paru-paru.10
7
paru, maupun sistem peredaran darah paru secara akut maupun kronik dapat
menyebabkan terjadinya hipertensi pulmonal.10
Hipertensi pulmonal dapat diartikan sebagai penyakit arteri kecil pada paru
yang ditandai dengan proliferasi vaskuler dan remodeling. Hal ini pada akhirnya
dapat menyebabkan meningkatnya resistensi pembuluh darah paru yang
mengakibatkan terjadinya gagal ventrikel kanan dan kematian. Hipertensi pulmonal
dibagi menjadi primer dan sekunder. Hipertensi pulmonal primer adalah hipertensi
pulmonal yang tidak disebabkan oleh adanya penyakit jantung, parenkim paru,
maupun penyakit sistemik yang melatarbelakanginya. Hipertensi pulmonal lain
selain kriteria tersebut disebut hipertensi pulmonal sekunder.10 Hipertensi pulmonal
akibat komplikasi kronis paru (sekunder) didefinisikan sebagai peningkatan rata-
rata tekanan arteri pulmonal (TAP) istirahat, yakni >20 mmHg. Pada hipertensi
pulmonal primer angka ini lebih tinggi yakni >25 mmHg. Pada pasien muda (<50
tahun) TAP normalnya berada pada kisaran 10-15 mmHg. Dengan bertambahnya
usia TAP akan meningkat kurang lebih 1 mmHg setiap 10 tahun. Selain dipengaruhi
usia TAP juga dipengaruhi oleh aktivitas. Semakin berat aktivitas maka TAP akan
semakin meningkat. Pada aktivitas ringan TAP dapat meningkat >30 mmHg.
Melihat hal tersebut maka pemeriksaan TAP harus dilakukan saat pasien dalam
keadaan istirahat dan rileks.2 Terdapat tiga faktor yang telah diketahui dalam
mekanisme terjadinya hipertensi pulmonal yang menyebabkan meningkatnya
resistensi vaskular. Ketiganya adalah mekanisme vasokonstriksi, remodeling
dinding pembuluh darah pulmonal, dan trombosis in situ. Ketiga mekanisme ini
terjadi akibat adanya dua faktor yakni gangguan produksi zat-zat vasoaktif seperti,
nitric oxide dan prostacyclin, serta akibat ekspresi berlebihan secara kronis dari
mediator vasokonstriktor seperti, endothelin- 1. Dengan diketahuinya mekanisme
tersebut maka pengobatan terhadap hipertensi pulmonal menjadi lebih terang yakni
dengan pemberian preparat nitric oxide, derivat prostacyclin, antagonis reseptor
endothelin-1, dan inhibitor phosphodiesterase-5.4,10
8
keadaan ini diperberat dengan adanya polisitemia akibat hipoksia jaringan,
hipervolemia akibat adanya retensi air dan natrium, serta meningkatnya cardiac
output. Ketika jantung kanan tidak lagi dapat melakukan adaptasi dan kompensasi
maka akhirnya timbul kegagalan jantung kanan yang ditandai dengan adanya
edema perifer. Jangka waktu terjadinya hipertropi atau dilatasi ventrikel kanan
maupun gagal jantung kanan pada masing-masing orang berbeda-beda.4,10
9
menyebabkan kelainan ini. Asidosis juga dapat berperan sebagai vasokonstriktor
pembuluh darah paru tetapi dengan potensi lebih rendah. Hiperkapnea secara
tersendiri tidak mempunyai efek vasokonstriksi tetepi secara tidak langsung
dapat meningkatkan tekanan arteri pulmunalis melalui efek asidosisnya.
Eritrositosis yang terjadi akibat hipoksia kronik dapat meningkatkan vikositas
darah sehingga menyebabkan peningkatan tekanan arteri pumonalis.
d. Idiopatik
Kelainan idiopatik ini di dapatkan pada pasien hipertensi pulmonale
primer yang di tandai dengan adanya lesi pada arteri pumonale yang kecil tanpa
di dapatkan adanya penyakit dasar lainnya baik pada paru maupun pada jantung.
Secara histopatologis di dapatkan adanya hipertrofi tunika media, fibrosis tunika
intima, lesi pleksiform serta pembentukan mikro thrombus. Kelainan ini jarang
di dapat dan etiologinya belum di ketahui Waupun sering di kaitkan dengan
adanya penyakit kolagen, hipertensi portal, penyakit autoimun lainnya serta
infeksi HIV.
10
Fase 3 : Pada fase ini nampak gejala hipoksemia yang lebih jelas.
Didapatkan pula berkurangnya nafsu makan, berat badan berkurang, cepat
lelah. Pemeriksaan fisik nampak sianotik, disertai sesak dan tanda-tanda
emfisema yang lebih nyata.
Fase 4 : Ditandai dengan hiperkapnia, gelisah, mudah tersinggung kadang
somnolen. Pada keadaan yang berat dapat terjadi koma dan kehilangan
kesadaran.
Fase 5 : Pada fase ini nampak kelainan jantung, dan tekanan arteri pulmonal
meningkat. Tanda-tanda peningkatan kerja ventrikel, namun fungsi
ventrikel kanan masih dapat kompensasi. Selanjutnya terjadi hipertrofi
ventrikel kanan kemudian terjadi gagal jantung kanan. Pemeriksaan fisik
nampak sianotik, bendungan vena jugularis, hepatomegali, edema tungkai
dan kadang asites.
11
II.7. Klasifikasi12
Secara umum kor pulmonal di bagi menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut :
Etiologi : embolus multiple pada paru-paru atau massif yang secara mendadak
akan menyumbat aliran darah dan ventrikel kanan.
Gejala : biasanya segera di susul oleh kematian, terjadi dilatasi dari jantung
kanan.
Merupakan jenis kor pulmonal yang paling sering terjadi. Dinyatakan sebagai
hipertropi ventrikel kanan akibat penyakit paru atau pembuluh darah atau adanya
kelainan pada torak, yang akan menyebabkan hipoksia dan hipertensi pulmonal
sehingga terjadi hipertropi ventrikel kanan.
II.8. Diagnosis
Manifestasi Klinik12
Gejala klinis yang muncul pada pasien dengan penyakit kor pulmonal sesuai
dengan penyakit yang melatarbelakangi. Informasi yang di dapat bisa berbeda-beda
antara satu penderita yang satu dengan yang lain tergantung pada penyakit dasar
yang menyebabkan kor pulmonal.
a. Kor-pumonal akibat Emboli Paru : sesak tiba-tiba pada saat istirahat,
kadang-kadang didapatkan batuk-batuk, dan hemoptisis.
b. Kor-pulmonal dengan PPOK : sesak napas disertai batuk yang produktif
(banyak sputum).
c. Cor pulmonal dengan Hipertensi Pulmonal primer : sesak napas dan sering
pingsan jika beraktifitas (exertional syncope).
12
d. Pulmonary heart disease dengan kelainan jantung kanan : bengkak pada
perut dan kaki serta cepat lelah.
Pemeriksaan Penunjang12
Radiologi
Etiologi kor pulmonal kronis amat banyak dan semua etiologi itu akan
menyebabkan berbagai gambaran parenkim dan pleura yang mungkin dapat
menunjukkan penyakit primernya. Gambaran radiologi hipertensi pulmonal adalah
dilatasi arteri pulmonalis utama dan cabang-cabangnya, meruncing ke perifer, dan
lapang paru perifer tampak relatif oligemia. Pada hipertensi pulmonal, diameter
arteri pulmonalis kanan >16mm dan diameter arteri pulmonalis kiri >18mm pada
93% penderita. Hipertrofi ventrikel kanan terlihat pada rontgen thoraks PA sebagai
pembesaran batas kanan jantung, pergeseran kearah lateral batas jantung kiri dan
pembesaran bayangan jantung ke anterior, ke daerah retrosternal pada foto dada
lateral.3
13
Gambar 3. Foto Thoraks Anteroposterior dan Lateral Kor Pulmonal
Elektrokardiogram
Ekokardiografi
14
Gambar 4. Ekokardiografi Kor Pulmonal (Dilatasi Atrium dan Ventrikel Kanan)
II.10. Penatalaksanaan13
15
1. Menurunkan hipertensi pulmonal
- Kor pulmonal akut
Ditunjukan untuk mengatasi emboli paru sebagai penyebab hipertensi
pulmonal
Terapi standarnya adalah Heparin 5000-10.000 unit bolus IV, dilanjutkan
1000 unit/jam sampai aPTT 1,5-2 kali harga normal selama 7-10 hari,
dilanjutkan Warfarin 2-3 bulan.
Alternatif terapi adalah trombolisis dengan streptokinase 250.000 IU
dalam infus selama 30 menit, dilanjutkan 100.000 IU/jam selama 24-72
jam.
Post trombolisis dilanjutkan dengan heparin seperti diatas.
- Kor pulmonal kronis
1. Bronkodilator
Pada kor pulmonale kronis, Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)
merupakan penyebab utama. Pemberian bronkodilator mengurangi
obstruksi aliran udara sehingga meningkatkan fungsi paru, dan
mengurangi hipoksia. Obat yang dipakai adalah:
Antikolinergik : ipratoprium bromide
Agonis beta adrenergik : terbutalin, salbutamol
Methyl Xantin : teopilin
2. Terapi oksigen
Oksigen dosis rendah (1-2Lpm) secara kontinyu (minimal 19
jam/hari). Mempunyai efek yang menguntungkan. Mortalitas dalam 2
tahun dapat diturunkan 46%. Oksigen mempunyai efek vasodilatasi kuat
pada sirkulasi paru. Indikasi terapi oksigen :
16
PaO2 < 55% atau Sa O2 <88%
PaO2 55-59% atau Sa O2 = 89% jika didapatkan tanda-tanda
seperti edema, P Pulmonal pada EKG, dan eritrositosis (Hct
>56%)
3. Kortikosteroid
Tidak terdapat bukti yang cukup myakinkan bahwa kortikosteroid
mempunyai efek yang menguntungkan pada cor pulmonale kronis akibat
PPOK.
4. Vasodilator
- Tidak ada vasodilator lain yang sebaik oksigen dalam hal efek vasodilatasi
pembuluh darah paru pada penderita PPOK.
- Hidralazine dan Antagonis kalsium tidak mempunyai efek yang signifikan
terhadap hemodinamik pada sirkulasi paru pada penderita PPOK. Walaupun
demikian Nifedipin 10 mg 3 kali sehari sering diberikan untuk menurunkan
hipertensi pulmonal. Hati-hati terjadi hipoksia arterial karena vasodilatasi
arteri sistemik dan kapiler paru yang memberi vaskularisasi bagian paru
dengan ventilasi jelek.
II.11. Komplikasi7
Terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada kor pulmonal, yaitu :
Exertional syncope.
Hypoxia and significantly limited exercise tolerance.
Peripheral oedema.
Peripheral venous insufficiency.
Tricuspid regurgitation.
17
Hepatic congestion and cardiac cirrhosis.
Death.
II.12. Prognosis
Prognosis dari penyakit kor pulmunal tergantung dari penyebabnya dan ini
menentukan progresifitas dari kor pulmonal. Jika dilihat dari data suatu penelitian,
5-year survival rate dari kor pulmonale yang disebabkan karena PPOK adalah
sebesar 50%. Terapi dengan oksigen jangka panjang dapat mengatasi penyakit ini,
dan menurunkan tekanan arteri pulmonalis. Prognosis juga akan semakin membaik
bila penderita yang memiliki kebiasaan merokok segera berhenti.3
18
BAB III
RANGKUMAN
Secara umum kor pulmonal di bagi menjadi dua jenis, yaitu kor pulmonale
akut dan kor pulmonale kronis. Gejala predominan kor pulmonal yang
terkompensasi berkaitan dengan penyakit parunya, yaitu batuk produktif kronik,
dispnea karena olahraga, wheezing respirasi, kelelahan dan kelemahan. Jika
penyakit paru sudah menimbulkan gagal jantung kanan, gejala - gejala ini lebih
19
berat seperti sianosis, clubbing finger, distensi vena jugularis, ventrikel kanan
menonjol atau gallop ( atau keduanya), pulsasi sternum bawah atau epigastrium
prominen, pembesaran hepar dan nyeri tekan, dan edema dependen. Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan adalah foto thorax, elektrokardiogram, dan
ekokardiografi.
Terdapat beberapa diagnosa banding dari kor pulmonal, yaitu Hipertensi
arteri pulmonal primer, Stenosis Katup Pulmonal, Congestive Heart Failure karena
penyakit jantung, Penyakit jantung kanan, Gagal jantung kanan karena infark
miokard vantrikel kanan, Ventricular septal defect.
Prinsip terapi kor pulmonal adalah dengan menurunkan hipertensi pulmonal
dan mengatasi gagal jantung kanan. Pada kor pulmonal akut yang sering disebabkan
karena emboli, terapi dilakukan dengan pemberian antikoagulan dan agen
trombolisis. Sedangkan pada kor pulmonal kronis yang sering disebabkan karena
PPOK, terapi dilakukan dengan pemberian bronkodilator atau oksigenasi dengan
harapan mengurangi hipoksia dan vasodilatasi kapiler-kapiler paru.
Terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada kor pulmonal, yaitu
Exertional syncope, Hypoxia and significantly limited exercise tolerance,
Peripheral oedema, Peripheral venous insufficiency, Tricuspid regurgitation,
Hepatic congestion and cardiac cirrhosis, dan Kematian. Prognosis dari penyakit
kor pulmunal tergantung dari penyebabnya dan ini menentukan progresifitas dari
kor pulmonal.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Setiati S, Idrus Alwi, Sudoyo AW, Marcellus SK, Setiohadi B, Ari FS. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6., Jakarta: Interna., 2015:1253-55
2. Fauci AS, Dennis LK, dkk. Heart Failure and Cor Pulmonale. Dalam Harrisons
Principles of Internal Medicine 17th ed. United States of America. The
McGrawHill Companies, Inc. 2008; 217-244
3. Weitzenblum E. Chronic Cor Pulmonale. Dalam : Education in Heart
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1767533/. 2003; 89:225-30
4. Dines DE, Parkin TW. Some Observation on the Value of the Electrocardiogram
in Patient with Chronic Cor Pulmonale. Mayo Clinic-Proc 2005; 40: 745-750
5. Aderaye G. Causes and Clinical Characteristics Of Chronic Cor-Pulmonale In
Ethiopia. East African Medical Journal. 2006; 81 (4): 202-205.
6. Nidal A Yunis, MD , Cardiovascular Medicine Fellow, St Elizabeth's Medical
Center of Boston; Department of Medicine, Brown University, 2004
7. Colin Tidy. 2016. Cor Pulmonale. Dalam : patient.info/doctor/cor-pulmonale.
8. Kumar, Clark. Cardiovascular Disease. Dalam Clinical Medicine 6th ed.
Philadelphia. Elsevier Saunders. 2005; 725-872
9. Tortora GJ. Principles of anatomy and physiology.12th ed. Hoboken, NJ : J.
Wiley; 2009.
10. Price SA, LM Wilson. Gangguan Sistem Pernapasan. Dalam Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta. 2006; 736-866
11. Allegra et al. Possible Role Of Erythropoietin In The Pathogenesis Of Chronic
Cor Pulmonale. Nephrol Dial Transplant. 2005. 20: 2867
12. Sovari AA. Cor Pulmonale: Overview of Cor Pulmonale Management.
Medscape. 2011.
13. Boestan I N, Baktijasa B, Soemantri D. 2010. Pedoman Diagnosis dan Terapi
Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah. Rumah Sakit Umum Daerah
Dr.Soetomo. Surabaya.
21