Anda di halaman 1dari 2

JAKARTA - Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan saranaprasarana Pusat Pendidikan

Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, Bogor, Jawa Barat mengungkap fakta
baru.

Saksi-saksi dalam sidang dengan terdakwa Direktur Utama PT Dutasari Citra Laras (DCL) Machfud Suroso
di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, kemarin membongkar uang korupsi yang dinikmati
Machfud Suroso. Fakta tersebut diungkap kasir Divisi Konstruksi I PT Adhi Karya (AK) Henny Susanti dan
mantan Manajer Keuangan Divisi Konstruksi I PT AK Sutrisno.

Selain keduanya, turut bersaksi Manajer Proyek Pembangunan Sports Center Hambalang KSO Purwadi
Hendro Pratomo, staf administrasi dan keuangan KSO Adhi-Wika M Muqorrobin, pegawai PT AK Mulyoto,
dan pegawai sekaligus kurir PT DCL Arief Supomo. Henny Susanti menyatakan, selaku kasir, dirinya
bertugas membayar dan mencatat. Pada kurun 2009-2010, atasannya adalah Sutrisno.

Menurut Henny, sebelum penetapan KSO PT Adhi Karya-PT Wijaya Karya sebagai pemenang lelang
proyek Hambalang, sudah ada permintaan uang dari atasannya. Pengeluaran uang atas sepengetahuan
dan persetujuan Sutrisno dan mantan Kepala Divisi Konstruksi I PT AK Teuku Bagus M Noor (sudah
divonis).

Uang untuk Machfud sebelum tender tidak diketahui Henny. Pada 28 Desember 2010, (ada) Rp4 miliar
transfer ke rekening Dutasari. Terus Juni ada yang Rp3 miliar ditransfer ke rekening Machfud. Yang Rp2
miliar dibawa Arifin (M Arifin, komisaris PT Metaphora Solusi Global) di situ (ditulis) pinjaman Dutasari.

Tanggal 7 Juli ada Rp1,5 miliar, Pak Bambang yang ambil dari AK beserta anak buah Machfud diantar ke
kantor Machfud. Tanggal 1 November 2011 ada Rp2 miliar. Biaya itu diganti KSO, ungkapnya. Henny
melanjutkan, masih ada lagi cek Rp12,5 miliar yang dikeluarkan ke Machfud untuk pinjaman. Uang
dikeluarkan atas perintah Sutrisno.

Setelah 2013, Machfud mengembalikan Rp21 miliar ke KSO, sementara Rp12 miliar lainnya masih
berstatus utang. Akhirnya utang itu ditanggung PT AK sebesar Rp8 miliar sekitar November 2013. Terus
bulan Maret (sisanya) disuruh ke rekening penampungan KPK (disita KPK), bebernya. Sutrisno juga
membenarkan adanya biaya marketing proyek Hambalang sekitar Rp12,39 miliar untuk pengurusan.
Berikutnya ada uang untuk Machfud. Atas pengeluaran uang pemulusan (fee ) Hambalang itu, Sutrisno
selaku manajer keuangan meminta gantinya ke KSO. Sebesar Rp12,39 miliar kemudian diganti PT AK dan
Rp6,925 miliar diganti Wijaya Karya (WK). Terus di situ ada (lagi) Rp7 miliar ke Machfud Suroso. Yang
disampaikan Henny teknisnya saja. Untuk pinjaman, saat peminjaman tidak ada surat perjanjian, tutur
Sutrisno.

Dia juga mengungkapkan uang Rp4 miliar yang diberikan ke Machfud lewat rekening PT DCL merupakan
kas bon setelah dimasukkan nama PT DCL sebagai subkontraktor. JPU kemudian mendalami uang Rp7
miliar yang disampaikan Sutrisno, sebab dalam keterangan Henny tidak ada penjelasannya.

Lebih lanjut, ujar Sutrisno, uang Rp12,391 miliar terpisah dan tidak ada kaitan dengan Machfud. Untuk
uang pinjaman Machfud ada catatan dan akuntansi piutangnya. Dia menceritakan kronologi
pengembalian Rp21 miliar oleh Machfud. Awalnya memang ada pengeluaran PT AK oleh Teuku Bagus
kepada Machfud.

Pada saat Teuku Bagus akan pindah tugas, Sutrisno menagih ke Teuku karena belum
dipertanggungjawabkan oleh Machfud. Sutrisno pun beberapa kali menelepon Machfud, tapi tidak ada
realisasi pengembalian. Beberapa hari setelahnya baru ada realisasi. Akhirnya direalisasikan Pak
Machfud Rp21 miliar, akhir Juni dan awal Juli 2011, paparnya.

Anda mungkin juga menyukai