Anda di halaman 1dari 47

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Lanjut Usia ( UPT PSLU )
1. Latar Belakang Pendirian Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Lanjut
Usia Jombang ( UPT PSLU Jombang )
a. Pada awalnya UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jombang ini mempunyai nama
Rumah Pendidikan Umum ( R P U ) sejak tahun 1950 dengan sasaran garapan
para gepeng. Kemudian berubah fungsi sebagai tempat pelayanan Lanjut Usia
dengan nama Panti Werdha Mardi Utomo ( PW Mardi Utomo )
b. Pada tahun 2002 dengan PERDA No.14 tentang Dinas Sosial Provinsii Jawa Timur
tentang perubahan nomenklatur yang sebelumnya Panti Werdha Mardi Utomo
menjadi Panti Sosial Tresna Werdha Jombang, Kediri, Lamongan yang
membawahi Unit Pelayanan Sosial Tresna Werdha Pare dan Unit Pelayanan Sosial
Tresna Werdha Lamongan.
c. Pada tahun 2008 berdasarkan PERGUB No.119 tahun 2008, berubah menjadi Unit
Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jombang ( UPT PSLU
Jombang ) memiliki kelas jauh di Pare Kediri
2. Visi dan Misi
Visi
Terwujudnya peningkatan taraf kesejahteraan dan perlindungan sosial bagii lanjut usia
yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Misi
a. Melaksanakan tugas pelayanan sosial bagi lanjut usia dalam upaya memenuhi
kebutuhan jasmani, rohani dan sosial sehingga dihari tuanya diliputi dengan rasa
bahagia.
b. Mengembangkan sumber potensi bagi lanjut usia, sehingga dapat berfungsi sosial
secara layak
c. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam penanganan lanjut usia terlantar.

3. Tujuan Prinsip dan Fungsi Pelayanan


Tujuan pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia adalah terpenuhinya
kebutuhan hidup bagi lanjut usia terlantar, seperti kebutuhan jasmani, rohani dan

1
sosial dengan baik, sehingga mereka dapat menikmati hari tuanya dengan diliputi rasa
ketentraman lahir dan batin.

4. Tugas Pokok dan Fungsi


UPT Pelanyanan Sosial Lanjut Usia Jombang mempunyai tugas melaksanakan
sebagian tugas dari Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur dalam pelayanan lanjut usia
terlantar. Untuk melaksanakan tugas tersebut UPT PSLU Jombang mempunyai
fungsi :
1. Pelaksanaan Program Kerja Unit Pelaksana Teknis (UPT)
2. Pembinaan dan pengendalian pengelolaan ketatausahaan, penyelenggaraan
kegiatan pelayanan sosial, bimbingan dan pembinaan lanjut
3. Penyelengaraan praktek pekerjaan sosial dalam bimbimgan sosial lanjut usia
4. Pemberian bimbingan umum kepada klien di lingkungan UPT
5. Penyelenggaraan kerjasama dengan instansi/ lembaga lain/ perorangan/ dalam
rangka pengembangan program UPT
6. Pengembangan metode pelayanan kesejahteraan sosial dalam pelayanan sosial
lanjut usia
7. Penyelengaraan penyebarluasan informasi tentang pelayanan kesejahteraan sosial
8. Penyelenggaraan konsultasi bagi keuarga atau masyarakat yang menyelenggarakan
usaha kesejahteraan sosial.
9. Pelaksanaan tugas-tugas ketatausahaan
10. Pelaksanaan pelayanan masyarakat
11. Pelaksanaan tugas-tugas lain yang iberikan oleh kepala dinas
5. Prosedur pelayanan dalam panti
Tahap Tahap pengungkapan Tahap perencanaan
pendekatan dan pemahaman program pelayanan
awal masalah

Tahap paksa Tahap pelaksanaan


pelayanan dan pelayanan

2
6. Bagan Susunan Organisasi
KEPALA UPT

EDY SUHARSONO, SH.,MM

KEPALA SUB BAGIAN TATA


USAHA

NINING ENDANG LESTARI,


SE., M.Si

KASIE PELAYANAN SOSIAL KASIE BIMBINGAN DAN


PEMBINAAN LANJUT
Dra. NENTI SARJANTI.,MM
Dra.ENNYZAR UMI ARIANI, M.Si

5. Sumber daya
a. Sumber daya manusia
Pegawai di Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jombang
merupakan pendukung utama dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan sosial lanjut usia
terlantar. Pegawai Unit Pelaksana Teknis Sosial Lanjut Usia Jombang sebanyak
42orang. Diantaranya berpendidikan S2 2 orang, S1 sebanyak 5 orang, DIII sebanyak
2 orang, SMA sebanyak 29 orang, SMP 1 orang, SD sebanyak 3 orang.
b. Sarana dan prasarana
No Nama bangunan Jumlah Luas area/ m2
1. Tanah kantor 1 1.147
2. Tanah asrama 1 2.390
3. Gedung kantor 1 305
4. Asrama/ wisma
1. Wisma mawar 1 394
2. Wisma anggrek 1 157
3. Wisma melati 1 134
4. Wisma bougenvil 1 160
5. Wisma kenanga 1 36
5. Geung mushola 1 63
6. Dapur 1 65
7. Kamar mandi, WC 25 @10
8. Gedung aula 1 180
9. Gudang 1 165
10. Garasi 1
11. Ruang bimbingan 1
12. Prasarana lain:
3
1. Mobil 2
2. Motor 4
3. Mobil ambulance 1
4. Computer 4
5. Laptop 1
6. Kamera digital 2
7. Pagar Mengelilingi panti
8. Listrik Ada

c. Status
Nama panti yaitu unit pelaksana teknis pelayanan sosial lanjut usia tresna
werdha Jombang, beralamat di. Status hak guna milik pemerintah provinsi Jawa Timur

6. Proses Pelaksanaan Pelayanan


a. Tahap pendekatan awal
1) Sosialisasi
Menyampaikan informasi tentang program pelayanan soaial dalam panti agar
terdapat kesamaan persepsi dan tindakan dalam pelayanan Lanjut Usia.
2) Identifikasi dan seleksi
Proses menginventarisasi, memilih dan menetapkan calon klien
3) Penerimaan dan regristrasi
Penerimaan calon klien dari pihak keluarga, atau pihak-pihak lain kepada panti
b. Tahap pengungkapan dan Pemahaman Masalah
Proses untuk menilai situasi dan kondisi, kebutuhan dan permasalahan klien
serta situasi dan kondisi objektif dari keuarga dan lingkungan sosialnya untuk
dijadikan dasar dalam penyusunan rencana pelayanan yang akan diberikan kepada
lanjut usia
c. Tahap Perencanaan Program Pelayanan
Merupakan proses penelaah dan penyusunan rencana program pelayanan yang
sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan klien.
d. Tahap Pelaksanaan Pelayanan
1. Pemenuhan kebutuhan fisik
Pemenuhan kebutuhan yang berkaitan dengan makan, pakian, tempat
tinggal sehari-hari.
2. Bimbingan sosial

4
Proses pelayanan yang ditujukan lanjut usia agar mampu mengembangkan
relasi soaial yang positif dan menjalanjan peran sosialnya dalam panti dan
sosial masyarakat.
3. Bimbingan fisik dan kesehatan
Proses pelayanan yang ditujukan menjaga atau meningkatkan kondisi fisik dan
kesehatan lansia.
4. Bimbingan psikososial
Merupakan upaya yang dilakukan untuk menciptakan situasi sosial psikologis,
seperti adanya perasaan aman, nyaman, tentram dan damai.
5. Bimbingan mental siritual da kerohanian
Upaya yang dilaksanaka untuk memelihara dan meningkatkan kondisi mental,
spiritual dan kerohanian klien
6. Bimbingan keterampilan
Kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka mengembangkan bakat, minat dan
potensi klien untuk mengisi waktu luang sehingga merasa betah dan nyaman
tinggal di dalam panti.
7. Bimbingan rekreasi dan hiburan
Upaya yang dilaksanakan dalam rangka mengembangkan kreatifitas untuk
meningkatkan semangat hidup klien agar bahagia dalam menjalankan
kehidupannya.
e. Tahap pasca pelayanan
1. Evaluasi
untuk menilai sejauh mana keberhasilan atau kegagalan program pelayanan
yang diberikan sebagai salah satu bentuk pertangguang jawaban pihak panti
kepada klien keluarga dan pemerintah.
2. Terminasi dan ruujukan
Terminasi adalah proses pengakhiran pelayanan setelah klien meninggal dunia
atau kembali dengan keluarga atau karena sesuatu hal harus dilakukan.
Rujukan adalah proses menhubungkan klien dengan pelayanan lain dibutuhkan
sesuai masalah dan kebutuhannya.
3. Pembinaan lanjut
Merupakan kegiatan yang dilakukan setelah klien kembali ke keluarga dan atau
ketika klien meninggal dan dimakamkan karena klien tidak memiliki keluaga.
f. Hubungan Lintas Program dan Sektoral
1. Lintas Program

5
Diselengarakan melalui kerjasama dengan UPT pelayanan ssosial lanjut usia
jombang dan atau dinas daerah kota / kabupaten untuk proses seleksi klien
yang akan masuk panti.
2. Lintas Sektoral
Meliputi kerjasama bidang teknis dengan instansi terkait. Meliputi kementrian
agama untuk pembinaan mental. Puskesmas dan RSUD Jombang untuk klien
yang memerlukan pengobatan dan perawatan lanjut. Kepolisian dan satpol PP
dalam rangka pengiriman klien yang perlu dilayani di panti.
3. Distribusi Pendanaan
Swadana :-
Donatur :-
Dinas sosial : APBD Provinsi Jawa Timur
g. Aspek sosial dan budaya
Pembangunan disegala bidang menghasilkan kondisi sosial masyarakat yang
semakin baik, dan usia harapan hidup semakin meningkat, serta jumlah lansia tersebut
semakin memperoleh perhatian, oleh pemerintah bisa memasyarakat telah digerakkan
upaya peningatan kesejahteraan lansia dalan bentuk:
1. Perlindungan sosial
2. Bantuan sosial
3. Pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial
4. Pelayanan kesehatan
5. Pemberdayaan lansia agar mereka siap di daya gunakan sesuai kemampuan
mereka
6. Mendorong lansia bergabung dengan organisasi sosial atau rganisasi lanjut usia
atau organisasi masyarakat lain.

2.2 Konsep Lansia


1. Pengertian Lansia
Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses
kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan di alami oleh setiap individu. Pada tahap ini

6
individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental, khususnya
kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya.
Perubahan penampilan fisik sebagian dari proses penuan normal, seperti rambut yang
mulai memutih, kerut-kerut ketuaan di wajah, berkurangnya ketajaman panca indera, serta
kemunduran daya tahan tubuh, merupakan acaman bagi integritas orang usia lanjut. Belum
lagi mereka harus berhadapan dengan kehilangan-kehilangan peran diri, kedudukan sosial,
serta perpisahan dengan orang-orang yang dicintai. Semua hal tersebut menuntut kemampuan
beradaptasi yang cukup besar untuk dapat menyikapi secara bijak (Soejono, 2000).

2. Batasan Lansia
Ada beberapa pendapat mengenai batasan umur lanjut usia yaitu:
1. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia
Lanjut usia meliputi : usia pertengahan yakni kelompok usia 46 sampai 59 tahun. Lanjut
usia (Elderly) yakni antara usia 60-74 tahun. Usia lanjut tua (Old) yaitu antara 75 sampai
90 tahun dan usia sangat tua (Very Old) yaitu usia diatas 90 tahun.
2. Menurut Undang-undang nomor 13 tahun 1998
Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas.
3. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro pengelompokkan lanjut usia sebagai berikut
:
Usia dewasa muda (Elderly adulthood) : 18 atau 20-25 tahun. Usia dewasa penuh
(Middle year) atau maturitas : 25-60 atau 65 tahun. Lanjut usia (Geriatric Age) lebih dari
65 atau 70 tahun. Terbagi untuk umur 75-80 tahun (Old) dan lebih dari 80 tahun (Very
Old).
3. Perubahan Fisik
Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistem organ tubuh, diantaranya
sistem pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh,
muskuloskeletal, gastrointestinal, genito urinaria, endokrin dan integumen.

a. Sistem pernafasan pada lansia.


1. Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga volume udara inspirasi
berkurang, sehingga pernafasan cepat dan dangkal.
2. Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk sehingga potensial
terjadi penumpukan sekret.
3. Penurunan aktivitas paru ( mengembang & mengempisnya ) sehingga jumlah
udara pernafasan yang masuk keparu mengalami penurunan, kalau pada
pernafasan yang tenang kira kira 500 ml.
4. Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang ( luas permukaan normal
50m), menyebabkan terganggunya prose difusi.

7
5. Penurunan oksigen (O2) Arteri menjadi 75 mmHg menggangu prose oksigenasi
dari hemoglobin, sehingga O2 tidak terangkut semua kejaringan.
6. CO2 pada arteri tidak berganti sehingga komposisi O2 dalam arteri juga menurun
yang lama kelamaan menjadi racun pada tubuh sendiri.
7. kemampuan batuk berkurang, sehingga pengeluaran sekret & corpus alium dari
saluran nafas berkurang sehingga potensial terjadinya obstruksi.
b. Sistem persyarafan.
1. Cepatnya menurunkan hubungan persyarafan.
2. Lambat dalam merespon dan waktu untuk berfikir.
3. Mengecilnya syaraf panca indera.
4. Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya syaraf pencium
& perasa lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan
terhadap dingin.
c. Perubahan panca indera yang terjadi pada lansia.
1. Penglihatan
i. Kornea lebih berbentuk skeris.
ii. Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon
terhadap sinar.
i. Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa).
ii. Meningkatnya ambang pengamatan sinar : daya adaptasi terhadap kegelapan
lebih lambat, susah melihat dalam cahaya gelap.
iii. Hilangnya daya akomodasi.
iv. Menurunnya lapang pandang & berkurangnya luas pandang.
v. Menurunnya daya membedakan warna biru atau warna hijau pada skala.
2. Pendengaran.
a. Presbiakusis (gangguan pada pendengaran) :
b. Hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama
terhadap bunyi suara, antara lain nada nada yang tinggi, suara yang tidak
jelas, sulit mengerti kata kata, 50 % terjadi pada usia diatas umur 65 tahun.
c. Membran timpani menjadi atropi menyebabkan otosklerosis.
d. Terjadinya pengumpulan serumen, dapat mengeras karena meningkatnya
kreatin.
3. Pengecap dan penghidu.
a. Menurunnya kemampuan pengecap.
b. Menurunnya kemampuan penghidu sehingga mengakibatkan selera makan
berkurang.
4. Peraba.
a) Kemunduran dalam merasakan sakit.
b) Kemunduran dalam merasakan tekanan, panas dan dingin.
d.Perubahan cardiovaskuler pada usia lanjut.
1. Katub jantung menebal dan menjadi kaku.
2. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % pertahun sesudah berumur
20 tahun. Hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
3. Kehilangan elastisitas pembuluh darah.
8
4. Kurangnya efektifitasnya pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, perubahan
posisi dari tidur keduduk ( duduk ke berdiri ) bisa menyebabkan tekanan darah
menurun menjadi 65 mmHg ( mengakibatkan pusing mendadak ).
5. Tekanan darah meningkat akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
(normal 170/95 mmHg ).
e. Sistem genito urinaria.
1. Ginjal, Mengecil dan nephron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal menurun
sampai 50 %, penyaringan diglomerulo menurun sampai 50 %, fungsi tubulus
berkurang akibatnya kurangnya kemampuan mengkonsentrasi urin, berat jenis
urin menurun proteinuria ( biasanya + 1 ) ; BUN meningkat sampai 21 mg % ;
nilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat.
2. Vesika urinaria / kandung kemih, Otot otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun
sampai 200 ml atau menyebabkan frekwensi BAK meningkat, vesika urinaria
susah dikosongkan pada pria lanjut usia sehingga meningkatnya retensi urin.
3. Pembesaran prostat 75 % dimulai oleh pria usia diatas 65 tahun.
4. Atropi vulva.
5. Vagina, Selaput menjadi kering, elastisotas jaringan menurun juga permukaan
menjadi halus, sekresi menjadi berkurang, reaksi sifatnya lebih alkali terhadap
perubahan warna.
6. Daya sexual, Frekwensi sexsual intercouse cendrung menurun tapi kapasitas
untuk melakukan dan menikmati berjalan terus.
f. Sistem endokrin / metabolik pada lansia.
1. Produksi hampir semua hormon menurun.
2. Fungsi paratiroid dan sekesinya tak berubah.
3. Pituitary, Pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya ada di
pembuluh darah dan berkurangnya produksi dari ACTH, TSH, FSH dan LH.
4. Menurunnya aktivitas tiriod BMR turun dan menurunnya daya pertukaran zat.
5. Menurunnya produksi aldosteron.
6. Menurunnya sekresi hormon bonads : progesteron, estrogen, testosteron.
7. Defisiensi hormonall dapat menyebabkan hipotirodism, depresi dari sumsum
tulang serta kurang mampu dalam mengatasi tekanan jiwa (stess).
g. Perubahan sistem pencernaan pada usia lanjut.
1. Kehilangan gigi, Penyebab utama adanya periodontal disease yang biasa terjadi
setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi
yang buruk.
2. Indera pengecap menurun, Adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir, atropi
indera pengecap ( 80 %), hilangnya sensitivitas dari syaraf pengecap dilidah
terutama rasa manis, asin, asam & pahit.
3. Esofagus melebar.
4. Lambung, rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun ), asam lambung
menurun, waktu mengosongkan menurun.
5. Peristaltik lemah & biasanya timbul konstipasi.
6. Fungsi absorbsi melemah ( daya absorbsi terganggu ).
9
7. Liver ( hati ), Makin mengecil & menurunnya tempat penyimpanan, berkurangnya
aliran darah.
h. Sistem muskuloskeletal.
1. Tulang kehilangan densikusnya rapuh.
2. resiko terjadi fraktur.
3. kyphosis.
4. persendian besar & menjadi kaku.
5. pada wanita lansia > resiko fraktur.
6. Pinggang, lutut & jari pergelangan tangan terbatas.
7. Pada diskus intervertebralis menipis dan menjadi pendek ( tinggi badan berkurang
).
i. Gerakan volunter gerakan berlawanan.
ii. Gerakan reflektonik Gerakan diluar kemauan sebagai reaksi
terhadaprangsangan pada lobus.
iii. Gerakan involunter Gerakan diluar kemauan, tidak sebagai reaksi terhadap
suatu perangsangan terhadap lobus
iv. Gerakan sekutu Gerakan otot lurik yang ikut bangkit untuk menjamin
efektifitas dan ketangkasan otot volunter.
i. Perubahan sistem kulit & karingan ikat.
1. Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak.
2. Kulit kering & kurang elastis karena menurunnya cairan dan hilangnya jaringan
adiposa
3. Kelenjar kelenjar keringat mulai tak bekerja dengan baik, sehingga tidak begitu
tahan terhadap panas dengan temperatur yang tinggi.
4. Kulit pucat dan terdapat bintik bintik hitam akibat menurunnya aliran darah dan
menurunnya sel sel yang meproduksi pigmen.
5. Menurunnya aliran darah dalam kulit juga menyebabkan penyembuhan luka luka
kurang baik.
6. Kuku pada jari tangan dan kaki menjadi tebal dan rapuh.
7. Pertumbuhan rambut berhenti, rambut menipis dan botak serta warna rambut
kelabu.
8. Pada wanita > 60 tahun rambut wajah meningkat kadang kadang menurun.
9. Temperatur tubuh menurun akibat kecepatan metabolisme yang menurun.
10. Keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang
banyakrendahnya akitfitas otot.
j. Perubahan sistem reproduksi dan kegiatan sexual.
1. Perubahan sistem reprduksi.
i. selaput lendir vagina menurun/kering.
ii. menciutnya ovarium dan uterus.
iii. atropi payudara.
iv. testis masih dapat memproduksi meskipun adanya penurunan secara
berangsur berangsur.
v. dorongan sex menetap sampai usia diatas 70 tahun, asal kondisi kesehatan
baik.
2. Kegiatan sexual.

10
Sexualitas adalah kebutuhan dasar manusia dalam manifestasi kehidupan yang
berhubungan dengan alat reproduksi. Setiap orang mempunyai kebutuhan sexual,
disini kita bisa membedakan dalam tiga sisi :
a. fisik, Secara jasmani sikap sexual akan berfungsi secara biologis melalui
organ kelamin yang berhubungan dengan proses reproduksi,
b. rohani, Secara rohani tertuju pada orang lain sebagai manusia, dengan
tujuan utama bukan untuk kebutuhan kepuasan sexualitas melalui pola pola
yang baku seperti binatang dan
c. sosial, Secara sosial kedekatan dengan suatu keadaan intim dengan orang
lain yang merupakan suatu alat yang apling diharapkan dalammenjalani
sexualitas.
Sexualitas pada lansia sebenarnya tergantung dari caranya, yaitu dengan cara
yang lain dari sebelumnya, membuat pihak lain mengetahui bahwa ia sangat
berarti untuk anda. Juga sebagai pihak yang lebih tua tampa harus berhubungan
badan, msih banyak cara lain unutk dapat bermesraan dengan pasangan anda.
Pernyataan pernyataan lain yang menyatakan rasa tertarik dan cinta lebih banyak
mengambil alih fungsi hubungan sexualitas dalam pengalaman sex.

4. Perubahan Motorik Pada Lansia


1. Perubahan intelektual
Menurut david Wechsler dalam Desmita (2008) kemunduran kemampuan mental
merupakan bagian dari proses penuaan organisme sacara umum, hampir sebagian besar
penelitian menunjukan bahwa setelah mencapai puncak pada usia antara 45-55 tahun,
kebanyakan kemampuan seseorang secara terus menerus mengalami penurunan, hal ini
juga berlaku pada seorang lansia.
Ketika lansia memperlihatkan kemunduran intelektualiatas yang mulai menurun,
kemunduran tersebut juga cenderung mempengaruhi keterbatasan memori tertentu.
Misalnya seseorang yang memasuki masa pensiun, yang tidak menghadapi tantangan-
tantangan penyesuaian intelektual sehubungan dengan masalah pekerjaan, dan di
mungkinkan lebih sedikit menggunakan memori atau bahkan kurang termotivasi untuk
mengingat beberpa hal, jelas akan mengalami kemunduran memorinya. Menurut
Ratner et.al dalam desmita (20080 penggunaan bermacam-macam strategi penghafalan
bagi orang tua , tidak hanya memungkinkan dapat mencegah kemunduran
intelektualitas, melinkan dapat menigkatkan kekuatan memori pada lansia tersebut.
Kemerosotan intelektual lansia ini pada umumnya merupakan sesuatau yang tidak
dapat dihindarkan, disebabkan berbagai faktor, seperti penyakit, kecemasan atau
depresi. Tatapi kemampuan intelektual lansia tersebut pada dasarnya dapat

11
dipertahankan. Salah satu faktor untuk dapat mempertahankan kondisi tersebut salah
satunya adalah dengan menyediakan lingkungan yang dapat merangsang ataupun
melatih ketrampilan intelektual mereka, serta dapat mengantisipasi terjadinya
kepikunan.
2. Perubahan syaraf otot dan kekuatan
Susunan otot dan dalam tubuh seseorang merupakan alat yang dapat
memungkinkan terjadinya gerakan-gerakan dalam badan. Kekuatan otot merupakan
kontraksi maksimal yang dihasilkan oleh otot atau sekelompok otot. Dalam
pengukuran kekuatan otot yang diukur adalah kekuatan maksimal isometri kontraksi
tampa pamendekan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Shock (1962) melalui pengukuran kekuatan
menggenggam pada pria sesudah umur 22 tahun menujukan penurunan kekuatan
sesuai dengan bertambahnya umur seseorang. Pada umur 80 tahun kekuatan
menggenggam tidak lebih kuat dibandingkan dengan anak laki-laki umur 13 tahun.
Penurunan kekuatan menggenggam mengalami penurunan drastis sesudah umur 35
tahun yang turun sampai 44 kg kemudian menjadi 23 kg pada usia 90 tahun.
Bertambahnya umur seseorang juga ditandai dengan penurunan kekuatan pada bagian-
bagian lain dari badan. Hilangnya kekuatan daya tahan, yaitu sejumlah kekuatan
menggenggam yang dapat dilakukan selama 1 menit pada umur 75 tahun tidak jauh
berbeda dengan daya tahan menggenggam anak laki-laki umur 13 tahun. Kekuatan
menggenggam sebesar 28 kg pada umur 20 tahun menurun menjadi 8 kg pada umur
75 tahun.
Perubahan-perubahan yang terjadi dengan bertambahnya umur sesorang pada sel-
sel otot dan syaraf yang ditentukan oleh tingakat kematangan dari sel-sel itu sendiri
pada usia dewasa. Sel-sel otot dan syaraf relatif akan teap bertahan atau mengalami
sedikit perubahan selama seseorang masih melakukan latihan.
Selama bertambahnya umur pada masa dewasa seseorang akan mengalami
perubahan kapasitas fungsi otot yaitu: penurunan kecepatan gerak, waktu reaksi dan
waktu kontraksi otot.
Koordinasi cenderung terganggu dengan bertambahnya umur terutama dengan
kegiatn-kegiatan yang memerlukan ketepatan waktu dan gerakan yang selalu berubah
antara cepat dan lambat.hal tersebut merupakan pengaruh yang terjadi karena
penurunan, kekuatan, kecepatan, dan daya tahan terhadap kelelahan.
Penurunan kekuatan otot mempunyai variasi perbedaan antar kelompok otot.
Penurunan kekuatan otot-otot fleksor tungkai bawah dapat diliat pda orang tua yang
sedang melakukan gerakan naik tangga yang mengalami kesulitan demikian pula ada
kekakuan tungkai pada waktu lari atau joging.

12
Otot diagfarma yang sangat diperlukan dalam kegiatan melakukan pernapasan
hanya mengalami sedikit penurunan. Apabila terjadi penurunan pada otot diafarma,
maka penurunan tersebut disebabkan oleh berkurangnya serabut otot yang berfungsi
baik dan menyusutnya diagfarma secara otot.
Penurunan masa otot dan kekakuan bertambahnya usia orang dewasa atau tua
dapat dihambat dengan melakukan latihan beban secara teratur. Dari hasil penelitian
dinyatakan bahwa setelah berlatih 8 minggu dengan frekuensi latihan tiga kali
seminggu, kekuatan meningkat pada kelompok muda maupun tua.
Seorang pria mulai mengalami penurunan kekuatan isometrik setelah umur 30
tahun, namun ada yang masih bertahan sampai umur 45 tahun, kemudian menurun
secara lambat. Pada usia 65 tahun seorang pria mengalami penyusutan kekuatan
sebesar 15 persen dari puncak kekuatan maksimum, setelah itu terjadi penurunan
kekuatan yang lebih cepat. Sebelum usia 25 tahun terjadi kenaikan daya tahan otot
secara teratur, kemudian menurun sampai umur 75 tahun yang memiliki daya tahan
otot yang sama dengan penampilan anak laki-laki 12 15 tahun.
Kekuatan maksimum pada wanita dicapai pada umur 17 tahun melalui latihan-
latihan beban selama masa mudanya, selanjutnya masih bertahan selama tetap berlatih
sebagai seorang atlit. Namun demikian pengembangan kekuatan wanita hanya sekitar
2/3 dari puncak kekuatan pria pada umur yang sama. Hal tersebut terjadi karena
adanya perbedaaan ukuran otot baik besarnya otot maupun proporsinya dalam tubuh.
Kekuatan maksimum untuk pria maupun wanita masih dapat meningkat sampai
umur 25 tahun dan setelah itu terjadi penurunan. Pada umur 65 tahun kekuatan otot
tinggal 65 70% dari yang mereka miliki pada usia 20 30 tahun.
3. Perubahan Dalam Keseimbangan, Koordinasi Dan Sistem Syaraf
Pegembangan keseimbangan sama pentingnya dengan kekuatan dalam usaha
pengembangan keterampilan gerak dasar. Selama masa pertumbuhan keseimbangan
maningkat, kemudian menurun sampai berada dalam keadaan berhenti selama masa
dewasa dan usia tua.
Penelitian tentang hubungan antara keseimbangan dengan usia tua tidak banyak
dilakukan dibandingkan dengan penelitian yang berhubungan dengan perubahan
fisiologis dengan fungsi syaraf , kekuatan dengan perubahan otot dan keterampilan
gerak.
Hasil penelitian tentang pengaruh latihan pada orang-orang umur 69 tahun
menyatakan bahwa rata-rata skor tes sebelum latihan keseimbangan adalah 14,1 untuk
14 orang pria dan 7,6 untuk wanita. Selama 8 minggu program latihan yang terdiri dari
5 periode mingguan dengan satu jam setiap periode latihan, mereka mengikuti latihan,
jalan, joging, permainan dengan bola, senam dan renang. Hasil tes akhir setelah
mengikuti program latihan 8 minggu, ternyata latihan wanita memiliki kenaikan rata-
13
rata skor keseimbangan menjadi 9,0 sedangkan pria menjadi 15,2 atau wanita
memiliki kenaikan rata-rata skor keseimbangan lebih tinggi dibandingkan pria pada
usia 69 tahun selain terjadi peningkatan keseimbangan, ternyata untuk kedua jenis
kelamin juga mengalami peningkatan kardiovaskuler. Mereka yang terlatih ternyata
juga memiliki kondisi fisik lebih baik dibandingkan dengan kondisi sebelumnya.
Perbedaan antara pria dan wanita lanjut usia ditandai dengan menurunnya kondisi
tulang dengan bertambahnya umur seorang adalah bahwa pada wanita terjadi
kecenderungan keropos tulang dengan perbandingan 4:1, sehingga mudah terjadi patah
tulang.
Pemeliharaan keseimbangan tergantung dari vestibular masukan syaraf mata yang
berhubungan dengan perubahan-perubahan anantomis dengan bertambahnya umur
seseorang. Perubahan fungsi vestibular untuk pria maupun wanita tidak terdapat
perbedaan, tetapi perubahan secara anatomis yang menyangkut fungsi syaraf,
pendengaran yang mulai melemah biasanya pria malebihi wanita pada usia 65 74
tahun. Demikian pula hilangnya pendengaran yang baik pada frekuensi yang tinggi
pada pria lebih besar dibanding wanita. Sedangkan perubahan penglihatan pria
maupun wanita setelah usia 60 tahun tidak terjadi perbedaan .
Koordinasi merupakan kemampuan mengontrol otot-otot yang melibatkan kerja
sama antara otot satu dengan yang lain untuk melaksankan tugas secara disien
mempunyai hubungan dengan umur seseorang. Sesudah umur 39 tahun koordinasi
menurun secara tetap, sedangkan kepadatan tubuh menurun sesudah umur 40 tahun.
Hilangnya jaringan otot, berkurangnya fungsi tulang dan bertambahnya jumlah lemak
dalam badan, semuanya memberikan perubahan terhapap komposisi badan yang
berhubungan dengan hilangnya koordinasi.
Pada usia lanjut terjadi penurunan kemampuan melakukan keterampilan jarak,
karena menurunnya berbagai kemampuan fisik seperti kekuatan, kelentukan,
kecepatan dan reaksi.
Seorang lanjut usia dapat mengharapkan hasil positif dari latihan yang melakukan
meskipun persentase peningkatan hanya sedikit bila dibandingkan dengan yang muda.
Bertambahnya umur seseorang berarti hilangnya aktivitas jaringan otot yang
mengakibatkan rendahnya metabolisme. Sejumlah perubahan yang terjadi pada fungsi
kardiovaskuler akan mengakibatkan perubahan gaya hidup orang tua. Dengan kegiatan
fisik yang singkat sudah cepat meningkatkan denyat nadi, sedangakan untuk kembali
ke denyut nadi normal diperlukan waktu yang agak lama. Dalam melakukan beban
kerja tertentu sering berakibat meningkatkan tekanan darah diastolik, meningkatkan
asam laktat dalam darah, dan kebutuhan oksigen yang besar bagi orang tua volume
darah yang dipompakan jantung menurun sangat kecil dengan bertambahnya umur
14
sesorang, tetapi dengan denyut nadi yang lambat maka keluaran darah jantung juga
berkurang.
Sesudah umur 25 tahun kemampuan kerja maksimum seorang pria menurun satu
(1) persen setiap tahun. Sedangkan penurunan yang terjadi pada wanita sedikit lebih
besar dibanding pria. Menurut Skinner (1973) sesudah umur 30 tahun
memperlihatkan perubahan pada stuktur dan kimiawi pada jaringan. Hasil penelitian
lain menyebukan bahwa pada pria yang kurang aktif, kemampuan kardiovaskuler
menurun 25 persen dari umur 17 tahun sampai umur 44 tahun.
Orang tua yang umumnya dapat mengingat kembali informasi lebih sedikit
dibandingkan dengan yang muda. Ada dua penjelasan yang masuk akal tentang
menurunnya daya ingat orang tua. Pertama, rusaknya fungsi syaraf-syaraf dalam otak
yang terjadi karena proses menua yang meliputi perubahan struktur pada otak. Kedua
terjadinya penurunan fungsi pada proses ingatan.
Ingatan dipengaruhi oleh proses menua, jangka waktu ingatan terhadap sejumlah
informasi dapat dipertahankan sampai umur kurang lebih 60 tahun akan tetapi
informasi dalam bentuk angka tidak dapat diingat secara baik oleh orang tua.
Proses berkurangnya ingatan terhadap kode-kode (sandi) merupakan karakteristik
dari orang lanjut usia. Orang tua mengalami kemunduran untuk mendapatkan kembali
informasi sandi ke dalam ingatan, tetapi hal tersebut sulit untuk dinilai. Apabila orang
lanjut usia gagal mengigat kembali suatu informasi, hal tersebut disebabkan dua
kemungkinan. Kemungkinan pertama adalah bentuk informasi berupa sandi sedangkan
kemungkinan kedua adalah bahwa informasi bukan merupakan bentuk sandi tetapi
memang sulit untuk diingat kembali.
Beberapa bukti menujukan bahwa hilangnya ingatan disebabkan oleh lambatnya
fungsi pikir. Seorang tua melakukan proses mengingat seperti halnya yang dilakukan
oleh orang muda, tetapi orang tua melakukan lebih lambat
1. Perubahan psikologis/emosional pada lansia
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah :
i. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.
ii. kesehatan umum
iii. Ttingkat pendidikan
iv. Keturunan (herediter)
v. Lingkungan
vi. Gangguan saraf panca indra, timbul kebutaan dan ketulian
vii. Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan
viii. Rangkaian dari kehilangan yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan famili
ix. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri dan
perubahan konsep diri
Memasuki masa tua, sebagian besar lanjut usia kurang siap menghadapi dan
menyikapi masa tua tersebut, sehingga menyebabkan para lanjut usia kurang dapat
15
menyesuaikan diri dan memecahkan masalah yang dihadapi (Widyastuti, 2000). Munculnya
rasa tersisih, tidak dibutuhkan lagi, ketidak ikhlasan menerima kenyataan baru seperti
penyakit yang tidak kunjung sembuh, kematian pasangan, merupakan sebagian kecil dari
keseluruhan perasaan yang tidak enak yang harus dihadapi lanjut usia.
Hal hal tersebut di atas yang dapat menjadi penyebab lanjut usia kesulitan dalam
melakukan penyesuaian diri. Bahkan sering ditemui lanjut usia dengan penyesuaian diri yang
buruk. Sejalan dengan bertambahnya usia, terjadinya gangguan fungsional, keadaan depresi
dan ketakuatan akan mengakibatkan lanjut usia semakin sulit melakukan penyelesaian suatu
masalah. Sehingga lanjut usia yang masa lalunya sulit dalam menyesuaikan diri cenderung
menjadi semakin sulit penyesuaian diri pada masa-masa selanjutnya.
Yang dimaksud dengan penyesuaian diri pada lanjut usia adalah kemampuan orang
yang berusia lanjut untuk menghadapi tekanan akibat perubahan perubahan fisik, maupun
sosial psikologis yang dialaminya dan kemampuan untuk mencapai keselarasan antara
tuntutan dari dalam diri dengan tuntutan dari lingkungan, yang disertai dengan kemampuan
mengembangkan mekanisme psikologis yang tepat sehingga dapat memenuhi kebutuhan
kebutuhan dirinya tanpa menimbulkan masalah baru.
Pada orang orang dewasa lanjut atau lanjut usia, yang menjalani masa pensiun
dikatakan memiliki penyesuaian diri paling baik merupakan lanjut usia yang sehat, memiliki
pendapatan yang layak, aktif, berpendidikan baik, memiliki relasi sosial yang luas termasuk
diantaranya teman teman dan keluarga, dan biasanya merasa puas dengan kehidupannya
sebelum pensiun (Palmore, dkk, 1985). Orang orang dewasa lanjut dengan penghasilan
tidak layak dan kesehatan yang buruk, dan harus menyesuaikan diri dengan stres lainnya yang
terjadi seiring dengan pensiun, seperti kematian pasangannya, memiliki lebih banyak
kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan fase pensiun (Stull & Hatch, 1984).
Penyesuaian diri lanjut usia pada kondisi psikologisnya berkaitan dengan dimensi
emosionalnya dapat dikatakan bahwa lanjut usia dengan keterampilan emosi yang
berkembang baik berarti kemungkinan besar ia akan bahagia dan berhasil dalam kehidupan,
menguasai kebiasaan pikiran yang mendorong produktivitas mereka. Orang yang tidak dapat
menghimpun kendali tertentu atas kehidupan emosinya akan mengalami pertarungan batin
yang merampas kemampuan mereka untuk berkonsentrasi ataupun untuk memiliki pikiran
yang jernih.
Ohman & Soares (1998) melakukan penelitian yang menghasilkan kesimpulan bahwa
sistem emosi mempercepat sistem kognitif untuk mengantisipasi hal buruk yang mungkin
akan terjadi. Dorongan yang relevan dengan rasa takut menimbulkan reaksi bahwa hal buruk
akan terjadi. Terlihat bahwa rasa takut mempersiapkan individu untuk antisipasi datangnya hal

16
tidak menyenangkan yang mungkin akan terjadi. Secara otomatis individu akan bersiap
menghadapi hal-hal buruk yang mungkin terjadi bila muncul rasa takut. Ketika individu
memasuki fase lanjut usia, gejala umum yang nampak yang dialami oleh orang lansia adalah
perasaan takut menjadi tua. Ketakutan tersebut bersumber dari penurunan kemampuan yang
ada dalam dirinya. Kemunduran mental terkait dengan penurunan fisik sehingga
mempengaruhi kemampuan memori, inteligensi, dan sikap kurang senang terhadap diri
sendiri.
Ditinjau dari aspek yang lain respon-respon emosional mereka lebih spesifik, kurang
bervariasi, dan kurang mengena pada suatu peristiwa daripada orang-orang muda. Bukan hal
yang aneh apabila orang-orang yang berusia lanjut memperlihatkan tanda-tanda kemunduran
dalam berperilaku emosional; seperti sifat-sifat yang negatif, mudah marah, serta sifat-sifat
buruk yang biasa terdapat pada anak-anak.
Orang yang berusia lanjut kurang memiliki kemampuan untuk mengekspresikan
kehangatan dan persaan secara spontan terhadap orang lain. Mereka menjadi kikir dalam
kasih sayang. Mereka takut mengekspresikan perasaan yang positif kepada orang lain karena
melalui pengalaman-pengalaman masa lalu membuktikan bahwa perasaan positif yang
dilontarkan jarang memperoleh respon yang memadai dari orang-orang yang diberi perasaan
yang positif itu. Akibatnya mereka sering merasa bahwa usaha yang dilakukan itu akan sia-
sia. Semakin orang berusia lanjut menutup diri, semakin pasif pula perilaku emosional
mereka.

5.Perubahan Minat Pada Lansia


Mengenai minat dan keinginan tersebut dibahas pada uraian berikut ini :
2. Minat pribadi
a) Minat dalam diri sendiri : orang menjadi semakin dikuasai oleh diri sendiri
apabila semakin tua
b) Minat terhadap pakaian : minat terhadap pakaian tergantung pada sejauh mana
orang berusia lanjut terlubat dalam kegiatan sosial
c) Minta terhadap uang : pensiun atau pengangguran mungkin akan menjalani masa
tuanya dengan pendapatan yang kurang bahkan mungkin tanpa pendapatan
samasekali.
d) Minat untuk rekreasi :beberapa perubahan dalam kegiatan sering dilakukan karena
memang tidak dapat dielakkan
3. Minat sosial
4. Minat untuk mati

6.Perubahan Psikososial Pada Lansia


1. Penurunan Kondisi Fisik

17
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya
kondisi fisik yang bersifat patologis berganda ( multiple pathology ), misalnya tenaga
berkurang, enerji menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin
rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia
mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan
gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat
menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain.
Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat,
maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik
maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan
yang bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia harus mampu mengatur cara
hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang.
2. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan
dengan berbagai gangguan fisik seperti : Gangguan jantung, gangguan metabolisme,
misal diabetes millitus, vaginitis, baru selesai operasi : misalnya prostatektomi,
kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat
kurang, penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid,
tranquilizer.
Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :
a) Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia
b) Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh
tradisi dan budaya.
c) Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.
d) Pasangan hidup telah meninggal.
e) Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa
lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dsb.
3. Perubahan Aspek Psikososial
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan
fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi,
pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan
perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif)
meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan,
tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami
perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian
lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian
lansia sebagai berikut :

18
a) Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini tidak
banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.
b) Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada
kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia
tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya.
c) Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini biasanya
sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu
harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup
meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika
tidak segera bangkit dari kedukaannya.
d) Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah
memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak
keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga
menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-marit.
e) Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini
umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain
atau cenderung membuat susah dirinya.
4. Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan
ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua,
namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering
diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status
dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari
model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas.
Dalam kenyataan ada menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang merasa
senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah acuh terhadap
pensiun (pasrah). Masing-masing sikap tersebut sebenarnya punya dampak bagi
masing-masing individu, baik positif maupun negatif. Dampak positif lebih
menenteramkan diri lansia dan dampak negatif akan mengganggu kesejahteraan hidup
lansia. Agar pensiun lebih berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan pensiun
yang benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan diri, bukan
hanya diberi waktu untuk masuk kerja atau tidak dengan memperoleh gaji penuh.
Persiapan tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan terarah bagi
masing-masing orang yang akan pensiun. Jika perlu dilakukan assessment untuk
menentukan arah minatnya agar tetap memiliki kegiatan yang jelas dan positif. Untuk
merencanakan kegiatan setelah pensiun dan memasuki masa lansia dapat dilakukan
pelatihan yang sifatnya memantapkan arah minatnya masing-masing. Misalnya cara
berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri yang sangat banyak jenis dan macamnya.
19
Model pelatihan hendaknya bersifat praktis dan langsung terlihat hasilnya
sehingga menumbuhkan keyakinan pada lansia bahwa disamping pekerjaan yang
selama ini ditekuninya, masih ada alternatif lain yang cukup menjanjikan dalam
menghadapi masa tua, sehingga lansia tidak membayangkan bahwa setelah pensiun
mereka menjadi tidak berguna, menganggur, penghasilan berkurang dan sebagainya.
5. Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan
sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia.
Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan
kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya
dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang
bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika
keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain
dan kdang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung
diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan menangis
bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.
Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang
memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung
karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat
umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan
pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara
karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan
pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali
menjadi terlantar.
6. Perubahan Kehidupan Keluarga
Sebagian besar hubungan lansia dengan anak jauh kurang
memuaskan yang disebabkan oleh berbagai macam hal. Penyebabnya
antara lain : kurangnya rasa memiliki kewajiban terhadap orang tua,
jauhnya jarak tempat tinggal antara anak dan orang tua. Lansia tidak akan
merasa terasing jika antara lansia dengan anak memiliki hubungan yang
memuaskan sampai lansia tersebut berusia 50 sampai 55 tahun.
Orang tua usia lanjut yang perkawinannya bahagia dan tertarik pada
dirinya sendiri maka secara emosional lansia tersebut kurang tergantung
pada anaknya dan sebaliknya. Umumnya ketergantungan lansia pada anak
dalam hal keuangan. Karena lansia sudah tidak memiliki kemampuan untuk
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Anak-anaknya pun tidak semua dapat
menerima permintaan atau tanggung jawab yang harus mereka penuhi.
7. Perubahan Spiritul Pada Lansia

20
Sebuah penelitian menyatakan bahwa lansia yang lebih dekat dengan agama menunjukkan
tingkatan yang tinggi dalam hal kepuasan hidup, harga diri dan optimisme. Kebutuhan
spiritual (keagamaan) sangat berperan memberikan ketenangan batiniah, khususnya bagi para
Lansia. Rasulullah bersabda semua penyakit ada obatnya kecuali penyakit tua. Sehingga
religiusitas atau penghayatan keagamaan besar pengaruhnya terhadap taraf kesehatan fisik
maupun kesehatan mental, hal ini ditunjukan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hawari
(1997), bahwa :
1. Lanjut usia yang nonreligius angka kematiannya dua kali lebih besar daripada
orang yang religius.
2. Lanjut usia yang religius penyembuhan penyakitnya lebih cepat dibandingkan
yang non religius.
3. Lanjut usia yang religius lebih kebal dan tenang menghadapi operasi atau masalah
hidup lainnya.
4. Lanjut usia yang religius lebih kuat dan tabah menghadapi stres daripada yang
nonreligius, sehingga gangguan mental emosional jauh lebih kecil.
5. Lanjut usia yang religius tabah dan tenang menghadapi saat-saat terakhir
(kematian) daripada yang nonreligius.
8. Masalah Umum Pada Lansia
Pada umumnya berbeda dengan pada dewasa muda, karena masalah pada lansia
merupakan gabungan dari kelainan-kelainan yang timbul akibat proses menua. Proses ini
menyebabkan menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki
diri atau mengganti diri serta mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak
dapat bertahan terhadap penyakit dan memperbaiki kerusakan yang diakibatkannya.
Menurut Robert Kane dan Joseph Ouslander , penulis buku Essentials of Clinical
Geriatrics , Permasalahan Lansia sering disebut dengan istilah 14 I.
1. Immobility (kurang bergerak):
Gangguan fisik, jiwa, dan faktor lingkungan dapat menyebabkan lansia kurang
bergerak. Penyebab yang paling sering adalah gangguan tulang, sendi dan otot,
gangguan saraf, dan penyakit jantung dan pembuluh darah.
2. Instability (berdiri dan berjalan tidak stabil dan mudah jatuh).
Akibat jatuh pada lansia pada umumnya adalah kerusakan bahagian tertentu dari tubuh
yang mengakibatkan rasa sakit, seperti patah tulang, cedera pada kepala. Penyebab
instabilitas dapat berupa faktor intrinsic, hal-hal yang berkaitan dengan keadaan fisik
tubuh penderita karena proses menua; dan faktor ekstrinsik yang berasal dari luar
tubuh seperti obat-obat tertentu dan faktor lingkungan.
3. Incontinence (beser buang air senil).
Keluarnya air seni tanpa disadari, semakin banyak dan sering, mengakibatkan masalah
kesehatan atau lingkungan, khususnya lingkungan keluarga. Untuk menghindari ini,

21
lansia sering mengurangi minum. Upaya ini justru menyebabkan lansia kekurangan
cairan tubuh dan juga berkurangnya kemampuan kandung kemih dalam menjalankan
fungsinya.
4. Intellectual impairment (gangguan intelektual/dementia).
Gangguan intelektual merupakan kumpulan gejala klinik yang meliputi gangguan
fungsi intelektual dan ingatan yang cukup berat.
5. Infection (infeksi).
Kekurangan gizi, kekebalan tubuh: yang menurun adalah penyebab utama lansia
mudah mendapat penyakit infeksi. Selain itu berkurangnya fungsi berbagai organ
tubuh, terdapatnya beberapa penyakit sekaligus (komorbiditas) yang menyebabkan
daya tahan tubuh yang sangat berkurang, faktor lingkungan, jumlah dan keganasan
kuman akan mempermudah tubuh mengalami infeksi.
6. Impairment of vision and hearing, taste, smell, communication, convalescence, skin
integrity (gangguan pancaindera, komunikasi, daya pulih, dan kulit).
Akibat proses menua semua fungsi pancaindera dan otak berkurang. Demikian juga
gangguan pada saraf dan otot-otot yang digunakan untuk berbicara dapat menyebabkn
terganggunya komunikasi, daya pulih terhadap penyakitpun berkurang sedangkan kulit
menjadi lebih kering, rapuh dan mudah rusak.
7. Impaction (sulit buang air besar).
Beberapa faktor yang mempermudah terjadinya ini adalah kurangnya gerakan fisik,
makanan yang kurang mengandung serat, kurang minum, akibat obat-obat tertentu dan
lain-lain. Akibatnya, pengosongan isi usus menjadi sulit terjadi atau isi usus menjadi
tertahan. Pada konstipasi, kotoran di dalam usus menjadi keras dan kering, dan pada
keadaan yang berat dapat terjadi akibat yang lebih berat berupa penyumbatan pada
usus disertai rasa sakit pada daerah perut.
8. Isolation (depresi),
Perubahan status sosial, bertambahnya penyakit dan berkurangnya kemandirian sosial
serta perubahan-perubahan akibat proses menua menjadi salah satu pemicu munculnya
depresi pada lansia.
9. Inanition (kurang gizi ),
Kekurangan gizi dapat disebabkan ketidaktahuan untuk memilih makanan yang
bergizi. Terutama karena isolasi sosial (terasing dari masyarakat), gangguan
pancaindera, kemiskinan, hidup seorang diri.
10. Impecunity (tidak punya uang),
Dengan semakin bertambahnya usia maka kemampuan fisik dan mental akan
berkurang secara perlahan-lahan, yang menyebabkan ketidakmampuan tubuh dalam
mengerjakan atau menyelesaikan pekerjaannya sehingga tidak dapat memperoleh
penghasilan.
11. Iatrogenesis (menderita penyakit akibat obat-obatan),

22
Masalah yang sering terjadi adalah menderita penyakit lebih dari satu jenis sehingga
membutuhkan obat yang banyak, apalagi penggunakan obat dalam jangka waktu yang
lama tanpa pengawasan dokter. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya suatu penyakit
akibat pemakaian berbagai macam obat.
12. Insomnia (gangguan tidur),
Berbagai keluhan gangguan tidur yang sering dilaporkan oleh para lansia, yakni sulit
tidur, tidur tidak nyenyak, tidurnya banyak mimpi mudah terbangun, jika terbangun
sukar tidur kembali, terbangun dinihari, lesu setelah bangun dipagi hari.
13. Immune deficiency (daya tahan tubuh yang menurun),
Daya tahan tubuh yang menurun selain disebabkan karena proses menua, tetapi dapat
pula karena berbagai keadaan seperti penyakit yang sudah lama atau baru diderita.
Selain itu dapat juga disebabkan penggunaan berbagai obat, keadaan gizi yang kurang,
penurunan fungsi organ-organ tubuh dan lain-lain.
14. Impotence (impotensi).
Merupakan ketidakmampuan untuk mencapai dan atau mempertahankan ereksi yang
cukup untuk melakukan sanggama yang memuaskan. Penyebab disfungsi ereksi pada
lansia adalah hambatan aliran darah ke dalam alat kelamin sebagai adanya kekakuan
pada dinding pembuluh darah (arteriosklerosis) baik karena proses menua maupun
penyakit, dan juga berkurangnya sel-sel otot polos yang terdapat pada alat kelamin
serta berkurangnya kepekaan dari alat kelamin pria terhadap rangsangan.
9. Penyakit Pada Lansia
1. Osteo Artritis (OA)
OA adalah peradangan sendi yang terjadi akibat peristiwa mekanik dan biologik yang
mengakibatkan penipisan rawan sendi, tidak stabilnya sendi, dan perkapuran. OA
merupakan penyebab utama ketidakmandirian pada usia lanjut, yang dipertinggi
risikonya karena trauma, penggunaan sendi berulang dan obesitas.
2. Osteoporosis
Osteoporosis merupakan salah satu bentuk gangguan tulang dimana masa atau
kepadatan tulang berkurang. Terdapat dua jenis osteoporosis, tipe I merujuk pada
percepatan kehilangan tulang selama dua dekade pertama setelah menopause,
sedangkan tipe II adalah hilangnya masa tulang pada usia lanjut karena terganggunya
produksi vitamin D.
3. Hipertensi
Hipertensi merupakan kondisi dimana tekanan darah sistolik sama atau lebih tinggi
dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih tinggi dari 90mmHg, yang terjadi
karena menurunnya elastisitas arteri pada proses menua. Bila tidak ditangani,
hipertensi dapat memicu terjadinya stroke, kerusakan pembuluh darah
(arteriosclerosis), serangan/gagal jantung, dan gagal ginjal
4. Diabetes Mellitus

23
Sekitar 50% dari lansia memiliki gangguan intoleransi glukosa dimana gula darah
masih tetap normal meskipun dalam kondisi puasa. Kondisi ini dapat berkembang
menjadi diabetes melitus, dimana kadar gula darah sewaktu diatas atau sama
dengan 200 mg/dl dan kadar glukosa darah saat puasa di atas 126 mg/dl. Obesitas,
pola makan yang buruk, kurang olah raga dan usia lanjut mempertinggi risiko DM.
Sebagai ilustrasi, sekitar 20% dari lansia berusia 75 tahun menderita DM.
Beberapa gejalanya adalah sering haus dan lapar, banyak berkemih, mudah lelah,
berat badan terus berkurang, gatal-gatal, mati rasa, dan luka yang lambat sembuh.
5. Dimensia
Merupakan kumpulan gejala yang berkaitan dengan kehilangan fungsi intelektual
dan daya ingat secara perlahan-lahan, sehingga mempengaruhi aktivitas kehidupan
sehari-hari. Alzheimer merupakan jenis demensia yang paling sering terjadi pada
usia lanjut. Adanya riwayat keluarga, usia lanjut, penyakit vaskular/pembuluh
darah (hipertensi, diabetes, kolesterol tinggi), trauma kepala merupakan faktor
risiko terjadinya demensia. Demensia juga kerap terjadi pada wanita dan individu
dengan pendidikan rendah.
6. Penyakit jantung coroner
Penyempitan pembuluh darah jantung sehingga aliran darah menuju jantung
terganggu. Gejala umum yang terjadi adalah nyeri dada, sesak napas, pingsan,
hingga kebingungan.
7. Kanker
Kanker merupakan sebuah keadaan dimana struktur dan fungsi sebuah sel
mengalami perubahan bahkan sampai merusak sel-sel lainnya yang masih sehat.
Sel yang berubah ini mengalami mutasi karena suatu sebab sehingga ia tidak bisa
lagi menjalankan fungsi normalnya. Biasanya perubahan sel ini mengalami
beberapa tahapan, mulai dari yang ringan sampai berubah sama sekali dari
keadaan awal (kanker). Kanker merupakan penyebab kematian nomor dua setelah
penyakit jantung. Faktor resiko yang paling utama adalah usia. Dua pertiga kasus
kanker terjadi di atas usia 65 tahun. Mulai usia 40 tahun resiko untuk timbul
kanker meningkat.

2.3 Konsep Nyeri Sendi


1) Definisi Nyeri Sendi
Dikutip dari mayoclinic.org: Nyeri sendi adalah ketidaknyamanan yang timbul dari
setiap sendi titik di mana dua atau lebih tulang bertemu. Nyeri sendi kadang-kadang
disebut arthritis atau arthralgia. Nyeri sendi bisa ringan, menyebabkan beberapa rasa
sakit setiap kali Anda bergerak bersama Anda. Atau nyeri sendi bisa menjadi parah,

24
sehingga mustahil untuk menggunakan sendi Anda. Nyeri sendi jarang darurat.
Sebagian besar kasus nyeri sendi ringan dapat berhasil dikelola di rumah.
2) Apa Yang Menyebabkan Kerusakan Sendi?

trauma fisik atau cedera dan arthritis menyebabkan kerusakan sendi. Arthritis
adalah sekelompok kondisi yang dokter telah resmi diklasifikasikan sebagai orang-
orang yang menyebabkan kerusakan pada sendi tubuh. Namun, dokter tidak jelas
tentang apa yang menyebabkan arthritis dalam banyak kasus. Para peneliti percaya
bahwa kombinasi faktor, seperti berat badan, penuaan, cedera sendi atau stres,
keturunan, dan kelemahan otot semua berkontribusi terhadap kerusakan sendi.
Terutama, para peneliti telah menemukan bahwa akun warisan untuk 25-30% persen
dari kasus arthritis; mereka telah mengidentifikasi mutasi gen yang melemahkan
protein kolagen, yang bisa pecah atau robek lebih mudah di bawah tekanan.

3) Penyebab Nyeri Sendi Meliputi:

1. Dewasa penyakit Still


2. Strain otot
3. Avascular necrosis
4. Kanker tulang
5. Patah tulang
6. Radang kandung lendir
7. Sindrom nyeri regional kompleks
8. Dislokasi
9. Fibromyalgia
10. Encok
11. Hemochromatosis
12. Hypothyroidism
13. Rheumatoid arthritis
14. Leukemia dan penyakit lain yang sumsum tulang kerusakan
15. Lupus
16. Penyakit Lyme
17. Osteoarthritis
18. Osteomalacia
19. Osteomielitis
20. Penyakit Paget tulang

25
21. Pseudogout
22. Psoriatic arthritis
23. Arthritis reaktif
24. Radang sendi
25. Rakhitis
26. Sarkoidosis
27. Septic arthritis
28. Keseleo dan strain
29. Tendinitis

4) Gejala Kerusakan Sendi

Gejala nyeri sendi sering berkembang perlahan dan memburuk dari waktu ke waktu.
Sebagai bergerak bersama, tulang rawan memburuk dari waktu ke waktu dan permukaan
halus menjadi kasar. Cartilage memakai bawah sehingga tulang yang menggosok pada
tulang dan menyebabkan rasa sakit dan kerusakan pada tulang sendiri. Kadang-kadang
tulang baru tumbuh di sepanjang sisi tulang yang ada, menciptakan taji tulang yang
menyakitkan.

Gejala yang mempengaruhi rahang, bahu, siku, pergelangan tangan atau pergelangan
kaki sering merupakan akibat dari cedera atau stres yang tidak biasa pada sendi. Lebih
umum, gejala masalah bersama mempengaruhi tangan, pinggul, lutut dan tulang belakang.
Tanda dan gejala dari semua jenis kerusakan sendi meliputi:

1. Benjolan keras bisa terbentuk di sekitar sendi yang terkena (tulang taji)
2. Kisi sensasi ketika Anda menggunakan sendi
3. Hilangnya fleksibilitas
4. Kelemahan otot
5. Nyeri pada sendi setelah suatu periode tidak aktif
6. Nyeri pada sendi setelah digunakan
7. Nyeri pada sendi selama penggunaan
8. Nyeri pada ekstremitas atas atau bawah
9. Kekakuan pada sendi (terutama di pagi hari atau setelah tidak aktif)
10. Pembengkakan di sekitar sendi
11. Kelembutan ketika Anda menerapkan tekanan ringan

5) Faktor Risiko Nyeri Sendi


26
Sejumlah faktor yang berbeda dapat menggabungkan dan membuatnya lebih mungkin
bahwa seseorang akan merusak sendi. Misalnya, atlet lebih berisiko cedera sendi yang
dapat menyebabkan kerusakan degeneratif dari non-atlet. Faktor risiko lain untuk
kerusakan sendi meliputi:

1. Umur kerusakan sendi degeneratif biasanya terjadi pada orang dewasa yang lebih
tua; orang tua kurang dari 40 tahun jarang mengalami penyakit arthritis yang terkait.
2. Riwayat keluarga Orang-orang yang dekat anggota keluarga yang didiagnosis
dengan osteoarthritis lebih mungkin untuk juga mengembangkan penyakit ini.
3. Gender Wanita lebih mungkin untuk mengembangkan kondisi rematik dibandingkan
laki-laki.
4. Cedera Cedera yang terjadi saat bermain olahraga atau dari kecelakaan,
meningkatkan risiko penyakit sendi degeneratif.
5. Riwayat medis Orang yang lahir dengan sendi cacat atau tulang rawan yang rusak
adalah pada peningkatan kerusakan sendi risiko. Tulang dan penyakit sendi juga dapat
meningkatkan risiko kerusakan sendi degeneratif seperti penyakit Paget tulang dan
septic arthritis.
6. obesitas Tambahan berat badan menempatkan tekanan lebih pada berat-bantalan
sendi, seperti lutut. Demikian juga, obesitas dapat menyebabkan artritis non-berat
bantalan sendi seperti tangan.

Efek kerusakan sendi tidak hanya fisik. Bahkan, gaya hidup dan keuangan juga dapat
menurun dengan kerusakan sendi.

Atasi segera dan obati sampai tuntas jika nyeri sendi Anda disertai dengan:

1. Pembengkakan
2. Kemerahan
3. Kelembutan dan kehangatan di sekitar sendi

6) Perawatan Diri

Ketika merawat nyeri sendi ringan di rumah, ikuti tips berikut ini:

1. Coba menggunakan herbal alami pereda nyeri sekaligus penyembuh nyeri sendi
sampai tuntas, seperti Triflex Capsule Green World.

27
2. Hindari menggunakan sendi Anda dengan cara yang menyebabkan atau memperburuk
rasa sakit.
3. Terapkan kompres es untuk sendi yang menyakitkan Anda selama 15 sampai 20 menit
beberapa kali setiap hari.

7) Pencegahan Nyeri Sendi

Untuk mengurangi kesempatan Anda untuk mengembangkan sacroiliac nyeri sendi,


segera mengambil langkah-langkah berikut ini:

1. Berolahraga secara teratur untuk menjaga otot-otot yang kuat


2. Menjaga postur tubuh yang baik
3. Gunakan teknik yang tepat untuk membungkuk, mengangkat, atau bermain olahraga.

2.4 Konsep Gangguan Penglihatan

1. PENGERTIAN
a. Gangguan penglihatan adalah kondisi yang ditandai dengan penurunan tajam
penglihatan ataupun menurunnya luas lapangan pandang, yang dapat mengakibatkan
kebutaan (Quigley dan Broman, 2006).
b. Cacat Netra dalah Seseorang yang terhambat mobilitas gerak yang disebabkan oleh
hilang/berkurangnya fungsi penglihatan sebagai akibat dari kelahiran, kecelakaan
maupun penyakit (Marjuki, 2009)
c. Menurut kamus besar bahasa Indonesia pengertian tunanetra ialah tidak dapat melihat,
buta. Sedangkan menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa yang dimaksud
dengan tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam penglihatan atau
tidak berfungsinya indera penglihatan. Karena adanya hambatan dalam penglihatan
serta tidak berfungsinya penglihatan (Heward & Orlansky, 1988 cit Akbar 2011).
Mata adalah organ sensorik yang mentransmisikan rangsang melalui jaras pada
otak ke lobus oksipital dimana rasa penglihatan ini diterima. Sesuai dengan proses
penuaan yang terjadi, tentunya banyak perubahan yang terjadi, diantaranya alis
berubah kelabu, dapat menjadi kasar pada pria, dan menjadi tipis pada sisi temporalis
baik pada pria maupun wanita. Konjungtiva menipis dan berwarna
kekuningan,produksi air mata oleh kelenjar lakrimalis yang berfungsi untuk

28
melembabkan dan melumasi konjungtiva akan menurun dan cenderung cepat
menguap, sehingga mengakibatkan konjungtiva lebih kering.
Pada mata bagian dalam, perubahan yang terjadi adalah ukuran pupil
menurun dan reaksi terhadap cahaya berkurang dan juga terhadap akomodasi. Lensa
menguning dan berangsur-angsur menjadi lebih buram mengakibatkan katarak,
sehingga memengaruhi kemampuan untuk menerima dan membedakan warna-warna.
Kadang warna gelap seperti coklat, hitam, dan marun tampak sama. Pandangan dalam
area yang suram dan adaptasi terhadap kegelapan berkurang ( sulit melihat dalam
cahaya gelap) menempatkan lansia pada risiko sedera. Sementara cahaya menyilaukan
dapat menyebabkan nyeri dan membatasi kemampuan untuk membedakan objek-objek
dengan jelas, semua hal itu dapat memengaruhi kemampuan fungsional para lansia.

2. KLASIFIKASI PENYANDANG CACAT PENGLIHATAN


Berdasarkan Klasifikasi International Classification of Functioning for Disability
and Health (ICF) dalam Marjuki (2009), Penyandang Cacat Penglihatan diklasifikasikan
menjadi 3, yaitu:
i. Low vision (Penglihatan Sisa) adalah seseorang yang mengalami kesulitan/ gangguan
jika dalam jarak minimal 30 cm dengan penerangan yang cukup tidak dapat melihat
dengan jelas baik bentuk, ukuran, dan warna. Jika responden memakai kacamata maka
yang ditanyakan adalah kesulitan melihat ketika melihat tanpa kacamata (sumber:
modifikasi Susenas 2000 dan ICF) (tidak termasuk orang yang menggunakan
kacamata plus, minus ataupun silinder).
ii. Light Perception (Persepsi Cahaya) yaitu seseorang hanya dapat membedakan terang
dan gelap namun tidak dapat melihat benda didepannya.
iii. Totally blind (Buta Total) yaitu seseorang tidak memiliki kemampuan untuk
mengetahui/ membedakan adanya sinar kuat yang ada langsung di depan matanya.
Sedangkan menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, ada beberapa
klasifikasi tunanetra, seperti di bawah ini:
1) Berdasarkan Waktu Terjadinya Ketunanetraan:
a. Tunanetra sebelum dan sejak lahir; yakni mereka yang sama sekali tidak memiliki
pengalaman penglihatan.
b. Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil; mereka telah memiliki kesan-kesan serta
pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.

29
c. Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; mereka telah memiliki kesan-
kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses
perkembangan pribadi.
d. Tunanetra pada usia dewasa; pada umumnya mereka yang dengan segala kesadaran
mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri.
e. Tunanetra dalam usia lanjut; sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan-latihan
penyesuaian diri.
2) Berdasarkan Kemampuan Daya Penglihatan
a. Tunanetra ringan (defective vision/low vision); yakni mereka yang memiliki hambatan
dalam penglihatan akan tetapi mereka masih dapat mengikuti program-program
pendidikan dan mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan fungsi
penglihatan.
b. Tunanetra setengah berat (partially sighted); yakni mereka yang kehilangan sebagian
daya penglihatan, hanya dengan menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti
pendidikan biasa atau mampu membaca tulisan yang bercetak tebal.
c. Tunanetra berat (totally blind); yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat.

3.PENYEBAB KETUNANETRAAN
Ada berbagai faktor yang menyebabkan kelainan penglihatan (ketunanetraan) seperti
kelainan struktur mata atau penyakit yang menyerang cornea, lensa, retina, saraf mata dan lain
sebagainya. Di samping itu kelainan penglihatan juga dapat diperoleh karena faktor keturunan
misalnya perkawinan antar saudara dekat dapat meningkatkan kemungkinan diturunkannya
kondisi kelainan penglihatan. Secara garis besar kelainan penglihatan dapat disebabkan
karena beberapa hal yaitu:
a. Kelainan Refraksi
Bagi seseorang yang mengalami kelainan refraksi (pembiasan cahaya) tanpa disertai
gangguan lain, biasanya dapat diperbaiki penglihatannya hingga menjadi normal dengan
menggunakan kaca mata atau lensa kontak. Bagi penyandang kelainan refraksi yang telah
dikoreksi dengan kaca mata biasanya tidak ada masalah dengan penglihatannya kecuali jika
kaca mata atau lensa kontak yang diresepkan baginya tidak dipakai. Beberapa kelainan
refraksi meliputi:
1) Myopia dan Hyperopia
Dalam penglihatan normal, berkas cahaya paralel yang datang dari jauh akan terfokus
pada retina. Jika bola mata terlalu panjang dari depan ke belakang, maka berkas cahaya itu
terfokus di depan retina dan hal ini mengakibatkan penglihatan menjadi kabur atau buram.

30
Seseorang yang mengalami myopia sering dikatakan memiliki penglihatan dekat
(nearsightedness) karena ketajaman penglihatannya bagus pada jarak dekat tetapi mengalami
masalah pada jarak jauh. Pada penderita myopia image obyek yang dilihat tidak jelas, masalah
ini terjadi selain karena bola mata lebih besar dari pada yang normal juga dapat terjadi pada
bola mata yang normal tetapi elastisitas lensanya kurang baik dan kekuatan refraksi lensa dan
cornea menguat.
Dalam kebanyakan kasus myopia, pemanjangan bola mata itu hanya sedikit dan tidak
terus memanjang, dan koreksi dapat dilakukan dengan pemakaian kaca mata. Akan tetapi,
dalam sejumlah kecil kasus myopia, bola mata memanjang terus. Kondisi ini dikenal dengan
istilah progressive myopia atau high myopia, dan ketajaman penglihatan yang normal tidak
akan dapat dicapai dengan pemakaian kaca mata ataupun lensa kontak. .
Sebaliknya jika bola mata lebih kecil dari yang normal atau lensa dalam keadaan tidak dapat
berakomodasi dengan baik sehingga bentuknya cenderung cekung, akibatnya image obyek
yang sedang dilihat difokuskan di belakang retina dan pada kondisi seperti ini penderita
merasakan penglihatannya menjadi kabur. Kelainan seperti ini disebut hyperopia atau
penglihatan jauh (farsightedness). Penderita hyperopia mengalami penurunan ketajaman
penglihatan dan mengalami gangguan penglihatan pada jarak dekat tetapi normal pada jarak
jauh.
Dalam kasus hyperopia yang parah penglihatan menjadi tidak efektif. Hyperopia
sederhana dapat dikoreksi hingga ke penglihatan normal dengan mengunakan lensa cembung
(lensa plus) sehingga berkas cahaya terfokus pada retina. Permasalahan biasanya timbul
hanya apabila kondisi ini disertai kondisi penglihatan lain seperti katarak. Dalam kasus seperti
ini, meskipun kaca mata akan diresepkan, tetapi ketajaman penglihatan tetap akan berkurang
dan kondisi ini dapat disertai dengan keadaan juling.
2) Presbyopia
Dengan meningkatnya usia, seseorang pada umumnya mengalami penurunan fungsi
akomodasi sehubungan dengan lemahnya elastisitas lensa dan cairan lensa yang mengeras.
Oleh karena gangguan penglihatan ini umumnya berkaitan dengan meningkatnya usia maka,
keadaan ini disebut presbyopia. Presbyopia biasanya terjadi pada usia 40-an dan penderita
mengalami penurunan ketajaman penglihatan dan mengalami gangguan untuk membaca.
Seseorang yang mengalami presbyopia dapat dibantu dengan sepasang kaca mata yang
memiliki dua lensa. Lensa semacam ini disebut lensa bifocals, satu lensa untuk membantu
menyebarkan (diverge) cahaya dan yang lain untuk memfokuskan (converge) cahaya.

31
3) Astigmatism
Penyebab utama astigmatism adalah bervariasinya daya refraksi cornea atau lensa
akibat kelainan dalam bentuknya permukaannya. Hal ini mengakibatkan distorsi pada image
yang terbentuk pada macula. Bila kasusnya sederhana, kondisi ini dapat dikoreksi dengan
memakai kaca mata dengan lensa silindris, tetapi permasalahan menjadi lebih berat bila
kondisi ini disertai myopia dan hypermetropia. Bila disertai dengan jenis gangguan
penglihatan lain, koreksinya akan menjadi sulit dan dapat mengakibatkan berkurangnya
ketajaman penglihatan bahkan kebutaan.
4) Katarak
Katarak adalah kelainan mata yang terjadi pada lensa di mana cairan dalam lensa
menjadi keruh. Karena cairan dalam lensa keruh, lensa mata kelihatan putih dan cahaya tidak
dapat menmbusnya. Orang yang mengidap katarak melihat seperti melalui kaca jendela yang
kotor karena keruhnya lensa menghalangi masuknya cahaya ke retina. Katarak merupakan
salah satu penyebab kebutaan yang utama baik pada anak-anak maupun orang tua.
a) Definisi Katarak
1.Katarak adalah perubahan lensa mata yang tadinya jernih dan tembus cahaya menjadi
keruh, menyebabkan gangguan pada penglihatan (Klinik mata nusantara, 2008)
2.Katarak adalah sejenis kerusakan mata yang menyebabkan lensa mataberselaput dan
rabun. Lensa mata menjadi keruh dan cahaya tidak dapat menembusinya, bervariasi
sesuai tingkatannya dari sedikit sampai keburaman total dan menghalangi jalan cahaya
(Wikipedia, 2012)
3.Katarak adalah keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat kedua-
duanya.Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif.(kapita selekta. jilid
satu.2001)

Gambar 1. Perbedaan mata normal dan mata Katarak

32
b) Etiologi
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia seseorang.
Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur 60 tahun keatas. Akan tetapi, katarak dapat
pula terjadi pada bayi karena sang ibu terinfeksi virus pada saat hamil muda.
Penyebab katarak lainnya meliputi :
1. Faktor keturunan.
2. Cacat bawaan sejak lahir.
3. Masalah kesehatan, misalnya diabetes.
4. Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid.
5. gangguan metabolisme seperti DM (Diabetus Melitus)
6. gangguan pertumbuhan,
7. Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama.
8. Rokok dan Alkohol
9. Operasi mata sebelumnya.
10. Trauma (kecelakaan) pada mata.
11. Faktor-faktor lainya yang belum diketahui.
c) Klasifikasi
(1) Katarak primer
Katarak primer, menurut umur ada tiga golognan yaitu :
(a) Katarak juvenilis (umur <20 tahun ),
(b) Katarak presenilis (umur sampai 50tahun)
(c) katarak senilis (umur sampai 50tahun )
Katarak primer dibagi menjadi 4 stadium (Yasin, 2009):
(a) Stadium Insipien
i. Stadium paling dini
ii. Kekeruhan lensa terdapat pada bagian perifer berbentuk bercak-bercak yang tidak
teratur
iii. Pasien mengeluh gangguan penglihatan melihat ganda dengan satu mata
iv. Tajam penglihatan belum terganggu
v. Proses degenerasi belum menyerap cairan mata yang kedalam lensa sehingga terlihat
bilik mata depan yang kedalaman normal.
(b) Stadium Imatur
i. Proses degenerasi mulai menyerap cairan mata kedalam lensa sehingga lensa
ii. Menjadi cembung.
iii. Terjadi pembengkakan lensa yang dapat menjadi katarak intumesen.
iv. Terjadi miopisasi
v. Dapat terjadi glaucoma sekunder
vi. Shadow test positif
(c) Stadium Matur
i. Terjadi kekeruhan seluruh lensa
ii. Tekanan dalam seimbang dengan cairan dalam mata dengan ukuran lensa normal
Kembali.
iii. Tajam penglihatan sangat menurun dan hanya tinggal proyeksi sinar positif
iv. Di pupil tampak lensa seperti mutiara
(d) Stadium Hypermatur
i. Korteks lensa yang seperti bubur telah mencair sehingga nucleus lensa turun karena
daya beratnya.

33
ii. Melalui pupil, nucleus terbayang sebagai setengah lingkaran di bagian bawah dengan
warna berbeda dari atasnya yaitu kecoklatan
iii. Terjadi kerusakan kapsul lensa yang menjadi lebih permeabel dsehingga isi korteks
dapat keluar dan lensa menjadi kempis yang dibawahnya terdapat nucleus lensa
(Katarak Morgagni)
(2) Katarak Komplikata
Katarak jenis ini terjadi sekunder atau sebagai komplikasi dari penyakir lain. Penyebab
katarak jenis ini adalah :
a) Gangguan okuler, karena retinitis pigmentosa glaucoma, ablasio retinayang sudah
lama, uveitis, myopia maligna.
b) Penyakit sistemik, Diabetes Mellitus, hipoparatiroid, sindrom down, dermatitis atopik.
c) Trauma, trauma tumpul, pukulan, benda asing di dalam mata, terpajan panas yang
berlebihan, sinar X, radioaktif, terpajan sinar matahari, toksik kimia.
(3) Katarak Kongenital
Katarak kongenital adalah kekeruhan pada lensa yang timbul pada saat pembentukan lensa.
Kekeruhan sudah terdapat pada waktu bayi lahir. Katarak ini sering ditemukan pada bayi yang
dilahirkan oleh ibu yang :
a) menderita rubella
b) diabetes mellitus
c) toksoplasmosis,
d) hipoparatiroidisme
e) galaktosemia
Ada pula yang menyertai kelainan bawaan pada mata itu sendiri seperti mikroftalmus,
aniridia, koloboma , ektopia lentis, keratokonus, megalokornea, heterokornea iris. Kekeruhan
dapat dijumpai dalam bentuk arteri hialoidea yang persisten, katarak polaris anterior-posterior,
katarak aksialis, katarak zonularis, katarak stelata, katarak totalis dan katarak congenital
membranasea.

d) Tanda Dan Gejala


Biasanya gejala berupa keluhan penurunan tajam pengelihatan secara progresif
(seperti rabun jauh memburuk secara progresif). Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan
pupil mata seakan akan bertambah putih. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil
akan tampak benar-benar putih ,sehingga refleks cahaya pada mata menja di negatif (-). Bila
Katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan dapat menimbulkan
komplikasi berupa Glaukoma dan Uveitis.
Gejala umum gangguan katarak meliputi (Julianto, 2009) :
1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
2. Peka terhadap sinar atau cahaya.
3. Dapat melihat dobel pada satu mata.
4. Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
5. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.

e) Patofisiologi

34
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk
seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga
komponen anatomis: Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yan
mengelilingi keduanya adalah kapsula anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia,
nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan . Di sekitar opasitas terdapat
densitas seperti duri di anterior dan poterior nukleus. Opasitaspada kapsul poterior merupakan
bentuk aktarak yang paling bermakna seperti kristal salju. Perubahan fisik dan kimia dalam
lensa mengakibatkan hilangnya traansparansi. Perubahan dalam serabut halus multipel
(zonula) yang memaenjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa.
Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan: koagulasi, sehingga
mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori
menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini
mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain
mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi.
Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan
pasien yang menderita katarak.
Katarak bisa terjaadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian trauma atau sistemis
(diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses penuaan yang normal. Faktor yang paling
sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar UV, obat-obatan, alkohol,
merokok, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu yang lama.

Pathway

35
f) Pemeriksaan Diagnostik
a. Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan
kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf,
penglihatan ke retina.
b. Lapang Penglihatan : penuruan mngkin karena massa tumor, karotis, glukoma.
c. Pengukuran Tonografi : TIO (12 25 mmHg)
d. Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.
e. Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe gllukoma
f. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema,
perdarahan.
g. Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
h. EKG, kolesterol serum, lipid
i. Tes toleransi glukosa : kotrol DM.
g) Komplikasi
a. Komplikasi preoperasi katarak antara lain glaukoma sekunder, uveitis, dan dislokasi
lensa.
b. Komplikasi postoperasi katarak
i. Afakia (iris tremulans, +10 sampai +13 diopter dengan adisi 3 diopter untuk
penglihatan dekat).
ii. Pseudofakia (dengan pemasangan IOL).

36
h) Penatalaksanaan Medis
(1) Intervensi bedah
Indikasi operasi katarak
o Pada bayi (<1tahun) jika fundus tidak terlihat
o Pada usia lanjut
Indikasi Klinis : jika timbul komplikasi glaucoma / uveitis
Indikasi Visual : katarak matur dengan visus 1/300 atau 1/~dengan catatan LP bik segala
arah.
Indikasi Sosial : pekerjaan
Jenis pembedahan katarak :
o Extracapsular Cataract Extractive (ECCE)
Korteks dan nucleus diangkat kapsul posterior di tinggalkan untuk mencegah prolapsvitreus
untuk melindungi retina dari sinar ultravioler dan memberikan sokongan untuk implantasi
lensa mata intra okuler.
o Intracapsular Cataract Extractive (ICCE) Pada pembedahan jenis ini lensa diangkat
seluruhnya.
(2) Pengobatan Katarak
Salah satu cara pengobatan katarak adalah dengan cara pembedahan ,yaitu
lensa yang telah keruh diangkat dan sekaligus ditanam lensa intraokuler sehingga pasca
operasi tidak perlu lagi memakai kaca mata khusus (kaca mata aphakia). Setelah operasi harus
dijaga jangan sampai terjadi infeksi.
Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa sehingga
mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan penyulit seperi glaukoma dan
uveitis.
Tekhnik yang umum dilakukan adalah ekstraksi katarak ekstrakapsular, dimana isi lensa
dikeluarkan melalui pemecahan atau perobekan kapsul lensa anterior sehingga korteks dan
nukleus lensa dapat dikeluarkan melalui robekan tersebut. Namun dengan tekhnik ini dapat
timbul penyulit katarak sekunder. Dengan tekhnik ekstraksi katarak intrakapsuler tidak terjadi
katarak sekunder karena seluruh lensa bersama kapsul dikeluarkan, dapat dilakukan pada
yang matur dan zonula zinn telah rapuh, namun tidak boleh dilakukan pada pasien berusia
kurang dari 40 tahun, katarak imatur, yang masih memiliki zonula zinn.
Dapat pula dilakukan tekhnik ekstrakapsuler dengan fakoemulsifikasi yaitu fragmentasi
nukleus lensa dengan gelombang ultrasonik, sehingga hanya diperlukan insisi kecil, dimana
komplikasi pasca operasi lebih sedikit dan rehabilitasi penglihatan pasien meningkat.
Kacamata (aphakic spectacles)
Setelah ekstraksi katarak, mata klien tidak mempunyai lensa yang disebut afakia.Keadaan ini
harus dikoreksi dengan lensa sefris (+) 10D supaya dapat melihat jauh. Koreksi ini harus
diberikan 3bulan pasca operasi sebab sebelum 3 bulan keadaan refraksi masih berubah
ubah, karena keadaan luka belum tenang dan astigmatismenya tidak tetap.
Lensa kontak

37
Keuntungan pilihan ini adalah ukuran bayangan hanya 7% lebih besar dari pada ukuran
normal, sehingga kedua mata berfungsi bersama. Lapang pandang tidak berubah/ konstriksi.
Kerugiannya dapat terjadi lakrimasi, risiko tinggi komplikasi, kemungkinan penolakan lensa
dan biaya mahal.
b. Kelainan Lantang Pandangan
Penerimaan cahaya oleh otak sangat tergantung pada kualitas impuls yang ditimbulkan oleh
retina. Terjadinya suatu hambatan atau kerusakan pada pusat penglihatan di otak atau bagian
saraf tertentu akan menimbulkan gangguan penglihatan.
c. Kelainan Lain
1) Buta Warna
Seseorang yang tidak dapat membedakan warna disebabkan karena mengalami kerusakan
atau kelainan pada sel receptor di retina yang berbentuk kerucut yang disebut cone. Seseorang
yang buta warna biasanya ketajaman penglihatannya (visus) normal. Buta warna lebih banyak
terjadi pada laki-laki dari pada perempuan.
2) Strabismus (juling)
Istilah strabismus digunakan untuk menunjukkan suatu kondisi dimana image obyek yang
dilihat tidak diterima secara baik oleh mata kanan dan mata kiri. Dengan kata lain kedua mata
tidak bekerja secara bersama-sama karena tidak ada koordinasi yang baik antara otot-otot
mata. Akibatnya dalam retina terdapat dua image terhadap satu obyek yang sedang dilihat.
Kondisi ini disebut diplopia. Untuk menolong penderita strabismus dapat dilakukan operasi
pada otot mata.
3) Nystagmus
Nystagmus adalah suatu kondisi dimana mata bergerak secara cepat dan tidak teratur.
Nystagmus dapat terjadi pada seseorang karena kelelahan atau stress dan juga dapat terjadi
karena adanya kerusakan pada otak atau gangguan medis lain yang kronis. Penderita
nystagmus tidak dapat melihat suatu obyek dengan baik karena matanya sselalu bergerak dan
tidak dapat memfokuskan obyek yang sedang dilihat.
4) Glaucoma
Glaucoma mengakibatkan meningginya tekanan di dalam bola mata yang dapat
mempengaruhi suplai darah ke kepala syaraf optik. Terdapat beberapa jenis glaucoma: dapat
merupakan penyakit tersendiri, atau dapat juga terkait dengan kondisi-kondisi lain, misalnya
aniridia. Satu jenis glaucoma yang terjadi pada anak-anak adalah buphthalmos ("mata sapi"),
yang ditandai dengan membesarnya satu mata atau kedua belah mata. Ini merupakan kondisi
yang berbahaya, yang jika tidak diberi perawatan dapat merusak lensa, retina atau syaraf

38
optik. Jenis-jenis glaucoma lainnya ditandai dengan berkurangnya bidang pandang dan
kesulitan melihat di tempat yang gelap atau redup.
j. Anatomi fisiologi mata

mata adalah organ sensori yang menstranmisikan rangsang memalui saraf pada otak ke
lobus oksipital, dimana rasa penglihatan ini diterima.

a. mata eksternal
Kelopak mata adalah lipatan-lipatan kulit denga pelekatan otot yang memungkinkannya
untuk bergerak. Kelopak mata melindungi bola mata yang berkedip secara reflektif dan
menggerakan cairan yang melumasi diatas permukaan mata.
Fisura palpebra adalah lubang diantara kelopak mata bagian atas dan bagian bawah. Bulu
mata pada tepi kelopak mencegah objek dari udara masuk kemata. Intropion dimana kelopak
mata terlipat kedalam sehingga bulu mata menggesek mata menyebabkan abrasi kornea.
Ektropion dimana kelopak mata terbalik keluar, mencegah penutupan, dan menyebabkan
kemerahan dan kongesti bola mata.
Alis mata
Terletak secara transpersal diatas kedua mata sepanjang puncak orbital superior tulang
tengkorak. Rambut pendek dan tebal ini mencegah keringat masuk kemata. sesuai proses
penuaan alis berubah kelabu.
Konjugtiva
Suatu yang tipis, transparan dan mensekresi mucus, terbagi dalah dua bagian : konjungtiva
palpebra yang membatasi permukaan interior dari masing-masing kelopak mata dan tampak
merah muda berkilauan hingga merah dan konjungtiva bulbaris yang membatasi permukaan
anterior bola mata sampai tembus dan tampak jelas. Sesuai dengan proses penuaan,
konjungtivca menipis dan bewarna kakuningan.
Apratus Lakrimalis
Terdiri dari kelenjar lakrimalis, duktus dan pungta lakrmalis. Kelnjar lakrimalis terletak pada
bagian superolateral pada orbit dan dipersarafi oleh saraf kranialis VII ( fasialis ). Kelenjar ini
yang melembabkan konjungtiva dan kornea
b. Mata internal
Sklera
Sclera atau bagian putih mata tersusun atas jaringan-jaringa elastis dan kolagen yang memberi
bentuk dan melindungi struktur-struktur bagian dalam dari bola mata. Beberapa lansia dapat
terjadi bintik-bintik coklat pada sklera.
Lensa
39
Lensa memisahkan bola mata dalam dua rongga ; ruang anterior dan posterior. Ruang anterior
terlatak didepan iris dan dibelakang kornea. Ruang posterior diantara iris dan lensa. Glokoma
suatu penyakit mata yang sering kali berhubungan dengan proses penuaan.
Iris
Iris adalah piringan bulat dan berpigmen dikelilingi oleh serat otot polos. Kontraksi serat otot
ini mengatur diameter pupil, lubang ditengah iris. Sesuai dengan proses penuaan pulpil
menurun dalam ukuran dan kemampuannya untuk kontraksi pada respon dan cahaya
akomodasi.
Retina
Retina adalah lapisan mata paling dalam dimana bayangan diproyeksikan. Struktur retina
tampak dengan optalmokopis meliputi piringan optic atau saraf utama pada saraf optic. Saraf
optic : pembuluh-pembuluh darah retina yang timbulm dari piringan optic : macula, dimana
penglihatan pusat dan persepsi warna dikonsentrasikan dan latara belakang retina jingga
kemerahan itu sendiri.
c. otot-otot ekstraokuler
gerakan-gerakan bola mata dikontrol oleh enam otot ektrinsik : otot rektusuporior, inferior,
radial, dan median dan otot-otot obliqsuperior dan inferior. Mata bergerak dalam arah yang
sama karena otot pada satu mata bekerja dengan otot yang berhubungan dengan mata yang
lainnya. Otot mata dipersarafi oleh tiga saraf cranial, saraf inferior dan otot oblique superior
dan inferior. Saraf troklear ( SK IV ) mempersarafi otot oblique superior dan otot abdusen
( SK VI ) mempersarafi otot rektus lateral.

40
Gambar 2. Anatomi Mata

k. PERUBAHAN SISTEM PENGLIHATAN


Perubahan normal pada system sensoris (penglihatan) akibat penuaan :
Perubahan Normal yang b.d Penuaan Implikasi Klinis
Penurunan kemampuan akomodasi. Kesukaran dalam membaca huruf-huruf
yang kecil
Kontriksi pupil sinilis Penyempitan lapang pandang
Peningkatan kekeruhan lensa dengan Sensitivitas terhadap cahaya
perubahan warna menjadi menguning. Penurunan penglihatan pada malam hari
dengan persepsi kedalamam

Perubahan sistem indera Penglihatan pada penuaan :


Perubahan Morfologis Perubahan Fisiologis

41
Penurunan jaringan lemak sekitar mata Penurunan penglihatan jarak dekat
Penurunan elastisitas dan tonus jaringan Penurunan koordinasi gerak bola mata
Penurunan kekeuatan otot mata Distorsi bayangan
Penurunan ketajaman kornea Pandangaan biru-merah
Degenerasi pada sclera, pupil dan iris Compromised night vision
Peningkatan frekuensi proses terjadinya Penurunan ketajaman mengenali warna
penyakit hijau, biru dan ungu
Peningkatan densitas dan rigiditas lensa Kesulitan mengenali benda yang bergerak
Perlambatan proses informasi dari
system saraf pusat

l. JENIS GANGGUAN PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN PENGLIHATAN


a. Perubahan sistem lakrimalis
Pada usia lanjut seringkali dijumpai keluhan nrocos. Kegagalan fungsi pompa pada system
kanalis lakrimalis disebabkan oleh karena kelemahan palpebra, eversi punctum atau malposisi
palpebra sehingga akan menimbulkan keluhan epifora. Namun sumbatan system kanalis
lakrimalis yang sebenarnya atau dacryostenosis sering dijumpai pada usia lanjut, diman
dikatakan bahwa dacryostenosis akuisita tersebut lebih banyak dijumpai pada wanita
dibanding pria. Adapun patogenesia yang pasti terjadinya sumbatan ductus nasolakrimalis
masih belum jelas, namun diduga oleh karena terjadi proses jaringan mukosa dan berakibat
terjadinya sumbatan.
Setelah usia 40 tahun khususnya wanita pasca menopause sekresi basal kelenjar lakrimal
secara progesif berkurang. Sehingga seringkali pasien dengan sumbatan pada duktus
nasolakrimalis tak menunjukkan gejala epifora oleh karena volume air matanya sedikit. Akan
tetapi bilamana sumbatan sistim lakrimalis tak nyata akan memberi keluhan mata kering yaitu
adanya rasa tidak enak seperti terdapat benda asing atau seperti ada pasir, mata tersa leleh dan
kering bahkan kabur. Sedangkan gejala obyektif yang didapatkan diantaranya konjungtiva
bulbi kusam dan menebal kadang hiperaemi, pada kornea didapatkan erosi dan filamen.
Periksa yang perlu dilakukan adalah Schirmer, Rose Bengal, Tear film break up time
b. Perubahan refraksi
Pada orang muda, hipermetrop dapat diatasi dengan kontraksi muskulus silisris. Dengan
bertambahnya usia hipermetrop laten menjadi lebih manifest karena hilangnya cadangan

42
akomodasi. Namun bila terjadi sclerosis nucleus pada lensa, hipermetrop menjadi berkurang
atau terjadi miopisasi karena proses kekeruhan di lensa dan lensa cenderung lebih cenbung.
Perubahan astigmat mulai terlihat pada umur 10-20 tahun dengan astigmat with the
rule 75,5% dan astigmat against the rule 6,8%. Pada umur 70-80 tahun didapatkan keadaan
astigmat with the rule 37,2% dan against the rule 35%. Factor-faktor yang mempengaruhi
perubahan astigmat antara lain kornea yang mengkerut oleh karena perubahan hidrasi pada
kornea, proses penuaan pada kornea.
Penurunan daya akomodasi dengan manifestasi presbiopia dimana seseorang akan kesulitan
untuk melihat dekat dipengaruhi oleh berkurangnya elastisitas lensa dan perubahan pada
muskulus silisris oleh karena proses penuaan.
c. Produksi humor aqueous
Pada mata sehat dengan pemeriksaan Fluorofotometer diperkirkan produksi H.Aqueous
2.4 + 0,06 micro liter/menit. Beberapa factor berpengaruh pada produksi H.Aqueous. dengan
pemeriksaan fluorofotometer menunjukkan bahwa dengan bertambahnya usia terjadi
penurunan produksi H.Aqueous 2% (0,06 mikro liter/menit) tiap decade. Penurunan ini tidak
sebanyak yang diperkirakan, oleh karena dengan bertambahnya usia sebenarnya produksi
H.Aqueous lebih stabil disbanding perubahan tekanan intra okuler atau volume COA.
d. Perubahan struktur kelopak mata
Dengan bertambahnya usia akan menyebabkan kekendoran seluruh jaringan kelopak mata.
Perubahan ini yang juga disebut dengan perubahan involusional terjadi pada :
1) M.orbicular
Perubahan pada m.orbicularis bisa menyebabkan perubahan kedudukan palpebra yaitu terjadi
entropion atau ektropion. Entropion/ektropion yang terjadi pada usia lanjut disebut
entropion/ekropion senilis/ involusional. Adapun proses terjadinya mirip, namun yang
membedakan adalah perubahan pada m.orbicularis preseptal dimana enteropion muskulus
tersebut relative stabil.
Pada ektropion, bila margo palpebra mulai eversi, konjungtiva tarsalis menjadi terpapar
(ekspose), ini menyebabkan inflamasi sekunder dan tartus akan menebal sehingga secara
mekanik akan memperberat ektropionnya.
2) Retractor palpebra inferior
Kekendoran retractor palpebra inferior mengakibatkan tepi bawah tarsus rotasi/ berputar
kearah luar sehingga memperberat terjadinya entropion.
3) Tartus
Bilaman tartus kurang kaku oleh karena proses atropi akan menyebabkan tepi atas lebih
melengkung ke dalam sehingga entropion lebih nyata.

43
4) Tendo kantus medial/lateral
Perubahan involusional pada usia lanjut juga mengenai tendon kartus medial/ lateral sehingga
secar horizontal kekencangan palpebra berkurang.
Perubahan-perubahan pada jaringan palpebra juga diperberat dengan keadaan dimana bola
mata pada usia lanjut lebih enoftalmus karena proses atropi lemak orbita. Akibatnya
kekencangan palpebra secara horizontal relative lebih nyata. Jadi apakah proses involusional
tersebut menyebabkan margo palpebra menjadi inverse atau eversi tergantung perubahan-
perubahan yang terjadi pada m.orbikularis oculi, retractor palpebra inferior dan tarsus.
5) Aponeurosis muskulus levator palpebra
Dengan bertambahnya usia maka aponeurosis m.levator palpebra mengalami disinsersi dan
terjadi penipisan, akibatnya terjadi blefaroptosis akuisita. Meskipun terjadi perubahan pada
aponeurosis m.levator palpebra namun m.levatornya sendiri relative stabil sepanjang usia.
Bial blefaroptosis tersebut mengganggu penglihatan atau secara kosmetik menjadi keluhan
bias diatasi dengan tindakan operasi.

6) Kulit
Pada usia lanjut kulit palpebra mengalami atropi dan kehilangan elastisitasnya sehingga
menimbulkan kerutan dan lipatan-lipatan kulit yang berlebihan. Keadaan ini biasanya
diperberat dengan terjadinya peregangan septum orbita dan migrasi lemak preaponeurotik ke
arterior. Keadaan ini bisa terjadi pada palpebra superior maupun inferior dan disebut sebagai
dermatokalis.

m. KOMPLIKASI/ DAMPAK KETUNANETRAAN


Penglihatan merupakan salah satu saluran informasi yang sangat penting bagi manusia selain
pendengaran, pengecap, pembau, dan perabaan. Pengalaman manusia kira-kira 80 persen
dibentuk berdasarkan informasi dari penglihatan. Di bandingkan dengan indera yang lain
indera penglihatan mempunyai jangkauan yang lebih luas. Pada saat seseorang melihat sebuah
mobil maka ada banyak informasi yang sekaligus diperoleh seperti misalnya warna mobil,
ukuran mobil, bentuk mobel, dan lain-lain termasuk detail bagian-bagiannya. Informasi
semacam itu tidak mudah diperoleh dengan indera selain penglihatan.
Kehilangan indera penglihatan berarti kehilangan saluran informasi visual. Sebagai akibatnya
penyandang kelainan penglihatan akan kekuarangan atau kehilangan informasi yang bersifat
visual. Seseorang yang kehilangan atau mengalami kelainan penglihatan, sebagai kompensasi,
harus berupaya untuk meningkatkan indera lain yang masih berfungsi.

44
Seberapa jauh dampak kehilangan atau kelainan penglihatan terhadap kemampuan seseorang
tergantung pada banyak faktor misalnya kapan (sebelum atau sesudah lahir, masa balita atau
sesudah lima tahun) terjadinya kelainan, berat ringannya kelainan, jenis kelainan dan lain-
lain. Seseorang yang kehilangan penglihatan sebelum lahir sering sampai usia lima tahun
pengalaman visualnya sangat sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali. Sedangkan yang
kehilangan penglihatan setelah usia lima tahun atau lebih dewasa biasanya masih memiliki
pengalaman visual yang lebih baik tetapi memiliki dampak yang lebih buruk terhadap
penerimaan diri.
a. Dampak terhadap Kognisi
Kognisi adalah persepsi individu tentang orang lain dan obyekobyek yang diorganisasikannya
secara selektif. Respon individu terhadap orang dan obyek tergantung pada bagaimana orang
dan obyek tersebut tampak dalam dunia kognitifnya ,dan citra atau peta dunia setiap orang
itu bersifat individual. Setiap orang mempunyai citra dunianya masingmasing karena citra
tersebut merupakan produk yang ditentukan oleh factor-faktor berikut: (1) Lingkungan fisik
dan sosisalnya, (2) struktur fisiologisnya, (3) keinginan dan tujuannya, dan (4) pengalaman-
pengalaman masa lalunya.
Dari keempat faktor yang menentukan kognisi individu tunanetra menyandang kelainan
dalam struktur fisiologisnya, dan mereka harus menggantikan fungsi indera penglihatan
dengan indera-indera lainnya untuk mempersepsi lingkungannya. Banyak di antara mereka
tidak pernah mempunyai pengalaman visual, sehingga konsepsi orang awas mereka tentang
dunia ini sejauh tertentu mungkin berbeda dari konsepsi orang awas pada umumnya.
b. Dampak terhadap Keterampilaan Sosial
Orang tua memainkan peranan yang penting dalam perkembangan sosial anak. Perlakuan
orang tua terhadap anaknya yang tunanetra sangat ditentukan oleh sikapnya terhadap
ketunanetraan itu, dan emosi merupakan satu komponen dari sikap di samping dua komponen
lainnya yaitu kognisi dan kecenderungan tindakan. Ketunanetraan yang terjadi pada seorang
anak selalu menimbulkan masalah emosional pada orang tuanya. Ayah dan ibunya akan
merasa kecewa, sedih, malu dan berbagai bentuk emosi lainnya. Mereka mungkin akan
merasa bersalah atau saling menyalahkan, mungkin akan diliputi oleh rasa marah yang dapat
meledak dalam berbagai cara, dan dalam kasus yang ekstrem bahkan dapat mengakibatkan
perceraian. Persoalan seperti ini terjadi pada banyak keluarga yang mempunyai anak cacat.
Pada umumnya orang tua akan mengalami masa duka akibat kehilangan anaknya yang
normal itu dalam tiga tahap; tahap penolakan, tahap penyesalan, dan akhirnya tahap
penerimaan, meskipun untuk orang tua tertentu penerimaan itu mungkin akan tercapai setelah
bertahun-tahun. Proses dukacita ini merupakan proses yang umum terjadi pada orang tua

45
anak penyandang semua jenis kecacatan. Sikap orang tua tersebut akan berpengaruh terhadap
hubungan di antara mereka (ayah dan ibu) dan hubungan mereka dengan anak itu, dan
hubungan tersebut pada gilirannya akan mempengaruhi perkembangan emosi dan sosial anak.
c. Dampak terhadap Bahasa
Pada umumnya para ahli yakin bahwa kehilangan penglihatan tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap kemampuan memahami dan menggunakan bahasa, dan secara umum
mereka berkesimpulan bahwa tidak terdapat defisiensi dalam bahasa anak tunanetra. Mereka
mengacu pada banyak studi yang menunjukkan bahwa siswa-siswa tunanetra tidak berbeda
dari siswa-siswa yang awas dalam hasil tes intelegensi verbal. Mereka juga mengemukakan
bahwa berbagai studi yang membandingkan anak-anak tunanetra dan awas tidak menemukan
perbedaan dalam aspekaspek utama perkembangan bahasa. Karena persepsi auditif lebih
berperan daripada persepsi visual sebagai media belajar bahasa, maka tidaklah mengherankan
bila berbagai studi telah menemukan bahwa anak tunanetra relatif tidak terhambat dalam
fungsi bahasanya. Banyak anak tunanetra bahkan lebih termotivasi daripada anak awas untuk
menggunakan bahasa karena bahasa merupakan saluran utama komunikasinya dengan orang
lain.
Secara konseptual sama bagi anak tunanetra maupun anak awas, karena makna kakat-kata
dipelajarinya melalui konteksnya dan penggunaannya di dalam bahasa. Sebagaimana halnya
dengan semua anak, anak tunanetra belajar kata-kata yang didengarnya meskipun kata-kata
itu tidak terkait dengan pengalaman nyata dan tak ada makna baginya. Kalaupun anak
tunanetra mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya, hal itu bukan semata-mata
akibat langsung dari ketunanetraannya melainkan terkait dengan cara orang lain
memperlakukannya. Ketunanetraan tidak menghambat pemrosesan informasi ataupun
pemahaman kaidah-kaidah bahasa.
d. Dampak terhadap Orientasi dan Mobilitas
Mungkin kemampuan yang paling terpengaruh oleh ketunanetraan untuk berhasil dalam
penyesuaian social individu tunanetra adalah kemampuan mobilitas yaitu ketrampilan untuk
bergerak secara leluasa di dalam lingkungannya. Ketrampilan mobilitas ini sangat terkait
dengan kemampuan orientasi, yaitu kemampuan untuk memahami hubungan lokasi antara
satu obyek dengan obyek lainnya di dalam lingkungan (Hill dan Ponder,1976).
Para pakar dalam bidang orientasi dan mobilitas telah merumuskan dua cara yang dapat
ditempuh oleh individu tunanetra untuk memmproses informasi tentang lingkungannya, yaitu
dengan metode urutan (sequncial mode) yang menggambarkan titk-titik di dalam lingkungan
sebagai rute yang berurutan, atau dengan metode peta kognitif yang memberikan gambaran

46
topografis tentang hubungan secara umum antara berbagai titik di dalam lingkungan (Dodds
et al dalam Hallahan dan Kaufman,1991).
Metode peta kognitif lebih direkomendasikan karena cara tersebut menawarkan fleksibilitas
yang lebih baik dalam menavigasi lingkungan. Bayangkan tiga titik yang berurutan A, B,
dan C. Memproses informasi tentang orientasi lingkungan dengan metode urutan membatasi
gerakan individu sedemikian rupa sehingga dia dapat bergerak dari A ke C hanya melalui B.
Tetapi individu yang memiliki peta kognitif dapat pergi dari titik A langsung ke titik C tanpa
memlalui B. Akan tetapi, metode konseptualisasi ruang apapun , metode urutan ataupun
metode peta kognitif- individu tunanetra tetap berkekurangan dalam bidang mobilitas
dibandingkan dengan sebayanya yang awas. Mereka kurang mapu atau tidak mampu sama
sekali menggunakan visual metaphor (Hallahan dan Kauffman, 1991:310) Di samping itu,
para palancong tunanetra harus lebih bergantung pada ingatan untuk memperoleh gambaran
tentang lingkungannya dibandingkan dengan individu yang awas (Holfield & Fouke dalam
Hallahan dan Kauffman,1991)
Untuk membentuk mobilitas itu, alat bantu yang umum dipergunakan oleh orang tuna netra di
Indonesia adalah tongkat, sedangkan di banyak negara barat penggunaan anjing penuntun
(guide dog) juga populer. Dan penggunaan alat elektronik untuk membantu orientasi dan
mobilitas individu tunanetra masih terus dikembangkan. Agar anak tuna netra memiliki rasa
percaya diri untuk bergerak secara leluasa di dalam lingkungannya dala bersosialisasi, mereka
harus memperoleh latihan orientasi dan mobilitas. Program latihan orientasi dan mobilitas
tersebut harus mencakup sejumlah komponen, termasuk kebugaran fisik, koordinasi motor,
postur, keleluasaan gerak, dan latihan untuk mengembangkan fungsi indera indera yang
masih berfungsi.

47

Anda mungkin juga menyukai