Kompres terbuka
Dasar kompres terbuka adalah penguapan larutan kompres disusul oleh
absorbsi eksudat atau pus. Efek pada kulit ialah kulit yang semula eksudatif menjadi
kering, permukaan kulit menjadi dingin, vasokonstriksi, eritem berkurang. Indikasi
kompres terbuka adalah Dermatosis madidans, infeksi kulit dengan eritem yang
mencolok misalnya erisipelas, ulkus kotor yang mengandung pus dan krusta, erosi,
kondisi inflamasi akut, luka terbuka dengan darah yang mengalir, dermatosis pruritus,
yang efektif bila diberi bersamaan dengan kortikosteroid topikal, dermatitis infeksi
seperti furunkelosis, selulitis, mengurangi gejala-gejalan inflamasi seperti, gatal dan
panas. Kontra indikasi kompres terbuka adalah pada keadaan dermatosis kering. Efek
samping kompres terbuka adalah kulit menjadi kering. Apabila kulit terlalu kering,
penggunaan kompres dapat dihentikan.
Kompres tertutup (kompres impermeable)
Dasar kompres tertutup vasodilatasi, bukan untuk penguapan. Fungsi dari
kompres tertutup adalah menjaga kehangatan kulit, mencegah evaporasi, dapat digunakan
sebagai pengobatan terhadap penyakit selulitis dan abses, dan menyebabkan maserasi
yang merupakan efek yang tidak diinginkan. Indikasi kompres tertutup, misalnya
limfogranuloma venerium. Indikasi kompres tertutup lainnya, dapat meningkatkan efek
obat topikal seperti kortikosteroid. Kontra indikasi kompres tertutup adalah pada kulit
wajah dan kulit intertriginosa. Efek samping kompres tertutup adalah dapat
mengakibatkan maserasi kulit, meningkatkan perluasan infeksi, dan folikulitis superfisial.
Cara kompres tertutup, digunakan pembalut tebal dan ditutup dengan bahan
impermeable, misalnya selofan atau plastic wrap
Perak nitrat
Perak nitrat berbentuk kristal putih mudah larut dalam air. Perak nitrat 0,1-0,5%
adalah germisid dan astringen yang sangat baik. Larutan perak nitrat dapat digunakan
untuk ulkus disertai pus yang disebabkan oleh kuman gram negatif. Perak nitrat dapat
memberi warna coklat kehitaman pada kulit tetapi akan menghilang perlahan-lahan.
Perak nitrat dapat mengakibatkan nyeri apabila diberikan dalam konsentrasi lebih dari
0,5%. Solusio perak nitrat 0,25% dapat dibuat dengan cara menambahkan 1 sendok dari
50% aqua ke dalam 1000 ml air dingin. Perak nitrat 1:1000 dapat digunakan untuk
dermatosis eksudatif yang tidak memberikan efek dengan larutan lain. Aksi dari
germisidalnya karena terjadi presipitasi dari protein bakteri, dengan cara melepaskan ion-
ion perak.
Povidon iodine
Povidon-iodine bersifat bakteriostatik dengan kadar 640 g/ml dan bersifat
bakterisid pada kadar 960 g/ml. Povidon-iodine memiliki toksisitas rendah pada
jaringan, tetapi detergen dalam larutan pembersihnya akan lebih meningkat toksisitasnya.
Dalam 10% povidon iodine mengandung 1% iodiyum yang mampu membunuh bakteri
dalam 1 menit dan membunuh spora dam waktu 15 menit. Betadine-antiseptik solution
dapat digunakan beberapa kali dalam sehari, dan digunakan dengan konsentrasi penuh
baik untuk kompres.
Asam salisilat
Asam salisilat merupakan antipruritus, keratolitik, dan antiseptik. Asam salisilat
yang digunakan untuk kompres adalah 1%. Mekanisme kerja zat ini adalah pemecahan
struktur desmosom yang menyebabkan disintegrasi ikatan antar sel korneosit. Asam
salisilat telah digunakan secara luas dalam terapi topikal sebagai bahan keratolitik.
Kompres dengan asam salisilat dapat mengurangi jumlah mikroba dalam luka infeksi dan
dapat digunakan sebagai terapi utama infeksi yang melibatkan Pseudomonas auregenosa.
Efek bakteriostatik lemah asam salisilat tampak terutama terhadap golongan
Streptococcus spp., Staphylococcus spp., Escherechia coli, dan Pseudomonas
aeruginosa. Solusio asam salisilat 1:1000 dapat digunakan sebagai kompres pada luka.
Solusio asam salisilat 1:1000 lebih nyaman digunakan dari solusio permanganas kalikus
maupun rivanol, karena tidak mengotori pakaian atau mewarnai kulit.
1. Hamza M, Aisah S. Dermatoterapi. In: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2010: 342-52.
2. Kenneth AA, Jeffry TS. Manual of Dermatologic Therapeutics. 7th ed.
Philadelphia: Lippincot Williams and Wilkins; 2012. 336.
3. Landow K. Terapi Dermatologik. Jakarta: EGC; 1995. 194.
4. Snell, 1997, Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, Jakarta, EGC