Anda di halaman 1dari 15

1.

IBNU TAIMIYAH

Abul Abbas Taqiuddin Ahmad bin Abdus Salam bin Abdullah bin Taimiyah al Harrani
atau yang biasa disebut dengan nama Ibnu Taimiyah saja, adalah seorang pemikir islam dan dari
Harran Turki,Ibnu Taymiyyah berpendapat bahwa tiga generasi awal Islam, yaitu Rasulullah
Muhammad SAW dan Sahabat Nabi, kemudian Tabi'in yaitu generasi yang mengenal langsung
para Sahabat Nabi, dan Tabi'ut tabi'in yaitu generasi yang mengenal langsung para Tabi'in,
adalah contoh yang terbaik untuk kehidupan Islam.

a) Biogafi

Berasal dari religius. Ayahnya Syihabuddin bin Taimiyah adalah seorang syaikh, hakim,
dan khatib. Kakeknya Majduddin Abul Birkan Abdussalam bin Abdullah bin Taimiyah al
Harrani adalah seorang ulama yang menguasai fiqih, hadits, tafsir, ilmu ushul dan penghafal Al
Qur'an (hafidz).Ibnu Taimiyah lahir di zaman ketika Baghdad merupakan pusat kekuasaan dan
budaya Islam pada masa Dinasti Abbasiyah. Ketika berusia enam tahun (tahun 1268), Ibnu
Taimiyah dibawa ayahnya ke Damaskus disebabkan serbuan tentara Mongol atas Irak.

b) Perkembangan dan hasrat keilmuan

Semenjak kecil sudah terlihat tanda-tanda kecerdasannya. Begitu tiba di Damaskus, ia


segera menghafalkan Al-Quran dan mencari berbagai cabang ilmu pada para ulama, hafizh dan
ahli hadits negeri itu. Kecerdasan serta kekuatan otaknya membuat para tokoh ulama tersebut
tercengang. Ketika umurnya belum mencapai belasan tahun, ia sudah menguasai ilmu
ushuluddin dan mendalami bidang-bidang tafsir, hadits, dan bahasa Arab. Ia telah mengkaji
Musnad Imam Ahmad sampai beberapa kali, kemudian Kutubu Sittah dan Mujam At-Thabarani
Al-Kabir.

Suatu kali ketika ia masih kanak-kanak, pernah ada seorang ulama besar dari Aleppo,
Suriah yang sengaja datang ke Damaskus khusus untuk melihat Ibnu Taimiyah yang
kecerdasannya menjadi buah bibir. Setelah bertemu, ia memberikan tes dengan cara
menyampaikan belasan matan hadits sekaligus. Ternyata Ibnu Taimiyah mampu
menghafalkannya secara cepat dan tepat. Begitu pula ketika disampaikan kepadanya beberapa
sanad, iapun dengan tepat pula mampu mengucapkan ulang dan menghafalnya, sehingga ulama
tersebut berkata: "Jika anak ini hidup, niscaya ia kelak mempunyai kedudukan besar, sebab
belum pernah ada seorang bocah sepertinya".Sejak kecil ia hidup dan dibesarkan di tengah-
tengah para ulama sehingga mempunyai kesempatan untuk membaca sepuas-puasnya kitab-kitab
yang bermanfaat. Ia menggunakan seluruh waktunya untuk belajar dan belajar dan menggali
ilmu, terutama tentang Al-Qur'an dan Sunnah Nabi.

1
c) Kepribadiannya

Dia adalah orang yang keras pendiriannya dan teguh berpijak pada garis-garis yang telah
ditentukan Allah, mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Ia pernah
berkata: Jika dibenakku sedang berfikir suatu masalah, sedangkan hal itu merupakan masalah
yang muskil bagiku, maka aku akan beristighfar seribu kali atau lebih atau kurang. Sampai
dadaku menjadi lapang dan masalah itu terpecahkan. Hal itu aku lakukan baik di pasar, di masjid
atau di madrasah. Semuanya tidak menghalangiku untuk berdzikir dan beristighfar hingga
terpenuhi cita-citaku.

d) Menjadi Jenderal

Sangat luar biasa, tidak hanya di lapangan ahli ilmu pengetahuan saja ia terkenal, ia juga
pernah memimpin sebuah pasukan untuk melawan pasukan Mongol di Syakhab, dekat kota
Damaskus, pada tahun 1299 Masehi dan beliau mendapat kemenangan yang gemilang. Pada
Februari 1313, beliau juga bertempur di kota Jerussalem dan mendapat kemenangan. Dan
sesudah karirnya itu, beliau tetap mengajar sebagai profesor yang ulung.

e) Pendidikan dan karyanya

Di Damaskus ia belajar pada banyak guru, dan memperoleh berbagai macam ilmu
diantaranya ilmu hitung (matematika), khat (ilmu tulis menulis Arab), nahwu, ushul fiqih. Ia
dikaruniai kemampuan mudah hafal dan sukar lupa. Hingga dalam usia muda, ia telah hafal Al-
Qur'an. Kemampuannya dalam menuntut ilmu mulai terlihat pada usia 17 tahun. Dan usia 19, ia
telah memberi fatwa dalam masalah masalah keagamaan.Ibnu Taymiyyah amat menguasai ilmu
rijalul hadits (perawi hadits) yang berguna dalam menelusuri Hadits dari periwayat atau
pembawanya dan Fununul hadits (macam-macam hadits) baik yang lemah, cacat atau shahih. Ia
memahami semua hadits yang termuat dalam Kutubus Sittah dan Al-Musnad. Dalam
mengemukakan ayat-ayat sebagai hujjah atau dalil, ia memiliki kehebatan yang luar biasa,
sehingga mampu mengemukakan kesalahan dan kelemahan para mufassir atau ahli tafsir. Tiap
malam ia menulis tafsir, fiqh, ilmu 'ushul sambil mengomentari para filusuf .

f) Wafatnya

Ibnu Taimiyah wafatnya di dalam penjara Qal`ah Dimasyq disaksikan oleh salah seorang
muridnya Ibnul Qayyim, ketika beliau sedang membaca Al-Qur an surah Al-Qamar yang
berbunyi "Innal Muttaqina fi jannatin wanaharin" . Ia berada di penjara ini selama dua tahun tiga
bulan dan beberapa hari, mengalami sakit dua puluh hari lebih. Ia wafat pada tanggal 20
DzulHijjah th. 728 H, dan dikuburkan pada waktu Ashar di samping kuburan saudaranya Syaikh
Jamal Al-Islam Syarafuddin.Jenazah ia disalatkan di masjid Jami`Bani Umayah sesudah salat
Zhuhur dihadiri para pejabat pemerintah, ulama, tentara serta para penduduk.

2
2. IBNU QAYYIM AL-JAUZIYYAH

Muhammad bin Abi Bakr bin Ayyub bin Sa'd al-Zar'i, al-Dimashqi, bergelar Abu
Abdullah Syamsuddin atau lebih dikenal dengan nama Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, dinamakan
karena ayahnya berada / menjadi penjaga (qayyim) di sebuah sekolah lokal yang bernama Al-
Jauziyyah. Dilahirkan di Damaskus, Suriah pada tanggal 4 Februari 1292, dan meninggal pada
23 September 1350) adalah seorang Imam Sunni, cendekiawan, dan ahli fiqh yang hidup pada
abad ke-13. Ia adalah ahli fiqih bermazhab Hambali. Disamping itu juga seorang ahli Tafsir, ahli
hadits, penghafal Al-Quran, ahli ilmu nahwu, ahli ushul, ahli ilmu kalam, sekaligus seorang
mujtahid.

a) Nasab

Nasabnya dari pihak ayah adalah Syamsuddin Abu 'Abdillah Muhammad bin Abubakar
bin Ayyub bin Su'ad bin Hariz az-Zar'i ad-Dimasyqi, dan dikenal dengan sebutan Ibnul Qayyim.

b) Pendidikan

Ibnu Qayyim berguru ilmu hadits pada Syihab an-Nablusi dan Qadi Taqiyyuddin bin
Sulaiman; berguru tentang fiqh kepada Syekh Safiyyuddin al-Hindi dan Isma'il bin Muhammad
al-Harrani; berguru tentang ilmu pembahagian waris (fara'idh) kepada bapaknya; dan juga
berguru selama 16 tahun kepada Ibnu Taimiyyah. Beliau belajar ilmu faraidh dari bapaknya
kerana beliau sangat berbakat dalam ilmu itu. Belajar bahasa Arab dari Ibnu Abi al-Fath al-
Baththiy dengan membaca kitab-kitab: (al-Mulakhkhas li Abil Balqa kemudian kitab al-
Jurjaniyah, kemudian Alfiyah Ibnu Malik, juga sebagian besar Kitab al-kafiyah was Syafiyah
dan sebagian at-Tas-hil). Di samping itu belajar dari syaikh Majduddin at-Tunisi satu bagian dari
kitab al-Muqarrib li Ibni Ushfur.

Belajar ilmu Ushul dari Syaikh Shafiyuddin al-Hindi, Ibnul Qayyim pernah dipenjara,
dihina dan diarak berkeliling bersama Ibnu Taimiyah sambil didera dengan cambuk di atas
seekor onta. Setelah Ibnu Taimiyah wafat, Ibnul Qayyim pun dilepaskan dari penjara. Hal itu
disebabkan karena beliau menentang adanya anjuran agar orang pergi berziarah ke kuburan para

wali. Beliau peringatkan kaum muslimin dari adanya khurafat kaum sufi, logika kaum filosof

dan zuhud model orang-orang hindu ke dalam firqah Islamiyah.

Penguasaannya terhadap Ilmu Tafsir tiada bandingnya, pemahamannya terhadap


ushuluddin mencapai puncaknya dan pengetahuannya mengenai hadits, makna hadits,
pemahaman serta istinbath-istinbath rumitnya, sulit ditemukan tandingannya.Begitu pula,
pengetahuan beliau rahimahullah tentang ilmu suluk dan ilmu kalam-nya Ahli tasawwuf, isyarat-
isyarat mereka serta detail-detail mereka. Ia memang amat menguasai terhadap berbagai bidang

3
ilmu ini.Karena itulah banyak manusia-manusia pilihan dari kalangan para pemerhati yang
menempatkan ilmu sebagai puncak perhatiannya, telah benar-benar menjadi murid beliau.
Mereka itu adalah para Ulama terbaik yang telah terbukti keutamaannya, di antaranya ialah :
Anak beliau sendiri bernama Syarafuddin Abdullah
Anaknya yang lain bernama Ibrahim,
Ibnu Katsir ad-Dimasyqiy penyusun kitab al-Bidayah wan Nihayah
Al-Imam al-Hafizh Abdurrahman bin Rajab al-Hambali al-Baghdadi penyusun kitab
Thabaqat al-Hanabilah
Ibnu Abdil Hadi al-Maqdisi
Syamsuddin Muhammad bin Abdil Qadir an-Nablisiy
Ibnu Abdirrahman an-Nablisiy
Muhammad bin Ahmad bin Utsman bin Qaimaz adz-Dzhahabi at-Turkumaniy asy-
Syafii
Ali bin Abdil Kafi bin Ali bin Taman As Subky
Taqiyuddin Abu ath-Thahir al-Fairuz asy-Syafii

Manhaj serta hadaf Ibnul Qayyim rahimahullah ialah kembali kepada sumber-sumber
dinul Islam yang suci dan murni, tidak terkotori oleh rayu-rayu (pendapat-pendapat) Ahlul
Ahwa wal bida (Ahli Bidah) serta helah-helah (tipu daya) orang-orang yang suka
mempermainkan agama.Oleh sebab itulah beliau rahimahullah mengajak kembali kepada
madzhab salaf; orang-orang yang telah mengaji langsung dari Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam. Merekalah sesungguhnya yang dikatakan sebagai ulama waratsatun nabi (pewaris nabi)
shallallahu alaihi wa sallam.Di samping itu, Ibnul Qayyim juga mengumandangkan bathilnya
madzhab taqlid. Kendatipun beliau adalah pengikut madzhab Hanbali, namun beliau sering
keluar dari pendapatnya kaum Hanabilah, dengan mencetuskan pendapat baru setelah melakukan
kajian tentang perbandingan madzhab-madzhab yang masyhur.

c) Wafat

Ibnu Qayyim al-Jauziyah, wafat pada malam Kamis, tanggal 18 Rajab tahun 751
Hijriyah. Ia dishalatkan di Mesjid Jami' Al-Umawi dan setelah itu di Masjid Jami' Jarrah;
kemudian dikuburkan di Pekuburan Babush Shagir.

3. MUHAMMAD ABDUH

Abduh lahir di pedusunan delta Nil Mesir pada tahun 1849. Keluarganya terkenal
berpegang teguh kepada ilmu dan agama. Ayahnya beristri dua. Muhammad Abduh muda
merasakan sejak dini sulitnya hidup dalam keluarga poligami. Hal ini menjadi pokok persoalan

4
yang dia sampaikan dengan sangat yakin di kemudian hari ketika dia menegaskan perlunya
pembaruan keluarga dan hak-hak wanita.

Dalam usia 12 tahun Abduh telah hapal al-Quran. Kemudian, pada usia 13 tahun ia
dibawa ke Tanta untuk belajar di Mesjid Ahamdi. Mesjid ini sering disebut Mesjid Syeikh
Ahmad,yang kedudukannya dianggap sebagai level kedua setelah Al-Azhar dari segi
menghapal dan belajar al-Quran. Pelajaran di mesjid Ahmadi ini ia selesaikan selama 2 tahun.
Namun Abduh merasa tak mengerti apa-apa. Tentang pengalamannya ini Abduh menceritakan:
Satu setengah tahun saya belajar di mesjid Syeikh Ahmad dengan tak mengerti suatu apapun.
Ini adalah karena metodenya yang salah. Guru-guru mulai mengajak kita untuk menghapal
istilah-istilah tentang nahwu dan fiqh yang tak kita ketahui artinya, guru tak merasa penting apa
kita meengetahui atau tidak mengerti istilah-istilah itu. Inilah latar belakang dari pokok
pembaruannya dalam bidang pendidikan di kemudian hari.

Pada saat Abduh berumur 16 tahun, tepatnya pada tahun 1865, Abduh menikah dan
bekerja sebagai petani. Namun hal itu hanya berlangsung selama 40 hari. Karena ia harus pergi
ke Tanta untuk belajar kembali. Pamannya Abduh, seorang Syeikh (guru spiritual) Darwisy
Khadr--seorang sufi dari Tarekat Syadzili--telah membangkitkan kembali semangat belajar dan
antusiasme Abduh terhadap ilmu dan agama. Syeikh ini mengajarkan kepadanya disiplin etika
dan moral serta praktek kezuhudan tarekatnya. Meski Abduh tidak lama bersama Syeikh
Darwisy, sepanjang hidupnya Abduh tetap tertarik kepada kehidupan ruhaniah tasawuf. Namun
kemudian dia jadi kritis terhadap banyak bentuk lahiriah dan ajaran tasawuf, dan karena
kemudian dia memasuki kehidupan Jamaluddin Al-Afghani yang karismatis itu.

Tahun 1866 Abduh meninggalkan isteri dan keluarganya menuju Kairo untuk belajar di
Al-Azhar. Harapannya itu tak terpenuhi. Ia keluar karena proses belajar yang berlangsung
menonjolkan ilmu dan hapalan luar kepala tanpa pemahaman, seperti pengalamannya di Tanta.
Inilah juga yang melatar belakangi Abduh ingin mengadakan pembaruan dalam bidang
pendidikan.

Tiga tahun setelah Abduh di Al-Azhar, Jamaluddin al-Afghani datang ke Mesir. Segera
saja Abduh bergabung bersamanya. Di bawah bimbingan al-Afghani, Abduh mulai memperluas
studinya sampai meliputi filsafat dan ilmu sosial serta politik. Sekelompok pelajar muda Al-
Azhar bergabung bersamanya, termasuk pemimpin Mesir di kemudian hari, Sad Zaghlul.
Afghani aktif memberikan dorongan kepada murid-muridnya ini untuk menghadapi intervensi
Eropa di negeri mereka dan pentingnya melihat umat Islam sebagai umat yang satu. Abduh
memutar jalur hidupnya dari tasawuf yang bersifat pantang dunia itu, lalu memasuki dunia
aktivisme sosio-politik.

5
Abduh menyelesaikan studinya pada tahun 1877, dan mengajar pertama kali di Al-Azhar.
Ia mengajarkan Akhlak karya Ibn Miskawaih, Muqoddimah Ibn Khaldun, dan sejarah
kebudayaan Eropa karya Guizot yang diterjemahkan oleh Tahthawi ke bahasa Arab.

Muhammad Abduh meninggal pada tanggal 11 Juli 1905. Banyaknya orang yang
memberikan hormat di Kairo dan Aleksandria, membuktikan betapa besar penghormatan orang
kepada dirinya. Meskipun Abduh mendapat serangan sengit karena pandangan dan tindakannya
yang reformatif, terasa ada pengakuan bahwa Mesir dan Islam merasa kehilangan atas
meninggalnya seorang pemimpin yang terkenal lemah lembut dan mendalam spiritualnya.

4. MUHAMMAD RASYID BIN ALI RIDHA

Muhammad Rasyid bin Ali Ridha bin Syamsuddin bin Baha'uddin Al-Qalmuni Al-
Husaini (dikenal sebagai Rasyid Ridha; 1865-1935) adalah seorang intelektual muslim dari
Suriah yang mengembangkan gagasan modernisme Islam yang awalnya digagas oleh Jamaluddin
al-Afghani dan Muhammad Abduh. Ridha mempelajari kelemahan-kelemahan masyarakat
muslim saat itu, dibandingkan masyarakat kolonialis Barat, dan menyimpulkan bahwa
kelemahan tersebut antara lain kecenderungan umat untuk mengikuti tradisi secara buta (taqlid),
minat yang berlebihan terhadap dunia sufi dan kemandegan pemikiran ulama yang
mengakibatkan timbulnya kegagalan dalam mencapai kemajuan di bidang sains dan teknologi. Ia
berpendapat bahwa kelemahan ini dapat diatasi dengan kembali ke prinsip-prinsip dasar islam.

a) Biografi Rasyid Ridha

Kelahiran

Nama lengkap Muhammad Rasyid Rida adalah al-Sayyid Muhammad Rasyid Rida ibn
Ali Rida ibn Muhammad Syamsuddin ibn al-Sayyid Baharuddin ibn al-Sayyid Munla Ali
Khalifah al-Baghdadi.beliau dilahirkan di Qalmun, suatu kampung sekitar 4 Km dari Tripoli,
Libanon, pada bulan Jumadil Ula 1282 H (1864 M). Dia adalah seorang bangsawan Arab
yang mempunyai garis keturunan langsung dari Sayyidina Husain, putra Ali ibn Abi Thalib
dan Fatimah putri Rasulullah saw. Pada tahun 1898 M. Muhammad Rasyid Rida hijrah ke
Mesir untuk menyebarluaskan pembaharuan di Mesir. Dua tahun kemudian ia menerbitkan
majalah yang diberi nama al-Manar untuk menyebar luaskan ide-idenya dalam usaha
pembaharuan.

Pendidikan

Setelah melalui masa pengasuhan dalam lingkungan keluarga sendiri, maka pada usianya
yang ketujuh tahun, Muhammad Rasyid Rida dimasukkan orang tuanya kesebuah lembaga
pendidikan dasar yang disebut Kuttab yang ada di desanya. Disinilah dia mulai membaca

6
Alquran, menulis dan berhitung. Beberapa tahun kemudian, setelah menamatkan
pelajarannya di lembaga pendidikan dasar itu. Muhammad Rasyid Rida meneruskan
pelajarannya di Madrasah Ibtidaiyah al-Rusdiyah di kota Tripoli. Di madrasah tersebut di
ajarkan nahwu, sharaf, berhitung, geografi, akidah dan ibadah. Semua mata pelajaran tersebut
disampaikan kepada para siswa dalam bahasa Turki. Hal itu tidak mengherankan karena
tujuan pendidikan dan pengajaran pada madrasah itu melahirkan tenaga-tenaga kerja yang
menjadi pegawai kerajaan. Dia pun keluar dari madrasah itu setelah kurang lebih satu tahun
lamanya belajar disana. Pada tahun 1882, ia meneruskan pelajaran di Madrasah al-Wataniyah
al-Islamiyah (Sekolah Nasional Islam) di Tripoli.

Di Madrasah ini, selain dari bahasa Arab diajarkan pula bahasa Turki dan Perancis, dan
disamping itu pengetahuan-pengetahuan agama juga pengetahuan-pengetahuan modern.
Disamping itu, Muhammad Rasyid Rida memperoleh tambahan ilmu dan semangat
keagamaan melalui membaca kitab-kitab yang ditulis al-Gazali, antara lain hya Ulum al-
DinI sangat mempengaruhi jiwa dan kehidupannya, terutama sikap patuh pada hukum dan
baktinya terhadap agama.

Wafat

Muhammad Rasyid Rida sebagai ulama yang selalu menambah ilmu pengetahuan dan
selalu pula berjuang selama hayatnya, telah menutup lembaran hidupnya pada tanggal 23
Jumadil Ula 1354 H, bertepatan dengan 22 Agustus 1935 M. Muhammad Rasyid Rida wafat
dengan wajah yang sangat cerah disertai dengan senyuman.

b) Mempelajari Tasawuf

Bersama Tarekat beliau mulai mempelajari tasawuf dari gurunya, Husain Al-Jisr. Setelah
beliau menggali dan memperdalam ilmu dan ushuluddin, sadarlah ia bahwa membaca Wirid
tersebut termasuk bidah. Karena itu, ia pun meninggalkannya dan lebih memilih untuk
membaca dan mempelajari al-Quran.

c) Beralih Dari Tasawuf Ke Pemahaman

Setelah bertahun-tahun menjalani kehidupan sebagai Sufi, beliau menuturkan


pengalamannya, Saya sudah menjalani Tarekat Naqsyabandiyyah, mengenal yang tersembunyi
dan paling tersembunyi dari misteri-misteri dan rahasia-rahasianya. Aku telah mengarungi lautan
Tasawuf dan telah meneropong intan-intan di dalamnya yang masih kokoh dan buih-buihnya
yang terlempar ombak. Namun akhirnya petualangan itu berakhir ke tepian damai, pemahaman
Salaf ash-Shalih dan tahulah aku bahwa setiap yang bertentangan dengannya adalah kesesatan
yang nyata.Beliau banyak terpengaruh oleh majalah al-Urwah al-Wutsqa dan artikel-artikel

7
para ulama dan sastrawan. Terlebih, pengaruh gurunya, Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad
agama dan modern serta mengupayakan tegak kokohnya umat dalam upaya menggapai
kemenangan Abduh. Ia benar-benar terpengaruh sekali sehingga seakan gurunya lah yang telah
menggerakkan akal dan pikirannya untuk membuang jauh-jauh seluruh bidah dan
menggabungkan antara ilmu.

d) Pembaharuan Dalam Bidang Teknologi

Masalah aqidah di zaman hidupnya Rasyid Ridha masih belum tercemar unsur-unsur
tradisi maupun pemikiran filosof. Dalam masalah teologi, Rasyid Ridha banyak dipengaruhi oleh
pemikiran para tokoh gerakan salafiyah.Dalam hal ini, ada beberapa konsep pembaharuan yang
dikemukakannya, yaitu masalah akal dan wahyu, sifat Tuhan, perbuatan manusia (afal al-Ibad)
dan konsep iman

Akal
Menurut Rasyid Ridha, dalam masalah ketuhanan menghendaki agar urusan keyakinan
mengikuti petunjuk dari wahyu. Sungguhpun demikian, akal tetap diperlukan untuk
memberikan penjelasan dan argumentasi terutama kepada mereka yang masih ragu-ragu.
Sifat
Dalam menilai sifat Tuhan, di kalangan pakar teologi Islam terjadi perbedaan pendapat yang
sangat signifikan, terutama dari kalangan Mutazilah dan Asyariyah. Mengenai masalah ini,
Rasyid Ridha berpandangan sebagaimana pandangan kaum Salaf, menerima adanya sifat-
sifat Tuhan seperti yang dinyatakan oleh nash, tanpa memberikan tafsiran maupun takwil.
Perbuatan
Pembahasan teologi tentang perbuatan manusia bertolak dari pertanyaan apakah manusia
memiliki kebebasan atas perbuatannya (freewill) atau perbuatan manusia hanyalah diciptakan
oleh Tuhan (Predistination). Perbuatan manusia menurut Rasyid Ridha sudah dipolakan oleh
suatu hukum yang telah ditetapkan Tuhan yang disebut Sunatullah, yang tidak mengalami
perubahan.
Konsep
Rasyid Ridha mempunyai dasar pemikiran bahwa kemunduran umat Islam disebabkan
keyakinan dan amal perbuatan mereka yang telah menyimpang dari ajaran Islam.[26] Oleh
karena itu, upaya pembahasan yang dilaksanakannya dititik beratkan kepada usaha untuk
mengembalikan keberagamaan ummat kepada ajaran Islam yang sebenarnya. Pandangan
Rasyid Ridha mengenai keimanan didasarkan atas pembenaran hati (tasdiq) bukan
didasarkan atas pembenaran rasional.

e) Dalam Bidang Pendidikan

8
Di antara aktivitas beliau dalam bidang pendidikan antara lain membentuk lembaga
pendidikan yang bernama al-Dakwah Wal Irsyad pada tahun 1912 di Kairo. Mula-mula beliau
mendirikan madrasah tersebut di Konstantinopel terutama meminta bantuan pemerintah setempat
akan tetapi gagal, karena adanya keluhan-keluhan dari negeri-negeri Islam, di antaranya
Indonesia, tentang aktivitas misi Kristen di negeri-negeri mereka. Untuk mengimbangi sekolah
tersebut dipandang perlu mengadakan sekolah misi Islam:

1. Muhammad Rasyid Ridha juga merasa perlu dilaksanakannya ide pembaharuan dalam
bidang pendidikan. untuk itu ia melihat perlu ditambahkan ke dalam kurikulum mata-mata
pelajaran berikut: teologi, pendidikan moral, sosiologi, ilmu bumi, sejarah, ekonomi, ilmu
hitung, ilmu kesehatan, bahasa-bahasa asing dan ilmu mengatur rumah tangga (kesejahteraan
keluarga), yaitu disamping fiqh, tafsir, hadits dan lain-lain yang biasa diberikan di Madrasah-
madrasah tradisional.
2. PandanganTerhadapIjtihad
Rasyid Ridha dalam beristimbat terlebih dahulu melihat nash, bial tidak ditemukan di dalam
nash di dalam nash, ia mencari pendapat sahabat, bila terdapat pertentangan ia memilih
pendapat yang paling dekat dengan dengan Al-Quran dan Sunnah dan bila tidak
ditemukan,iaberijtihad atas dasar Al-Quran dan Sunnah. Dalam hal ini, Rasyid Ridha
melihat perlu diadakah tafsir modern dari Al-Quran yaitu tafsiran yang sesuai dengan ide-
ide yang dicetuskan gurunya, Muhammad Abduh. Ia menganjurkan kepada Muhammad
Abduh supaya menulis tafsir modern. Kuliah-kuliah tafsir itu dimulai pada tahun 1899 dan
keterangan-keterangan yang diberikan oleh Muhammad Abduh dalam kuliahnya inilah yang
kemudian dikenal dengan tafsir al-Manar.

f) Dalam bidang Politik

Dalam bidang politik, Muhammad Rasyid Rida juga tidak ketinggalan, sewaktu beliau
masih berada di tanah airnya, ia pernah berkecimpung dalam bidang ini, demikian pula setelah
berada di Mesir, akan tetapi gurunya Muhammad Abduh memberikan nasihat agar ia menjauhi
lapangan politik. Namun nasihat itu diturutinya hanya ketika Muhammad Abduh masih hidup,
dan setelah ia wafat, Muhammad Rasyid Rida aktif kembali, terutama melalui majalah
Penentuan mengenai baik tidaknya Syeikh Muhammad ibn Abdul Wahhab (1703-1792), iaitu
mengenai fakta pembasmiannya terhadap "syirik dan bid'ah" dan peranannya sebagai "mujaddid"
telah ditulis dengan amanah oleh para ulama Islam berdasarkan metodologi ilmu Islam,
antaranya daripada maklumat orang-orang Islam yang hidup sezaman dengannya.

Malangnya, banyak daripada penulisan-penulisan tersebut tidak diketengahkan. Setakat


ini, Ustaz Muhammad Fuad Kamaluddin di dalam bukunya Wahabisme Dari Neraca Syara' telah
meyenaraikan 101 tajuk di dalam bahasa Arab yang ditulis oleh para ulama Islam mengenai dan

9
berkaitan Ibn Abdul Wahhab dan ajarannya di mana antara penulis-penulis itu hidup sezaman
dengan Ibn Abdul Wahhab atau di zaman pertumpahan darah ketika pengikut-pengikut Ibn.
Catatan Ustaz Ziadi Abdullah di dalam bukunya, Pegangan Sejati Ahli Sunnah Wal-jamaah: Satu
Keluhuran Dan Kemurnian Pegangan Hidup di dalam bab Faktor-Faktor Syubhah daripada
halaman 35 hingga 44 boleh juga dijadikan panduan awal untuk mengesan maklumat-makluma.

5. MUHAMMAD ABDUL WAHAB

Muhammad bin Abd al-Wahhb (1115 - 1206 H/1701 - 1793 M) adalah seorang ahli
teologi agama Islam dan seorang tokoh pemimpin gerakan keagamaan yang pernah menjabat
sebagai mufti Daulah Su'udiyyah yang kemudian berubah menjadi Kerajaan Arab Saudi. Para
pendukung pergerakan ini sering disebut Wahabbi, namun mereka lebih memilih untuk
menyebut diri mereka sebagai Muwahhidun yang berarti "satu Tuhan".

a) Biografi

Muhammad bin Abd al-Wahhb, adalah seorang ulama yang berusaha membangkitkan
kembali pergerakan perjuangan Islam secara murni. Para pendukung pergerakan ini
sesungguhnya menolak disebut Wahabbi, karena pada dasarnya ajaran Ibnu Wahhab menurut
mereka adalah ajaran Nabi Muhammad, bukan ajaran tersendiri. Karenanya mereka lebih
memilih untuk menyebut diri mereka sebagai Salafis atau Muwahhidun yang berarti "satu
Tuhan".

b) Masa Kecil

Sebagaimana lazimnya keluarga ulama, maka Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab sejak
masih kanak-kanak telah dididik dengan pendidikan agama yang diajar sendiri oleh ayahnya,
Syeikh Abdul Wahhab. Berkat bimbingan kedua orangtuanya, ditambah dengan kecerdasan otak
dan kerajinannya, Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab berhasil menghafal 30 juz al-Quran
sebelum ia berusia sepuluh tahun. Setelah itu, beliau diserahkan oleh orangtuanya kepada para
ulama setempat sebelum akhirnya mereka mengirimnya untuk belajar ke luar daerah.

c) Kehidupannya di Madinah

Ketika berada di kota Madinah, ia melihat banyak umat Islam di sana yang tidak
menjalankan syariat dan berbuat syirik, seperti memohon sesuatu kepada kuburan dan
penguhuninya. Hal ini membuat Syeikh Muhammad semakin terdorong untuk memperdalam
ilmu ketauhidan yang murni (Aqidah Salafiyah). Ia pun berjanji pada dirinya sendiri, ia akan
berjuang dan bertekad untuk mengembalikan aqidah umat Islam di sana kepada akidah Islam
yang murni (tauhid), jauh dari sifat khurafat, tahayul, atau bidah.

10
d) Belajar dan Berdakwah di Basrah

Setelah beberapa lama menetap di Mekah dan Madinah, ia kemudian pindah ke Basrah.
Disinilah Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab memulai dakwahnya. Akan tetapi dakwahnya di
sana kurang bersinar, karena menemui banyak rintangan dan halangan dari kalangan para ulama
setempat. Syeikh bersama pendukungnya mendapat tekanan dan ancaman dari sebagian ulama
yang dituduhnya sesat. Akhirnya beliau meninggalkan Basrah dan mengembara ke beberapa
negeri Islam untuk menyebarkan ilmu dan pengalamannya.

e) Tantangan Dakwah dan Pemecahannya

Sebagaimana lazimnya, seorang pemimpin besar dalam suatu gerakan perubahan, maka
Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab pun tidak lepas dari sasaran permusuhan dari pihak-pihak
tertentu, baik dari dalam maupun dari luar Islam. Mereka menuduh dan memfitnah Syeikh
sebagai orang yang sesat lagi menyesatkan, sebagai kaum Khawarij, sebagai orang yang ingkar
terhadap ijmaulama dan pelbagai macam tuduhan buruk lainnya. Namun Syeikh menghadapi
semuanya itu dengan semangat tinggi tanpa mempedulikan celaan orang yang mencelanya.

f) Wafat

Muhammad bin `Abdul Wahab telah menghabiskan waktunya selama 48 tahun lebih di
Dariyah. Keseluruhan hidupnya diisi dengan kegiatan menulis, mengajar, berdakwah dan
berjihad serta mengabdi sebagai menteri penerangan Kerajaan Saudi di Tanah Arab. Muhammad
bin Abdul wahab berdakwah sampai usia 92 tahun, beliau wafat pada tanggal 29 Syawal 1206 H,
bersamaan dengan tahun 1793 M, dalam usia 92 tahun. Jenazahnya dikebumikan di Dariyah
(Najd).

6. SAYID JAMALUDDIN ASADABADI

Sayid Jamaluddin Asadabadi, Jamaluddin Afghani atau Jamaluddin al-Afghani


(1838/1897) merupakan seorang aktivis politik dan nasionalis Islam di Afghanistan, Iran, Mesir
dan Empayar Uthmaniyyah semasa kurun ke-19. Beliau merupakan salah seorang pelopor
pemodenan Islam.Sebagai modernis Islam pertama, yang pengaruhnya dirasakan di beberapa
negara, Afghani memicu kecenderungan menolak tradisionalisme murni dan westernisme murni.
Meski Afghani di kemudian hari --dan sejak meninggalnya-- dikaitkan khususnya dengan pan-
Islam, tulisan pan-Islamnya hanya menjadi sebahagian dari dasawarsa penting 1880-an. Dalam
hidupnya dia mempromosikan berbagai sudut pandang yang sering bertentangan. Dan pikirannya
juga memiliki afiniti dengan berbagai kecenderungan di dunia Muslim. Ini meliputi liberalisme
Islam yang diserukan khususnya oleh Muhammad 'Abduh, orang Mesir yang menjadi muridnya.

11
a) Biografi

Nama sebenarnya Sayid Jamaluddin al-Afghani ialah Muhammad Jamaluddin al-Afghani


al-Husaini. Namun, terdapat sesetengah sumber menyatakan nama sebenarnya ialah Muhammad
ibn Safdar al-Husain. Dilahirkan pada tahun 1838 Masihi bersamaan dengan 1254 Hijrah, beliau
dibesarkan di tempat lahirnya, iaitu di Asadabad, salah satu kawasan di Zon Kunar di
Afghanistan . Datuknya, Sayid Ali pernah tinggal untuk sementara waktu di Hamedan, Iran dan
beliau dikenali sebagai Hamadani. Manakala ayah Sayid Jamaluddin al-Afghani, Sayid Safdar,
menetap di Kabul pada 1844 Masihi bersama keluarganya. Beberapa tahun kemudian, beliau
berpindah ke Hamedan, Iran, disebabkan tekanan politik yang diletakkan ke atasnya oleh Raja
Afghanistan. Walau bagaimanapun, menurut sumber dari beberapa warganegara Iran, beliau
dilahirkan di di Zon Hamedan, Iran.

Sayid Jamaluddin al-Afghani mempunyai pertalian darah dengan seorang periwayat hadis
yang terkenal, Imam at-Tarmizi dan seterusnya kepada Saidina Ali bin Abi Talib.Sayid
Jamaluddin al-Afghani adalah seorang yang suka mengembara. Beliau telah mengembara ke
beberapa tempat seperti Najaf, India, Makkah, Tehran dan Khurasan.Beliau meninggal dunia
pada tahun 1897 Masihi bersamaan 1314 Hijrah ketika berusia 60 tahun dan beliau dikebumikan
di Istanbul. Pada lewat tahun 1944, jenazah Sayid Jamaluddin al-Afghani dibawa ke Afghanistan
atas permintaan kerajaan Afghanistan. Jenazahnya dikebumikan di Kabul di dalam Universiti
Kabul. Sebuah mousoleum telah didirikan untuknya.

b) Pendidikan

Pada peringkat awal, Sayid Jamaluddin al-Afghani mendapat pendidikan daripada orang
tuanya dalam bidang ilmu agama dan bahasa Arab. Beliau mempelajari asas-asas bahasa Arab
seperti nahu dan sastera ketika itu. Selepas itu, beliau mempelajari ilmu-ilmu keagamaan seperti
ilmu tauhid, fikah, usul fikah, tafsir, hadis dan lain-lain.Sayid Jamaluddin telah menghafaz al-
Quran ketika beliau berusia 12 tahun. Beliau mendalami beberapa disiplin ilmu seperti hadis,
falsafah, mantik, usuluddin, perubatan, dan ilmu kalam ketika berada di Najaf. Ketika Sayid
Jamaluddin al-Afghani merantau ke India, beliau telah mempelajari ilmu-ilmu moden seperti
sains dan matematik.

c) Ketokohan dan keperibadian

Jamaluddin al-Afghani merupakan seorang pelopor kebangkitan orang-orang Islam di


beberapa tempat seperti di Tehran, Moscow dan lain-lain. Beliau berjaya meniupkan semangat
perjuangan dan menyadarkan orang-orang Islam supaya menentang penjajah demi kemajuan diri,
masyarakat, agama dan negara. Pidatonya yang bersemangat dapat menyuntik semangat umat

12
Islam. Beliau coba mengembalikan keyakinan umat Islam di India terhadap kemampuan mereka
menentang penjajah. Antara teks pidato beliau ialah:

Seandainya jumlah kamu yang beratus-ratus juta ini, ditakdirkan menjadi lalat dan
nyamuk sekalipun, nescaya kamu akan dapat memekakkan telinga-telinga orang Inggeris
dengan suara kamu. Seandainya kamu ditakdirkan menjadi labi-labi atau penyu sekalipun, lalu
kamu berenang ke tanah Inggeris, bilangan kamu yang seramai ini akan dapat mengepung dan
menenggelamkan tanah Inggeris. Kamu akan pulang ke India dalam keadaan selamat.

Sayid Jamaluddin al-Afghani merupakan seorang tokoh ilmuwan dan pemikir Islam yang
terkenal pada kurun ke-19 Masihi. Beliau begitu kreatif dalam menghasilkan karya-karya yang
bermutu.Beliau juga adalah seorang ahli politik yang aktif berjuang menentang penjajah.Antara
keperibadian-keperibadian yang beliau miliki ialah:

Mencintai ilmu pengetahuan;


Mempunyai akal fikiran yang cerdas, tajam, dan berpandangan jauh;
Memiliki semangat jihad yang tinggi;

d) Sumbangan dan kesan peninggalan

Pada tahun 1857 Masihi, Sayid Jamaluddin al-Afghani menghabiskan masa setahun di
Delhi. Setelah mengerjakan haji di Makkah, beliau kembali ke Afghanistan pada tahun 1858
Masihi. Beliau menjadi seorang kaunselor Raja Dost Mohammad Khan dan selepas itu
Mohammad Azam..Pada tahun 1962 Masihi, Sayid Jamaluddin al-Afghani telah meniupkan
semangat perjuangan kepada rakyat supaya menentang penjajah Inggeris di Afghanistan.
Semangat perjuangan disebarkan melalui tulisan, syarahan dan perbincangan. Segala hasil
tulisannya yang bernas dan tajam telah membangkitkan semangat masyarakat Islam untuk
menentang penjajah. Pada tahun 1869, takhta di Kabul diisi oleh Sher Ali Khan dan Sayid
Jamaluddin al-Afghani diarah untuk meninggalkan negara tersebut.

Dia kemudian ke Istanbul. Pada 1870, Afghani diangkat menjadi menjadi Dewan
Pendidikan Uthmaniyyah rasmi yang reformis. Kerana ikatannya dengan berbagai ahli
pendidikan terkemuka, dia diundang untuk menyampaikan kuliah umum. Namun kuliah umum
ini menimbulkan reaksi yang keras dari para ulama, karena dianggap menyimpang dari agama.
Akibatnya Afghani diusir dari Istanbul.Pada tahun 1871, Sayid Jamaluddin al-Afghani berpindah
ke Mesir dan mula menyebarkan ideanya mengenai pembentukan semula bidang politik. Idea-
idea beliau dikategorikan sebagai radikal, dan beliau telah dibuang negari pada tahun 1879.
Semasa beliau berada di Mesir, beliau telah bekerjasama dengan Syeikh Muhammad Abduh
melalui Gerakan Islah untuk mengubah pemikiran orang-orang Islam ke arah zaman kemajuan.

13
Beberapa kesan peninggalan Sayid Jamaluddin al-Afghani terhadap masyarakat Islam ialah:

Menyedarkan umat Islam mengenai kewajipan mereka terhadap agama dan


melaksanakan syariat Allah s.w.t.;
Menaikkan semangat perjuangan revolusi menentang penjajahan yang akhirnya merebak
ke Sudan, Iran, Turki dan sebagainya;
Memperbetulkan penyelewengan terhadap al-Quran dan al-Hadis.

Beliau telah menghasilkan beberapa karya untuk bacaan generasi selepasnya, antaranya:

al-A'mal al-Kamilah
ar- Tutimmah al-Bayaan fi Tarikh Afghan
al-Khatirat
Raddu 'ala ad-Dahriyyin
at-Tukayyufat 'ala Syarh ad-Dawani lil-Uqatir al-'Adhuidiyah

Beliau juga mengasaskan beberapa akhbar seperti al-'Urwah al-Wuthqa, Misr, at-Tijarah dan al-
Khafiqin.

e) Idea Islah

Islah (Bahasa Arab: )berasal dari kata kerja Aslaha (Bahasa Arab: )yang
bermaksud pembaikan. Islah bermaksud pembaikan atau perubahan terancang ke arah yang lebih
baik.Bentuk-bentuk Islah yang dibawa oleh Sayyid Jamaluddin al-Afghani ialah:

Idea Islah berupa usaha untuk mengembalikan kecemerlangan umat Islam sebagaimana
zaman Khulafa al-Rasyidin
Membina perpaduan tanpa mengira bangsa dan budaya melalui gagasan beliau iaitu al-
Jamiah Al-Islamiah.
Mengkritik taklid Al-Ama (Bahasa Arab: yang bermaksud mengikut sesuatu
secara membabi buta) tanpa berlandaskan al-Quran dan al-Sunnah.
Menyeru umat Islam agar kembali kepada ajaran Islam yang tulen serta sesuai
dilaksanakan sepanjang masa dan tempat.
Menyedarkan umat Islam tentang keburukan fanatik kepada sesuatu mazhab yang
membawa kepada pepecahan umat Islam sendiri.
Berpendapat agar umat Islam menumpukan perhatian kepada usaha-usaha memerdekakan
tanah air dan pemikiran mereka dari penjajah.

f) Kesan

Di Malaysia, gerakan islah dikembangkan oleh siswazah-siswazah dari universiti di Mesir


dan Mekah seperti Universiti al-Azhar. Antara yang terlibat ialah Syeikh Tahir Jalaluddin,

14
Sayyid Sheikh Al-Hadi, dan Syeikh Abu Bakar Al-Asyari (Lihat Gerakan Islah Mencetuskan
Kesedaran Kebangsaan di Tanah Melayu di bawah)

Gerakan Islah mendorong umat Islam mengkaji fahaman dan amalan masyarakat serta
membetulkannya menurut tafsiran al-Quran dan Sunnah.
Mengembalikan keyakinan umat Islam tentang kemuliaan dan kekuatan yang ada dalam
mereka untuk mengusir penjajah dari tanah air mereka.

g) Gerakan Islah mencetuskan kesedaran kebangsaan di Tanah Melayu

Pencetusan gerakan Islah oleh Sayid Jamaluddin al-Afghani dan Syeikh Muhammad
Abduh pada 1882 telah mempengaruhi kebangkitan semangat kebangsaan di Tanah Melayu.
Golongan pelajar di Tanah Melayu yang mendapat pendidikan di Timur Tengah, khususnya di
Mesir telah membangkitkan semangat kebangsaan. Mereka yang menuntut di Universiti al-Azhar
telah terpengaruh dengan idea pemulihan Islam yang dibawa oleh Sayid Jamaluddin al-Afghani
dan Syeikh Muhammad Abduh. Sekembalinya mereka ke tanah air, mereka telah memulakan
Gerakan Islah di Tanah Melayu. Golongan ini dikenali sebagai Kaum Muda.

15

Anda mungkin juga menyukai