Anda di halaman 1dari 2

Kebiajakan Hukum Pidana Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana .

Menurut Moeljatno, perbuatan pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang dan
diancam dengan pidana bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.[8]
Perbuatan pidana dikatakan sebagai perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang
dan diancam pidana, diingat bahwa larangan tersebut di tujukan pada perbuatanya
yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan seseorang,
sedangkan ancaman pidananya ditunjukan pada seseorang yang menimbulkan kejadian
itu, antara larangan dan ancaman pidana ada hubungan yang erat karena antara
kejadian dengan orang yang menimbulkan kejadian itu ada hubungan yang erat pula.[9]
Mengenai ancaman pidana bagi anak telah ditentukan dalam undang-undang Nomor 3
tahun 1997 tentang pengadilan anak yang menjatuhkan hukuman (Satu per dua)
terhadap sangsi maksimum orang dewasa. Ketentuan tersebut jelas berbeda dengan
ketentuan yang diatur dalam kitab Undang-undang hukum pidana (KUHP) yang telah
dinyatakan tidak berlaku setelah terbitnya undang-undang pengadilan anak.
Penjatuhan pidana mati dan pidana seumur hidup tidak diberlakukan terhadap anak di
bawah umur.[10]
Perbedaan ancaman yang diatur dalam undang-undang ini dimaksudkan untuk melindungi
dan menyayangi anak agar dapat menyonsong masa depanya yang masi panjang. Selain
itu perbedaan tersebut dimaksudkan untuk memberikan kesempatan pada anak agar
melalui pembinaan akan memeperoleh jati dirinya untuk menjadi manusia yang mandiri,
bertanggung jawab, dan berguna bagi diri, keluargga, masyarakat bangsa dan Negara.
Proses penegakan hukum untuk mengajukan anak pada proses peradilan, maka sejak
penyidikan sampai pada putusan hakim harus sesuai dengan ketentuan yang ada, selain
itu ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang batas umur yang dapat diajukan pada
proses peradilan anak harus sesuai ketentuan dalam undang-undang Nomor 3 tahun 1997
tentang pengadilan anak, karena batas umur dalam proses hukum pidana adalah
berkaitan dengan alasan kemampuan tanggung jawab dari seseorang terhadap seluruh
perbuatan yang dilakukanya.[11]
Ketentuan seorang anak yang dapat diajukan didepan persidangan tertuang dalam pasal
4 ayat (1) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang pengadilan anak yang menyatak
bahwa batas umur anak yang diajukan kesidang anak adalah telah mencapai 8
(delapan) tahun tetapi belum berumur 18 tahun atau belum kawin. Pada usia 12 tahun
apabila diperoleh bukti permulaan yang cukup bahwa ia telah melakukan tindak pidana
maka ia dapat diajukan kepersidangan karena pada umur tersebut seorang anak
dianggap telah mampu mempertanggung jawabkan perbuatanya.[12]
Berdasrkan pasal 5 Undang-undang nomor 3 tahun 1997 tentang pengadilan anak bahwa
anak yang belum berumur 8 tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana
tidak dapat diajukan ke persidangan anak. Hal ini apabila didasarkan pada
pemeriksaan yang menyatakan bahwa anak tersebut masih dapat dibina yang menyatakan
bahwa anak itu masih dapat dibina oleh orang tua, wali, orang tua aslinya. Apabila
hasil pemeriksaan menunjukan bahwa anak tersebut tidak dapat dibina oleh kedua
orang tua, wali dan orang tua asuhnya, maka penyidik menyerahkan anak itu pada
departemen social setelah mendengar dari pembimbing masyarakat.[13]
Penerapan sangsi pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana pada dasrnya
sama dengan penerapan sangsi pidana yang ditetapkan pada orang dewasa yang
melakukan tindak pidana yang sama, yaitu pada hakikatnya siapa yang melakukan
tindakan yang melanggar hukum atau yang bertebtangan dengan aturan yang ada dan
berlaku disuatu wilayah harus menerima sangsi sebagai akibat dari tindakan yang
dilakukan orang yang bersangkutan.
Meskipun secara hukum anak yang belum genap 18 tahun dan belum menikah, dikatakan
belum dewasa, akan tetapi terhadap dirinya tetap harus menjalangkan sangsi pidana
apabila anak terbukti bersalah melakukan tindak pidana, sebagaimana tercantum dalam
undang-undang nomor 3 tahun 1997 tentang pengadilan anak, khususnya dalam Bab III
yang mengatur tentang pidana dan tindakan. Pasal 22 sampai pasal 24 menyatakan
bahwa terhadap anak pelaku tindak pidana dapat dijatuhkan dua macam sangsi yaitu
sangsi pidana dan sangsi tindakan.
Sangsi yang dimaksud adalah berupa sangsi pidana pokok yang terdiri dari sangsi
pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, atau pidana pengawasan, sedangkan
pidana tambahan yang berupa perampasan barang-barang tertentu. Mengenai sangsi
tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak adalah dengan cara mengembalikan anak
kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh, atau menyerahkan kepada Negara untuk
mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja, atau menyerahkan kepada
departemen sosial atau organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak dibidang
pendidikan pembinaan dan latihan kerja.
Anak yang telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana, dalam praktek
penyelesaian perkaranya mendapatkan perlakuan yang berbeda dengan pelaku tindak
pidana orang dewasa. Khususnya diberikan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 tahun
1997 tentang pengadilan anak yang berlaku di Indonesia. Khususnya meliputi:
1. Penangkapan, di tentukan paling lama 1 hari untuk kepentingan
pemeriksaan (pasal 43 ayat 2 )
2. Penahanan, hanya berlaku 20 hari (pasal 44 ayat 2 ); dan apabila
diperlukan guna kepentingan pemeriksaan dapat pemeriksaan penuntut umum untuk
paling lama 10 hari (pasal 44 ayat 3 )
3. Terhadap anak nakal dapat dijatuhkan pidana pokok (pidana penjara,
pidana kurungan, pidana denda, dan pengawasan) selain itu dapat juga di jatuhkan
pidana tambahan berupa perampasan barang-barang tertentu dan atau pembayaran ganti
rugi (pasal 23 ayat (1), (2) dan (3). Tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak
adalah mengembalikan kepada orang tua, wali, orang tua asuh; menyerahkan kepada
Negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja, atau menyerahkan
kepada departemen sosial kemasyarakatan lain yang bergerak dibidang pendidikan,
pembinaan dan latihan kerja (pasal 24 ayat 1). Tindakan sebagaimana yang dimaksud
dalam ayat (1) dapat disertai dengan teguran dan syarat tambahan yang ditentuan
oleh hakim (pasal 24 ayat 2).
4. Pidana pokok yang berupa pidana penjara yang dapat dijatuhkan pada anak
paling lama (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang
dewasa (pasal 26 ayat 1 ) dan apabila anak melakukan pidana dengan ancaman pidana
mati atau pidana seumur hidup, maka pidana penjara yang dapat dijatuhkan adalah
paling lama 10 (sepuluh) tahun Pasal 26 ayat (2); dan apabila seorang anak pelaku
tindak pidana dengan ancaman pidana mati atau seumur hidup belum mencapai umur 12
tahun, maka terhadap anak tersebut hanya dapat di jatuhkan sangsi tindakan seperti
yang tercantum dalam pasal 24 aayat (1) huruf b dan pasal 26 ayat (3), pidana
kurungan yang dapat dijatuhkan kepada anak pelaku tindak pidana adalah paling lama
dari ancaman kurungan maksimal orang dewasa (pasal 27). Pidana denda yang dapat
dijatuhkan pada anak pelaku tindak pidana paling banyak dari ancaman denda orang
dewasa, dan apabila tidak dapat dibayar maka diganti dengan wajib latihan kerja
paling lama 90 hari kerja dan lama latihan kerja tidak latihan kerja tidak lebih
dari 4 jam sehari serta tidak dilakukan pada malam hari (pasal 28 ayat 3 )
5. Siding tertutup untuk umum dan hanya dihadiri oleh anak yang bersangkutan
beserta orang tua, wali, orang tua asuh, penasehat hukum dan pembimbing
kemasyarakatan (pasal 28 ayat 3)
6. Hakim, penuntut umum umum, penyidik, penasehat hukum serta petugas lainya
dalam ruang siding anak, tidak memakai toga atau pakaian dianas (pasal 6)
7. Hakim, yang mengadili adalah hakim khusus anak yang ditetetapkan surat
keputusan mahkamah agung (pasal 9)
8. Putusan pengadilan dalam memeriksa perkara anak diucapkan dalam sidang
terbuka untuk umum (pasal 8 ayat 6 )
Melihat banyaknya tindak pidana yang dilakukan oleh anak dibawah umur, sudah
seharusnya kita mulai melihat tidak hanya pada sisi, bahwa anak bersalah dan harus
dihukum saja, akan tetapi harus bersifat objektif terhadap permasalahan itu dengan
cara mencari tahu terlebih dahulu latar belakang pelaku dan sebab anak melakukan
tindak pidana, terjadinya tindak pidana dengan pelaku anak tidak bisa dikatakan
murni keslahan anak karena dalam hal ini juga perlu dipertanyakan peran orang tua
anak, masyarakat dan aparat penegak hukum. Penerapan sangsi terhadap seorang anak
harus benar-benar efektif dan sesuai denagn tujuan pemidanaan.

Anda mungkin juga menyukai