Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem lakrimal terdiri dari dua bagian, yaitu sistem sekresi yang berupa
kelenjar lakrimal dan sistem ekskresi yang terdiri dari punctum lakrimal,
kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal, duktus nasolakrimal, dan meatus inferior.1
Sistem eksresi lakrimal cenderung mudah terjadi infeksi dan inflamasi karena
berbagai sebab. Membran mukosa pada saluran ini terdiri dari dua permukaan
yang saling bersinggungan, yaitu mukosa konjungtiva dan mukosa nasal, di mana
pada keadaan normal pun sudah terdapat koloni bakteri. Tujuan fungsional dari
sistem ekskresi lakrimal adalah mengalirkan air mata dari kelenjar air mata
menuju ke cavum nasal. Tersumbatnya aliran air mata secara patologis
menyebabkan terjadinya peradangan pada sakus lakrimal yang biasa disebut
dengan dakriosistitis.2
Dakriosistitis dapat berlangsung secara akut maupun kronis. Dakriosistitis
akut ditandai dengan nyeri yang muncul secara tiba-tiba dan kemerahan pada
regio kantus medial, sedangkan pada inflamasi maupun infeksi kronis dari sakus
lakrimal ditandai dengan adanya epifora yang berlebihan. Selain dakriosistitis
akut dan kronis, ada juga dakriosistitis kongenital yang merupakan bentuk khusus
dari dakriosistitis. Patofisiologinya berhubungan erat dengan proses
embriogenesis dari sistem eksresi lakrimal.2
Dakriosistitis umumnya terjadi pada dua kategori usia, yaitu anak-anak
dan orang dewasa di atas 40 tahun1 dengan puncak insidensi pada usia 60 hingga
70 tahun. Dakriosistitis pada bayi yang baru lahir jarang terjadi, hanya sekitar 1%
dari jumlah kelahiran yang ada. Kebanyakan penelitian menyebutkan bahwa
sekitar 70-83% kasus dakriosistitis dialami oleh wanita, sedangkan pada
dakriosistitis kongenital jumlahnya hampir sama antara laki-laki dan perempuan.2

1
BAB II
LAPORAN KASUS

A. Identitas
Nama : Ny.Lena
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 51 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat :
Agama : Islam
Tanggal : 14 Juli
No CM : 1-0080

B. Anamnesis

Keluhan Utama :
Benjolan dan nyeri pada kelopak mata kanan bagian bawah

Keluhan Tambahan :Mata merah, berair pada mata sebelah kanan dan keluar
kotoran di mata sebelah kanan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak 5 bulan SMRS, pasien mengeluh adanya benjolan pada kelopak
mata sebelah kanan, benjoalan tersebut berada di bawah kelopak dekat hidung.
Terasa nyeri pada benjolan tersebut, terlihat berwarna kemerahan. Mata terasa
berair dan mengeluarkan kotoran. Mata kanan terasa sedikit gatal dan tampak
memerah setelah beberapa hari. Tidak ada penurunan penglihatan baik secara
mendadak maupun perlahan. Tidak ada pandangan seperti berasap maupun
seperti adanya tirai. Tidak ada penglihatan bayangan seperti pelangi, tidak ada
pandangan berbayang atau ganda. Batuk tidak dirasakan pasien, namun pasien
sering pilek, ada rasa tersumbat dihidung, dan adanya sedikit nyeri tekan di
bagian pipi. Tidak ada riwayat trauma sebelumnya. Os sempat berobat ke
puskesmas dan diberi obat antibiotik, dan penghilang rasa gatal.
Sejak 1 bulan SMRS os memeriksakan dirinya di RSCM. Os menjalanai
pemeriksaan anal tes. Os mengomsumsi jamu-jamuan dan merasakan

2
bengkaknya sedikit berkurang, nyeri pada benjolan berkurang dan tidak ada
warna kemerahan pada bola mata.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat hipertensi tidak ada, riwayat diabetes melitus tidak ada.
Riwayat penyakit jantung tidak ada, riwayat penyakit ginjal tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada anggota keluarga yang mengeluh keluhan yang sama seperti
pasien.

Riwayat Pemakaian Obat :


Pasien sebelumnya sudah pernah berobat di puskesmas dan di RSCM 1
bulan SMRS

C. Status Oftalmologis

OD (Mata Kanan) Penilaian OS (Mata Kiri)


5/12 Visus 5/24
NP TIO NP
normal Hirshberg Normal
Sulit dinilai Gerakan Bola Mata Sulit dinilai
Edema (+), terdapat
Palpebra Edema (-), hiperemis(-)
benjolan, hiperemis (-)
Hiperemis (+), Jar Hiperemis (+), Jar.
Konjungtiva Bulbi
Fibrovaskular (+) Fibrovaskular (+)
Hiperemis (+) Konjungtiva Tarsal Hiperemis (+)
Jaringan fibrovaskular (+) Kornea Jaringan fibrovaskular (+)
Dalam COA Dalam
Pupil bulat, Isokor,Refleks Pupil bulat, Isokor, Refleks
Iris/Pupil
cahaya (+), RCTL (+) cahaya (+), RCTL(+)
Jernih Lensa Jernih

D. Diagnosa
Diagnosa : Dakriosistitis OD + Pterygium ODS grade III

E. Terapi
- Metronidazole 2dd tab I no.X

3
- Amoxycilin 2dd tab I no.X
- Gentamicin 6 dd gtt I
- Acetaminofen
- Avulsi Pterygium + CLG
F. Prognosis
- Qou ad vitam : bonam
- Qou ad functionam : dubia ad bonam
- Qou ad sanactionam : dubia ad bonam

(A) (B)
Gambar 1. Oculi Dekstra (A) Oculi Sinistra (B)
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Sistem Lakrimalis

Sistem lakrimal terdiri dari dua bagian, yaitu sistem sekresi yang berupa
kelenjar lakrimalis dan sistem ekskresi yang terdiri dari punctum lakrimalis,
kanalis lakrimalis, sakus lakrimalis, duktus nasolakrimalis, dan meatus inferior.1
Kelenjar lakrimalis terletak pada bagian lateral atas mata yang disebut dengan
fossa lakrimalis. Bagian utama kelenjar ini bentuk dan ukuranya mirip dengan biji
almond, yang terhubung dengan suatu penonjolan kecil yang meluas hingga ke
bagian posterior dari palpebra superior. Dari kelenjar ini, air mata diproduksi dan
kemudian dialirkan melalui 8-12 duktus kecil yang mengarah ke bagian lateral
dari fornix konjungtiva superior dan di sini air mata akan disebar ke seluruh
permukaan bola mata oleh kedipan kelopak mata.3 Pada forniks superior palpebra
terdapat kelenjar aksesorius (kelenjar Krause dan Wolfring) yang mensekresi kan
air mata tambahan.4

4
Gambar 2. Kelenjar Lakrimalis dan Sistem Drainase4

Sistem ekskresi terdiri dari puntum lakrimalis, kanalikuli, saccus


lacrimalis, dan ductus nasolakrimalis. Setiap kali berkedip, palpebra menutup
seperti risleting, mulai dari lateral, menyebarkan air mata secara merata di atas
kornea, dan menyalurkannya ke dalam system ekskresi pada aspek medial
palpebra seperti gerakan kipas kaca mobil (windshield wiper).4 Dengan demikian,
hanya sedikit yang sampai ke system ekskresi. Bila sudah memenuhi saccus
konjungtiva,air mata akan memasuki puncta karena sedotaan kapiler.5
Air mata mengalir dari lacuna lakrimalis melalui punctum superior dan
inferior dan kanalikulus ke sakkus lakrimalis yang terletak di dalam fossa
lakrimalis. Duktus nasolakrimalis berlanjut ke bawah dari sakus lakrimalis dan
bermuara ke meatus inferior di rongga nasal. Air mata diarahkan ke dalam
punctum oleh isapan kapiler, gaya berat, dan berkedip. Kekuatan gabungan dari
isapan kapiler dalam kanalikuli, gaya berat, dan kerja memompa dari otot Horner
yang merupakan perluasan muskulus orbikularis okuli ke titik di belakang sakus
lakrimalis, semua cenderung meneruskan air mata ke bawah melalui duktus
nasolakrimalis ke dalam rongga hidung.5

5
Gambar 3. Fisiologi perjalanan air mata4

2.2 Dakriosistitis
Dakriosistitis adalah peradangan pada sakus lakrimalis akibat adanya
obstruksi pada duktus nasolakrimalis. Obstruksi pada anak-anak biasanya akibat
tidak terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat
adanya penekanan pada salurannya, misal adanya polip hidung.1

2.3 Epidemiologi
Penyakit ini sering ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa di atas
40 tahun, terutama perempuan1 dengan puncak insidensi pada usia 60 hingga 70
tahun.2 Dakriosistitis pada bayi yang baru lahir jarang terjadi, hanya sekitar 1%
dari jumlah kelahiran yang ada dan jumlahnya hampir sama antara laki-laki dan
perempuan.2 Jarang ditemukan pada orang dewasa usia pertengahan kecuali bila
didahului dengan infeksi jamur.1
Pada individu dengan memiliki kepala berbentuk brachycephalic memiliki
insidensi yang tinggi mengalami dakriosistitis dibandingkan dengan individu
dengan kepala berbentuk dolichocepalic dan mesocephalic. Hal ini dikarenakan
pada tengkorak bracycephalic memiliki diameter lebang yang lebih smepit dalam
duktus nasolakrimalis, duktus nasolakrimalis lebih panjang, dan fossa lakrimalis
lebih sempit. Pada pasien hidung pesek dan muka kecil juga memiliki resiko lebih

6
tinggu mengalami dakriosistitis, diduga karena kanalis osseus lakrimal yang lebih
sempit.6

2.4 Klasifikasi
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, dakriosistitis dibedakan menjadi 3
(tiga) jenis2, yaitu:
a. Akut
Pasien dapat menunjukkan morbiditasnya yang berat namun jarang
menimbulkan kematian. Morbiditas yang terjadi berhubungan dengan abses pada
sakus lakrimalis dan penyebaran infeksinya.
b. Kronis
Morbiditas utamanya berhubungan dengan lakrimasi kronis yang berlebihan
dan terjadinya infeksi dan peradangan pada konjungtiva.
c. Kongenital
Merupakan penyakit peradangan kantong air mata yang secara patofisiologi
sangat erat kaitannya dengan embryogenesis system lakrimal. Dakriosistitis
kongenital sering timbul pada bayi yang disebabkan karena duktus lakrimalis
belum berkembang dengan baik. Penyakit ini dapat berhubungan dengan
amniotocele, di mana pada kasus yang berat dapat menyebabkan obstruksi jalan
napas. Dakriosistitis kongenital yang indolen sangat sulit didiagnosis dan biasanya
hanya ditandai dengan lakrimasi kronis, ambliopia, dan kegagalan perkembangan.

Gambar 4. Dakriosistitis Akut4

7
Gambar 5. Dakriosistitis Kronik

Gambar 6. Dakriosistitis Kongenital2


2.5 Faktor Predisposisi Dan Etiologi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya obstruksi duktus
nasolakrimalis6,7:
- Stenosis idiopatik, (paling sering pada orang dewasa)
- Terdapat benda yang menutupi lumen duktus, seperti dakriolit atau koloni
jamur yang mengelilingi suatu korpus alienum.
- Terjadi trauma naso orbita atau kongesti pada dinding duktus.
- Penekanan dari luar oleh karena terjadi fraktur atau adanya tumor pada
sinus maksilaris.
- Operasi sinus.
- Obstruksi akibat adanya deviasi septum atau polip.
Dakriosistitis dapat disebabkan oleh bakteri Gram positif maupun Gram
negatif. Bakteri Gram positif Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama
terjadinya infeksi pada dakriosistitis akut, sedangkan Coagulase Negative-

8
Staphylococcus merupakan penyebab utama terjadinya infeksi pada dakriosistitis
kronis. Selain itu, dari golongan bakteri Gram negatif, Pseudomonas sp. juga
merupakan penyebab terbanyak terjadinya dakriosistitis akut dan kronis.8
Literatur lain menyebutkan bahwa dakriosistitis akut pada anak-anak
sering disebabkan oleh Haemophylus influenzae, sedangkan pada orang dewasa
sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan Streptococcus -haemolyticus.
Pada literatur ini, juga disebutkan bahwa dakriosistitis kronis sering disebabkan
oleh Streptococcus pneumoniae.1

2.6 Patofisiologi
Awal terjadinya peradangan pada sakus lakrimalis adalah adanya obstruksi
pada duktus nasolakrimalis. Obstruksi duktus nasolakrimalis pada anak-anak
biasanya akibat tidak terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang
dewasa akibat adanya penekanan pada salurannya, misal adanya polip hidung.1
Obstruksi pada duktus nasolakrimalis ini dapat menimbulkan penumpukan
air mata, debris epitel, dan cairan mukus sakus lakrimalis yang merupakan media
pertumbuhan yang baik untuk pertumbuhan bakteri.9
Ada 3 tahapan terbentuknya sekret pada dakriosistitis. Hal ini dapat
diketahui dengan melakukan pemijatan pada sakus lakrimalis.6 Tahapan-tahapan
tersebut antara lain:
Tahap obstruksi
Pada tahap ini, baru saja terjadi obstruksi pada sakus lakrimalis, sehingga
yang keluar hanyalah air mata yang berlebihan.
Tahap Infeksi
Pada tahap ini, yang keluar adalah cairan yang bersifat mukus,
mukopurulen, atau purulent tergantung pada organisme penyebabnya.
Tahap Sikatrik
Pada tahap ini sudah tidak ada regurgitasi air mata maupun pus lagi. Hal
ini dikarenakan sekret yang terbentuk tertahan di dalam sakus sehingga
membentuk suatu kista.

2.7 Gejala Klinis

9
Gejala umum pada penyakit ini adalah keluarnya air mata dan kotoran.
Pada dakriosistitis akut, pasien akan mengeluh nyeri di daerah kantus medial
(epifora) yang menyebar ke daerah dahi, orbita sebelah dalam dan gigi bagian
depan. Sakus lakrimalis akan terlihat edema, lunak dan hiperemi yang menyebar
sampai ke kelopak mata dan pasien juga mengalami demam. Jika sakus lakrimalis
ditekan, maka yang keluar adalah sekret mukopurulen.1,4
Pada dakriosistitis kronis gejala klinis yang dominan adalah lakrimasi
yang berlebihan terutama bila terkena angin. Dapat disertai tanda-tanda inflamasi
yang ringan, namun jarang disertai nyeri. Bila kantung air mata ditekan akan
keluar sekret yang mukoid dengan pus di daerah punctum lakrimal dan palpebra
yang melekat satu dengan lainnya.1,4
Pada dakriosistitis kongenital biasanya ibu pasien akan mengeluh mata
pasien merah pada satu sisi, bengkak pada daerah pangkal hidung dan keluar air
mata diikuti dengan keluarnya nanah terus-menerus. Bila bagian yang bengkak
tersebut ditekan pasien akan merasa kesakitan (epifora).8

2.8 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis dakriosistitis dibutuhkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat dilakukan
dengan cara autoanamnesis dan heteroanamnesis. Setelah itu, dilakukan
pemeriksaan fisik. Jika, dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik masih belum
bisa dipastikan penyakitnya, maka boleh dilakukan pemeriksaan penunjang.
Beberapa pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui
ada tidaknya obstruksi serta letak dan penyebab obstruksi. Pemeriksaan fisik yang
digunakan untuk memeriksa ada tidaknya obstruksi pada duktus nasolakrimalis
adalah dye dissapearence test, fluorescein clearance test dan John's dye test.
Ketiga pemeriksaan ini menggunakan zat warna fluorescein 2% sebagai indikator.
Sedangkan untuk memeriksa letak obstruksinya dapat digunakan probing test dan
anel test. 2,6,11
Dye dissapearance test (DDT) dilakukan dengan meneteskan zat warna
fluorescein 2% pada kedua mata, masing-masing 1 tetes. Kemudian permukaan

10
kedua mata dilihat dengan slit lamp. Normalnya zat warna akan hilang dalam
waktu 5 menit tapi apabila retensi akan menandakan ada system lakrimal yang
inadekuat. Jika ada obstruksi pada salah satu mata akan memperlihatkan
gambaran seperti di bawah ini.6,11

Gambar 7. Terdapat obstruksi pada duktus nasolakrimalis

Fluorescein clearance test dilakukan untuk melihat fungsi saluran ekskresi


lakrimal. Uji ini dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein 2% pada
mata yang dicurigai mengalami obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Setelah
itu pasien diminta berkedip beberapa kali dan pada akhir menit ke-6 pasien
diminta untuk beringus (bersin) dan menyekanya dengan tissue. Jika pada tissue
didapati zat warna, berarti duktus nasolakrimalis tidak mengalami obstruksi.6,11
Jones dye test juga dilakukan untuk melihat kelainan fungsi saluran
ekskresi lakrimal. Uji ini terbagi menjadi dua yaitu Jones Test I dan Jones Test II.
Pada Jones Test I, mata pasien yang dicurigai mengalami obstruksi pada duktus
nasolakrimalisnya ditetesi zat warna fluorescein 2% sebanyak 1-2 tetes.
Kemudian kapas yang sudah ditetesi pantokain dimasukkan ke meatus nasal
inferior dan ditunggu selama 3 menit. Jika kapas yang dikeluarkan berwarna hijau
berarti tidak ada obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Pada Jones Test II,
caranya hampir sama dengan Jones test I, akan tetapi jika pada menit ke-5 tidak
didapatkan kapas dengan bercak berwarna hijau maka dilakukan irigasi pada
sakus lakrimalisnya. Bila setelah 2 menit didapatkan zat warna hijau pada kapas,
maka dapat dipastikan fungsi sistem lakrimalnya dalam keadaan baik. Bila lebih
dari 2 menit atau bahkan tidak ada zat warna hijau pada kapas sama sekali setelah

11
dilakukan irigasi, maka dapat dikatakan bahwa fungsi sistem lakrimalnya sedang
terganggu. 2,6,7,11

B
Gambar 8. John Test I (A), John Test II (B)7

Anel test merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi ekskresi air
mata ke dalam rongga hidung. Tes ini dikatakan positif bila ada reaksi menelan.
Hal ini menunjukkan bahwa fungsi sistem ekskresi lakrimal normal. Pemeriksaan
lainnya adalah probing and irrigation test. Test ini bertujuan untuk menentukan
letak obstruksi pada saluran ekskresi air mata dengan cara memasukkan sonde ke
dalam saluran air mata. Pada tes ini, punctum lakrimal dilebarkan dengan dilator,
kemudian probe dimasukkan ke dalam sackus lakrimal. Kemudian saluran
lakrimal disemprotkan cairan salin fisiologis, jika tidak ada obstruksi maka cairan
itu akan turun ke hidung. Apabila terjadi stenosis kanalikuli terdapat refluk pada
tempat dimasukkan probe dan apabila refluk pada punctum yang berlawanan
makan terjadi stenosis yang lebih dalam.4

12
Gambar 9. Probing Test4

Pemeriksaan penunjang juga memiliki peranan penting dalan penegakkan


diagnosis dakriosistitis. CT scan sangat berguna untuk mencari tahu penyebab
obstruksi pada dakriosistitis terutama akibat adanya suatu massa atau keganasan.
Dacryocystography (DCG) sangat berguna untuk mendeteksi adanya kelainan
anatomi pada sistem drainase lakrimal.2

2.9 Terapi
Pengobatan dakriosistitis pada anak (neonatus) dapat dilakukan dengan
masase kantong air mata ke arah pangkal hidung. Dapat juga diberikan antibiotik
amoxicillin/clavulanate atau cefaclor 20-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam tiga dosis
dan dapat pula diberikan antibiotik topikal dalam bentuk tetes (moxifloxacin
0,5% atau azithromycin 1%)12 atau menggunakan sulfonamid 4-5 kali sehari1.
Pada orang dewasa, dakriosistitis akut dapat diterapi dengan melakukan
kompres hangat pada daerah sakus yang terkena dalam frekuensi yang cukup
sering1. Amoxicillin dan chepalosporine (cephalexin 500mg p.o. tiap 6 jam) juga
merupakan pilihan antibiotik sistemik yang baik untuk orang dewasa. Untuk
mengatasi nyeri dan radang, dapat diberikan analgesik oral (acetaminofen atau

13
ibuprofen), bila perlu dilakukan perawatan di rumah sakit dengan pemberian
antibiotik secara intravena, seperti cefazoline tiap 8 jam12. Bila terjadi abses dapat
dilakukan insisi dan drainase1. Dakriosistitis kronis pada orang dewasa dapat
diterapi dengan cara melakukan irigasi dengan antibiotik atau jika ada sumbatan
duktus nasolakrimal dapat diperbaiki dengan cara pembedahan
dacryocystorhinostomy (DCR) jika sudah tidak radang lagi.1,7
Penatalaksaan dakriosistitis dengan pembedahan bertujuan untuk
mengurangi angka rekurensi. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan pada
dakriosistitis adalah dacryocystorhinostomy (DCR). Di mana pada DCR ini dibuat
suatu hubungan langsung antara sistem drainase lakrimal dengan cavum nasal
dengan cara melakukan bypass pada kantung air mata. Dulu, DCR merupakan
prosedur bedah eksternal dengan pendekatan melalui kulit di dekat pangkal
hidung. Saat ini, banyak dokter telah menggunakan teknik endonasal dengan
menggunakan scalpel bergagang panjang atau laser.12
Dakriosistorinostomi internal memiliki beberapa keuntungan jika
dibandingkan dengan dakriosistorinostomi eksternal. Adapun keuntungannya
yaitu, (1) trauma minimal dan tidak ada luka di daerah wajah karena operasi
dilakukan tanpa insisi kulit dan eksisi tulang sehingga tidak meninggalkan skar,
(2) lebih sedikit gangguan pada fungsi pompa lakrimal, karena operasi merestorasi
pasase air mata fisiologis tanpa membuat sistem drainase bypass, dan (3) lebih
sederhana, mudah, dan cepat (rata-rata hanya 12,5 menit). (4) tingkat keberhasilan
lebih tinggi, (5) mencegah cedera dibagian medial kantus.13,14

2.10 Komplikasi
Dakriosistitis yang tidak diobati dapat menyebabkan pecahnya kantong air
mata sehingga membentuk fistel. Bisa juga terkadi abses kelopak mata, ulkus,
bahkan selulitis orbita.1
Komplikasi juga bisa muncul setelah dilakukannya DCR. Komplikasi
tersebut di antaranya adalah perdarahan pascaoperasi, nyeri transien pada segmen
superior os.maxilla, hematoma subkutaneus periorbita, infeksi dan sikatrik
pascaoperasi yang tampak jelas.13
2.11 Prognosis

14
Dakriosistitis sangat sensitif terhadap antibiotika namun masih berpotensi
terjadi kekambuhan jika obstruksi duktus nasolakrimalis tidak ditangani secara
tepat, sehingga prognosisnya adalah dubia ad malam. Akan tetapi, jika dilakukan
pembedahan baik itu dengan dakriosistorinostomi eksternal atau
dakriosistorinostomi internal, kekambuhan sangat jarang terjadi sehingga
prognosisnya dubia ad bonam. 15

BAB IV
KESIMPULAN

Dakriosistitis adalah suatu infeksi pada kantong air mata (sakus


lakrimalis). Dakriosistitis terbagi atas akut dan kronik. Bentuk khusus dari
inflamasi pada saccus lakrimalis adalah dakriosistitis kongenital, dimana
patofisiologinya terkait erat dengan embryogenesis sistem eksresi lakrimal. Pada
orang dewasa, perempuan lebih sering terkena dakriosistitis. Umumnya
dakriosistitis mengenai umur lebih dari 40 tahun, dan tertinggi pada usia 60-70
tahun.
Dakriosistitis akut memiliki gejala nyeri di daerah sekitar kantong air mata
yang tampak merah dan membengkak. Mata menjadi merah dan berair serta
mengeluarkan sekret. Selain itu, penderita juga mengalami demam. Dakriosistitis

15
kronik tidak terdapat rasa nyeri dan tanda-tanda radang ringan biasanya mata
hanya sering berair.
Dakriosistitis akut biasanya berespons terhadap antibiotika sistemik yang
memadai, dan bentuk kronis sering dapat dipertahankan dengan tetesan
antibiotika. Kompres dengan menggunakan desinfektan dan diberikan analgesik
oral juga berpengaruh positif terhadap gangguan klinis. Meskipun begitu,
menghilangkan obstruksi adalah penyembuhan satu-satunya. Dakriosistitis kronik
yang terdapat sumbatan membutuhkan tindakan pembedahan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidharta. 2008. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

2. Gilliland, G.D. 2009. Dacryocystitis. [serial online].


http://www.emedicine.com/. [16 Juli 2014].

3. Ellis, Harold. 2006. Clinical Anatomy, A Revision and Applied Anatomy


for Clinical Students Eleventh Edition. Massachusetts, USA : Blackwell
Publishing, Inc .

4. Genhard KL. 2000. Ophtalmology a Short TextBook. Stuttgart: Thieme


New York.

5. Vaughan and Asbury. 2013. Optalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC.

16
6. Mamoun, Tarek. 2009. Chronic Dacryocystitis. [serial online]. http://
eyescure.com/Default.aspx?ID=84. [16 Juli 2014]

7. Kanski K and Bowking B. 2011. Clinical Ophtalmology. UK: Elsevier.

8. Barathi, Ramakrishnan, Maneksha, Shivakumar, Nithya dan Mittal. 2007.


Comparative Bacteriology of Acute and Chronic Dacryocystitis. [serial
online]. http://www.eye.com/. [16 Juli 2014].

9. Anonim. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF. Ilmu Penyakit


Mata Ed.III. Surabaya: Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo.

10. Mamoun, Tarek. 2009. Congenital Dacryocystitis. [serial online].


http://eyescure.com/Default.aspx?ID=83. [16 Juli 2014].

11. Ilyas, Sidharta. 2006. Dasar-Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit


Mata Edisi Kedua. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

12. Sowka, J.W., Gurwood, A.S., dan Kabat, A.G. 2010. Review of Optometry,
The Handbook of Occular Disease Management Twelfth Edition. [serial
online]. http://www.revoptom.com/. [16 Juli 2014]

13. Yuliani, Putri. 2009. Pendekatan Sederhana dan Evolusional Untuk


Merekanalisasi Obstruksi Duktus Nasolakrimalis. [serial online].
http://www.scribd.com/doc/37289785/Journal-Reading-Rekanalisasi-
Obstruksi-Sistem-Lakrimalis#. [16 juli 2014]

14. Fernandes SV. Dacryocystorhinostomy.


http://emedicine.medscape.com/article/879096-overview [ 16 Juli 2014]

15. O'Brien, Terrence P. 2009. Dacryocystitis. [serial online].


http://www.mdguidelines.com/dacryocystitis.htm. [16 Juli 2014]

17
18

Anda mungkin juga menyukai