Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

Pneumonia adalah penyakit infeksi akut paru yang disebabkan terutama oleh bakteri;
merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang paling sering menyebabkan
kematian pada bayi dan anak balita. Bakteri penyebab pneumonia paling sering adalah
Streptococcus pneumoniae (pneumokokus), Haemophilus influenza tipe b (Hib) dan
Staphylococcus aureus (S aureus). Diperkirakan 75% pneumonia pada anak balita di negara
berkembang termasuk Indonesia disebabkan oleh pneumokokus dan Hib. (1)
Pneumonia pada anak umur dibawah 5 tahun merupakan penyebab utama mortalitas
anak di dunia. Diperkirakan bahwa lebih dari 150 juta kejadian pneumonia terjadi tiap tahun
pada anak umur dibawah 5 tahun di negara berkembang, dan lebih dari 95% nya merupakan
kasus baru di dunia. Sekitar 11 sampai 20 juta anak dengan pneumonia membutuhkan
perawatan dan lebih dari 2 juta anak meninggal karena penyakit ini. Sebanyak anak dengan
pneumonia di dunia hanya terjadi pada 15 negara dan termasuk Indonesia yang merupakan
peringkat ke 6. (2)
Berdasarkan hasil Survei Demografi tahun 2012 didapatkan secara keseluruhan 29,4%
dari 16.380 anak umur dibawah 5 tahun yang mengalami gejala ISPA seperti batuk disertai
dengan pernapasan pendek dan cepat yang susah bernapas yang dianggap sebagai proksi
pneumonia. Prevalensi ISPA tertinggi ditemukan pada anak umur antara 24 sampai 35 bulan
yaitu mencapai 6,5% dari 3.218 anak dan prevalensi ISPA terendah ditemukan pada anak
umur kurang dari 6 bulan yaitu 2,3% dari 1.614 anak. Sedangkan prevalensi ISPA anak umur
6 sampai 11 bulan mencapai 5,9% dari 1.853 anak. Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan oleh Kurniawan et al. didapatkan bahwa dari 245 anak yang dirawat dengan
pneumonia terdapat lebih banyak anak laki-laki terutama berusia 0-1 tahun dengan rata-rata
lama rawat adalah 7 hari dan status gizi 39,6% anak dengan gizi normal 20,4% malnutrisi
ringan, 8,6% malnutrisi sedang dan 4,5% dengan malnutrisi berat. (3) (4)
Penelitian yang dilakukan oleh Nurjannah et al. selama Januari 2008 sampai Desember
2009 di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin, Banda Aceh, didapatkan bahwa
angka kejadian pneumonia pada anak masih tinggi yaitu mencapai 7,1% diantara pasien
rawat inap. Kematian pada anak dengan pneumonia mencapai 2,8% kasus dari keseluruhan
kasus. Gejala klinis yang sering ditemukan pada anak dengan pneumonia diantaranya adalah
batuk, napas cuping hidung, ronki, demam dan takipnu. (5)

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Aura magfirah
Tanggal Lahir : 4 Juni 2014
Umur : 8 Bulan
No. CM : 1-04-24-91
Alamat : Kec. Ingin Jaya
Riwayat Pernikahan : Belum Menikah
Tanggal Masuk RS : 01 Maret 2015
Tanggal Periksa : 04 Maret 2015
Tanggal Pulang : 19 Maret 2014

2.2 Anamnesis
Keluhan utama : Kejang
Keluhan tambahan : Demam, Batuk, flu
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dibawa oleh keluarganya ke IGD RSUDZA dengan keluhan kejang sejak
1 hari sebelum masuk rumah sakit. Kejang dialami pasien sebanyak 3 kali dan durasi
masing-masing kejang selama 5 menit. Kejang dialami pasien pada seluruh badan.
Sebelumnya pasien mengalami demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
Demam semakin hari semakin tinggi. Pada hari kedua demam pasien dibawa berobat ke
Spesialis Anak dan mendapatkan obat penurun panas. Pasien juga mengeluhkan batuk
dan flu sejak satu minggu yang lalu, batuk disertai dengan dahak yang berwarna putih.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat batuk dan flu lebih kurang 4 bulan yang lalu
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang mengeluhkan hal yang sama seperti pasien.
Riwayat Pengobatan
Parasetamol sirup
Amoxicilin sirup

2
Riwayat Kehamilan
Ibu Pasien ANC ke bidan secara teratur dan tidak ada riwayat trauma dan tidak ada
masalah pada saat kehamilan ibu
Riwayat Persalinan
Pasien merupakan anak ke-3 dari 3 bersaudara, lahir secara pervaginam di bidan
dengan berat badan lahir 3600 gram.
Riwayat Makanan
0 8 bulan (sekarang) : ASI
Riwayat Imunisasi
Riwayat imunisasi tidak lengkap

2.3 Pemeriksaan Fisik


a. Status Present

Keadaan Umum : Sakit sedang


Kesadaran : Compos Mentis
Nadi : 128 kali/menit
Frekuensi Pernafasan : 40 kali/menit
Temperatur : 37,2 C

b. Antropometri
Berat Badan : 6600 gram
Panjang Badan : 68 cm
Usia : 8 bulan
Status Gizi
BB/U : -2 SD s/d -3 SD (Gizi Kurang)
PB/U : +2 SD s/d -2 SD (Normal)
BB/TB : -2 SD s/d -3 SD
Status Gizi : Gizi Kurang

Kebutuhan Cairan :100 x 6,6 kg


= 660 cc/hari

3
Kebutuhan Kalori : RDA x BBI
= 100 x 7,9 Kg
= 790 kkal/hari

Kebutuhan Protein : RDA x BBI


= 2 x 7,9 Kg
= 15,8 g/hari

c. Status General
Kepala : Normocephal, ubun-ubun besar tidak membonjol
Rambut : Warna kehitaman, sukar dicabut
Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),
mata cekung (-/-), pupil isokor, reflek cahaya langsung (+/+),
reflek cahaya tidak langsung (+/+)
Telinga : Normotia, serumen (-/-)
Hidung : NCH (+), sekret (-)
Mulut : Mukosa bibir lembab (+), sianosis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)

Thoraks :
Inspeksi : Simetris, retraksi intercostals (-), retraksi epigastrial (+), retraksi
supraclavicular (-)
Palpasi : Fremitus kanan = fremitus kiri
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Vesikuler melemah di kedua lapangan paru, rhonki (+/+),
wheezing (-/-), merintih (-)

Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS 5 linea midclavicula sinistra
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : BJ I > BJ II, regular, bising (-)

4
Abdomen :
Inspeksi : Soepel, distensi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), pembesaran hepar dan lien (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal.

Ekstremitas :
Superior Inferior
Ekstremitas
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianosis (-) (-) (-) (-)
Edema (-) (-) (-) (-)
Pucat (-) (-) (-) (-)

d. Status Neurologis
GCS : E4M6V5 (15)
Mata : Reflek Cahaya Langsung (+/+) Pupil Isokor 3 mm/ 3 mm,
Reflek Cahaya tidak langsung (+/+), Reflek kornea (+/+)
Tanda Rangsang Meningeal: Kaku kuduk (-)
Nervus Cranialis : Tidak ada paresis
Sensorik : Tidak ada gangguan sensorik
Otonom : BAK (+), BAB (+)
Motorik : Tidak ada gangguan motorik
Reflek Fisiologis : Superior (+/+), Inferior (+/+)
Reflek Patologia : Superior (-/-), Inferior (-/-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang


2.4.1 Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah rutin (Tanggal 01 Maret 2015)
Hemoglobin : 11,7 gr/dl
Hematokrit : 38%
Eritrosit : 4,9 x 106/mm3
Trombosit : 612 x 103U/L
Leukosit : 99,7 x 103/mm3
Diftell : 1/0/18/76/5 %

5
Waktu Perdarahan : 2 menit
Waktu Pembekuan : 7 menit
Anti Dengue IgM : Negatif
Anti Dengue IgG : Negatif
Natrium : 137 mmol/L
Kalium : 4,5 mmol/L
Clorida : 95 mmol/L
Gula Darah Sewaktu : 110 mg/dL
Ureum : 13 mg/dL
Kreatinin : 0,12 mg/dL

b. Darah rutin (Tanggal 05 Maret 2015)


Hemoglobin : 11,2 gr/dl
Hematokrit : 36%
Eritrosit : 4,8 x 106/mm3
Trombosit : 583 x 103U/L
Leukosit : 63,5 x 103/mm3
Diftell : 1/0/13/83/3 %
LED : 25
MCV : 76
MCH : 23
MCHC : 31
Ferritin : 760,40
Morfologi Darah Tepi (Tanggal 05 Maret 2015)
Eritrosit : Normokrom normositer anisositosis
Leukosit : Leukositosis, atypical limfosit 6%, big trombosit 9%, limfoblast
tidak dijumpai, limfositosis (+)
Trombosit : Jumlah meningkat bentuk big trombosit (+)
Kesimpulan : Limfositosis reaktif + trombositosis

c. Darah rutin (Tanggal 13 Maret 2015)


Hemoglobin : 13,6 gr/dl
Hematokrit : 44%
Eritrosit : 5,8 x 106/mm3

6
Trombosit : 600 x 103U/L
Leukosit : 31,6 x 103/mm3
Diftell : 1/0/12/82/5 %

d. Darah rutin (Tanggal 18 Maret 2015)


Hemoglobin : 11,9 gr/dl
Hematokrit : 37%
Eritrosit : 5,0 x 106/mm3
Trombosit : 396 x 103U/L
Leukosit : 21,0 x 103/mm3
Diftell : 1/1/17/75/6 %
MCV : 73
MCH : 24
MCHC : 24
Natrium : 140 mmol/L
Kalium : 4,7 mmol/L
Clorida : 102 mmol/L
Kalsium : 10,5 mmol/L

e. Urinalisa (Tanggal 03 Maret 2015)


Berat Jenis : 1,010
pH : 6,0
Leukosit : Positif
Protein : Positif
Glukosa : Negatif
Keton : Negatif
Nitrit : Negatif
Urobilinogen : Negatif
Bilirubin : Negatif
Darah : Negatif

Sedimen Urin
Leukosit : 20-25 LPB

7
Eritrosit : 2-3 LPB
Epitel : 20-30 LPK

f. Kultur Urin (Tanggal 03 Maret 2015)


Terisolasi bakteri patogen Streptokokus Grup D > 105/ml
Anjuran antibiotik : Erytromycin / Fosfomycin

2.4.2 Pemeriksaan Radiologi


a. CT Scan Kepala tanpa kontras (Tanggal 02 Maret 2015)

Interpretasi:
Parenchym : tak tampak lesi hiperdens dan hipodens
Sistem ventrikel dan cysterna normal
Sulci dan giri normal
Pons dan cerebellum normal
Tak tampak deviasi mid line strukture
Tak tampak calsifikasi abnormal
Orbita, mastoid kanan dan kiri normal
Sinus maxilaris dextra normal, sinus maxilaris sinistra tampak perselubungan,
ethmoidalis normal
Kesimpulan : MSCT scan kepala normal + sinusitis maxilaris sinistra

8
b. CT Scan Kepala Axial Coronal dengan kontras (Tanggal 02 Maret 2015)

Interpretasi:
Parenchym : tak tampak lesi hiperdens dan hipodens
Sistem ventrikel dan cysterna normal
Sulci dan giri normal
Pons dan cerebellum normal
Tak tampak deviasi mid line strukture
Tak tampak calsifikasi abnormal
Orbita, mastoid kanan dan kiri normal
Sinus maxilaris, frontalis, ethmoidalis dan sphenoidalis kanan kiri normal
Kesimpulan : MSCT scan kepala normal

c. Foto Thorax (Tanggal 04 Maret 2015)

9
Interpretasi:
Cor : Besar dan bentuk normal
Pulmo : Tampak patchyinfiltrat di parahiller kanan
Sinus phrenicocostalis kanan dan kiri tajam
Kesimpulan : Bronchopneumonia

d. USG Abdomen (Tanggal 11 Maret 2015)


USG Hepar/GB/Lien : Tak tampak kelainan
USG Ginjal : Tak tampak kelainan
USG Pancreas/Sistem Bilier : Tak tampak kelainan
USG Vesica Urinaria : Tak tampak kelainan

2.5 Diagnosa Kerja


Sepsis + Bronkopneumonia

2.6 Tatalaksana
2.6.1 Non- Medika Mentosa
Bedrest
O2 Nasal kanul 2 l/i

2.6.2 Medikamentosa
IVFD 4:1 15 gtt/i (mikro)
Injeksi Ampicilin 350 mg/6 jam
Injeksi Gentamisin 50 mg/24 jam
Nebule ventolin respul + 1,5 cc NaCl 0,9 % /6 jam
Parasetamol jika demam
Diazepam jika kejang

2.7 Planning
Pantau tanda vital
Pemeriksaan CT Scan Kepala
Pemeriksaan Foto thoraks AP
Kultur Darah

10
Kultur Urin

2.8 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad functionam : Dubia ad Bonam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad Bonam

11
BAB III
ANALISA KASUS

BRONKOPNEUMONIA
3.1 Definisi
Pneumonia adalah inflamasi pada parenkim paru dengan konsolidasi ruang alveolar.
Sedangkan bronkopneumonia mengacu pada inflamasi paru yang terfokus pada area
bronkiolus dan memicu produksi eksudat mukopurulen yang dapat mengakibatkan obstruksi
saluran respiratori berkaliber kecil dan menyebabkan konsolidasi yang merata ke lobulus
yang berdekatan. Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobaris yaitu suatu peradangan
pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai
alveolus disekitarnya yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution).
Bronkopneumonia merupakan penyakit saluran pernafasan bagian bawah yang biasanya
diawali dengan infeksi saluran pernafasan bagian atas dengan gejala batuk, demam, dan
dispnea. Selain disebabkan oleh infeksi bakteri, kondisi lingkungan dan gizi anak juga
mempengaruhi terjadinya bronkopneumonia. (6) (7) (8)
Pneumonia dan infeksi saluran pernapasan bawah yang lain adalah penyebab utama
kematian di seluruh dunia. Karena pneumonia berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas
yang signifikan, baik dalam mendiagnosis pneumonia, menyadari adanya komplikasi atau
kondisi yang mendasari, dan mengobati pasien dengan tepat sangat penting. Meskipun di
negara maju diagnosis biasanya dibuat atas dasar temuan radiografi, Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) telah mendefinisikan pneumonia semata-mata atas dasar temuan klinis yang
diperoleh dengan inspeksi visual dan laju pernapasan. (8)
Pneumonia dapat berasal dari paru-paru atau dapat juga merupakan komplikasi dari
proses peradangan jaringan yang berdekatan ataupun secara sistemik. Kelainan dari patensi
jalan nafas serta ventilasi alveolar dan perfusi sering terjadi karena berbagai mekanisme.
Kejadian ini sering mengubah pertukaran gas secara signifikan dan metabolisme sel
tergantung pada banyak jaringan dan organ yang sehat serta berkontribusi terhadap kualitas
hidup. Penegakan diagnosa, pencegahan, dan pengobatan masalah ini adalah faktor utama
dalam perawatan anak-anak dengan pneumonia. (8)

3.2 Epidemiologi
Pneumonia dan infeksi saluran pernapasan bawah yang lain adalah penyebab utama
kematian anak di seluruh dunia. WHO Child Health Epidemiologi Reference Group

12
memperkirakan kejadian global rata-rata pneumonia klinis mencapai 0,28 kasus anak per
tahun. Hal ini setara dengan kejadian tahunan 150,7 juta kasus baru, dimana 11-20 juta (7-
13% ) merupakan pneumonia yang cukup berat sehingga membutuhkan perawatan rumah
sakit. Sembilan puluh lima persen dari semua kejadian pneumonia pada anak-anak di seluruh
dunia terjadi di negara berkembang. Pneumonia dapat terjadi pada semua usia, meskipun
lebih sering terjadi pada anak-anak. Pneumonia menyumbang 13% dari semua penyakit
infeksi pada bayi berusia kurang dari 2 tahun. Dalam sebuah penelitian berbasis komunitas
besar yang dilakukan oleh Denny dan Clyde, tingkat kejadian tahunan pneumonia adalah 4
kasus per 100 anak dalam kelompok usia prasekolah, 2 kasus per 100 anak usia 5-9 tahun,
dan 1 kasus per 100 anak usia 9-15 tahun. (8)
Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi. Berdasarkan data
WHO, infeksi sauran nafas akut bagian bawah pada tahun 2000 menyebabkan 2,1 juta
kematian anak di bawah umur 5 tahun. Menurut WHO kejadian pneumonia di Indonesia pada
balita diperkirakan antara 10%-20% per tahun. Secara teoritis diperkirakan bahwa 10% dari
penderita pneumonia akan meninggal bila tidak diberi pengobatan. Bila hal ini benar maka
diperkirakan tanpa pemberian pengobatan akan didapat 250.000 kematian balita akibat
pneumonia setiap tahunnya. (9)
Untuk daerah Banda Aceh sendiri didapatkan bahwa angka kejadian pneumonia pada
anak masih tinggi yaitu mencapai 7,1% diantara pasien rawat inap. Kematian pada anak
dengan pneumonia mencapai 2,8% kasus dari keseluruhan kasus. Gejala klinis yang sering
ditemukan pada anak dengan pneumonia diantaranya adalah batuk, napas cuping hidung,
ronki, demam dan takipnu. (5)

3.3 Etiologi
Organisme yang menyebabkan pneumonia bervariasi dan termasuk diantaranya adalah
bakteri, virus, jamur dan protozoa. Kebanyakan kasus pneumonia didahului oleh bronkitis
virus akut. Infeksi virus ini memfasilitasi mikroorganisme patogen berkolonisasi di
nasofaring. Patogen ini diantaranya adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus
influenzae dan Moraxella catarrhalis. Kolonisasi sebelumnya dengan Streptococcus mitis dan
kokus anaerobik Peptostreptococcus anaerobius memiliki efek pelindung terhadap strain
patogen. Faktor etiologi pneumonia dapat diidentifikasi dalam waktu tidak lebih dari 65-86%
pasien dengan menggabungkan beberapa diagnostik termasuk kultur, serologi dan PCR.
Dalam praktek klinis sehari-hari metode ini jarang digunakan dan pengobatan tetap empiris
berdasarkan pedoman nasional dan internasional. (10)

13
Untuk neonatus (<1 bulan) patogen umum penyebab pneumonia antara lain
Streptokokus Grup B, Escherichia coli, Streptococcus pneumonia dan Haemophilus
influenza. Sedangkan pada anak dengan usia 1-3 bulan dibagi ke dalam dua kelompok yaitu
pneumonia dengan demam yang sering disebabkan oleh Respiratory syncytial virus, S.
pneumoniae, H. influenza. Sedangkan pada pneumonia afebrll sering disebabkan
olehchlamydia trachomatis, Mycoplasma hominis, Ureaplasma urealyticum dan
sitomegalovirus. Untuk anak usia 3-12 bulan patogen penyebab pneumonia antara lain
Respiratory syncytial virus, S. pneumoniae, H. influenza, C. trachomatis, Mycoplasma
pneumoniae dan Streptokokus grup A. Sedangkan pada anak usia 12-60 bulan penyebab
pneumonia antara lain virus saluran respiratori, S. pneumoniae, H. influenza, M.
pneumoniae, Chlamydophila pneumoniae, S. aureus dan Streptokokus grup A. Penyebab
pneumonia pada anak usia 5-18 tahun adalah M. pneumoniae, S. pneumoniae, C.
pneumoniae, H. influenza, influenza virus, adenovirus dan virus saluran respiratori lainnya. (6)

3.4 Patofisiologi
Organisme penyebab infeksi yang terhirup harus melewati mekanisme pertahanan
tubuh baik secara non imun ataupun dengan sistem imun untuk menyebabkan pneumonia.
Mekanisme non imun termasuk penyaringan aerodinamis terhadap partikel udara yang
terhirup berdasarkan ukuran, bentuk, dan elektrostatiknya; refleks batuk; pembersihan
mukosiliar; dan beberapa zat yang disekresikan (misalnya, lisozim, komplemen, defensin).
Sedangkan makrofag, neutrofil, limfosit, dan eosinofil merupakan sistem pertahanan
pertahanan tubuh dengan sistem imun. Pada infeksi bakteri, alveoli dipenuhi oleh cairan
protein, yang memicu masuknya sel darah merah dan sel polimorfonuklear (PMN) secara
cepat (hepatisasi merah) dan diikuti oleh pengendapan fibrin dan degradasi sel inflamasi
(hepatisasi abu-abu). Selama resolusi, puing-puing intra-alveolar dicerna dan dikeluarkan
oleh makrofag alveolar. Konsolidasi ini menyebabkan penurunan udara masuk dan redup
pada perkusi; peradangan pada saluran udara kecil menyebabkan rongki. (8)
Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran
resporatori. Ada 4 stadium dalam patofisiologi penyakit pneumonia yaitu : (8) (11)
a. Stadium penyumbatan (24 jam pertama)
Pada stadium ini terjadi eksudat serosa masuk ke dalam alveolus dari pembuluh darah
yang bocor. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi
dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Paru-paru ditandai secara mikroskopis dengan

14
kongesti pembuluh darah dan edema alveolar. Banyak bakteri dan beberapa neutrofil yang
terdapat pada alveolar.

b. Stadium hepatisasi merah (48 jam berikutnya)


Disebut demikian karena kemiripannya dengan konsistensi hati, ditandai dengan
banyaknya sel eritrosit, neutrofil, sel-sel epitel desquamasi, dan fibrin dalam alveoli. Bagian
paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit,
cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli.
c. Stadium hepatisasi kelabu (3-7 hari)
Paru-paru berwarna abu-abu-coklat kekuningan karena eksudat fibrinopurulent,
disintegrasi oleh sel darah merah dan hemosiderin. Deposisi fibrin semakin bertambah,
terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat.
Terjadinya konsolidasi leukosit dan fibrin di dalam alveolus.
d. Stadium resolusi (7-11 hari)
Ditandai dengan resorpsi dan pemulihan arsitektur paru. Jumlah makrofag meningkat di
alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang.
Eksudat mengalami lisis dan direabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali pada
struktur semula. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal.

3.5 Manifestasi klinis


Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran nafas atas akut
selama beberapa hari. Gejala dan tanda pneumonia diantaranya adalah batuk (30% anak
datang dengan batuk) dan produksi sputum pada anak prasekolah jarang terjadi karena
mereka cenderung menelannya. Gejala lainnya demam (terdapat pada 88-96% anak dengan
hasil radiologi pneumonia), penampilan toksik, tanda-tanda distres pernapasan seperti
takipnu, riwayat sesak napas atau kesulitan dalam bernapas, retraksi dinding dada, napas
cuping hidung, mendengus, penggunaan otot tambahan pernapasan. Gejala lain yang dapat
dirasakan oleh anak adalah nyeri dada atau pun nyeri perut yang dapat disebabkan karena
nyeri alih dari pleura diafragma yang dapat merupakan tanda pertama pneumonia pada anak
yang kecil dan/atau muntah serta sakit kepala. (10)
Takipnu adalah tanda yang sangat sensitif pada pneumonia. 50-80% anak dengan
takipnu menurut WHO memiliki tanda-tanda radiologis pneumonia, dan tidak adanya takipnu
adalah temuan tunggal terbaik untuk mengesampingkan penyakit. Pada anak-anak dengan
takipnuu <5 memiliki sensitivitas 74% dan spesifisitas 67% untuk konfirmasi pneumonia

15
secara radiologis, namun nilai klinis lebih rendah pada 3 hari pertama. Pada bayi <12 bulan
tingkat pernapasan 70 kali / menit memiliki sensitivitas 63% dan spesifisitas 89% untuk
hipoksemia. Sedangkan kriteria takipnu menurut WHO adalah (10) (12)
Anak umur < 2 bulan : 60 kali/menit
Anak umur 2 11 bulan : 50 kali/menit
Anak umur 1 5 tahun : 40 kali/menit
Anak umur 5 tahun : 30 kali/menit

Berdasarkan gejala klinisnya pneumonia dapat dibagi menjadi pneumonia berat dan
non-berat, pengobatan pneumonia berdasarkan pada klasifikasi. Klasifikasi pneumonia dapat
dilihat dari tabel berikut (13)
Klasifikasi Tanda dan Gejala
Pneumonia Berat Batuk atau kesulitan bernapas dengan
Saturasi Oksigen <90% atau sianosis sentral
Distres pernapasan berat (seperti merintih, tarikan dinding
dada yang sangat berat
Tanda pneumonia dengan tanda bahaya umum
(ketidakmampuan untuk menyusui atau minum, lesu atau
penurunan tingkat kesadaran, kejang)
Pneumonia Napas cepat
50 kali/menit pada anak usia 2-11 bulan
40 kali/menit pada anak usia 1-5 tahun
Tarikan dinding dada
Bukan Pneumonia: Tidak ada tanda-tanda penumonia atau pneumonia berat
batuk dan demam

3.6 Diagnosa
Untuk penegakan diagnosa pneumonia berdasarkan pada anamnesa, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesa kita dapat menemukan gejala-gejala seperti
batuk, demam, suara merintih, sesak nyeri dada, nyeri perut dan sakit kepala. Sedangkan pada
pemeriksaan fisik thorak dapat kita temukan pada inspeksi adanya retraksi dinding dada.
Pada auskultasi dapat terdengar suara napas yang dapat melemah ataupun menghilang, dan
terdengar suara napas tambahan seperti ronki (terdapat pada 33-90% anak dengan

16
pneumonia) dan suara napas bronkial spesifik pada konsolidasi lobar. Jika ditemukan suara
redup pada perkusi lebih mengarah pada efusi. Suara gesekan pleura terdengar jika
pneumonia disertai dengan pleuritis. Ronki dan suara napas bronkial memiliki sensitifitas
75% dan spesifitas 57% dalam penegakan diagnosa pneumonia. Jika terdapat mengi terutama
pada keadaan dimana tidak demam mungkin tidak khas pada pneumonia bakteri. Ini
merupakan tanda umum pada infeksi virus dan Mycoplasma pneumonia. (10)
Pada penegakan diagnosa pneumonia dapat menggabungkan beberapa gejala klinis
dalam algoritma diagnostik meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas diagnosis. Kriteria
WHO untuk mendefinisikan pneumonia (batuk atau kesulitan bernafas dan takipnea) diteliti
dalam studi Brasil dari 390 anak memiliki sensitivitas 94% untuk anak-anak <2 tahun, dan
62% untuk anak-anak 2 tahun dan spesifitas masing-masing adalah 20% dan 16%. Jika
diikuti dengan demam meningkatkan spesifisitas 44% dan 50%. Dalam sebuah penelitian di
Australia anak demam <5 tahun yang datang ke gawat darurat tersier, indikator klinis pada
konfirmasi pneumonia secara radiologis dan mikrobiologis terdiri penampilan tidak sehat,
demam 390C, kesulitan bernapas, penyakit kronis, waktu pengisian kapiler memanjang,
takipnu, ronki pada auskultasi dan kurangnya vaksinasi antipneumococcal (10)
Untuk pemeriksaan penunjang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan radiologis
seperti foto thorak untuk mengidentifikasi distribusi struktural (misalnya lobar, bronkial),
dapat juga menyatakan abses luas/infiltrat, empiema (Stafilokokus), infiltrasi menyebar atau
terlokalisasi (bakterial), atau penyebaran/perluasan infiltrat nodul (lebih sering virus). Pada
pneumonia mikoplasma dapat ditemukan foto thoraks mungkin bersih. Pada pemeriksaan
laboratorium dapat ditemukan leukositosis, peningkatan LED, elektrolit natrium dan klorida
mungkin rendah serta bilirubin dapat meningkat. Pada pemeriksaan fungsi paru dapat
ditemukan hipoksemia, volume menurun, tekanan jalan napas meningkat dan komplain
menurun. Pemeriksaan lainnya yang dapat dilakukan adalah kultur darah, kultur sputum,
analisa gas darah, pemeriksaan aspirasi nasofaringeal, aspirasi trakeal, kultur aspirasi cairan
pleura, deteksi pneumokokus pada urin biasanya tidak spesifik tetapi sering diumpai pada
anak-anak dengan kolonisasi nasofaringeal serta dapat juga dilakukan tes serologi. (1) (10)

3.7 Pengobatan
Semua anak dirawat karena pneumonia harus dinilai dalam 48 jam jika tidak ada
perbaikan klinis atau perburukan dan demam yang menetap. Penting bagi orang tua bahwa
perawatan anak-anak di rumah memiliki instruksi tertulis yang jelas tentang pengelolaan
demam, mencegah dehidrasi, mengenali tanda-tanda perburukan serta akses lebih lanjut

17
untuk para profesional kesehatan. Anak-anak dirawat di rumah sakit dengan hipoksemia
harus diberikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >92%. Anak-anak dehidrasi
harus diberikan cairan adekuat secara oral dan jika tidak dapat minum harus menerima cairan
infus. Elektrolit dan kadar serum kreatinin harus diukur setiap hari. Seorang anak harus
dievaluasi berasarkan gejala klinis dan laboratorium penanda inflamasi dalam waktu 48-72
jam setelah memulai pengobatan yang memadai. (10)
Untuk pengobatan pneumonia berdasarkan klasifikasi pneumonia pada anak dapat
dilihat dalam tabel berikut (13)
Klasifikasi Pengobatan
Pneumonia Berat Segera bawa ke rumah sakit
Berikan oksigen jika saturasi <90%.
Managemen jalan napas secara tepat
Berikan antibiotik yang direkomendasikan
Obati demam tinggi jika ada
Pneumonia Perawatan di rumah
Berikan antibiotik yang tepat
Ajarkan ibu agar segera kembali ke rumah sakit jika
terdapat tanda-tanda pneumonia berat
Follow up setelah 3 hari
Bukan Pneumonia: Perawatan Rumah
batuk dan demam Meredakan batuk dan tenggorokan dengan obat yang aman
Ajarkan ibu kapan harus kembali
Follow up setelah 5 hari jika tidak membaik
Jika batuk selama lebih dari 14 hari, mengarah pada batuk
kronis

Pengobatan pada pneumonia berat yaitu pemberiak oksigen secara kontinous pada
semua anak dengan saturasi <90%. Gunakan nasal kanul pada anak-anak yang baru lahir.
Gunakan oksimetri sebagai pedoman dalam pemberian oksigen. Pada anak yang sudah stabil
buka oksigen untuk periode pecobaan dengan tetap menggunakan oksimetri untuk menilai
saturasi. (13)
Untuk terapi antibiotik yang dapat diberikan ampisilin intravena (atau benzilpenisilin)
dan gentamisin dengan dosis Ampisilin 50 mg/kg atau benzilpenisilin 50.000 U/kg IM atau

18
IV setiap 6 jam selama 5 hari. Dosis gentamisin 7,5 mg/kg IM atau IV sekali sehari selama
selama 5 hari. Jika anak tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan dalam waktu 48 jam dan
dicurigai pneumonia staphylococcal beralih ke gentamisin 7,5 mg/kg IM atau IV sekali sehari
dan kloksasilin 50 mg/kg IM atau IV setiap 6 jam. Jika terapi lini pertama gagal gunakan
ceftriaxone (80 mg/kg IM atau IV sekali sehari). (13)
Terapi suportif lainnya yang dapat diberikan bila anak disertai demam (> 390 C) yang
tampaknya menyebabkan distres, beri parasetamol. Bila ditemukan adanya wheeze, beri
bronkhodilator kerja cepat. Bila terdapat sekret kental di tenggorokan yang tidak dapat
dikeluarkan oleh anak, hilangkan dengan alat pengisap secara perlahan. Pastikan anak
memperoleh kebutuhan cairan rumatan sesuai umur anak, tetapi hati-hati terhadap kelebihan
cairan/overhidrasi. Kemudian anjurkan pemberian ASI dan cairan oral dan jika anak tidak
bisa minum, pasang pipa nasogastrik dan berikan cairan rumatan dalam jumlah sedikit tetapi
sering. Jika asupan cairan oral mencukupi, jangan menggunakan pipa nasogastrik untuk
meningkatkan asupan, karena akan meningkatkan risiko pneumonia aspirasi. Bujuk anak
untuk makan, segera setelah anak bisa menelan makanan dan beri makanan sesuai dengan
kebutuhannya dan sesuai kemampuan anak dalam menerimanya. (12)
Jika anak belum membaik setelah 2 hari atau jika kondisi anak memburuk, cari
komplikasi atau diagnosis alternatif. Jika mungkin, lakukan foto thoraks dada. Yang paling
umum diagnosis lain yang mungkin adalah: pneumonia stafilokokus. Hal ini menyebabkan
perburukan klinis yang cepat meskipun sudah diberikan pengobatan, oleh pneumatocoele
atau pneumotoraks dengan efusi pada foto thoraks, ditemukan kokus gram positif pada smear
sputum atau pertumbuhan S. aureus dalam kultur sputum atau empiema cairan. Kehadiran
pustula kulit septik mendukung diagnosis. Obati dengan kloksasilin (50 mg/kg IM atau IV
setiap 6 jam) dan gentamisin (7,5 mg/kg IM atau IV sekali sehari). Ketika anak membaik
(setidaknya setelah 7 hari antibiotik IV atau IM), lanjutkan kloksasilin oral empat kali sehari
selama 3 minggu. Kloksasilin dapat diganti dengan antibiotik antistaphylococcal lain, seperti
oksasilin, flucloxacillin atau dicloxacillin. (13)
Pada anak dengan diagnosa pneumonia berikan dosis pertama di klinik dan ajarkan ibu
untuk memberikan dosis lainnya di rumah. Berikan antibiotik oral amoksisilin dengan dosis
40 mg/kg per dosis dua kali sehari selama 5 hari pada area dengan tingkat infeksi HIV tinggi
dan selama 3 hari pada daerah dengan prevalensi HIV yang rendah. Ajarkan ibu untuk
memberikan makanan pada anak dan membawa anak kembali ke rumah sakit setelah 3 hari
atau secepatnya jika anak menajadi lebih sakit atau tidak mampu untuk menyusui ataupun
minum. (13)

19
SEPSIS
3.8 Definisi
Sepsis adalah penyakit sistemik yang disebabkan oleh penyebaran mikroba atau toksin
ke dalam aliran darah dan menimbulkan respons sistemik. Sepsis juga merupakan
kedaruratan medik sehingga memerlukan pengobatan segera untuk menurunkan angka
kematian. Sepsis selalu terjadi pada pasien dengan kondisi kritis dan angka kematiannya
tinggi terutama di negara yang sedang berkembang. Sepsis adalah suatu peristiwa darurat
yang sering ditemukan pada anak unit perawatan intensif. Lebih dari lima dekade dengan
penggunaan antibiotik dan perawatan suportif yang optimal, angka kematian yang disebabkan
oleh sepsis pada anak masih tinggi. (14) (15)

3.9 Epidemiologi
Sepsis merupakan penyebab utama kematian pada bayi dan anak-anak, dengan >42.000
kasus sepsis berat setiap tahun di Amerika Serikat dan jutaan di seluruh dunia. Setengah dari
anak-anak dengan sepsis berat di Amerika Serikat adalah bayi, dan setengah adalah bayi yang
berat lahir rendah atau sangat rendah. Penyakit yang mendasari terjadi pada 49% dari anak-
anak AS dengan sepsis berat. Strategi yang relatif sederhana untuk mengidentifikasi dan
mengobati anak-anak dengan sepsis di negara berkembang telah menunjukkan keberhasilan
yang luar biasa. Strategi ini termasuk antibiotik empiris pada bayi berisiko tinggi sepsis dan
resusitasi cairan agresif dalam demam berdarah Dengue. Sepsis merupakan masalah
kesehatan utama di kalangan anak-anak di negara berkembang dan industri. Namun, sepsis
dapat dicegah dan diobati. Peningkatan pencegahan dan pengobatan sepsis dapat memiliki
efek besar pada kelangsungan hidup dan kualitas hidup semua anak, baik mereka yang sehat
dan mereka yang sakit kronis. Variasi dalam epidemiologi sepsis anak menggarisbawahi
perlunya pendekatan multidisiplin dan definisi diterapkan secara konsisten. (16)
Insiden sepsis pada anak 1-10 per 1000 kelahiran hidup dengan mortalitas 13%-50%.
Di Amerika Serikat sepsis merupakan penyebab kematian urutan ke-13 pada anak yang
berumur di atas 1 tahun dan dalam satu tahun dijumpai 500.000 750.000 kasus dan 50%-
70% dilaporkan bertahan hidup. Saez-Loren S3 melakukan penelitian retrospektif selama 12
tahun di 815 anak yang didiagnosis sebagai sepsis, ditemukan bahwa 171 (21%) dengan
sepsis (21%), 497 sepsis berat (61%) dan 147 dikembangkan syok septik (18%). Di
Indonesia, angka kematian yang disebabkan oleh sepsis masih sangat tinggi yaitu 50-70%
dan jika syok septik dan disfungsi organ multiple terjadi, kematian menjadi 80%. (14) (15)

20
3.10 Etiologi
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Hendra et all. tahun 2010 penyebab
sepsis yang paling sering pada anak adalah bronkopneumonia dan diikuti oleh gastroenteritis,
ensefalitis, dan meningitis. Sedangkan bakteri yang ditemukan adalah Proteus mirabilis,
Citrobacter difersus, Staph)ylococcus aureus, Escherichia coli dan Acinetobacter baumannii.
(15)

3.11 Manifestasi klinis


Untuk manifestasi klinis yang dapat dilihat pada anak dengan sepsis antara lain anak
terlihat jelas sakit berat dan kondisi serius tanpa penyebab yang jelas, hipo- atau hiper-termia,
takikardia, takipneu, gangguan sirkulasi dan leukositosis atau leukopeni. Bila mungkin,
lakukan biakan darah dan urin. (12)

3.12 Diagnosa
Diagnosis sepsis bervariasi; sepsis biasanya didiagnosis berdasarkan kriteria klinis yang
tidak berbeda secara fundamental antara lembaga. The American College of Chest Physicians
dan The Society of Critical Care Medicine membuat konsensus untuk membuat diagnosis
sepsis. Infeksi dan tanda sindrom respon inflamasi sistemik (SIRS), yaitu suhu >38oC atau
<36oC, denyut jantung >90 kali/menit atau >2 standar deviasi (SD) usia, laju pernapasan >30
kali/menit atau >2 SD dari usia, PaCO2 <32 mmHg, jumlah leukosit >15.000/uL atau
<5.000/uL, sel yang belum matang lebih dari 10%. Sindrom sepsis (sepsis berat) adalah
sepsis dengan salah satu gangguan mental akut yaitu marah, lesu, semi-koma atau koma,
hipoksia (PaO2 <75 mmHg), peningkatan laktat darah atau oliguria (<1 ml/kg/jam). (15)
Definisi SIRS, infeksi, sepsis, sepsis berat dan syok septik menurut Wynn et all. dapat
dilihat dari tabel berikut (17)
SIRS Terdapatnya minimal 2 dari 4 kriteria berikut, 1 dari yang harus suhu atau
jumlah leukosit yang abnormal:
Suhu tubuh >38,5 C atau <36 C
Takikardia, didefinisikan sebagai denyut jantung rata-rata pada >2 SD di
atas normal untuk usia tanpa adanya stimulus eksternal, obat kronis, atau
stimulus yang menyakitkan atau elevasi persisten yang tidak dapat
dijelaskan selama periode waktu 0.5 4 jam
Untuk anak-anak yang lebih muda dari 1 tahun: Bradikardia, didefinisikan

21
sebagai denyut jantung rata-rata pada <10 persentil untuk usia tanpa
adanya stimulus vagal eksternal, obat b-blocker, atau penyakit jantung
bawaan; atau depresi yang terus-menerus yang tidak dapat dijelaskan
selama periode waktu 0,5 jam
Tingkat pernapasan rata-rata pada >2 SD di atas normal untuk usia atau
ventilasi mekanis untuk proses akut tidak berhubungan dengan penyakit
neuromuskuler yang mendasari atau penerimaan anestesi umum; atau
Jumlah leukosit meningkat atau rendah untuk usia (tidak sekunder
terhadap kemoterapi-induksi leukopenia) atau >10% neutrofil imatur.
Infeksi Seorang diduga atau terbukti (oleh kultur positif, noda jaringan, atau uji
polymerase-chain-reaksi) infeksi yang disebabkan oleh patogen apapun
Sebuah sindrom klinis yang terkait dengan probabilitas tinggi infeksi
(bukti infeksi termasuk temuan positif pada pemeriksaan klinis,
pencitraan, atau tes laboratorium (Misalnya, sel-sel darah putih dalam
cairan tubuh yang biasanya steril, viskus perforasi, hasil rontgen dada
konsisten dengan pneumonia, petekie atau ruam purpura, atau purpura
fulminans)
Sepsis Adanya SIRS sebagai akibat dari dicurigai atau terbukti infeksi
Sepsis Berat Sepsis ditambah 1 dari hal berikut:
Disfungsi organ kardiovaskular
Sindrom gangguan pernapasan akut
Disfungsi organ lainnya 2
Syok Septik Sepsis dan disfungsi organ kardiovaskular

Untuk kriteria disfungsi organ pada anak dapat dilihat dari tabel berikut (17)
Disfungsi Meskipun pemberian bolus cairan isotonik intravena 40 mL/kg dalam 1 jam
kardiovaskular Penurunan tekanan darah (hipotensi) hingga <5 presentil untuk usia atau
tekanan darah sistolik pada <2 SD di bawah normal untuk usia; atau
Kebutuhan obat vasoaktif untuk menjaga tekanan darah dalam batas
normal (dopamin >5 g/kg per min atau dobutamin, epinefrin,
norepinefrin pada dosis berapapun); atau
2 dari berikut
Asidosis metabolik (defisit basa 5.0 mEq/L);

22
Peningkatan laktat arteri pada >2 kali batas atas normal;
Oliguria (Urin output <0,5 mL/kg per jam)
Pemanjangan capillary refill (>5 s); atau
Perbedaan suhu dalam dan perifer >3C
Pernapasan PaO2/FIO2 <300 dalam ketiadaan penyakit jantung sianosis atau
penyakit paru-paru yang sudah ada sebelumnya; atau
PaCO2 >65 torr atau 20 mmHg lebih dari PaO2 dasar; atau
Kebutuhan terbukti atau >50% FIO2 untuk mempertahankan saturasi
pada 92%; atau
Perlu untuk nonelektif invasif atau non invasif ventilasi mekanis
Neurologis Glasgow Coma Score 11; atau
Perubahan akut pada status mental dengan penurunan Glasgow Coma
Skor 3 poin dari abnormal baseline
Hematologi Jumlah trombosit <80.000/L atau penurunan dari 50% pada jumlah
trombosit dari nilai tertinggi yang tercatat selama 3 hari sebelumnya
(untuk hematologi kronis/ pasien onkologi); atau
Rasio International dinormalisasi >2
Ginjal Tingkat kreatinin serum 2 kali batas atas normal untuk usia atau dua kali
lipat peningkatan batas bawah tingkat kreatinin
Hati Konsentrasi total bilirubin 4 mg/dL (tidak berlaku untuk bayi yang baru
lahir); atau
ALT 2 kali batas atas normal untuk usia

3.13 Pengobatan
Penatalaksanaan sepsis pada anak terutama adalah pemberian antibiotika. Terapi
antibiotika yang dapat diberikan adalah Ampisilin (50 mg/kgBB/kali IV setiap 6-jam)
ditambah aminoglikosida (gentamisin 5-7 mg/kgBB/kali IV sekali sehari, amikasin 10-20
mg/kgBB/hari IV), pilihan kedua yaitu Ampisilin (50 mg/kgBB/kali IV setiap 6-jam)
kombinasi dengan Sefotaksim (25 mg/kgBB/kali setiap 6 jam). Seluruh pengobatan diberikan
dalam waktu 10-14 hari. Bila dicurigai adanya infeksi anaerob diberikan Metronidazol (7.5
mg/kgBB/kali setiap 8 jam). Pengobatan diberikan dalam waktu 5-7 hari. Ketika diduga kuat
infeksi stafilokokus, memberikan flucloxacillin 50 mg/kg setiap 6 jam IV ditambah IV
gentamisin 7,5 mg/kg sekali sehari. Berikan oksigen jika anak berada dalam gangguan

23
pernapasan atau sengatan. Terapi syok septik dengan infus IV cepat 20 ml/kg normal salin
atau ringer laktat. Jika anak masih shock, ulangi 20 ml/kg cairan hingga 60 ml/kg. Jika anak
masih shock, mulai adrenalin atau dopamin jika tersedia. Perawatan suportif Jika anak
mengalami demam tinggi ( 39 C atau 102.2 F) yang menyebabkan distress atau
ketidaknyamanan, memberikan parasetamol atau ibuprofen. Berikan dukungan nutrisi dan
cairan sesuai dengan kebutuhan. Pantau Hb atau EVF, dan jika diindikasikan berikan
transfusi darah dari 20 ml/kg fresh whole blood atau 10 ml/kg packed cell, tingkat infus
tergantung pada status sirkulasi. (12) (13)

24
BAB IV
KESIMPULAN

Bronkopneumonia merupakan penyakit saluran pernafasan bagian bawah yang


biasanya diawali dengan infeksi saluran pernafasan bagian atas dengan gejala batuk, demam,
dan dispnea. Selain disebabkan oleh infeksi bakteri, kondisi lingkungan dan gizi anak juga
mempengaruhi terjadinya bronkopneumonia.
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada kasus ini
yang dikaitkan dengan teori yang ada dapat disimpulkan bahwa pasien atas nama Aura
Maghfirah, perempuan usia 8 bulan didiagnosa dengan bronkopneumonia.
Terapi yang telah diberikan pada pasien ini terdiri dari terpi non medikamentosa dan
medikamentosa. Untuk terapi nonmedikamentosa antara lain bedrest dan O2 Nasal kanul 2 l/i.
sedangkan untuk terapi medika mentosanya telah diberikan IVFD 4:1 15 gtt/i (mikro), injeksi
Ampicilin 350 mg/6 jam, injeksi Gentamisin 50 mg/24 jam, parasetamol jika pasien demam
dan diazepam jika pasien kejang.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Misnadiarly. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak, Orang Dewasa, Usia
Lanjut, Pneumonia Atipik & Pneumonia Atypik Mycobacterium Jakarta: Pustaka Obor
Populer; 2008.
2. Dalimunthe W, Daulay RS, Daulay RM. Significant Clinical Features in Pediatric
Pneumonia. Paediatrica Indonesiana. 2013 Januari; 53(1).
3. BPS. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI;
2012.
4. Kurniawan Y, Indriyani SAK. Karakteristik Pasien Pneumonia di Ruang Rawat Inap
Anak Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat. CDK 191. 2012 Mar; 39(3).
5. Nurjannah , Sovira N, Anwar S. Profil Pneumonia pada Anak di RSUD Dr. Zainoel
Abidin, Studi Retrospektif. Sari Pediatri. 2012 Februari; 13(5).
6. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson: Ilmu Kesehatan Anak
Esensial. 6th ed. Singapura: Elsevier; 2014.
7. Shefia NA. Family Medicine Approach of The Children Aged 1 Years with
Bronchopneumonia and Mild Malnutrition. J Medulla Unila. 2014 Dec; 3(2).
8. Bennett NJ, Domachowske J. Pediatric Pneumonia. [Online].; 2014 [cited 2015 4 9.
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview#aw2aab6b2b2.
9. Anggraini O, Rahmanoe M. Three Month Baby With Bronchopneumonia. Medula Unila.
2014 Mar; 2(3).
10. Wojsyk-Banaszak I, Brborowicz A. Intech. [Online].; 2013 [cited 2015 4 9. Available
from: http://cdn.intechopen.com/pdfs/42153/InTech-Pneumonia_in_children.pdf.
11. Said M. Pneumonia. In Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Buku Ajar Respirologi
Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2008. p. 350-364.
12. WHO. Pelayanan Kesehatan Anakk di Rumah Sakit Jakarta: WHO; 2009.
13. WHO. Hospital Care for Children. 2nd ed. Switzerland: WHO; 2013.
14. Runtunuwu AL, Manoppo JIC, Rampengan TH, Rampengan NH. Efektifitas Pemeriksaan
Prokalsitonis sebagai petanda Dini Sepsis pada Anak. Sari Pediatri. 2008 Feb; 9(5).
15. Hendra , Runtunuwu AL, Manoppo JIC. Pediatric Logistic Organ Dysfunction (PELOD)
Score as Prognosis of Multiple Organ Failure in Sepsis. Paediatrica Indonesiana. 2010

26
Jul; 50(4).
16. Watson RS, Carcillo JA. Scope and Epidemiology of Pediatric Sepsis. Pediatr Crit Care
Med. 2005; 6(3).
17. Wynn J, Cornell TT, Wong HR, Shanley TP, Wheeler DS. The Host Response to Sepsis
and Developmental Impact. Pediatrics. 2010 May; 125(5).

27

Anda mungkin juga menyukai