Anda di halaman 1dari 25

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perlengketan Plasenta

Perlengketan plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga

atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir (Prawirohardjo, 2007). Sedangkan

Mochtar (2002), mengemukakan perlengketan plasenta adalah keadaan dimana

plasenta belum lahir dalam waktu satu jam setelah bayi lahir.

2.2 Etiologi Perlengketan Plasenta

Menurut Prawirohardjo (2007), etiologi perlengketan plasenta yaitu:

1. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena tumbuh dan melekat lebih

dalam, yang menurut tingkat perlengketannya dibagi menjadi :

a. Plasenta adhesiva yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam.

b. Plasenta akreta adalah villi chorialis menanamkan diri lebih dalam ke dalam

dinding rahim dari pada biasa ialah sampai ke batas atas lapisan otot rahim.

c. Plasenta inkreta adalah kalau villi chorialis sampai masuk ke dalam lapisan

otot rahim.

d. Plasenta perkreta adalah kalau villi chorialis menembus lapisan otot dan

mencapai serosa atau menembusnya.

2. Plasenta sudah lepas tetapi belum keluar karena atonia uteri dan akan

menyebabkan perdarahan yang banyak, atau adanya lingkaran konstriksi pada

Universitas Sumatera Utara


bagian bawah rahim akibat kesalahan penanganan kala tiga yang menghalangi

plasenta keluar.

Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan, tapi bila

sebagian plasenta sudah lepas akan terjadi perdarahan dan ini merupakan indikasi

untuk segera mengeluarkannya. Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung

kemih penuh, karena itu harus dikosongkan.

Adapun faktor predisposisi yang memengaruhi terjadinya perlengketan plasenta

menurut Manuaba (2005) adalah:

a. Umur : Terlalu muda atau tua

b. Paritas: Sering dijumpai pada multipara dan grandemultipara

c. Uterus terlalu dan besar, misalnya pada gemeli, hidramnion atau janin besar.

d. Jarak kehamilan yang pendek

e. Faktor sosial ekonomi seperti kurang gizi.

Pada wanita hamil proses persalinan harus terpenuhi gizinya karena

kebutuhan gizi ini selain dipergunakan untuk proses rutin juga diperlukan untuk

pembentukan jaringan baru yaitu janin, uterus serta kelenjar mamae. Kekurangan gizi

pada wanita hamil akan bisa menyebabkan anemia, abortus, partus prematurus,

inersia uteri, perdarahan post partum, sepsis dan sebagainya. Ibu yang mengalami

kurang gizi pertumbuhan plasenta kadang bisa menembus sampai miometrium.

Selain itu pada saat proses persalinan juga dapat menimbulkan inersia uteri yang

akan menyebabkan plasenta tidak lepas dari tempat implantasinya atau walaupun

Universitas Sumatera Utara


terlepas tetap berada dalam kavum uteri yang menyebabkan terjadinya perlengketan

plasenta (Ronald, 2004).

2.3 Mekanisme Pelepasan Plasenta

Menurut Mochtar (2002), mekanisme terjadinya pelepasan plasenta terdiri

dari beberapa fase yaitu:

1. Fase Pelepasan Plasenta

Cara lepasnya plasenta ada beberapa macam:

a. Schultze

Lepasnya seperti kita menutup payung, cara ini yang paling sering terjadi

(80%). Yang lepas duluan adalah bagian tengah, lalu terjadi retroplasenta

hematoma yang menolak plasenta mula-mula bagian tengah kemudian

seluruhnya. Menurut cara ini, perdarahan tidak ada sebelum plasenta lahir

dan banyak setelah uri lahir.

b. Duncan

Lepasnya plasenta mulai dari pinggir, jadi pinggir plasenta lahir duluan.

Darah akan keluar antara selaput ketuban. Serempak dari tengah pinggir

plasenta.

2. Fase Pengeluaran Plasenta

Plasenta yang sudah terlepas oleh kontraksi rahim akan didorong ke bawah

yang oleh rahim sekarang dianggap benda asing. Hal ini dibantu pula oleh

tekanan abdominal atau mengedan, maka plasenta akan dilahirkan, 20%

Universitas Sumatera Utara


secara spontan dan selebihnya memerlukan pertolongan. Adapun perasat-

perasat yang dapat dilakukan untuk mengetahui lepasnya plasenta adalah:

a. Kustner

Dengan meletakkan tangan disertai tekanan di atas simfisis, tali pusat

ditegangkan maka bila tali pusat masuk bararti plasenta belum lepas tetapi

bila tali pusat diam atau maju berarti plasenta sudah lepas.

b. Klein

Sewaktu ada his rahim kita dorong sedikit bila tali pusat bergetar berarti

plasenta belum lepas dan bila tali pusat tidak bergetar berarti plasenta

sudah lepas.

c. Strassman

Tegangkan tali pusat dan ketok pada fundus, bila tali pusat bergetar berarti

plasenta belum lepas dan bila tali pusat tidak bergetar berarti plasenta

sudah lepas dimana rahim menonjol di atas simfisis, tali pusat bertambah

panjang, rahim bundar dan keras, dan keluar darah secara tiba-tiba.

2.4 Patologi

Dalam keadaan normal decidua basalis terletak diantara miometrium dan

plasenta. Lempeng pembelahan bagi pemisahan plasenta berada dalam lapisan

decidua basalis yang mirip spons. Dan plasenta melekat langsung pada miometrium.

Vili tersebut bisa tetap superficial pada otot uterus atau dapat menembus lebih di

Universitas Sumatera Utara


bawah plasenta ruptur sinus-sinus yang terjadi ketika plasenta dikeluarkan secara

paksa akan menimbulkan perdarahan dalam jumlah banyak (Oxorn, 2003).

2.5 Pencegahan Perlengketan Plasenta

Adapun tindakan pencegahan perlengketan plasenta yang dapat dilakukan

tenaga kesehatan menurut Manuaba (2005) adalah :

a. Meningkatkan penerimaan keluarga berencanan sehingga menjarangkan

kehamilan untuk menghindari terjadinya perlengketan plasenta.

b. Meningkatkan penerimaan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang

terlatih.

c. Pada waktu melakukan pertolongan persalinan kala tiga tidak diperkenankan

untuk melakukan masase dengan tujuan mempercepat proses persalinan plasenta.

Masase yang tidak tepat waktu dapat mengacaukan kontraksi otot rahim dan

mengganggu pelepasan plasenta

d. Melakukan manajemen aktif kala tiga.

Dengan melakukan manajemen aktif kala tiga akan memperpendek waktu kala

tiga persalinan, mengurangi jumlah kehilangan darah dan mengurangi kejadian

perlengketan plasenta. Manajemen aktif kala 3 meliputi : pemberian oksitosin,

penegangan tali pusat terkendali, masase fundus uteri.

Oksitosin akan merangsang fundus uteri untuk berkontraksi dengan kuat dan

efektif sehingga dapat membantu pelepasan dan mengurangi kehilangan darah.

Selambat-lambatnya dalam waktu dua menit setelah bayi lahir segera suntikkan

Universitas Sumatera Utara


oksitosin 10 IU IM. Jika oksitosin tidak tersedia minta ibu untuk melakukan stimulasi

puting susu atau menganjurkan ibu untuk menyusukan bayinya dengan segera ini

akan menyebabkan pelepasan oksitosin secara alamiah.

Lakukan penegangan tali pusat terkendali (PTT) dengan cara pindahkan klem

kedua yang telah dijepit sewaktu kala dua persalinan pada tali pusat sekitar 5-10 cm

dari vulva. Kemudian letakkan tangan yang lain pada abdomen ibu (alas dengan kain)

tepat di atas tulang pubis. Gunakan tangan ini untuk meraba kontraksi uterus dan

menahan uterus pada saat melakukan penegangan pada tali pusat. Setelah terjadi

kontraksi yang kuat tegangkan tali pusat kemudian tangan pada dinding abdomen

menekan korpus uteri ke bawah dan ke atas (dorso-kranial) korpus. Lakukan secara

hati-hati untuk menghindari terjadinya inversio uteri. Bila plasenta belum lepas

tunggu hingga ada kontraksi yang tepat (sekitar 2 atau 3 menit). Pada saat kontraksi

mulai (uterus menjadi bulat atau talipusat memanjang) tegangkan tali pusat ke arah

bawah bersamaan dengan itu lakukan dengan penekanan korpus uteri ke arah bawah

dan kranial hingga plasenta terlepas dari tempat implantasinya. Setelah plasenta

terlepas anjurkan ibu untuk meneran sehingga plasenta akan terdorong ke introitus

vagina. Tetap tegangkan tali pusat ke arah bawah mengikuti jalan arah lahir. Pada

saat plasenta terlihat pada introitus vagina pegang plasenta dengan kedua tangan rata

dan dengan lembut putar plasenta hingga selaput terpilin. Lakukan penarikan secara

lembut dan perlahan-lahan untuk melahirkan selaput ketuban.

Segera setelah kelahiran plasenta, lakukan rangsangan taktil (pemijatan)

fundus uteri dengan cara letakkan telapak tangan pada fundus uteri dengan lembut

Universitas Sumatera Utara


gerakkan tangan secara memutar pada fundus uteri sehingga uterus berkontraksi

(Waspodo, 2007).

2.6 Prosedur Penanganan Perlengketan Plasenta

Menurut Manuaba (2002), dalam penanganan kasus perlengketan plasenta

memiliki suatu prosedur tetap yaitu dengan teknik pelaksanaan plasenta manual dan

prosedur ini sesuai dengan teori asuhan persalinan normal yaitu pada penatalaksanaan

perlengketan plasenta, apabila masih ada sisa plasenta yang tertinggal maka

dilakukan tindakan curettage. Oleh karena itu setiap tenaga kesehatan yang

melakukan tindakan penanganan perlengketan plasenta tersebut harus sesuai dengan

prosedur yang telah ditetapkan.

Sikap bidan dalam menghadapi perlengketan plasenta yaitu:

1. Sikap umum bidan

a. Memperhatikan keadaan umum penderita apakah anemis

- Bagaimana jumlah perdarahannya

- Keadaan umum penderita: tekanan darah, nadi dan suhu

- Keadaan fundus uteri kontraksi dan tinggi fundus uteri

b. Mengetahui keadaan plasenta

- Apakah plasenta inkarserata

- Melakukan tes plasenta lepas

c. Memasang infus dan memberikan cairan pengganti

Universitas Sumatera Utara


2. Sikap khusus bidan

a. Perlengketan plasenta dengan perdarahan

- Langsung melakukan plasenta manual

b. Perlengketan plasenta tanpa perdarahan

- Setelah dapat memastikan keadaan umum penderita segera memasang

infus dan memberikan cairans

- Merujuk penderita ke pusat dengan fasilitas cukup, untuk

mendapatkan penanganan yang lebih baik

- Memberikan transfusi

- Proteksi dengan antibiotika

- Mempersiapkan plasenta manual dengan legeartis dalam keadaan

pengaruh narkosa.

2.7 Faktor-Faktor yang Memengaruhi terjadinya Perlengketan Plasenta pada


Ibu Bersalin

Beberapa faktor yang memengaruhi terjadinya perlengketan plasenta pada ibu

bersalin menurut Manuaba (2002) adalah:

1. Umur

Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan

persalinan yang pertama kali adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita

hamil dan melahirkan pada usia dibawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi dari

pada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal

Universitas Sumatera Utara


meningkat sesudah usia 30-35 tahun jika melahirkan anak pertama. Pada usia ibu

yang masih muda organ- organ reproduksi belum cukup matang sehingga dapat

mengganggu kesehatan ibu maupun perkembangan dan pertumbuhan janin dalam

kandungan. Bertambahnya usia ibu akan diikuti dengan perubahan perkembangan

dari organ-organ tubuh terutama organ reproduksi. Pada keadaan ini kontraksi rahim

akan semakin melemah dan juga akan terjadi penurunan kecukupan decidua secara

progresif, kadang decidua basalis tidak ada sebagian atau seluruhnya sehingga

plasenta akan melekat langsung pada miometrium. Vili plasenta tersebut bisa tetap

super visal pada otot uterus atau dapat menembus lebih dalam sehingga

kemungkinan akan terjadi perlengketan plasenta.

Menurut penelitian yang dilakukan Asmarni (2004) di RSUP H. Adam Malik

Medan, dari 35 kasus perlengketan plasenta paling tinggi ditemukan pada umur >35

tahun yaitu 19 kasus (54,3%), diduga hal ini terjadi karena pada usia tersebut

merupakan masa untuk mengakhiri kehamilan, karena pada usia ini organ reproduksi

tidak aman lagi untuk bereproduksi. Pada usia >35 tahun kesuburan ibu telah

berkurang sehingga kontrasi uterusnya sudah melemah. Sedangkan angka terendah

terdapat pada umur 20-35 tahun karena masa ini merupakan kurun reproduksi sehat

sehingga komplikasi yang terjadi pada persalinan lebih kecil.

2. Paritas

Paritas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh ibu baik lahir hidup

maupun lahir mati. Paritas 2-3 merupakan paritas yang paling aman ditinjau dari

sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi lebih dari 3 mempunyai angka

Universitas Sumatera Utara


kematian maternal yang lebih tinggi. Risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan

asuhan obstetri lebih baik sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau

dicegah dengan keluarga berencana.

Angka kejadian perlengketan plasenta pada multigravida lebih tinggi

dibandingkan pada primigravida yang hampir tidak ditemui karena pada multigravida

sering terjadi perlengketan plasenta yang lebih dalam pada rahim yaitu dalam bentuk

plasenta adhesiva, plasenta akreta, plasenta inkreta dan plasenta perkreta.

Menurut penelitian Asmarni (2004) di RSUP H. Adam Malik Medan,

perlengketan plasenta paling tinggi pada multipara. Menurut penelitian hal ini

disebabkan karena terjadi cacat endometrium sehingga plasenta melekat lebih dalam

pada dinding rahim. Hasil penelitian yang dilakukan Rismalia (2002-2003) di RSU

Hasan Sadikin Bandung, perlengketan plasenta paling banyak ditemukan pada paritas

>3 yaitu sekitar 67,56%. Menurutnya hal ini terjadi karena pertolongan persalinan

banyak yang dilakukan oleh bidan serta dukun yang kurang terampil dalam

melakukan manajemen aktif kala III yang baik dan benar sehingga memengaruhi

besarnya angka kejadian perlengketan plasenta pada ibu dengan paritas tersebut.

3. Jarak Kehamilan

Jarak kehamilan adalah jarak antara kehamilan ini dengan kehamilan

sebelumnya. Menjaga jarak kehamilan tidak hanya menyelamatkan ibu dan bayinya

dari sisi kesehatan namun juga memperbaiki hubungan psikologis keluarga. Interval

kehamilan yang pendek akan mempengarui terjadinya perlengketan plasenta karena

kontraksi uterus semakin melemah sehingga plasenta akan tetap berada di dalam

Universitas Sumatera Utara


kavum uteri. Jarak persalinan atau kehamilan yang pendek yaitu kurang dari 2 tahun

merupakan salah satu faktor yang menyebabkan perdarahan postpartum karena

perlengketan plasenta. Menurut kesehatan reproduksi interval kehamilan yang sehat

minimal 2 tahun.

4. Riwayat Persalinan Lalu

Riwayat persalinan lalu akan mempengaruhi kejadian perlengketan plasenta.

Pada beberapa kasus terjadi perlengketan plasenta berulang (habitual retensio

plasenta) selain itu ibu dengan riwayat persalinan lalu seperti sectio caesarea,

plasenta previa juga berisiko terjadi perlengketan plasenta karena pada keadaan ini

pengembangan desidua pada uterus relatif jelek dan sering kurang memadai sehingga

villi plasenta melekat, memasuki, atau menembus miometrium.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Martina (2001) di RSU Sundari

Medan, kejadian perlengketan plasenta paling banyak ditemukan dengan riwayat

persalinan lalu partus spontan sebanyak 16 kasus dari 19 kasus. Menurut penelitian

hal ini kemungkinan terjadi karena penderita mempunyai jarak persalinan yang

pendek sehingga jaringan parut atau luka pada uterus pada persalinan lalu belum

sembuh sehingga terjadi perlengketan plasenta walaupun riwayat persalinan lalunya

tidak berisiko.

2.8 Penanganan Perlengketan Plasenta

Penanganan adalah suatu proses yang dikerjakan secara intensif dalam

menyelesaikan sebuah permasalahan oleh orang yang ahli. Penanganannya harus

Universitas Sumatera Utara


sesuai dengan prosedur agar lebih efektif, yang tujuannya untuk menyelesaikan

permasalahan atau kasus yang terjadi sehingga dibutuhkan penanganan yang khusus

(Manuaba, 2005).

Penanganan perlengketan plasenta adalah suatu proses pengeluaran plasenta

secara manual yang dilakukan oleh bidan karena dapat menimbulkan bahaya

perdarahan jika tidak dikeluarkan. Dalam melakukan pengeluaran plasenta secara

manual perlu diperhatikan tekniknya sehingga tidak menimbulkan komplikasi seperti

perforasi dinding uterus dan bahaya infeksi (Manuaba, 2005).

Apabila plasenta belum lahir melebihi waktu setengah jam setelah bayi lahir,

apabila terjadi perdarahan maka harus segera dikeluarkan. Penanganan yang dapat

dilakukan adalah dengan melakukan plasenta manual.

Plasenta manual merupakan teknik untuk melahirkan perlengketan plasenta

dengan menggunakan tangan. Teknik plasenta manual tidaklah sukar, akan tetapi

harus dipikirkan bagaimana persiapan agar tindakan tersebut dapat menyelamatkan

jiwa penderita (Manuaba, 2005).

Adapun prosedur dari pelaksanaan plasenta manual menurut Manuaba (2005)

dan Waspodo (2007) adalah sebagai berikut:

1. Penyediaan alat secara :

a. Sistematis

b. Tanpa Bantuan

c. Tepat dan Lengkap

Universitas Sumatera Utara


2. Persiapan Infus :

a. Abocat

b. Infus Set

c. NaCl 0.9%

d. Plester

e. Gunting Perban

f. Kain Kasa

g. Nierbekken

h. Bethadine

i. Piring Plasenta

j. Tiang Infus

3. Persiapan Obat-Obatan

a. Obat-obatan Analgetik

b. Obat-Obatan sedative

c. Spuit 3 cc

d. Obat Utero Tonika (Methergin)

4. Bak Instrumen Steril berisi :

a. Hand Scoon panjang steril 1 pasang

b. Doek Stril 2 buah

c. Kain kasa secukupnya

d. Arteri Klem

Universitas Sumatera Utara


5. Persiapan sebelum tindakan baik pada pasien maupun penolong yaitu operator dan

asisten.

a. Melakukan pencegahan infeksi sebelum tindakan

b. Tindakan penetrasi ke kavum uteri dengan cara:

6. Memberikan sedative dan analgetika melalui karet infuse.

Lakukan kateterisasi kandung kemih apabila klien tidak dapat berkemih sendiri.

a. Jepit tali pusat dengan kocher kemudian tegangkan tali pusat sejajar lantai.

b. Secara obstetric masukkan satu tangan (punggung tangan ke bawah) ke dalam

vagina dengan menelusuri tali pusat bagian bawah.

c. Setelah tangan mencapai pembukaan servik, minta asisten untuk memegang

kocher, kemudian tangan lain penolong menahan fundus uteri.

d. Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan dalam kavum uteri sehingga

mencapai tempat implantasi plasenta.

e. Buka tangan obstetric seperti memberi salam (ibu jari merapat kepangkal jari

telunjuk).

7. Melepas plasenta dari dinding uterus

a. Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang paling bawah.

b. Kemudian gerakkan tangan kanan ke kiri dan kanan sambil bergeser ke

kranial sehingga semua permukaan maternal plasenta dapat dilepaskan.

Universitas Sumatera Utara


8. Mengeluarkan plasenta

a. Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan eksplorasi ulang

untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih melekat pada dinding

uterus.

b. Pindahkan tangan luar ke supra simfisis untuk menahan uterus pada saat

plasenta dikeluarkan.

c. Instruksikan asisten yang memegang kocher untuk menarik tali pusat sambil

menarik plasenta keluar (hindari percikan darah).

d. Letakkan plasenta ke dalam tempat yang telah disediakan.

e. Lakukan sedikit pendorongan uterus (dengan tangan luar) ke dorso cranial

setelah plasenta lahir.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Renata (2005) di RSU Dr. Pirngadi

Medan, dari 41 kasus perlengketan plasenta semua penanganan kasus tersebut

dilakukan dengan manual plasenta.

Apabila dengan tindakan tersebut di atas perdarahan tersebut masih belum

dapat dihentikan, maka demi menyelamatkan jiwa tindakan yang paling akhir harus

dilakukan adalah histerektomi. Histerektomi adalah tindakan operatif yang dilakukan

untuk mengangkat rahim dari sebagian (sub total) tanpa servik uteri ataupun

seluruhnya (total) berikut servik uteri (Saifuddin, 2002).

Berdasarkan uraian di atas maka ingin diketahui jenis tindakan penanganan

yang dilakukan pada kasus perlengketan plasenta sehingga penanganan dijadikan

sebagai salah satu variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara


2.9 Kinerja

Kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang.

Sedangkan menurut whitmore kinerja merupakan yang menunutut kebutuhan paling

minim untuk berhasil. Oleh karena itu, whitmore mengemukakan pengertian kinerja

yang dianggapnya representatif, maka pengertian tergambarnya tanggung jawab yang

besar dari pekerjaan seseorang.

Kinerja dapat disimpulkan sebagai perilaku seseorang yang membuahkan

hasil kerja tertentu setelah memenuhi sejumlah persyaratan. Berhubung dengan

konsep kinerja seperti yang telah dibahas di atas, selanjutnya akan dibahas

persyaratan yang menetukan kinerja seseorang. Karena itu, evaluasi kinerja ini harus

dipahami oleh karyawan maupun pemimpin, agar keduanya saling puas dalam rangka

mewujudkan kinerja secara optimal. Sekedar melihat bagaimana kinerja pendidikan

kita dan cara mengukurnya (Hamzah, 2012).

2.10 Faktor - faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Penanganan


Perlengketan Plasenta

Beberapa faktor yang memengaruhi bidan dalam penanganan perlengketan

plasenta adalah:

1. Pengetahuan

Bloom (1974) dalam Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa pengetahuan

merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan

terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia

Universitas Sumatera Utara


yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif

merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang

(overt behaviour).

Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh

pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh

pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2005), mengungkapkan

bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri

orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :

1. Awareness (kesadaran) yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui

stimulus (objek) terlebih dahulu

2. Interest yakni orang mulai tertarik kepada stimulus (objek)

3. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidak baiknya stimulus tersebut

bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi

4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru

5. Adoption, subjek telah berperilaku sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan

sikapnya terhadap stimulus.

Namun demikian dari penelitian selanjutnya, Rogers menyimpulkan bahwa

perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap di atas. Apabila penerimaan

perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari oleh

pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat

Universitas Sumatera Utara


langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku ini tidak didasari oleh

pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2005).

2. Umur

Umur adalah karakteristik bidan yang memengaruhi pertolongan persalinan

perlengketan plasenta pada ibu bersalin. Umur dapat menentukan keputusan dalam

melakukan pertolongan persalinan perlengketan plasenta pada ibu bersalin. Menurut

analisis teori Sarwono (2004), menyimpulkan bahwa keputusan pertolongan

persalinan perlengketan plasenta pada ibu bersalin dapat dipengaruhi oleh faktor

karakteristik individu bidan seperti umur dan pendidikan.

3. Masa Kerja

Masa kerja adalah Rata-rata masa kerja responden yang dihitung setelah dia

menyelesaikan pendidikannya dan mulai bekerja pertama kalinya sebagai tenaga

penolong persalinan khususnya dalam penanganan perlengketan plasenta. Lamanya

bekerja berkaitan erat dengan pengalaman-pengalaman yang telah didapat selama

menjalankan tugas. Dan pengalaman seseorang dalam melakukan tugas tertentu

secara terus menerus dalam waktu yang cukup lama dapat meningkatkan kedewasaan

teknisnya. Semakin lama masa kerja kecakapan seseorang semakin baik karena sudah

menyesuaikan dengan pekerjaannya.

4. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan mempunyai hubungan yang berbanding lurus dengan

tingkat kesehatan, semakin tinggi pendidikan maka individu lebih mudah menerima

konsep tentang kesehatan. Apabila pendidikan seseorang tinggi maka akan

Universitas Sumatera Utara


berpengaruh terhadap pengetahuannya, pengetahuannya akan lebih baik serta

tindakannya juga akan lebih baik karena didasari oleh pengetahuan yang baik.

5. Keterampilan

Keterampilan adalah batasan kemampuan (knowledge, skill, and profesional attitude)

minimal yang harus dikuasai oleh masing-masing individu guna bisa melakukan

kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi

profesi (Heni, 2009).

Keterampilan adalah kemampuan seseorang menerapkan pengetahuan ke

dalam bentuk tindakan. Keterampilan seorang bidan diperoleh melalui pendidikan

dan latihan. Ada beberapa manfaat yang diperoleh dengan adanya pendidikan dan

latihan yakni : a) membantu individu untuk dapat membuat keputusan dan pemecahan

masalah secara lebih baik; b) internalisasi dan operasionalisasi motivasi kerja,

prestasi, tanggung jawab, dan kemajuan; c) mempertinggi rasa percaya diri dan

pengembangan diri; d) membantu untuk mengurangi rasa takut dalam menghadapi

tugas-tugas baru.

Dalam melaksanakan profesinya, bidan memiliki 9 keterampilan. Setiap

keterampilan dilengkapi dengan pengetahuan serta keterampilan dasar, pengetahuan

dan keterampilan tambahan, yang wajib dimiliki sekaligus dilaksanakan oleh seorang

bidan dalam melakukan kegiatan asuhan kebidanan. Dijelaskan bahwa kompetensi

merupakan pengetahuan, nilai serta sikap dasar yang terefleksikan dalam wujud

dalam wujud kebiasaan berfikir dan bertindak yang bersifat dinamis, berkembang

serta bisa digapai pada setiap waktu (Heni, 2009).

Universitas Sumatera Utara


Kebiasaan berfikir sekaligus bertindak yang dilakukan secara konsisten dan

kontinu memungkinkan seseorang atau bidan menjadi kompeten. Dalam hal ini, dapat

pula dimaknai memiliki pengetahuan, ketrampilan, nilai serta pola sikap dasar dalam

melakukan sesuatu. kebiasaan berfikir dan bertindak tersebut senantiasa dilatari

dengan budi pekerti yang luhur dan baik dalam kehidupan pribadi, sosial,

kemasyarakatan, keberagamaan, dan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Ketrampilan tersebut diklasifikasikan menjadi dua level. Pertama, ketrampilan dasar.

Keterampilan yang secara mutlak harus dimiliki oleh seorang bidan. Kedua,

ketrampilan lanjutan atau tambahan. Pengembangan dari pengetahuan serta

keterampilan dasar yang mutlak harus dimiliki oleh seorang bidan guna menunjang

tugasnya sebagai seorang bidan dalam memenuhi tuntutan atau kebutuhan masyarakat

yang sangat dinamis seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

(Heni, 2009).

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor:

369/Menkes/SK/III/2007, tentang standar profesi bidan. Salah satu komponen yang

termuat didalamnya adalah mengenai standar kompetensi bidan di Indonesia. Standar

kompetensi tersebut kemudian menjadi acuan guna melakukan asuhan kebidanan

kepada masing-masing individu, keluarga serta masyarakat.

Menurut Heni (2009), keterampilan dan pengetahuan tambahan meliputi:

1. PHC (Primary Health Care) berbasis masyarakat dengan menggunakan promosi

kesehatan sekaligus strategi upaya pencegahan penyakit.

Universitas Sumatera Utara


2. Infrastruktur kesehatan setempat dan nasional, sekaligus upaya untuk bisa

mengakses sumber daya yang dibutuhkan bagi asuhan kebidanan.

6. Ketersediaan alat

Ketersediaan alat adalah tersedianya sarana dan peralatan untuk mendukung

tercapainya tujuan pelayanan kebidanan sesuai beban tugasnya dan fungsi institusi

pelayanan.

Menurut Heni (2009), prosedur ketersediaan alat meliputi:

a. Tersedia peralatan sesuai dengan standar, ada mekanisme keterlibatan.

b. Ada buku inventaris peralatan yang mencerminkan jumlah barang dan kualitas

barang.

c. Ada pelatihan khusus untuk bidan tentang penggunaan alat tertentu.

d. Ada prosedur permintaan dan penghapusan alat.

7. Dukungan Dinas Kesehatan

Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam kesehatan

serta memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan

yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya

kesehatan.

Menurut Sarfino yang dikutip oleh Niven (2002), dukungan petugas

kesehatan merupakan dukungan sosial dalam bentuk dukungan informatif, dimana

perasaan subjek bahwa lingkungan (petugas kesehatan) memberikan keterangan yang

cukup jelas mengenai hal-hal yang diketahui.

Universitas Sumatera Utara


2.11 Landasan Teori

Perilaku yang berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan

tugas-tugas yang harus diselesaikan untuk mencapai tujuan pekerjaan yang

dipengaruhi oleh motivasi. Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian

pelaksanaan suatu kegiatan, program dan kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran,

tujuan, misi dan visi organisasi. Indikator kinerja merupakan ukuran kualitatif yang

menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan

dengan memperhatikan indikator masukan, keluaran, hasil, manfaat dan dampak.

Indikator kinerja harus merupakan suatu yang dapat dihitung dan diukur serta

digunakan sebagai dasar untuk menilai tingkat kinerja. Evaluasi kinerja merupakan

suatu analisa dari interpretasi keberhasilan atau kegagalan pencapaian suatu kegiatan.

Menurut Gibson yang dikutip dalam Ilyas (2004), ada tiga variabel yang

mempengaruhi perilaku dan kinerja seseorang, yaitu: variabel individu, variabel

organisasi, dan variabel psikologis. Adapun variabel individu meliputi pengetahuan,

keterampilan, fisik, dan latar belakang keluarga, tingkat sosial, pengalaman

pekerjaan, pendidikan, demografis, umur, etnis. Dalam variabel organisasi ada

sumberdaya, sarana dan prasarana, kepemimpinan, insentif, struktur dan disain kerja.

Untuk variabel psikologis meliputi persepsi, sikap, kepribadian, motivasi dan

dukungan pemimpin. Ketiga variabel tersebut mempengaruhi perilaku kerja yang

akhirnya akan berpengaruh pada kinerja personel.

Pengertian kinerja atau prestasi kerja atau unjuk kerja dikemukakan oleh

sejumlah penulis buku Manajemen Sumber Daya Manusia diantaranya pendapat Ilyas

Universitas Sumatera Utara


(2004), menyatakan bahwa kinerja adalah penampilan hasil kerja personal baik secara

kualitas dan kuantitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan hasil personal

individu atau organisasi dan tidak terbatas kepada pemangku jabatan struktural

ataupun fungsional semata.

Tujuan pokok penilaian kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dan

mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah

ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan.

Penilaian kinerja dilakukan untuk menekan perilaku yang tidak semestinya dan untuk

merangsang dan menegakkan perilaku yang semestinya diinginkan melalui umpan

balik hasil kinerja pada waktunya serta penghargaan, baik yang bersifat intrinsik

maupun ekstrinsik (Mulyadi, 2001).

Mulyadi (2001), mengungkapkan manfaat penilaian kinerja. Penilaian

dimanfaatkan oleh manajemen untuk :

1) Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian

karyawan secara maksimum.

2) Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan, seperti :

promosi, transfer dan pemberhentian.

3) Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan untuk

menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan.

4) Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka

menilai kinerja mereka.

5) Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan.

Universitas Sumatera Utara


Dari manfaat penilaian kinerja tersebut, maka manajemen sebagai pihak yang

menerima wewenang penuh mengelola organisasi usaha (agent) dari pemilik

(principal) akan berupaya untuk membawa organisasi atau badan usaha yang

dipimpinnya ke arah tujuan yang ditetapkan, dan sebagai dasar akuntabilitas atau

pertanggungjawaban manajemen atas seluruh aktivitas kerjanya.

Penilaian kinerja dilaksanakan dalam dua tahap utama, yaitu tahap persiapan

dan tahap penilaian. Seperti yang dijelaskan oleh Mulyadi (2001). Tahap persiapan

terdiri dari tiga tahap rinci :

1) Penentuan daerah dan manajer yang bertanggung jawab

2) Penetapan kriteria yang dipakai untuk mengukur kinerja.

3) Pengukuran kinerja sungguhkan

Tahap Penilaian terdiri dari tiga tahap rinci :

1) Perbandingan kinerja sesungguhnya dengan sasaran yang telah ditetapkan

sebelumnya.

2) Penentuan penyebab timbulnya penyimpangan kinerja sesungguhnya dari yang

ditetapkan dalam standar.

3) Penegakan perilaku yang diinginkan dan tindakan yang digunakan untuk

mencegah perilaku yang tidak diinginkan.

Universitas Sumatera Utara


2.12 Kerangka Konsep

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disusun kerangka konsep penelitian

yang menjelaskan arah atau alur penelitian adalah faktor-faktor yang memengaruhi

bidan dalam penanganan perlengketan plasenta pada ibu bersalin di Kecamatan

Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara tahun 2012.

Variabel individu
- Pengetahuan
- Umur
- Masa Kerja
- Pendidikan
- Keterampilan

Variabel Organisasi Penanganan


Perlengketan Plasenta
- Ketersediaan Alat - Tindakan Tepat
- Tindakan Tidak Tepat
Variabel Psikologis
- Dukungan Dinas
Kesehatan

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Faktor-faktor yang Memengaruhi Bidan dalam


Penanganan Perlengketan Plasenta pada Ibu Bersalin di Kecamatan Padang
Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2012

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai