Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

Demam Dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (Dengue


haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue. Manifestasi klinisnya berupa demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang
disertai leukopeni, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis hemoragik.
Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan
dengue (dengue shock syndrome) merupakan suatu derajat akhir dari demam
berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia tenggara, Pasifik Barat dan
Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah
tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989
hingga 1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per
100.000 penduduk hingga tahun 1998. Sedangkan mortalitas DBD cenderung
menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes
(terutama A. Aegypti dan A. Albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya
berkaitan dengan sanitasi lingkungan. Dengan tersedianya tempat perindukan bagi
nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan
tempat penampungan air lainnya).1
Sejauh ini, belum ditemukan adanya terapi spesifik untuk pengobatan demam
dengue. Obat-obatan antiviral yang adekuat belum ada. Prinsip utama pengobatan
bersifat simptomatik dan suportif. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan
tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD.2
Berikut ini disajikan suatu kasus demam berdarah dengue pada seorang anak
perempuan berumur 4 tahun yang dirawat di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD
Palembang BARI.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI
Nama : An. N.K.
Umur : 4 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Naga Swidak, kelurahan 14 Ulu
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Islam
MRS Tanggal : 16 Maret 2013

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Demam
Keluhan Tambahan : Keluar bintik-bintik merah di tangan dan kaki
Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak 4 hari SMRS, penderita mengalami demam tinggi, mendadak,
terus-menerus, menggigil tidak ada. Demam disertai nyeri perut, batuk pilek
tidak ada, kejang tidak ada, mimisan tidak ada, gusi berdarah tidak ada, bintik-
bintik merah di kulit tidak ada, nyeri kepala tidak ada, nyeri di sendi-sendi
tidak ada, nyeri di belakang bola mata tidak ada, mual muntah tidak ada. BAB
dan BAK normal seperti biasa. Penderita kemudian dibawa ke puskesmas dan
di beri obat penurun panas, antibiotik, dan vitamin. Demam turun sebentar
namun tinggi lagi.
Sejak 1 hari SMRS penderita masih demam. Demam disertai timbul
bintik-bintik merah di tangan dan kaki, nyeri perut, nyeri di belakang bola
mata dan nyeri di sendi-sendi. Batuk pilek tidak ada, kejang tidak ada,
mimisan tidak ada, gusi berdarah tidak ada, nyeri kepala tidak ada, mual
muntah tidak ada. BAB dan BAK normal seperti biasa. Penderita kemudian

2
dibawa ke IGD RSUD Palembang BARI dan disarankan untuk masuk rumah
sakit.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat pernah menderita penyakit dengan keluhan yang sama disangkal
Riwayat bepergian ke luar daerah disangkal

Riwayat Penyakit dalam Keluarga


Riwayat pernah menderita penyakit dengan keluhan yang sama (kakak
kandung penderita menderita DBD) diakui

Riwayat Keluarga
Tn. NS, 30 th Ny. AN, 30 th

6 th os
Kesan : tidak ada riwayat penyakit yang diturunkan dalam keluarga

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


a. Riwayat kehamilan ibu pasien
Ibu G2P1A0 hamil anak kedua saat usia 26 tahun, Ibu memeriksakan
kehamilannya saat usia 1 bulan, selanjutnya ibu pasien rutin memeriksakan
kehamilannya ke bidan. Ibu tidak mengalami mual dan muntah berlebihan
saat hamil. Tidak ada riwayat trauma maupun infeksi saat hamil. Ibu pasien
tidak pernah mengkonsumsi jamu dan obat-obatan kecuali yang diberikan
bidan. Tekanan darah ibu dinyatakan normal, berat badan ibu dinyatakan
normal dan perkembangan kehamilan dinyatakan normal.

3
b. Riwayat persalinan ibu pasien
Ibu melahirkan anak kedua dibantu oleh bidan. Umur kehamilan 38
minggu, persalinan normal, presentasi kepala, bayi langsung menangis kuat,
warna kulit kemerahan. Berat badan lahir 2900 gram, tidak ditemukan cacat
bawaan saat lahir.
c. Riwayat paska lahir pasien
Bayi perempuan berat badan 2900 gram, setelah lahir langsung
menangis, gerak aktif, warna kulit kemerahan, tidak ada demam atau kejang.
ASI keluar pada hari ke-1, bayi langsung menetek pada ibu. Bayi tidak
kuning, tidak biru.
Kesan :Riwayat ANC baik, persalinan normal dan riwayat PNC baik

Riwayat Perkembangan
a. Motorik kasar
Tengkurap usia 3 bulan
Berjalan usia 12 bulan
Berjalan mundur usia 17 bulan
Menaiki tangga usia 18 bulan
b. Motorik halus
Memegang benda usia 5 bulan
Mulai mencoret-coret usia 1,5 tahun
c. Bahasa
Ucap kata usia 5 bulan
Berteriak usia 5 bulan
Berbicara baik usia 1,5 tahun
d. Personal sosial
Tersenyum usia 3 bulan
Berpartisipasi dalam permainan usia 7 bulan
Kesan : perkembangan dan pertumbuhan sesuai usia

4
Riwayat Makanan
0 2 bulan : ASI
3 6 bulan : bubur bayi 2-3x/hari
6 bln 1 thn : nasi tim 2-3x/hari
1 thn s/d skrg : nasi biasa 3x/hari
Kesan : Pasien mendapat ASI eksklusif, kuantitas & kualitas makanan baik.

Riwayat Imunisasi
BCG (+), Scar (-)
DPT I (+), DPT II (+), DPT III (+)
Polio I, II, III, IV (+)
Hepatitis B I, II, III (+)
Campak (+)
Kesan: imunisasi dasar penderita lengkap

Riwayat Sosial Ekonomi


Penderita adalah anak ketiga dari Tn M yang bekerja sendiri, dan Ny E yang
bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga. Secara ekonomi, keluarga penderita
tergolong sedang.
a. Sosial Ekonomi
Ayah (30 tahun) bekerja sebagai buruh serabutan dengan penghasilan Rp.
1.500.000,- tiap bulannya dan ibu (30 tahun) bekerja sebagai ibu rumah
tangga. Menurut ibu pasien, penghasilan keluarga kurang untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
b. Lingkungan
Pasien tinggal bersama kedua orangtuanya, dan seorang kakak laki-
laki. Rumah terdiri dari 1 kamar tidur, ruang tamu, dapur dan 1 kamar mandi.
WC menyatu dengan kamar mandi. Atap terbuat dari genteng, dinding dari
kayu, lantai dari semen, terdapat jendela 2. sumber air yang digunakan adalah

5
air sumur yang bening dan tidak berbau. Jarak septic tank dan sumur 20
meter. Tidak terdapat sungai dan pabrik di sekitar rumah tetapi ada tambak
yang tidak terpakai dan sampah dibuang di tambak tersebut
Kesan : keadaan sosial ekonomi kurang & kondisi lingkungan buruk

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Nadi : 120 x/menit, isi dan tegangan cukup
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Pernapasan : 30 x/menit
Suhu badan : 38,6oC
Berat badan : 12,5 kg
Tinggi badan : 96 cm
Status Gizi : BB/U = 12,5/16 x 100% = 78,1%
TB/U = 96/100 x 100% = 96%
BB/TB = 12,5/14 x 100% = 89,2%
Kesan: gizi baik
Anemis `: tidak ada
Sianosis : tidak ada
Kulit : Ptekie (+)
Kesan: ada perdarahan spontan

Pemeriksaan Khusus
Kepala
Kepala : normocephali
Rambut : lurus, hitam, tidak mudah dicabut

6
Mata : pupil bulat, isokor, refleks cahaya +/+, edema
palpebra -/-, konjungtiva anemis -/- , sclera ikterik -/-
Telinga : serumen -/-, hiperemis -/-
Hidung : NCH (-), secret (-), epistaksis (-)
Tenggorok : faring hiperemis (-)
Mulut : rhagaden (-), typhoid tongue (-), stomatitis (-), gusi
berdarah (-)
Gigi : 6 5 4 3 2 1 1 2 34 5 6
Tidak terdapat caries dan calculus
6 5 4 3 2 1 1 2 34 5 6
Leher : JVP tidak meningkat, pembesaran KGB tidak ada
Thoraks
Paru-paru
Inspeksi : bentuk simetris, pergerakan simetris, retraksi (-)
Palpasi : stemfremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronchi (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : pulsasi (-), iktus cordis tidak tampak
Palpasi : iktus (-), thrill (-)
Perkusi : redup
batas jantung :
kanan atas : SIC II LPS dextra
kanan bawah : SIC IV LPS dextra
kiri atas : SIC II LPS sinistra
kiri bawah : SIC V LMC sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I-II (+) irama regular, HR= 120 x/menit,
murmur (-), gallop (-)

7
Abdomen
Inspeksi : datar, sikatrik (-), darm countur (-), darm steifung (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : lemas, hepar dan lien tak teraba, nyeri tekan
epigastrium (+), turgor kulit cepat kembali
Perkusi : timpani
Ekstremitas : akral hangat, sianosis -/-, CRT < 3
Lipat paha dan genitalia : tidak ada kelainan

Status neurologikus
Fungsi motorik
Tungkai Lengan
Pemeriksaan Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Luas Luas Luas Luas
Kekuatan +5 +5 +5 +5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus (-) (-)
Refleks fisiologis (+) normal (+) normal (+) normal (+) normal
Refleks patologis (-) (-) (-) (-)

Fungsi sensorik : dalam batas normal


Nn. Cranialis : dalam batas normal
GRM : tidak ada
Kesan: status neurologikus dalam batas normal

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Darah Rutin (16-03-13)
Hb : 13,4 g/dl

8
Ht : 40 vol%
Leukosit : 5.800/mm3
Trombosit : 136.000/mm3
Diff. count : 0/1/3/52/40/4

V. RESUME
Pada kasus ini, seorang anak perempuan, berusia 4 tahun, beralamat di Jl.
Naga Swidak, kelurahan 14 Ulu, berkebangsaan Indonesia, beragama
Islam, dirawat di SMF Ilmu Kesehatan Anak pada tanggal 16 Maret 2013
dengan keluhan utama demam mendadak, disertai keluhan tambahan
berupa keluar bintik-bintik merah di tangan, dan kaki. Sejak 4 hari
SMRS, penderita mengalami demam tinggi, mendadak, terus-menerus,
menggigil tidak ada. Demam disertai nyeri perut, batuk pilek tidak ada,
kejang tidak ada, mimisan tidak ada, gusi berdarah tidak ada, bintik-bintik
merah di kulit tidak ada, nyeri kepala tidak ada, nyeri di sendi-sendi tidak
ada, nyeri di belakang bola mata tidak ada, mual muntah tidak ada. BAB
dan BAK normal seperti biasa. Penderita kemudian dibawa ke puskesmas
dan di beri obat penurun panas, antibiotik, dan vitamin. Demam turun
sebentar namun tinggi lagi. Sejak 1 hari SMRS penderita mengalami
demam tinggi, mendadak, terus-menerus, menggigil tidak ada. Demam
disertai timbul bintik-bintik merah di tangan dan kaki, nyeri perut, nyeri di
belakang bola mata dan nyeri di sendi-sendi. Penderita kemudian dibawa
ke IGD RSUD Palembang BARI dan disarankan untuk masuk rumah
sakit. Pada pemeriksaan umum didapatkan kesadaran compos mentis, nadi
120x/mnt, pernapasan 30x/mnt, suhu badan 38,6oC. Sedangkan pada
pemeriksaan khusus pada kulit terdapat ptekie spontan. Pemeriksaan
penunjang didapatkan Hb 13,4%, Ht 40 vol%, leukosit 5,800/mm3, dan
Trombosit 136.000/mm3.

9
VI. DIAGNOSIS BANDING
TDBD grade II
Demam Dengue

VII. DIAGNOSIS KERJA


TDBD grade II

VIII. PENATALAKSANAAN
1. Tirah baring
2. Terapi cairan: IVFD RL (4cc/kgBB/jam->50cc/jam) gtt 12x/menit
makro
3. Pantau cairan yang masuk sesuai hitungan
4. Paracetamol sirup 3 x 11/2 cth
5. Cek Hb, Ht, Trombosit serial tiap 12 jam
6. Observasi tanda vital
7. Hitung balance cairan tiap 24 jam
8. Banyak minum 300-700cc/hari (3 gelas belimbing)

IX. PEMERIKSAAN ANJURAN


Pemeriksaan kadar NS-1
Pemeriksaan serologis Ig M dan Ig G anti dengue

X. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad fungsional : bonam

XI. FOLLOW UP
1. 17 Maret 2013 jam 07.00 wib
Keluhan : nyeri ulu hati (+), demam (+)

10
Vital Sign
Kesadaran : CM
Nadi : 112 x/menit, isi dan tegangan cukup
Suhu : 37, 6oC
Pernapasan : 26 x/ menit
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Laboratorium
Hb : 13,7 g/dl
Ht : 41 vol%
Trombosit : 88.000
41 40
= 100% = 2,5%
40
Diagnosis kerja : TDBD grade II
Penatalaksanaan
1. Tirah baring
2. Terapi cairan: IVFD RL (4cc/kgBB/jam50cc/jam) gtt
12x/menit makro
3. Pantau cairan yang masuk sesuai hitungan
4. Paracetamol sirup 3 x 11/2 cth
5. Ranitidin 2 x 1/2 amp
6. Cek Hb, Ht, Trombosit serial tiap 12 jam
7. Observasi tanda vital
8. Hitung balance cairan tiap 24 jam
9. Banyak minum 1,5-2 L/ hari

2. 17 Maret 2013 jam 20.00 wib


Keluhan : tidak mau minum, demam (-)
Vital Sign
Kesadaran : CM

11
Nadi : 102 x/menit, isi dan tegangan cukup
Suhu : 36, 9oC
Pernapasan : 24 x/ menit
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Laboratorium
Hb : 15,1 g/dl
Ht : 46 vol %
Trombosit : 72.000
46 40
= 100% = 15%
40
Diagnosis kerja : TDBD grade II
Penatalaksanaan
1. Tirah baring
2. Terapi cairan: IVFD RL (12cc/kgBB/jam150cc/jam) gtt
37 x/menit makro
3. Pantau cairan yang masuk sesuai hitungan
4. Paracetamol sirup 3 x 11/2 cth
5. Ranitidin 2 x 1/2 amp
6. Cek Hb, Ht, Trombosit serial tiap 6 jam
7. Observasi tanda vital
8. Hitung balance cairan tiap 24 jam

3. 18 Maret 2013
Keluhan : P 7 hari, demam (-) sejak 1 hr yll, batuk (+)
BB : 14,5 kg
Vital Sign
Kesadaran : CM
Nadi : 112 x/mnt, isi dan tegangan cukup
Suhu : 37, 1oC

12
Pernapasan : 22 x/ menit
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Laboratorium
Hb : 12,0 g/dl
Ht : 35 vol%
Trombosit : 89.000
46 35
= 100% = 31,4%
35
Diagnosis kerja : DBD grade II
Penatalaksanaan
1. Tirah baring
2. Terapi cairan: IVFD RL (6cc/kgBB/jam87cc/jam) gtt 20
x/menit makro
3. Pantau cairan yang masuk sesuai hitungan
4. Paracetamol sirup 3 x 11/2 cth
5. Ranitidin 2 x amp
6. Cek Hb, Ht, Trombosit serial tiap 24 jam
7. Observasi tanda vital

4. 19 Maret 2013
Keluhan : (-)
Vital Sign
Kesadaran : CM
Nadi : 106 x/mnt, isi dan tegangan cukup
Suhu : 36, 5oC
Pernapasan : 24 x/ menit
Tekanan darah : 100/70 mmHg, Tb: 81.000/ul, Ht: 36%
Diagnosis kerja : DBD grade II

13
Penatalaksanaan
1. Tirah baring
2. Terapi cairan: IVFD RL gtt 12/menit makro (50cc/jam)
3. Paracetamol sirup 3 x 11/2 cth
4. Ranitidin 2 x amp
5. Observasi tanda vital
6. R/ pulang

14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD) dan dengue shock
syndrome (DSS) disebabkan oleh virus dengue yang merupakan anggota genus
Flavivirus dari family Flaviviridae. Terdapat 4 serotipe virus dengue yang disebut
DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Oleh karena ditularkan melalui gigitan
artropoda maka virus dengue termasuk arbovirus. Vektor DBD yang utama adalah
nyamuk Aedes aegypti.1,2,3,4
Setelah terinokulasi ke manusia, virus dengue mempunyai masa inkubasi
selama 3-14 hari (rata-rata 4-7 hari). Replikasi virus berada di sel yang berfungsi
sebagai system reticuloendothelial, seperti sel dendrite, hepatosit, dan sel endotel.
Infeksi ini menghasilkan produksi dari imunitas seluler dan humoral. Setelah
masa inkubasi, demam akut terjadi selama 5-7 hari. Penyembuhan biasanya
terjadi pada 7-10 hari.1
Dengue hemorrhagic fever atau dengue shock syndrome merupakan
bentuk berat dari infeksi dengue yang biasanya timbul pada hari ke 3-7, utamanya
saat suhu tubuh turun. Kelainan patologis yang mendasarinya adalah kebocoran
plasma yang cepat, gangguan hemostasis, dan kerusakan pada hepar,
menyebabkan kehilangan cairan yang berat dan pendarahan. Kebocoran plasma
disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler dan mungkin bermanifestasi
sebagai hemokonsentrasi, pleural effusion, dan ascites. Pendarahan disebabkan
oleh fragilitas kapiler dan trombositopenia dan bermanifestasi menjadi berbagai
bentuk, mulai dari ptechiae sampai pendarahan gastrointestinal. Kerusakan hepar
mengakibatkan peningkatan alanine aminotransferase and aspartate
aminotransferase, kadar albumin yang rendah, dan gangguan koagulasi. 1

15
B. Etiologi
Virus dengue terdiri dari 4 serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan
DEN-4. Keempat serotipe ini dapat ditemukan di indonesia. Serotipe DEN-3
merupakan serotipe yang paling banyak ditemukan di Indonesia dan
berhubungan dengan manifestasi yang berat. Virus dengue yang ditularkan
melalui vektor nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes
polynesiensis, dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang
berperan. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur
hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak terdapat perlindungan terhadap
serotipe lain.4

C. Patofisiologi
Volume Plasma
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit
danmembedakan antara DD dengan DBD ialah peningkatan permeabilitas
dinding pembuluh darah, penurunan volume plasma, terjadinya hipotensi,
trombositopenia, serta diatesis hemoragik. Penyelidikan volume plasma pada
kasus DBD dengan menggunakan 131 Iodine labelled human albumin sebagai
indikator membuktikan bahwa plasma merembes selama perjalanan penyakit
mulai dari permulaan masa demam dan mencapai puncaknya padamasa syok.
Pada kasus berat, syok terjadi secara akut, nilai hematokrit meningkat bersamaan
dengan menghilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah.
Meningginya nilai hematokrit pada kasus syok menimbulkan dugaan bahwa syok
terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskular (ruang
interstisial dan rongga serosa) melalui kapiler yang rusak. Bukti yang
mendukung dugaan ini ialah meningkatnya berat badan, ditemukannya cairan
yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan
perikardium yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui
infus, dan terdapatnya edema.1,2,3

16
Pada sebagian besar kasus, plasma yang menghilang dapat diganti secara
efektif dengan memberikan plasma atau ekspander plasma. Pada masa dini dapat
diberikan cairan yang mengandung elektrolit. Syok terjadi secara akut dan
perbaikan klinis terjadi secara cepat dan drastis. Sedangkan pada otopsi tidak
ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah yang bersifat dekstruktif atau
akibat radang, sehingga menimbulkan dugaan bahwa perubahan fungsional
dinding pembuluh darah agaknya disebabkan oleh mediator farmakologis yang
bekerja secara cepat. Gambaran mikroskop elektron biopsi kulit pasien DBD
pada masa akut memperlihatkan kerusakan sel endotel vaskular yang mirip
dengan luka akibat anoksia atau luka bakar. Gambaran itu juga mirip dengan
binatang yang diberi histamin atau serotonin atau dibuat keadaan
trombositopenia. 1,2,3

Trombositopenia
Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada
sebagian besar kasus DBD. Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam
dan mencapai nilai terendah pada masa syok. Jumlah trombosit secara cepat
meningkat pada masa konvalesens dan nilai normal biasanya tercapai 7-10 hari
sejak permulaan sakit. Trombositopenia yang dihubungkan dengan
meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa
hidup trombosit diduga akibatmeningkatnya destruksi trombosit. Dugaan
mekanisme lain trombositopenia ialah depresi fungsi megakariosit. Penyelidikan
dengan radio isotop membuktikan bahwa penghancuran trombosit terjadi dalam
sistem retikulo endotel, limpa dan hati.Penyebab peningkatan destruksi trombosit
tidak diketahui, namun beberapa faktor dapat menjadi penyebab yaitu virus
dengue, komponen aktif sistem komplemen,kerusakan sel endotel dan aktivasi
sistem pembekuan darah secara bersamaan atau secara terpisah. Lebih lanjut
fungsi trombosit pada DBD terbukti menurun mungkin disebabkan proses
imunologis terbukti ditemui kompleks imun dalam peredaran darah.

17
Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit dianggap sebagai penyebab
utama terjadinya perdarahan pada DBD. 1,2,3

Sistem koagulasi dan fibrinolisis


Kelainan sistem koagulasi juga berperan dalam perdarahan DBD.
Masa perdarahan memanjang, masa pembekuan normal, masa tromboplastin
parsial yang teraktivasi memanjang. Beberapa faktor pembekuan menurun,
termasuk faktor II, V,VII, VIII, X dan fibrinogen. Pada kasus DBD berat terjadi
peningkatan Fibrinogen Degradation Products (FDP). Penelitian lebih lanjut
faktor koagulasi membuktikan adanya penurunan aktivitas antitrombin III.
Disamping itu juga dibuktikan bahwa menurunnya aktivitas faktor VII, faktor II,
dan anti trombin III tidak sebanyak seperti fibrinogen dan faktor VIII. Hal ini
menimbulkan dugaan bahwa menurunnya kadar fibrinogen dan faktor VIII tidak
hanya diakibatkan oleh konsumsi sistem koagulasi, tetapi juga oleh konsumsi
sistem fibrinolisis. Kelainan fibrinolisis pada Demam Berdarah Dengue
dibuktikan dengan penurunan aktifitas -2 plasmin inhibitor dan penurunan
aktivitas plasminogen. Seluruh penelitian di atas menunjukan bahwa(1) pada
Demam Berdarah Dengue stadium akut telah terjadi proses koagulasi dan
fibrinolisis(2) Diseminated intravaskular coagulation secara potensial dapat
terjadi juga Demam Berdarah Dengue tanpa syok. Pada masa dini Demam
Berdarah Dengue, peran DIC tidak menonjol dibandingkan dengan perubahan
plasma tetapi apabila penyakit memburuk sehingga terjadi syok dan asidosis
maka syok akan memperberat DIC sehingga perannya akan mencolok. Syok dan
DIC saling mempengaruhi sehingga penyakit akan memasuki syok irreversible
disertai perdarahan hebat, terlibatnya organ - organ vitalyang biasanya diakhiri
dengan kematian (3)Perdarahan kulit pada umumnya disebabkan oleh faktor
kapiler,gangguan fungsi trombosit dan trombositopeni, sedangkan perdarahan
masif ialah akibat kelainan mekanisme yang lebih komplek seperti
trombositopenia, gangguan faktor pembekuan, dan kemungkinan besar oleh

18
faktor DIC, terutama pada kasus dengan syok lama yang tidak dapat diatasi
disertai komplikasi asidosis metabolik (4)Antitrombin III yang merupakan
kofaktor heparin. Pada kasus dengan kekurangan antitrombin III, respon
pemberian heparin akan berkurang. 1,2,3

Sistem Komplemen
Penelitian sistem komplemen pada DBD memperlihatkan penurunan
kadar C3, C3 proaktivaktor, C4, dan C5 baik pada kasus yang disertai syok
maupun tidak. Terdapat hubungan positif antara kadar serum komplemen dengan
derajat penyakit. Penurunan ini menimbulkan perkiraan bahwa pada dengue,
aktivasi komplemen terjadi baik melalui jalur klasik maupun jalur alternatif.
Hasil penelitian radio isotop mendukung pendapat bahwa penurunan kadar serum
komplemen disebabkan oleh aktivasi sistem komplemen dan bukan oleh karena
produksi yang menurun atau ekstrapolasi komplemen. Aktivasi ini menghasilkan
anafilatoksin C3a dan C5a yang mempunyai kemampuan stimulasi sel mast
untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat untuk menimbulkan
peningkatan permeabilitas kapiler, pengurangan plasma dan syok hipopolemik.
Komplemen juga bereaksi dengan epitop virus pada sel endotel, permukaan
trombosit dan limfosit T, yang menimbulkan waktu paruh trombosit memendek,
kebocoran plasma, syok, dan perdarahan.Disamping itu komplemen juga
merangsang monosit untuk memproduksi sitokin seperti tumor nekrosis
faktor (TNF), interferon gama, interleukin (IL-2 dan IL-1).1,2,3
Bukti-bukti yang mendukung peran sistem komplemen pada penderita
DBD ialah (1) ditemukannya kadar histamin yang meningkat dalam urin 24 jam,
(2) adanya kompleks imun yang bersirkulasi (circulating immune complex) baik
pada DBD derajat ringan maupun berat, (3) adanya korelasi antara kadar
kuantitatif kompleks imun dengan derajat berat penyakit. 1,2,3

19
Respon Leukosit
Pada perjalanan penyakit DBD, sejak demam hari ketiga terlihat
peningkatanlimfosit atopik yang berlangsung sampai hari ke delapan.
Pemeriksaan limfosit plasma biru secara seri dari preparat hapus darah tepi
memperlihatkan bahwa LPB pada infeksi dengue mencapai puncak pada hari ke
enam. Selanjutnya dibuktikan pula bahwa diantara hari keempat sampai
kedelapan demam terdapat perbedaan bermakna proporsi LPB pada DBD dengan
demam dengue. Dari penelitian imunologi disimpulkan bahwa LPB merupakan
campuran antara limfosit B dan limfosit T. Definisi LPB ialah limfosit dengan
sitoplasma biru tua, pada umumnya mempunyai ukuran lebih besar atau sama
dengan limfosit besar, sitoplasma lebar dengan vakuolisasi halus sampai sangat
nyata, dengan daerha perinuklear yang jernih. Inti terletak pada salah satu tepi sel
berbentuk bulat oval atau berbentuk ginjal. Kromosom inti kasar dan kadang-
ladang di dalam inti terdapat nukleoli. Pada sitoplasma tidak ada granula
azurofilik. Daerah yang berdekatan dengan eritrosit tidak melekuk dan tidak
bertambah biru. 1,2,3

D. Patogenesis
Sampai saat ini, sebagian besar ahli masih menganut the secondary
heterologous infection hypothesis atau the sequential infection hypothesis dikarenakan
kesukaran mendapatkan model binatang percobaan yang dapat dipergunakan untuk
menimbulkan gejala klinis DBD seperti pada manusia.. Teori ini menyatakan bahwa
demam berdarah dengue dapat terjadi apabila seseorang setelah terinfesi dengue
pertama kali mendapatkan infeksi berulang kedua virus dengue serotipe lain dalam
jarak waktu 6 bulan sampai 5 tahun.

20
SECONDARY HETEROLOGOUS DENGUE INFECTION

Virus replication Annamnestic antibody response

Virus antibody complex

Platelet aggregation Coagulation activation Complement activation


plasmin
Impaired Platelet removal by res Platelet factor III release Activated hageman factor
platelet
function
Thrombocytopenia
Consumptive coagulopathy Kinin system Anaphylatoxin

Kinin
Clotting factors
Vascular
permeability
FDP

EXCESSIVE HEMORRHAGE SHOCK

Gambar Patogenesis Perdarahan Pada DHF

Dengan terdapatnya kompleks virus-antibodi dalam sirkulasi darah maka


mengakibatkan trombosit kehilangan fungsi agregasi dan mengalami metamorfosis,
sehingga dimusnahkan oleh system retikuloendotelial dengan akibat terjadi
trombositopenia hebat dan perdarahan. Disamping itu trombosit yang mengalami
metamorfosis akan melepaskan factor trombosit 3 yang mengaktivasi system
koagulasi. 1,2,3
Akibat aktivasi factor Hagemann (factor XII) yang selanjutnya juga
mengaktivasi system koagulasi dengan akibat terjadinya pembekuan intravaskuler
yang meluas. Dalam proses aktivasi ini maka plasminogen akan berubah menjadi
plasmin yang berperan dalam pembentukan anafilatoksin dan penghancuran fibrin
menjadi Fibrin Degradation Product (FDP). Aktivasi factor XII akan menggiatkan juga
system kinin yang berperan dalam proses meningginya permeabilitas dinding
pembuluh darah. Menurunnya factor koagulasi oleh aktivasi system koagulasi dan
kerusakan hati akan menambah beratnya perdarahan. 1,2,3

21
The immunological Enhancement Hypothesis
Antibodi yang terbentuk pada infeksi dengue terdiri dari IgG yang berfunsi
menghambat peningkatan replikasi virus dalam monosit, yaitu enhancing-antibody dan
neutralizing-antibody. Pada saat ini dikenal 2 jenis tipe antibodi yaitu (1) kelompok
monoklonal reaktif yang tidak mempunyai sifat menetralisasi tetapi memacu replikasi
virus, dan (2) Antobodi yang dapat menetralisasi secara spesifik tanpa disertai daya
memacu replikasi virus. Perbedaan ini berdasarkan adanya virion determinant
spesificity. Antobodi non-neutralisasi yang dibentuk pada infeksi primer akan
menyebabkan terbentuknya kompleks imun pada infeksi sekunder dengan akibat
memacu replikasi virus. Teori ini pula yang mendasari pendapat bahwa infeksi
sekunder virus dengu oleh serotipe dengue yang berbeda cenderung menyebabkan
manifestasi berat. Dasar urama hipotesis ialah meningkatnya reaksi immunologis (the
immonological enchancement hypothesis) yang berlangsung sebagai berikut:
(a) Sel Fagosit mononuklear yaitu monosit, makrofag, histiosit dan sel Kupffer
merupakan tempat utama terjadinya infeksi virus dengue primer.
(b) Non neutralizing antibody baik yang bebas dalam sirkulasi maupun yang
melekat(sitofilik) pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya
virus dengue pada permukaan sel fagosit mononukelar. Mekanisme pertama ini
disebut mekanisme aferen.
(c) Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononukelar yang
telah terinfeksi
(d) Selanjutnya sel monosit yang mengandung kompleks imun akan menyebar ke
usus, hati, limpa dan sumsum tulang. Mekanis ini disebut mekanisme eferen.
Parameter perbedaan terjadinya DBD dengan dan tanpa renjatan ialah jumlah sel
yang terkena infeksi.
(e) Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan sistem
humoral dan sistem komplemen dengan akibat dilepaskannya mediator yang
mempengaruhi permeabilitas kapiler dan menaktivasi sistem koagulasi.
Mekanisme ini disebut mekanisme efektor. 1,2,3

22
Aktivasi Limfosit T
Limfosit T juga memegan peran penting dalam patogenesis DBD. Akibat
rangsang monosit yang terinfeksi virus dengue atau antigen virus dengue, limfosit
dapat mengeluarkan interferon (IFN- dan ). Pada infeksi sekunder oleh virus dengue
( serotipe berebda denga ninfeksi pertama), limfosit T CD4+ dan CD8+ spesifik virus
dengue, monosit akan mengalami lisis dan mengeluarkan mediator yang menyebabkan
kebocoran plasma dan perdarahan. Hipotesis kedua patogenesis DBD mempunyai
konsep dasar bahwa keempat serotipe virus dengue mempunyai potensi patogen yang
sama dan gejala berat terjadi sebagai akibat serotipe/galur serotipe virus dengue yang
paling virulen. 1,2,3

E. Bentuk klinis
Berdasarkan kriteria WHO tahun 1997 dengan indikator demam 2-7 hari,
tendensi perdarahan, hepatomegali, renjatan, bukti kebocoran plasma dan
trombositopenia.
Berdasarkan kepastian diagnosis: 4
1. Tersangka Demam Dengue (TDD)
Demam akut 2-7 hari ditambah 2 atau lebih manifestasi klinik seperti sakit
kepala, sakit di belakang bola mata, mialgia, artralgia, rash, manifestasi
perdarahan, leukopenia, tidak terbukti adanya kebocoran plasma dan tidak
terbukti diagnosis klinis lain
2. Tersangka Demam Berdarah Dengue (TDBD)
Demam + manifestasi perdarahn paling sedikit test torniquet (+)
3. Demam dengue
Apabila terdapat semua gejala TDD namun tidak dapat ditemukan
peningkatan Ht >20% (tidak terbukti terjadi plasma leakage)
4. Demam berdarah dengue
Apabila ditemukan peningkatan Ht >20% dan penurunan hematokrit
setidaknya 20% setelah resusitasi cairan.

23
Menurut WHO, ada beberapa kriteria untuk menegakkan diagnosis DBD :2,3,4
1. Demam akut selama 2-7 hari.
2. Adanya minimal satu dari manifestasi perdarahan (uji torniquet positif,
ekimosis, purpura, petekie, perdarahan pada mukosa, traktus
gastrointestinal, lebam pada bekas suntikan, hematemesis, dan melena)
3. Trombositopenia ( 100.000 sel/ mm3)
4. Adanya bukti kebocoran plasma, ditandai dengan:
- Kenaikan hematokrit 20% dari hematokrit normal pasien.
- Penurunan hematokrit 20% setelah resusitasi cairan.
- Adanya efusi pleura, asites, hipoproteinemia.

WHO membagi penyakit DHF menjadi 4 derajat: 3,4


1. Derajat I : demam disertai gejala tidak khas dengan uji tourniquet positif
(+).
2. Derajat II : derajat 1 ditambah perdarahan spontan.
3. Derajat III : nadi cepat dan lemah, tekanan nadi < 20 mm Hg, dan akral
dingin.
4. Derajat IV : syok berat, nadi tak teraba, tekanan darah tak teratur.4

F. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan adalah uji torniquet,
pemeriksaan hematokrit dan trombosit secara serial, pemeriksaan albumin darah,
CT, BT, PT dan PTT. Pemeriksaan laboratoris yang sering ditemukan pada
pasien DHF adalah trombositopenia (< 100.000/ul) dan hemokonsentrasi (kadar
Ht lebih 20% dari normal). Untuk menentukan hasil positif atau negatif penderita
DHF dapat digunakan pemeriksaan serologis dengan dengue blot kit IgG dan
IgM yang diperiksa mulai dari hari ke-4 demam berlangsung. NS1 adalah
glikoprotein non struktural dari virus dengue yang dapat terdeteksi pada darah
mulai awal demam sampai hari ke-5. Pemeriksaan radiologi juga terkadang

24
dilakukan untuk mendeteksi adanya efusi pleura, terutama di rontgen dada dapat
dijumpai pada hemitoraks kanan, tetapi apabila terjadi plasma leakage yang
hebat efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto
rontgen dada sebaiknya dilakukan dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien
tidur di sisi kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan
pemeriksaan USG.
Menurut penelitian Chuamsumrit A. et al. Hasil laboratoris berikut yang
merupakan faktor resiko terjadinya DSS: Peningkatan hematokrit >20%, platelet
<40000/mm3, aPTT >44 detik, PT >14 detik, TT > 16 detik.

G. Indikasi rawat4
Penderita tersangka demam berdarah derajat I dengan panas 3 hari atau
lebih dianjurkan untuk dirawat
Tersangka demam berdarah derajat I dengan hiperpireksia atau tidak mau
makan atau muntah-muntah dan kejang serta Ht cenderung meningkat dan
trombosit cenderung turun atau < 100.000 harus dirawat
Penderita demam berdarah derajat I pada follow up berikutnya ditemukan
status mental berubah, nadi menjadi cepat dan kecil, kaki dan tangan
dingin, tekanan darah menurun dan oliguria harus dirawat
Seluruh derajat II, III dan IV

25
H. Terapi4
Pada dasarnya pengobatan dari DHF atau DSS bersifat simptomatik dan suportif.
1. DHF tanpa shock
Penderita perlu diberi minum banyak 1 - 2 liter dalam 24 jam
berupa air dengan gula, sirup, atau susu. Hiperpireksia (suhu >400C) diatasi
dengan pemberian antipiretik dan kompres. Kejang yang timbul dapat
diatasi dengan pemberian antikonvulsan. Anak berumur lebih dari 1 tahun
diberi luminal dengan dosis 75 mg dan dibawah 1 tahun dengan dosis 50 mg
IM. Pemberian IVFD dilakukan apabila: penderita terus menerus muntah
dan hematokrit cenderung meningkat.

2. Dengue Shock Syndrome


Sebagai terapi awal cairan yang dipergunakan adalah Ringer Laktat.
Dalam keadaan shock berat, cairan harus diberikan 20cc/kgBB/10-30menit,
dan dapat diulang. Lihat skema tatalaksana kasus DBD derajat III dan IV.

26
Tatalaksana DBD Derajat 1 atau Derajat II tanpa peningkatan HT<45

Pasien tidak dapat minum atau


Pasien masih dapat minum
pasien muntah terus
banyak 1-2 liter/hari atau 1
sendok makan tiap 5 menit

Pasang infus NaCl 0.9%


dekstrosa 5% (1:3), tetesan
Bila suhu >38.5o beri
rumatan sesuai berat badan
parasetamol, bila kejang beri
obat antikonvulsif

Periksa Hb, Ht, trombosit tiap 6-


12 jam

Monitor gejala klinis dan lab,


perhatikan tanda syok,
Ht naik dan atau trombosit turun
palpasi hati setiap hari, ukur
diuresis setiap hari, awasi
pendarahan, periksa Hb,Ht,
trombosit 6-12jam Infus ganti ringer laktat (RL)

Perbaikan klinis dan laboratorium

Pulang

27
DBD Derajat II dengan Peningkatan Ht >20% atau Ht >45
Cairan Awal RL/NaCl 0.9% atau RLD
5/NaCl 0.9% + D5 6-7 ml/kgBB/jam

Monitor tanda vital/nilai Ht dan trombosit


tiap 6 jam

Perbaikan Tidak Ada Perbaikan

Tidak gelisah, nadi kuat, tekanan darah stabil, Gelisah, Distress pernapasan, frekuensi
diuresis cukup (2ml/kgBB), Ht turun nadi naik, Ht tetap tinggi, tek nadi <20

Tanda vital memburuk, Ht Tetesan dinaikkan 10-


Tetesan dikurangi
meningkat 15 ml/kgBB/jam

5 ml/kgBB/jam

Perbaikan sesuai tetesan Perbaikan Tanda vital tidak stabil

3ml/kgBB/jam

Distres pernapasan, Ht
Ht turun
naik
IVFD stop pada 24-48 jam bila
tanda vital/ Ht stabil, diuresis
Koloid 20-30 ml/kgBB Transfusi darah 10
cukup.
ml/kgBB

Perbaikan

28
Tatalaksana kasus DBD derajat III dan IV

DBD derajat III & IV

Oksigen 2-4 L/menit


Cairan isotonis 10-20 cc/KgBB bolus

Evaluasi 30 menit

Pantau tanda vital tiap 10 menit


Catat balans carian selama pemberian cairan intravena

Syok teratasi Syok tidak teratasI


-keadaan membaik -keadaan memburuk
-nadi teraba kuat -nadi lembut/tidak teraba
-tekanan nadi >20 mmHg -tekanan nadi <20 mmHg
-tidak ada sesak/ sianosis -distress pernapasan/sianosis
-ekstremitas hangat -kulit dingin dan lembab
-diuresis cukup 2cc/KgBB/jam -ekstremitas dingin
-periksa kadar gula darah

Cairan dan tetesan disesuaikan


Lanjutkan cairan kristaloid
10cc/KgBB/jam 20 cc/KgBB/jam

Evaluasi ketat Tambahkan


-tanda vital koloid/plasma/dekstran/FFP
-tanda perdarahan 10 cc/KgBB/jam
-diuresis
-pantau Hb, Ht, Trombosit
Koreksi asidosis

Evaluasi 1 jam
Stabil dalam 24 jam
Tetesan 5 cc/KgBB/jam
Syok teratasi
Syok belum teratasi
Tetesan 3 cc/KgBB/jam
Ht turun Ht tetap tinggi/naik
Infus stop tidak lebih dari 48
jam setelah syok teratasi
Transfusi darah segar 10 Koloid 20cc/KgBB/jam
29 cc/KgBB diulang
sesuai kebutuhan
I. Indikasi pulang
1. Keadaan umum baik dan masa kritis berlalu (> 7 hari sejak panas).
2. Nafsu makan membaik
3. Secara klinis tampak perbaikan dan status hemodinamik stabil
4. Output urin >1cc/kgbb/jam
5. Tidak demam selama 48 jam tanpa antipiretik
6. Hematokrit stabil
7. Jumlah trombosit >50.000/uL dengan kecenderungan meningkat
8. Tidak dijumpai distress pernapasan (disebabkan oleh efusi pleura atau
asidosis) minimal tiga hari setelah syok teratasi

J. Komplikasi
Perdarahan gastrointestinal masif, ensepalopati, edema paru, DIC, dan efusi
pleura.

K. Prognosis
Angka kematian kasus di Indonesia secara keseluruhan <3%. Angka
kematian DSS di RS 5-10%. Kematian meningkat bila disertai komplikasi.
DBD akan berlanjut menjadi syok atau penderita dengan komplikasi sulit
diramalkan.

30
BAB III
ANALISA KASUS

Dari anamnesis didapatkan penderita datang pada tanggal 16 Maret 2013


dengan keluhan utama demam tinggi dan keluhan tambahan berupa muncul bintik-
bintik merah di tangan dan kaki. Demam tinggi dirasakan timbul mendadak dan terus
menerus (febris continua) selama 4 hari, tidak ada riwayat menggigil, BAB tidak ada
kelainan, nyeri menelan tidak ada, nyeri saat BAK tidak ada dan nyeri telinga tidak
ada. Dari keluhan tersebut sebenarnya kita sudah dapat menyingkirkan demam
typhoid, malaria, tonsilopharingitis, infeksi saluran kemih dan otitis media akut
sebagai penyebab demam pada penderita ini. Pada demam typhoid biasanya demam
bersifat remitten dan terdapat keluhan gastrointestinal lain seperti periode diare yang
diselingi oleh konstipasi dan nyeri perut, selain itu pada pemeriksaan fisik tidak
ditemukan adanya rhagaden dan typhoid tongue yang menjadi tanda khas demam
typhoid ini. Demam pada malaria sesuai dengan tipe plasmodium penyebab malaria.
Plasmodium vivax/ ovale menyebabkan demam timbul selang satu hari. Demam pada
malaria yang disebabkan oleh Plasmodium malariae timbul selang dua hari. Pada
demam berdarah dengue (DBD), demam tinggi timbul secara mendadak dan terjadi
terus menerus selama 2-7 hari yang diselingi fase turunnya demam (fase kritis) pada
hari ke 4-6 demam dan pada penderita ditemukan manifestasi perdarahan yaitu
ptekiae yang muncul pada hari ke-5, keluhan lain sebagai gejala prodormal infeksi
virus dengue seperti nyeri kepala, nyeri otot sehingga menguatkan kriteria untuk
mendiagnosis DBD.
Pada tanggal 17 maret 2013 pukul 07.00, dari anamnesis pasien mengeluh
nyeri perut dan demam. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital dalam
keadaan normal dimana kesadaran kompos mentis, nadi 112x/menit, pernafasan 26
x/menit, tekanan darah 90/60 mmhg, suhu 37,60C, serta didapatkan petechie spontan
di tangan dan kaki, dari pemeriksaan laboratorium pada tanggal tersebut didapatkan
hasil Hb 13,7 g/dl, Ht: 41 vol %, trombosit 88.000/mm3. Dari hasil laboratorium ini

31
didapatkan peningkatan Ht yang menunjukkan plasma leakage sehingga terjadi
hemokonsentrasi yang mengakibatkan penurunan trombosit. Sampai pada hari ini
pasien didiagnosa dengan TDBD II dan terapi ditambah ranitidin 2 x amp.
Kemudian pada tanggal 17 maret 2013 pukul 20:00, pasien mengeluh nyeri
perut, dari pemeriksaan vital sign didapatkan TD 90/60, Nadi 102x /menit isi dan
tegangan cukup, Temp. 36,9C, RR 24 x/m. Dari hasil laboratorium didapatkan Hb :
15,1 g/dl, Ht : 46 vol %, Trombosit : 72.000, : 15%. Dari hasil laboratorium ini
didapatkan peningkatan Ht yang menunjukkan plasma leakage sehingga terjadi
hemokonsentrasi yang mengakibatkan penurunan trombosit. Oleh karena itu pasien
masih didiagnosa TDBD grade II. Pada terapi kebutuhan cairan pada pasien diubah
sesuai dengan skema terapi DBD grade II dengan Ht >20% atau Ht >45. Terapi
cairan pada kasus IVFD RL (12cc/kgBB) gtt 37 x/menit makro (150cc/jam).
Kemudian pada tanggal 18 maret 2013 pukul 07:00, panas hari ke-7, pasien
mengeluh demam (-) sejak 1 hr yll, batuk (+), dari pemeriksaan vital sign didapatkan
TD 100/70, Nadi 112x/menit isi dan tegangan cukup, Temp. 37,1C, RR 22 x/m. Dari
hasil laboratorium didapatkan Hb : 12,0 g/dl, Ht : 35 vol%, Trombosit : 89.000, :
31,4%. Dari hasil laboratorium ini didapatkan peningkatan Ht yang menunjukkan
plasma leakage sehingga terjadi hemokonsentrasi yang mengakibatkan penurunan
trombosit dan > 20%. Oleh karena itu pasien telah didiagnosa DBD grade II.
Pada terapi kebutuhan cairan pada pasien diubah sesuai dengan skema terapi BDB
grade II Ht >20% atau Ht >45 dengan perbaikan. Jadi terapi cairan dikurangi
6ml/kgBB/jam, IVFD RL gtt 20 x/menit makro (87cc/jam).
Pada tanggal 19 Maret 2013 pasien tidak ada keluhan, pasien dipulangkan
karena keadaan umum baik, pasien telah bebas demam 2 hari tanpa antipiretik, dari
hasil laboratorium didapatkan penurunan Ht, dan peningkatan trombosit
(81.000/mm3). Pemeriksaan NS-1 dan serologis Ig M dan Ig G anti dengue tidak
dilakukan pada pasien karena harganya yang mahal.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Soedarmo,sumarmo.,dkk. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis .Edisi


kedua.Jakarta:Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2002
2. Hassan, Rusepno dkk Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, FKUI. 2002
3. Robert M. Kliegman and friends, Nelson Essentials of Pediatrics, 15th
edition, Elsevier Saunders,USA. 2006
4. Standar Penatalaksanaan Ilmu Kesehatan Anak, Bagian IKA RSMH, 2010.

33

Anda mungkin juga menyukai