PENDAHULUAN
1
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTIFIKASI
Nama : An. N.K.
Umur : 4 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Naga Swidak, kelurahan 14 Ulu
Kebangsaan : Indonesia
Agama : Islam
MRS Tanggal : 16 Maret 2013
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Demam
Keluhan Tambahan : Keluar bintik-bintik merah di tangan dan kaki
Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak 4 hari SMRS, penderita mengalami demam tinggi, mendadak,
terus-menerus, menggigil tidak ada. Demam disertai nyeri perut, batuk pilek
tidak ada, kejang tidak ada, mimisan tidak ada, gusi berdarah tidak ada, bintik-
bintik merah di kulit tidak ada, nyeri kepala tidak ada, nyeri di sendi-sendi
tidak ada, nyeri di belakang bola mata tidak ada, mual muntah tidak ada. BAB
dan BAK normal seperti biasa. Penderita kemudian dibawa ke puskesmas dan
di beri obat penurun panas, antibiotik, dan vitamin. Demam turun sebentar
namun tinggi lagi.
Sejak 1 hari SMRS penderita masih demam. Demam disertai timbul
bintik-bintik merah di tangan dan kaki, nyeri perut, nyeri di belakang bola
mata dan nyeri di sendi-sendi. Batuk pilek tidak ada, kejang tidak ada,
mimisan tidak ada, gusi berdarah tidak ada, nyeri kepala tidak ada, mual
muntah tidak ada. BAB dan BAK normal seperti biasa. Penderita kemudian
2
dibawa ke IGD RSUD Palembang BARI dan disarankan untuk masuk rumah
sakit.
Riwayat Keluarga
Tn. NS, 30 th Ny. AN, 30 th
6 th os
Kesan : tidak ada riwayat penyakit yang diturunkan dalam keluarga
3
b. Riwayat persalinan ibu pasien
Ibu melahirkan anak kedua dibantu oleh bidan. Umur kehamilan 38
minggu, persalinan normal, presentasi kepala, bayi langsung menangis kuat,
warna kulit kemerahan. Berat badan lahir 2900 gram, tidak ditemukan cacat
bawaan saat lahir.
c. Riwayat paska lahir pasien
Bayi perempuan berat badan 2900 gram, setelah lahir langsung
menangis, gerak aktif, warna kulit kemerahan, tidak ada demam atau kejang.
ASI keluar pada hari ke-1, bayi langsung menetek pada ibu. Bayi tidak
kuning, tidak biru.
Kesan :Riwayat ANC baik, persalinan normal dan riwayat PNC baik
Riwayat Perkembangan
a. Motorik kasar
Tengkurap usia 3 bulan
Berjalan usia 12 bulan
Berjalan mundur usia 17 bulan
Menaiki tangga usia 18 bulan
b. Motorik halus
Memegang benda usia 5 bulan
Mulai mencoret-coret usia 1,5 tahun
c. Bahasa
Ucap kata usia 5 bulan
Berteriak usia 5 bulan
Berbicara baik usia 1,5 tahun
d. Personal sosial
Tersenyum usia 3 bulan
Berpartisipasi dalam permainan usia 7 bulan
Kesan : perkembangan dan pertumbuhan sesuai usia
4
Riwayat Makanan
0 2 bulan : ASI
3 6 bulan : bubur bayi 2-3x/hari
6 bln 1 thn : nasi tim 2-3x/hari
1 thn s/d skrg : nasi biasa 3x/hari
Kesan : Pasien mendapat ASI eksklusif, kuantitas & kualitas makanan baik.
Riwayat Imunisasi
BCG (+), Scar (-)
DPT I (+), DPT II (+), DPT III (+)
Polio I, II, III, IV (+)
Hepatitis B I, II, III (+)
Campak (+)
Kesan: imunisasi dasar penderita lengkap
5
air sumur yang bening dan tidak berbau. Jarak septic tank dan sumur 20
meter. Tidak terdapat sungai dan pabrik di sekitar rumah tetapi ada tambak
yang tidak terpakai dan sampah dibuang di tambak tersebut
Kesan : keadaan sosial ekonomi kurang & kondisi lingkungan buruk
Pemeriksaan Khusus
Kepala
Kepala : normocephali
Rambut : lurus, hitam, tidak mudah dicabut
6
Mata : pupil bulat, isokor, refleks cahaya +/+, edema
palpebra -/-, konjungtiva anemis -/- , sclera ikterik -/-
Telinga : serumen -/-, hiperemis -/-
Hidung : NCH (-), secret (-), epistaksis (-)
Tenggorok : faring hiperemis (-)
Mulut : rhagaden (-), typhoid tongue (-), stomatitis (-), gusi
berdarah (-)
Gigi : 6 5 4 3 2 1 1 2 34 5 6
Tidak terdapat caries dan calculus
6 5 4 3 2 1 1 2 34 5 6
Leher : JVP tidak meningkat, pembesaran KGB tidak ada
Thoraks
Paru-paru
Inspeksi : bentuk simetris, pergerakan simetris, retraksi (-)
Palpasi : stemfremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronchi (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : pulsasi (-), iktus cordis tidak tampak
Palpasi : iktus (-), thrill (-)
Perkusi : redup
batas jantung :
kanan atas : SIC II LPS dextra
kanan bawah : SIC IV LPS dextra
kiri atas : SIC II LPS sinistra
kiri bawah : SIC V LMC sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I-II (+) irama regular, HR= 120 x/menit,
murmur (-), gallop (-)
7
Abdomen
Inspeksi : datar, sikatrik (-), darm countur (-), darm steifung (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : lemas, hepar dan lien tak teraba, nyeri tekan
epigastrium (+), turgor kulit cepat kembali
Perkusi : timpani
Ekstremitas : akral hangat, sianosis -/-, CRT < 3
Lipat paha dan genitalia : tidak ada kelainan
Status neurologikus
Fungsi motorik
Tungkai Lengan
Pemeriksaan Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Luas Luas Luas Luas
Kekuatan +5 +5 +5 +5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus (-) (-)
Refleks fisiologis (+) normal (+) normal (+) normal (+) normal
Refleks patologis (-) (-) (-) (-)
8
Ht : 40 vol%
Leukosit : 5.800/mm3
Trombosit : 136.000/mm3
Diff. count : 0/1/3/52/40/4
V. RESUME
Pada kasus ini, seorang anak perempuan, berusia 4 tahun, beralamat di Jl.
Naga Swidak, kelurahan 14 Ulu, berkebangsaan Indonesia, beragama
Islam, dirawat di SMF Ilmu Kesehatan Anak pada tanggal 16 Maret 2013
dengan keluhan utama demam mendadak, disertai keluhan tambahan
berupa keluar bintik-bintik merah di tangan, dan kaki. Sejak 4 hari
SMRS, penderita mengalami demam tinggi, mendadak, terus-menerus,
menggigil tidak ada. Demam disertai nyeri perut, batuk pilek tidak ada,
kejang tidak ada, mimisan tidak ada, gusi berdarah tidak ada, bintik-bintik
merah di kulit tidak ada, nyeri kepala tidak ada, nyeri di sendi-sendi tidak
ada, nyeri di belakang bola mata tidak ada, mual muntah tidak ada. BAB
dan BAK normal seperti biasa. Penderita kemudian dibawa ke puskesmas
dan di beri obat penurun panas, antibiotik, dan vitamin. Demam turun
sebentar namun tinggi lagi. Sejak 1 hari SMRS penderita mengalami
demam tinggi, mendadak, terus-menerus, menggigil tidak ada. Demam
disertai timbul bintik-bintik merah di tangan dan kaki, nyeri perut, nyeri di
belakang bola mata dan nyeri di sendi-sendi. Penderita kemudian dibawa
ke IGD RSUD Palembang BARI dan disarankan untuk masuk rumah
sakit. Pada pemeriksaan umum didapatkan kesadaran compos mentis, nadi
120x/mnt, pernapasan 30x/mnt, suhu badan 38,6oC. Sedangkan pada
pemeriksaan khusus pada kulit terdapat ptekie spontan. Pemeriksaan
penunjang didapatkan Hb 13,4%, Ht 40 vol%, leukosit 5,800/mm3, dan
Trombosit 136.000/mm3.
9
VI. DIAGNOSIS BANDING
TDBD grade II
Demam Dengue
VIII. PENATALAKSANAAN
1. Tirah baring
2. Terapi cairan: IVFD RL (4cc/kgBB/jam->50cc/jam) gtt 12x/menit
makro
3. Pantau cairan yang masuk sesuai hitungan
4. Paracetamol sirup 3 x 11/2 cth
5. Cek Hb, Ht, Trombosit serial tiap 12 jam
6. Observasi tanda vital
7. Hitung balance cairan tiap 24 jam
8. Banyak minum 300-700cc/hari (3 gelas belimbing)
X. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad fungsional : bonam
XI. FOLLOW UP
1. 17 Maret 2013 jam 07.00 wib
Keluhan : nyeri ulu hati (+), demam (+)
10
Vital Sign
Kesadaran : CM
Nadi : 112 x/menit, isi dan tegangan cukup
Suhu : 37, 6oC
Pernapasan : 26 x/ menit
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Laboratorium
Hb : 13,7 g/dl
Ht : 41 vol%
Trombosit : 88.000
41 40
= 100% = 2,5%
40
Diagnosis kerja : TDBD grade II
Penatalaksanaan
1. Tirah baring
2. Terapi cairan: IVFD RL (4cc/kgBB/jam50cc/jam) gtt
12x/menit makro
3. Pantau cairan yang masuk sesuai hitungan
4. Paracetamol sirup 3 x 11/2 cth
5. Ranitidin 2 x 1/2 amp
6. Cek Hb, Ht, Trombosit serial tiap 12 jam
7. Observasi tanda vital
8. Hitung balance cairan tiap 24 jam
9. Banyak minum 1,5-2 L/ hari
11
Nadi : 102 x/menit, isi dan tegangan cukup
Suhu : 36, 9oC
Pernapasan : 24 x/ menit
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Laboratorium
Hb : 15,1 g/dl
Ht : 46 vol %
Trombosit : 72.000
46 40
= 100% = 15%
40
Diagnosis kerja : TDBD grade II
Penatalaksanaan
1. Tirah baring
2. Terapi cairan: IVFD RL (12cc/kgBB/jam150cc/jam) gtt
37 x/menit makro
3. Pantau cairan yang masuk sesuai hitungan
4. Paracetamol sirup 3 x 11/2 cth
5. Ranitidin 2 x 1/2 amp
6. Cek Hb, Ht, Trombosit serial tiap 6 jam
7. Observasi tanda vital
8. Hitung balance cairan tiap 24 jam
3. 18 Maret 2013
Keluhan : P 7 hari, demam (-) sejak 1 hr yll, batuk (+)
BB : 14,5 kg
Vital Sign
Kesadaran : CM
Nadi : 112 x/mnt, isi dan tegangan cukup
Suhu : 37, 1oC
12
Pernapasan : 22 x/ menit
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Laboratorium
Hb : 12,0 g/dl
Ht : 35 vol%
Trombosit : 89.000
46 35
= 100% = 31,4%
35
Diagnosis kerja : DBD grade II
Penatalaksanaan
1. Tirah baring
2. Terapi cairan: IVFD RL (6cc/kgBB/jam87cc/jam) gtt 20
x/menit makro
3. Pantau cairan yang masuk sesuai hitungan
4. Paracetamol sirup 3 x 11/2 cth
5. Ranitidin 2 x amp
6. Cek Hb, Ht, Trombosit serial tiap 24 jam
7. Observasi tanda vital
4. 19 Maret 2013
Keluhan : (-)
Vital Sign
Kesadaran : CM
Nadi : 106 x/mnt, isi dan tegangan cukup
Suhu : 36, 5oC
Pernapasan : 24 x/ menit
Tekanan darah : 100/70 mmHg, Tb: 81.000/ul, Ht: 36%
Diagnosis kerja : DBD grade II
13
Penatalaksanaan
1. Tirah baring
2. Terapi cairan: IVFD RL gtt 12/menit makro (50cc/jam)
3. Paracetamol sirup 3 x 11/2 cth
4. Ranitidin 2 x amp
5. Observasi tanda vital
6. R/ pulang
14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD) dan dengue shock
syndrome (DSS) disebabkan oleh virus dengue yang merupakan anggota genus
Flavivirus dari family Flaviviridae. Terdapat 4 serotipe virus dengue yang disebut
DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Oleh karena ditularkan melalui gigitan
artropoda maka virus dengue termasuk arbovirus. Vektor DBD yang utama adalah
nyamuk Aedes aegypti.1,2,3,4
Setelah terinokulasi ke manusia, virus dengue mempunyai masa inkubasi
selama 3-14 hari (rata-rata 4-7 hari). Replikasi virus berada di sel yang berfungsi
sebagai system reticuloendothelial, seperti sel dendrite, hepatosit, dan sel endotel.
Infeksi ini menghasilkan produksi dari imunitas seluler dan humoral. Setelah
masa inkubasi, demam akut terjadi selama 5-7 hari. Penyembuhan biasanya
terjadi pada 7-10 hari.1
Dengue hemorrhagic fever atau dengue shock syndrome merupakan
bentuk berat dari infeksi dengue yang biasanya timbul pada hari ke 3-7, utamanya
saat suhu tubuh turun. Kelainan patologis yang mendasarinya adalah kebocoran
plasma yang cepat, gangguan hemostasis, dan kerusakan pada hepar,
menyebabkan kehilangan cairan yang berat dan pendarahan. Kebocoran plasma
disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler dan mungkin bermanifestasi
sebagai hemokonsentrasi, pleural effusion, dan ascites. Pendarahan disebabkan
oleh fragilitas kapiler dan trombositopenia dan bermanifestasi menjadi berbagai
bentuk, mulai dari ptechiae sampai pendarahan gastrointestinal. Kerusakan hepar
mengakibatkan peningkatan alanine aminotransferase and aspartate
aminotransferase, kadar albumin yang rendah, dan gangguan koagulasi. 1
15
B. Etiologi
Virus dengue terdiri dari 4 serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan
DEN-4. Keempat serotipe ini dapat ditemukan di indonesia. Serotipe DEN-3
merupakan serotipe yang paling banyak ditemukan di Indonesia dan
berhubungan dengan manifestasi yang berat. Virus dengue yang ditularkan
melalui vektor nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes
polynesiensis, dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang
berperan. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur
hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak terdapat perlindungan terhadap
serotipe lain.4
C. Patofisiologi
Volume Plasma
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit
danmembedakan antara DD dengan DBD ialah peningkatan permeabilitas
dinding pembuluh darah, penurunan volume plasma, terjadinya hipotensi,
trombositopenia, serta diatesis hemoragik. Penyelidikan volume plasma pada
kasus DBD dengan menggunakan 131 Iodine labelled human albumin sebagai
indikator membuktikan bahwa plasma merembes selama perjalanan penyakit
mulai dari permulaan masa demam dan mencapai puncaknya padamasa syok.
Pada kasus berat, syok terjadi secara akut, nilai hematokrit meningkat bersamaan
dengan menghilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah.
Meningginya nilai hematokrit pada kasus syok menimbulkan dugaan bahwa syok
terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskular (ruang
interstisial dan rongga serosa) melalui kapiler yang rusak. Bukti yang
mendukung dugaan ini ialah meningkatnya berat badan, ditemukannya cairan
yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan
perikardium yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui
infus, dan terdapatnya edema.1,2,3
16
Pada sebagian besar kasus, plasma yang menghilang dapat diganti secara
efektif dengan memberikan plasma atau ekspander plasma. Pada masa dini dapat
diberikan cairan yang mengandung elektrolit. Syok terjadi secara akut dan
perbaikan klinis terjadi secara cepat dan drastis. Sedangkan pada otopsi tidak
ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah yang bersifat dekstruktif atau
akibat radang, sehingga menimbulkan dugaan bahwa perubahan fungsional
dinding pembuluh darah agaknya disebabkan oleh mediator farmakologis yang
bekerja secara cepat. Gambaran mikroskop elektron biopsi kulit pasien DBD
pada masa akut memperlihatkan kerusakan sel endotel vaskular yang mirip
dengan luka akibat anoksia atau luka bakar. Gambaran itu juga mirip dengan
binatang yang diberi histamin atau serotonin atau dibuat keadaan
trombositopenia. 1,2,3
Trombositopenia
Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada
sebagian besar kasus DBD. Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam
dan mencapai nilai terendah pada masa syok. Jumlah trombosit secara cepat
meningkat pada masa konvalesens dan nilai normal biasanya tercapai 7-10 hari
sejak permulaan sakit. Trombositopenia yang dihubungkan dengan
meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa
hidup trombosit diduga akibatmeningkatnya destruksi trombosit. Dugaan
mekanisme lain trombositopenia ialah depresi fungsi megakariosit. Penyelidikan
dengan radio isotop membuktikan bahwa penghancuran trombosit terjadi dalam
sistem retikulo endotel, limpa dan hati.Penyebab peningkatan destruksi trombosit
tidak diketahui, namun beberapa faktor dapat menjadi penyebab yaitu virus
dengue, komponen aktif sistem komplemen,kerusakan sel endotel dan aktivasi
sistem pembekuan darah secara bersamaan atau secara terpisah. Lebih lanjut
fungsi trombosit pada DBD terbukti menurun mungkin disebabkan proses
imunologis terbukti ditemui kompleks imun dalam peredaran darah.
17
Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit dianggap sebagai penyebab
utama terjadinya perdarahan pada DBD. 1,2,3
18
faktor DIC, terutama pada kasus dengan syok lama yang tidak dapat diatasi
disertai komplikasi asidosis metabolik (4)Antitrombin III yang merupakan
kofaktor heparin. Pada kasus dengan kekurangan antitrombin III, respon
pemberian heparin akan berkurang. 1,2,3
Sistem Komplemen
Penelitian sistem komplemen pada DBD memperlihatkan penurunan
kadar C3, C3 proaktivaktor, C4, dan C5 baik pada kasus yang disertai syok
maupun tidak. Terdapat hubungan positif antara kadar serum komplemen dengan
derajat penyakit. Penurunan ini menimbulkan perkiraan bahwa pada dengue,
aktivasi komplemen terjadi baik melalui jalur klasik maupun jalur alternatif.
Hasil penelitian radio isotop mendukung pendapat bahwa penurunan kadar serum
komplemen disebabkan oleh aktivasi sistem komplemen dan bukan oleh karena
produksi yang menurun atau ekstrapolasi komplemen. Aktivasi ini menghasilkan
anafilatoksin C3a dan C5a yang mempunyai kemampuan stimulasi sel mast
untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat untuk menimbulkan
peningkatan permeabilitas kapiler, pengurangan plasma dan syok hipopolemik.
Komplemen juga bereaksi dengan epitop virus pada sel endotel, permukaan
trombosit dan limfosit T, yang menimbulkan waktu paruh trombosit memendek,
kebocoran plasma, syok, dan perdarahan.Disamping itu komplemen juga
merangsang monosit untuk memproduksi sitokin seperti tumor nekrosis
faktor (TNF), interferon gama, interleukin (IL-2 dan IL-1).1,2,3
Bukti-bukti yang mendukung peran sistem komplemen pada penderita
DBD ialah (1) ditemukannya kadar histamin yang meningkat dalam urin 24 jam,
(2) adanya kompleks imun yang bersirkulasi (circulating immune complex) baik
pada DBD derajat ringan maupun berat, (3) adanya korelasi antara kadar
kuantitatif kompleks imun dengan derajat berat penyakit. 1,2,3
19
Respon Leukosit
Pada perjalanan penyakit DBD, sejak demam hari ketiga terlihat
peningkatanlimfosit atopik yang berlangsung sampai hari ke delapan.
Pemeriksaan limfosit plasma biru secara seri dari preparat hapus darah tepi
memperlihatkan bahwa LPB pada infeksi dengue mencapai puncak pada hari ke
enam. Selanjutnya dibuktikan pula bahwa diantara hari keempat sampai
kedelapan demam terdapat perbedaan bermakna proporsi LPB pada DBD dengan
demam dengue. Dari penelitian imunologi disimpulkan bahwa LPB merupakan
campuran antara limfosit B dan limfosit T. Definisi LPB ialah limfosit dengan
sitoplasma biru tua, pada umumnya mempunyai ukuran lebih besar atau sama
dengan limfosit besar, sitoplasma lebar dengan vakuolisasi halus sampai sangat
nyata, dengan daerha perinuklear yang jernih. Inti terletak pada salah satu tepi sel
berbentuk bulat oval atau berbentuk ginjal. Kromosom inti kasar dan kadang-
ladang di dalam inti terdapat nukleoli. Pada sitoplasma tidak ada granula
azurofilik. Daerah yang berdekatan dengan eritrosit tidak melekuk dan tidak
bertambah biru. 1,2,3
D. Patogenesis
Sampai saat ini, sebagian besar ahli masih menganut the secondary
heterologous infection hypothesis atau the sequential infection hypothesis dikarenakan
kesukaran mendapatkan model binatang percobaan yang dapat dipergunakan untuk
menimbulkan gejala klinis DBD seperti pada manusia.. Teori ini menyatakan bahwa
demam berdarah dengue dapat terjadi apabila seseorang setelah terinfesi dengue
pertama kali mendapatkan infeksi berulang kedua virus dengue serotipe lain dalam
jarak waktu 6 bulan sampai 5 tahun.
20
SECONDARY HETEROLOGOUS DENGUE INFECTION
Kinin
Clotting factors
Vascular
permeability
FDP
21
The immunological Enhancement Hypothesis
Antibodi yang terbentuk pada infeksi dengue terdiri dari IgG yang berfunsi
menghambat peningkatan replikasi virus dalam monosit, yaitu enhancing-antibody dan
neutralizing-antibody. Pada saat ini dikenal 2 jenis tipe antibodi yaitu (1) kelompok
monoklonal reaktif yang tidak mempunyai sifat menetralisasi tetapi memacu replikasi
virus, dan (2) Antobodi yang dapat menetralisasi secara spesifik tanpa disertai daya
memacu replikasi virus. Perbedaan ini berdasarkan adanya virion determinant
spesificity. Antobodi non-neutralisasi yang dibentuk pada infeksi primer akan
menyebabkan terbentuknya kompleks imun pada infeksi sekunder dengan akibat
memacu replikasi virus. Teori ini pula yang mendasari pendapat bahwa infeksi
sekunder virus dengu oleh serotipe dengue yang berbeda cenderung menyebabkan
manifestasi berat. Dasar urama hipotesis ialah meningkatnya reaksi immunologis (the
immonological enchancement hypothesis) yang berlangsung sebagai berikut:
(a) Sel Fagosit mononuklear yaitu monosit, makrofag, histiosit dan sel Kupffer
merupakan tempat utama terjadinya infeksi virus dengue primer.
(b) Non neutralizing antibody baik yang bebas dalam sirkulasi maupun yang
melekat(sitofilik) pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya
virus dengue pada permukaan sel fagosit mononukelar. Mekanisme pertama ini
disebut mekanisme aferen.
(c) Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononukelar yang
telah terinfeksi
(d) Selanjutnya sel monosit yang mengandung kompleks imun akan menyebar ke
usus, hati, limpa dan sumsum tulang. Mekanis ini disebut mekanisme eferen.
Parameter perbedaan terjadinya DBD dengan dan tanpa renjatan ialah jumlah sel
yang terkena infeksi.
(e) Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan sistem
humoral dan sistem komplemen dengan akibat dilepaskannya mediator yang
mempengaruhi permeabilitas kapiler dan menaktivasi sistem koagulasi.
Mekanisme ini disebut mekanisme efektor. 1,2,3
22
Aktivasi Limfosit T
Limfosit T juga memegan peran penting dalam patogenesis DBD. Akibat
rangsang monosit yang terinfeksi virus dengue atau antigen virus dengue, limfosit
dapat mengeluarkan interferon (IFN- dan ). Pada infeksi sekunder oleh virus dengue
( serotipe berebda denga ninfeksi pertama), limfosit T CD4+ dan CD8+ spesifik virus
dengue, monosit akan mengalami lisis dan mengeluarkan mediator yang menyebabkan
kebocoran plasma dan perdarahan. Hipotesis kedua patogenesis DBD mempunyai
konsep dasar bahwa keempat serotipe virus dengue mempunyai potensi patogen yang
sama dan gejala berat terjadi sebagai akibat serotipe/galur serotipe virus dengue yang
paling virulen. 1,2,3
E. Bentuk klinis
Berdasarkan kriteria WHO tahun 1997 dengan indikator demam 2-7 hari,
tendensi perdarahan, hepatomegali, renjatan, bukti kebocoran plasma dan
trombositopenia.
Berdasarkan kepastian diagnosis: 4
1. Tersangka Demam Dengue (TDD)
Demam akut 2-7 hari ditambah 2 atau lebih manifestasi klinik seperti sakit
kepala, sakit di belakang bola mata, mialgia, artralgia, rash, manifestasi
perdarahan, leukopenia, tidak terbukti adanya kebocoran plasma dan tidak
terbukti diagnosis klinis lain
2. Tersangka Demam Berdarah Dengue (TDBD)
Demam + manifestasi perdarahn paling sedikit test torniquet (+)
3. Demam dengue
Apabila terdapat semua gejala TDD namun tidak dapat ditemukan
peningkatan Ht >20% (tidak terbukti terjadi plasma leakage)
4. Demam berdarah dengue
Apabila ditemukan peningkatan Ht >20% dan penurunan hematokrit
setidaknya 20% setelah resusitasi cairan.
23
Menurut WHO, ada beberapa kriteria untuk menegakkan diagnosis DBD :2,3,4
1. Demam akut selama 2-7 hari.
2. Adanya minimal satu dari manifestasi perdarahan (uji torniquet positif,
ekimosis, purpura, petekie, perdarahan pada mukosa, traktus
gastrointestinal, lebam pada bekas suntikan, hematemesis, dan melena)
3. Trombositopenia ( 100.000 sel/ mm3)
4. Adanya bukti kebocoran plasma, ditandai dengan:
- Kenaikan hematokrit 20% dari hematokrit normal pasien.
- Penurunan hematokrit 20% setelah resusitasi cairan.
- Adanya efusi pleura, asites, hipoproteinemia.
F. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan adalah uji torniquet,
pemeriksaan hematokrit dan trombosit secara serial, pemeriksaan albumin darah,
CT, BT, PT dan PTT. Pemeriksaan laboratoris yang sering ditemukan pada
pasien DHF adalah trombositopenia (< 100.000/ul) dan hemokonsentrasi (kadar
Ht lebih 20% dari normal). Untuk menentukan hasil positif atau negatif penderita
DHF dapat digunakan pemeriksaan serologis dengan dengue blot kit IgG dan
IgM yang diperiksa mulai dari hari ke-4 demam berlangsung. NS1 adalah
glikoprotein non struktural dari virus dengue yang dapat terdeteksi pada darah
mulai awal demam sampai hari ke-5. Pemeriksaan radiologi juga terkadang
24
dilakukan untuk mendeteksi adanya efusi pleura, terutama di rontgen dada dapat
dijumpai pada hemitoraks kanan, tetapi apabila terjadi plasma leakage yang
hebat efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto
rontgen dada sebaiknya dilakukan dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien
tidur di sisi kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan
pemeriksaan USG.
Menurut penelitian Chuamsumrit A. et al. Hasil laboratoris berikut yang
merupakan faktor resiko terjadinya DSS: Peningkatan hematokrit >20%, platelet
<40000/mm3, aPTT >44 detik, PT >14 detik, TT > 16 detik.
G. Indikasi rawat4
Penderita tersangka demam berdarah derajat I dengan panas 3 hari atau
lebih dianjurkan untuk dirawat
Tersangka demam berdarah derajat I dengan hiperpireksia atau tidak mau
makan atau muntah-muntah dan kejang serta Ht cenderung meningkat dan
trombosit cenderung turun atau < 100.000 harus dirawat
Penderita demam berdarah derajat I pada follow up berikutnya ditemukan
status mental berubah, nadi menjadi cepat dan kecil, kaki dan tangan
dingin, tekanan darah menurun dan oliguria harus dirawat
Seluruh derajat II, III dan IV
25
H. Terapi4
Pada dasarnya pengobatan dari DHF atau DSS bersifat simptomatik dan suportif.
1. DHF tanpa shock
Penderita perlu diberi minum banyak 1 - 2 liter dalam 24 jam
berupa air dengan gula, sirup, atau susu. Hiperpireksia (suhu >400C) diatasi
dengan pemberian antipiretik dan kompres. Kejang yang timbul dapat
diatasi dengan pemberian antikonvulsan. Anak berumur lebih dari 1 tahun
diberi luminal dengan dosis 75 mg dan dibawah 1 tahun dengan dosis 50 mg
IM. Pemberian IVFD dilakukan apabila: penderita terus menerus muntah
dan hematokrit cenderung meningkat.
26
Tatalaksana DBD Derajat 1 atau Derajat II tanpa peningkatan HT<45
Pulang
27
DBD Derajat II dengan Peningkatan Ht >20% atau Ht >45
Cairan Awal RL/NaCl 0.9% atau RLD
5/NaCl 0.9% + D5 6-7 ml/kgBB/jam
Tidak gelisah, nadi kuat, tekanan darah stabil, Gelisah, Distress pernapasan, frekuensi
diuresis cukup (2ml/kgBB), Ht turun nadi naik, Ht tetap tinggi, tek nadi <20
5 ml/kgBB/jam
3ml/kgBB/jam
Distres pernapasan, Ht
Ht turun
naik
IVFD stop pada 24-48 jam bila
tanda vital/ Ht stabil, diuresis
Koloid 20-30 ml/kgBB Transfusi darah 10
cukup.
ml/kgBB
Perbaikan
28
Tatalaksana kasus DBD derajat III dan IV
Evaluasi 30 menit
Evaluasi 1 jam
Stabil dalam 24 jam
Tetesan 5 cc/KgBB/jam
Syok teratasi
Syok belum teratasi
Tetesan 3 cc/KgBB/jam
Ht turun Ht tetap tinggi/naik
Infus stop tidak lebih dari 48
jam setelah syok teratasi
Transfusi darah segar 10 Koloid 20cc/KgBB/jam
29 cc/KgBB diulang
sesuai kebutuhan
I. Indikasi pulang
1. Keadaan umum baik dan masa kritis berlalu (> 7 hari sejak panas).
2. Nafsu makan membaik
3. Secara klinis tampak perbaikan dan status hemodinamik stabil
4. Output urin >1cc/kgbb/jam
5. Tidak demam selama 48 jam tanpa antipiretik
6. Hematokrit stabil
7. Jumlah trombosit >50.000/uL dengan kecenderungan meningkat
8. Tidak dijumpai distress pernapasan (disebabkan oleh efusi pleura atau
asidosis) minimal tiga hari setelah syok teratasi
J. Komplikasi
Perdarahan gastrointestinal masif, ensepalopati, edema paru, DIC, dan efusi
pleura.
K. Prognosis
Angka kematian kasus di Indonesia secara keseluruhan <3%. Angka
kematian DSS di RS 5-10%. Kematian meningkat bila disertai komplikasi.
DBD akan berlanjut menjadi syok atau penderita dengan komplikasi sulit
diramalkan.
30
BAB III
ANALISA KASUS
31
didapatkan peningkatan Ht yang menunjukkan plasma leakage sehingga terjadi
hemokonsentrasi yang mengakibatkan penurunan trombosit. Sampai pada hari ini
pasien didiagnosa dengan TDBD II dan terapi ditambah ranitidin 2 x amp.
Kemudian pada tanggal 17 maret 2013 pukul 20:00, pasien mengeluh nyeri
perut, dari pemeriksaan vital sign didapatkan TD 90/60, Nadi 102x /menit isi dan
tegangan cukup, Temp. 36,9C, RR 24 x/m. Dari hasil laboratorium didapatkan Hb :
15,1 g/dl, Ht : 46 vol %, Trombosit : 72.000, : 15%. Dari hasil laboratorium ini
didapatkan peningkatan Ht yang menunjukkan plasma leakage sehingga terjadi
hemokonsentrasi yang mengakibatkan penurunan trombosit. Oleh karena itu pasien
masih didiagnosa TDBD grade II. Pada terapi kebutuhan cairan pada pasien diubah
sesuai dengan skema terapi DBD grade II dengan Ht >20% atau Ht >45. Terapi
cairan pada kasus IVFD RL (12cc/kgBB) gtt 37 x/menit makro (150cc/jam).
Kemudian pada tanggal 18 maret 2013 pukul 07:00, panas hari ke-7, pasien
mengeluh demam (-) sejak 1 hr yll, batuk (+), dari pemeriksaan vital sign didapatkan
TD 100/70, Nadi 112x/menit isi dan tegangan cukup, Temp. 37,1C, RR 22 x/m. Dari
hasil laboratorium didapatkan Hb : 12,0 g/dl, Ht : 35 vol%, Trombosit : 89.000, :
31,4%. Dari hasil laboratorium ini didapatkan peningkatan Ht yang menunjukkan
plasma leakage sehingga terjadi hemokonsentrasi yang mengakibatkan penurunan
trombosit dan > 20%. Oleh karena itu pasien telah didiagnosa DBD grade II.
Pada terapi kebutuhan cairan pada pasien diubah sesuai dengan skema terapi BDB
grade II Ht >20% atau Ht >45 dengan perbaikan. Jadi terapi cairan dikurangi
6ml/kgBB/jam, IVFD RL gtt 20 x/menit makro (87cc/jam).
Pada tanggal 19 Maret 2013 pasien tidak ada keluhan, pasien dipulangkan
karena keadaan umum baik, pasien telah bebas demam 2 hari tanpa antipiretik, dari
hasil laboratorium didapatkan penurunan Ht, dan peningkatan trombosit
(81.000/mm3). Pemeriksaan NS-1 dan serologis Ig M dan Ig G anti dengue tidak
dilakukan pada pasien karena harganya yang mahal.
32
DAFTAR PUSTAKA
33