Anda di halaman 1dari 27

Darmadi's Blog Berbagi Informasi Dalam Inovasi

Beranda
cErAh (cerita kehidupan)
dear all,,

LAPORAN PRAKTIKUM
OSEANOGRAFI FISIKA
Oktober 7, 2010

(Fieldtrip Pelabuhan Kejawan Cirebon)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kata oseanografi adalah kombinasi dari dua kata yunani : oceanus (samudera) dan graphos
(uraian/deskripsi) sehingga oseanografi mempunyai arti deskripsi tentang samudera. Tetapi
lingkup oseanografi pa da kenyataannya lebih dari sekedar deskripsi tentang samudera, karena
samudera sendiri akan melibatkan berbagai disiplin ilmu jika ingin diungkapkan.

Dalam bahasa lain yang lebih lengkap, oseanografi dapat diartikan sebagai studi dan penjelajahan
(eksplorasi) ilmiah mengenai laut dan seg ala fenomenanya. Laut sendiri adalah bagian dari
hidrosfer. Seperti diketahui bahwa bumi terdiri dari bagian padat yang disebut litosfer, bagian cair
yang disebut hidrosfer dan bagian gas yang disebut atmosfer. Sementara itu bagian yang berkaitan
dengan sistem ekologi seluruh makhluk hidup penghuni planet Bumi dikelompokkan ke dalam
biosfer.

Para ahli oseanografi mempelajari berbagai topik, termasuk organisme laut dan dinamika
ekosistem; arus samudera, ombak, dan dinamika fluida geofisika; tektonik lempeng dan geologi
dasar laut; dan aliran berbagai zat kimia dan sifat fisik didalam samudera dan pada batas-batasnya.
Topik beragam ini menunjukkan berbagai disiplin yang digabungkan oleh ahli oceanografi untuk
memperluas pengetahuan mengenai samudera d an memahami proses di dalamnya: biologi, kimia,
geologi, meteorologi, dan fisika.

Beberapa sumber lain berpendapat bahwa ada perbedaan mendasar ya ng membedakan antara
oseanografi dan oseanologi. Oseanologi terdiri da ri dua kata (dalam bahasa Yunani) yaitu oceanos
(laut) dan logos (ilmu) yang secara sederhana dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari
tentang laut. Dalam arti yang lebih lengkap, oseanologi adalah studi ilmiah mengenai laut dengan
cara menerapkan ilmu-ilmu pengetahuan tradisional seperti fisika, kimia, matematika, dan lain-
lain ke dalam segala aspek mengenai laut .

Oseanografi adalah bagian dari ilmu kebumian atau earth sciences yang mempelajari laut,samudra
beserta isi dan apa yang berada di dalamnya hingga ke kerak samuderanya. Secara umum,
oseanografi da pat dikelompokkan ke dalam 4 (empat) bidang ilmu utama yaitu: geologi
oseanografi yang mempelajari lantai samudera atau litosfer di bawah laut; fisika oseanografi yang
mempelajari masalah-masalah fisis laut seperti arus, gelombang, pasang surut dan temperatur air
laut; kimia oseanografi yang mempelajari masalah-masalah kimiawi di laut, dan yang terakhir
biologi oseanografi yang mempelajari masalah-masalah yang berkaitan dengan flora dan fauna
atau biota di laut.

Studi menyeluruh (komprehensif) mengenai laut dimulai pertama kali dengan dilakukannya
ekspedisi Challenger (1872-1876) yang dipimpin oleh naturalis bernama C.W. Thomson (yang
berkebangsaan Skotlandia) dan John Murray (yang berkebangsaan Kanada). Istilah Oseanografi
sendiri digunakan oleh mereka di dalam laporan yang diedit oleh Murray. Selanjutnya Murray
menjadi pemimpin dalam studi berikutnya mengenai sedimen laut. Keberhasilan dari ekspedisi
Challenger dan pentingnya ilmu pengetahuan tentang laut dalam perkapalan/perhubungan laut,
perikanan, kabel laut dan studi mengenai iklim akhirnya membawa banyak negara untuk
melakukan ekspedisi-ekspedisi berikutnya. Organisasi oseanografi internasional yang pertama kali
didirikan adalah The International Council for the Exploration of the Sea (1901).

Oseanografi fisis meliputi dua kegiatan utama (1) studi observasi langsung pada samudera dan
penyiapan peta sinoptik elemen elemen yang membangun karakter samudera, serta (2) study
teoritis proses fisis yang diharapkan dapat member arah dalam observasi samudera (William,
1962). Keduanya tidak dapat berdiri sendiri tanpa informasi dari sisi kimiawi, biologi, dan geologi
sebagai bagian dari deskripsi samudera dan sebagai validitas kondisi fisisnya.

2.1. Tujuan Praktikum

Tujuan dari laporan praktikum ini adalah sebagai tugas akhir mata kuliah oseanografi fisika dan
sebagai bahan referensi ilmiah untuk kajian studi oseanografi fisika khususnya pada kajian tentang
pasang surut, gelombang, dan arus.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pantai Pelabuhan Kejawanan Cirebon

PPN Kejawanan terletak di Kelurahan Lemah Wungkuk Kota Cirebon, tepatnya pada posisi 060-
44-14 LS/1080-34-53 BT, dilengkapi dengan berbagai sarana seperti sarana pokok, sarana
fungsional dan sarana tambahan/penunjang, PPN Kejawanan yang berada di bagian Timur Jawa
Barat, secara geografis sangat strategis karena merupakan pintu gerbang Jawa Barat bagian Timur
dan dengan mudah menghubungkan daerah pemasaran potensial yaitu Bandung dan Jakarta
sekaligus sebagai pintu gerbang keluar masuknya arus komiditi barang ekspor impor yang
berfungsi sebagai pusat perdagangan dan industri serta wisatawan domestik maupun asing ke Jawa
Barat khususnya Cirebon. Oleh karena itu, Pelabuhan Cirebon diklasifikasikan sebagai pelabuhan
Indonesia II, merupakan pelabuhan paling besar yang terletak di Jawa Barat. Pantai pelabuhan
Kejawanan memiliki topografi pantai yang landai dan merupakan pantai dengan perairan tenang
dan gelombang yang tidak terlalu besar. Arah angin dominan sepanjang tahun yang mempengaruhi
pembentukan gelombang laut yang menuju ke arah pantai Teluk Cirebon. Ketinggian gelombang
di laut Jawa umumnya disebabkan oleh angin biasanya mencapai lebih dari 2 meter dan merupakan
gelombang laut dalam

2.2. Pasang Surut Muka Air Laut

Gelombanggelombang laut yang paling panjang adalah yang berhubungan dengan pasang surut,
dan dikarakterisasi oleh naik dan turunnya permukaan laut yang berirama setelah periode beberapa
jam. Pasang naik biasanya disebut sebagai aliran/flow (atau flood), sedangkan sedangkan pasang
turun dinamakan (ebb). Istilah surut dan aliran pada pasang surut juga biasa digunakan untuk
mengartikan arus arus pasang itu sendiri (dan, tentu saja, pasang flood lebih sering digunakan
daripada aliran/flow). Dari awal mulanya telah diketahui bahwa ada hubungan antara pasang
surut dengan matahari dan bulan. Pasang surut dalam keadaan tertinggi pada saat bulan purnama
atau baru, dan waktu waktu pasang surut yang tinggi pada lokasi tertentu dapat diperkirakan (tapi
tidak tepat sekali) dihubungkan dengan posisi bulan di langit. Karena pergerakan relatif bumi,
matahari, bulan cukup rumit, maka mengakibatkan pengaruh mereka akan peristiwa pasang surut
menghasilkan pola pola kompleks yang sama. Meskipun begitu, jarak gaya gaya yang
ditimbulkan oleh pasang surut dapat dirumuskan dengan tepat, walaupun respon lautan atas gaya
gaya ini dimodifikasi oleh efek efek permanen topografi dan efek sementara dari pola pola
cuaca (Dr. Agus Supangat, Pengantar Oseanografi. ITB).

Pasang surut air laut adalah suatu gejala fisik yang selalu berulang dengan periode tertentu dan
pengaruhnya dapat dirasakan sampai jauh masuk kearah hulu dari muara sungai. Pasang surut
terjadi karena adanya gerakan dari benda benda angkasa yaitu rotasi bumi pada sumbunya,
peredaran bulan mengelilingi bumi dan peredaran bulan mengelilingi matahari. Gerakan tersebut
berlangsung dengan teratur mengikuti suatu garis edar dan periode yang tertentu. Pengaruh dari
benda angkasa yang lainnya sangat kecil dan tidak perlu diperhitungkan .

Gerakan dari benda angkasa tersebut di atas akan mengakibatkan terjadinya beberapa macam gaya
pada setiap titik di bumi ini,yang disebut gaya pembangkit pasang surut. Masing masing gaya akan
memberikan pengaruh pada pasang surut dan disebut komponen pasang surut, dan gaya tersebut
berasal dari pengaruh matahari, bulan atau kombinasi keduanya.

Puncak gelombang disebut pasang tinggi dan lembah gelombang disebut pasang rendah.
Perbedaan vertikal antara pasang tinggi dan pasang rendah disebut rentang pasang surut (tidal
range). Periode pasang surut adalah waktu antara puncak atau lembah gelombang ke puncak atau
lembah gelombang berikutnya. Harga periode pasang surut bervariasi antara 12 jam 25 menit
hingga 24 jam 50 menit.
Pasang purnama (spring tide) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari berada dalam suatu garis
lurus. Pada saat itu akan dihasilkan pasang tinggi yang sangat tinggi dan pasang rendah yang sangat
rendah. Pasang surut purnama ini terjadi pada saat bulan baru dan bulan purnama.

Pasang perbani (neap tide) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari membentuk sudut tegak lurus.
Pada saat itu akan dihasilkan pasang tinggi yang rendah dan pasang rendah yang tinggi. Pasang
surut perbani ini terjadi pasa saat bulan 1/4 dan 3/4.

Gambar. Spring Tide dan Neap Tide

Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek sentrifugal
adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara langsung dengan massa tetapi
berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik
gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang
surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi
menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut
gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara
sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari.

Untuk menjelaskan terjadinya pasang surut maka mula-mula dianggap bahwa bumi benar-benar
bulat serta seluruh permukaannya ditutupi oleh lapisan air laut yang sama tebalnya sehingga
didalam hal ini dapat diterapkan teori keseimbangan. Pada setiap titik dimuka bumi akan terjadi
pasang surut yang merupakan kombinasi dari beberapa komponen yang mempunyai amplitudo
dan kecepatan sudut yang tertentu sesuai dengan gaya pembangkitnya. Pada keadaan sebenarnya
bumi tidak semuanya ditutupi oleh air laut melainkan sebagian merupakan daratan dan juga
kedalaman laut berbeda beda. Sebagai konsekwensi dari teori keseimbangan maka pasang surut
akan terdiri dari beberapa komponen yang mempunyai kecepatan amplitudo dan kecepatan sudut
tertentu, sama besarnya seperti yang diuraikan pada teori keseimbangan.

Kisaran pasang-surut (tidal range), yakni perbedaan tinggi muka air pada saat pasang maksimum
dengan tinggi air pada saat surut minimum, rata-rata berkisar antara 1 m hingga 3 m.

Tipe pasut ditentukan oleh frekuensi air pasang dengan surut setiap harinya. Hal ini disebabkan
karena perbedaan respon setiap lokasi terhadap gaya pembangkit pasang surut. Jika suatu perairan
mengalami satu kali pasang dan satu kali surut dalam satu hari, maka kawasan tersebut dikatakan
bertipe pasut harian tunggal (diurnal tides), namun jika terjadi dua kali pasang dan dua kali surut
dalam sehari, maka tipe pasutnya disebut tipe harian ganda (semidiurnal tides). Tipe pasut lainnya
merupakan peralihan antara tipe tunggal dan ganda disebut dengan tipe campuran (mixed tides)
dan tipe pasut ini digolongkan menjadi dua bagian yaitu tipe campuran condong harian ganda
(Mixed Tide predominantly Semi-diurnal Tide) dan tipe campuran condong harian tunggal (Mixed
Tide predominantly Diurnal Tide).

Gambar Tipe-Tipe Pasut

Penyebab variasi pasang surut, antara lain:

1. Kedalaman Laut

Agar tonjolan air laut dapat mengikuti gerakan bulan, haruslah dapat bergerak mengellingi bumi
dalam 25 jam, namun kecepatan maksimum gelombang untuk bergerak dibatasi oleh kedalaman
laut. Dibutuhkan kedalaman samudera rata-rata 22 km agar ketinggian pasut dapat orbit 25 jam,
nyatanya kedalaman laut rata-rata hanya 4 km.

2. Massa Daratan dan Topografi Dasar Laut

Adanya daratan menghalangi tonjolan untuk bergerak mengitari bumi. Bukit dan palung di laut
menghalangi berkembangnya pasut.

3. Gesekan
Teori pasut mengabaikan gesekan antara dasar laut dengan air maupun gesekan dalam air itu
sendiri. Viskositas memperlambat reaksi air terhadap gaya penyebab pasut.

4. Pengaruh Gaya Coriolis

Akibat putaran bumi pada porosnya, membelokkan gaya yang bekerja.

5. Resonansi

Tiap bagian air mempunyai periode osilasi alami tergantung ukuran dan kedalaman. Jika
gelombang terjadi dalam bagian air yang mempunyai frekuensi sama, maka gelombang tersebut
cenderung diperbesar.

Untuk meramalkan pasang surut, diperlukan data amplitudo dan beda fasa dari masing-masing
komponen pembangkit pasang surut. Komponen-komponen utama pasang surut terdiri dari
komponen tengah harian dan harian. Namun demikian, karena interaksinya dengan bentuk
(morfologi) pantai dan superposisi antar gelombang pasang surut komponen utama, akan
terbentuklah komponen-komponen pasang surut yang baru.

Gambar 1. Pola gerak muka air pasut di Indonesia (Triatmodjo, 1996).

Seperti telah disebutkan di atas, komponen-komponen utama pasang surut terdiri dari komponen
tengah harian dan harian. Namun demikian, karena interaksinya dengan bentuk (morfologi) pantai,
superposisi antar komponen pasang surut utama, dan faktor-faktor lainnya akan mengakibatkan
terbentuknya komponen-komponen pasang surut yang baru.

2.2.1 Energi Pasang Surut Air Laut

Indonesia dengan luas perairan hampir 60% dari total luas wilayah sebesar 1.929.317 km2,
Indonesia seharusnya bisa menerapkan teknologi alternatif ini. Apalagi dengan bentangan Timur
ke Barat sepanjang 5.150 km dan bentangan Utara ke Selatan 1.930 km telah mendudukkan
Indonesia sebagai negara dengan garis pantai terpanjang di dunia. Pada musim hujan, angin
umumnya bergerak dari Utara Barat Laut dengan kandungan uap air dari Laut Cina Selatan dan
Teluk Benggala. Di musim Barat, gelombang air laut naik dari biasanya di sekitar Pulau Jawa.
Fenomena alamiah ini mempermudah pembuatan teknik pasang surut tersebut.

Penerapannya di Indonesia bukanlah sesuatu yang mustahil. Tapi perlu ada master plan yang jelas
untuk mewujudkannya. Karena ini dapat menjadi sumber energi alternatif potensial. Apalagi
proses pembuatannya tidak merusak alam, melainkan ramah lingkungan. Tetapi sebelumnya,
harus dilakukan sebuah riset yang berguna untuk mengukur kedalaman sepanjang garis pantai
Indonesia. Sehingga dapat ditentukan di daerah mana saja yang layak. Bangsa Indonesia
seharusnya menyadari bahwa alam menyediakan semua yang dibutuhkan. Hanya perlu kerja keras
dan kebijakan yang memperhatikan sumber daya alam yang terbatas. Sehingga Indonesia tidak
perlu risau akan cadangan energy.

Pasang-surut tidak hanya mempengaruhi lapisan di bagian teratas saja, melainkan seluiruh massa
air. Energinya pun sangat besar. Di perairan-perairan pantai, terutama di teluk-teluk atau selat-
selat yang sempit, gerakan naik-turunnya muka air akan menimbulkan terjadinya arus pasang-
surut. Di tempat-tempat tertentu arus pasang-surut ini cukup kuat. Berbeda dengan arus yang
disebabkan oleh angin yang hanya terjadi pada air lapisan tipis di permukaan, arus pasang-surut
bisa mencapai lapisan yang lebih dalam.

2.2.2. Daftar Istilah pada pasang surut :

Mean Sea Level (MSL) atau Duduk Tengah adalah muka laut rata-rata pada suatu
periode pengamatan yang panjang, sebaiknya selama 18,6 tahun.
Mean Tide Level (MTL) adalah rata-rata antara air tinggi dan air rendah pada suatu
periode waktu.
Mean High Water (MHW) adalah tinggi air rata-rata pada semua pasang tinggi.
Mean Low Water (MLW) adalah tinggi air rata-rata pada semua surut rendah.
Mean Higher High Water (MHHW) adalah tinggi rata-rata pasang tertinggi dari dua air
tinggi harian pada suatu periode waktu yang panjang. Jika hanya satu air tinggi terjadi pada
satu hari, maka air tinggi tersebut diambil sebagai air tinggi terttinggi.
Mean Lower High Water (MLHW) adalah tinggi rata-rata air terendah dari dua air tinggi
harian pada suatu periode waktu yang panjang. Hal ini tidak akan terjadi untuk pasut harian
(diurnal).
Mean Higher Low Water (MHLW) adalah tinggi rata-rata air tertinggi dari dua air
rendah harian pada suatu periode waktu yang panjang. Hal ini tidak akan terdapat pada
pasut diurnal.
Mean Lower Low Water (MLLW) adalah tinggi rata-rata air terendah dari dua air rendah
harian pada suatu periode waktu yang panjang. Jika hanya satu air rendah terjadi pada satu
hari, maka harga air rendah tersebut diambil sebagai air rendah terendah.
Mean High Water Springs (MHWS) adalah tinggi rata-rata dari dua air tinggi berturut-
turut selama periode pasang purnama, yaitu jika tunggang (range) pasut itu tertinggi.
Mean Low Water Springs (MLWS) adalah tinggi rata-rata yang diperoleh dari dua air
rendah berturut-turut selama periode pasang purnama.
Mean High Water Neaps (MHWN) adalah tinggi rata-rata dari dua air tinggi berturut-
turut selama periode pasut perbani (neap tides), yaitu jika tunggang (range) pasut paling
kecil.
Mean Low Water Neaps (MLWN) adalah tinggi rata-rata yang dihitung dari dua air
berturut-turut selama periode pasut perbani.
Highest Astronomical Tide (HAT)/Lowest Astronomical Tide (LAT) adalah
permukaan laut tertinggi/terendah yang dapat diramalkan terjadi di bawah pengaruh
keadaan meteorologis rata-rata dan kombinasi keadaan astronomi. Permukaan ini tidak
akan dicapai pada setiap tahun. HAT dan LAT bukan permukaan laut yang ekstrim yang
dapat terjadi, storm surges mungkin saja dapat menyebabkan muka laut yang lebih tinggi
dan lebih rendah. Secara umum permukaan (level) di atas dapat dihitung dari peramalan
satu tahun. Harga HAT dan LAT dihitung dari data beberapa tahun.
Mean Range (Tunggang Rata-rata) adalah perbedaan tinggi rata-rata antara MHW dan
MLW.
Mean Spring Range adalah perbedaan tinggi antara MHWS dan MLWS.
Mean Neap Range adalah perbedaan tinggi antara MHWN dan MLWN.

2.3. Arus

Arus laut adalah gerakan massa air laut yang berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Arus di
permukaan laut terutama disebabkan oleh tiupan angin, sedang arus di kedalaman laut disebabkan
oleh perbedaan densitas massa air laut. Selain itu, arus di permukan laut dapat juga disebabkan
oleh gerakan pasang surut air laut atau gelombang. Arus laut dapat terjadi di samudera luas yang
bergerak melintasi samudera (ocean currents), maupun terjadi di perairan pesisir (coastal currents).

Pola umum sirkulasi arus global (Nearshore current)

2.1.1 Arus Samudera


Arus Permukaan Laut di Samudera (Surface Circulation)

Penyebab utama arus permukaan laut di samudera adalah tiupan angin yang bertiup melintasi
permukaan Bumi melintasi zona-zona lintang yang berbeda. Ketika angin melintasi permukaan
samudera, maka massa air laut tertekan sesuai dengan arah angin.

Pola umum arus permukaan samudera dimodifikasi oleh faktor-faktor fisik dan berbagai variabel
seperti friksi, gravitasi, gerak rotasi Bumi, konfigurasi benua, topografi dasar laut, dan angin lokal.
Interaksi berbagai variabel itu menghasilkan arus permukaan samudera yang rumit.

Arus di samudera bergerak secara konstan. Arus tersebut bergerak melintasi samudera yang luas
dan membentuk aliran yang berputar searah gerak jarum jam di Belahan Bumi Utara (Northern
Hemisphere), dan berlawanan arah gerak jarum jam di Belahan Bumi Selatan (Southern
Hemisphere). Karena gerakannya yang terus menerus itu, massa air laut mempengaruhi massa
udara yang ditemuinya dan merubah cuaca dan iklim di seluruh dunia.

Arus di Kedalaman Samudera (Deep-water Circulation)

Faktor utama yang mengendalikan gerakan massa air laut di kedalaman samudera adalah densitas
air laut. Perbedaan densitas diantara dua massa air laut yang berdampingan menyebabkan gerakan
vertikal air laut dan menciptakan gerakan massa air laut-dalam (deep-water masses) yang bergerak
melintasi samudera secara perlahan. Gerakan massa air laut-dalam tersebut kadang mempengaruhi
sirkulasi permukaan.

Perbedaan densitas massa air laut terutama disebabkan oleh perbedaan temperatur dan salinitas air
laut. Oleh karena itu gerakan massa air laut-dalam tersebut disebut juga sebagai sirkulasi
termohalin (thermohaline circulation). Model sirkulasi termohalin secara global dapat dilihat pada
gambar berikut ini.
Model sirkulasi termohalin secara global

2.1.1 Arus Perairan Pesisir

Arus Pasang Surut (Tidal Current)

Arus pasang surut terjadi terutama karena gerakan pasang surut air laut. Arus ini terlihat jelas di
perairan estuari atau muara sungai. Bila air laut bergerak menuju pasang, maka terlihat gerakan
arus laut yang masuk ke dalam estuari atau alur sungai; sebaliknya ketika air laut bergerak menuju
surut, maka terlihat gerakan arus laut mengalir ke luar.

Arus Sepanjang Pantai (longshore current) dan Arus Rip (rip current)

Kedua macam arus ini terjadi di perairan pesisir dekat pantai, dan terjadi karena gelombang
mendekat dan memukul ke pantai dengan arah yang muring atau tegak lurus garis pantai. Arus
sepanjang pantai bergerak menyusuri pantai, sedang arus rip bergerak menjauhi pantai dengan arah
tegak lurus atau miring terhadap garis pantai.

Arus sepanjang pantai dan arus rip

2.4. Gelombang Laut

Gelombang laut telah menjadi perhatian utama dalam catatan sejarah. Aristoteles (384 322 SM)
mengamati hubungan antara angin dan gelombang. Namun, sampai sekarang, pengetahuan tentang
mekanisme pembentukan gelombang dan bagaimana gelombang berjalan di lautan masih belum
sempurna. Ini sebagian karena pengamatan karakteristik gelombang di laut sulit dilakukan dan
sebagian karena model matematika tentang perilaku gelombang didasarkan pada dinamika fluida
ideal, dan perairan laut tidak sepenuhnya ideal.
Gelombang/ombak yang terjadi di lautan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam
tergantung kepada gaya pembangkitnya. Pembangkit gelombang laut dapat disebabkan oleh: angin
(gelombang angin), gaya tarik menarik bumi-bulan-matahari (gelombang pasang-surut), gempa
(vulkanik atau tektonik) di dasar laut (gelombang tsunami), ataupun gelombang yang disebabkan
oleh gerakan kapal.

Gelombang yang sehari-hari terjadi dan diperhitungkan dalam bidang teknik pantai adalah
gelombang angin dan pasang-surut (pasut). Gelombang dapat membentuk dan merusak pantai dan
berpengaruh pada bangunan-bangunan pantai. Energi gelombang akan membangkitkan arus dan
mempengaruhi pergerakan sedimen dalam arah tegak lurus pantai (cross-shore) dan sejajar pantai
(longshore). Pada perencanaan teknis bidang teknik pantai, gelombang merupakan faktor utama
yang diperhitungkan karena akan menyebabkan gaya-gaya yang bekerja pada bangunan pantai.

Gelombang adalah pergerakan naik dan turunnya air dengan arah tegak lurus permukaan air laut
yang membentuk kurva/grafik sinusoidal. Gelombang laut disebabkan oleh angin. Angin di atas
lautan mentransfer energinya ke perairan, menyebabkan riak-riak, alun/bukit, dan berubah menjadi
apa yang kita sebut sebagai gelombang.

Pergerakan partikel zat cair pada gelombang


Dari gambar diatas sebenarnya pelampung bergerak dalam suatu lingkaran (orbital) ketika
gelombang bergerak naik dan turun. Partikel air berada dalam satu tempat, bergerak di suatu
lingkaran, naik dan turun dengan suatu gerakan kecil dari sisi satu kembali ke sisi semula. Gerakan
ini memberi gambaran suatu bentuk gelombang. Pelampung yang mengapung di air pindah ke pola
yang sama, naik turun di suatu lingkaran yang lambat, yang dibawa oleh pergerakan air.

Di bawah permukaan, gerakan berputar gelombang itu semakin mengecil. Ada gerak orbital yang
mengecil seiring dengan kedalaman air, sehingga kemudian di dasar hanya akan meninggalkan
suatu gerakan kecil mendatar dari sisi ke sisi yang disebut surge .

2.4.1. Pengaruh Gelombang

Pada kondisi sesungguhnya di alam, pergerakan orbital di perairan dangkal (shallow water) dekat
dengan kawasan pantai dan energi gelombang mampu mempengaruhi kondisi pantai.

Ketinggian dan periode gelombang tergantung kepada panjang fetch pembangkitannya. Fetch
adalah jarak perjalanan tempuh gelombang dari awal pembangkitannya. Fetch ini dibatasi oleh
bentuk daratan yang mengelilingi laut. Semakin panjang jarak fetchnya, ketinggian gelombangnya
akan semakin besar. Angin juga mempunyai pengaruh yang penting pada ketinggian gelombang.
Angin yang lebih kuat akan menghasilkan gelombang yang lebih besar.

Gelombang yang menjalar dari laut dalam (deep water) menuju ke pantai akan mengalami
perubahan bentuk karena adanya perubahan kedalaman laut. Apabila gelombang bergerak
mendekati pantai, pergerakan gelombang di bagian bawah yang berbatasan dengan dasar laut akan
melambat. Ini adalah akibat dari friksi/gesekan antara air dan dasar pantai. Sementara itu, bagian
atas gelombang di permukaan air akan terus melaju. Semakin menuju ke pantai, puncak gelombang
akan semakin tajam dan lembahnya akan semakin datar. Fenomena ini yang menyebabkan
gelombang tersebut kemudian pecah.

Perubahan bentuk gelombang yang menjalar mendekati pantai

Ada dua tipe gelombang, bila dipandang dari sisi sifat-sifatnya, yaitu:
Gelombang pembangun/pembentuk pantai (Constructive wave).
Gelombang perusak pantai (Destructive wave).

Yang termasuk gelombang pembentuk pantai, bercirikan mempunyai ketinggian kecil dan
kecepatan rambatnya rendah. Sehingga saat gelombang tersebut pecah di pantai akan mengangkut
sedimen (material pantai). Material pantai akan tertinggal di pantai (deposit) ketika aliran balik
dari gelombang pecah meresap ke dalam pasir atau pelan-pelan mengalir kembali ke laut.

Gelombang pembentuk pantai

Sedangkan gelombang perusak pantai biasanya mempunyai ketinggian dan kecepatan rambat yang
besar (sangat tinggi). Air yang kembali berputar mempunyai lebih sedikit waktu untuk meresap ke
dalam pasir. Ketika gelombang datang kembali menghantam pantai akan ada banyak volume air
yang terkumpul dan mengangkut material pantai menuju ke tengah laut atau ke tempat lain.

Gelombang perusak pantai

BAB III
MATERI DAN METODE

3.1. Metode Penghitungan Pasang Surut

Adanya gaya tarik bumi dan benda langit (bulan dan matahari), gaya gravitasi bumi, perputaran
bumi pada sumbunya dan perputaran bumi mengelilingi matahari menimbulkan pergeseran air
laut, salah satu akibatnya adalah terjadinya pasang surut laut. Fenomena alam tersebut merupakan
gerakan periodik, maka pasang surut yang ditimbulkan dapat dihitung dan diprediksikan
(www.bakosurtanal.go.id).

Dalam penelitian lebih lanjut diketahui bahwa untuk setiap tempat yang mengalami pasang surut
mempunyai ciri tertentu yaitu besar pengaruh dari tiap-tiap komponen selalu tetap dan hal ini
disebut tetapan pasang surut. Selama tidak terjadi perubahan pada keadaan geografinya, tetapan.
tersebut tidak akan berubah. Apabila tetapan pasang surut untuk suatu tempat tertentu sudah
diketahui maka besar pasang surut untuk setiap waktu dapat diramalkan (www. digilib.itb.ac.id).

Metode Tide Pole (Palem Pasut)

Metode yang digunakan untuk mengukur pasang surut yaitu dengan Tide Pole yang merupakan
alat pengukur pasut yang paling sederhana yang berupa papan dengan tebal 1 2 inci dan lebar 4
5 inci. Sedangkan panjangnya harus lebih dari tunggang pasut. Dimana pemasangan tide pole ini
haruslah pada kondisi muka air terendah (lowest water) skala nolnya masih terendam air, dan saat
pasang tertinggi skala terbesar haruslah masih terlihat dari muka air tertinggi (highest water).
Dengan demikian maka tinggi rendahnya muka air laut dapat kita ketahui dengan melihat
menggunakan teropong atau melakukan pengamatan secara langsung mendekati pelem pasut
tersebut, kita dapat mengetahui pola pasang surut pada suatu daerah pada waktu tertentu. Lokasi
pemasangan palem pasut harus berada pada lokasi yang aman dan mudah terlihat dengan jelas,
tidak bergerak-gerak akibat gelombang atau arus laut. Tempat tersebut tidak pernah kering pada
saat kedudukan air yang paling surut. Oleh karena itu panjang rambu pasut yang dipakai sangat
tergantung sekali pada kondisi pasut air laut di tempat tersebut. Pada prinsipnya bentuk rambu
pasut hampir sama dengan rambu dipakai pada pengukuran sifat datar (leveling). Perbedaannya
hanya dalam mutu rambu yang dipakai. Mengingat bagian bawah palem pasut harus dipasang
terendam air laut, maka palem dituntut pula harus terbuat dari bahan yang tahan air laut. Biasanya
titik nol skala rambu diletakkan sama dengan muka surutan setempat, sehingga setiap saat tinggi
permukaan air laut terhadap muka surutan tersebut atau kedalaman laut dapat diketahui
berdasarkan pembacaan pada rambu. Palem pasut hampir selalu digunakan pada pelabuhan-
pelabuhan laut. Dengan demikian hal ini sangat membantu bagi keamanan kapal yang akan
berlabuh atau meninggalkan pelabuhan.

Alat yang diperlukan :

1. Alat pertukangan (palu, kayu)


2. Bambu seperlunya
3. Kerung Beras Plastik
4. Palem pasut yaitu papan kayu dengan panjang 4 meter, lebar 15 cm dan tebal 3 cm yang
berskala tiap 20 cm

1. Papan kayu 15 cm dan panjang 3 meter


2. Tali nylon

Pencatatan data Pasut

1. Pengamatan tinggi air dilaksanakan setiap 30 menit sekali dengan menggunakan palm.
2. Pencatatan data pasut dilakukan dengan membaca ketinggian permukaan air yang
ditunjukkan oleh skala palem.
3. Dilakukan pada malam hari, hendaknya diterangi dengan menggunakan senter.

3.2.Metode Pengukuran Arus

Float Tracking (Metode Lagrangian)

Untuk mengukur arus laut menggunakan Float Tracking dengan prinsip kerja berdasarkan pada
gerak naik turunnya permukaan laut yang dapat diketahui melalui pelampung. Alat ini harus
dipasang pada tempat yang tidak begitu besar dipengaruhi oleh gerakan air laut sehingga
pelampung dapat bergerak secara vertikal dengan bebas. Setelah itu, diamati pergerakan
pelampung selama 5 menit. Kemudian catat koordinat daerah kemana pelampung bergerak
dengan GPS (Global Position System).

Alat yang diperlukan :

a. Float Tracking : untuk mengukur arus

a. GPS (Global Position System) : untuk mengetahui titik koordinat


a. Kompas : untuk mengetahui arah pergerakan arus

b. Topdal (dari pelampung bola)

c. Stopwatch : untuk menghitung gelombang laut

Dengan cara kerja sebagai berikut:

a. Persiapkan alat Float Tracking

b. Lepaskan alat Float Tracking ke laut dengan jarak 15 meter dari pinggir pantai.

c. Catat posisi waktu pelepasan dengan GPS. Biarkan Float Tracking hanyut mengikuti arus.
Setelah rentang waktu 5 menit catat kembali posisi float tracking dengan GPS.

d. Catat semua kondisi local seperti cuaca (hujan, cerah) dan kondisi banjir, normal atau musim
kemarau, laut dalam kondisi pasang atau surut.

e. Bilamana terjadi floating tracking berhenti karena pembeban mengenai dasar laut. Maka
float tracking dapat dipindahkan kembali ke posisi pencatatan terakhir. Kemudian float tracking
dilepas kembali.

f. Demikian seterusnya hingga float tracking berhenti.

1.2. Metode Pengukuran Gelombang


Pengukuran gelombang dilakukan dengan menggunakan Wave Pole, yaitu papan kayu dengan
panjang 4 meter, lebar 15 cm dan tebal 3 cm yang berskala tiap 20 cm. Pengukuran tinggi
gelombang dilakukan dengan mengamati puncak dan lembah, perhitungan periode gelombang
dilakukan dengan menghitung waktu gerakan gelombang melewati titik tertentu.

Peralatan lain yang digunakan :

1. Alat pertukangan (palu, kayu)


2. Bambu seperlunya
3. Kerung Beras Plastik
4. Kompas dan Stopwatch

BAB IV

HASIL PENGAMATAN

4.1. Pengukuran Pasang Surut

Dalam praktikum kali ini kita melakukan pengukuran pasang surut dengan metode Tide Pole
(Palem Pasut), yaitu pengukuran dengan menggunakan rambu pasut sudah tertera angka-angka
yang dapat menunjukkan ketinggian pasang surut terendah dan tertinggi. Praktikum ini dilakukan
pada tanggal 31 1 Mei 2010 mulai pukul 14:00 s/d 12:00 WIB dengan kondisi cuaca yang relatif
cerah, ombak sedang, angin berhembus sedikit kencang, semakin lama angin dan ombak semakin
tinggi, dan air laut keruh. Hasil pengukuran berupa ketinggian air setiap 30 menit sekali. Berikut
ini adalah data pasut yang diperoleh dari pengamatan yang kami lakukan.

Tabel Pengamatan Pasut

Waktu Pengamatan (WIB) Ketinggian air (m)


14:00 0,69
14:30 0,85
15:00 0,75
15:30 0,9
16:00 0,8
16:30 0,7
17:00 0,8
17:30 0,6
18:00 0,7
18:30 0,6
21:00 0,28
21:30 0,28
22:00 0,3
Waktu Pengamatan (WIB) Ketinggian air (m)
22:30 0,34
23:00 0,38
23:30 0,34
24:00 0,44
00:30 0,44
01:00 0,36
01:30 0,43
02:00 0,38
02:30 0,4
03:00 0,44
03:30 0,46
04:00 0,5
06:00 0,38
06:30 0,3
07:00 0,3
07:30 0,38
08:00 0,38
08:30 0,36
09:00 0,36
09:30 0,38
10:00 0,4
10:30 0,42
11:00 0,41
11:30 0,58
12.00 0,61

4.2. Pengukuran Arus

Dalam praktikum kali ini kita melakukan pengukuran arus dengan metode lagrangian (Float
Tracking), yaitu pengukuran arus menggunakan alat Float tracking yang sederhana menggunakan
topdal (dari pelampung bola) dan GPS ( Global Position System ), stopwatch, dan kompas. Prinsip
kerjanya berdasarkan pada gerak naik turunnya permukaan laut yang dapat diketahui
melalui pelampung. Pengukuran dilakukan pada tanggal 31 Mei 2010, tepatnya pada pukul 15.00
WIB dengan kondisi cuaca yang relatif cerah, ombak sedang, angin berhembus sedikit kencang,
semakin lama angin dan ombak semakin tinggi, dan air laut keruh. Hasil pengukuran berupa data
koordinat dengan pergerakan alat float tracking. Berikut ini beberapa koordinat yang didapat di
beberapa titik tracking yaitu :

Titik A = S: 064402.1

E: 1083511.2
Titik B = S: 064402.8

E: 1083511.0

Titik C = S: 064403.1

E: 1083510.9

4.2. Pengukuran Gelombang

Data Gelombang

Puncak Lembah Periode 2 Periode 3 Periode 4 Periode 5


Gelombang Gelombang m m m m
10.5 6.5 1.40 1.63 2.83 2.72
9 7 1.42 1.90 2.29 2.39
9.2 6.8 1.51 2.12 2.61 2.59
9.2 7.2 1.67 1.91 2.15 2.82
8.8 6.8 1.34 2.00 2.00 2.28

BAB V

PEMBAHASAN

5.1. Pengukuran Pasang Surut

Pengamatan pasut secara langsung dilakukan pada tanggal 31 1 Mei 2010 sekitar pukul 15.00
12.00 WIB di Pantai Pelabuhan, Kejawanan, Cirebon selama 1 hari atau 24 jam, secara
berkelompok dengan menggunakan peralatan antara lain : palm pasut dan teropong. Palm pasut
diamati per 30 menit kemudian dicatat ketinggian air tertinggi dan air terendah. Dalam pengamatan
mungkin terdapat kesalahan pengukuran ketinggian air karena faktor ketepatan dalam menentukan
tinggi air. Setelah data yang didapatkan kemudian dimasukkan dalam table pengamatan pasut.
Lalu, setelah data dimasukkan dalam tabel kemudian diplotkan dalam grafik. Dari grafik tersebut
dapat terlihat bahwa dari ketinggian air jenis perairan tersebut memiliki tipe pasang surut
Campuran Condong Harian Ganda (Mixed Tide predominantly Semi-diurnal Tide). Karena
di perairan Cirebon cenderung terjadi dua kali pasang dan dua kali surut. Disini terlihat bahwa
gerakan naik turun tidak stabil karena pada saat pukul 21:00 mulai surut dan mulai naik turun
pasang surutnya. Dan pada saat puku 09:00 pagi pasang mulai terlihat secara perlahan.

Berikut ini grafik pasut yang telah diplotkan :


Dibandingkan dengan Data Pengamatan dari data sekunder yaitu :

Waktu Pengamatan
Ketinggian air (m)
(WIB)
14:00 0,9
15:00 0,9
15:30 0,9
16:00 0,9
17:00 0,8
18:00 0,7
19:00 0,6
20:00 0,5
21:00 0,4
22:00 0,4
23:00 0,5
24:00 0,5
01:00 0,6
02:00 0,6
03:00 0,7
04:00 0,6
05:00 0,6
06:00 0,5
07:00 0,4
08:00 0,4
09:00 0,4
10:00 0,5
11:00 0,6
12.00 0,7
Grafik di atas menunjukkan bahwa grafik di atas tidak jauh berbeda dengan data yang kelompok
kami amati. Jenis tipe pasang surut Campuran Condong Harian Ganda (Mixed Tide
predominantly Semi-diurnal Tide). Karena pasang dan surutnya tidak stabil. Pada pukul 21.00
terlihat mulai surut, kemudian mulai pasang pada pukul 10:00 pagi.

GRAFIK PASANG SURUT

5.2. Pengukuran Arus

Pengamatan arus secara langsung dilakukan pada tanggal 31 Mei 2010 sekitar pukul 15.00 WIB
secara berkelompok dengan menggunakan peralatan antara lain : GPS, stopwatch, kompas, dan
alat float tacking yang sederhana menggunakan topdal (dari pelampung bola). Kemudian cara
kerjanya dengan mengamati arah pergerakan permukaan laut yang kemudian dicatat dengan GPS
dengan waktu 5 menit sekali. Dalam pengamatan mungkin terdapat kekurangan dalam mengambil
titik tracking karena adanya keterbatasan waktu.

Setelah didapat beberapa koodinat di beberapa titik tracking, maka selanjutnya koordinat yang
paling selatan dan koordinat yang paling timur diurutkan dan dapat disusun pada tabel sebagai
berikut :

No South East
1. 064403.1 1083511.2
2. 064402.8 1083511.0
3. 064402.1 1083510.9

Kemudian diplotkan dalam kertas grafik yang memperlihatkan arah pergerakan arus. Grafik
pergerakan arus dapat digambarkan pada grafik di bawah ini :

Dari gambar grafik yang telah diplotkan di atas, kemudian perlu menghitung variabel
kecepatannya, yaitu dengan cara menghitung jarak tempuh arus selama selang waktu yang
ditentukan yaitu selama 5 menit sekali dengan rumus kecepatan :

Berikut perhitungannya:

Titik A (x,y) = (2.1 , 11.2)

Titik B (x,y) = (2.8, 11.0)

Titik C (x,y) = (3.1, 10,9)


Jarak titik A ke B dapat kita hitung AB = (2.1-2.8)2 + (11.2-11)2

= 0,49 + 0.4 = 1.1

Karena jarak AB masih dalam detik, maka kita ubah ke dalam meter dengan persamaan

1 menit = 1 mil = 1852 m.

Jadi, jarak dalam meter di dapat 33,95 m dengan selang waktu 5 menit ( 300 detik )

V AB = V = = 0,113 m s

Jarak dari titik B ke C dapat kita hitung BC = (2.8-3.1)2 + (11.0-10,9)2

= 0,09 + 0.01 = 0,31

V BC= 0,31m s

Setelah didapat beberapa nilai kecepatan arus di beberapa titik, kita bisa menghitung kecepatan
arus rata-ratanya dalam selang waktu praktikum pengukuran ( 5menit x 2 ), yaitu

v AB+ v BC = 0.113+0.31 = 0,212 m s

2 2

Jadi dari perhitungan diatas didapat nilai kecepatan rata-rata arus saat pengukuran adalah 0,212
m s dari arah barat menuju ke timur

Dari hasil pengolahan data , kita dapat melihat bahwa arus bergerak dari arah barat menuju timur,
kita dapat melihat bahwa arus bergerak dari arah barat menuju timur. Seperti yang diketahui, pola
arus di lautan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu; arus yang disebabkan akibat sebaran
densitas air laut yang tidak merata, arus akibat pergerakan angin di permukaan dan arus yang
ditimbulkan oleh pasang surut.

Pada praktikum kali ini dilaksanakan di pantai Pelabuhan Kejawanan Cirebon pada bulan
Mei yang berarti angin yang berhembus adalah angin yang dipengaruhi angin Muson Barat (bulan
Oktober-Mei) yang menyebabkan Benua Australia musim panas, sehingga bertekanan rendah.
Sedangkan Benua Asia lebih dingin, sehingga tekanannya tinggi.
Nampak gambar pada gambar di atas selama musim barat, Angin ini bertiup saat matahari berada
di belahan bumi selatan, dan terlihat arus angin dari daratan Asia ke selatan bertemu dengan arus
angin dari Australia yang ke utara berarti daerah perairan Cirebon, arah pergerakan arus
laut bergerak dari barat ke timur.

5.3. Pengukuran Gelombang

Periode gelombang 5
No. Waktu Pengamatan Tinggi Gelombang Arah gelombang
meter
1. 14.30 WIB 40 cm 2.28 detik Menuju Pantai
2. 14.30 WIB 24 cm 2.39 detik Menuju Pantai
3. 14.30 WIB 24 cm 2.59 detik Menuju Pantai
4. 14.30 WIB 20 cm 2.72 detik Menuju Pantai
5. 14.30 WIB 20 cm 2.52 detik Menuju Pantai
6. 14.30 WIB 20 cm 2.82 detik Menuju Pantai
7.
8.
9.
10.
Rata-rata = 24.67 cm 2.55 detik

Tinggi Gelombang Signifikan :

v 33% x 6 = 1.8 (2)

Pembahasan Pengukuran Gelombang


Pengamatan gelombang secara langsung dilakukan pada sekitar pukul 14.30 WIB secara
berkelompok dengan pola kerjasama dengan menggunakan peralatan antara lain: wave pole (papan
kayu panjang 4 meter berskala tiap 20 cm) yang dibawahnya di kaitkan dengan karung beras berisi
pasir yang berfungsi sebagai pemberat yang menstabilkan tegakkan wave pole, stopwatch yang
berfungsi menghitung waktu, dan buku pencatat gelombang yang berfungsi mencatat hasil-hasil
pengamatan. Pengamatan gelombang yang dilakukan yaitu mengukur tinggi gelombang dan
menghitung periode gelombang.

Pengukuran tinggi gelombang dilakukan dengan mengamati batas puncak gelombang dan batas
lembah gelombang yang melewati wave pole yang kami letakkan di sekitar 30 meter dari garis
pantai untuk kemudian dicatat. Perhitungan periode gelombang dilakukan dengan cara ; pertama,
menentukan titik tetap dari letak wave pole dengan jarak 2 meter, 3 meter, 4 meter, dan 5 meter
yang berfungsi sebagai acuan jarak untuk menentukan periode/waktu gelombang. Periode
gelombang di hitung pada saat gelombang melewati wave pole sampai gelombang tersebut
melewati batas titik tetap yang tadi telah ditentukan (perhitungan periode gelombang ini dilakukan
sebanyak 5 kali ulangan).

Dalam melakukan setiap pengamatan, kami tidak secara sembarangan menentukan gelombang
datang yang akan kami amati, akan tetapi kami menentukan gelombang berdasarkan kriteria
tertentu yang di antaranya: gelombang tidak rusak terkena pengaruh dari gelombang lain
(bertumbukan, belok), gelombang harus gelombang yang sempurna atau masih utuh / belum pecah,
dan gelombang datang searah horizontal terhadap letak kami berdiri.

Dalam melakukan pengamatan gelombang, terdapat beberapa kendala yang terjadi, salah satunya
yaitu wave pole kurang sempurna berdiri vertikal disebabkan kurangnya karung berisi pasir dan
kuatnya gelombang serta arus yang membuat wave pole menjadi miring. Hal tersebut tentu saja
mengganggu pengamatan kami dalam hal keakuratan hasil pengamatan gelombang yang kami
dapatkan.

BAB VI

KESIMPULAN

Kesimpulan dari pembahasan di atas adalah praktikum dilaksanakan di Pantai Pelabuhan


Kejawanan Cirebon pada tanggal 31 Mei 1 Juni 2010. Disana kami melakukan pengambilan data
arus, pasang-surut, dan gelombang.

Dari pengolahan data tersebut kami peroleh hasil bahwa jenis perairan tersebut memiliki tipe
pasang surut Campuran Condong Harian Ganda (Mixed Tide predominantly Semi-diurnal
Tide), arus di perairan tersebut bergerak dari arah barat menuju timur karena angin dipengaruhi
angin Muson Barat (bulan Oktober-Mei) yang menyebabkan Benua Australia musim panas,
sehingga bertekanan rendah. Sedangkan Benua Asia lebih dingin, sehingga tekanannya tinggi.
Gelombang pada perairan tersebut tidak terlalu besar karena topografi perairan yang landai
merupakan perairan pantai utara yang tenang.
DAFTAR PUSTAKA

Wibisono, M.S. (2005) Pengantar Ilmu Kelautan, Grasindo : Jakarta

Supangat, Agus. (2000) Pengantar Oseanografi, ITB : Bandung

Nontji, Anugerah, Dr. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta

Triatmodjo, Bambang. 1996. Pelabuhan. Beta Offset. Yogyakarta

Triatmadja , Radianta. 2010. Teknik Pantai. http://elisa.ugm.ac.id/ teknik pantai

Anda mungkin juga menyukai