Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Globalisasi dan semakin canggihnya sistem informasi memberikan

dampak yang positif dan negatif pada perkembangan perilaku manusia. Para

penerus bangsa semakin kehilangan identitas diri dan mengikutin mode yang tidak

Islami. Salah satu dampak dari para remaja yang mengikutin mode tidak Islami

yaitu semakin banyak kejadian kekerasan seksual. 1

Kekerasan seksual dapat berupa perkosaan, sodomi, lesbian, bestialitas dan

lain-lain. Kekerasan seksual yang sering terjadi yaitu perkosaan. Secara statistikal

di Indonesia diperkirakan rata-rata setiap hari terjadi lima sampai enam

perempuan diperkosa atau setiap empat jam minimal terjadi satu kasus perkosaan.

Visum et repertum adalah keterangan yang dibuat dokter atas permintaan

penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medis terhadap manusia,

hidup maupun mati, ataupun bagian atau diduga bagian tubuh manusia,

berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah untuk kepentingan peradilan.

Dokter ahli kedokteran kehakiman biasanya hanya ada di ibu kota propinsi yang

terdapat fakultas kedokterannya. Pada tempat-tempat di mana tidak ada dokter

ahli Kedokteran Kehakiman maka biasanya surat permintaan visum et repertum

ini ditujukan kepada dokter umum atau dokter spesialis, sedangkan untuk

ditempat yang tidak memiliki fasilitas tersebut, permintaan ditujukan kepada

dokter pemerintah di Puskesmas atau dokter ABRI atau khususnya dokter Polri.

Bila hal ini tidak memungkinkan, baru dimintakan ke dokter swasta. 1

1
Ilmu Kedokteran Forensik mempelajari pemanfaatan ilmu kedokteran

untuk kepentingan penegakan hukum serta keadilan.2 Keberadaan dokter forensik

atau dokter yang melakukan pemeriksaan atas diri korban tindak pidana, atau

tersangka pelaku tindak pidana, merupakan suatu hal yang mutlak dan tidak dapat

diabaikan karena suatu proses penyidikan haruslah dilakukan dan didukung oleh

ilmu pengetahuan (scientific investigation). 3

Agar pelaksanaan penegakan hukum dapat berjalan dengan baik, dokter

sebagai ahli dibutuhkan berkaitan dengan fungsi bantuan hukum, dimana segala
3
upaya bermuara pada mencari kebenaran sejauh yang dapat dicapai manusia.

Dalam hal ini bantuan yang diberikan dokter dalam bentuk keterangan ahli

sebagai alat bukti yang sah (pasal 185 KUHAP butir 1). Keterangan ahli dapat

diberikan secara tertulis (Visum et Repertum) maupun secara lisan di depan sidang

pengadilan. 2

Seorang praktisi medis dapat disebut sebagai saksi ahli medis untuk

memberikan bukti di pengadilan, atau sebagai bagian dari proses penyelesaian

sengketa alternatif. Bukti medis dari seorang ahli sering menjadi bagian yang

penting dalam administrasi peradilan dalam proses hukum yang melibatkan

kesehatan dan hal-hal medis. Bukti yang diberikan oleh dokter sebagai ahli dapat

membantu pengadilan atau proses penyelesaian sengketa alternatif dalam

membuat keputusan yang adil.

BAB II

2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 VISUM ET REPERTUM

A. DEFINISI

Visum et Repertum yakni berasal dari kata visual yang berarti melihat

dan repertum yaitu melaporkan. Sehingga jika digabungkan dari arti harafiah ini

adalah apa yang dilihat dan diketemukan sehingga Visum et Repertum merupakan

suatu laporan tertulis dari dokter (ahli) yang dibuat berdasarkan sumpah,

mengenai apa yang dilihat dan diketemukan atas bukti hidup, mayat atau fisik

ataupun barang bukti lain,kemudian dilakukan pemeriksaan menurut pengetahuan

yang sebaik-baiknya.

Visum et repertum adalah keterangan yang dibuat oleh dokter atas

permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medic terhadap

manusia baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian dari tubuh

manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah untuk kepentingan

peradilan2.

B. JENIS DAN BENTUK VISUM ET REPERTUM



Visum et Repertum pada Kasus Perlukaan2.

Terhadap setiap pasien yang diduga korban tindak pidana meskipun belum

ada surat permintaan visum et repertum dari polisi, dokter harus membuat catatan

medis atas semua hasil pemeriksaan medisnya secara lengkap dan jelas sehingga

dapat digunakan untuk pembuatan visum et repertum. Umumnya, korban dengan

luka ringan datang ke dokter setelah melapor ke penyidik, sehingga membawa

3
surat permintaan visum et repertum. Sedangkan korban dengan luka sedang/berat

akan datang ke dokter sebelum melapor ke penyidik, sehingga surat permintaan

datang terlambat. Keterlambatan dapat diperkecil dengan komunikasi dan

kerjasama antara institusi kesehatan dengan penyidik.

Di dalam bagian pemberitaa biasanya disebutkan keadaan umum korban

sewaktu datang, luka-luka atau cedera atau penyakit yang diketemukan pada

pemeriksaan fisik berikut uraian tentang letak, jenis dan sifat luka serta

ukurannya, pemeriksaan khusus/penunjang, tindakan medis yang dilakukan,

riwayat perjalanan penyakit selama perawatan, dan keadaan akhir saat perawatan

selesai. Gejala yang dapat dibuktikan secara obyektif dapat dimasukkan,

sedangkan yang subyektif dan tidak dapat dibuktikan tidak dimasukkan ke dalam

visum et repertum.

Visum et Repertum Korban Kejahatan Susila2

Umumnya korban kejahatan susila yang dimintakan visum et repertumnya

pada dokter adalah kasus dugaan adanya persetubuhan yang diancam hukuman

oleh KUHP (meliputi perzinahan, perkosaan, persetubuhan dengan wanita yang

tidak berdaya, persetubuhan dengan wanita yang belum cukup umur, serta

perbuatan cabul).

Untuk kepentingan peradilan, dokter berkewajiban untuk membuktikan

adanya persetubuhan atau perbuatan cabul, adanya kekerasan (termasuk

keracunan), serta usia korban. Selain itu juga diharapkan memeriksa adanya

penyakit hubungan seksual, kehamilan, dan kelainan psikiatrik sebagai akibat dari

4
tindakan pidana tersebut. Dokter tidak dibebani pembuktian adanya pemerkosaan,

karena istilah pemerkosaan adalah istilah hukum yang harus dibuktikan di depan

sidang pengadilan. Dalam kesimpulan diharapkan tercantum perkiraan tentang

usia korban, ada atau tidaknya tanda persetubuhan dan bila mungkin,

menyebutkan kapan perkiraan terjadinya, dan ada atau tidaknya tanda kekerasan.

Bila ditemukan adanya tanda-tanda ejakulasi atau adanya tanda-tanda perlawanan

berupa darah pada kuku korban, dokter berkewajiban mencari identitas tersangka

melalui pemeriksaan golongan darah serta DNA dari benda-benda bukti tersebut.


Visum et Repertum Jenazah2

Jenazah yang akan dimintakan visum et repertumnya harus diberi label

yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan, diikatkan pada ibu

jari kaki atau bagian tubuh lainnya. Pada surat permintaan visum et repertum

harus jelas tertulis jenis pemeriksaan yang diminta, apakah pemeriksaan luar

(pemeriksaan jenazah) atau pemeriksaan dalam/autopsi (pemeriksaan bedah

jenazah).

Pemeriksaan forensik terhadap jenazah meliputi :

a. Pemeriksaan luar jenazah yang berupa tindakan yang tidak merusak

keutuhan jaringan jenazah secara teliti dan sistematik.

b. Pemeriksaan bedah jenazah, pemeriksaan secara menyeluruh dengan

membuka rongga tengkorak, leher, dada, perut, dan panggul.

Kadangkala dilakukan pemeriksaan penunjang yang diperlukan seperti

pemeriksaan histopatologi, toksikologi, serologi, dan sebagainya.

5
Dari pemeriksaan dapat disimpulkan sebab, jenis luka atau

kelainan, jenis kekerasan penyebabnya, sebab dan mekanisme kematian,

serta saat kematian seperti tersebut di atas.


Visum et Repertum Psikiatrik2

Visum et repertum psikiatrik perlu dibuat oleh karena adanya pasal 44 (1)

KUHP yang berbunyi Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan padanya disebabkan karena jiwanya cacat dalam

tumbuhnya atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana. Jadi selain orang

yang menderita penyakit jiwa, orang yang retardasi mental juga terkena pasal ini.

Visum ini diperuntukkan bagi tersangka atau terdakwa pelaku tindak

pidana, bukan bagi korban sebagaimana yang lainnya. Selain itu visum ini juga

menguraikan tentang segi kejiwaan manusia, bukan segi fisik atau raga manusia.

Karena menyangkut masalah dapat dipidana atau tidaknya seseorang atas tindak

pidana yang dilakukannya, maka adalah lebih baik bila pembuat visum ini hanya

dokter spesialis psikiatri yang bekerja di rumah sakit jiwa atau rumah sakit umum.

Dalam Keadaan tertentu di mana kesaksian seseorang amat diperlukan

sedangkan ia diragukan kondisi kejiwaannya jika ia bersaksi di depan pengadilan

maka kadangkala hakim juga meminta evaluasi kejiwaan saksi tersebut dalam

bentuk visum et repertum psikiatrik.

6
C. FUNGSI DAN TUJUAN VISUM ET REPERTUM

Maksud pembuatan VeR adalah sebagai salah satu barang bukti (corpus

delicti) yang sah di pengadilan karena barang buktinya sendiri telah berubah pada

saat persidangan berlangsung. Jadi VeR merupakan barang bukti yang sah karena

termasuk surat sah sesuai dengan KUHP pasal 184.

Ada 5 barang bukti yang sah menurut KUHP pasal 184, yaitu: 4

- Keterangan saksi

- Keterangan ahli

- Keterangan terdakwa

- Surat-surat

- Petunjuk

Ada 3 tujuan pembuatan VeR, yaitu : 4

- Memberikan kenyataan (barang bukti) pada hakim

- Menyimpulkan berdasarkan hubungan sebab akibat

- Memungkinkan hakim memanggil dokter ahli lainnya untuk membuat

kesimpulan VeR yang lebih baru

Bila VeR belum dapat menjernihkan persoalan di sidang pengadilan,

hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru, seperti yang

tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang

memberi kemungkinan dilakukannya pemeriksaan atau penelitian ulang atas

barang bukti, apabila timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau

penasehat hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan.

7
D. SUSUNAN SURAT VISUM ET REPERTUM

Ada 5 bagian surat visum et repertum, yaitu :

Projustitia, projustitia berarti demi keadilan dan ditulis di kiri atas sebagai

pengganti materai.

Pendahuluan, bagian pendahuluan visum et repertum berisi identitas

korban, identitas pemeriksaan, identitas peminta visum et repertum, waktu

pemeriksaan dan tempat pemeriksaan.

Pemberitaan, Bagian pemberitaan visum et repertum berisi keterangan apa

yang dilihat dan didapat oleh dokter secara objektif. Ada 5 hal yang harus

diperhatikan oleh dokter saat membuat bagian pemberitaan visum et

repertum, yaitu:

Tidak mencatat keluhan subjektif korban.

Tidak menggunakan istilah medis.

Menulisangka kedalam huruf.

Tidak menggunakan singkatan.

Tidak membuat diagnosa melainkan hanya menulis ciri - ciri, sifat

- sifat dan keadaan luka korban

Kesimpulan, bagian kesimpulan visum et repertum berisi pendapat pribadi

dokter tentang hubungan sebabakibat antara apa yang dilihat dan

ditemukan dokter dengan penyebabnya. Misalnya luka iris yang

disebabkan oleh kekerasan dengan menggunakan benda tajam. Selain jenis

luka (misalnya luka iris) dan jenis kekerasan (misalnya kekerasan benda

tajam), bagian ini juga memuat pendapat dokter tentang kualifikasi luka.

8
Hal ini berlaku pada korban hidup. Jika korbannya mati maka dokter

menulis sebab kematiannya.



Penutup, Bagian penutup visum et repertum berisi sumpah atau janji, tan

datangan, dan nama terang dokter yang membuatnya. Sumpah atau janji

dokter dibuat sesuai dengan sumpah jabatan atau pekerjaan

dokter.Bunyinya: visum et repertum ini dibuat dengan mengingat sumpah

pada waktu menerima jabatan.

Diantara kelimanya, bagian pemberitaan dan kesimpulan visum et repertum

yang memberikan kekuatan hukum.

2.2 PERAN SAKSI AHLI DI PERSIDANGAN

A. DEFINISI

Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan

penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar

sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri (Pasal 1 KUHAP Butir 26). 5

9
Saksi ahli adalah seseorang yang dapat menyimpulkan berdasarkan

pengalaman keahliannya tentang fakta atau data suatu kejadian, baik yang

ditemukan sendiri maupun oleh orang lain, serta mampu menyampaikan

pendapatnya tersebut. 6 Saksi ahli merupakan orang yang memenuhi syarat dalam

hal pengetahuan dan pengalamannya untuk memberikan pendapat tentang isu

tertentu ke pengadilan. 7

Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang

berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar

sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari

pengetahuannya (Pasal 1 KUHAP Butir 27). 5

Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang

memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang

suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan (Pasal 1 KUHAP Butir 28).

Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan (Pasal

186 KUHAP). 5

B. ALAT BUKTI YANG SAH MENURUT KUHAP

Di dalam pemeriksaan persidangan perkara pidana maka menurut Pasal 184

KUHAP ada 5 ( lima ) alat bukti yang sah, diantaranya adalah :



Keterangan Saksi

10
Alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling berperan

dalam pemeriksaan perkara pidana. Hampir semua pembuktian perkara pidana

selalu berdasarkan pemeriksaan saksi.

Pasal 1 angka 27 KUHAP menyebutkan :

Keterangan saksi adalah salah satu bukti dalam perkara pidana yang berupa

keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang didengar, lihat, dan

alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.

Pasal 1 angka 26 KUHAP menyebutkan :

Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan

penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar

sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri .

Syarat-syarat keterangan saksi sah menurut hukum adalah sebagai

berikut:8

1. Pasal 160 ayat 3 KUHAP saksi harus mengucapkan sumpah atau janji

sebelum memberikan keterangannya.

2. Keterangan saksi harus mengenai peristiwa pidana yang saksi lihat,

dengar, dan alami sendiri dengan menyebutkan alasan pengetahuannya.

3. Keterangan saksi harus diberikan dimuka sidang pengadilan (kecuali yang

di tentukan pada Pasal 162 KUHAP ).

4. Pasal 185 ayat 2 keterangan seorang saksi saja tidak cukup membuktikan

kesalahan terdakwa ( unur testis nullus testis ).

5. Kalau ada beberapa saksi terhadap beberapa perbuatan, kesaksian itu sah

menjadi alat bukti dan apabila saksi satu dengan yang lain terhadap

11
perbuatan itu berhubungan dan bersesuaian, untuk nilainya diserahkan

hakim.

Keterangan saksi yang memenuhi syarat-syarat tersebut di atas dapat

diterima sebagai alat bukti yang sah dan mempunyai nilai kekuatan pembuktian.

Penilaian terhadap keterangan saksi bergantung pada hakim dimana hakim bebas,

tetapi bertanggung jawab menilai kekuatan pembuktian keterangan saksi untuk

mewujudkan kebenaran hakiki.



Keterangan Ahli

Pasal 1 angka 28 KUHAP berbunyi :

Keterangan ahli yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus

hal yang diperlukan untuk membuat tentang suatu perkara pidana guna

kepentingan pemeriksaan.

Pasal 179 angka 1 KUHAP dapat dikategorikan dua kelompok ahli, yaitu ahli

kedokteran dan ahli-ahli lainnya.

Syarat sahnya keterangan ahli yaitu : 8

keterangan diberikan kepada ahli.

memiliki keahlian khusus dalam bidang tertentu.

menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.

diberikan dibawah sumpah.

Keterangan ahli sebagai alat bukti yang sah dapat dilakukan dengan dua

cara yaitu:

1) dengan cara meminta keterangan ahli pada taraf penyidikan sebagaimana

Pasal 133 KUHAP. Menurut pasal ini keterangan ahli diberikan secara

12
tertulis melalui surat. Atas permintaan ini ahli menerangkan hasil

pemeriksaannya dalam bentuk laporan.

2) keterangan ahli diberikan secara lisan dan langsung di pengadilan ( Pasal

179 dan Pasal 186 KUHAP ). Pada prinsipnya alat bukti keterangan ahli

tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang mengikat dan

menentukan. Dengan demikian nilai keterangan pembuktian keterangan

ahli sama dengan nilai kekuatan yang melekat pada alat bukti keterangan

saksi namun penilaian hakim ini harus benar-benar bertanggung jawab atas

landasan moril demi terwujudnya kebenaran materiil.


Alat Bukti Surat

Menurut Pasal 187 KUHAP surat yang dapat dinilai sebagai alat bukti

yang sah adalah yang dibuat atas sumpah jabatan atau yang dikuatkan dengan

sumpah. Alat bukti surat seperti itu antara lain :

- berita acara atau surat resmi yang dibuat pejabat umum yang

berwenang tentang kejadian atau keadaan yang dialami, didengar atau

dilihat pejabat itu sendiri, misalnya akta notaris.

- surat yang berbentuk menurut undang-undang atau surat yang dibuat

oleh pejabat mengenai hal yang termasuk tata laksana yang menjadi

tanggung jawab dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal

atau keadaan\

- surat keterangan dari seorang ahli.

- surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungan dengan isi dari

alat bukti yang lain, misalnya selebaran.

13

Alat Bukti Petunjuk

Pada prinsipnya alat bukti petunjuk hanya merupakan kesimpulan dari alat

lainnya sehingga untuk menjadi alat bukti perlu adanya alat bukti lainnya. Alat

bukti yang sah dalam bentuk petunjuk diatur pada Pasal 188 angka 2 Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana. Pasal tersebut

memberikan pembuktian alat bukti petunjuk, yaitu perbuatan, kejadian atau

keadaan yang mempunyai persesuaian antara yang satu dan yang lain atau dengan

tindak pidana itu sendiri yang menunjukan ada suatu tindak pidana dan seorang

pelakunya. 9

Petunjuk sebagai alat bukti yang sah pada urutan keempat dari lima ti

dengan nilai kekuatan pembuktian yang bebas. Alat bukti petunjuk dengan nilai

kekuatan pembuktian yang bebas, alat bukti petunjuk baru diperlukan dalam

pembuktian apabila alat bukti yang lain dianggap hakim belum cukup untuk

membuktikan kesalahan terdakwa.


Alat Bukti Keterangan Terdakwa

Keterangan terdakwa adalah salah satu alat bukti yang diakui dan

ditempatkan pada urutan kelima, sebagaimana terlihat dalam Pasal 184 KUHAP.

Keterangan terdakwa dapat dilihat dalam Pasal 189 KUHAP yang berbunyi :

14
1) keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang

perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.

2) keterangan terdakwa diberikan di luar sidang dapat digunakan untuk

membantu menemukan bukti di sidang asalkan keterangan itu didukung

oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan

kepadanya.

3) keterangan terdakwa hanya dapat dipergunakan terhadap dirinya sendiri

keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia

bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya melainkan

harus disertai dengan alat bukti lain.

Kata keterangan terdakwa dalam Pasal 189 KUHAP adalah hal yang baru

dan belum dikenal dalam perundang-undangan kita meskipun perkataan tersebut

sesungguhnya dalam bahasa Belanda telah digunakan dengan kata verklaring

vaan verdachte yang artinya adalah keterangan terdakwa perkataan ini

digunakan di dalam wetboek van straferdering yang berlaku di negeri Belanda. 9

Pasal 189 KUHAP di atas tidak menunjukkan apa sesungguhnya wujud

dari keterangan terdakwa tersebut, apakah berupa pengakuan atau penyangkalan

terhadap tuduhan yang disampaikan kepadanya. Oleh karena itu, untuk dapat

mengetahui wujud perkataan keterangan terdakwa dapat menggunakan

pengertian dari istilah verklaring van verdachte yaitu setiap keterangan yang

diberikan oleh terdakwa, baik keterangan tersebut berisi pengakuan sepenuhnya

dari kesalahan yang telah dilakukan oleh terdakwa maupun hanya berisi

penyangkalan atau pengakuan tentang beberapa perbuatan atau beberapa keadaan

yang tertentu saja. 9

15
C. PERANAN DOKTER DALAM PEMBUKTIAN PERKARA

PIDANA

Penjatuhan sanksi dalam hukum pidana diwajibkan untuk memenuhi

syarat-syarat tertentu, yaitu menyangkut kepada hukum pidana materiil dan

hukum pidana formil (hukum acara pidana), sedangkan fungsi hukum acara

pidana menurut Van Bemmelen adalah: 10

- mencari dan menemukan kebenaran.

- pemberian keputusan oleh hakim.

- pelaksanaan keputusan.

Pasal 183 KUHAP menyebutkan :

Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila

sekurangkurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa

suatu tindak pidana benar-benar telah terjadi dan bahwa terdakwalah yang

bersalah melakukannya .

Terbentuknya keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana

didasarkan pada hasil pemeriksaan alat-alat bukti yang dikemukakan pada proses

persidangan. Cara yang dapat dilakukan untuk pembuktian perkara pidana antara

lain adalah meminta bantuan dokter sebagai saksi yang dapat membuat keterangan

visum pada korban dan otopsi pada korban yang telah mati.

D. DOKTER SEBAGAI SAKSI AHLI

Dari segi yuridis, setiap dokter adalah ahli, baik dokter itu ahli ilmu

kedokteran kehakiman ataupun bukan, Oleh sebab itu setiap dokter dapat dimintai

bantuannya untuk membantu membuat terang perkara pidana oleh pihak yang

16
berwenang. Dokter pemeriksa sebagai saksi ahli dapat terkait visum et repertum

yang dibuat ataupun di luar VeR berupa pertanyaan hipotetik hakim. Dokter

diminta hadir di pengadilan, oleh karena dua versi. Versi pertama sebagai saksi A

charge. Saksi ini dihadirkan ke persidangan oleh Jaksa Penuntut Umum dimana

keterangannya dapat menguntungkan maupun memberatkan terdakwa. Versi

kedua dokter bertindak sebagai saksi A de Charge. Saksi ini dihadirkan ke

persidangan oleh terdakwa atau penasehat hukumnya, dimana keterangan yang

diberikannya meringankan terdakwa atau dapat dijadikan dasar bagi nota

pembelaan (pledoi) dari terdakwa atau penasehat hukumnya. Sehingga pada tahap

pemeriksaan di pengadilan, baik jaksa penuntut maupun penasehat hukum

tersangka dapat menghadirkan saksi atau ahli dengan ijin hakim. Seorang dokter

dapat pula dipanggil untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi, bila dinilai

penyidik terkait langsung dengan kasus.

Seorang saksi ahli harus memiliki kualitas sebagai berikut: 7

1. Pengetahuan dan pengalaman praktis dari materi yang dibahas dalam

kasus.

2. Kemampuan untuk berkomunikasi mengenai temuan atau opini yang akan

disampaikan dengan jelas, singkat, dan dapat dipahami oleh pihak-pihak

awam yang terkait dalam persidangan.

3. Fleksibel dalam hal pikiran dan kepercayaan diri untuk memodifikasi

pendapat sebagai bukti baru atau argumen yang berlawanan.

4. Kemampuan untuk berpikir dari sisi yang berbeda agar dapat menguasai

situasi apapun yang bisa saja terjadi di persidangan.

5. Sikap dan penampilan yang meyakinkan di peradilan.

17
Tugas dan tanggung jawab saksi ahli dalam kasus perdata meliputi : 7

1. Bukti ahli yang disampaikan harus dipandang sebagai produk independen

yang tidak dipengaruhi bentuk dan isinya oleh keadaan apapun.

2. Saksi ahli harus memberikan bantuan independen pada pengadilan dengan

memberikan pendapat yang objektif terkait dengan keahliannya.

3. Saksi ahli harus menyatakan fakta-fakta atau asumsi yang memiliki dasar

yang jelas.

4. Saksi ahli harus memberikan penjelasan apabila terdapat pertanyaan atau

permasalahan yang diluar keahliannya.

5. Jika pendapat ahli tidak berdasarkan penelitian, hanya bderdasarkan data

yang tersedia, maka harus disertakan penjelasan bahwa ini hanya bersifat

sementara.

E. KEWAJIBAN DOKTER SEBAGAI SAKSI AHLI

Menyadari akan pentingnya peranan dokter dalam membantu

menyelesaikan perakaraperkara pidana maka pembuat undang-undang hukum

acara pidana menetapkan berbagai kewajiban yang harus dilaksanakan oleh dokter

apabila ia dimintai bantuannya sebagai ahli. Dokter dapat dikenakan sanksi

apabila ia tidak melaksanakan kewajiban tersebut tanpa alasan yang sah

kewajiban-kewajiban itu adalah : 11

1. Wajib Memberikan Keterangan Ahli

Ketentuan yang mewajibkan dokter memberikan keterangan sebagai ahli

apabila diminta, dapat dilihat pada Pasal 179 angka 1 KUHAP yang menyatakan :

18
Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau

dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.

Ketentuan ini merupakan ketentuan yang berlaku pada tingkat pemeriksaan di

sidang pengadilan yang apabila dengan sengaja tidak dipatuhi oleh yang

bersangkutan tanpa alasan yang sah dapat dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 224

KUHP. Pada tingkat penyidikan dan penyidikan tambahan dokter juga mempunyai

kewajiban untuk memberikan keterangan sebagai ahli apabila diminta. Ketentuan

ini tertuang dalam Pasal 120 KUHAP yang berbunyi :



Dalam hal penyidik menganggap perlu ia dapat minta pendapat orang ahli

atau orang yang memiliki keahlian khusus



Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji dimana

penyidik bahwa ia akan memberi keterangan menurut pengetahuannya

yang sebaik-baiknya atau jabatannya yang mewajibkan ia menyimpan

rahasia dapat menolak untuk memberikan keterangan yang diminta.

Sudah tentu dokter juga dapat dituntut berdasarkan pada Pasal 224 KUHP

apabila dengan sengaja ia tidak memenuhi kewajiban tersebut. Adapun bunyi dari

Pasal 224 KUHP adalah :

Barang siapa yang dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut

undang-undang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya berdasarkan

undang-undang yang harus dipenuhinya diancam :



dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan.

dalam perkara lain dengan pidana penjara paling lama enam bulan.

2. Wajib Mengucapkan Sumpah atau Janji

19
Pada tingkat pemeriksaan di sidang pengadilan, dokter wajib

mengucapkan sumpah atau janji sebagai ahli sebelum ia memberikan keterangan

dan juga sesudah memberikan keterangannya apabila dipandang perlu oleh hakim.

Dalam hal dokter menolak mengucapkan sumpah atau janji didepan penyidik

sewaktu memberikan keterangan lisan, dokter tidak boleh disandera.

Penyanderaan hanya dimungkinkan pada tingkat pemeriksaan di sidang

pengadilan dengan surat penetapan hakim ketua sidang. 9

F. PEDOMAN MENJADI SAKSI AHLI

1. Hanya menghadiri peradilan yang mengeluarkan panggilan tertulis untuk

perintah menghadap sidang.

2. Membawa file atau dokumen lengkap yang dibutuhkan di pengadilan

sesuai dengan instruksi yang diberikan.

3. Memperjelas apa bidang keahlian yang diharapkan saat persidangan.

4. Menanyakan dan memperjelas laporan tertulis apa yang dibutuhkan

peradilan.

5. Tinjau kembali file dan informasi yang relevan terkait kasus untuk

menyegarkan ingatan, memusatkan perhatian pada fakta-fakta penting dan

isu-isu untuk meningkatkan kredibilitas kesaksian.

6. Pastikan waktu untuk menghadiri persidangan.

7. Menanyakan, apabila dibutuhkan, kapan pertemuan sebelum sidang bisa

dilakukan untuk mencari tahu dibawah kasus apa kesaksian ini dibutuhkan

dan siapa yang mengambil keputusan.

8. Menanyakan apakah terdapat saksi ahli lain yang juga dipanggil di

persidangan yang sama dan kapan waktu mereka ditunjuk untuk hadir. Hal

20
ini untuk mempersiapkan pertentangan pendapat apabila terdapat

perbedaan pemahaman di antara saksi. Sebagai saksi ahli yang diminta

untuk memberikan keterangan, boleh mengajukan waktu menghadiri

persidangan yang berbeda dari saksi ahli lainnya.

9. Mempersiapkan curriculum vitae dan dokumen lain yang berkaitan dengan

pendidikan, pelatihan, pengalaman dan pengetahuan yang terkait saat ini

untuk membuktikan kredibilitas keahlian saksi ahli.

10. Karena saksi ahli bertindak dibawah kode etik dan kerahasiaan, diperlukan

pemahaman yang jelas mengenai perlindungan pengadilan yang dapat

diberikan kepada saksi ahli dan bagaimana penyediaannya untuk

menghindari pelanggaran kode etik yang mungkin timbul selama

memberikan kesaksian.

DAFTAR PUSTAKA

1. Suryo, Dirwan. Analisis Kualitas Visum et Repertum Beberapa Dokter

Spesialis pada Korban Kekerasan Seksual di RS PKU Muhammadiyah

Yogyakarta. Mutiara Medika. Edisi Khusus Vol. 9 No. 1: 51 - 60, April

200. Bagian Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta. Di akses http://journal.umy.ac.id/index./article/download/pdf.

21
2. A, Widiatmaka W, Sudiono S. Ilmu Kedokteran Forensik. Budianto

Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia; 2013.

3. Idries AM. Pendahuluan. Dalam: editor (penyunting). Pedoman Praktis

Ilmu Kedokteran Forensik Bagi Praktisi Hukum. Jakarta: Sagung Seto;

2009. hlm. 1-5.

4. Atmadja DS. Simposium Tatalaksana Visum et Repertum Korban Hidup

pada Kasus Perlukaan & Keracunan di Rumah Sakit. Jakarta: RS Mitra

Keluarga Kelapa Gading, Rabu 10 Juli 2004

5. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

6. Ingeten S. Peranan Dokter dalam Pembuktian Perkara Pidana (Skripsi).

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara: Medan; 2008.

7. British Medical Association. Expert Witness Guidance. 2007; 1-6.

8. Dahlan, Sofwan, Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman Bagi Dokter dan

Penegak Hukum, Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2000

9. Muhammad, Rusli, Hukum Acara Pidana Kontemporer, PT Citra Aditya

Bakti, Bandung, 2007.

10. Hamzah, Andi, KUHP dan KUHAP, Rineka Cipta, Jakarta, 2006.

11. Daley TT. Guidelines For The Expert Witness. The Lectric Law Library.

2012(diunduh 9 Februari 2013). Tersedia dari: URL: HYPERLINK

http://www.lectlaw.com/files/exp27.htm.

22

Anda mungkin juga menyukai