Anda di halaman 1dari 3

WASPADAI TUBERKULOSIS

KINI MAKIN MENGANCAM

Dr Yusrizal Djaman Saleh, Sp.P dari SMF Paru RS Sardjito, mengemukakan, tuberkolosis merupakan penyakit
rakyat yang hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia dan dunia.
Meskipun tuberkolosis dapat menyerang semua organ tubuh, tetapi lebih dari 85 % menyerang paru. Di Indonesia
berdasarkan survei 1979-1982 didapat prevalensi TB BTA (+)sebesar 0,29 %. Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) tahun 1980 dan 1986 mendapatkan bahwa TB adalah penyebab kematian ke empat, sementara SKRT 1992
menjadi penyebab kematian ke dua sesudah penyakit kadiovaskuler pada semua golongan manusia dan nomor satu
dari golongan penyakit infeksi. HWO memerpkirakan bahwa di Indonesia setiap tahunnya terjadi 175.000 kematian
akibat TB, dan terdapat 550.000 kasus TB baru dimana sekitar 200.000 penderita terdapat di sekitar Puskesmas,
200.000 penderita ditemukan pada pelayanan RS/Klinik pemerintah dan swasta maupun praktek swasta, dan sisanya
belum terjangkau unit pelayanan kesehatan.
Sedangkan dunia, diperkirakan terdapat 8 juta penduduk dunia terserang TB dengan kematian 3 juta penderita
diantaranya. Dengan munculnya epidemi HIV/AIDS, jumlah penderita TB terus meningkat. Menurut WHO,
kamatian wanita karena TB lebih banyak daripada kematian karena kehamilan, bersalin maupun nifas. WHO
mencanangkan kedaruratan global pada tahun 1993, karena diperkirakan seperempat penduduk dunia telah terinfeksi
kuman TB.

Basil
Riwayat diagnosis tuberkolosis dimulai dari penemuan basil tuberkolosis oleh Robert Koch di tahun 1885. Sampai
saat ini, prinsip penemuan basil tahan asam tetap merupakan pilihan utama menggunakan pewarnaan Ziehhl Nielsen
dan Kinyoun Gabett dan mikroskop biasa. Menurut dr. Yusrizal, selain pemeriksaan mikroskopik langsung untuk
menemukan BTA, maka pemeriksaan mikrobiologik untuk TB paru ini meliputi juga pemeriksaan kultur untuk
indentifikasi dan resistensi.
Harus diketahui bahwa untuk mendapatkan BTA (+) di bawah mikroskop diperlukan sekitar 10.000 kuman/ml
sputum. Sementara itu, untuk mendapatkan kuman pada biakan/kultur dibutuhkan sekitar 50-100 kuman/ml sputum.
Mikrobakterium non Tuberkolosis juga bersifat tahan asam, maka untuk mendapatkan diagnosis pasti tuberkolosis
perlu dilakukan biakan, untuk ini dapat digunakan media Lowenstein Jensen, media Kudoh atau media Ogawa.
Dengan berbagai tekhnik dapat dideteksi adanya mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than
tuberculosis (MOTT/ Mikobakterium atipik/Mikobakterium non tuberkolosis).
Diagnosis tuberkolosis tentunya dapat juga dibuat berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan gambaran
foto torak. Gejala yang timbul dapat bervariasi, mulai dari batuk, batuk darah, nyeri dada, sesak napas, badan terasa
lemah. Dr. Yusrizal mengingatkan, tidak setiap batuk darah yang disertai gambaran lesi di paru secara radiologik
adalah tuberkolosis. Batuk darah bisa juga terjadi pada bronkiektasis, kanker paru, bekas TB paru dll. Gejala-gejala
lain dapat juga terjadi seperti penurunan berat badan, hilangnya nafsu makan, keringat malam, dan demam, kata dr.
Yusrizal.
Gambaran radiologik pada tuberkulosis paru aktif secara klasik berupa gambaran bercak berawan/infiltrat atau
kavitas berlokasi di segmen atas dan posterior lobus atas kanan, segmen apikoposteror lobus atas kiri atau segmen
atas lobus bawah kanan atau kiri. Gambaran Adenopatihilus sering tampak pada penderita HIV maupun anak-anak.
Gambaran yang tidak aktif berupa garis-garis fibrosis, klasifikasi, dan penebalan pleura. Diperlukan pengalaman dan
penilaian keadaan klinik penderita foto serial bila ada, gambaran mikrobiologik dll.
Untuk memperkecil kemungkinan kesalahan diagnosis dan mempermudah pemberian pengobatan, di SMF Paru RS
Persahabatan/Bagian Pulmonologi dan kedokteran Respirasi FK UI Jakarta dibuat klasifikasi tuberkulosis paru
dengan melihat faktor-faktor: Hasil pemeriksaan bakteriologik, Keadaan klinik penderita, riwayat pengobatan OAT
sebelumnya serta gambaran radiologik. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka dibuat klasifikasi diagnosis TB
Paru sbb:
1.TB Paru.
a.Mencakup semua kasus TB aktif, dimana prosedur diagnostik sudah lengkap/BTA positif.
b.Semua kasus yang sedang menyelesaikan pengobatan (sampai pengobatan selesai), walaupun pemeriksaan
bakteteriologik negatif, tapi ada perbaikan klinik maupun radiologik setelah pemberian OAT.
c.Semua kasus yang pernah mempunyai riwayat TB paru, dan mengalami kekambuhan.
d.Penderita dengan bakteriologik negatif, tetapi jelas ada perbaikan klinik maupun radiologik setelah pemberian obat
anti TB.
2.Bekas TB paru.
a.bakteriologik (-)M/B
b.radiologik:-Ro(-)
-Ro(+)stabail/stqa pada serial foto (sepadan dengan bekas TB)
c.klinik(-) mungkin dari riwayat TB di waktu lampau.
d.pengobatan: -tidak ada
-adekuat
-tidak adekuat
-tidak teratur
Dr Yusrizal mengungkapkan masalah lain, yaitu tentang TB Paru Tersangka yang termasuk golongan ini adalah
semua kasus dengan kemungkinan TB paru belum dapat disingkirkan, tetapi belum dapat dengan tegas dimasukkan
ke dalam kelas TB paru atau bekas TB paru.
1.Bakteriologik M(-) B belum ada hasil atau tidak diperiksa.
2.Radiologik (+) dengan atau tanpa aktivitas (sepadan denganTB paru)
3.Klinik (+) (sepadan dengan klinik TB).
4.Riwayat pengobatan dapat (+) atau (-)
DiagnosisTb paru tersangka bersifat sementara. Paling lambat dalam dua bulan sudah harus dipastikan apakah
diagnosis akan menjadi TB paru atau bekas TB paru. Disamping itu perlu juga diperitmangkankemungkinan
penyakit bukan tuberkolusis/tumor paru.
Selama melaksanakan usaha diagnostik, penderita dibagi dua golongan:
A.Golongan yang diobati, yaitu:
-Penderita dengan gejala-gejala radiologik dan klinik sangat berat menjurus pada TB paru, berusia muda dan belum
pernah mendapatkan obat anti TB yang adekuat.
-Penderita dengan efusi pleura (untuk Indonesia masih berlaku aturan, bahwa efusi pleura yang tidak dapat
ditentukan etiologinya, harus dianggap dan diobati sebagai tuberkulosis)
-penderita dengan penyakit DM, oleh karena DM sering diikuti oleh infkesi TB.
B. Golongan yang tidak diobati, yaitu:
-Penderita-penderita dengan gejala radiologik dan klinik tidak kuat menjurus pada Tb paru.-penderita berusia tua
( kemungkinan keganasan perlu dipikirkan).
-Penderita yan pernah mendapat obat anti Tb yang adekuat.
Tentang pengobatan, dr Yusrizal mengatakan, berbagai variasi regimen OAT telah diperkenalkan selama ini. Pada
dasarnya semuanya mengandung dua fase, yaitu fase awal intensif dan fase lanjutan. Fase awal intensif biasnya
diperlukan sedikitnya 3 atau 4 obat, fase lanjutan dapat diberikan dua obat saja baik setiap hari maupun secara
intermitten.
Pada tahun 1997 WHO telah membuat klasifikasi regimen pengobatan pada berbagai keadaan penyakit
tuberkulosis.***(zah)

Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 15 2004

Anda mungkin juga menyukai