Anda di halaman 1dari 23

TUGAS KLIPPING

KUMPULAN ARTIKEL TENTANG LINGKUNGAN


DAN PEMBAHASAN

NAMA : PUTRI AULIA S.


NIM : 111.130.076
PRODI : TEKNIK GEOLOGI / FTM
MKA. : ILMU LINGKUNGAN
KELAS :A

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
YOGYAKARTA
2015

1
Kerusakan Lingkungan di Dieng Dinilai Parah

Jum'at, 07 November 2014 | 05:50 WIB

Bupati Wonosobo Kholiq Arif menerima penghargaan di acara Tokoh Tempo 2012 Bukan Bupati Biasa di Hotel
Kartika Candra, Jakarta, (12/2). TEMPO/Subekti

TEMPO.CO, Wonosobo - Bupati Wonosobo, Jawa Tengah, Kholiq Arif resah


melihat cepatnya laju erosi Dataran Tinggi Dieng. Menanam kentang secara masif satu di
antara pemicunya. Longsor tiap tahun terjadi. Selain itu, pada 2006-2007 setidaknya 112 dari
500 sumber mata air berkapasitas sedang dan besar mati. Data ini merujuk survei Pemerintah
Kabupaten Wonosobo di 16 desa Kecamatan Kejajar. Penurunan debit mata air di kawasan
Dataran Tinggi Dieng hingga 40 persen terjadi pada 2011. Hampir semua lahan di Kejajar
tergolong kategori kritis bahkan sangat kritis, kata Kholiq kepada Tempo di Wonosobo, 1
Oktober 2014. Kholiq tidak tinggal diam. Ia membentuk tim penyelamatan Dieng. Tugasnya
mengembalikan fungsi hutan lindung tanpa mengabaikan kepentingan ekonomi dan sosial
budaya. Tim ini bekerja sama dengan kelompok masyarakat dan organisasi non-pemerintah.

Dieng punya kemiringan dari 10-15 persen (sangat miring) hingga sangat terjal lebih
dari 60 persen. Curah hujannya tergolong tinggi. Kawasan ini memiliki 3.400 hektare lahan
yang dikelola penduduk. Sedagkan, 2.307 hektare lahan dikelola Perusahaan Hutan Nasional
Indonesia. Petani rata-rata punya lahan 0,02 hektare untuk setiap satu kepala keluarga.

Kholiq mengatakan pemerintah menetapkan Dieng sebagai kawasan konservasi dan


lindung sehingga perlu dijaga. Itu diatur lewat Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah. Ia mendorong masyarakat melakukan diversifikasi pertanian, yakni memperbanyak

2
tanaman carica, terong Belanda, paprika, dan buah bit. Kholiq menghitung satu pohon carica
menghasilkan satu kilogram setiap satu kali panen. Nilainya setara dengan kentang satu kali
panenan. Petani juga didorong memperbanyak buah bit untuk diekspor ke Singapura,
Australia, dan Taiwan. Buah bit merupakan umbi-umbian yang ditanam menggunakan
medium kantong plastik sehingga tidak mengganggu lahan terbuka, yang memungkinkan
terjadinya erosi dan longsor. Bit dengan harga mahal, per kilogram Rp40.000 baik untuk
dikonsumsi orang yang memiliki penyakit diabetes. Untuk memfasilitasi petani, Pemerintah
Kabupaten Wonosobo mendirikan perusahaan daerah aneka usaha. Usaha lainnya dengan
menawarkan produk non-kentang petani ke sejumlah usaha mikrokredit menengah dan
supermarket.

Pohon berbatang keras, di antaranya kayu putih dan bambu tumbuh subur di kawasan
Dieng. Kholiq punya gagasan memberikan kompensasi bagi petani yang mampu menjaga
lingkungan. Satu pohon dengan jenis tertentu yang dirawat dengan baik akan menghasilkan
sekian rupiah. Kami baru merumuskan hitungannya, melibatkan ahli dan masyarakat, kata
dia. Kholiq kini punya pekerjaan memulihkan lahan kritis Dieng yang dikelola masyarakat
maupun perhutani. Setidaknya ada 7.500 hektare lahan yang harus ia pulihkan di 16 desa di
Kecamatan Kejajar. Dosen Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Edhi Martono mengatakan karena ingin praktis,
sebagian petani tidak mengolah tanah pertanian secara berkelanjutan. Untuk memperoleh
hasil panenan yang cepat dan banyak jumlahnya, petani menggunakan pupuk kimia. Petani
kerap menggunakan dosis berlebih. Mereka memakai pestisida untuk menghalau hama.
Padahal, pestisida membunuh musuh alami pemakan hama yang menyerang tanaman, kata
dia. Edhi pernah meneliti kawasan Dieng bersama peneliti dari Jepang pada 1980-an. Ia
menemukan sejumlah petani menggunakan pestisida sintesis yang sangat merusak.

Anggota Komisi Pestisida Kementerian Pertanian ini juga menyatakan sebagian


masyarakat Dieng juga belum mengolah pupuk organik secara benar. Pupuk itu justru
memicu adanya cacing yang menyerang akar tanaman. Ia menyarankan petani menggunakan
pestisida nabati, misalnya empon-empon. Dia mencontohkan laos atau lengkuas yang bisa
menghilangkan jamur ketika dioleskan pada kulit manusia.

3
600 Hektare Hutan Garut Rusak, Deddy Mizwar
Bentuk Satgas

Selasa, 31 Maret 2015 | 18:23 WIB

Hutan mati di kawasan Gunung Papandayan, Garut, Jawa Barat (14/4). Gunung dengan tinggi 2622 mdpl ini
ramai dikunjungi pendaki tiap akhir pekan. TEMPO/ Nita Dian

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Kabupaten Garut meminta Pemerintah Provinsi


Jawa Barat bertindak tegas terhadap pelaku perusakan lingkungan di wilayah tersebut. "Garut
memberitahukan bahwa persoalannya sangat sulit ditangani. Kami ada Satgas Penegakan
Hukum Lingkungan Terpadu," kata Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar selepas
memimpin rapat membahas permintaan itu di Bandung, Selasa, 31 Maret 2015.
Deddy mengatakan pemerintah Garut mengadukan kerusakan lingkungan di sepuluh lokasi
seluas lebih dari 600 hektare yang disebabkan oleh pembalakan dan penambangan liar. "Itu di
sepuluh lokasi baru perkiraan kasar. Kalau dibiarkan, akan berkembang ke mana-mana,"
katanya.

Salah satu kasus yang dilaporkan adalah pembuatan jalan bagi pembalak dan
penambang liar sepanjang 6 kilometer menembus hutan lindung yang dikelola Perhutani di
kawasan Cikelet, Garut. "Sampai buat jalan sendiri di lahan hutan Perhutani. Ini seperti
negara tidak hadir di sana," kata Deddy. Deddy menolak merinci tindakan yang akan diambil
Pemerintah Provinsi atas pengaduan itu. "Ada sepuluh lokasi terjadi kerusakan, itu jelas. Tapi
bagaimana penanganannya, teknisnya, saya tidak akan bicara. Akan segera kami tangani
secepatnya dalam hitungan hari," katanya. Menurut Deddy, masalah kerusakan lingkungan di

4
Garut sengaja dibahas khusus. Dia beralasan, imbas kerusakan itu sudah terasa. Salah satunya
debit Sungai Cimanuk anjlok sampai 60 persen saat kemarau. Pada musim hujan, debit air
justru amat besar, sehingga luapan sungai menyebabkan banjir besar di Indramayu. Adapun
sungai itu diproyeksikan menjadi sumber air untuk Waduk Jatigede.

Koordinator Satuan Tugas Penegakan Hukum Lingkungan Terpadu Kepala Badan


Pengelolaan Lingkungan Hidup Jawa Barat Anang Sudarna mengatakan lokasi yang
dilaporkan mengalami kerusakan berada di sejumlah wilayah hutan. "Di antaranya Cagar
Alam Leuweung Sancang, hutan lindung di Suaka Margasatwa Gunung Masigit-Kareumbi,
Hutan Lindung Cikuray, Kamojang," katanya. Anang mengatakan mayoritas kerusakan
lingkungan di hutan terjadi akibat perambahan. Khusus di wilayah yang berada di dalam
pengelolaan Perum Perhutani dan Badan Konservasi Sumber Daya Alam, timnya meminta
agar penyelesaian masalah tersebut dilakukan kedua lembaga itu. "Kalau butuh bantuan
Satgas, yang ada komponen kepolisian dan kejaksaan di dalamnya, kita welcome saja,"
katanya. Menurut Anang, dari sepuluh kasus perusakan lingkungan itu, baru satu yang sudah
ditangani kepolisian. "Kasus pembuatan jalan di kawasan hutan lindung di Cikelet,
Pakenjeng, sepanjang 6 kilometer, lebar 3-4 meter, sudah diselidiki. Satu saksi sudah
dipanggil dua kali dan belum memenuhi panggilan, dan akan dipanggil paksa.". Dia
menjelaskan, pembuatan jalan yang membelah hutan lindung itu diduga menyasar kayu di
hutan primer, yang kekayaan kayunya ditaksir menembus angka Rp 100 miliar. "Katanya satu
batang pohonnya ada yang bisa menghasilkan 20 meter kubik karena usianya mungkin sudah
ratusan tahun, tapi jalannya belum sampai ke sana," kata Anang.

Menurut Anang, Wakil Bupati Garut Helmi Budiman melaporkan jalan itu menuju
kawasan hutan yang berstatus enclave, dan bukan hutan negara. Tapi Perum Perhutani
memastikan hutan itu termasuk kawasan hutan negara. Pembuatan jalan yang berlangsung
sejak Juni 2014 itu akhirnya disetop pada Oktober 2014, sementara pelakunya dilaporkan ke
polisi. "Kalau dilihat dari biaya pembuatan jalannya, tidak mungin kalau tidak ada suntikan
modal dari luar," katanya. Khusus ihwal penambangan ilegal, Wakil Bupati Helmi
mengadukan tiga perusahaan yang beroperasi di Gunung Guntur. "Secara resmi Bupati Garut
dalam suratnya menyebutkan tiga perusahaan. Itu data awal untuk menggali informasi,
meminta keterangan," kata Anang.

5
Gumuk Pasir Parangtritis Terancam Lenyap

Kamis, 23 April 2015 | 08:19 WIB

Warga membawa menuruni bukit pasir untuk melaksanakan salat Idul Adha di Gumuk Pasir Pantai
Parangkusumo, Bantul, Yogyakarta, Sabtu, 4 Oktober 2014. TEMPO/Suryo Wibowo

TEMPO.CO, Bantul - Pembangunan tambak udang yang pesat mengancam


keberadaan gumuk pasir di pantai Parangtritis, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. "Sekarang
kami semakin sulit menemukan barchan," kata Budianto, aktivis Save Our Dunes Live
(SOSDL) kepada Tempo, Rabu, 22 April 2015. Barchan merupakan gunungan pasir yang
berbentuk melengkung mirip bulan sabit. Fenomena alam hasil bentukan arus angin laut
pembawa material pasir halus ini menjadi ciri khas gumuk pasir Parangtritis. Menurut
Budianto, gumuk di dunia banyak, tapi yang memiliki barchan hanya ada di Parangtritis dan
Meksiko.

Masalah paling mengkhawatirkan saat ini ialah keberadaan belasan kolam tambak
udang di sisi selatan gumuk pasir yang menghadap langsung ke laut. Budianto mencatat
tambak-tambak ini tersebar di lima titik kawasan gumuk pasir sejak setahun lalu. Di setiap
titik, ada dua hingga empat kolam tambak udang. "Ini merusak gumuk," kata dia. Pengelola
tambak adalah kelompok pembudidaya ikan yang beranggotakan warga sekitar gumuk pasir.
Menurut Budianto, mereka gemar membuang sembarangan limbah air saat panen. Air
bercampur obat dan sisa pakan udang berwarna hitam pekat serta berbau menyengat dibuang
langsung ke laut. Mereka juga menanam pipa di dalam pasir untuk mengalirkan air limbah ke
laut. Dua kolam tambak udang juga muncul di sisi timur pantai Parangtritis atau di dekat
bukit Parangendog yang hanya berjarak sepelemparan batu dengan bibir pantai. Beberapa
6
hari lalu, menurut Budianto, kolam ini panen untuk pertama kali dan membuang air limbah
langsung ke pantai. "Baunya menyengat. Banyak warga mengeluh karena itu menganggu
wisatawan," kata dia.

Budianto heran dengan sikap Pemerintah Kabupaten Bantul dan DI Yogyakarta yang
membiarkan tambak-tambak udang beroperasi di gumuk pasir Parangtritis meski sudah
berstatus kawasan lindung geologi. Apalagi keberadaan tambak udang di dekat bibir pantai
Parangtritis, yang ramai wisatawan, juga dibiarkan. Dia mengatakan masalah pemicu
kepunahan gumuk pasir Parangtritis bukan hanya tambak. Di kawasan ini sekarang semakin
banyak pembukaan petak lahan pertanian dan tegakan pohon cemara udang yang ditanam
melalui program penghijauan pemerintah. "Tambak, lahan pertanian, dan pohon cemara
udang menahan angin pembentuk gumuk," kata dia.

Keprihatinan terhadap kondisi gumuk pasir juga disuarakan Prasetyadi, pakar geologi
Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta dan Direktur Wahana
Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta, Halik Sandera. Sayangnya, ada kesan saling lempar
tanggung jawab. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Bantul Tri
Saktiyana menyatakan lebih senang kalau ada pembentukan tim terpadu antara Bantul, DIY,
dan pemerintah pusat untuk membatasi persebaran tambak udang. Alasannya, di Undang-
Undang Pemerintahan Daerah Tahun 2014, kewenangan pengelolaan pesisir dimiliki oleh
pemerintah pusat dan provinsi. Tri mengklaim Pemerintah Kabupaten Bantul sudah
merancang draft zonasi kawasan yang boleh untuk tambak. Draft itu dibatalkan rencana
pengesahannya dengan alasan bukan kewenangan pemerintah kabupaten.

Dalam draft zonasi itu, Pemerintah Bantul menetapkan ada dua titik lokasi relokasi
tambak di Kecamatan Sanden yang memakai lahan Sultan Ground dan tanah kas desa.
Menurut Tri, Pemerintah Bantul semula berencana menempatkan para petambak lokal saja di
lokasi relokasi itu. "Untuk pusat pembinaan budidaya udang," dia berujar. Akan tetapi, Senin
lalu, Gubernur DIY, Sultan Hamengku Buwono X memiliki pendapat lain. Menurut dia
kewenangan penanganan tambak udang yang mencemari lingkungan ada di Pemerintah
Kabupaten Bantul.

7
Warga Kumpulkan Minyak Mentah yang Cemari
Pantai Cilacap

Senin, 25 Mei 2015 16:59 WIB

Ratusan warga dan nelayan di sepanjang Pantai Teluk Penyu mengumpulkan minyak mentah milik
Pertamina yang tumpah mencemari Perairan Selatan Cilacap. (Ilustrasi/Sindonews).

CILACAP - Ratusan warga dan nelayan di sepanjang Pantai Teluk Penyu


mengumpulkan minyak mentah milik Pertamina yang tumpah mencemari Perairan Selatan
Cilacap. Para warga mengais minyak mentah di pantai dengan menggunakan alat seadanya,
Senin (25/5/2015). Mereka mengais minyak mentah yang bercampur dengan air laut yang
kemudian dikumpulkan dengan menggunakan drum dan ember. Minyak mentah yang
diperoleh warga ini berwarna hitam pekat meski telah bercampur dengan air laut. Selanjutnya
minyak mentah yang telah dikumpulkan ini akan dijual kembali ke Pertamina

Menurut Arjosuwito warga setempat, bocornya minyak mentah milik Pertamina ini
sudah terjadi sejak beberapa hari ini. Namun baru hari ini minyak mentah terbawa arus laut
hingga ke bibir pantai. Manajer Umum PT Pertamina Refinery Unit 4 Cilacap Eko Harnanto
mengatakan, kebocoran minyak mentah ini terjadi di Single Point Mooring atau SPM yang
berada di 16 mil dari Pantai Teluk Penyu.

8
Pipa SPM yang berada di selatan Pulau Nusakambangan tersebut pecah saat adanya
aktivitas penyaluran minyak mentah dari kapal tangker menuju kilang penyimpanan di area
70, kata Eko, Senin (25/5/2015). Dugaan sementara terjadinya kebocoran minyak berjenis
Alc Arabian Lite Cruid ini, kata dia, akibat pipa SPM diterjang gelombang tinggi yang terjadi
beberapa hari terakhir. Eko menambahkan, sejak terjadinya kebocoran minyak mentah ini
Pertamina telah melakukan penyisiran dan melokalisir tumpahan minyak agar tidak meluas.
Pihak pertamina memperkirakan dalam waktu satu hingga dua hari ke depan pemberisihan
minyak yang mencemari perairan dapat diatasi.

Source: http://daerah.sindonews.com/read/1005086/22/warga-kumpulkan-minyak-mentah-
yang-cemari-pantai-cilacap-1432543236

9
78 Pabrik di Banten Ancam Kesehatan Warga

Rabu, 25 Maret 2015 12:13 WIB

78 Pabrik di Banten Ancam Kesehatan Warga. Keberadaan puluhan pabrik di Banten mengancam kesehatan

warga.

SERANG - Provinsi Banten saat ini memiliki 78 pabrik kimia. Dimana pabrik
tersebut menghasilkan bahan berbahaya dan beracun, yang mengancam kesehatan warga jika
tidak dilakukan pencegahan terhadap bencana industri tersebut. Menurut Kepala Seksi
Pencegahan Badan Penanggulangan Bencana daerah (BPBD) Banten Uus Koeswoyo 78
pabrik yang ada di Banten terbagi dalam empat zona. Untuk zona satu berada di Anyer
hingga perbatasan Ciwandan, kemudian zona dua berada di Ciwandan sampe Cilegon. Zona
tiga pada kawasan Gerem sampai Cilegon dan zona empat berada di Cilegon hingga Merak.

Semua itu industri yang memproduksi bahan kimia, dengan pencemaran udara yang
sangat tinggi, namum data jenis pencemaran belum pasti,tapi semuanya tergolong dalam
limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), kata Uus ditemui dikantornya, Rabu (25/3/2015).

Dikatakan, ancaman yang bisa terjadi adalah terjadinya kebocoran pada pembuangan
uap industri dan reaktor pengolahan bahan. Selain itu limbah yang dihasilkan dikhawatirkan
belum disteralisasi, sehingga bisa merugikan masyarakat.

10
Kesemuanya itu memproduksi limbah pabrik petrokimia yang menghasilkan Plastik,
karbon dan pabrik-pabrik petrokimia lainnya, terangnya. Akibatnya lanjut Uus, bila limbah
bersentuhan langsung dengan manusia bisa menimbulkan penyakit, jika lewat udara penyakit
pernafasan, ISPA serta bisa juga menyebabkan kanker otak. Dan jika bersentuhan langsung
bisa menyebabkan penyakit kulit.

Akibat bencana industri ini bisa menyebabkan kematian jika tidak ada pencegahan
dan mitigasi bencana yang sewaktu-waktu bisa terjadi," sebutnya.

Source: http://daerah.sindonews.com/read/981112/21/78-pabrik-di-banten-ancam-kesehatan-
warga-1427260365

11
Perusahaan Tambang Bakrie Group Diduga Cemari
Sungai Sangatta

Jum'at, 16 Januari 2015 14:58 WIB

Perusahaan Tambang Bakrie Group Diduga Cemari Sungai Sangatta


Sungai Sangatta di Kecamatan Sangatta, Kutai Timur, Kaltim diduga tercemar limbah aktivitas pertambangan
milik Bakrie Group, PT Kaltim Prima Coal (KPC). Sungai Sangatta yang tercemar limbah.

SAMARINDA Sungai Sangatta di Kecamatan Sangatta, Kabupaten Kutai Timur,


Kalimantan Timur (Kaltim) diduga tercemar limbah aktivitas pertambangan milik Bakrie
Group, PT Kaltim Prima Coal (KPC). Akibatnya, Sungai Sangatta menjadi berwarna coklat
gelap, persis seperti warna kopi susu. Awalnya, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kutai Timur
menemukan tingkat kekeruhan Sungai Sangatta yang sangat tinggi pada akhir November
2014 lalu. Mereka lalu melakukan penelusuran dan uji laboratorium kadar air sungai.
Hasilnya, tim penelusuran menemukan penyebab pencemaran setelah menelusuri Sungai
Bendili, anak Sungai Sangatta. Sungai Bendili berhulu di aktivitas pertambangan batu bara
milik KPC. Di sini merupakan kawasan Pit Pelikan SP, dan menjadi pintu air terakhir
sebelum dilepas ke Sungai. Bupati Kutai Timur Isran Noor membenarkan peristiwa
pencemaran oleh perusahaan tambang milik Group Bakrie ini. Limbah yang keluar sebelum
diolah disebabkan hujan lebat, sementara kolam penampungan terus meluber.

12
Ada memang (pencemaran) itu. Jadi ada terjadi pencemaran akibat pengolahan
limbahnya itu tidak sesuai kapasitas air. Jadikan hujan lebat ini, jadi melimpah dia. Jadi
mestinya diolah dulu, belum sempat diproses, dia tumpah, kata Isran kepada wartawan di
Samarinda, Jumat (16/1/2015). Dia menyebut, sebelum dilepas ke sungai, air limbah
pertambangan disimpan di sed pon atau kolam pengendap untuk diolah. Jika sudah sesuai
dengan baku mutu air yang ditetapkan, air limbah ini boleh dilepas ke sungai. Sayangnya,
hujan lebat yang terus mendera Kecamatan Sangatta, ibukota Kabupaten Kutai Timur,
membuat kolam penampungan limbah meluber. Akibatnya, limbah ini langsung mengalir ke
sungai.

Jadi menurut saya ini tidak ada unsur kesengajaan. Ini memang belum sempat diolah
dulu sudah keluar duluan, kata Isran yang juga ketua APKASI.
Akibat pencemaran ini, PDAM Kutai Timur sempat mengurangi produksinya. Warga harus
rela kekurangan air bersih karena PDAM menggilir aliran air. Sungai Sangatta adalah
sumber air baku PDAM. Jadi, karena (pencemaran) ini, kapasitas produksi diturunkan sampai
60% , katanya.

Terpisah, General Manager Health, Safety, Environment, and Security (HSES) PT


KPC, Immanuel Manege, mengakui ada luapan dari kolam penampungan limbah akibat
cuaca ekstrim dengan curah hujan yang sangat tinggi.

Namun karena kondisi ektrem tersebut, air dari limpasan tambang tidak mampu
diendapkan dan langsung meluber ke luar.Dalam kondisi ekstrem seperti itu, secara aturan
lingkungan dapat diterima jika air tidak sanggup lagi diendapkan, kata Immanuel.

Untuk mengantisipasi kondisi kekeruhan terhadap Sungai Sangatta, kata Immanuel,


KPC menutup aliran kolam Pelikan Selatan yang keluar menuju sungai Bendili. Bersamaan
dengan penutupan tersebut, dibuat kolam sementara di bagian hulu air di kolam Pelikan
Selatan. Tindakan ini juga sebagai respon atas permintaan BLH Kutai Timur.

Dalam waktu 24 jam pasca penutupan dan berbagai upaya yang dilakukan KPC, air
kembali normal bersamaan dengan curah hujan yang volumenya mulai menurun, timpalnya.
Immanuel meyakinkan, pada saat itu juga, KPC mengundang tim teknis BLH Kutai Timur
untuk melihat hasil dari upaya keras yang dilakukan KPC.

13
Source: http://daerah.sindonews.com/read/951583/25/perusahaan-tambang-bakrie-group-
diduga-cemari-sungai-sangatta-1421394475

Sungai Mahakam Tercemar Limbah B3 Pengeboran


Minyak

Selasa, 28 Oktober 2014 14:52 WIB

Sungai Mahakam Tercemar Limbah B3 Pengeboran Minyak Sungai Mahakam


(dok:Istimewa/bungadel.wordpress.com)

SAMARINDA - Sungai Mahakam, tercemar limbah kapal pengangkut limbah


berbahaya hasil pengeboran minyak. Akibat pencemaran itu, warga di Kelurahan Pendingin,
Kecamatan Sanga-sanga, Kutai Kartanegara, kesulitan mendapatkan pasokan air bersih.

Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur (Kaltim) mencatat, kapal


pengangkut limbah berbahaya hasil pengeboran minyak itu diangkut oleh oleh perusahaan
kontraktor migas Haliburton, dan tenggelam, pada 25 September 2014.

"Kapal mengangkut limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Tenggelam didekat
dermaga yang berada di sekitar pemukiman penduduk," kata Juru Bicara Jatam Kaltim Merah
Johansyah, kepada wartawan, Selasa (28/10/2014).

14
Dari hasil olah lapangan, dan wawancara warga di sekitar lokasi, kapal tersebut
terguling saat ingin bersandar di pelabuhan Haliburton, yang ada di Kelurahan Pendingin.
Dugaan awal, kapal terguling karena kelebihan muatan.

"Ada sekira 200 kepala keluarga di tiga RT yang memanfaatkan air sungai untuk
kehidupan sehari-hari. Warga mengakui, pemerintah lamban menangani kasus ini," bebernya.

Dijelaskan, pertemuan antara warga, Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD), dan
pihak perusahaan, baru dilangsungkan pada 13 Oktober 2014. Hasilnya, warga sekitar
bantaran sungai dapat kompensasi air bersih satu galon untuk setiap kepala keluarga.

"Kami mendesak Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang dimiliki KLH dan BLH
yang memiliki wewenang Penyidikan Pidana Lingkungan Hidup untuk melakukan investigasi
secara mendalam," tegasnya. Penyidikan itu, termasuk dugaan Pidana Lingkungan Hidup
sesuai dengan Undang-undang No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (PPLH).

Dalam UU ini terdapat sembilan bentuk tindak Pidana Lingkungan Hidup. Salah satu
di antaranya adalah kegiatan atau usaha yang menghasilkan limbah B3 yang kemudian tidak
dilakukan pengelolaan atas limbah B3 tersebut," jelasnya.

Ditambahkan dia, sesuai Pasal 103, usaha yang tidak melakukan pengelolaan atas
limbah B3 dengan baik, maka diancam penjara maksimal tiga tahun, dan denda maksimal
Rp3 miliar. Jatam juga mendesak Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dan Badan
Lingkungan Hidup (BLH) Kutai Kartanegara untuk menginvestigasi kasus ini. Jika terbukti
mencemar dan melanggar SOP, maka menerapkan pasal pidana lingkungan hidup.

Jatam Kaltim mendesak agar kasus seperti ini tidak boleh ditutup-tutupi
pemberitannya dari publik, karena ini merupakan kasus pidana lingkungan hidup atas sungai
yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak, pungkas Merah.

Informasi yang diperoleh Jatam kaltim, kapal yang tenggelam ini adalah milik Baroid
Surface Solution (BSS). BSS merupakan bagian dari divisi di Haliburton. Limbah diangkut
dari salah satu perusahaan migas kawasan Delta Mahakam.

15
Source: http://daerah.sindonews.com/read/916382/25/sungai-mahakam-tercemar-limbah-b3-
pengeboran-minyak-1414482770

Sungai Cilamaya Tercemar, Ribuan Hektare Sawah


Rusak

Senin, 27 Oktober 2014 15:10 WIB

Sungai Cilamaya Tercemar Ribuan Hektare Sawah Rusak Pencemaran Sungai Cilamaya makin parah.
Akibatnya, ribuan hektare areal persawahan di empat kecamatan di Kabupaten Subang, rusak. (Usep
Husaeni/KORAN SINDO)

SUBANG - Ribuan hektare areal persawahan di empat kecamatan di Kabupaten


Subang, yakni Pabuaran, Cipeundeuy, Patokbeusi, dan Blanakan, rusak. Sebab, sawah-sawah
tersebut diairi Sungai Cilamaya yang telah tercemar limbah berbahaya dari sejumlah pabrik
di kawasan Purwakarta, Subang, dan Karawang (purwasuka). Kerusakan tersebut
mengakibatkan ribuan hektare sawah itu terancam puso, sehingga bisa menimbulkan
kerugian besar bagi para petani. Petani Desa Cihambulu, Kecamatan Pabuaran, Tajudin (50),
mengaku tidak punya pilihan lain untuk mengairi lahan sawahnya yang kekeringan selain
mengambil air dari Sungai Cilamaya. Namun, akibat sungai tercemar limbah, dirinya
terpaksa harus merugi karena sawahnya rusak.

16
"Tadinya saya pengin nyelamatin sawah yang kekeringan. Karena Sungai Cilamaya
sumber air satu-satunya yang masih ada, saya bersama petani lainnya terpaksa ambil air dari
sungai itu. Tapi celakanya, karena pencemaran sungainya makin parah, tanaman padi saya
malah rusak. Saya bisa gagal panen," keluhnya kepada KORAN SINDO, Senin (27/10/2014).

Petani lainnya asal Dusun Grinting, Desa Cilamaya Girang, Kecamatan Blanakan,
Kadafi (55), menyebut air sungai yang tercemar tidak hanya merusak tanaman padi, tapi juga
menimbulkan sejumlah penyakit seperti gatal-gatal dan gangguan pernapasan. Bahkan,
ratusan hektare tambak ikan dan udang di kawasan Blanakan turut rusak.

"Air sungainya hitam pekat kayak oli bekas, baunya bikin pusing. Banyak warga di
sini menderita sesak napas gara-gara menghirup bau itu," tuturnya.

Kepala Desa Cihambulu, Kecamatan Pabuaran Hasan Abdul Munir mengatakan,


setiap musim kemarau pencemaran sungai terlihat sangat kentara. Air berwarna hitam pekat
dan berbau busuk. Dia memastikan, pencemaran bersumber dari limbah sejumlah pabrik di
kawasan purwasuka.

"Sekarang ini air sungainya makin pekat, lengket, dan berbau sangat busuk. Enggak
ada lagi kehidupan di sungai itu. Hektaran tanaman padi pun rusak karena pengairannya
mengambil dari sungai tersebut."

Terpisah, saat dikonfirmasi lewat ponselnya, Kepala Bidang Pengawasan dan


Pengendalian Lingkungan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Subang Nano
Sumpena mengakui, pencemaran yang menimpa Sungai Cilamaya seolah sudah menjadi
'penyakit tahunan' yang rutin mencapai puncaknya setiap memasuki musim kemarau. Untuk
mengatasi ini, pihaknya sudah berkali-kali berkoordinasi dengan Pemprov Jabar dengan
melibatkan dua pemkab tetangga, yakni Pemkab Karawang dan Purwakarta.

"Untuk mengatasi pencemaran ini, kami enggak mungkin bertindak sendiri. Sebab,
penanganannya harus libatkan Purwakarta dan Karawang, karena sungai ini melintasi tiga
daerah, yakni purwasuka. Terlebih, pabrik-pabrik yang diduga berkontribusi pada
pencemaran juga tersebar di tiga kabupaten tersebut. Jadi, penanganannya harus kerja sama,"
pungkas Nano.

17
Source: http://daerah.sindonews.com/read/915846/21/sungai-cilamaya-tercemar-ribuan-
hektare-sawah-rusak-1414397416

Kerusakan lingkungan di NTB dilaporkan ke


Lemhanas

Selasa, 18 Maret 2014 15:18 WIB | 7.682 Views

Ilustrasi -- Aktifitas pertambangan galian golongan C (ANTARA FOTO/Basri Marzuki). 200 hektare hingga 250
hektare lahan rusak akibat usaha pertambangan Galian C.

Mataram (ANTARA News) - Kerusakan lingkungan akibat usaha pertambangan


galian golongan C di Nusa Tenggara Barat yang telah mencapai 200 hektare lebih,
disampaikan ke tim Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) yang melakukan kajian
dampak dampak eksploitasi sumber daya alam tambang.
"Sekitar 200 hektare hingga 250 hektare lahan rusak akibat usaha pertambangan
Galian C (pasir dan batu) selama ini," kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi
NTB Dwi Sugiyanto, dalam pertemuan koordinasi tim Lembaga Ketahanan Nasional
(Lemhanas) dengan jajaran unsur pemerintah daerah, di Mataram, Selasa.
Pertemuan koordinasi itu merupakan rangkaian kajian Lemhanas tentang dampak
eksploitasi sumber daya alam tambang di wilayah NTB yang dikaitkan dengan nilai tambah
ekonomi nasional, dan ketahanan nasional. Tim pengkaji Lemhanas itu sebanyak delapan

18
orang, yang dikoordinir Irjen Boy Salamuddin, mantan Kepala Divisi Hubungan
Internasional Mabes Polri. Pertemuan koordinasi itu dipimpin Gubernur NTB dan dihadiri
Kapolda NTB Brigjen Pol Moechgiyarto, Komandan Korem (Danrem) 162 Wira Bhakti
Kolonel Arh Kuat Budiman, dan pimpinan instansi terkait lainnya.
Hadir pula, General Manager Tanggungjawab Sosial dan Lembaga Pemerintahan PT
Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) Rahmat Makassau, dan Bupati Sumbawa Barat KH
Zulkifli Muhadli.
Dwi mengatakan, kerusakan lingkungan akibat Galian C itu patut disikapi secara
bersama-sama, agar tidak semakin berdampak luas. Ia menyebut, produksi bahan tambang di
berbagai lokasi di wilayah NTB dapat mencapai empat ton setiap tahun (tidak termasuk areal
tambang emas dan tembaga PT Newmont Nusa Tenggara). Dari empat ton produksi tambang
itu, sekitar 44 persen atau hampir dua ton merupakan material Galian C, atau sekitar lima juta
meter kubik setiap tahun.
"Jika ini dibiarkan saja, maka lambat laun kerusakan lingkungan akan semakin parah,
dan berdampak pada kelestarian alam," ujarnya.
Dwi juga mengungkapkan potensi kerusakan lingkungan akibat usaha pertambangan
batu apung di sejumlah lokasi di NTB. Usaha pertambangan batu apung itu sudah
berlangsung bertahun-tahun, dan sangat potensial merusak lingkungan.
"Ini juga perlu disikapi bersama-sama, karena usaha tambang batu apung itu merusak
sedimentasi bebatuan, dan pada akhirnya mengurangi umur ketahanan infrastruktur
pembangunan. Mungkin perlu ada kebijakan nasional," ujarnya.

19
Walhi: Kerusakan Lingkungan di Lereng
Merapi, Parah
17 Februari 2015 12:04 WIB

SLEMAN, suaramerdeka.com - Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup


(Walhi) DIY, Khalik Sandera menyebut, kerusakan lingkungan di lereng Merapi sudah sangat
parah. Kedalaman lahan yang ditambang bahkan sudah lebih dari 20 meter. Dari informasi
diterimanya, dalam sehari ada 700-900 truk pasir melintasi jalur evakuasi di wilayah Pakem
dan Turi. Di kawasan atas, terakhir diketahui ada 19 backhoe yang masih beroperasi
setidaknya dia sebelas titik. Lokasi penambangan ini tersebar di Dusun Turgo, Tritis,
Ngepring, dan sebagian di Kecamatan Turi

Padahal sudah jelas penambangan menggunakan alat berat dilarang, tapi sampai
sekarang masih saja beroperasi, kata Khalik disela aksi demo menolak penambangan liar di
pertigaan Dusun Candi, Desa Purwobinangun, Kecamatan Pakem, Sleman, Selasa (17/2).
Salah satu warga Desa Purwobinangun, Salwi (60) mengatakan selain merusak lingkungan,
aktivitas penambangan ini juga mengakibatkan jalan desa rusak. Padahal ruas tersebut
merupakan jalur evakuasi. Jalan cepat rusak karena setiap hari dilewati ratusan truk
mengangkut pasir yang sering kelebihan muatan, ujarnya. Demo yang dimulai sejak pukul

20
08.00 itu, sampai sekarang masih berlangsung. Hingga pukul 12.00 ini, warga menunggu alat
berat backhoe diturunkan dari lokasi penambangan. Dari informasi, kendaraan berat itu sudah
mulai bergerak turun.

PEMBAHASAN

PENCEMARAN LINGKUNGAN

Akhir-akhir ini banyak sekali terjadi masalah pencemaran lingkungan. Diantaranya


pencemaran limbah industri, pencemaran air, pencemaran udara, pencemaran tanah, dll.
Pencemaran Air adalah masalah yang saat ini sulit untuk dihindari saat ini terutama di daerah
padat penduduk dan disekitar tempat industri. Sebenarnya, yang menjadi sebab terjadinya
pencemaran ini tidak lain karena sikap buruk serta ulah aktivitas yang dilakukan manusia,
baik itu karena individu yang membuang sampah sembarangan ataupun pihak industri yang
tidak bertanggung jawab dalam membuang limbah industri tanpa melakukan penyaringan
terlebih dahulu. Ada juga yang karena alam, hal ini terjadi seiring berkurangnya usia bumi
kita ini.

Pencemaran air dapat terjadi karena penyebab alami yaitu meningkatnya kadar nutrien
atau kandungan zat organik hasil pencernaan makhluk dan hasil metabolisme, hal ini yang
nantinya akan mengakibatkan terjadinya eutrofikasi, proses ini terjadi dalam jangka waktu
yang lama bahkan ribuan tahun. Kemudian dengan adanya sampah organik yang menumpuk
diselokan-selokan dan sungai akan menimbulkan cairan berbau yang dapat menjadi tempat
berkembangbiaknya cacing, jentik nyamuk yang bisa mengakibatkan datang nya penyakit
dan bencana banjir pada musim penghujan. Limbah pabrik yang tidak disaring, limbah
menjadi hal yang sangat menakutkan jika menyebar ke hulu air dan digunakan oleh manusia.
Pencemaran Air oleh limbah sangat berbahaya karena mengandung banyak unsur kimia yang
bukan hanya merusak organ dalam juga akan merusak bagian luar. Selain itu, di laut juga
pencemaran air dapat terjadi oleh karena sebab manusia yang menangkap ikan dengan
menggunakan bahan peledak. Unsur kandungan kimia di bahan peledak itu yang dapat
menyebabkan terjadinya pencemaran air.

Pencemaran air ini dapat mengakibatkan :

21
1. Banjir. Jika musim hujan tiba yang disebabkan penumpukan sampah yang menyumbat
dan mendangkalkan selokan-selokan, sungai serta danau.
2. Sumber air bersih menghilang, Air yang bersih sangat dibutuhkan makhluk hidup, namun
jika pencemaran di air sudah terjadi air bersih lambat laun akan menghilang

3. Sumber Penyakit. Karena air yang sudah tercemar oleh sampah organik dan anorganik
dapat menyebabkan terjadinya banyak penyakit.

4. Pencemaran air sangat merusak ekosistem, sehingga banyak tumbuhan dan hewan yang
punah karena ekosistem rusak.

5. Kerugian bagi pencari ikan yang disekitar sungai, muara, danau dan laut yang telah
digunakan sebagai tempat penangkapan ikan menggunakan bom. Zat kimia sulit untuk
hilang sehingga ikan enggan datang ketempat itu lagi dan menjadi sulit untuk menangkap
dan mencarinya.

Untuk mengatasi pencemaran air tersebut, maka yang harus dilakukan yaitu :

Mempertahankan sumber-sumber air bersih yang belum tercemar.


Menanam tanaman-tanaman berkayu tebal yaitu tanaman yang dapat menyerap air
dengan baik. Dengan begitu, persediaan air tanah mencukupi dan sumber air bersih dapat
terjaga.
Tidak membuang sampah ke sungaikarena akan mengotori sungai. Sungai menjadi sangat
kotor dan tercemar. Pendangkalan sungai pun terjadi yang akhirnya dapat menyebabkan
banjir. Banjir mengalirkan air tercemar ke kawasan pemukiman yang dapat menyebabkan
wabah penyakit, seperti diare, penyakit kulit, dan lain sebagainya.
Mendaur ulang semua sampah yang bisa didaur ulang seperti plastik. Kini sudah banyak
industri yang memnafaatkan bahan baku plastik untuk dibuat menjadi barang yang lebih
bermanfaat.
Penyuluhan pembuangan limbah industri agar mereka melakukan pengolahan limbah
sebelum dibuang ke sungai. Ini perlu pengawasan ketat dari pemerintah karena sampai
saat ini, masih banyak Industri-industri yang membuang limbah cairnya begitu saja ke
sungai. Mereka tidak menghiraukan dampak yang akan timbul pada masyarakat yang
hidup di area tersebut.

22
Penyuluhan bagi pengguna transportasi laut agar memastikan kendaraan mereka tidak
bocor agar tidak mencemari air laut.
Peraturan yang tegas kepada para pengusaha minyak agar tidak membuat kilang minyak
dekat pemukiman penduduk. Kilang-kilang minyak hendaklah didirikan sejauh mungkin
dari kawasan pemukiman, agar tidak membahayakan masyarakat sekitar. Jika terjadi
kebocoran minyak yang mencemari laut, maka binatang-binatang laut akan terganggu
ekosistemnya.
Pemerintah hendaknya membuat peraturan yang tegas untuk pembuangan limbah beracun
sehingga para pengusaha akan berpikir berulang kali untuk membuang limbah cairnya
begitu saja. Pengolahan limbah yang mahal sudah menjadi risiko mereka sebagai
pengusaha..

23

Anda mungkin juga menyukai