Anda di halaman 1dari 13

PROSES KONSELING DAN PSIKOTERAPI

Munurut Brammer dan Shostrom (1982:99) proses konseling dan psikoterapi


melalui beberapa tahapan yaitu:
1. Tahap 1: Membangkitkan minat dan membahas perlunya bantuan pada diri klien
2. Tahap 2: Membina hubungan
3. Tahap 3: Menetapkan tujuan konseling dan menjelajahi berbagai alternatif yang ada
4. Tahap 4: Bekerja dengan masalah dan tujuan
5. Tahap 5: Membangkitkan kesadaran klien untuk berubah
6. Tahap 6: Perencanaan kegiatan atau tindakan
7. Tahap 7: Evaluasi hasil dan mengakhiri konseling

Tahap 1

Membangkitkan minat dan membahas perlunya bantuan pada diri klien


Pada tahap ini, hal yang perlu diperhatikan adalah:
a. Tujuan tahap ini adalah:
1) Memungkinkan klien mengemukakan masalahnya
Membuat klien menyatakan keseriusan bahwa ia peduli terhadap masalahnya, ia ingin
mengungkapkan masalah penderitaan atau alasan kedatangannya. Beberapa klien
datang dengan alasan yang jelas, tetapi sebagian klien tidak punya alasan yang jelas
karena diakibatkan mereka tidak memiliki rasa yang kuat bahwa mereka sedang
bermasalah. Mereka menyalahkan orang lain atau menganggap bahwa mereka korban
nasib buruk belaka. Mereka jarang mempunyai komitmen yang kuat untuk
menyelesaikan masalahnya dengan tindakan yang serius atau bertanggung jawab.
2) Mengetahui sejauhmana klien menyadari perlunya bantuan dan menyiapkan
dirinya dalam proses konseling.
b. Strategi yg dapat digunakan konselor pada tahap ini adalah
1) Menyambut dan menerima klien secara hangat
Konselor hendaknya mendengarkan pernyataan klien dan melakukan observasi
terhadap tindakan-tindakan non verbal klien. Pada tahap ini, dalam konseling
pancawaskita merupakan tahap pengantaran klien diajak untuk siap menerima bantuan
dari konselor dan siap melaksanakan proses penyelesaian masalahnya (konseling).
Praytino (1998) menjelaskan bahwa proses pengantaran ini ditempuh melalui kegiatan
penerimaan yang bersuasana hangat, permisif dan KTPS (klien tidak pernah salah)
2) Membantu klien menjelaskan inti masalah yang dialaminya
Hasil pada tahap pertama diatas akan menjadikan klien menjelaskan inti dari
permasalahannya. Pada tahap ini klien menjadi tidak ragu-ragu dalam menyampaikan
masalah kepada konselor dan ia benar-benar terbuka kepada konselor tentang
masalah yang sebenarnya.

Tahap 2

Membina hubungan
Pada tahap ini, hal yang perlu diperhatikan adalah:
Tujuan utama dari tahap ini adalah membangun suatu hubungan yang ditandai oleh
adanya kepercayaan klien atas dasar kejujuran dan keterbukaan. Penelitian
menyatakan bahwa suksesnya konseling ditentukan oleh pandangan klien tentang
konselor dalam hal:
1) Keahlian
2) Kemenarikan
3) layak dipercayai
Tahap 3

Menetapkan tujuan konseling dan menjelajahi berbagai alternatif yang ada


Tujuan utama dari tahap ini adalah membahas bersama klien apa yang diinginkannya
dalam proses tersebut. klien diajak untuk merumuskan tujuan berkaitan dengan
permasalahannya. Dalam tahap ini, klien dajak mendiskusikan apa saja yang
hendaknya ia lakukan dalam konseling sehingga dapat mewujudkan tujuannya tersebut.
Dalam tahap ini, membahas alternatif-alternatif yang dapat ditempuh dalam proses
dimaksud. Klien diajak mendiskusikan prosedur yang akan digunakan untuk mencapai
hasil dan bernegosiasi tentang beberapa kesepakatan kerja.

Tahap 4

Bekerja dengan masalah dan tujuan


Tujuan dan strategi konseling pada tahap ini ditentukan oleh masalah klien, pendekatan
dan teori yg digunakan konselor, keinginan klien dan gaya komunikasi yang dibangun
oleh keduanya. Seringkali pada step ini memerlukan ekspresi perasaan lebih apabila
klien mengalami kebingungan atau penderitaan. Seringkali diperlukan klarifikasi lebih
jauh dalam kasus apapun karena masalah yang ditimbulkan dapat berubah-ubah
sejalan dengan diskusi.

Beberapa kegiatan pada tahap ini adalah:


1) Klarifikasi sifat dasar masalah dan memilih strategi
Tujuan proses konseling pada tahap ini yang paling penting adalah menentukan strategi
terbaik yang akan digunakan. Tujuan yang kedua adalah untuk mengetahui sumber-
sumber apakah yang dimiliki seseorang sebagai konselor untuk mempermudah
tercapainya tujuan.
2) Proses Problem-solving (penyelesaian masalah)
a. Mengembangkan pernyataan yang jelas dari masalah klien dalam bentuk tujuan yang
akan dicapai.
b. Menggambarkan penyelesaian masalah atau proses pengambilan keputusan.
c. Menyusun atau mengumpulkan data yang relevan dari interview materi khusus dan
instrumen assessment
d. Mendikusikan data dan memformulasikan alternatif tindakan.
e. Menerapkan test yang relevan dan prosedur diagnosa terhadap alternatif tindakan.
f. Mengembangkan suatu rencana dan menerapkan langkah-langkah tindakan.
g. Mencoba rencana dalam simulasi atau setting yang nyata.
h. Mengevaluasi hasil dan merubah rencana sesuai data.
3) Penyelidikan Perasaan Klien Lebih Jauh
Pada tahap ini yang harus dilakukan adalah pengambilan keputusan tentang apa yang
harus didalami lebih lanjut.
4) Kriteria untuk memperluas penelitian mengenai perasaan klien.
a. Sifat dasar dan seberapa kerasnya gejala-gejala yang terdapat pada klien. Contoh :
Memperpanjang pikiran-pikiran yang bersifat khayalan hampir selalu merupakan tanda
penyakit kejiwaan. Teriakan-teriakan histeris dimana rasa ketakutan dan kesopanan
tidak terkontrol terus menerus disemburkan juga merupakan contoh lain situasi dimana
ini merupakan hal-hal di luar bidang konseling dan lebih banyak merupakan kasus yang
membutuhkan psikoterapi intensif yang menggunakan terapi obat.
b. Lamanya gejala dan apakah gejala tersebut bersifat menetap pada diri klien. Contoh
: Bila kebiasaan seperti mencuri sangat sulit untuk dijelaskan dengan data yang ada
dan bersifat menetap pada diri klien kemungkinan besar orang tersebut bermasalah
dengan proses ilmu penyakit.
c. Sifat dasar kecenderungan dan pengalaman-pengalaman yang telah tersimpan lama.
d. Stabilitas masa lalu dan fungsi pertahanan diri.
e. Penolakan terhadap psikoterapi.
f. Waktu yang tersedia.
g. Kebijaksanaan institusi dalam pelaksanaan terapi.
5) Nilai dan batas Pengeksperesian Perasaan
Ventilasi perasaan sebagaimana sering disebut memiliki beberapa keuntungan dan
batasan. Manfaat yang pertama adalah perasaan lega yang diberikan dari ketegangan
psikologis yang kuat. Yang kedua adalah kesadaran akan adanya kelegaan dari
tekanan emosi. Perasaan puas dan keberaniaan seringkali akan mengikuti setelahnya.
Mereka merasakan perasaan aman dan bebas dan kebiasaan melindungi perasaannya
yang secara terus menerus, hingga akhirnya memiliki keberanian untuk menyelesaikan
masalahnya. Dengan demikian energi kreatif yang baru terlepaskan.
Catharsis adalah situasi dimana klien merasa tidak perlu untuk meneruskan ke
masalah penyebab dari kesulitan-kesulitan yang mereka alami dan mengambil langkah-
langkah yang penting bagi perubahan tingkah laku dan perbuatan mereka. Mereka
meninggalkan konseling dengan kondisi yang disebut flight into health (terbang
menuju sehat).
Membiarkan klien untuk terus berada pada perasaan lega yang meringankan secara
terus menerus tanpa membawa mereka pada fase kesadaran dan pengambilan
tindakan dari konseling tersebut mungkin akan memperkuat pola gangguan emosi atau
jiwa yang berketerusan. Contohnya depresi. Dengan membiarkan klien bercerita
tentang kesedihan terlalu lama hanya akan membuat dia terus berfikir bahwa dia
adalah orang yang malang.
6) Mengekspresikan Perasaan dalam Model Aktualisasi.
Step ke-4 sambungan dengan kegiatan penyelesaian masalah dan tujuan dalam model
aktualisasi melibatkan penyeledikan perasaan pada seluruh level. Terdapat perasaan
yang berirama sepanjang dimensi polar dari level aktualisasi menuju ke pusat dan
kembali di arah yang lain. Contohnya, bila klien dapat menyelidiki perasaan yang
berhubungan dengan nilainya sebagaimana manusia atau perasaan takut, kesepian
atau marah yang sangat kuat pada awal proses. Klien di dorong untuk merasakan
kemarahan saat mereka merasa dirinya kesal dan marah atau untuk mengalami rasa
cinta saat memberikan respon terhadap kenyataan yang didapat.
Tahap 5

Membangkitkan kesadaran klien untuk berubah


Konseling memungkinkan tumbuhnya kesadaran aktualisasi diri. Kesadaran ini berarti
pengetahuan tentang diri sendiri melalui apa yang dilihat, didengar dan apa yang
dirasakan seseorang atau mendapat pemahaman baru.
Pada step kelima ini hal yang penting konselor mulai bekerja dari pembahasan
perasaan sampai memiliki kesadaran, hal ini bertujuan untuk menjadikan klien
memperoleh kesadaran yang dibutuhkan dalam mencapai tujuan mereka selama
mengikuti proses konseling.
Ada tiga kritikan yang terdapat dalam step kelima ini yaitu :
1) Banyak klien meninggalkan konseling sewaktu mengalami ketidakcocokkan
dalam langkah keempat.
2) Sewaktu klien telah mengekspresikan perasaannya dengan sungguh-sungguh
dan menyadari ketidakberdayaan sementara masalah ini menjadi kritis maka proses
psikotik bertambah berat, dan kebanyakan klien seperti mempunyai pertahanan diri dan
mempunyai berbagai tipe kemorosotan mental yang disebut psikotik.
3) Apabila klien telah mencapai pada kepuasan perasaan, gembira, pengalaman ini
sering menjadikan klien untuk mengambil keputusan untuk mengakhiri konseling dan
berkesimpulan bahwa keadaan telah baik saat itu, sehingga proses konseling tidak
mempunyai kesepakatan antara konselor dengan klien tindakan apa yang mesti
dilakukan klien.
Pola Respon yang Manipulatif
Empat pola respon yang manipulatif yaitu:
1) Respon senang dan gembira dipelajari mulai dari awal kehidupan, yaitu ketika
bayi menemukan bahwa respon tertentu sangat efektif untuk menundukkan orang tua
mereka. Pengaruh respon ini disempurnakan melalui pelatihan pengurangan
kepentingan diri sendiri yang akan mengutamakan kepentingan orang lain, sehingga
disebut orang yang baik, orang yang suka menolong atau ibu yang suka berkorban. Kita
menduga bahwa seseorang yang melakukan tingkah laku ini berarti mereka melakukan
tingkah laku baik.
2) Respon mengutuk dan menyerang sebagai pengganti perasaan marah. Orang
yang mengutuk atau mengkritik satu sama lainnya merupakan wujud tingkah laku
rendah diri.
3) Respon kerja keras dan berprestasi, yang dinyatakan dalam bentuk tingkah laku
perhitungan dan mendikte. Tingkah laku pengganti adalah menampakkan kekuatan
yang sejati menjadikan terus menerus dirinya menjadi orang yang mampu dan superior,
mereka menghabiskan banyak waktu mengatur orang lain sesuai dengan apa yang
dianggapnya baik. Orang yang perhitungan adalah orang yang secara tidak langsung
mencari seseorang agar menerima ide-idenya.
4) Respon yang menunjukkan kelemahan dengan menarik diri dan menjauhi orang
lain sering berkata saya tidak mampukamu saja yang melakukannya. Mereka
tergantung kepada orang lain dalam hal berfikir dan berbuat.
Gaya Karakter
Gaya merupakan perluasan dan sebagai pengendali dalam kesadaran. Tujuan proses
konseling yang penting adalah untuk menolong klien menyadari gaya-gaya ini,
sehingga mereka lebih mengaktualisasikan diri dan memfungsikan dalam pencapaian
tujuan. Gaya yang lain adalah tipe tingkah laku masochestik, yaitu tipe perjuangan diri
sendiri. Tingkah laku psikopatik ini tidak hanya menggambarkan perasaan marah, tetapi
juga kehalusan dan cinta.
Usaha kerja berkembang menjadi gaya karakter yang rigid, untuk tampil lebih kuat dan
berkeyakinan, misalnya seorang menjadi workholic/pecandu kerja. Gaya karakter
schizoid adalah tingkah laku yang menunjukkan kebajikan tetapi lebih suka menyendiri,
menyangkal, terpengaruh dan menuntut pengertian dan penerimaan.
Tujuan proses konseling yang mendasari bagi semua gaya karakter memanipulatif, ini
adalah untuk menyadari bagaimana terjadinya pemutarbalikan perasaan dasar itu.
Startegi kunci adalah dengan menginterpretasikan bagaimana pemutarbalikan terjadi
dalam perekembangan diri seseorang dan bagaimana pula pemutarbalikan itu dapat
mengganggu proses aktualisasi diri. Pengekspresikan kebutuhan dasar melalui gejala
tubuh adalah pendekatan mendasar untuk menyadari perasaan ditolak. Klien didorong
untuk menghentikan gaya karakter yang tidak berfungsi, sehingga menjadi lebih
fleksibel dan terbuka menerima perubahan.
Tujuan inti dari strategi
Tujuan inti merupakan eksistensi seseorang, mereka belajar untuk meyakini diri mereka
sendiri melebihi sekedar eksternal authority . Mereka belajar untuk merasa nyaman
dengan kutub perasaan marah, kesendirian dan keputusasaan dan kelemahan. Tujuan
selanjutnya adalah merealisasikan energi-energi untuk aktivitas-aktivitas yang kreartif
dari inti karakter energi yang kurang menimbulkan kurangnya usaha dalam berbagai
aktivitas kehidupan, artinya mendengarkan kebijakan dari pusat dan pengalaman
seseorang seserasi mungkin.

Tahap 6

Perencanaan kegiatan atau tindakan


Tujuannya adalah membantu klien untuk menempatkan ide-ide dan kesadaran baru
yang ditemukan ke dalam tindakan kehidupan sesungguhnya dalam rangka
mengaktualisasikan model. Hal ini berarti memungkinkan klien untuk bebas bergerak
diantara dua kutub dimensi perasaannya, dengan menggunakan kemampuan
kognitifnya tanpa ada campur tangan dari pihak luar, hidup secara harmonis dengan
dirinya sendiri dan berfungsi secara efektif dalam dunianya.
Pengalaman-pengalaman hidup yang teratur menjadi medium teraputik yang paling
baik, sekalipun klien telah terbebas dari tekanan perasaan, memperoleh kesadaran
tentang arahan-arahan baru yang potensial dan komitmen dengan tindakannya.
Tahap 7

Evaluasi hasil dan mengakhiri konseling


Kriteria utama keberhasilan konseling dan indikator kunci mengakhiri proses konseling
dan terapi adalah sejauh mana klien telah mencapai tujuan konseling. Hal yang harus
dipikirkan oleh konselor atau ahli terapis adalah menilai kemajuan yang dicapai dalam
proses konseling dan psikoterapi. Ada beberapa pertanyaan tentang konseling yaitu
sampai sejauh mana konseling dapat membantu klien? Jika tidak terbantu, mengapa?
Jika tujuan tidak tercapai, kemajuan apa yang telah diperbuat terhadap mereka?
Kesulitan dalam menjawab pertanyaan ini terletak pada penentuan pengaruh konseling
yang bertolak belakang dengan pengalaman-pengalaman di luar konseling yang
mempengaruhi perubahan klien, apa kriteria atau alat ukur yang standar tentang
keberhasilan konseling tersebut. Pendekatan mutakhir menekankan bahwa perubahan-
perubahan itu dipengaruhi oleh variabel-variabel tertentu seperti reward dan pola
dengan teknik analog eksperimental dan telah ditinjau ulang oleh Zytowsky (1966),
yang diteliti adalah perilaku konselor dan perilaku klien.
Salah satu kesulitan dalam menilai konseling dan psikoterapi adalah menentukan
kriteria eksternal yang tepat dan spesifik untuk memperkirakan kemajuan-kemajuan
yang dicapai dalam proses konseling.
Masalah kedua adalah keterbatasan instrumen dan teknik untuk mengukur perubahan
hasil konseling. Hasil penelitian sering diinterpretasikan bahwa indikasi konseling tidak
baik dan terapi yang dilakukan dalam waktu yang lama kurang efektif dibandingkan
dengan terapi yang dilakukan dalam waktu yang singkat (Eysenk, 1952).
Literatur tentang penilaian konseling dan psikoterapi sangat banyak dan
membingungkan. Studi penilaian konseling dan psikoterapi dapat dibedakan menjadi
kategori pokok, yaitu :

1. Studi tindak lanjut tentang sikap-sikap klien terhadap pengalamannya dengan


menggunakan kuisiner atau wawancara.
2. Pendapat konselor tentang perubahan yang terjadi dalam proses konseling
tentang kemajuan yang dicapai.
3. Studi proses internal berdasarkan atas penilaian yang seksama tentang
perubahan verbal, wawancara yang berkesinambungan, metode ini sangat baik apabila
tersedia rekaman.
4. Metode-metode eksternal yang didasarkan atas pengukuran yang objektif
tentang perubahan perilaku, misalnya adalah tes-tes kepribadian, seperti Minnesota
multiphasic, sebelum dan sesudah konseling.
Dari diskusi sebelumnya pembaca akan menyadari bahwa seorang konselor atau
psikoterapis mesti membuat beberapa pertimbangan terlebih dahulu dalam proses.
Jenis dan luas pertolongan yang diberikan akan tergantung pada faktor-faktor berikut :
1) Kebutuhan Klien dan Variabel
Klien mempunyai masalah untuk diselesaikan, seperti pilihan terhadap pangan, seleksi
pekerjaan, mencapai keputusan perceraian, atau perasaan yang lebih nyaman dengan
keinginan. Ekspresi dari kebutuhan klien ini dapat dikonstruksikan oleh konselor
sebagai suatu masalah yang diselesaikan dalam konseling dan/atau ekspresi
simptomatik (yang merupakan gejala) dari gangguan kepribadian yang lebih dalam.
Pertanyaan pertama yang penting adalah, Siapa klien saya? Klien bisa berupa banyak
orang, seperti dalam kasus suatu keluarga. Aturan umum adalah bahwa klien adalah
seseorang yang mempunyai masalah, atau seseorang yang paling termotivasi untuk
berubah melalui proses yang baru saja dijelaskan. Treatabilitas (kemampuan untuk
dapat melakukan) adalah variabel klien yang lain yang mempengaruhi perencaan
terapi. Apakah klien sungguh membutuhkan pertolongan. Apakah dia termotivasi dan
siap? Apakah klien mampu mendapat untung dari konseling yang saya berikan?
Apakah struktur dan defensif karakter klien berfungsi seperti itu, tidak mungkin
berubah? Ahli terapi mesti menyadari bahwa tidak semua klien dapat ditolong. Jika
kebanyakan pertanyaan dijawab dengan negatif, pilihan yang realistik adalah
memperkirakan bahwa klien tidak siap melakukan konseling pada saat sekarang ini
dengan konselor. Konselor mungkin dapat memberikan layanan terbatas pada klien
dalam menolongnya berpikir melalui pilihan langsung yang klien dipaksa untuk
mengambilnya.
Orang mana yang sebaiknya mendapatkan banyak waktu sering ditentukan oleh pilihan
pribadi masing-masing dan nilai sosial dari konselor. Kita merasakan bahwa kriteria
utama siapa yang sebaiknya mendapat konseling sebaiknya berdasarkan kepada
apakah klien mendapat keuntungan dari pelayanan yang diberikan dan dari
kemungkinan pertolongan yang bisa diberikan konselor lebih dari pada konselor yang
lain. Dengan kata lain, para konselor sebaiknya menanyai dirinya sendiri apakah klien
akan lebih baik atau tidak tanpa pertolongan yang mereka berikan. Perlu juga dikenali
bahwa ada sebagian organisasi bekerja pada kriteria tertentu seperti menolong orang
dalam jumlah besar, lebih mementingkan yang muda dari orang tua, orang yang
mengalami gangguan yang tidak parah, atau ada juga yang lebih memfokuskan untuk
memberikan kontribusi sosial yang lebih besar.
Pengetahuan psikologi dari klien dan dasar-dasar konseling dapat atau tidak menjadi
keuntungan. Pendapat kita adalah bahwa keruwetan psikologi dapat mempercepat
kemajuan jika pengetahuan tidak terlalu melepaskan diri pada pembelaan intelektual
klien.
Formulasi diagnostik mengenai sifat dan keparahan dari masalah emosi juga
merupakan faktor. Topik ini dicakup pada bagian akhir pada bab berikutnya.
2) Konselor dan Variabel Agen
Penilaian konselor atau terapis mengenai kebutuhan, masalah dan kondisi klien untuk
pertolongan mempengaruhi perencanaan. Kemampuan konselor menentukan tingkat
atau intensitas dari konseling. Jenis agen dimana konselor berfungsi juga menentukan.
Misal, situasi seorang konselor yang sedang bekerja di sekolah menengah mempunyai
batasan yang diatur oleh kebijakan yang mengawasi fungsi psikoterapi pada sekolah
lain. Level konseling mungkin diatur pada level permukaan atau penopang walaupun
konselor mempunyai kemampuan yang lebih. Seorang konselor yang bertugas pada
suatu klinik, dimana ada banyak rekan dan spesialis dari berbagai bidang untuk
berdiskusi bagi klien, bisa merencanakan konseling lebih luas dan lebih intensif.
Setelah mempertimbangkan variabel-variabel klien, agen dan konselor-terapis,
konselor-terapis dan klien bersama-sama mesti memutuskan apakah akan melanjutkan
kegiatan, tujuan atau maksud, lama waktu, dan pendekatan umum yang akan
dilaksanakan.
PROSES KONSELING DAN PSIKOTERAPI
D

OLEH

NAMA: DIAN RUKHUL KAMILA

ADINDA RAMADHANI

ZIAT PRADANA

SUHAIL

DOSEN PEMBIMBING : SITI RAHMI M.ed

Anda mungkin juga menyukai