Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi

menyebabkan munculnya berbagai alat yang semakin mempermudah kita

dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari. Berbagai alat tersebut

membutuhkan energi penggerak yang beraneka ragam, mulai dari minyak

hingga listrik. Seiring dengan bertambahnya konsumen energi di dunia,

semakin meningkat pula tuntutan akan ketersediaan sumber-sumber

energinya. Dibalik itu, kita yang terus dimanjakan dengan perangkat-

perangkat elektronik dan transportasi modern, sumber daya fosil yang

selama ini kita gali sudah semakin tipis ketersediaannya. Hal inilah yang

mendorong lahirnya inovasi di bidang sumber daya energi alternatif.


Salah satu sumber energi alternatif yang ketersediaannya melimpah di

sekitar kita namun belum banyak tergali adalah biomassa. Sumber biomassa

di alam dapat berasal dari kayu, buah-buahan penghasil alkohol, sampah,

tanaman pertanian atau budidaya, serta gas-gas dari dalam tanah. Eceng

gondok sebenarnya merupakan tanaman parasit, akan tetapi kini mulai

banyak orang yang melihat potensinya sehingga tanaman ini mulai

dibudidayakan secara khusus. Hal inilah yang menyebabkan eceng gondok

dapat di kategorikan sebagai tanaman budidaya yang berpotensi menjadi

sumber energi alternatif.


Eceng gondok merupakan tanaman parasit yang tumbuh dipermukaan

air dan memperoleh energinya dari oksigen di dalam air. Pertumbuhannya

sangat pesat, yaitu mencapai hampir 2% per hari dengan tinggi antara 0,3-

0,5 meter sehingga menyebabkan meningkatnya CO2 di dalam air dan akan

mengganggu ekosistem air. Namun dibalik efek negatif itu, eceng gondok

dapat dimanfaatkan dalam produksi biogas karena mempunyai kandungan

hemiselulosa yang cukup besar dibandingkan dengan yang lainnya.

Hemiselulosa adalah polisakarida kompleks, merupakan campuran polimer

yang jika dihidrolisis menghasilkan produk senyawa turunan yang dapat

diolah dengan metode anaerobic digestion bisa mengahasilkan metan dan

karbondioksida yang biasa disebut biogas.


1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah yang diajukan yaitu

sebagai berikut.
1. Apa itu biomassa dan seberapa besar potensinya sebagai salah satu

sumber energi alternatif yang ramah lingkungan di masa depan?


2. Bagaimana tahapan-tahapan proses pengolahan eceng gondok menjadi

sumber-sumber energi?
3. Apa saja kelebihan dan kekurangan eceng gondok dalam

pemanfaatannya sebagai sumber energi alternatif?


1.3 Batasan Masalah

Penulis membatasi penulisan makalah Eceng Gondok sebagai Sumber

Energi Alternatif Terbarukan ini sebagai berikut:

1. Dalam makalah ini, jenis biomassa yang akan dibahas hanyalah biomassa

yang berasal dari tumbuhan eceng gondok saja.


2. Penulis melakukan pembahasan pada produk sebagai sumber energi

alternatif terbarukan yang diolah dari tumbuhan eceng gondok saja.


BAB II

Eceng gondok dalam Pemanfaatannya sebagai Sumber Energi

Alternatif Terbarukan

2.1 Apa itu biomassa?

Biomassa didefinisikan sebagai bagian dari tumbuhan yang dapat

dimanfaatkan dan diolah melalui proses tertentu untuk kemudian digunakan

sebagai bahan bakar, baik dalam bentuk padat, cair maupun gas untuk

menghasilkan energi listrik, panas, bahan kimia, dan sebagainya. Bahan

kayu dan produk-produk sisa (limbah) pengolahan kayu umumnya

merupakan bahan bakar biomassa yang paling dominan untuk menghasilkan

baik energi panas maupun listrik. Nilai kalori yang dimiliki oleh biomassa

bergantung pada besarnya air yang dikandung di dalamnya (kelembaban).

Bila kandungan kelembaban suatu biomassa tercatat sebesar 87% (acuan

basah/wet basis), nilai kalori neto-nya (low heating value) akan menjadi nol;

dan biasanya nilai kandungan keembapan di dalam biomassa tidak boleh

melebihi 30% (acuan basah) agar dapat dibakar sehingga muatan energinya

dapat diambil.

Beberapa persyaratan teknis yang perlu diperhatikan agar proses

pengolahan biomassa efektif antara lain:

a. Kadar air biomassa tidak lebih dari 30% (acuan basah)


b. Bentuk partikel mendekati bulat atau kubus, bukan panjang atau pipih
c. Ukuran partikel antara 0,5 cm - 5,0 cm
d. Tidak banyak mengandung zat-zat anorganik
e. Rapat massanya diatas 400 kg/m2

Eceng gondok mengandung 95% air dan menjadikannya terdiri dari

jaringan yang berongga, mempunyai energi yang tinggi, terdiri dari bahan

yang difermentasikan dan berpotensi sangat besar dalam menghasilkan

biogas (Chanakya et al, 1993 dalam Gunnarsson dan Cecilia, 2006). Proses

pengolahannya Eceng gondok mempunyai kandungan hemiselulosa yang

cukup besar dibandingkan komponen organik tunggal lainnya. Hemiselulosa

adalah polisakarida kompleks yang merupakan campuran polimer yang jika

dihidrolisis menghasilkan produk campuran turunan yang dapat diolah

dengan metode anaerobic digestion untuk menghasilkan dua senyawa

campuran sderhan berupa metan dan karbondioksida yang biasa disebut

biogas (Ghosh et al, 1984). Energi yang terkandung dalam biogas

tergantung dari konsentrasi metana (CH4). Semakin tinggi kandungan

metana maka semakin besar kandungan energi (nilai kalor) pada biogas, dan

sebaliknya semakin kecil kandungan metana semakin kecil nilai kalor.

Metana adalah hidrokarbon paling sederhana yang berbentuk gas

dengan rumus kimia CH4. Metana murni tidak berbau, tapi jika digunakan

untuk keperluan komersial, biasanya ditambahkan sedikit bau belerang

untuk mendeteksi kebocoran yang mungkin terjadi. Sebagai komponen

utama gas alam, metana adalah sumber bahan bakar utama. Pembakaran

satu molekul metana dengan oksigen akan melepaskan satu molekul CO2

(karbondioksida) dan dua molekul H2O (air):

CH4 + 2O2 CO2 + 2H2O


2.2 Sekilas Tentang Eceng Gondok

Eceng gondok termasuk dalam family pontederiacede. Tanaman ini

memiliki bunga yang indah berwarna ungu muda (lila), daunnya berbentuk

bulat telur dan berwarna hijau mengkilap bila terkena sinar matahari. Eceng

gondok (Eichornia Crassipes) merupakan tumbuhan air yang tumbuh di

rawa-rawa, danau, waduk, dan sungai yang alirannya tenang. Eceng gondok

yang berada diperairan Indonesia, mempunyai bentuk dan ukuran yang

beraneka ragam, mulai dari ketinggian 1,5 m dengan diameter mulai dari 0,9

m - 1,9 m. Eceng gondok ini terdiri dari akar, bakal tunas, tunas/stolon,

daun, petiole dan bunga. Daun-daunnya mempunyai garis tangan sampai 15

cm. Eceng gondok adalah gulma pengganggu bagi perairan. Biasanya cepat

berkembang diperairan yang terkena limbah, karena eceng gondok ini dapat

mengikat logam berat dalam air, seperti besi, seng, tembaga, dan raksa.

2.3 Pemanfaatan Eceng Gondok

2.3.1 Briket Eceng Gondok

Selama ini telah banyak dikenal briket batu bara sebagai sumber

energi, namun siapa sangka eceng gondokjuga dapat diolah menjadi

briket? Kandungan selulosa dan senyawa organik pada eceng gondok

berpotensi memberikan nilai kalor yang cukup baik. Dengan

demikian, briket eceng gondok ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan

bakar alternatif dengan mengolahnya melalui proses anaerobic

digestion.
Proses pembuatan briket ini cukup sederhana dengan bahan

yang diperlukan hanya 80% bahan organic (mikro organisme

pembusuk seperti misalnya clostridium butyrinum serta bakteri

penghasil gas metan, misalnya methanobacter dan methanobacillus)

dan 20% bahan campuran daun eceng gondok segar. Campurkan

kedua bahan tersebut dalam satu wadah hingga menjadi adonan yang

tercampur rata. Setelah tercampur dengan baik, adonan kemudian

dicetak dengan ukuran dan bentuk menurut selera pembuatnya. Briket

yang telah dibuat selanjutnya dijemur sampai kering, yang umumnya

memakan waktu antara 2-3 hari bila mataharibersinar penuh. Untuk

mengetahui apakah briket sudah kering atau belum yaitu dengan cara

meletakkan dan mengangkatnya di telapak tangan. Bila briket sudah

kering akan terasa lebih ringan dan juga dipermukaan tidak terlalu

mengotori permukaan tangan. Dalam keadaan inilah briket siap

digunakan sebagai bahan bakar.

Briket ini tidak menghasilkan asap yang banyak, tidak berbau,

mudah menyala, serta kandungan abunya juga rendah. Briket ini dapat

dibakar hingga menjadi bioarang yang kandungan karbonnya lebih

tinggi dan kadar air yang dikandungnya sedikit sehingga mutu dan

kualitas bioarang ini lebih baik dibanding briketnya. Selain ramah

lingkungan, briket dan bioarang ini juga lebih harum dan sedikit

asapnya. Limbah hasil pembakarannya juga masih bisa dimanfaatkan

untuk abu gosok atau pembuatan telur asin.

2.3.2 Biogas dari Eceng gondok


Proses pembuatan biogas dari eceng gondok yaitu:

1. Larutkan potongan eceng gondok dalam air (1:1)


2. Tambah feses sapi untuk mempercepat fermentasi

3. Digester dari penampung air volume 1 kubik untuk menampung

larutan enceng gondok agar menjadi Gas


4. Gas dari Digester ditampung di Penampung Gas Plastik

5. Gas dari Penampung Gas Plastik disalurkan melalui Regulator

untuk mengontrol tekanan gas


6. BioGas Enceng Gondok siap dipakai untuk memasak

Bila hanya digunakan eceng gondok, jumlah biogas yang

dihasilkan sedikit dan waktu memproduksinya lama. Untuk itu

digunakan kotoran sapi untuk membantu mempercepat proses

produksinya.
Di kawasan Tondano, Sulawesi Utara, mulai dikembangkan

teknologi serupa yang menggunakan bantuan feses manusia untuk

mempercepat reaksinya. Penelitian terdahulu menyatakan bahwa

perbandingan 1:3 eceng gondok dan air dapat menghasilkan 74,31L

biogas, kemudian 1 kg kotoran manusia dapat menghasilkan 60L

biogas dengan rata-rata pembuangan perorang adalah 200-300

gram. Jika diperlukan sekitar 1m (1000 liter) biogas untuk

memenuhi kebutuhan, maka 60L biogas yang dapat dihasilkan dari

kotoran satu rumah tangga yang beranggotakan 3-4 orang masih

belum cukup memenuhi volume biogas yang diinginkan sebanyak

1000L.

Jika 940L biogas eceng gondok yang ingin diperoleh maka

dengan perbandingan 1:3 (eceng gondok : air), diperlukan sekitar

12,65 kg eceng gondok dan 37,95 liter air. Hasil ini diperoleh dari

koversi perhitungan 74,31L biogas eceng gondok yang diperoleh

dengan volume digester 20L.

Dengan memanfaatkan sistem sanitasi dalam rumah tangga,

maka sistem penghasil biogas ini terdiri dari dua reaktor (digester),

yaitu satu megoalh kotoran manusia dan satu lainnya mengolah

gulma eceng gondok. Reaktor pertama dirancang agar

bersambungan dengan tangki septic (septic tank) rumah tangga.

Sedangkan tangki kedua dirancang agar mudah dibuka, agar eceng

gondok dapat ditambah secara kontinu. Kedua reaktor ini memiliki

rancangan yang dapat mengendapkan sementara kotoran dan eceng


gondok serta dilengkapi dengan pengadukan untuk meningkatkan

produktivitas bakteri fermentasi. Kedua reaktor juga dilengkapi

dengan pipa yang mengalirkan biogas ke tangki penyimpanan.

(Biogas Sistem 1 Reaktor ToudanoWaya)

(Rencana rancangan Biogas 2 Reaktor)

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan

biogas ini salah satunya adalah pH atau tingkat keasaman larutan


yang digunakan untuk mencampur biogas. Berdasarkan sebuah

penelitian (Jurnal kimia dan Industri, Vol. 1 No. 1. 2012 hal 412-

417), dalam proses fermentasi biogas mulai muncul pada pH 5 dan

terus mengalami mkenaikan hingga pH 7, dan selanjutnya

mengalami penurunan pada pH 8. Pada pH 4 biogas sama sekali

tidak terproduksi karena lingkungan sekitar bakteri terlalu asam

sehingga bakteri mati sebelum mengalami pertumbuhan. Biogas

mulai terproduksi pada pH 5 dan produksi terus mengalami

kenaikan pada pH 6, dan mengalami kenaikan yang sangat

signifikan pada pH 7 kemudian mengalami penurunan pada pH 8.

Hal ini disebabkan karena produksi biogas berlangsung baik pada

kisaran pH 6,8-8. pH netral memacu perkembangan bakteri metana

sehingga pada pH tersebut bakteri perombak asam asetat tumbuh

dan berkembang secara optimal sehingga berdampak pada kualitas

dan kuantitas biogas yang dihasilkan.

Beberapa keunggulan dari biogas antara lain:

a) Eceng gondok merupakan parasit yang menyerap O2 pada air

dan meningkatkan kadar CO2 dalam air sehingga

pemanfaatannya dapat menyelamatkan ekosistem air.


b) Gas metan yang dihasilkan tidak berbau dan tidak berbahaya

karena tekanan gas bio lebih rendah dari gas elpiji sehingga

kemungkinan meledak sangat kecil. Tekanan gas dapat

dideteksi secara konvensional dengan melihat kembang-


kempisnya penampung gas akhir atau air yang dikeluarkan dari

regulator.
c) Multi fungsi, selain bisa digunakan sebagai bahan bakar untuk

keperluan rumah tangga, biogas juga sudah dapat

dikembangkan untuk penerangan dan bahan bakar mesin genset

dan kendaraan roda dua.


d) Limbah hasil fermentasi masih bisa dimanfaatkan. Limbah

padat dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kompos dan juga

subtitusi pakan ternak dan ikan. Sedangkan limbah cair dapat

dijadikan sebagai pupuk cair.

Kekurangan dari biogas antara lain:

a) Memerlukan dana yang tinggi untuk aplikasi dalam bentuk

instalasi biogas.
b) Tenaga kerja tidak memiliki kemampuan memadai terutama

dalam proses produksi.


c) Belum begitu dikenal masyarakat.
d) Tidak dapat dikemas dalam bentuk cair dalam tabung.

2.3.3 Bioelektrik

Kawasan lain di Indonesia yang berpotensi menjadi

produsen sumber energi alternatif eceng gondok adalah Kalimantan

yang memiliki wilayah laut yang luas. Eceng gondok tumbuh

dengan pesat di berbagai daerah aliran sungai dan danau di pulau

kalimantan, termasuk di daerah tengah hulu sungai Mahakam di

Kalimantan Timur. Terdapat sekitar 76 danau tersebar di daerah

aliran sungai Mahakam dan sekitar 30 danau terletak di daerah


Mahakam bagian tengah termasuk tiga danau utamanya (danau

Jempang 15.000 Ha; danau Semayang 13.000 Ha; danau Melintang

11.000 Ha). Sungai Mahakam dengan panjang sekitar 920 km ini

melintasi wilayah kabupaten Kutai Barat di bagian hulu, hingga

kabupaten Kutai Kartanegara dan kota Samarinda bagian hilir.

Salah satu perusahaan pengembang teknologi Bio Elektrik di

kawasan tersebut memperkenalkan Instalasi Bio Elektrik 7000L

yang terdiri dari 3 unit digester 7000L, 1 mesin pencacah MPO 500

HD (Honda), 3 unit pemurnian bigas MP 24150 (stainless steel),

gas holder kapsitas > 10, 3 unit generator BG 5000 (genset biogas

daya 5000 watt), bakteri aktivator metan GP-7 untuk 1 bulan serta

perlengkapan instalasi hingga unit kompor dan generator. Instalasi

Biogas dan Bio Elektrik Biophoskko BD 7000L tersebut

berkemampuan mengolah limbah biomassa atau sampah organik

termasuk eceng gondok untuk pertama kalinya 21 m (setara 7 ton)

dan selanjutnya 4,2 m atau 1,26 ton/hari.

Setiap harinya output shelter Instalasi BD 7000L mampu

menghasilkan biogas dengan kemurnian >80% metan (CH4)

sebanyak 37,8 m yang memiliki daya nyala dan kalori tinggi

sebagai bahan kompor guna memasak setara 17,388 kg LPG, atau

bahan bakar gas tersebut dapat menyalakan 3 unit genset 5000 watt

sebanyak 45,36 kwh (kilo watt hour). Selain penerimaan dan

penjualan bahan bakar gas atau energi listrik, instalasi shelter BD

7000L menghasilkan lumpur (slurry) dengan kualitas pupuk cair


organik sebanyak 3,78 m/hari. Lumpur ini dapat ditingkatkan

kualitasnya dengan menambahkan kedalamnya aneka bakteri

(fiksasi N2, pelarut posfat, dan KCL) atau zat tumbuh, sehingga

memiliki nilai tambah (added value) sebagai pupuk hayati atau

pupuk organik.

Potensi eceng gondok di kedua danau Melintang dan

Semayang (luas >25.000 Ha) pada asumsi 3 atau 4 bulan saja dapat

bertumbuh hingga menutupi semua areal danau, dapat diperkirakan

potensi pertumbuhan eceng gondok tersebut tidak akan kurang dari

20.000 Ha dibagi 100 hari atau 200 Ha/hari atau setara dengan bbot

300 ribu ton/hari. Dengan mengacu pada output energi dari tiap

1,26 ton. Jika semua pertumbuhan eceng gondok/ hari diolah

dengan Instalasi Bio Elektrik, diperkirakan bisa dihasilkan 300.000

45,36 KWH= 13,600 Mega Watt (MW) atau setar dengan

300.000 ton/ 1,26 17,388= 4,139 kg LPG/hari.

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Dari pembahasan diatas, dapat ditarik beberapa kesimpulan, yakni :


1. Yang di maksud dengan biomassa adalah bagian dari tumbuhan yang

dapat dimanfaatkan dan diolah melalui proses tertentu untuk digunakan

sebagai bahan bakar, baik dalam bentuk padat, cair, maupun gas untuk

menghasilkan energi listrik, panas, bahan kimia dan sebagainya. Biogas

merupakan salah satu sumber energi alternatif yang dapat

dipertimbangkan untuk masa depan karena memiliki banyak keunggulan

jika dibandingkan yang lain, selain ramah lingkungan, biogas juga lebih

efisien sebagai bahan bakar, dan lebih efektif sebagai sumber energi

untuk masa depan.


2. Potensi pengembangan biogas dari eceng gondok sebagai sumber energi

alternatif untuk masa depan di Indonesia sebenarnya cukup besar karena

didukung oleh ketersediaan bahan baku yang melimpah di alam namun

masih sedikit orang yang berkemampuan memadai terutama dalam

proses produksi.
3. Proses pengolahan biomassa dari eceng gondok umumnya dilakukan

dengan metode anaerobic digestion. Tahap pertama yakni pelarutan

bahan baku dalam air, kemudian proses fermentasi (ditambahkan feses

sapi), selanjutnya Digester dari penampungan air untuk menampung

larutan eceng gondok agar menjadi gas, dan yang terakhir gas dari

Digester disalurkan dan ditampung di penampung gas plastik.


4. Secara umum, keuntungan bahan bakar biogas dari eceng gondok

dibandingkan dengan sumber energi lain adalah lebih ramah lingkungan,

rendah polusi, dan terbarukan. Sedangkan kerugiaan bahan bakar biogas

dari eceng gondok adalah aplikasi dalam bentuk instalasi biogas yang

tergolong mahal.
DAFTAR PUSTAKA

A Review of Fixed Bed Gasification Systems for Biomass (2007, P.14) Digital

Collection of Petra Christian University

http://www.biogas-energi.biz/2011/08/potensi-energi-bahan-bakar-dan-listrik.html
mrfachztur.blogspot.com/2013/02/listrik-tenaga-biogas-dapat-mereduksi.html

jul-karnaini.blogspot.com/2013/05/makalah-biogas.html

Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol. 1, No. 1, (2012)

Anda mungkin juga menyukai