Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DEMAM TIFOID
Disusun oleh:
Andre Vabiano
1261050053
Pembimbing :
JAKARTA
PENDAHULUAN
Demam tifoid merupakan demam lebih dari 7 hari akibat infeksi sistemik yang bersifat
akut dan disebabkan oleh Salmonella typhi. Salmonella enterica serovar paratyphi A, B, dan C
juga dapat menyebabkan infeksi yang disebut demam paratifoid.1 Demam tifoid termasuk dalam
demam enterik. Diperkirakan demam tifoid menyebabkan 21,6 juta kasus dengan 216.500
kematian pada tahun 2000.1 Insidens demam tifoid yang tinggi ditemukan di Asia Tenggara,
Asia Tengah dan Selatan serta Afrika Selatan yaitu >100 kasus per 100.000 populasi per tahun.1
Di Indonesia, insidens demam tifoid sering pada usia 3-19 tahun. Faktor lain yang dapat
menyebabkan demam tifoid adalah kurang menjaga kebersihan di lingkungan tempat tinggal,
seperti tidak menggunakan sabun ketika mencuci tangan dan tidak tersedianya sarana untuk
buang air besar di rumah. Manusia adalah pejamu dan reservoir untuk Salmonella typhi.
Salmonella typhi dapat hidup di air tanah, air kolam, atau air laut selama berhari-hari. Salmonella
typhi merupakan bakteri gram negatif yang mempunyai flagel, tidak berkapsul, tidak membentuk
spora, dan fakultatif anaerob.2 Salmonella typhi memiliki antigen O yang terdiri dari
oligosakarida dan antigen H yang terdapat pada flagel.2
BAB I
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
MR No. : 00-08-79-28
Nama : An. M .B
Tanggal lahir : 1 Mei 2016
Usia : 1 tahun 2 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan :-
Alamat : Jl.Squadran gang Ahmad RT 15/03, Kec. Makasar, Jakarta Timur
Tanggal datang : 28/7/2017
II. Anamnesis
-Keluhan tambahan : Muntah. Nafsu makan menurun. Belum BAB 1 hari. pilek
Pasien datang diantar oleh ibunya ke RS UKI dengan keluhan demam sejak kurang lebih
7 hari yang lalu. Demam yang dialami pasien berlangsung naik turun. Biasanya naik pada sore
dan malam hari dan ibu pasien belum mengukur suhu pasien. Demam tidak disertai menggigil
dan kejang. Ibu pasien mengatakan, pasien juga muntah lebih dari 5 kali. Yang dimuntahkan
pasien adalah makanananya tidak ada darah. Ibu pasien juga mengatakan, anaknya belum BAB
1 hari. Nafsu makan pasien juga menurun, biasanya pasien masih mau makan bubur dan minum
susu tetapi sekarang hanya mau minum susu saja. Lemas +. 2 hari sebelum masuk RS, keluhan
pilek muncul. Sebelumnya pasien sempat berobat ke klinik dan diberikan obat puyer untuk
penurun demam, demam sempat turun namun demam muncul lagi. Dan pasien suka mengemut
jari dan mainannya.
Pasien pernah mengalami kejang demam dan diare pada usia 10 bulan.
Keluarga pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Keluarga pasien
tinggal di rumah kontrakan dan biasanya untuk keperluan minum dan mandi, membeli air galon
yang biasa lewat di depan rumah.
-Riwayat kelahiran:
BCG 1 bulan
Campak 9 bulan
MMR -
TIPA -
Kesan : Imunisasi dasar sesuai dengan jadwal program imunisasi nasional 2016
-Riwayat makanan
0-6 bulan : pasien mendapatkan ASI eksklusif yang diberikan sesuai keinginan pasien
6-9 bulan : pasien masih mendapatkan ASI eksklusif dan bubur saring (wortel +ayam) 2x
sehari 1 mangkok kecil 10-15 suap sendok
12 bulan- sekarang : pasien masih mengosumsi susu formula 3x sehari 1 gelas kecil dan
nasi tim ( sayur+ ayam ) 2 kali sehari 2 mangkuk kecil dan kadang makan buah-buahan.
Kesan: pola makan sesuai dengan pertambahan usia kualitas dan kuantitas makanan
cukup.
III. Pemeriksaan Fisik
Data Antropometri
BB/U : hasil -1 SD
Kesan : normal
TB/U : hasil +2 SD
Kesan : perawakan tinggi
BMI : 8,9/(7,2)2 = 17,5 (hasil diantara -1 SD dan -2 SD)
Kesan : status gizi baik
Kepala
Thoraks
V. Diagnosis Kerja
VI. Penatalaksanaan:
Diet : Lunak
IVFD : KAEN 3A 10 TPM/24 jam (makro)
Mm/
VII. Prognosis
Ad Vitam : Bonam
Ad Fungsionam : Bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam
FOLLOW UP
29 Juli 2017
PH= 1 PP= 2
BB= 8,9 kg
Subjek :
Semalam demam dengan suhu 38oC, setelah diberikan paracetamol demam pasien turun, belum
mau makan bubur hanya mau minum ASI.
Thoraks
Imunologi
Widal
S.Typhose H : +1/160
S.Paratyphi A H : negatif
S.Paratyphi B H : negatif
S.Paratyphi C H : +1/160
S.Typhosa O : +1/320
S.Paratyphi A O : +1/160
S.Paratyphi B O : negatif
S.Paratyphi C O : +1/80
Penatalaksanaan
o Rawat inap
o Diet : Bubur saring/susu
o IVFD : KAEN 3A 10 TPM/24 jam (makro)
o Mm/
Inj ceftriaxone 1x500mg (IV)
Ranitidine 2x10mg
PCT syr 3x1 cth (PO)
Ambroxol 0,5mg/KgBB/kali 3x1
30 Juli 2017
PH= 2 PP= 3
BB= 8,9 kg
Subjek :
Aktif Pasif
Muntah
Lemas
Thoraks
ANALISA KASUS
Dari anamnesis :
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 7 hari yang lalu, demam naik turun, biasanya
naik pada malam hari. Demam tidak disertai menggigil dan kejang. Selain demam pasien juga
muntah, lebih sering BAB daripada biasanya, dan lemas. Pasien muntah lebih dari 5 kali, yang
dimuntahkan adalah makanan yang di makan. Pasien belum bab selama 1 hari. Nafsu makan
pasien juga menurun. Pasien juga mengeluh pilek dan pasien biasa suka mengemut jari dan
mainannya. Dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan:
Pemeriksaan fisik
Tekanan darah :-
Suhu : 37,8 C
Hidung : Sekret +
Gejala Klinis
Demam naik secara bertahap tiap hari, suhu Kesadaran menurun (bila demam tifoid berat)
tertinggi pada akhir minggu pertama
Pada saat di Instalasi Gwat Darurat, pasien dianjurkan untuk dirawat inap dan diberikan
tatalaksana yaitu berupa diet lunak, terapi cairan KAEN 3A 10 tetes per menit dalam 24 jam,
diberikan terapi berupa injeksi Ceftriaxone 1x500mg (injeksi), Ranitidine 2x10mg (injeksi),
Paracetamol syrup 4x1 sendok teh (oral), dan Ambroxol syrup 3x1 sendok teh (oral). Pada hari
berikutnya (hari perawatan kedua), pasien masih diberikan diet lunak berupa bubur saring atau
susu, diberikan cairan KAEN 3A 10 tetes per menit selama 24 jam, diberikan terapi berupa
ceftriaxone 1x00mg (injeksi), ranitidine 2x10mg (injeksi), PCT syrup 3x1 sendok teh (oral), dan
Ambroxol 0,5mg/kgBB/kali sebanyak 3 kali 1 perhari.
Tatalaksana untuk pasien dengan demam tifoid adalah dengan tirah baring di rumah
disertai dengan pemenuhan kebutuhan cairan dan nutrisi pasien serta pemberian antibiotik.
Namun, pada kasus berat, pasien harus dirawat di rumah sakit dengan tujuan untuk observasi
pasien lebih lanjut. Terapi antibiotik merupakan terapi utama karena penyebab dari demam tifoid
merupakan bakteri yaitu Salmonella typhi. Pemberian kloramfenikol dengan dosis
100mg/kgBB/hari yang dibagi dalam 4 kali pemberian selama 10-14 hari atau 5-7 hari setelah
demam turun. Antibiotik berikutnya yang dapat menjadi pilihan adalah ampisilin, namun respon
yang diberikan ampisilin tidak sebaik kloramfenikol. Ampisilin diberikan dengan dosis anjuran
200mg/kgBB/hari dan diberikan sebanyak 4 kali dalam sehari. Pilihan antibiotik berikutnya
adalah amoksisilin 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4x pemberian oral. Kombinasi Trimethoprim
sulfametoksazol (TMP SMZ) : TMP 10mg/kgBB/ hari atau SMZ 50mg/kgBB dibagi dalam 2
dosis. Antibiotik golongan sefalosporin yaitu Seftriakson juga dapat diberikan sebanyak
100mg/kgBB/hari dibagi menjadi 1-2 dosis dengan maksimal pemberian 4gram per hari. Pilihan
terakhir dapat berupa Cefixime oral 10 15mg/kgBB/hari selama 10 hari. Pada kasus demam
tifoid yang berat pasien dapat mengalami keadaan delirium. Oleh karena itu, diberikan
deksametason secara intravena dengan dosis 3mg/kgBB diberikan dalam 30 menit pada dosis
awal dan dilanjutkan dengan 1mg/kgBB tiap 6 jam sampai 48 jam. Untuk pasien dengan penyulit
seperti perdarahan usus dapat diberikan transfusi darah. Sebagai pencegahan terhadap demam
tifoid maka diberikan edukasi kepada keluarga pasien untuk memperhatikan kualitas makanan
dan minuman yang dikonsumsi serta lebih menjaga kebersihan diri dan lingkungan pasien.
Prognosis pada pasien dengan demam tifoid tergantung pada ketepatan terapi, keadaan
kesehatan pasien, serta ada atau tidaknya komplikasi pada pasien.
Tabel 3. Pengobatan antibiotic typoid.4
Tabel 4. Pengobatan antibiotic typoid.4
DAFTAR PUSTAKA