Anda di halaman 1dari 3

MERANGSANG PRODUKTIVITAS UMKM DENGAN BASIS GNNT

Sektor UMKM merupakan salah satu garda utama aktivitas ekonomi masyarakat yang
memberikan donasi cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Akan tetapi
UKM masih terkendala dalam akses permodalan, deregulasi, manajemen usaha, dan bahkan
kontinuitas pasokan bahan baku. Untuk itulah dibutuhkan restrukturisasi usaha dalam
pengembangannya, mengingat UMKM merupakan konsep daripada ekonomi kerakyatan yang
tidak hanya berorientasi untuk rakyat, kesejahteraan umum dan kemakmuran rakyat, melainkan
pula menempatkan rakyat sebagai pelaku utama sekaligus sebagai peletak pondasi dan penentu
arah perekonomian nasional, sebagaimana tercantum dalam amanah Undang-Undang Dasar 1945
pasal 33.
Termasuk dalam bidang keuangan dan moneter, yang merupakan bagian dari
perekonomian yang secara spesifik meliputi Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) sebagaimana
yang telah dicanangkan oleh Gubernur Bank Indonesia pada Agustus 2014 lalu juga harus
memperhatikan dan mengutamakan konsep Ekonomi Kerakyatan.
Salah satu aspek pengaplikasiannya dapat dilakukan dengan penguatan arus finansial.
Baik yang mengalir dalam masing-masing sektor terkait, maupun yang mengalir satu sama lain
antara sektor UMKM dengan sektor lainnya, dan pelaku-pelaku lain dalam ekonomi (perbankan,
industri, jasa, dan lain sebagainya), mengingat salah satu poin penting dalam sistem transaksi
adalah keamanan bagi mereka yang melakukan transaksi. Oleh karena itu, sistem pembayaran
non tunai harus benar-benar meyakinkan dan matang untuk dapat dilaksanakan dalam aktivitas
ekonomi masyarakat.
Pelaksanaan pembayaran atau transaksi secara non-tunai terbukti meningkatkan debit
aliran keuangan. Faktor keamanan, keterjaminan, keterkendalian, dan akuntabilitas yang jauh
lebih memadai dibandingkan penggunaan uang tunai adalah pemicu dan pemacu akselerasi
tersebut. Hal ini jelas sangat berpengaruh terhadap peningkatan volume perdagangan, yang pada
gilirannya juga terhadap peningkatan dan pengokohan fundamen perekonomian. Khususnya
pelaku ekonomi besar dengan pangsa pasarnya yang juga sangat besar, yaitu mayoritas
konsumen Indonesia, sudah tentu akan mengalirkan jumlah uang yang besar sekali karena
kecepatannya yang juga besar dan cepat, apabila sebagian besarnya melaksanakan transaksi dan
pembayaran secara non-tunai. Namun sampai saat ini, tingkat penggunaan non-tunai oleh sektor
UMKM dan beberapa sektor lainnya termasuk ritel masih sangat rendah. Di sisi lain, kondisi
yang sama juga terjadi pada posisi masyarakat konsumen. Sebab itu, dalam rangka meningkatkan
perekonomian nasional melalui kampanye memasyarakatkan cara pembayaran non-tunai, BI
sebagai promotor GNNT perlu memprioritaskan pembinaan sektor ritel dan UMKM ini secara
intensif dalam hal penggunaan non-tunai.
Patut diapresiasi langkah-langkah yang telah dikerjakan BI dalam memulai merangkul
sektor ini. Inti dari semua langkah itu adalah untuk memberi edukasi terhadap masyarakat akan
manfaat non-tunai. Kegiatan sistem pembayaran merupakan wujud nyata peran Bank Indonesia
secara langsung terhadap lapisan masyarakat, karena sistem pembayaran berpengaruh terhadap
efektivitas kebijakan moneter dan stabilitas keuangan melalui peredaran uang di masyarakat.
Sesuai undang-Undang Bank Indonesia No. 23 tahun 1999 yang diubah menjadi undang-undang
No. 6 Tahun 2009, bahwa Bank Indonesia berwenang untuk menetapkan kebijakan, mengatur,
melaksanakan, dan memberikan persetujuan, perizinan, dan pengawasan atas penyelenggaraan
jasa sistem pembayaran.
Dalam pengembangan non tunai yang terpenting ialah edukasi yang mampu
menginspirasi para pelaku ekonomi kecil menengah sebagai agen pembaharu dalam aktivitas
perekonomian. Tidak hanya itu, ketersediaan alat seperti Electronic Data Capture (EDC) sebagai
sarana penunjang perlu ditingkatkan secara intensif. Sebab, bagaimana pembeli mau membayar
para pedagang di pasar, baik itu warung-warung makan, tukang sayur dan tukang buah keliling,
tukang tambal ban, tukang bakso, tukang nasi rames, tukang sol sepatu, tukang jahit, dan
sebagainya dengan cara non-tunai, apabila para penjual barang dan jasa itu sendiri saja tidak
mempunyai sarana untuk menerima pembayaran non-tunai, atau sama sekali belum menguasai,
bahkan belum pernah mendengar cara-cara pembayaran non-tunai?
Untuk itu, perlu adanya pembinaan atau pengedukasian yang terintegrasi dengan sistem
yang dilaksanakan oleh para edukator ekonomi, dengan bekerja-sama dengan seluruh
pemerintah daerah tingkat provinsi dan kabupaten/kota, khususnya badan usaha milik daerah
(BUMD) yang mengelola dan melakukan koordinasi atas pasar rakyat, dengan asosiasi-asosiasi
pengusaha, serta juga dengan paguyuban-paguyuban atau himpunan komunitas seni-budaya di
seluruh Indonesia, untuk melakukan pendataan dengan berdasar pada data sensus ekonomi yang
telah dilaksanakan pada tahun 2016 lalu.
Jadi dengan data tersebut, BI bisa merancang sistem pelaksanaan edukasi non-tunai
dengan lebih efektif dan berdaya guna dengan penentuan target dan waktu pengoperasiannya
tetap dikoordinasikan dengan pemda dan para pihak terkait lainnya. Berbekal data tersebut, dapat
disiapkan kebijakan dan regulasi penyebarluasan ketersediaan alat-alat pembaca pembayaran
non-tunai di tempat usaha mereka dengan membina hubungan kerja sama vertikal dan horisontal
terhadap lembaga pemerintah dan instansi terkait untuk memperlancar birokrasi, misalnya dari
Kemkominfo, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil-
Menengah. Juga halnya dengan melakukan restrukturisasi perbankan guna direvolusi untuk
menjadi lebih terintegrasi dan efisien dalam kinerja perbankan Indonesia terkait penyebarluasan
alat/sarana pembayaran non-tunai untuk para pelaku sektor UMKM khususnya.
Dengan terintegrasinya, pelaku UMKM terhadap sistem non-tunai akan mendorong
mereka berimplikasi dalam aktivitas perbankan dengan membuka rekening di bank-bank, dan
yang sudah menjadi nasabah pun akan jauh lebih intens lagi memanfaatkan rekeningnya. Maka,
bisa dibayangkan, betapa besarnya jumlah dana yang masuk dan alangkah dinamisnya
perputaran uang di perbankan Indonesia. Sehingga arus ekonomi akan berlangsung dengan cepat
dan akan meningkatkan percepatan perputaran uang yang begitu cepat sehingga mendorong
percepatan ekspansi usaha pada segmen pasar yang lebih besar. Itulah output yang dapat
diperoleh dari adanya program non-tunai.
Sebagai kontinuitas atas tindakan itu, bagaimana mempersuasi para penyelenggara
sistem non-tunai di luar bank agar bersedia proaktif melakukan pendekatan kepada para
pedagang dan pengusaha UMKM. Termasuk secara proaktif mendatangi mereka untuk
menawarkan pendaftaran dan aktivasi sistem non-tunai yang dikeluarkan masing-masing
penyelenggara, baik melalui sosialisasi, seminar, pameran-pameran atau bahkan menggandeng
operator selular sebagaimana pola yang dikembangkan selama ini. Sebab, dengan semakin
masifnya para pelaku bisnis dan UMKM menggunakan sistem pembayaran non-tunai dari pihak-
pihak penyelenggara selain bank, seperti operator selular, maka pihak penyelenggara itu pun
justru akan mendapat keuntungan yang besar sekali juga. Karena, kemungkinan besar bukan
hanya para pedagang dan UMKM itu saja yang akan lebih intens menggunakan layanan operator
selular, misalnya pada aplikasi layanan data dan internet, namun juga masyarakat sebagai
konsumen.
Demikianlah seluruh subyek ekonomi dapat dengan mudah merumuskan target usahanya
jika kegiatan non-tunai berlangsung secara intens, dengan skala usaha yang meningkat juga akan
meningkatkan kenaikan ekonomi rakyat yang lebih cepat, aman, dan nyaman terlebih bagi
pelaku UMKM dapat dengan cepat bereksplorasi terhadap pengembangan usaha pada segmen
yang lebih luas, baik lokal maupun nasional yang lebih transparan dan akuntabel.

Anda mungkin juga menyukai