Anda di halaman 1dari 19

CONTRAST INDUCED NEPHROPATHY

Pendahuluan

Nefropati yang diakibatkan zat kontras atau contrast induced nephropathy ( CIN) menjadi
sumber nyata mortalitas dan morbiditas dirumah sakit seiring dengan peningkatan penggunaan
kontras iodine dalam pencitraan diagnostik dan proses intervensi seperti halnya angiografi pada
pasien dengan resiko tinggi. Radiokontras yang mengandung iodine intravena diketahui mempunyai
efek toksik terhadap ginjal (nephrotoxicity). Saat ini terus dikembangkan radiokontras yang lebih
fisiologis untuk mengurangi efek samping terjadinya nefropati radiokontras. Penelitian yang
dilakukan Lalli, et al.2 menemukan 228 pasien meninggal setelah pemberian radiokontras yang
melibatkan prosedur cholangiography, angiography dan urography. Angka kematian pada penelitian
ini cukup tinggi dan dikatakan sebagai penyebabnya adalah adanya reaksi akibat radiokontras. 1,2
CIN mempunyai berbagai sebutan seperti nefropati kontras, nefropati toksik kontras,
nefropati media kontras, nefropati agen kontras, nefropati diinduksi radio kontras, dan lain-lain.
Batasan CIN yang dipakaipun berlainan diantaranya kenaikan kreatinin serum 50%, kenaikan
kreatinin serum 25%, kenaikan kreatinin serum 0,5 atau 1.0 mg/dl atau penurunan persentase bersihan
kreatinin hitung (calculated creatinine clearance/CCC ). Karena kreatinin serum sangat dipengaruhi
umur, jenis kelamin dan masa otot, sulit menggambarkan fungsi ginjal yang sebenarnya dengan
pemeriksaan ini.2,3
Angka kejadian dan risiko nefropati radiokontras telah banyak dipelajari, yaitu perubahan
pada fungsi ginjal yang terjadi pada semua kasus atau yang lebih berat yaitu nefrotoksik radiokontras
yang biasanya bersifat akut, reversibel, sampai gagal ginjal dengan derajat yang berbeda. Gagal ginjal
yang terjadi tidak selalu bersifat reversibel oleh karena banyak faktor lain yang mempengaruhi
nefrotoksisitas. Nefrotoksisitas radiokontras merupakan hal yang sangat penting secara klinis terutama
pada pasien dengan nefropati diabetik atau adanya faktor lain yang mempengaruhi fungsi ginjal
seperti kekurangan cairan dan penggunaan obat anti inflamasi non steroid. 1,3,4

Epidemiologi

Dengan meningkatnya penggunaan media kontras dalam prosedur kedokteran untuk


kepentingan diagnostik ataupun intervensi selama 30 tahun terakhir, nefropati yang diinduksi media
kontras dapat menjadi problem didalam praktek klinik. Sebagai contoh, di Amerika pada tahun 2000
terdapat kurang lebih 1.318.000 prosedur kateterisasi jantung untuk kepentingan diagnostik dan
561.000 prosedur angioplasti koroner perkutan. Jenis nefropati ini telah menjadi penyebab ketiga
terbesar gagal ginjal akut yang didapat di rumah sakit, terhitung 12% dari semua kasus. Risiko CIN
terus berkembang dengan penggunaan media kontras pada pasien-pasien dengan risiko tinggi. 2,5

1
CIN makin menarik selama beberapa tahun terakhir untuk beberapa alasan: pertama,
berpotensi dengan efek klinisnya. Kedua dengan populasi yang semakin tua insidens disfungsi ginjal
juga meningkat. Dan yang sangat perlu dipertimbangkan, sejumlah laporan bahwa insidens dan
keparahan CIN dapat diturunkan. Riwayat CIN pertama kali disebutkan pada tahun 1955 oleh Alwall
dalam sebuah artikel yang menerangkan penyebab gagal ginjal setelah tindakan urografi intra vena.
Terdapat beberapa faktor risiko penting termasuk diabetes mellitus, pengobatan yang nefrotoksik,
status hidrasi umum, tipe media kontras, volume kontras, alur pemberian, selain disfungsi ginjal yang
mendasari.3,4
Insidens CIN bervariasi 0 sampai 100% pada penelitian-penelitian retrospektif, hal seperti ini
mungkin disebabkan ketidaksamaan definisi yang dipergunakan, metode investigasi dan perbedaan
populasi yang sangat tergantung pada kriteria yang dipakai dan adanya faktor risiko yang
berhubungan dengan pasien. Yang ideal ganguan fungsi ginjal diukur berdasarkan bersihan kreatinin
hitung (CCC) serial, tapi karena kurang praktis dan memerlukan biaya tinggi, banyak literatur
menggunakan pengukuran kreatinin serum. Harus diingat parameter terakhir ini kurang sensitif dalam
merefleksikan perubahan awal fungsi ginjal dan mungkin lebih lambat mencapai sensitifitas maksimal
dari pada bersihan kreatinin.1,5
Penggunaan radiokontras menyebabkan meningkatnya kasus gangguan ginjal akut
nefrotoksik, diperkirakan 10 % kasus terjadi selama rawatan pasien.Variasi insiden nefropati kontras
yang dilaporkan dari beberapa penelitian dipengaruhi oleh perbedaan definisi, periode observasi
setelah pengunaaan kontras dan prevalensi faktor resiko dalam suatu populasi penelitian. Mitchell dkk
dalam penelitiannya menemukan nefropati radiokontras terjadi lebih 10 % pada pasien yang
menjalani computed tomography scanning (CT Scan) dengan kontras di bagian emergensi.1,2,6

Anatomi dan Fisiologi Ginjal

Ginjal berjumlah dua buah dengan berat + 150 gr dengan panjang 5 7,5 cm dan tebal 2,5 3
cm. letak retroperitoneal sebelah dorsal cavum abdominal, ginjal kiri bagian atas setinggi vertebra
lumbal I, bagian bawah setinggi vertebra lumbal IV, pada posisi berdiri letak ginjal kanan lebih
rendah. Ginjal terletak di dinding posterior abdomen dibelakang peritoneum pada sisi vertebra
thorakalis 12 sampai vertebra lumbalis 3. Bentuk ginjal seperti biji kacang, ginjal kanan sedikit lebih
rendah disbanding ginjal kiri, karena ada lobus hepatis dextra yang besar. 7
Ginjal dilapisi; dibagian dalam oleh kapsula adipose dan bagian luar dilapisi oleh kapsula
renalis. Struktur ginjal bila dibuat irisan memanjang dari medial ke lateral tampak dua bagian cortex
sebelah luar dan medulla sebelah dalam. Pada cortex tampak agak pucat dan di dalam terdapat
corpusculi renalis, tubuli contorti, tubulus collectus. Medulla terdiri dari bangunan berbentuk pyramid
disebut pyramid renalis, ujung pyramid akan menjadi calyx minor, beberapa calyx minor akan
bergabung menjadi calyx major, beberapa calyx major akan bergabung menjadi pelvis renalis dan
bermuara hingga ke ureter.7

2
Gambar 1. Ginjal, parenkim dan pelvis ginjal7

Fungsi utama dari ginjal adalah mempertahankan komposisi dan volume cairan agar tetap
konstan. Mekanisme utama didalam mempertahankan homeostasis tersebut melalui fungsi eksresinya.
Untuk mempertahankan suatu internal environment lingkungan dalam yang konstan, ginjal harus
memberikan suatu reaksi yang tepat terhadap keadaan keadaan yang menimbulkan perubahan
homeostasis.6,7
Secara spesifik fungsi ginjal adalah sebagai berikut :
1. Mempertahankan volume dan osmolalitas cairan tubuh
2. Mengatur keseimbangan asam basa
3. Ekskresi bahan yang telah didetoksifikasi
4. Fungsi endokrin dengan menghasilkan renin, eritropoetin, dan prostaglandin
5. Mengubah pro vitamin D menjadi vitamin yang aktif
6. Sintesa ammonia dari asam amino
7. Melepaskan glukosa kedalam sirkulasi selama starvasi yang kronis (glukoneogenesis)

Kecepatan filtrasi glomerulus (GFR)


GFR adalah jumlah filtrat yang terbentuk pada kedua ginjal setiap menitnya. Pada orang
normal jumlahnya sekitar 125 ml/menit atau 180 liter perhari. Lebih dari 99% filtrat ini akan
direabsorbsi kembali pada tubulus dan sisanya dibuang/dikeluarkan sebagai urine. Terdapat dua faktor
yang mempengaruhi GFR yaitu tekanan filtrasi efektif dan permeabilitas membrane glomerulus.
Tekanan filtrasi adalah keseimbangan tekanan pada kapiler glomerulus dan kapsula Bowman yang
menyebabkan terjadinya filtrasi dari kapiler glomerulus ke dalam kapsula bowman. 6
Definisi

Nefropati radiokontras didefinisikan sebagai peningkatan serum kreatinin 0,5-1,0 mg/dl atau
25% - 50% dari nilai awal yang terjadi 24 jam pertama setelah pemberian media kontras dan

3
mencapai puncak 5 hari kemudian. European Society of Urogenital Radiology mendefinisikan
nefropati radiokontras adalah gangguan pada fungsi ginjal (peningkatan serum kreatinin > 0,5 mg/dl
atau > 25 %) dalam waktu 3 hari setelah pajanan kontras, tanpa alternative etiologi yang lain. 1,2,7
Menurut Acute Kidney Injuri Network (AKIN) nefropati radiokontras adalah peningkatan
serum kreatinin 0,3 mg/dl dengan oliguria. Peningkatan absolut serum kreatinin 0,3 mg/dl sama
sensitifnya dan lebih spesifik untuk komplikasi gangguan ginjal berat dan bersihan kreatinin serum
hitung mungkin lebih akurat, tapi pemeriksaan ini sulit dilakukan karena perlu pengumpulan
keseluruhan urin sepanjang hari.2,8
Nefropati akibat penggunaan zat kontras ini paling sering didefinisikan sebagai gagal ginjal
akut yang terjadi dalam waktu 48 jam sejak paparan bahan kontras radiografi intravaskular dan tidak
ditemukan penyebab lain. Idealnya, penurunan fungsi ginjal harus diukur dengan creatinine clearance
serial, tetapi karena langkah ini mungkin tidak praktis dan tidak efektif secara biaya di berbagai pusat
kesehatan, maka sebagian besar literatur menjelaskan penggunaan pengukuran terisolasi kadar
kreatinin serum, meskipun parameter ini mungkin kurang sensitif untuk mencerminkan perubahan
awal yang halus dari fungsi ginjal dan mungkin akan lebih lambat dalam mencapai sensitivitas
maksimal dibandingkan creatinine clearance.1,6,8
Kadar Serum kreatinin mungkin terbukti lebih sensitif, namun, dalam kasus yang sebelumnya
sudah terjadi kerusakan ginjal, di mana sekresi tubular kreatinin dapat menyebabkan perkiraan
berlebihan terhadap keadaan laju filtrasi glomerulus (GFR). Adanya Peningkatan pada nilai kadar
kreatinin serum dalam rentang antara 25% dan 50% (peningkatan nilai absolut dari 0,5-1,0 mg / dL)
dari normal telah dapat dikategorikan sebagai nefropti akibat zat kontras.3,6
Oleh karena itu CIN didefiniskan sebagai berkurangnya fungsi ginjal dalam 48 jam setelah
pemberian media kontras. Manifestasinya adalah peningkatan kreatinin absolut minimal 44 mol/L
(>0.5 mg/dl), atau peningkatan relative minimal 25% dari baseline kreatinin serum tanpa adanya
penyebab yang lain. Kadar kreatinin biasanya mencapai puncak 3-5 hari setelah pemberian media
kontras. Diduaga diakibatkan dari kombinasi iskemik ginjal dan efek toksis langsung terhadap sel
tubuler ginjal11.

Media Kontras
Bahan Kontras merupakan senyawa-senyawa yang digunakan untuk meningkatkan visualisasi
(visibility) struktur-struktur internal pada sebuah pencitraan diagnostik medik. Bahan kontras dipakai
pada pencitraan dengan sinar-X untuk meningkatkan daya attenuasi sinar-X (Bahan kontras positif)
yang akan dibahas lebih luas disini atau menurunkan daya attenuasi sinar-X (bahan kontras negative
dengan bahan dasar udara atau gas). Selain itu bahan kontras juga digunakan dalam pemeriksaan MRI
(Magnetic Resonance Imaging), namun metode ini tidak didasarkan pada sinar-X tetapi mengubah
sifat-sifat magnetic dari inti hidrogen yang menyerap bahan kontras tersebut. Bahan kontras MRI
dengan sifat demikian adalah Gadolinium.1.2.4

4
Media kontras mulai menarik perhatian sejak 1896, segera setelah diperkenalkan pertama
kalinya X-rays oleh Roentgen. Saat itu dipakai sodium iodida dengan komponen lainnya. Kemudian
pada tahun 1900 dikenal media kontras monomer ionik (seperti Conray, Renografin Urografin) yang
mengandung 3 atom iodine menggantikan cincin benzene dengan disosiasi rantai cabang.
Osmolalitasnya berkisar 1200-2000 mOsm/l.1,3,5
Mengingat toksisitas kontras hipertonus, kemudian berkembang media kontras monomer non-
ionik pertama dengan kemampuan radioopak yang sama tapi karena tidak terdapat disosiasi rantai
cabang maka osmolalitasnya menurun. Selanjutnya media kontras dimer ionik dan non-ionik
dikembangkan dengan osmolalitas yang juga rendah mendekati osmolalitas darah, kurang lebih
300mOsm/l, sehingga menurunkan efek samping. Media kontras dimer non-ionik mempunyai 6 atom
iodine per molekul, secara teori osmolalitasnya turun hingga 50%, mendekati osmolalitas darah dan
efek sampingnya juga menurun.1,3,7
Radiokontras yang pertama digunakan adalah triiodobenzene dengan osmolaritas tinggi
(1.600 mOsm) seperti diatrizoate, meglumine, dan metrizoate. Sejak awal tahun 1990, para ahli
menggunakan radiokontras osmolaritas rendah (600 - 800 mOsm) seperti iohexol, ioversol, iopromide
dan iopamidol yang tidak terion dan jenis yang terion seperti ioxaglate dimmer, khusus untuk pasien
risiko tinggi. Generasi ketiga radiokontras adalah golongan isoosmolar (300 mOsm) yang tidak terion
seperti iodixanol dan iotrolan yang telah dikenal tahun 90-an. Struktur dasar dari radiokontras
osmolaritas tinggi seperti natrium diatrizoate adalah cincin benzene tunggal yang berisi tiga atom
iodine dan residu ionik pendek yang mengatur solubilitas cairan. 6,8

Tabel 1. Karakteristik media kontras8


Monomer yang tidak terion seperti iohexol tidak mempunyai residu ion dan bersifat
hipertonik sedang. Susunan ion dimerik seperti ioxagalate terdiri dari dua rangkaian benzene yang

5
berisikan enam atom iodine dan residu kation seperti natrium dan metylglucamine. Saat ini
berkembang dimmer non ionik seperti susunan dimerik ionik. Modifikasi struktur ini mengurangi
osmolaritas dan mencapai nila fisiologis.8,10
Media kontras terbagi menjadi 3 jenis, yaitu11 :
1. Generasi pertama atau osmolaritas tinggi
- Contoh : Doatrizoate
- Bersifat ionic, osmolaritas tiggi (>1500 mOsm.kg)
- Lebih banyak menimbulkan rasa nyeri dan sensai panas saat pemberian serta terjadinya
nefropati kotras
2. Generasi kedua atau osmolaritas rendah
- Contoh : Lohexol dan lopromide
- Bersifat non ionic, osmolaritas rendah (600-1000mOsm/kg), dan visikositas tinggi
- Lebih sedikit menimbulkan rasa nyeri dan toksisitas akut lebih rendah
- Paling sering dipakai
3. Generasi ketiga atau iso-osmolar
- Contoh : Lodoxanol dan lotrolan
- Iso-osmolar (290 mOsm/kg) visikositass tinggi
- Lebih sedikit menimbulkan diuresis osmotic, natriuresis dan hipoksia medular, deplesi
volume dan aktivasi dari mediator vasoaktif
- Lebih sedikit menimbulkan rasa nyeri dan panas saat injeksi, serta kejadian nefropati
kontras
Patogenesis

Bermacam mekanisme diperkirakan berperan pada patofisiologi CIN. Minimal tiga


mekanisme yang berbeda terlibat yaitu cedera hipoksia ginjal, penyumbatan tubulus dan mungkin
melalui efek toksik langsung pada sel epitel tubulus. 1,2,4
Mekanisme yang terlibat meliputi :
1. Perubahan hemodinamik ginjal
Penelitian-penelitian awal memperlihatkan terjadinya peningkatan aliran darah ginjal setelah
pemberian suntikan media kontras yang berlangsung lebih dari 20 menit diikuti oleh berkurangnya
aliran darah yang lebih lama dari 20 menit sampai berjam-jam. Penelitian pada hewan
memperlihatkan bahwa media kontras berhubungan dengan nekrosis sel epitel, terutama di medula
asendens ginjal. Medula ginjal sangat mudah terjadi iskemi dan media kontras dapat menyebabkan
hipoksia medula dengan adanya shunting aliran darah ke korteks ginjal.1,4
CIN dipengaruhi juga oleh perubahan hemodinamik ginjal akibat efek media kontras pada
beberapa substansi, yaitu meningkatnya aktifitas vasokonstriktor ginjal (vasopresin, angiotensin II,
dopamine-1, endothelin dan adenosin) dan berkurangnya aktifitas vasodilator ginjal (nitrat oksida dan

6
prostaglandin). Faktor-faktor lain yang mungkin menurunkan aliran darah ginjal termasuk
peningkatan viskositas media kontras dan agregasi eritrosit, yang mengakibatkan terganggunya
hantaran oksigen. Juga dikemukakan isu hipoksia ginjal, yang langsung diakibatkan oleh perubahan
hemodinamik atau meningkatnya pengeluaran energi tubulus karena stress osmotik. 2,4
Stress ini makin berat jika sirkulasi ginjal juga terganggu, sebagai contoh, pada pasien dengan
diabetes melitus dan gagal ginjal (yang punya risiko paling tinggi untuk CIN) dimana hipoksia
medula dan gangguan vasorelaksasi endotelium sudah terjadi. Pengaruh media kontras intratubulus
(tubuloglomerular) yang akan membuat hidrolisis adenosin trifosfat (ATP) akan mempengaruhi
hemodinamik ginjal, dan terjadi vasokonstriksi ginjal lokal. Blokade produksi vasodilator
prostaglandin oleh indometasin dan berkurangnya sodium menunjukkan peningkatan efek adenosin
pada ginjal. Kondisi iskemi ginjal sebelum pemberian kontras akan meningkatkan efek toksik dari
penghambatan prostaglandin dan meningkatkan adenosin, makin membuat vasokonstriksi ginjal. 1,4,6
2. Efek toksik langsung pada sel sel ginjal
Perubahan patologi yang diinduksi media kontras (seperti vakuolisasi sel epitel, inflamasi
jaringan interstisial dan nekrosis selular) diperkirakan sebagai efek toksik langsung media kontras
pada sel epitel tubulus ginjal. Apoptosis juga terjadi akibat cedera sel. Media kontras menurunkan
aktifitas enzim anti oksidan pada ginjal tikus, dan menyebabkan efek sitotoksik langsung yang
dimediasi oleh radikal bebas oksigen.4,8,10

Gambar 2. Efek toksik langsung pada sel ginjal (sitotoksik). Tampak inti sel dari sel yang mengalami apoptosis
(tanda panah) dengan pewarnaan Giemsa dan tehnik Tunel7
Mekanisme nefrotoksik dasar utama belum terungkap tapi sepertinya terlibat beberapa faktor
patogen. Penyebab intrinsik termasuk peningkatan hal-hal yang menyebabkan vasokonstriksi,
menurunnya prostaglandin lokal dan nitrat oksida, yang disebabkan radikal bebas oksigen,

7
peningkatan konsumsi oksigen, dan meningkatnya tekanan intratubulus akibat diuresis karena kontras,
meningkatnya viskositas urin, dan penyumbatan tubulus, semua berkumpul di medula ginjal yang
iskemia. Kerja faktor intrinsik dengan faktor ekstrinsik (prarenal) menyebabkan dehidrasi dan
berkurangnya volume intravaskular yang efektif. Pada hasil uji laboratorium hewan tidak
memperlihatkan gagal ginjal bila diberikan media kontras kecuali sirkulasi ginjal dan sistemik sudah
terganggu.1,4
Mekanisme yang mendasari terjadinya nefrotoksisitas belum jelas sepenuhnya, tetapi
cenderung melibatkan interaksi beberapa faktor patogen. Penyebab intrinsik meliputi: meningkat
kekuatan vasokontriksi, penurunan prostaglandin dan oksida nitrat (NO)-yang memediasi vasodilatasi
setempat, efek toksik secara langsung pada sel-sel tubulus ginjal dengan kerusakan yang disebabkan
oleh oksigen radikal bebas, peningkatan konsumsi oksigen, dan peningkatan tekanan intratubuler
karena diuresis yang diakibatkan zat kontras, peningkatan viskositas urin, dan obstruksi tubular,
semua hal tersebut akan mengakibatkan iskemia medula ginjal. Intrinsik penyebab bertindak dalam
konser dengan ekstrinsik berbahaya (prerenal) menyebabkan seperti dehidrasi dan penurunan volume
intravaskuler yang efektif.2,5
Suatu keadaan hipoksia intrarenal kemudian terjadi, yang secara langsung berhubungan, baik
dengan perubahan hemodinamik maupun peningkatan pengeluaran energi tubular akibat dari stres
osmotik. Stres ini tidak dapat ditoleransi jika sirkulasi ginjal terganggu, misalnya, pada pasien dengan
diabetes dan gagal ginjal (yang memiliki risiko tertinggi untuk terjadinya nefropati karena zat kontras)
dimana hipoksia meduler dan keadaan gangguan endotelium akibat vasorelaxation telah ada
sebelumnya.1,4,6
Agen kontras intratubuler menyebabkan terjadinya umpan balik tubuloglomerular dan
meningkatkan konsentrasi adenosin ginjal sebagai akibat dari peningkatan hidrolisis trifosfat
adenosin. Adenosine telah diketahui meningkatkan efek hemodinamik ginjal zat kontras, yang
menghasilkan vasokonstriksi lokal di ginjal. Penghambatan produksi prostaglandin yang
menyebabkan vasodilator oleh indometasin dan deplesi natrium telah terbukti meningkatkan efek
adenosin dalam ginjal.1,2,4
Adanya Iskemia ginjal sebelum pemberian zat kontras meningkatkan toksisitas terhadap
penghambatan prostaglandin dan meningkatkan jumlah adenosin, yang menyebabkan vasokonstriksi
ginjal. Adenosin dan bahan kontras menunjukkan efek yang berbeda dalam hal pengaruhnya terhadap
aliran darah regional ginjal yang mengalami vasodilatasi meduler. Model eksperimental pada binatang
yang mengungkapkan efek nephroprotective antagonisme adenosin (baik menggunakan teofilin atau
aminofilin) menguatkan temuan ini.2,4

8
Gambar 3. Peran faktor prerenal dan renal diperlihatkan dalam patogenesa CIN6

Oksigen reaktif juga telah terlibat sebagai faktor yang berkontribusi dan mungkin menjadi
penyebab terjadinya vakuolisasi sel epitel di tubulus proksimal. Ada bukti bahwa produksi radikal
bebas ginjal meningkat setelah pemberian kontras sedangkan pemberian infus superoxide dismutase
dan allopurinol, yang masing-masing harusnya mengurangi kadar radikal bebas, telah dilaporkan
dapat memperbaiki hipoperfusi yang diakibatkan zat kontras . Meskipun peroksidasi lipid dan
kerusakan oksidatif tubular mungkin dapat menyebabkan disfungsi ginjal sementara, bukti
eksperimental definitif menegaskan peran kerusakan oksidatif ginjal pada terjadinya nefropati akibat
zat kontras tetap jarang ditemukan.1,2,6

Faktor Resiko

1. Gangguan fungsi ginjal sebelumnya


Tanpa melihat penyebabnya, gangguan fungsi ginjal yang telah ada tampaknya menjadi faktor
risiko penting CIN. Pada satu studi dikatakan 50% dari pasien dengan nilai kreatinin 176 mol/L (2
mg/dL) makin memperburuk fungsi ginjal.2 Pada dua studi lain dengan populasi yang kreatinin dasar
rata-rata 2.5 mg/dL (220 mol/L), terjadi komplikasi CIN pada 30-50% pasien. 1,6
Davidson dkk meneliti 1.144 pasien yang menjalani kateterisasi jantung, menemukan bahwa
risiko terjadi CIN lebih rendah (menggunakan definisi kenaikan kreatinin serum > 0.5 mg/dL) pada
pasien dengan fungsi ginjal yang normal, tapi risiko akan tinggi pada pasien dengan riwayat azotemia
(kreatinin serum >1.2 mg/dL). Resiko meningkat secara eksponensial pada kreatinin serum 2
mg/dl.10 Penelitian lain mendapatkan hubungan sangat signifikan antara peningkatan kreatinin dasar
dan frekuensi nefrotoksik ( bervariasi mulai 2% pada kreatinin dasar < 1.5 mg/dL sampai 20% dengan
kreatinin > 2.5 mg/dL). Studi kohort besar oleh Levy dkk menunjukkan bahwa walau gangguan
fungsi ginjal yang terjadi itu ringan tapi dapat menjadi masalah besar dengan menurun nya laju filtrasi
glomerolus.2,6
2. Diabetes melitus dengan insufisiensi ginjal
Diabetes melitus dengan insufisiensi ginjal telah dibuktikan sebagai faktor risiko independen
CIN, dimana sebanyak 56% dari kasus menjadi gagal ginjal yang menetap. Tambahan lagi pasien
diabetes mellitus yang menderita gagal ginjal kronik lanjut (kreatinin > 3.5 mg/dL) karena sebab
selain nefropati diabetikum mempunyai risiko yang lebih tinggi lagi untuk menjadi CIN. Beberapa
penulis menduga bahwa diabetes melitus saja mungkin merupakan faktor risiko independen untuk
terjadinya CIN. Tetapi Parfrey dkk pada penelitian prospektif menunjukkan bahwa tak ada satupun
dari 85 pasien diabetes dengan fungsi ginjal normal berkembang menjadi gangguan ginjal yang
signifikan (ditunjukkan dengan peningkatan kreatinin serum > 59%) setelah terpapar media
kontras.2,4,6

9
3. Status hidrasi yang kurang
Berkurangnya status hidrasi ( disebabkan gagal jantung kongesti, sirosis hati atau kehilangan
cairan yang abnormal), hipotensi yang lama ( khususnya bila disebabkan terapi kombinasi ACE
inhibitor dan furosemid) serta dehidrasi telah dilaporkan memberi kontribusi berkurangnya perfusi
ginjal prarenal, yang kemudian membuat iskemia. Penting diperhatikan penilaian status hidrasi secara
klinis saja tidak selalu dapat dipercaya. Beberapa metode pengukuran dapat meningkatkan akurasi
penilaian status hidrasi diantaranya pengukuran diameter vena kava inferior dan indeks kolaps vena
kava inferior, tekanan atrial rata-rata, volume tubuh total yang ditentukan dengan metode albumin
serum radioiodinasi dan bioimpedans elektrik. Prediksi non-invasif dari tekanan baji kapiler pulmonal
(pulmonary capillary wedge pressure/PCWP) penting untuk diagnosa. Kombinasi parameter klinik
dan beberapa metode ini dipandang lebih akurat untuk mengevaluasi status hidrasi pasien. 1,4
4. Volume dan waktu pemberian media kontras
Dosis besar dan pemberian media kontras yang multipel dalam 72 jam meningkatkan risiko
pasien untuk terjadinya CIN. Dosis letal, 50% (LD 50) diatrizoat, media kontras osmolaritas tinggi
(hiperosmolar contrast media/HOCM), pada tikus diperkirakan 7.6 g l/kg, sedang dosis letal iohexol,
media kontras osmolaritas rendah (low osmolar media contrast/LOCM), adalah 24.2 g l/kg. Tapi
sayangnya nilai dosis letal pada tikus tidak dapat memprediksi bagaimana media kontras akan
mempengaruhi ginjal manusia.4,6,7
Cigarroa dkk membuat rumusan volume media kontras berdasarkan berat badan pada pasien
yang menjalani angiografi koroner. Batasannya adalah 5 ml media kontras per kilogram berat badan
dengan maksimal 300 ml, dibagi nilai kreatinin serum (dalam mg/dl). Terjadi nefropati pada 21%
pasien yang penggunaan media kontras nya melebihi formula yang dibuat dibandingkan dengan hanya
2% saja pasien yang menggunakan volume kontras dalam batasan yang dibuat. 10
5. Osmolaritas kontras
Pada studi klinis besar dan meta analisis menunjukkan bahwa penggunaan media kontras
osmolaritas rendah (LOCM) menurunkan risiko nefropati dibandingkan dengan penggunaan media
kontras osmolaritas tinggi (HOCM) pada pasien risiko tinggi. Kenyataan ini terlihat hanya pada
pasien dengan disfungsi ginjal sebelumnya dimana material kontras diberikan secara intraarteri. Tapi
tak terlihat perbedaan manfaat pada pasien dengan fungsi ginjal normal (dengan atau tanpa diabetes)
dimana material kontras diberikan secara intravena. 2,4
Studi terbaru memperkirakan bahwa iodixanol, media kontras dimer isoosmolar non ionik
(iso osmlar contrast media/IOCM) dengan tingkat toksisitas yang lebih rendah daripada media
kontras osmolaritas rendah (LOCM), mempunyai manfaat yang berarti pada kelompok pasien resiko
tinggi untuk terjadinya CIN. Masih perlu penelitian klinik lebih lanjut untuk membuktikan peran
osmolaritas media kontras sebagai faktor risiko independen dan pilihan pemberiannya. 1,4
Pertanyaan berikut adalah apakah terdapat perbedaan antara media kontras monomer non-
ionik dan dimer non-inoik. Penelitian oleh Chalmers dan Jackson menunjukkan insidens CIN

10
(peningkatan kreatinin serum 10%) yang lebih rendah dengan menggunakan iodixanol. Tapi kriteria
itu tidak umum dipakai. Dengan menggunakan definisi kenaikan kreatinin serum 25%, tidak dijumpai
perbedaan diantara keduanya. Suatu penelitian kontrol yang lebih besar, NEPHRIC, oleh Aspelin dkk,
secara prospektif mengevaluasi 129 pasien dengan diabetes melitus dan peningkatan kreatinin serum
berkisar 1.5 3.5 mg/dL yang menjalani angiografi koroner atau perifer menemukan bahwa kenaikan
kreatinin puncak rata-rata pada hari ketiga sampai ketujuh adalah 0.13 mg/dl dengan iodixanol dan
0.55 mg/dl dengan iohexol (monomer non-ionik).2,5,6
Insidens kenaikan kreatinin > 1 mg/dl ditemukan nol diantara 64 pasien yang menggunakan
iodixanol dan 10 diantara 65 pasien yang menggunakan iohexol. Selain itu sebuah studi kecil pada
pasien dengan peningkatan kreatinin serum ringan sampai sedang yang menjalani urografi intravena,
tidak memperlihatkan perbedaan antara iodixanol dan iopamidol. 4,8
CIN terjadi dengan frekuensi 3-33% pada penelitian dengan iodixanol, 21-26% pada
penelitian dengan iohexol, 6-12% dengan iopamidol, 16% pada penelitian dengan iomeprol dan 11%
dengan iopromide. Keakuratan perbandingan ini belum jelas karena ketidaksamaan variabel yang
digunakan, termasuk bersihan kreatinin hitung (CCC), tempat pemberian kontras, dosis
pemberiannya, ada atau tidaknya diabetes mellitus, kondisi hidrasi pasien dan ada atau tidaknya faktor
risiko lain, tidak sama. menunjukkan perbandingan CIN pada penggunaan berbagai media kontras. 1,4

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang sering tampak adalah gejala penurunan fungsi ginjal akut setelah
injeksi intravascular radiokontras iodine. Nefropati radiokontras non oligouri lebih sering terjadi dari
pada oligouri. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal yang mendapatkan radiokontras biasanya akan
mengalami fase oligouri setelah hari kedua sampai kelima pemberian radiokontras dan terjadi
perbaikan volume urin dan serum kreatinin pada hari ketujuh. Perbaikan fungsi ginjal lebih lama bila
terjadi gangguan fungsi ginjal yang lebih berat dan lebih dari 30% pasien akan berakhir dengan gagal
ginjal derajat yang bervariasi. Gagal ginjal dapat bersifat ireversibel dan memerlukan tindakan
hemodialis.1,2
Nefropati akibat zat kontras biasnya memberikan manifetsasi berupa keadaan tanpa oligouri
dan asimpomatik sementara terjadi penurunan fungsi ginjal. Kadar kratinin serum mulai meningkat
dalam 24 jam setelah pemberian bahan kontras, biasanya memuncak dalam waktu 3-5 hari, dan
kembali menjadi kadar awalnya dalam waktu 10-14 hari. Dapat terjadi oligouri akibat gagal ginjal
akut memerlukan hemodialisa. Keadaan ini tampak dengna oligouri (jumlah urin < 400 mL dalam
waktu 24 jam) selama 24 jam pemberian bahan kontras dan biasanya menerap selama 2-5 hari. Kadar
kreatinin serum memuncak dalam waktu 5-10 hari dan kembali ke kadar awalnya dalam 14-21 hari.
Laju morbiditas dan mortalitas sangat tinggi pada kelompok ini bila dibandingkan dengan mereka
yang gagal ginjal tanpa oligouri.1,2

11
Diagnosis

Diagnosis dapat diperkirakan dengan adanya oliguria setelah 24 48 jam pemberian


radiokontras. Diagnosis pre renal dan post renal juga harus tetap dipertimbangkan, faktor komorbid
seperti sepsis, gagal hati, pemaparan nefrotoksin lainnya dan emboli kolesterol. Satu gambaran yang
sering ditemukan adalah konsentrasi natrium urine dan fraksi eksresi natrium menjadi rendah.
Urinalisis menunjukkan cast nekrosis tubular akut. Terdapat elemen seperti cast, debris di urine pada
pasien yang mendapat radiokontras, adanya kristal urat amorphic dan menunjukkan eksresi kristal
kalsium berat. Adanya nefrogram yang persisten setelah 24 48 jam setelah pemberian radiokontras
merupakan sebuah karakteristik.1,4
Nefrogram persisten merupakan indikator yang sensitive untuk gagal ginjal akut (83 % pasien
gagal ginjal akut dengan nefrogram positif). Dengan spesifikasi tinggi ( 93% pasien tanpa gagal ginjal
akut tidak dengan nefrogram persisten). Adanya biomarker urine dikeluarkan dari sel tubulus seperti
gamma glutamyltranspeptidase, alanin aminopeptidase, alkaline phospatase atau N asetil beta
glucosaminidase, protacted enzimuria, lima hari setelah radiokontras merupakan indikasi kerusakan
tubulus.2,5
Dalam perkembangannya, telah dilakukan berbagai penelitian untuk dapat mendeteksi tingkat
resiko dari paparan media kontras yang diberikan dalam berbagai prosedur diagnosis maupun
intervensi radiologi. Adapaun perhitungan atau kalkulasi resiko dari Contras-induced nephropathy
meliputi : usia, gender,ras, hipotensi, Intra-aortic balloon pump, riwayat congestif heart failure (CHF),
hemtokrit, diabetes, volume media kontras (cc), kreatinin serum, glomelurar fitration rate (GFR). Dari
data factor resiko tersebut akan diperoleh persentase resiko CIN, resiko kemungkinan untuk
Hemodialisis, dan resiko kematian terkait CIN untuk setahun kedepan.
Penatalaksanaan

Pengobatan yang telah dipercaya untuk nefropati akibat media kontras harusnya dimulai
dengan pengenalan gangguan ginjal setelah pemberiannya. Pada pasien-pasien dengan risiko tinggi,
fungsi ginjal harus dimonitor lebih hati-hati dengan mengukur nilai kreatinin serum sebelum dan tiap
hari selama 5 hari setelah pemberian media kontras atau prosedur radiografi. Bila CIN teridentifikasi,
penangananya sama seperti yang dilakukan terhadap gagal ginjal akut karena sebab lainnya. 1,4,6
Perawatan rumah sakit dan monitor berkala elektrolit serum diperlukan untuk mencegah
hiperkalemia, hiponatremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, hipermagnesemia dan asidosis metabolik
yang berhubungan dengan kasus gagal ginjal akut tersebut. Pemberian nutrisi yang tepat dan sesuai
serta perhatikan asupan dan keluaran cairan yang sesuai dengan kebutuhan, sampai nilai kreatinin
kembali seperti semula. Kenaikan fosfat yang tinggi bisa diterapi menggunakan pengikat fosfat
(phosphate binder) seperti kalsium karbonat (calcium carbonate); hiperkalemia diterapi dengan
restriksi diet dan resin pengikat kalium (potassium-binding resins) atau infus dekstros-insulin jika
nilai kalium > 6.5 mmol/L. Koreksi asidosis mungkin memerlukan natrium bikarbonat per oral. Pada

12
kasus berat mungkin memerlukan hemodialisa sementara. Hanya sedikit pasien yang tidak
menunjukkan respon baik dengan terapi konservatif sehingga memerlukan dialisa permanen atau
transplantasi ginjal.1,2,4
Vasodilator
Beberapa jenis vasodilator digunakan untuk mencegah nefropati radiokontras dengan
meningkatkan laju filtrasi glomerolus, menurunkan konsentrasi radiokontrasintralumen dan
memperpendek waktu transit. Radiokontras menurunkan aliran darah kortek dan laju filtrasi
glomerolus. Calcium channel blocker telah digunakan untuk menurunkan insiden nefropati
radiokontras. Obat ini meningkatkan aliran darah ginjal dan menurunkan reperfusi injuri setelah
iskemia ginjal. Pemberian 10 mg nifedipin pada pasien yang diberikan radiokontras osmolaritas tinggi
pada pasien non diabetes, proteinuria < 300 mg/dL dan laju filtrasi glomerolus lebih dari 100 mL/mnt.
Calcium channel blocker menyebabkan peningkatan aliran plasma ginjal dan laju filtrasi ginjal dan
kedua parameter ini berkurang pada pasien yang mendapat radiokontras osmolaritas tinggi dan tidak
berubah pada radiokontras osmolaritas rendah.1,4
Radiokontras removal
Sejak radiokontras baik dikeluarkan melalui hemodialisis, prosedur ini dapat mengurangi
risiko nefropati radiokontras pada pasien gagal ginjal atau pemberian radiokontras yang terlalu besar.
Penelitian 30 pasien yang dilakukan hemodialisis setelah satu jam pemberian radiokontras tidak
mengurangi risiko nefropati radiokontras, begitu juga dengan profilaksis hemodialisis tidak
mengurangi angka nefropati radiokontras. Terdapat efek yang baik pada pasien yang mendapatkan
profilaksis hemofiltrasi veno-venous. Keperluan terapi pengganti ginjal dapat diturunkan hingga
delapan kali dan angka kematian dapat diturunkan (2% pada kelompok hemofiltrasi dibandingkan
kontrol yaitu sebesar 14%). Keuntungan continuous venovenous hemofiltration adalah untuk menjaga
hemodinamik serta menghindari hipovolumia dan hipotensi. 1,2
Theophyllin
Katholi meneliti 93 pasien yang diobati dengan theophyllin dan randomisasi radiokontras
osmolaritas rendah dan tinggi. Pada penelitian ini ditemukan bahwa theophyllin dapat mencegah
nefropati radiokontras dan menurunkan kliren kreatinin. Kapoormeneliti 70 pasien diabetes yang
mendapatkan radiokontras molekul tinggi, ditemukan nefropati radiokontras terjadi 3% pada pasien
yang diberikan theophyllin dibandingkan 31% pada kelompok kontrol. Penelitian terhadap 100 pasien
yang mendapat radiokontras osmolaritas rendah, ditemukan insiden nefropati radiokontras 4%
dibandingkan control 16%.2,4
Dopamin dan fenoldopam
Dopamin dosis rendah merupakan vasodilator ginjal dan memperbaiki laju filtrasi ginjal pada
pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Weisberg et al. merandomisasi 50 pasien gagal ginjal kronis,
diabetes dan mendapatkan hidrasi, dopamin, atrial natriuretik peptida dan manitol. Pada non diabetes,

13
dopamine menurunkan kreatinin plasma dan pada diabetes terjadi perbaikan signifikan aliran darah ke
ginjal. Hal ini menunjukkan bahwa pada pasien diabetes dengan disfungsi endotel terjadi perbaikan
aliran darah kortek dan laju filtrasi glomerolus yang mempengaruhi oksigenasi medula.Fenoldopam
merupakan agonis DA- 1 selektif dapat menginduksi vasodilatasi ginjal, meningkatkan laju filtrasi
glomerolus, diuresis dan natriuresis. Studi prospektif membandingkan 110 pasien risiko tinggi
(kreatinin > 1,5 mg/dL) dengan kontrol, didapatkan insiden nefropati radiokontras 4,5% dibandingkan
kontrol 19%. Terdapat pasien risiko tinggi pada kliren kreatinin < 60 L/min, insiden nefropati
kelompok fenoldopam adalah 34% dibandingkan 30% pada kelompok kontrol, sehingga dengan hasil
inipemberian dopamin dan fenoldopam tidak direkomendasikan pada pasien yang mempunyai risiko
tinggi.1,3,5
Antioksidan N-Acetylsistein
N-acetylsistein memproteksi sel epitel tubulus, memperbaiki disfungsi endotel dan
mengurangi hipoksia medula. N-acetylsistein mencegah sitotoksik dengan menetralisir radikal bebas,
vasodilatasi regional, memperbaiki disfungsi endotel, memperbaiki suplai oksigen, memperbaiki
mikrosirkulasi medula ginjal karena injuri reperfusi dan vasokonstriksi yang disebabkan oleh
radiokontras.Tepel et al. merandomisasi 83 pasien gagal ginjal kronis dengan pemberian radiokontras
osmolaritas rendah non ionik dan diberikan N-acetylsistein 600 mg oral setiap 12 jam sehari sebelum
dan sehari setelah prosedur. Insiden nefropati radiokontras setelah 48 jam adalah 2% pada pasien yang
diberikan N-acetylsistein dibandingkan 21% pada kontrol. Dosis tinggi N-acetylsistein sebelum
prosedur radiokontras efektif mencegah nefropati radiokontras (5% vs 21%). 2,4,5

Natrium bikarbonat
Pemberian natrium bikarbonat akan meningkatkan PH urine dan medula ginjal yang akan
menurunkan produksi radikal bebas dan memproteksi ginjal dari injuri oksidasi pada nefropati
radiokontras. Studi eksperimental menunjukkan pemberian natrium bikarbonat lebih renoprotektif
dibandingkan natrium klorida pada gagal ginjal iskemi. Efikasi natrium bikarbonat dibandingkan
dengan hidrasi natrium klorida ditunjukkan pada studi prospektif terhadap 119 pasien, ditemukan
nefropati radiokontras terjadi pada 13,6% pasien yang menerima natrium klorida dibandingkan
dengan 1,7% pada pasien yang mendapat natrium bikarbonat. Penelitian terhadap 191 pasien yang
menerima profilaksis natrium bikarbonat hanya terjadi tiga kasus (1,6%) nefropati radiokontras. Studi
ini juga menunjukkan bahwa infus natrium bikarbonat lebih efektif dari pada hidrasi dengan natrium
klorida. Kombinasi N-asetylsistein dan natrium bikarbonat sebelum prosedur akan lebih protektif
nefropati radiokontras dibandingkan pemberian masing-masing. 1,4,8
Hemofiltrasi
Hemofiltrasi merupakan terapi pengganti ginjal berkelanjutan dan memerlukan infus cairan
pengganti isotonic (1.000 mL/h). Teknik ini memberikan hidrasi volume yang besar tanpa
menyebabkan kelebihan cairan dan terjadi hemostabilitas selama prosedur. Studi yang melibatkan

14
pasien dengan gagal ginjal (kliren kreatinin 26 mL/mnt) yang mendapat angioplasti koroner dengan
radiokontras osmolaritas rendah (247 mL) dan dilakukan hemofiltrasi selama 4 - 8 jam sebelum
prosedur dan dilanjutkan 18 - 24 jam sesudah prosedur menurunkan insiden nefropati radiokontras
dari 50% pada kelompok kontrol menjadi 5% pada kelompok yang dihemofiltrasi. Pasien dengan
gagal ginjal terminal dan mendapat radiokontras media dengan volume besar, hemofiltrasi akan
menyebabkan stabilitas hemodinamik, menghindari hipoperfusi renal, dan menurunkan pemaparan
radiokontras pada ginjal. Hemofiltrasi efektif untuk menurunkan kadar radiokontras dalam sirkulasi.
Kekurangan teknik ini adalah biaya yang mahal (costeffective) dan memerlukan terapi yang
intensif.1,4,6

Pencegahan

Pada individu sehat tanpa faktor risiko, insiden nefropati radiokontras sangat rendah (kurang
dari 1%) dan jarang memerlukan renal replacement therapy. Pada pasien risiko tinggi beberapa
strategi dilakukan melibatkan seleksi pasien, radiokontras osmolaritas rendah atau isoosmolar,
pemberian dosis rendah dan protokol hidrasi.1,4,5
Seleksi pasien
Pendeteksian faktor risiko dan pemeriksaan fisik untuk mengurangi insiden nefropati
radiokontras. Penggunaan obat inflamasi non steroid dan obat-obatan yang mempengaruhi oksigenasi
parenkim ginjal seperti cyclosporine dan amphoterisine. Pasien dengan risiko tinggi dianjurkan untuk
perawatan lebih awal dan pemilihan prosedur imaging lain. Monitor fungsi ginjal 48 -72 jam
sebaiknya dilakukan sebelum prosedur. Rekomendasi dan seleksi pasien untuk pencegahan nefropati
kontras.2,6
1. Pasien yang mendapat angiografi terjadwal harus diperiksa serum kreatinin.
2. Pemeriksaan kliren kreatinin.
3. Pasien dengan risiko sedang sampai berat.
a. Pemilihan pemeriksaan imaging (gadolinium angiography).
b. Penghentian NSAID, dipiridamol, metformin 48 jam sebelum prosedur.
c. Hentikan diuretik dan ACE inhibitor 24 jam sebelum prosedur.
d. Hidrasi
- risiko sedang: 0,45% saline (1,0 - 1,5 mL/Kg /jam) 4 jam sebelum prosedur s/d 24
jam setelah prosedur.
- risiko berat: 0,45% saline (1,0 - 1,5 mL/Kg /jam) 12 jam sebelum prosedur s/d 24
jam setelah prosedur.
e. Penggunaan radiokontras molekul rendah.
f. Volume radiokontras dibatasi.
g. Monitor produksi urine, pemeriksaan BUN dan SC 24 jam setelah prosedur.

15
Protokol hidrasi
Pemberian cairan bertujuan untuk mengurangi rangsangan vasokonstriksi pada pasien yang
mengalami kekurangan cairan, mengkompensasi kehilangan cairan akibat penggunaan diuresis
osmosis, menurunkan konsentrasi radiokontras pada intralumen tubulus dan mengurangi viskositas
urine serta megurangi toksisitas terhadap jaringan ginjal. Pemberian cairan pasien rawat inap
dilakukan dengan saline 0,45% 1 mL/Kg/jam selama 24 jam dan 6 sampai dengan12 jam sebelum
pemberian radiokontras.2,4
Pada pasien rawat jalan pemberian cairan dilakukan dengan jalan oral sebelum tindakan
diikuti saline 0,45% enam jam sebelum posedur. Metode ini cukup efektif pada pasien gangguan
fungsi ginjal derajat ringansedang. Pemilihan saline 0,45% saat ini diganti dengan saline 0,9% karena
berdasarkan studi yang melibatkan 1620 pasien yang melakukan kateterisasi jantung. Dilakukan
pemberian cairan saline 0,45% dan 0,9% dan didapatkan insiden nefropati masing-masing 2% dan
0,7% (p = 0,04).1,6

16
Tabel 2. Ringkasan rekomendasi intervensi untuk mengurangi resiko kontras induced nefropati 6
Pemilihan radiokontras
Penggunaan radiokontras dengan osmolaritas rendah berguna untuk mengurangi insiden
nefropati radiokontras. Penelitian metaanalisis membandingkan radiokontras osmolaritas tinggi dan
rendah, didapatkan radiokontras dengan osmolaritas rendah sedikit menyebabkan nefropati
radiokontras.7 Aspelin et al. membandingkan insiden nefropati radiokontras pada pasien gagal ginjal
(serum kreatinin 1 mg/dL) antara kelompok isoosmolar dengan osmolaritas rendah, didapatkan
insiden nefropati radiokontras pada kelompok isoosmolar lebih rendah yaitu 2% dibandingkan
osmolaritas rendah yaitu 17%.1,6

Kesimpulan

17
Radiokontras jarang menimbulkan toksisitas pada pasien dengan fungsi ginjal yang normal.
Radiokontras non ionik, isoosmolar sebaiknya dipilih karena lebih aman dan mempunyai efek toksik
yang lebih ringan. Pasien dengan risiko gengguan fungsi ginjal, gagal jantung akut, penurunan
volume arteri efektif, penggunaan obat yang dapat mengganggu fungsi ginjal akan meningkatkan
toksisitas radiokontras. Patogenesis nefropati radiokontras melibatkan kombinasi toksisitas langsung
pada tubulus dan iskemia injuri ginjal. Pasien dengan faktor risiko yang tidak bisa dikoreksi
sebaiknya diberikan dosis dosis radiokontras, theophillin, natrium bikarbonat direkomendasikan. N-
acetylsistein direkomendasikan untuk pencegahan nefropati radiokontras. 1,2,6
N-Acetylsisteinmencegah terjadinya sitotoksik dengan menetralisir radikal bebas, vasodilatasi
regional, memperbaiki disfungsi endotel dan memperbaiki suplai oksigen serta memperbaiki
mikrosirkulasi medula ginjal yang menyebabkan injuri reperfusi dan vasokonstriksi yang disebabkan
oleh radiokontras. Pencegahan nefropati radiokontras dengan hemodialsis atau hemofiltrasi tidak
dianjurkan tetapi pada pasien dengan gagal ginjal terminal, hemofiltrasi dapat dipertimbangkan
karena dapat menyebabkan stabilitas hemodinamik, mencegah hipoperfusi ginjal dan mengurangi
pemaparan radiokontras pada ginjal.2,6

DAFTAR PUSTAKA

1. Gleeson G Tadhg, Bulugahapitiya Sudi. Review : Contras Induced Nephropathy.


Department of Cardiology, St. James, Ireland. Received September 19, 2004. p 1673 684.
Downloaded from www.ajronline.org
2. Murphy W Sean, Barret B, dkk. Contras Nephropathy. Disease of The Month. Division of
Nephrology and Clinical Epidemiology Unit, Memorial University of Newfoundland,
Canada. Journal of The American Society of Nephrology 11: 177-82, 2000.
3. Bansal R, MD, Batuman MD, FACP, FASN. Contras Induced Nephropathy. Department of
Internal Medicine, University of Connecticut School of Medicine. Updated, Jul 10, 2012.
Article available from http://emedicine.medscape.com/article/246751-overviewall.

18
4. Sudarsky D, Nikolsky E. Contras Induced Nephropathy in Interventional Cardiology.
Cardiology Department Ramba Health Care Campus. Publisher and licensed Dove Medical
Press Ltd; 2011. International Journal of Nephrology and Renovaskular 1:4, p 85 99.
5. Yuniadi Y, Ningrum R. Review Article : Contrasr Induced Nephropathy. Departemen
Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK-UI. Jurnal Kardiologi Indonesia. Vol. 30, No. 2.
Agustus 2009, p 71 79.
6. Schweiger MJ, Chambers CE, Davidson CJ, dkk. Prevention of Contrast Induced
Nephropathy : Recommendations for the high risk patient undergoing cardiovascular
Procedure. Cath Cardiovas Interven. 2007; 69:135-40.
7. Hoenig M David, Gest T, PhD. Kidney Anantomy. Department of of Urology, Albert Einstein
College of Medicine. Updated, Jun 24, 2011. Article available from
http://emedicine.medscape.com/article/1948775-overviewall.
8. Sanjaya S, Suwitra K. Patofisiologi dan Penatalaksanaan Nefropati Radiokontras. SMF Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Jurnal Penyakit Dalam, Volume
10, nomor 2, mei 2009, hal 136 147.
9. Rudnick R. Michale, Kesselheim MD, dkk. Contrast induced nephropathy : How it develops,
how to prevent it. Cleveland Clinic Journal of Medicine, Vol. 73, No. 1, Jan 2006, p 75 - 86
10. Marenzi G, MD, Assanelli E, MD, dkk. N-Acetylcystein and Contrast Induced Nephropathy
in Primary Angioplasty. Institute of Cardiology, University of Milan. The new England
Journal of Medicine 2006; 354:2773-82. Downloaded from www.nejm.org on March 29,
2013.
11. Bandiara R, Gangguan ginjal akut akibat kontras media. Diagnosis dan pengelolaan
Gangguan Ginjal Akut (Acute Kidney Injury). Prof. Dr. dr. Rully M.A. Roesli, Sp.PD-KGH.
Ed.2. Pusat Penerbitan ilmiah IPD FK UNPAD. 2011. P 202-216.

19

Anda mungkin juga menyukai