Anda di halaman 1dari 15

Referat Kecil

NERVUS GLOSOFARINGEUS (N IX) DAN


NERVUS VAGUS (N X)

Disusun oleh:

Alifa Tahnia

Oleh:
Indira Suluh Paramita
NIM. 1508434434

Pembimbing:
Dr. Yossi Maryanti, Sp.S

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2017

1
NERVUS GLOSOFARINGEUS (N IX) DAN NERVUS VAGUS (N X)

I. PENDAHULUAN
Nervus kranialis merupakan bagian susunan saraf tepi, berpangkal pada otak
dan batang otak, berfungsi dalam sistem sensoris, motorik, dan khusus. Fungsi
khusus adalah fungsi bersifat indera meliputi menghidu, melihat, mengecap,
mendengar dan keseimbangan.1

Nervus glossofaringeus adalah saraf kranial kesembilan (IX) dari dua belas
pasang saraf kranial. Nervus IX berasal dari medulla oblongata bersamaan dengan
nervus kranialis X dan XI. Nervus glossofaringeus mempunyai peranan penting
dalam mekanisme menelan dan pengecapan sedangkan nervus vagus (X)
mempunyai peranan penting untuk berbicara dan menelan.2 Nervus vagus
merupakan saraf yang paling luas distribusinya dari semua saraf kranialis. Salah
satu kelainan yang bisa timbul bila terjadi gangguan pada nervus IX dan X adalah
disfagia yaitu gangguan menelan, gangguan pengecapan dan gangguan perasaan
protopatik di sekitar orofaring.1,2,3

II. ANATOMI

2.1 Nervus Glossofaringeus (N IX)

Nervus glossofaringeus terdiri dari serabut sensorik dan motorik. Ganglion


untuk bagian sensoriknya adalah ganglion petrosum. Serabut ganglion tersebut
melintasi bagian dorsolateral medula oblongata dan berakhir di sepanjang nukleus
traktus solitarius. Berkas serabut yang terkumpul di sekitar nukleus traktus
solitarius ikut menyusun traktus solitarius. Sebagian dari serabut-serabut tersebut
menuju ke nukleus dorsalis lagi. Serabut-serabut motorik nervus glossofaringeus
berasal dari nukleus salivatorius inferior dan sebagian dari nukleus ambiguus.
Kedua jenis serabut muncul pada permukaan medula oblongata di sulkus lateralis
posterior.
Nervus glossofaringeus, nervus vagus dan nervus assesorius keluar bersama-
sama dari tengkorak melalui foramen jugulare yang juga merupakan lokasi
ganglion nervus glossofaringeus, yaitu ganglion superius (intrakraniale) dan

2
ganglion inferius (ekstrakraniale). Kemudian berjalan diantara arteri karotis
interna dan vena jugularis ke arah m.stilofaringeus. Saraf ini melanjutkan
perjalanan diantara m.stilofaringeus dan m.stiloglossus dan kemudian
mempersarafi pangkal lidah, mukosa faring dan sepertiga posterior lidah.
Disepanjang perjalanannya, saraf ini membentuk cabang-cabang sebagai berikut:

Ramus timpanikus berjalan dari ganglion inferius ke ruang timpanik dan


pleksus timpanikus (Jacobson), dan kemudian berjalan ke nervus petrosus
minor, melalui ganglion otikum, ke glandula parotidea. Saraf ini
mempersarafi sensasi di mukosa ruang timpani dan tuba eustachius
Ramus stilofaringeus ke m.stilofaringeus
Ramus faringeus yang bersama sama dengan cabang nervus vagus
membentuk pleksus faringeus. Pleksus ini mempersarafi otot-otot lurik
faring
Ramus sinus karotikus yang berjalan bersama dengan arteri karotis ke sinus
karotikus dan glomus karotikum
Ramus lingualis menghantarkan impuls gustatorik dari sepertiga posterior
lidah.

Gambar 1 : Penjalaran nervus IX

3
2.2 Nervus Vagus (N X)

Nervus vagus terdiri atas serabut motorik dan sensorik dan memiliki
rangkaian dan distribusi yang lebih luas daripada nervus kranialis yang lain,
karena nervus ini berjalan melewati leher dan dada menuju abdomen. Nervus
vagus memiliki 2 ganglion yaitu, ganglion superior (jugulare) dan ganglion
inferior (nodosum), keduanya ditemukan di regio foramen jugulare.2,4
Nervus vagus berasal dari lengkung empat kebawah. Dibawah ganglion
inferior, saraf ini mengikuti arteri karotis interna dan arteri karotis komunis
kebawah dan melewati apertura torachis superior ke mediastinum. Disini, trunkus
vagalis dekstra menyilang arteri subklavia, sedangkan truncus vagalis sinistra
berjalan dibelakang hilus dan melewati arkus aorta. Keduanya kemudian melekat
ke esofagus, dengan serabut trunkus vagalis dekstra berjalan ke sisi posterior dan
trunkus vagalis sinistra berjalan ke sisi anterior. Cabang vagal terminal kemudian
menyertai esofagus melalui hiatus esofagus diafragma kedalam rongga abdomen.4
Sepanjang perjalanannya ke rongga abdomen, nervus vagus membentuk cabang-
cabang sebagai berikut:

Ramus duralis: berjalan dari ganglion superius kembali melalui foramen


jugular ke duramater fosa posterior.
Ramus aurikularis: dari ganglion superius nervus vagus ke kulit
permukaan posterior telinga luar dan pars inferoposterior meatus akustikus
eksternus. Ini merupakan satu-satunya cabang kutaneus nervus vagus.
Ramus faringeus: cabang-cabang ini menyertai serabut nervus
glosofaringeus dan rantai simpatis ke pleksus faringeus untuk
mempersarafi otot-otot faring dan palatum mole.
Ramus laringeus superior: dari ganglion inferius ke laring. Serabut ini
bercabang menjadi dua. Cabang eksternal bercabang ke m.konstriktor
faringis dan kemudian berjalan untuk mempersarafi m.krikotiroideus.
cabang internal adalah saraf sensorik yang mempersarafi mukosa laring ke
bawah hingga mencapai plika vokalis, serta mukosa epiglotis. Cabang ini
juga mengandung serabut pengecapan untuk epiglotis dan serabut
parasimpatis untuk mempersarafi kelenjar mukosa.

4
Nervus laringeus rekurens: cabang ini berjalan mengelilingi arteri
subklavia pada sisi kanan dan arkus aorta pada sisi kiri, kemudian
melanjut ke atas di antara trakea dan esofagus menuju laring. Saraf ini
memberikan persarafan motorik ke otot-otot laring internal, kecuali
m.krikotiroideus, serta persarafan sensorik ke mukosa laring di bawah
plika vokalis.
Rami kardiaci servikales superiors dan rami kardiaci thoracici: cabang ini
menyertai serabut simpatis ke jantung, melalui pleksus kardiakus.
Rami bronkhiales: cabang-cabang ini membentuk pleksus pulmonalis di
dinding bronkus.
Rami gastric posterior dan anterior, dan rami hepatici, soeliaci dan renales:
serabut-serabut ini berjalan melalui pleksus mesentrikus superior dan
soeliakus, dan bersama dengan serabut simpatis ke visera abdomen. Di
rongga abdomen serabut nervus vagus kanan dan kiri menjadi sangat
berdekatan dengan sistem saraf simpatis dan tidak dapat lagi dipisahkan
satu dengan yang lain.

Gambar 2. Perjalanan N.vagus4

5
Gambar 3. Sistem Saraf Autonom: Simpatis dan Parasimpatis

2.3 Area Nuklear Bersama dan Distribusi N IX dan N X


Nukleus Ambiguus
Nukleus ambiguus adalah nukleus motorik bersama nervus glossofaringeus,
nervus vagus dan pars kranialis nervus aksesorius. Nukleus ini menerima impuls
descenden dari korteks serebri kedua hemisfer melalui traktus kortikonuklearis.
Karena persarafan bilateral ini, gangguan persarafan unilateral pada serabut
descenden sentral ini tidak menimbulkan defisit besar pada distribusi motorik
nukleus ambiguus.4
Akson yang berasal dari nukleus ambiguus berjalan didalam nervus
glossofaringeus dan nervus vagus serta pars kranialis nervus assesorius ke otot-
otot palatum mole, faring, laring dan ke otot-otot lurik bagian atas esofagus.
Nukleus ambiguus juga menerima input aferen dari nukleus spinalis nervus
trigeminus dan nukleus traktur solitarius. Impuls tersebut merupakan lengan

6
aferen lengkung refleks yang penting yang memicu reflek batuk, tersedak dan
muntah jika terjadi iritasi pada mukosa saluran napas dan saluran cerna.4

Nukleus parasimpatis N.IX dan N.X


Nukleus dorsalis vagus dan nukleus salivatorius inferior adalah dua nukleus
parasimpatis yang mengirimkan serabut ke nervus glossofaringeus dan nervus
vagus. Nukleus salivatorius superioradalah nukleus parasimpatis untuk nervus
intermedius. 4

Nukleus dorsalis nervus vagus.


Akson eferen nukleus dorsalis nervus vagus berjalan sebagai serabut
preganglion dengan nervus vagus ke ganglion parasimpatis kepala, toraks dan
abdomen. Setelah relay sinaptik, serabut postganglion yang pendek
menghantarkan impuls viseromotor ke otot-otot polos saluran pernapasan dan
saluran cerna kebawah hingga mencapai fleksura koli sinistra serta otot-otot
jantung. Stimulasi pada serabut simpatis vagal menyebabkan perlambatan denyut
jantung, konstriksi otot polos bronkus dan sekresi dari kelenjer bronkial.
Peristaltik disaluran cerna meningkat, begitu pula sekresi dari kelenjer di gaster
dan pankreas. 4
Nukleus dorsalis nervus vagus menerima input aferen dari hipotalamus, sistem
olfaktorius, pusat otonom di formato retikularis dan nukleus traktus solitorius.
Hubungan-hubungan ini merupakan komponen penting lengkung refleks untuk
mengontrol fungsi kardiovaskular, respirasi dan pencernaan. Impuls dari
baroreseptor didinding sinus karotikus yang mencapai nukleus dorsalis nervus
vagus melalui nervus glossofaringeus berfungsi untuk mengatur tekanan darah
arterial. Kemoreseptor di glomus karotikum beroartisipasi dalam regulasi tekanan
parsial oksigen didalam darah. Reseptor lain didalam arkus aorta dan korpus para
aorta mengirimkan impuls aferen ke nukleus dorsalis nervus vagus melalui nervus
vagus dan memiliki fungsi yang sama. 4

7
Nukleus salivatoris inferior
Serabut yang muncul dari nukleus salivatoris inferior dan berjalan melalui
nervus glossofaringeus ke glandula paratoidea. 4

2.4 Serabut Aferen Viseral N.IX dan N.X


Perikarion (badan sel) serabut aferen gustatorik nervus glossofaringeus
ditemukan di ganglion superius, sedangkan serabut aferen serabut gustatorik
nervus vagus ditemukan di ganglion inferius. Kedua kelompok serabut
menghantarkan impuls gustatorik dari epiglotis dan seperti posterior lidah. Nervus
glossofaringeus merupakan saraf pengecapan yang utama. Proses sentralnya
berjalan di traktus solitarius ke nukleus traktus solitarius, yang juga menerima
impuls gustatorik dari 2/3 anterior lidah yang dihantarkan oleh nervus
intermedius. Dari nukleus traktus solitarius, impuls gustatorik berjalan ke atas ke
nukleus ventralis posteromedialis talami dan kemudian menuju korteks
gustatorius pada ujung terbawah girus post sentralis.4
Serabut aferen viseral nervus glossofaringeus dimiliki oleh sel-sel
pseudounipolar superius, sedangkan serabut aferen nervus vagus berasal dari
ganglion inferiusnya. Serabut-serabut ini menghantarkan impuls sensorik dari
mukosa sepertiga posterior lidah, faring, dan visera torakal dan abdominal.4

2.5 Serabut Aferen Somatik N.IX dan N.X


Serabut nyeri dan suhu
Impuls nyeri dan suhu dari sepertiga posterior lidah, bagian atas faring, tuba
eustachii, dan telinga tengah berjalan melalui nervus glossofaringeus dan ganglion
superius ke nukleus traktus spinalis nervus trigeminus. Impuls jenis ini dari bagian
bawah faring, kulit belakang telinga dan sebagian meatus akustikus eksternus,
membran timpani dan duramater fossa posterior masuk ke nukleus batang otak
yang sama melalui nervus vagus dan ganglion superius nya.

Serabut persepsi raba


Serabut somatosensorik berjalan di lemniskus mediallis ke talamus dan
kemudian ke korteks post sentralis

8
III. FISIOLOGI

Nervus glossofaringeus merupakan saraf motorik utama bagi faring, yang


memegang peranan penting dalam mekanisme menelan. Nervus ini mempersarafi
otot stilofaringeus yang merupakan levator dari faring. Bersama-sama dengan
kontraksi otot-otot arkus faringeus, muskulus stilofaringeus melaksanakan tugas
memindahkan makanan dari mulut ke faring. Bagian lain dari faring dipersarafi
oleh nervus vagus. Disamping tugas motorik, nervus glossofaringeus mengatur
inervasi sensorik eksteroseptif permukaan orofaring, dan pengecapan 1/3 bagian
belakang lidah. Adapun mekanisme dari menelan yaitu makanan disiapkan untuk
bisa ditelan, yaitu dikunyah (nervus trigeminus) pada mana makanan dipindah-
pindahkan (oleh lidah yang dipersarafi nervus hipoglosus) untuk dapat dipecah-
pecahkan dan digiling oleh gigi geligi kedua sisi. Kemudian makanan didorong
oleh orofaring. Pemindahan ini dikerjakan oleh otot-otot lidah, arkus faringeus
dan dibantu oleh otot stilofaringeus (nervus faringeus). Disamping itu tekanan di
rongga mulut ditingkatkan oleh kontraksi otot-otot pipi (nervus fasialis). Agar
tekanan meninggi ini bisa ikut mendorong makanan ke orofaring, palatum molle
menutup hubungan antara naso dan orofaring (nervus vagus). Agar makanan yang
dipindahkan dari ruang mulut ke orofaring tidak tiba di laring, maka pintu laring
ditutup oleh epiglotis (nervus vagus). Setelah makanan tiba di orofaring, pasasi
makanan melalui faring diatur oleh glossofaringeus dan vagus. Melalui sfingter
hipofaring makanan dimasukkan ke dalam esophagus.2
Nervus glossofaringeus juga mempunyai peranan untuk pengecapan.
Reseptor pengecapan pada manusia terletak pada lidah, sebagian kecil berada di
palatum molle, arkus faringeus dan epiglotis. Lidah pun, hanya 2/3 bagian
depannya saja paling banyak ditempati reseptor. Tepi dan ujung lidah paling peka
terhadap rangsangan asam, dan permukaan lidah sisanya peka terhadap manis dan
asin. Serabut-serabut yang menyalurkan implus pengecapan ikut menyusun
nervus fasialis (kordha timpani) dan nervus glosofaringeus serta nervus vagus.
Nervus-nervus ini menghantarkan impuls itu ke nukleus traktus solitarii. Juluran
inti tersebut menyalurkan impuls ke thalamus. Dari situ impuls pengecapan
dipancarkan ke bagian media dari operkulum dan bagian bawah lobus parietalis.2

9
IV. PEMERIKSAAN NERVUS IX DAN X

Pada pemeriksaan nervus glossofaringeus biasanya nervus IX dan X


diperiksa bersamaan, karena kedua saraf ini berhubungan erat satu sama lain,
sehingga gangguan fungsinya jarang tersendiri, kecuali pada bagian yang perifer
sekali. Banyak fungsi saraf ini yang tidak diperiksa secara rutin karena sukar
melakukannya dan juga tidak penting dalam menegakkan diagnosis, namun
demikian, ada hal yang perlu diperiksa secara rutin.3

1. Inspeksi orofaring
Pasien diminta membuka mulut hingga terlihat orofaring.
Kemudian dilihat apakah arkus faring kedua sisi simetris, adakah uvula
mencong ke satu sisi. Bila ditemukan arkus faring melengkung kesisi yang
lain dan uvula melebar ke sisi yang sama, menandakan adanya paresis atau
paralisis nervus IX dan X.7
2. Refleks muntah
Muntah ditimbulkan dengan cara menyentuh arkus faring atau
uvula dengan ujung tongue spatle.7
3. Pemeriksaan laring
Dengan menggunakan laringoskopi.untuk melihat laring melalui
kaca laring atau dengan menggunakan teleskop laring, baik yang kaku
(rigid telescope) atau serat optik (fiberoptic telescope). Penggunaan
teleskop ini dapat dihubungkan dengan alat video sehingga memberikan
visualisasi laring yang lebih jelas.7
Dengan pemeriksaan ini dapat dinilai kondisi anatomis, pergerakan
dan posisi pita suara pada saat respirasi dan fonasi. Pada kelumpuhan pita
suara akibat paralisis nervus laringeus rekuren dapat terlihat pita suara
lemah dan tak bergerak.7

10
V. GANGGUAN NERVUS IX DAN X

5.1 Lesi nervus glossofaringeus


Lesi nervus glossofaringus terisolasi jarang terjadi, biasnya lesi pada nervus
ini juga melibatkan N.X dan N.XI.4
Penyebab dari lesi nervus glosofaringeus antara lain adalah fraktur basis
kranii, thrombosis sinus sigmoideus, tumor pars kaudal fosa posterior, aneurisma
arteri vertebralis atau arteri basilaris, lesi iatrogenic (disebabkan oleh misalnya:
tindakan pembedahan), meningitis dan neuritis.4

Sindrom klinis lesi nervus glosofaringeus ditandai oleh:

Gangguan atau hilangnya pengecapan (ageusia) pada sepertiga posterior


lidah
Berkurang atau hilangnya refleks muntah dan refleks palatal
Anestesia dan analgesia pada bagian atas faring dan area tonsil serta dasar
lidah
Gangguan ringan saat menelan (disfagia)
Gangguan salivasi dari glandula parotidea

5.1.1 Disfagia

Gangguan menelan bisa disebabkan oleh paresis nervus fasialis atau nervus
hipoglosus. Makanan sukar di pindah-pindahkan untuk dapat dimamah gigi geligi
kedua sisi. Lagi pula tekanan di dalam mulut tidak bisa di tingkatkan sehingga
bantuan mendorong makanan ke orofaring tidak ada. Kesukaran untuk menelan
yang berat di sebabkan oleh gangguan nervus glossofaringeus dan vagus.
Makanan sukar ditelan, karena palatum mole tidak bekerja, sehingga makanan
tiba di laring dan menimbulkan refleks batuk. Sukar menelan bukan hanya karena
gangguan pada pasasi makanan di orofaring, juga dapat disebabkan oleh
gangguan mekanisme menelan akibat berbagai proses patologik. Pada infark
serebri yang menimbulkan hemiparesis, sukar menelan menjadi gejala dini.
selanjutnya penderita hemiparesis bisa belajar untuk menelan makanan tanpa
kesulitan. Dalam hal tersebut, kelumpuhan UMN pada otot-otot yang di inervasi

11
nervus glossofaringeus dan vagus mendasari gangguan menelan. Jika terdapat
kerusakan UMN bilateral, seperti pada paralisis pseudobulbar, menelan makanan
merupakan gangguan yang sangat sering, sehingga makanan harus diberikan
melalui pipa nasogastrik. Kelumpuhan LMN pada otot-otot yang diinervasi nervus
glossofaringeus dan vagus dapat disebabkan oleh penekanan di foramen jugularis
(sindroma varent) akibat thrombosis vena jugularis sebagai komplikasi
mastoiditis. Infiltrasi dari karsinoma nasofaring atau miastenia gravis merupakan
sebab yang sering dijumpai. Pada anak-anak keadaan pasca difteri bisa diperburuk
karena adanya kelumpuhan pada otot-otot menelan. Sering disebut juga
intoksikasi botulismus, yang menimbulkan kelumpuhan LMN pada otot-otot
menelan. Segala macam gangguan menelan, baik mengenai sukar menelan karena
kelumpuhan otot-otot menelan, maupun karena adanya nyeri atau perasaan tidak
enak waktu menelan dikenal sebagai disfagia. Pada dermatomiositis, skleroderma,
amilodosis dan sindroma Plumer-Vinson, disfagia merupakan bagian gejala dari
gambaran penyakit lengkapnya. Disfagia yang jelas karena adanya penyakit lain
lebih sering disebabkan oleh faringitis, tonsillitis, esofagitis, mediastinitis dan
divertikulitis di esofagus.5

5.1.2 Hipogeusia dan ageusia

Daya pengecapan yang berkurang (hipogeusia) sering terjadi pada orang-


orang yang sudah tua. Ageusia mengakibatkan nafsu makan hilang. Pada sindrom
Guillain-Barre, nervus glossofaringeus dan vagus adakalanya ikut terkena, karena
itu hipogeusia dirasakan sehingga memperburuk keadaan umum penderita.
Leukemia bisa melakukan infiltrasi ke dalam kanalis fasialis dan dengan demikian
menimbulkan ageusia. Tumor di fossa kranii media dan posterior bisa
mengganggu nervus fasialis, glossofaringeus dan vagus. Ageusia diperberat oleh
adanya anosmia, kombinasi tersebut sering di jumpai pada keadaan post trauma
kapitis dengan fraktur basis kranii. Halusinasi pengecapan dapat timbul jika ada
lesi iritatif di unkus, yang sering dialami sebagai bagian dari sindrom epilepsi
lobus temporalis. Lesi destruktif di unkus mengakibatkan parageusia atau
pengecapan yang tidak sesuai dengan sifat stimulusnya. Pengecapan pada
parageusia selalu bersifat tidak enak.2

12
5.1.3 Perasaan protopatik di kawasan sensorik nervus glossofaringeus

Persepsi rangsang nyeri, suhu dan raba di orofaring di perankan oleh


nervus glossofaringeus. Daerah-daerah yang berdampingan, yaitu nasofaring dan
rongga mulut merupakan kawasan perasaan protopatik nervus trigeminus. Bila
ada lesi iritatif terhadap nervus glossofaringeus, kesulitan untuk mengenalnya
terletak pada pembauran antara kawasan perasaan protopatik glossofaringeus dan
trigeminus. Yang umumnya timbul akibat proses iritatif ialah neuralgia. Nyeri
tajam yang timbul bagaikan kilat, berlangsung beberapa detik saja. Tetapi ia
timbul berkali-berkali dengan interval beberapa detik sampai menit. Nyeri
tersebut terasa di kerongkongan dan menjalar ke telinga dan ke belakang
mandibula. Adakalanya nyeri pertama timbul di dalam telinga. Menelan, bicara
dan mengeluarkan lidah dapat memicu neuralgia tersebut. Faktor presipitasi itulah
yang merupakan diagnosis banding antara neuralgia trigeminus dan neuralgia
glossofaringeus.2

Pada neuralgia glosofaringeus dapat dijumpai daerah pencetus (trigger


zone), dalam hal ini biasanya di dinding faring, daerah tonsil atau di dasar lidah.
Serangan nyeri dapat dicetuskan bila penderita berbicara, makan, menelan, atau
batuk.2

5.2 Lesi nervus vagus


Penyebab dari lesi vagal sentral termasuk malformasi (malformasi chiari,
sindrom dandy-walker, dll), tumor, perdarahan, thrombosis, infeksi/inflamasi,
sklerosis amiotrofik lateral, dan aneurisma. Lesi vagal perifer dapat disebabkan
oleh neuritis, tumor, gangguan kelenjar, trauma dan aneurisma aorta. Paralisis
lengkap bilateral dari saraf vagus dengan cepat menimbulkan kematian. 4
Sindrom lesi nervus vagus unilateral menimbulkan:
Palatum mole pada sisi lesi jatuh, refleks muntah menghilang, dan pasien
berbicara dari hidung karena rongga hidung tidak dapat tertutup lagi dari
rongga mulut. Paresis m.konstriktor faring menyebabkan mukosa palatal
terdorong ke sisi normal ketika pasien berfonasi.
Suara serak terjadi akibat paresis plika vokalis (lesi nervus laringeus
rekuren dengan paresis otot-otot internal laring, kecuali m.krikotiroideus).

13
Komponen lainnya pada sindrom ini adalah disfagia dan kadang-kadang
takikardia, serta aritmia jantung

VI. PSEUDOBULBAR PALSY


Salah telan atau gangguan menelan (disfagia, keselek) dapat terjadi pada
kelumpuhan n. IX dan X. Medulla oblongata disebut juga dengan nama bulbus.
Lesi dimedula oblongata dapat mengakibatkan lumpuhnya saraf IX, X, XI dan
XII, dan disebut juga dengan kelumpuhan saraf bulbar. Kelumpuhan saraf bulbar
dapat bersifat lower motor neuron atau bersifat upper motor neuron.
Pada kelumpuhan upper motor neuron lesinya terletak lebih atas dan
bilateral. Hal ini dapat terjadi pada infark serebri bilateral (hemiparesis dupleks),
dan lesi diserabut kortikobulbar yang bilateral. Kelumpuhan demikian disebut
juga sebagai kelumpuhan pseudobulbar.3 Pada penderita hemiparesis dupleks,
dengan kelumpuhan pseudobulbar dapat dijumpai sebagai berikut: penderita
mengalami kesukaran dalam menelan (disfagia), bicaranya pelo (disartria). Dapat
dijumpai tangis paksa atau tertawa paksa (tanpa sebab atau oleh rangsang ringan
ia tertawa atau menangis). Wajahnya kurang ekspresi dan gerak volunter wajah
berkurang.3
Pseudobulbar palsy menimbulkan gangguan pada saat pengendalian otot
mengunyah, menelan, dan berbicara biasanya sering timbul sekunder pada
multiple lesi vaskular bilateral di atas batang otak tetapi juga dapat disebabkan
oleh penyakit motor neuron. Kelemahan otot-otot bulbar dengan hiper refleks
(gangguan hiperaktif dan brisk jaw jerk), menunjukkan penyebab dari upper
motor neuron. Lidah berkontraksi dan kaku dan tidak dapat digerakkan dengan
cepat dari sisi ke sisi. Penting untuk dicatat bahwa setiap penyakit yang
melibatkan jalur kortikobulbar dapat menyebabkan pseudobulbar palsy termasuk
multiple sklerosis, neoplasma, ensefalitis dan penyakit vaskular.4,5

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Mardjono M, Sidharta P. Saraf otak dan patologinya. Dalam: Neurologi


klinis dasar. Jakarta. Dian Rakyat; 2008. Hal. 114-49.
2. Mardjono, M, Sidharta, P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta. Dian Rakyat;
2009. Hal 126-158.
3. Lumbantobing SM. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental. Jakarta.
Balai Penerbit FKUI; 2006. Hal 34-51
4. Duus, Peter. Diagnosis Topik Neurologi. Jakarta. EGC; 2010. Hal. 172-179.
5. Snell R. Neuroanatomi klinik edisi 5. Jakarta. EGC; 2006. Hal 387-392.
6. Sidharta, P. Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. Dian Rakyat.
Jakarta. 2010.
7. Amsar, Sukiandra R, dkk. Buku Skills-Lab Saraf. Pekanbaru. Fakultas
Kedokteran Universitas Riau. 2011.

15

Anda mungkin juga menyukai