Referat N IX-X Indira
Referat N IX-X Indira
Disusun oleh:
Alifa Tahnia
Oleh:
Indira Suluh Paramita
NIM. 1508434434
Pembimbing:
Dr. Yossi Maryanti, Sp.S
1
NERVUS GLOSOFARINGEUS (N IX) DAN NERVUS VAGUS (N X)
I. PENDAHULUAN
Nervus kranialis merupakan bagian susunan saraf tepi, berpangkal pada otak
dan batang otak, berfungsi dalam sistem sensoris, motorik, dan khusus. Fungsi
khusus adalah fungsi bersifat indera meliputi menghidu, melihat, mengecap,
mendengar dan keseimbangan.1
Nervus glossofaringeus adalah saraf kranial kesembilan (IX) dari dua belas
pasang saraf kranial. Nervus IX berasal dari medulla oblongata bersamaan dengan
nervus kranialis X dan XI. Nervus glossofaringeus mempunyai peranan penting
dalam mekanisme menelan dan pengecapan sedangkan nervus vagus (X)
mempunyai peranan penting untuk berbicara dan menelan.2 Nervus vagus
merupakan saraf yang paling luas distribusinya dari semua saraf kranialis. Salah
satu kelainan yang bisa timbul bila terjadi gangguan pada nervus IX dan X adalah
disfagia yaitu gangguan menelan, gangguan pengecapan dan gangguan perasaan
protopatik di sekitar orofaring.1,2,3
II. ANATOMI
2
ganglion inferius (ekstrakraniale). Kemudian berjalan diantara arteri karotis
interna dan vena jugularis ke arah m.stilofaringeus. Saraf ini melanjutkan
perjalanan diantara m.stilofaringeus dan m.stiloglossus dan kemudian
mempersarafi pangkal lidah, mukosa faring dan sepertiga posterior lidah.
Disepanjang perjalanannya, saraf ini membentuk cabang-cabang sebagai berikut:
3
2.2 Nervus Vagus (N X)
Nervus vagus terdiri atas serabut motorik dan sensorik dan memiliki
rangkaian dan distribusi yang lebih luas daripada nervus kranialis yang lain,
karena nervus ini berjalan melewati leher dan dada menuju abdomen. Nervus
vagus memiliki 2 ganglion yaitu, ganglion superior (jugulare) dan ganglion
inferior (nodosum), keduanya ditemukan di regio foramen jugulare.2,4
Nervus vagus berasal dari lengkung empat kebawah. Dibawah ganglion
inferior, saraf ini mengikuti arteri karotis interna dan arteri karotis komunis
kebawah dan melewati apertura torachis superior ke mediastinum. Disini, trunkus
vagalis dekstra menyilang arteri subklavia, sedangkan truncus vagalis sinistra
berjalan dibelakang hilus dan melewati arkus aorta. Keduanya kemudian melekat
ke esofagus, dengan serabut trunkus vagalis dekstra berjalan ke sisi posterior dan
trunkus vagalis sinistra berjalan ke sisi anterior. Cabang vagal terminal kemudian
menyertai esofagus melalui hiatus esofagus diafragma kedalam rongga abdomen.4
Sepanjang perjalanannya ke rongga abdomen, nervus vagus membentuk cabang-
cabang sebagai berikut:
4
Nervus laringeus rekurens: cabang ini berjalan mengelilingi arteri
subklavia pada sisi kanan dan arkus aorta pada sisi kiri, kemudian
melanjut ke atas di antara trakea dan esofagus menuju laring. Saraf ini
memberikan persarafan motorik ke otot-otot laring internal, kecuali
m.krikotiroideus, serta persarafan sensorik ke mukosa laring di bawah
plika vokalis.
Rami kardiaci servikales superiors dan rami kardiaci thoracici: cabang ini
menyertai serabut simpatis ke jantung, melalui pleksus kardiakus.
Rami bronkhiales: cabang-cabang ini membentuk pleksus pulmonalis di
dinding bronkus.
Rami gastric posterior dan anterior, dan rami hepatici, soeliaci dan renales:
serabut-serabut ini berjalan melalui pleksus mesentrikus superior dan
soeliakus, dan bersama dengan serabut simpatis ke visera abdomen. Di
rongga abdomen serabut nervus vagus kanan dan kiri menjadi sangat
berdekatan dengan sistem saraf simpatis dan tidak dapat lagi dipisahkan
satu dengan yang lain.
5
Gambar 3. Sistem Saraf Autonom: Simpatis dan Parasimpatis
6
aferen lengkung refleks yang penting yang memicu reflek batuk, tersedak dan
muntah jika terjadi iritasi pada mukosa saluran napas dan saluran cerna.4
7
Nukleus salivatoris inferior
Serabut yang muncul dari nukleus salivatoris inferior dan berjalan melalui
nervus glossofaringeus ke glandula paratoidea. 4
8
III. FISIOLOGI
9
IV. PEMERIKSAAN NERVUS IX DAN X
1. Inspeksi orofaring
Pasien diminta membuka mulut hingga terlihat orofaring.
Kemudian dilihat apakah arkus faring kedua sisi simetris, adakah uvula
mencong ke satu sisi. Bila ditemukan arkus faring melengkung kesisi yang
lain dan uvula melebar ke sisi yang sama, menandakan adanya paresis atau
paralisis nervus IX dan X.7
2. Refleks muntah
Muntah ditimbulkan dengan cara menyentuh arkus faring atau
uvula dengan ujung tongue spatle.7
3. Pemeriksaan laring
Dengan menggunakan laringoskopi.untuk melihat laring melalui
kaca laring atau dengan menggunakan teleskop laring, baik yang kaku
(rigid telescope) atau serat optik (fiberoptic telescope). Penggunaan
teleskop ini dapat dihubungkan dengan alat video sehingga memberikan
visualisasi laring yang lebih jelas.7
Dengan pemeriksaan ini dapat dinilai kondisi anatomis, pergerakan
dan posisi pita suara pada saat respirasi dan fonasi. Pada kelumpuhan pita
suara akibat paralisis nervus laringeus rekuren dapat terlihat pita suara
lemah dan tak bergerak.7
10
V. GANGGUAN NERVUS IX DAN X
5.1.1 Disfagia
Gangguan menelan bisa disebabkan oleh paresis nervus fasialis atau nervus
hipoglosus. Makanan sukar di pindah-pindahkan untuk dapat dimamah gigi geligi
kedua sisi. Lagi pula tekanan di dalam mulut tidak bisa di tingkatkan sehingga
bantuan mendorong makanan ke orofaring tidak ada. Kesukaran untuk menelan
yang berat di sebabkan oleh gangguan nervus glossofaringeus dan vagus.
Makanan sukar ditelan, karena palatum mole tidak bekerja, sehingga makanan
tiba di laring dan menimbulkan refleks batuk. Sukar menelan bukan hanya karena
gangguan pada pasasi makanan di orofaring, juga dapat disebabkan oleh
gangguan mekanisme menelan akibat berbagai proses patologik. Pada infark
serebri yang menimbulkan hemiparesis, sukar menelan menjadi gejala dini.
selanjutnya penderita hemiparesis bisa belajar untuk menelan makanan tanpa
kesulitan. Dalam hal tersebut, kelumpuhan UMN pada otot-otot yang di inervasi
11
nervus glossofaringeus dan vagus mendasari gangguan menelan. Jika terdapat
kerusakan UMN bilateral, seperti pada paralisis pseudobulbar, menelan makanan
merupakan gangguan yang sangat sering, sehingga makanan harus diberikan
melalui pipa nasogastrik. Kelumpuhan LMN pada otot-otot yang diinervasi nervus
glossofaringeus dan vagus dapat disebabkan oleh penekanan di foramen jugularis
(sindroma varent) akibat thrombosis vena jugularis sebagai komplikasi
mastoiditis. Infiltrasi dari karsinoma nasofaring atau miastenia gravis merupakan
sebab yang sering dijumpai. Pada anak-anak keadaan pasca difteri bisa diperburuk
karena adanya kelumpuhan pada otot-otot menelan. Sering disebut juga
intoksikasi botulismus, yang menimbulkan kelumpuhan LMN pada otot-otot
menelan. Segala macam gangguan menelan, baik mengenai sukar menelan karena
kelumpuhan otot-otot menelan, maupun karena adanya nyeri atau perasaan tidak
enak waktu menelan dikenal sebagai disfagia. Pada dermatomiositis, skleroderma,
amilodosis dan sindroma Plumer-Vinson, disfagia merupakan bagian gejala dari
gambaran penyakit lengkapnya. Disfagia yang jelas karena adanya penyakit lain
lebih sering disebabkan oleh faringitis, tonsillitis, esofagitis, mediastinitis dan
divertikulitis di esofagus.5
12
5.1.3 Perasaan protopatik di kawasan sensorik nervus glossofaringeus
13
Komponen lainnya pada sindrom ini adalah disfagia dan kadang-kadang
takikardia, serta aritmia jantung
14
DAFTAR PUSTAKA
15