Anda di halaman 1dari 22

TUGAS BIOTEKNOLOGI

FERMENTASI ASAM GLUTAMAT

Dosen : Dra. Tatat Hayati


OLEH
NANDA SABBAHA N.K (13330053)

EKA SAWITRI WULANDARI (13330069)

TRI HARYANTI (13330083)

HENDRIKA (13330101)

YULIA LIZARA (13330122)

NURFAJRIA (13330134)

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM STUDI FARMASI

2015
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan rahmat dan karunianya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik
dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas pengembangan bioteknologi
tentang fermentasi Asam Glutamat. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas dari mata
kuliah Bioteknologi, kami juga mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak, dan
juga kepada teman teman sekelompok kami yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan kritik serta saran yang dapat
membangun, kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan
makalah kami selanjutnya, akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
kita sekalian.

Jakarta, Oktober 2015

PENYUSUN
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................... i

Daftar Isi......................................................................................... ii

Bab I Pendahuluan........................................................................ .. 4

Bab II Tinjauan Pustaka................................................................. 6

Bab III Pembahasan....................................................................... 8

Bab IV Penutup.............................................................................. 21

Daftar Pustaka............................................................................... . 22
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Dalam bioproses, fermentasi memegang peranan penting karena merupakan kunci


(proses utama) bagi produksi bahan-bahan yang berbasis biologis. Bahan-bahan yang
dihasilkan melalui fermentasi merupakan hasil-hasil metabolit sel mikroba, misalnya
antibiotik, asam-asam organik, aldehid, alkohol, fussel oil, dan sebagainya. Fermentasi
mempunyai pengertian aplikasi metabolisme mikroba untuk mengubah bahan baku menjadi
produk yang bernilai lebih tinggi, seperti asam-asam organik, protein sel tunggal, antibiotika
dan biopolimer.

Fermentasi merupakan proses yang relatif murah yang pada hakekatnya telah lama
dilakukan oleh nenek moyang kita secara tradisional dengan produk-produknya yang sudah
biasa dimakan orang sampai sekarang, seperti tempe, oncom, tape, dan lain-lain. Proses
fermentasi dengan teknologi yang sesuai dapat menghasilkan produk protein.

Fermentasi dapat dilakukan dengan metode kultur permukaan dan kultur terendam sub
merged. Kultur permukaan yang menggunakan substrat padat atau semi padat banyak
digunakan untuk memproduksi berbagai jenis asam organik dan enzim.Produk fermentasi
selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan atau suplemen produk pangan atau pakan.

Di samping hasil-hasil metabolit tersebut, fermentasi juga dapat diterapkan untuk


menghasilkan biomassa sel mikroba seperti ragi roti (baker yeast) yang digunakan dalam
pembuatan roti. Untuk menghasilkan tiap-tiap produk fermentasi di atas dibutuhkan kondisi
fermentasi yang berbeda-beda dan jenis mikroba yang bervariasi juga karakteristiknya. Oleh
karena itu, diperlukan keadaan lingkungan, substrat (media), serta perlakuan (treatment) yang
sesuai sehingga produk yang dihasilkan optimal.

Asam glutamat merupakan asam amino yang dikenal memiliki kekhasan yaitu sebagai
penguat citarasa. Di pasaran asam glutamat dapat kita jumpai dalam bentuk monosodium
glutamat yang banyak digunakan sebagai bahan penyedap makanan.

Hampir disetiap bahan makanan mengandung zat aditif khususnya monosodium glutamat
atau mononatrium glutamat yang merupakan senyawa sintetik yang dapat menimbulkan rasa
enak (flavour potentiator) atau menekan rasa yang tidak diingankan dari suatu bahan
makanan. MSG juga merupakan zat penyedap rasa yang banyak digunakan oleh produsen
makanan untuk membuat produknya menjadi lebih enak. Zat tersebut merupakan pembentuk
protein, sehingga apabila zat makanan ditambahkan vetsin (MSG) akan berasa seperti
ditambah kaldu daging (protein).
1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa mikroba yang digunakan untuk pembuatan Asam Glutamat ?


2. Apa tahapan proses fermentasi Asam Glutamat ?
3. Apa media yang digunakan dalam proses fermentasi ?
4. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi Asam Glutamat ?

1.3 TINJAUAN MASALAH

1. Mikroba yang digunakan dalam fermentasi Asam Glutamat


2. Proses fermentasi Asam Glutamat
3. Media fermentasi Asam Glutamat
4. Faktor faktor yang mempengaruhi fermentasi Asam Glutamat
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asam Glutamat

Asam glutamat merupakan asam amino yang banyak diproduksi (4 juta ton/tahun).
Glutamat sendiri adalah salah satu jenis asam amino non-essensial yang merupakan substansi
dasar penyusun protein dan bisa diproduksi sendiri oleh tubuh kita untuk keperluan
metabolisme serta ditemukan hampir di dalam setiap makanan yang mengandung protein.
Beberapa jenis makanan yang mengandung glutamat dari alam adalah tomat, keju, saos soja,
saos ikan, dan bahkan juga terdapat di air susu ibu (ASI). Asam glutamat biasanya digunakan
pada produksi MSG.

Beberapa orang ahli berpendapat bahwasanya defenisi dari Monosodium Glutamate


atau Mononatrium Glutamate adalah garam asam glutamat yang berperan sebagai penghasil
rasa umami (gurih) dengan formula HOO-CCH(NH2)-CH2CH2COONa yang dihasilkan dari
hidrolisa protein nabati atau larutan dari limbah penggilingan gula tebu atau bit (Pramadi
2006). Asam glutamat terdiri dari 5 atom karbon dengan 2 gugus karboksil yang pada salah
satu karbonnya berkaitan dengan NH2 yang menjadi ciri asam amino (Sukawan 2008).

2.2 Sejarah Asam Glutamat

Penemuan asam glutamat bermula pada abad ke-8 dengan diawali penggunaan rumput
laut kering sebagai bahan dalam poses pembuatan sup di Jepang (Sugita 2002). Diketahui
bahwa ganggang laut (Laminaria sp) yang digunakan sebagai bumbu penyedap (konbu)
masakan di Jepang, merupakan substansi yang dapat mengaktifkan rasa (Sukawan 2008).
Sejak tahun 1866, Ritthausen, yang merupakan seorang ahli kimia yang berasal dari Jerman,
berhasil dalam penelitiannya mengisolasi asam glutamat. Baru pada 1908, seorang ilmuwan
Jepang, Prof. Kikunae Ikeda menemukan bahwa asam glutamat adalah senyawa yang
bertanggung jawab atas penguatan rasa pada konbu.

2.3 Teknologi Fermentasi Asam Glutamat

Beberapa tahapan yang dilakukan dalam proses fermentasi asam glutamat, yaitu :

a. Pemilihan bahan baku

Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan MSG adalah tetes tebu, dextrose,dan
raw sugar. Gula-gula yang dimanfaatkan bakteri sebagai substrat adalah fermentable
sugar (sukrosa, fruktosa dan glukosa). Selain cane molasses, tepung tapioca yang
merupakan pati dan raw sugar juga dapat digunakan untuk bahan baku fermentasi MSG
(Kurihara 2009).
b. Persiapan bakteri dan media

Persiapan bakteri dan media dilakukan dengan laboratory seed culture, yaitu tahap
pembuatan media dan pengembangan mikroba dalam skala laboratorium (Sano 2009).

c. Fermentasi utama asam glutamat

Pada skala industri main fermentor sebagai tangki fermentasi utama, merupakan
tempat terjadinya fermentasi. Pada main fermentor, suhu operasi dijaga konstan 31,5-37
o
C dan pH dijaga sekitar 7,7. Selain itu, dilakukan juga penambahan bahan pendukung,
yaitu urea sebagai sumber karbon. Proses ini berlangsung selama holding time 28-30 jam
disertai dengan pengadukan karena waktu fermentasinya lama maka perlu dilakukan
penambahan media sebagai sumber makanan dari bakteri (Sano 2009).

Pada akhir proses fermentasi ini akan dihasilkan Original Broth (OB) yang terdiri
dari bangkai bakteri, lumpur, sisa media, kotoran dan asam glutamat yang akan diproses
lebih lanjut pada Refinery I. Cairan hasil fermentasi ini telah mengandung asam glutamat
10% dan akan dilakukan pemekatan menjadi larutan OB dengan kandungan asam
glutamat 31% dengan evaporasi menggunakan multy effect evaporator (evaporator dengan
lebih dari dua heater) selama 1 jam dengan suhu 80 oC pada tekanan vakum (Sano 2009).

Kemudian tahap selanjutnya akan tergantung pemanfaatan asam amino glutamat yang
telah dihasilkan, misalnya produksi MSG, akan dilanjutkan dengan tahap kristalisasi dan
netralisasi, serta pengeringan, pengayakan, dan pengemasan.

2.4 Industri Asam Glutamat di Indonesia

Saat ini sekitar 640.000 ton MSG diproduksi setiap tahunnya di 14 negara di seluruh
dunia (Sugita 2002). Menurut Belitz dan Grosch (2009) pada tahun 1978 konsumsi MSG
mencapai 200.000 ton di seluruh dunia. Menurut data 1989, di Indonesia terdapat 9 pabrik
MSG dengan estimasi produksi 16.375 ton per tahun (Ardyanto 2004). Indonesia merupakan
konsumen kedua terbesar produk MSG setelah China, dan produsen MSG yang cukup besar.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Bahan Baku Pembuatan Asam Glutamat

Bahan baku (sumber gula) yang digunakan pada industri fermentasi asam glutamat,
umumnya, mengacu pada kondisi geografis tempat pemrosesan. Misalnya Amerika Serikat
menggunakan sirup jagung, Asia Selatan menggunakan tapioka, serta molases pada Eropa
dan Amerika Selatan. Hal yang menarik adalah pemanfaatan sumber gula pada industri
glutamat China yang menggunakan jagung. China sebagai produsen jagnung terbesar di dunia
memanfaatkan instrumen pengalihan ekspor jagung menjadi bahan baku dalam negeri untuk
menjaga tingkat harga di petani serta mendorong industri dalam negeri yang efisien karena
murahnya bahan baku.

Contoh industri dalam negeri yang dibawa dalam tulisan ini adalah PT. Palur Raya.
PT. Palur Raya menggunakan bahan baku berupa tetes tebu sebagai sumber energi/media
pertumbuhan bakteri dalam proses fermentasi dan beet mollases yang berguna untuk
meningkatkan rendemen MSG. Tetes tebu diperoleh dari pabrik-pabrik gula disekitar lokasi
pabrik sedangkan beet molase diperoleh secara impor dari negara Mesir. Perbandingan
penggunaan molase tebu dan molase beet adalah 200 ton beet untuk 5000 ton molase tebu.
Kualitas bahan baku akan mempengaruhi kualitas MSG yang nantinya dihasilkan . Molase
yang diterima PT. Palur Raya harus memenuhi standar yang ditetapkan yaitu :

Kandungan Utama Komposisi

Kadar Gula Total (TDS) Minimal 55 %

Kadar Ca 0,8-1,3 %

Berat jenis 1,4-1,6 kg/L

Brix Minimal 800

Tabel. 1 Spesifikasi tetes tebu sebagai bahan baku MSG

Sementara itu, ditambahkan pula beberapa bahan pendukung sebagai berikut :

a. HPO sebagai sumber pospat untuk pertumbuhan mikroba


b. HSO untuk menurunkan kadar Ca2 yang terkandung dalam tetes tebu
c. Urea dan amoniak cair sebagai sumber nitrogen bagi pertumbuhan mikroba
d. Defoamer untuk menghilangkan busa/gelembung selama proses fermentasi
berlangsung
e. Penicillin untuk mengontrol pertumbuhan bakteri dan memudahkan pemanenan asam
glutamat menjadi produk akhir dalam proses fermentasi.

3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fermentasi Asam Glutamat

a. Baik pada proses pembiakan maupun fermentasi, temperatur proses harus terjaga
kurang lebih 30-350C (optimum 340C) karena proses metabolisme yang berlangsung
bersifat eksoterm. pH dikontrol antara 7-8 dengan cara menambahnkan NH3.
Penurunan pH diakibatkan oleh produksi asam glutamat oleh bakteri.
b. Fermentasi asam glutamat merupakan fermentasi aerobik, oleh karena itu pengaliran
udara (sebagai suplai oksigen) dan aerasi harus cukup agar tidak terbentuk asam
laktat (bila kekurangan oksigen)
c. Kadar gula selama proses fermentasi akan semakin berkurang karena diubah oleh
bakteri menjadi asam glutamat, maka penambahan tetes feeding penting dilakukan
saat fermentasi berlangsung.
d. Efek biotin, kadar yang digunakan 10-20 mg/L. biotin berperan penting dalam
akumulasi asam glutamat dalam jumlah yang besar
e. Efek Penicillin, untuk seleksi mikroba dan mengakumulasi asam glutamat pada saat
fase pertumbuhan, serta memudahkan glutamat untuk dipanen karena glutamat
terekstraksi keluar sel.

3.3 Fermentasi Asam Glutamat di Industri

Walaupun detail dari produksi MSG cenderung berbeda pada tiap-tiap


perusahaan, namun secara umum telah diketahui proses efektif untuk skala industrinya.
Proses produksi, biasanya dijalankan dengan tipe proses fed-batch dimana gula
ditambahkan pada saat proses fermentasi berlangsung. Alasan utamanya menggunakan
proses fed-batch dibanding dengan proses batch, dimana semua komponen tersedia pada
saat awal proses, adalah dengan penggunaan proses batch dibutuhkan konsentrasi gula
yang lebih tinggi. Konsentrasi gula yang tinggi dapat memicu terjadinya oksidasi tidak
sempurna dari gula itu sendiri menjadi laktat ataupun asam asetat yang dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme sehingga menurunkan yields.

Proses pembuatan MSG di PT. Palur Raya menggunakan metode fermentasi asam
glutamat, pada dasarnya proses produksi MSG di PT Palur Raya dapat dikelompokkan
dalam 3 bagian unit produksi yaitu unit fermentasi, unit isolasi, dan unit refining. Proses
fermentasi dilakukan dalam fermentor secara fed batch.

Proses fermentasi asam glutamat dilakukan dengan bantuan bakteri penghasil


asam glutamat. Fermentasi asam glutamat (GA) menggunakan bakteri Micrococcus
glutamicus atau yang sekarang disebut Corynebacterium glutamicus. Bakteri ini
termasuk ke dalam gram positif, tidak membentuk spora, non-motil, serta memerlukan
biotin untuk tumbuh. Bakteri akan mengonversi glukosa dan memetabolismenya menjadi
asam glutamat.
Pembentukan asam glutamat akan menyebabkan terjadi penurunan kadar gula dan
pH. Proses fermentasi selesai setelah 32 jam dan cairan hasil fermentasi disebut Thin
Broth yang kemudian mengalami proses pemisahan antara asam glutamat dengan mother
liquornya yang disebut tahap isolasi. Proses unit isolasi dilakukan pemekatan Thin Broth
menggunakan evaporator dan hasil pemekatannya disebut Concentate Broth ditambah
hydrogen source untuk menurunkan pH hingga 3,2 dan membentuk kristal yang
berwarna coklat bening dan siap melewati unit refining. Proses refining untuk
menjernihkan warna sirup MSG cair dengan menggunakan karbon aktif.

Proses berikutnya dengan pengeringan untuk mendapatkan kristal MSG yang


putih, kering dan sesuai dengan bentuk yang dikehendaki. Pada makalah ini hanya akan
dibahas mengenai proses fermentasi asam glutamat pada perusahaan tersebut. Proses
fermentasi asam glutamat berlangsung dalam 3 tahap, yakni :

a. Mollases Treatment

Tahap ini berguna untuk mengurangi kadar Ca dalam bahan baku dengan
menambahkan HSO dan koagulan yang mengendapkan Ca menjadi CaSO. Kadar Ca
yang tinggi dapat menyebabkan MSG yang dihasilkan menjadi berwarna keruh sehingga
kualitasnya menurun, maka dari itu tahap ini perlu dilakukan. Jumlah asam sulfat yang
digunakan tergantung dengan kadar Ca dalam tetes tebu, semakin banyak kadar Ca yang
terkandung maka semakin banyak asam sulfat yang ditambahkan.

Pada proses treatment, air dan asam sulfat ditambahkan terlebih dahulu. Hal ini
dilakukan untuk mencegah terbentuknya kerak yang berlebihan di dalam tangki dan
meningkatkan efektifitas pencampuran asam sulfat dengan tetes. Proses ini dipercepat
dengan bantuan steam (500), adanya steam akan meningkatkan reaksi antara ion kalsium
dengan asam sulfat pekat. Penambahan koagulan (aronfis) bertujuan untuk
mengendapkan partikel-partikel yang tidak dapat diendapkan oleh asam sulfat pekat.

Endapan yang dihasilkan kemudian dialirkan ke tahap pemisahan sehingga


dihasilkan tetes yang bersih. Tahap pemisahan yang pertama adalah thickener. Thickener
bekerja dengan memanfaatkan gaya grafitasi, partikel yang besar cenderung akan tertarik
ke bawah sedangkan cairan tetes yang bersih akan berada di atas. Tahap pemisahan
selanjutnya adalah brush stainer yang berfungsi memisahkan tetes dari kotoran yang
berukuran kecil. Saringan yang berada di seluruh permukaan dinding brush stainer akan
menyebabkan tetes bersih meresap melewati saringan sedangkan partikel pengotor akan
tertinggal di saringan. Alat ini dilengkapi dengan agitator yang berfungsi untuk
meratakan tetes dan juga sikat yang berfungsi untuk membersihkan kotoran yang
menempel pada saringan.

Tahap pemisahan selanjutnya menggunakan sand cyclone yang berfungsi


memisahkan tetes dari pasir. Tahap ini memanfaatkan gaya sentrifugal dengan
menggunakan tekanan sebesar 2 bar. Gaya sentrifugal menyebabkan partikel pasir
terlempar ke dinding alat sedangkan tetes bersih akan naik ke atas. Tahap pemisahan
yang terakhir adalah dengan menggunakan westfalia separator. Tahap ini juga
memanfaatkan gaya sentrifugal hanya saja gaya nya diperbesar dengan plate-plate yang
berbentuk sirip ikan. Tetes bersih memiliki tingkat keasaman 4-4,5 akibat penambahan
asam sulfat pada mollases treatment.

Endapan dari setiap tahap pemisahan ditreatment kembali dengan ditambahkan


air dan asam sulfat pekat. Campuran tersebut kemudian dipisahkan dengan
menggunakan SDC (super de canter) yang bekerja secara sentrifugal dengan bantuan ulir
berputar. Ulir akan memisahkan endapan dengan air PPT / precipitate (cairan yang
masih mengandung tetes), air PPT ini dapat digunakan lagi pada proses awal treatment
sedangkan endapannya akan dibuang sebagai limbah.

b. Proses Seeding

Tahap ini merupakan proses pembiakan bakteri sebelum masuk ke dalam


fermentor. Hal ini dilakukan agar bakteri dapat beradaptasi di dalam media seeding
(starting) sebelum fermentasi dilakukan. Media seeding mengandung air, garam, molase,
serta HPO. Proses seeding berlangsung dalam beberapa tahap, yaitu sterilisasi tangki
dan main filter, sterilisasi dan pengisian media, proses pemasukan bakteri ke dalam
media, serta pencucian tangki. Proses sterilisasi yang dilakukan bertujuan untuk
memusnahkan mikroorganisme yang terdapat pada alat-alat tersebut sehingga fermentasi
dapat dikendalikan dan hasilnya sesuai dengan harapan.

Selama proses seeding, diperlukan pengaturan udara karena bakteri yang


dibiakkan bersifat aerob. Selain itu pengaturan suhu juga penting dilakukan karena
aktivitas bakteri selama proses bersifat eksoterm (menghasilkan kalor). Oleh sebab itu
suhu selama proses harus dijaga tetap 34C dengan cara mengalirkan air dingin. Adanya
peningkatan kecepatan aliran air pendingin menunjukkan adanya peningkatan
pertumbuhan bakteri.

Selain itu adanya pertumbuhan bakteri juga ditandai dengan peningkatan


kecepatan aliran amoniak yang diakibatkan oleh aktivitas bakteri yang menghasilkan
asam glutamat sehingga terjadi penurunan pH. Oleh karena itu pada saat proses seeding
berlangsung NH3 perlu ditambahkan agar pH tetap stabil. Apabila proses seeding telah
selesai maka diperoleh cairan seeding yang mengandung banyak bakteri penghasil asam
glutamat. Selanjutnya cairan tersebut harus dipindahkan ke fermentor untuk proses
fermentasi.

Pengaliran cairan seeding ke fermentor harus terjaga dari kontaminasi, oleh


karena itu pipa dari seeding ke fermentor harus di sterilisasi terlebih dahulu dengan uap
panas selama 15 menit. Setelah itu barulah cairan seeding dialirkan menuju fermentor.

c. Fermentasi

Proses fermentasi dilakukan di dalam fermentor secara fed batch. Kapasitas


proses fermentasi ini adalah tetes sebanyak 22,5 ton dengan pH sebesar 4,6 dan brix 16.
Bahan-bahan lain yang ditambahkan untuk proses fermentasi adalah 1 kg MgSO4; 0.5 kg
FeSO4; 0.5 kg mono potasium phospat dan 0.5 kg asam sitrat. Perlu juga ditambahkan
NH3 untuk meningkatkan pH menjadi 7,4.

Penambahan udara ke dalam fermentor sebelum media masuk dimaksudkan


untuk mencegah tekanan vakum di dalam tangki yang memungkinkan terjadinya
kontaminasi. Setelah media masuk ke dalam tangki atur pH sampai 7,4 dan atur suhu
jangan sampai diatas 340 C. Setelah kondisi memenuhi syarat, bakteri dari seeding
masuk.

Selama fermentasi ditambahkan aliran udara bervolume 20 m3 /menit kemudian


akan naik perlahan untuk memacu pertumbuhan bakteri. Untuk bisa memproduksi asam
glutamat diperlukan udara sebesar 60-70 m3 /menit . Bakteri akan mengonversi glukosa
untuk tumbuh dan mengubahnya menjadi asam glutamat sehingga kadar gula dan pH
turun. Bila kadar gula dibawah 9% maka perlu penambahan tetes dari tangki feeding dan
bila pH turun dapat ditambah dengan NH3. Setelah proses fermentasi selama 28-30 jam,
asam glutamat yang terbentuk 6-8% (Thin broth) dengan kadar gula 2,5-3% (Wulansari
2005).

Feeding adalah tetes yang ditambahkan ke dalam fermentor, berfungsi untuk


menambah senyawa karbon (gula) yang merupakan substrat fermentasi. Molase
mangandung biotin yang berfungsi sebagai vitamin untuk pertumbuhan bakteri. Biotin
menyebabkan terbentuknya lapisan lemak pada bakteri sehingga asam glutamat yang
dihasilkan hanya dalam jumlah sedikit. Penambahan Penicillin pada saat fase log bakteri
dapat memecah lapisan lemak sehingga asam glutamat dapat dikeluarkan dalam jumlah
banyak. Penicillin juga berfungsi sebagai penghambat pertumbuhan bakteri jika
jumlahnya terlalu banyak.

Feeding adalah tetes yang ditambahkan ke dalam fermentor, berfungsi untuk


menambah senyawa karbon (gula) yang merupakan substrat fermentasi. Molase
mangandung biotin yang berfungsi sebagai vitamin untuk pertumbuhan bakteri. Biotin
menyebabkan terbentuknya lapisan lemak pada bakteri sehingga asam glutamat yang
dihasilkan hanya dalam jumlah sedikit. Penambahan Penicillin pada saat fase log bakteri
dapat memecah lapisan lemak sehingga asam glutamat dapat dikeluarkan dalam jumlah
banyak. Penicillin juga berfungsi sebagai penghambat pertumbuhan bakteri jika
jumlahnya terlalu banyak.

3.4 Sterilisasi Media

Pada fermentasi asam glutamat, tingkat pertumbuhan sel bakteri meningkat dengan
penambahan biotin pada medium. Tetapi penambahan biotin mengurangi produktivitas
sintesa dari asam amino dan akumulasinya karena biotin menurunkan permeabilitas sel untuk
asam amino tersebut.
Selain optimasi dari kultur medium pemilihan bakteri yang tepat, maka kondisi juga
perlu diperhatikan. Terutama untuk proses produksi dalam skala besar. Pada fermentasi asam
amino, nilai nutrisi dari kultur media sangat tinggi dan itu akan meningkatkan resiko
pertumbuhan bakteri asing (kontaminan). Untuk itu maka bakteri yang tidak digunakan harus
dieliminir dari fermentor dan kultur media, sehingga kontaminasi dapat dicegah selama
proses fermentasi. Sterilisasi panas dan filtrasi udara adalah metode yang umum digunakan
pada fermentasi asam glutamat.

Fermentasi asam glutamat dapat dibedakan menjadi dua grup berdasarkan kelompok
mikroba yang digunakan, yaitu fermentasi galur liar dan fermentasi galur mutan.

1. Galur Liar

Galur liar yang dapat memproduksi asam glutamat adalah Arthrobacter,


Corynebacterium, Brevibacterium dan Microbacterium. Kebanyakan bakteri pembentuk asam
glutamat adalah gram positif, non motil, tidak membentuk spora, dan yang terpenting adalah
bakteri-bakteri tersebut semuanya membutuhkan biotin untuk pertumbuhannya, serta
kekurangan enzim -ketoglutarat dehidrogenase.Telah diketahui bahwa biotin mempunyai
peranan dalam ekskresi asam glutamat. Asam glutamat banyak terakumulasi dalam media
kultur bila konsentrasi biotin berada di bawah kondisi optimum yang diperlukan untuk
pertumbuhan sel bakteri. Pemberian lebih banyak biotin akan meningkatkan pertumbuhan sel
tetapi menurunkan akumulasi asam glutamat. Konsentrasi kritis biotin untuk ekskresi asam
glutamat adalah 0.5 mikrogram per liter media.
Kekurangan biotin tidak berarti menyebabkan berkurangnya aktifitas sintesa asam
glutamat,tetapi berkurangnya permeabilitas mebran sel. Kekurangan biotin menyebabkan
perubahan komposisi membran sel yaitu menurunkan kandungan fosfolipid dan
meningkatkan rasio molar dari asam lemak jenuh dan asama lemak tak jenuh menjadi lebih
besar dari satu. Dalam hal ini biotin berperanan dalam sintesa asam lemak di dalam sel.
Biotin diperlukan dalam sintesa asam-asam lemak. Biotin dan ATP diperlukan oleh enzim
asetil-CoA karboksilase dalam mengubah asetil-CoA menjadi malonil-CoA yang seterusnya
menjadi asam-asam lemak. Peranan biotin dapat digantikan oleh asam oleat. Mutan yang
memerlukan asam oleat dapat mengakumulasi asam glutamat bila ditumbuhkan pada media
dengan kandungan asam oleat terbatas, walaupun kelebihan biotin.
Penambahan turunan asam lemak yaitu POEFE (poly oxyethilene fatty acid ester)
mempunyai efek yang sama dengan biotin dalam ekskresi asam glutamat, yaitu menyebabkan
perubahan komposisi membran sel. Penisilin juga menyebabkan ekskresi asam glutamat,
namun dalam hal ini efek penisilin berbeda dengan biotin atau POEFE. Penisilin
menghambat sintesa membran sel, sehingga membran seltipis dan dapat mengekskresikan
asam glutamat. Hal ini diikuti dengan perubahan bentuk sel menjadi lebih panjang atau lebih
cembung.
Kerja POEFE tidak tergantung pada tekanan osmotik media, sedangkan penisilin
hanya dapat mengekskresikan asam glutamat bila tekanan osmotik cukup rendah, sehingga
penisilin tidak efektif digunakan dalam media dengan tekanan osmotik tinggi. Penambahan
asam lemak jenuh C1618 menghambat sintesa asam oleat dengan cara menahan enzim
asetil-CoA karboksilase. Penurunan asam oleat menghambat pembentukan fosfolipid,
sehingga terjadi kebocoran sel. Fermentasi dengan menggunakan galur liar memproduksi
asam glutamat dalam jumlah sedikit,karena tergantung pada mekanisme pengaturan dalam
jalur biosintesa. Galur liar Collobacterium coliform mengakumulasi 15 gram asam glutamat
per liter media.

2. Galur Mutan

Mutasi terhadap galur liar dimaksudkan untuk memperoleh galur yang memproduksi
asam glutamat dalam jumlah yang tinggi, mempunyai toleransi besar terhadap perubahan
kondisi, mempunyai kisaran pH dan suhu yang lebar serta tahan terhadap kadar gula tinggi.
Dua cara yang biasa digunakan untuk pengaturan biosintesa asam amino ialah feed
back inhibition dan feed back repression. Mekanisme FBI dapat dijelaskan dengan teori
protein alosterik dimana hasil metabolit akhir dari jalur biosintesa menghambat enzim
sebelumnya. Enzim yang dihambat ini adalah protein alosterik yang mempunyai sisi aktif dan
sisi regulatori pada permukaannya. Sisi regulatori dapat bereaksi dengan inhibitor dan
menyebabkan perubahan bentuk (pengkerutan) protein alosterik serta mempengaruhi sisi
aktif. Hal ini menyebabkan sisiaktif tidak dapat bereaksi dengan substrat dan enzim tidak
aktif lagi. Dengan demikian, inhibisi menghambat kerja enzim.
Berbeda dengan inhibisi, represi menghambat pembentukan enzim. Dalam proses ini
produk akhir mengontrol jumlah enzim dalam jalur biosintesa. Ada empat gen yang berperan
dalam sintesa protein, yaitu RPOS (operon) yang terdiri dari R (gen represor), P (gen
promotor), O (genoperator), dan S (gen struktural). Pembentukan enzim secara normal terjadi
bila tidak ada korepresor yang bergabung dengan aporepresor dan menghalangi proses
transkripsi. Korepresor biasanya produk akhir atau turunannya. Jika represor aktif
menyerang pada gen O pada DNA, transkripsi atau transfer kode-kode genetik dari gen S
kepada mRNA tidak terjadi.
Untuk memproduksi beberapa asam amino intermediat pada biosintesa asam amino, termasuk
asam glutamat, dapat digunakan auksotrop dimana jalur biosintesa telah dihalangi, yaitu
dengan membunuh mikroba pada media yang mengandung sedikit asam amino represor.
Dengan demikian, mikroba masih tetap hidup dan terbebas dari FBI dan FBR. Mutan tersebut
dikenal sebagi mutan auksotrop. Dalam fermentasi asam glutamat dikenal Brevibacterium
thiogenitalis yang merupakan mutan auksotrop asam oleat dan Corynebacterium
alcanolyticum, suatu mutan auksotrop gliserol.
Pemanfaatan mikroorganisme dalam produksi asam glutamat dengan menggunakan
berbagai jenis mikroorganisme tergolong dalam mikrobiologi industri. Contohnya
Brevibacterium flavum dan Corynebacterium glutamicum merupakan anggota bakteri.
Selama ini bila kita mendengar kata bakteri, maka yang terbayang di benak kita adalah
sesuatu yang merugikan saja, misalnya penyebab suatu penyakit. Padahal sebenarnya
Brevibacterium flavum dan Corynebacterium glutamicum tidaklah demikian.

3.5 Pengendalian Proses Fermentasi

Selama proses fermentasi, dilakukan control terhadap beberapa faktor yakni O2,
NH4+, pH, asam phosphat dan biotin. Apabila aerasi selama fermentasi cukup akan terbentuk
asam glutamat sedangkan apabila kurang akan terbentuk asam laktat atau suksinat. Ammonia
(NH4+) dimanfaatkan oleh mikroba sebagai sumber nitrogen. Apabila jumlahnya kurang
maka akan terbentuk asam -ketoglutarat sedangkan apabila berlebih akan terbentuk
glutamin.

Pengaturan pH juga berpengaruh terhadap hasil fermentasi, dimana pH yang asam


akan membentuk glutamin dan N-acetoglutamin. Sedangkan pada pH netral atau basa lemah,
asam glutamat akan terbentuk optimal. Penambahan asam phosphat yang kurang akan
menghasilkan valin sedangkan adanya biotin yang berlebih akan membentuk asam laktat dan
asam suksinat.

Selain itu juga seperti halnya proses fermentasi pada umumnya, suhu fermentasi
diatur atau diset sesuai dengan suhu optimum dari mikroba yang digunakan agar mikroba
tersebut dapat lebih optimum berperan dalam proses fermentasi.

3.6 Enzim yang Digunakan

1. Phosphoenol Carboxylase dan -Ketoglutarate Dehydrogenase


Produksi asam L-Glutamat membutuhkan dua enzim penting, yaitu Phosphoenol
Carboxylase dan -Ketoglutarate Dehydrogenase. Phosphoenol Carboxylase akan
mengkatalis karboksilasi dari fosfofenolpiruvat ke dalam bentuk oxaloasetat. Sedangkan -
Ketoglutarate Dehydrogenase, mengubah -Ketoglutarat menjadi suksinil KoA. Efisiensi
dari fiksasi karbondioksida oksaloasetat bergantung pada hasil dari aktivitas Phosphoenol
Carboxylase. Asam aspartat menunjukan adanya hambatan dan tantangan enzim.
Penghambatan ini telah ditingkatkan oleh asam -Ketoglutarat.
Oleh karena itu, endogenus asam aspartat dan asam -Ketoglutarat harus
diminimalkan apabila produk asam -Glutamat ingin dimaksimalkan. -Ketoglutarate
Dehydrogenase ini penting untuk oksidasi glukosa menjadi CO2. Enzim ini dicegah oleh
cisakonitat, suksinil KoA, NADH, NADPH, piruvat dan oksalat yang kemudian akan diubah
menjadi asetil KoA. Kandungan -Ketoglutarate Dehydrogenase dari bakteri penghasil asam
glutamat sangat menguntungkan untuk sintesis asam glutamat dari asam ketoglutarat,
mencegah oksidasi asam -Ketoglutarat menjadi CO2 dan H2O melalui suksinil KoA. Nilai
Km -Ketoglutarate Dehydrogenase untuk asam -Ketoglutarata adalah sekitar 1 X 17
glutamat dehydrogenase. Enzim ini kemudian mengkatalis formasi asam glutamat menjadi
lebih luas daripada -Ketoglutarate Dehydrogenase. Akibatnya, konsentrasi endogenus -
Ketoglutarat yang mengatur daur metabolit -Ketoglutarat mengikuti biosinteseis asam
glutamat ataupun oksidasi.
Hal ini ditunjukan dengan cukup tingginya produksi asam glutamat. Perubahan
genetik mikrobia penghasil Asam L-Glutamat Kelebihan produksi dari asam glutamat
ditunjukan dengan adanya strain asing dalam dinding permeabilitas yang telah dimodifikasi.
Akan tetapi, produktivitasnya ditingkatkan oleh adanya perkembangan mikrobia.
Sebagai salah satu contoh, dinding permeabilitas sel asam L-Glutamat dimodifikasi
dengan mutasi berupa mutan temperatur sensitif yang menunjukan pertumbuhan normal pada
300C tetapi tidak tumbuh pada 37C, asam L-Glutamat diproduksi dalam jumlah besar
bahkan medium mengandung biotin secara berlebihan pada kultur bertemperatur 30C
sampai 40C selama pembudidayaan. Sintesis membran dari mutan ini dibentuk agar tidak
mampu betahan pada suhu 37C-40C. Oleh karena itu, terjadi pengurangan asam L-
Glutamat.
Tidak ada kontrol kimia dari penicillin ataupun asam lemak jenuh C16-C18 yang
dibutuhkan untuk produksi asam L-Glutamat dalam medium yang kaya akan biotin. Usaha
yang lain untuk meningkatkan produksi, yaitu meningkatkan fiksasi karbondioksida. Asam L-
Glutamat disintesis melalui siklus glioksilat sebagai sistem pembaharuan oksaloasetat tanpa
fiksasi karbondoksida. Peningkatan fiksasi ini memungkinkan terjadinya peningkatan
produksi. Sebagian dari monofluoroasetat yang resistan terhadap mutan diturunkan dari
Brevibacterium lactofermentum yang menunjukan peningkatan produktivitas dari asam
glutamat dengan peningkatan aktivitas Phosphoenol Carboxylase.
Penurunan aktivitasi Isositrat lyase juga turut meningkatkan jumlah asam L-Glutamat.
Fiksasi karbondioksida telah ditingkatkan oleh perubahan mutan tersebut. Piruvat hydrogen
mutan yang tidak resisten diturunkan dari Brevibacterium lactofermentum yang
menggunakan asam asetis dan glukosa secara kontinu. Asam asetis telah diasimilasi sebagai
subtrat asetil KoA dan glukosa sebagai oksaloasetat. Aplikasi dalam teknik DNA rekombinan
untuk meningkatkan bakteri penghasil asam glutamat merupakan penawaran cara baru.
Berbagai jenis plasmid Brevibacterium lactofermentum dan plasmid Corynebacterium yang
menghubungkan spectinomycin resisten yang ditemukan dicocokan sebagai sistem vektor
yang memungkinkan. Kontraksi dari plasmid ini mengandung kumpulan gen dengan asam
glutamat yang ditunjukan Brevibacterium lactofermentum.

Gambar 2. Jalur pembentukan asam glutamat melalui siklus glioksilat


sebagai sistem pembentuk oksaloasetat tanpa pembentukan
karbondioksida
Gambar 3. Jalur pembentukan asam glutamat melalui fosfoenolpiruvat
dengan pengikatan karbondioksida

2. Enzim Porcine
1. Bactosoytone sebagai media pertumbuhan bakteri, dibuat tersendiri (oleh Difco Company
di AS), dengan cara hidrolisis-enzimatik dari protein kedelai (Soyprotein). Dalam bahasa
yang sederhana, protein-kedelai dipecah dengan bantuan enzim sehingga menghasilkan
peptida rantai pendek (pepton) yang dinamakan Bactosoytone itu. Enzim yang dipakai pada
proses hidrolisis inilah yang disebut Porcine, dan enzim inilah yang diisolasi dari pankreas-
babi.
2. Perlu dijelaskan disini bahwa, enzim Porcine yang digunakan dalam proses pembuatan
media Bactosoytone, hanya berfungsi sebagai katalis, artinya enzim tersebut hanya
mempengaruhi kecepatan reaksi hidrolisis dari protein kedelai menjadi Bactosoytone,
TANPA ikut masuk ke dalam struktur molekul Bactosoytone itu. Jadi Bactosoytone yang
diproduksi dari proses hidrolisis-enzimatik itu, jelas bebas dari unsur-unsur babi, selain
karena produk Bactosoytone yang terjadi itu mengalami proses "clarification" sebelum
dipakai sebagai media pertumbuhan, juga karena memang unsur enzim Porcine ini tidak
masuk dalam struktur molekul Bactosoytone, karena Porcine hanya sebagai katalis saja .
3. Proses clarification yang dimaksud adalah pemisahan enzim Porcine dari Bactosoytone
yang terjadi. Proses ini dilakukan dengan cara pemanasan 160oF selama sekurang-kurangnya
5 jam, kemudian dilakukan filtrasi, untuk memisahkan enzim Porcine dari produk
Bactosoytone-nya. Filtrat yang sudah bersih ini kemudian diuapkan, dan Bactosoytone yang
terjadi diambil.
4. Perlu dijelaskan disini, bahwa proses pembuatan Media Bactosoytone ini merupakan
proses yang terpisah sama sekali dengan proses pembuatan MSG. Media Bactosoytone
merupakan suatu media pertumbuhan bakteri, dan dijual di pasar, tidak saja untuk bakteri
pembuat MSG, tetapi juga untuk bakteri-bakteri lainnya yang digunakan untuk keperluan
pembuatan produk biotek-industri lainnya.
5. Sebelum bakteri (pada Butir 1) tersebut digunakan untuk proses fermentasi pembuatan
MSG, maka terlebih dahulu bakteri tersebut harus diperbanyak (dalam istilah mikrobiologi:
dibiakkan atau dikultur) dalam suatu media yang disebut Bactosoytone. Proses pada Butir 2
ini dikenal sebagai proses pembiakan bakteri, dan terpisah sama-sekali (baik ruang maupun
waktu) dengan proses pada Butir 1. Setelah bakteri itu tumbuh dan berbiak, maka kemudian
bakteri tersebut diambil untuk digunakan sebagai agen-biologik pada proses fermentasi
membuat MSG (Proses pada Butir 1).
6. Setelah bakteri tersebut ditumbuhkan pada Media bactosoytone, kemudian dipindahkan ke
Media Cair Starter. Media ini sama sekali tidak mengandung bactosoytone. Pada Media Cair
Starter ini bakteri berbiak dan tumbuh secara cepat.
7. Kemudian, bakteri yang telah berbiak ini dimasukkan ke Media Cair Produksi, dimana
bakteri ini mulai memproduksi asam glutamat; yang kemudian diubah menjadi MSG. Media
Cair Produksi ini juga tidak mengandung bactosoytone.
8. Perlu dijelaskan disini bahwa bakteri penghasil MSG adalah Brevibacterium
lactofermentum atau Corynebacterium glutamicum, adalah bakteri yang hidup dan
berkembang pada media air. Jadi bakteri itu termasuk aqueous microorganism.
9. MSG dibuat melalui proses fermentasi dari tetes-gula (molases) oleh bakteri
(Brevibacterium lactofermentum). Dalam peroses fermentasi ini, pertama-tama akan
dihasilkan Asam Glutamat yang berbentuk glutamine dan diubah menjadi asam glutamat dan
pirolidon karboksilat. Asam Glutamat yang terjadi dari proses fermentasi ini, kemudian
ditambah soda (Sodium Carbonate/ Na2CO3) untuk dinetralisasi kemudian dimurnikan
(dekolorisasi) dan dikristalisasi, sehingga menghasilkan serbuk kristalmurni MSG.

3.7 Kurfa Pertumbuhan Bakteri

Gambar 1. Kurva Pertumbuhan Mikroba


Kurva diatas disebut sebagai kurva pertumbuhan mikroba. Ada empat fase pada
pertumbuhan bakteri sebagaimana tampak pada kurva yaitu fase lambat (lag fase), fase
eksponensial, fase stasioner, dan fase kematian. Adapun ciri dari masing- masing fase dapat
diuraikan pada tabel dibawah ini :

Tabel 1. Fase Pertumbuhan Mikroba


Fase Pertumbuhan Ciri-Ciri
Fase lambat (lag phase) Tidak ada pertumbuhan populasi karena
mengalami perubahan komposisi
kimiawi dan ukuran serta bertambahnya
substansi intraseluler sehingga siap
untuk membelah diri.
Fase eksponensial (exponential phase) Sel membelah diri dengan laju yang
konstan, massa menjadi dua kali lipat.
Fase stasioner (stationary phase) Keadaan pertumbuhan seimbang.
Terjadinya penumpukan racun akibat
metabolism, sedang kandungan nutrient
mulai habis, akibatnya terjadi kompetisi
nutrisi sehingga beberapa sel mati dan
lainnya tetap tumbuh, jumlah sel
menjadi konstan.
Fase kematian (death phase) Sel menjadi mati akibat penumpukan
racun dan habisnya nutrisi
menyebabkan jumlah sel yang mati
lebih banyak sehingga mengalami
penurunan jumlah sel secara
eksponensial.

Pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, diantaranya pH,


suhu, aktivitas air, adanya oksigen, dan tersedianya zat makanan. Mikroba menggunakan
komponen-komponen kimia didalam substrat sebagai sumber energi untuk berkembangbiak
dan membentuk sel-sel baru. Aktivitas sel tersebut dilakukan oleh berbagai enzim yang
diproduksi sel mikroba. Berlangsungnya reaksi enzimatis dapat dilihat dari produk akhir
reaksi atau berkurangnya komponen yang dipecah.
Sebagian besar asam L-Glutamat diproduksi oleh bakteri gram positif yang tidak
membentuk spora, non-motile, dan membutuhkan biotin untuk tumbuh.

3.8 Pengeringan dan Pengayakan

Kristal MSG yang dihasilkan dari proses kristalisasi dipisahkan dengan metode
sentrifugasi dari cairannya. Filtrat hasil penyaringan dikembalikan pada proses pemurnian
dan kristal MSG yang dihasilkan setelah disaring kemudian dikeringkan dengan udara panas
dalam lorong pengeringan, setelah itu diayak dengan ayakan bertingkat. Proses ini
dimaksudkan untuk memperoleh keseragaman ukuran dalam bentuk kristal. Alat yang biasa
digunakan adalah vibrating screen yaitu ayakan dengan sistem getaran. Dengan adanya
getaran pada alat, maka kristal akan terpisah melewati lubang-lubang ayakan, sehingga
diperoleh dua produk :

Over size adalah butiran yang tertinggal diatas ayakan.

Under size adalah butiran yang lolos dari ayakan.

Dalam industri biasanya hasil ayakan terbagi dalam 3 ukuran, yaitu LLC (Long Large
Crystal), LC (Long Crystal), dan RC (Regular Crystal), sedangkan FC (Fine Crystal)
yang merupakan kristal kecil dikembalikan ke dalam proses sebagai umpan. Hasil MSG yang
telah diayak dalam bentuk kering kemudian dikemas dan disimpan sementara dalam gudang
sebelum digunakan untuk tujuan lainnya (Said, 1991).

3.9 Tahap Kristalisasi dan Netralisasi

Kristalisasi merupakan metode yang terpenting dalam purifikasi senyawa-senyawa


yang mempunyai berat molekul rendah (Mc Cabe, et al. 1994). Original Broth yang telah
dihasilkan dari proses fermentasi perlu mengalami pendinginan, kemudian dilakukan
prosesacidification dengan cara penambahan HCl untuk membentuk kristal -GA. Kristal
alpha ini perlu dilakukan pemisahan dalam decanter dari larutannya untuk mendapatkan
kristal -GA yang lebih banyak. Cairan CHE akan menguap dengan sendirinya dan kristal
akan mengalami perubahn bentuk dari bentuk segitiga menjadi bentuk jarum, yaitu kristal -
GA. Kristal murni asam glutamat ini digunakan sebagai dasar pembuatan MSG. Asam
glutamat yang dipakai harus mempunyai kemurnian lebih dari 99 % sehingga bisa didapatkan
MSG yang berkualitas baik.

Kristal murni -asam glutamat dilarutkan dalam air sambil dinetralkan dengan NaOH
atau dengan Na2CO3 pada pH 6,6-7,0 yang kemudian berubah menjadi MSG. Dari proses ini
dihasilkan larutan monosodium glutamat hasil dari asam glutamat dengan natrium karbonat.
Reaksi yang terjadi :

Bila menggunakan natrium karbonat:

2 COOH(CH2)2CHNH2COOH + Na2CO3 2 COOH(CH2)2CHNH2COONa + CO2 + H2O

Reaksi ini berlangsung pada tekanan atmosfer dan suhu antara 50oC sampai 60oC.
Apabila suhu terlalu tinggi akan merusak bahan baku asam glutamat, sedang apabila suhunya
terlalu rendah reaksi akan lambat karena reaksi ini endothermis. Reaksi yang terjadi
merupakan reaksi penggaraman, maka larutan MSG yang diperoleh bersifat netral dengan pH
sekitar 7. Untuk mencapai hasil yang baik kekentalan larutan harus mencapai 260Be sampai
280Be. Untuk memperoleh larutan yang jernih biasanya kedalam larutan dimasukkan
penyerap kotoran dan zat warna seperti karbon aktif (Ir. Supranto, 1980). Karbon
aktif banyak digunakan dalam industri bahan makanan karena sifat karbon aktif yang
berporous, sehingga mempunyai daya serap yang tinggi, juga karbon aktif ini netral
tak bereaksi.

Penambahan arang aktif sebanyak % (w/v) digunakan untuk menjernihkan cairan


MSG yang berwarna kuning jernih dan juga menyerap kotoran lainnya. Kemudian didiamkan
selama satu jam lebih untuk menyempurnakan proses penyerapan warna serta bahan asing
lainnya yang berlangsung dalam keadaan netral. Cairan yang berisi arang aktif dan MSG
kemudian disaring dengan menggunakan vacuum filter yang kemudian menghasilkan filter
serta cake berisi arang aktif dan bahan lainnya. Bila kekeruhan dan warna filter tersebut
telah sesuai dengan yang diinginkan maka cairan ini dapat dikristalkan (Said, 1991).
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan
Bakteri yang digunakan corynebacterium glutamicum
Asam glutamat merupakan asam amino yang banyak diproduksi (4 juta ton/tahun).
Asam glutamat digunakan pada produksi MSG.
Glutamat sendiri adalah salah satu jenis asam amino non-essensial yang merupakan
substansi dasar penyusun protein dan bisa diproduksi sendiri oleh tubuh kita untuk
keperluan metabolisme serta ditemukan hampir di dalam setiap makanan yang
mengandung protein.
Secara garis besar proses produksi MSG melalui tahap-tahap persiapan bahan baku
dan bahan pembantu, fermentasi, kristalisasi, dan netralisasi serta pengeringan dan
pengayakan.
Ada dua galur fermantasi asam glutamat berdasarkan mikroba yang digunakan, yaitu
galur liar dan galur mutan
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous,2010.Makalah Fermentasi
Lengkap.http://www.scribd.com/doc/51299761/Makalah-fermentasi-Lengkap
Ardyanto T.D.2004.MSG dan kesehatan : sejarah, efek dan kontroversinya. Jurnal.
Inovasi .vol.1 (XVI) : 52-56.
Anonymous,2011.Pemuliaan Dan Regulasi Asam Glutamat.
http://www.scribd.com/doc/46647296/Pemuliaan-Dan-Regulasi-Asam-Glutamat
http://www.academia.edu/5425659/Teknologi_Fermentasi_Asam_Glutamat_Skala_In
dustri_dan_Review_Singkat_Atas_Isu_Kesehatan_Terkait

Anda mungkin juga menyukai