Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Peduli kepada pelanggan (customer oriented) merupakan faktor kunci dalam perbaikan
mutu yang berkelanjutan. Salah satunya dengan memberikan jasa pelayanan yang cepat dan
bermakna serta kesediaan mendengar dan mengatasi keluhan yang diajukan konsumen. Cara
menangani keluhan pelanggan antara lain dengan membuka nomor layanan untuk menerima
keluhan, menghubungi pelanggan yang mengeluh, dan menyelesaikan keluhan secepat mungkin
supaya pelanggan merasa puas. Tiga elemen yang menentukan penyelesaian serta meminimalkan
keluhan pelanggan rawat jalan puskesmas adalah pihak puskesmas (clinical), dinas kesehatan
(manajerial), dan pemerintah daerah (governance).

Dalam kehidupan bernegara yang berbentuk republik, mengisyaratkan adanya makna


agar kesejahteraan (res) untuk khalayak ramai (publica) diwujudkan, negara berkewajiban
melayani setiap warga negara demi terpenuhinya kebutuhan yang dirasakan warga. Pelayanan
publik harus senantiasa dilakukan pemerintah dalam kedudukannya sebagai pengemban
kekuasaan negara, sesuai dengan harapan dan tuntutan warga negara. Memperoleh jasa
pelayanan publik yang diselenggarakan pemerintah harus dipandang sebagai hak warga yang
sudah seharusnya didasarkan pada norma-norma hukum yang mengaturnya secara jelas. Dalam
hubungan ini, demi terjaminnya penyediaan pelayanan publik sesuai dengan asas-asas umum
pemerintahan yang baik, dan di lain pihak juga untuk memberikan perlindungan hak kepada
setiap warga negara dari kemungkinan pengingkaran atau penyalahgunaan wewenang di dalam
penyelenggaraan pelayanan publik. Diperlukanlah pengaturan pengelolaan pengaduan,
perselisihan dan sengketa yang mungkin timbul dan atau pengaturan hukum yang
mendukungnya.

Dilain pihak, kendala lain dalam memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat
adalah para klinisi (clinical) dalam memberikan pelayanan selalu berpegang pada kode etik dan
standar pelayanan, hingga kadang melupakan hal-hal yang berhubungan dengan pelanggan,
misalnya hubungan dokter pasien, kebebasan bagi pasien menentukan pilihan, kenyamanan
pelayanan, dll.

1
Pihak pemerintah daerah dalam menentukan kebijakan, didalamnya harus terdapat unsur
pembinaan, pengarahan dan penyelenggaraan, guna mencapai tujuan pembangunan yang telah
dicanangkan. Dinas kesehatan, dimana di sisi lain harus menjalankan kebijakan pemerintah
daerah, disisi lain harus memperhatikan pemenuhan terhadap standar pelayanan kesehatan, dan
disisi lainnya juga harus memperhatikan tuntutan masyarakat untuk memuaskan dan memenuhi
harapan pelanggan di sarana pelayanan kesehatan.

Keluhan pelanggan melalui media massa merupakan bukti konkret dimana pelanggan
merasa keluhannya tidak ditanggapi dan tidak ada penyelesaian secara baik di sarana pelayanan.
Apabila pelanggan banyak mengeluh di media massa dan pada nomor layanan keluhan, akan
berpengaruh terhadap calon pelanggan lain untuk pindah ke tempat lain, dan berdampak pada
jumlah kunjungan rawat jalan. Dikhawatirkan, pelanggan golongan ekonomi sedang kebawah,
akan memilih pengobatan tradisional atau pengobatan alternatif, yang keamanannya belum bisa
dipertanggungjawabkan, dan kemungkinan mempunyai risiko terjadinya masalah, bertambah
parahnya penyakit, atau berakibat pada kematian. Keluhan yang dimuat di media massa juga
dapat menjadi konsumsi publik, bahkan dapat didramatisir secara politis, hingga akan membuat
masyarakat resah, dan terjadi de-motivasi pada petugas puskesmas.

Seberapapun kecilnya keluhan pasti akan berdampak terhadap jumlah kunjungan dan
citra puskesmas apabila tidak dikelola dengan baik. Oleh Karena itu penanganan segera terhadap
keluhan/complaint juga merupakan salah satu strategi reaktif terhadap munculnya risiko yang
lebih besar lagi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A complaint is an expression of dissatisfaction, about the standard of service, actions


or lack of action affecting an individual customer or group of customers ( Keluhan /
komplain pelayanan adalah ekspresi perasaan ketidakpuasan atas standar pelayanan, tindakan
atau tidak adanya tindakan aparat pelayanan yang berpengaruh kepada para pelanggan ). Ada
beberapa penyebab yang menyebabkan munculnya komplain, yaitu : Adanya ketidakpuasan
pelanggan atas produk barang dan jasa, kegagalan organisasi pelayanan memenuhi harapan
pelanggan, rendahnya respon aparat pelayanan atas keluhan pelanggan. Oleh karena itu ,
bagaimanakah organisasi pelayanan memanajemeni komplain akan memberikan dampak yang
signifikan terhadap efektivitas pelayanan dan persepsi pelanggan terhadapnya.

Terdapat beberapa penyebab yang menyebabkan munculnya komplain, yaitu : Organisasi


pelayanan gagal mewujudkan kinerja yang dijanjikan, pelayanan yang tidak efisien, pelayanan
yang diberikan secara kasar , atau tidak membantu, gagal menyampaikan info perubahan kepada
pelanggan, banyaknya pelayanan yang tertunda, ketidak-sopanan / ketidak-ramahan aparat
pelayanan, pelayanan yang tidak layak / tidak wajar, aparat pelayanan yang tidak kompeten,
aparat pelayanan yang apatis / tidak adanya atensi, dan organisasi pelayanan tidak responsif
terhadap kebutuhan dan keinginan serta harapan pelanggan.

Aspek Pemerintahan

Penyelenggaraan pelayanan publik oleh lembaga pemerintah kepada masyarakat warga


negara dapat kita kaji dengan mengikuti alur perkembangannya. Alur perkembangan
penyelenggaraan pelayanan publik dapat dilacak secara lebih seksama dalam perkembangan
paradigma administrasi publik. Pada tahun 1983 G.D. Garson dan E.S. Overman merevisi dan
menyampaikan adanya paradigma baru yang dikenal PAFHRJER (Policy Analysis, Financial,
Human Resources, Information dan External Relation). Kajian tentang administrasi negara
berkembang terus, seiring dengan perkembangan masyarakat. Paradigma administrasi negara

3
juga terus bergeser seiring perubahan dan perkembangan peradaban masyarakat. Tahun 1992
Barzelay dan Armajani, sebagaimana dikutip oleh Yeremias T Keban, menyampaikan adanya
pergeseran dari paradigma birokratik, menuju ke paradigma post bureaucratic paradigm. David
Osbonrne dan Peter Plastrik, menyampaikan pemikirannya tentang perkembangan paradigma
administrasi negara, yang sangat reformatif yaituReinventing Government. Di dalam
paradigma ini pemerintah pada saat sekarang harus lebih bersifat : 1) Catalytic; 2) Community
owned; 3) Competitive; 4) Mission driven; 5) Result oriented; 6) Customer driven; 7)
Enterprising; 8) Anticipatory; 9) Decentralized; dan 10) Market oriented.(Osborne, dkk. 2000)
Pemerintah sebagai penyelenggaran pelayanan publik diharuskan memiliki fungsi
katalitis, mampu untuk memberdayakan masyarakat, melakukan upaya-upaya untuk mendorong
semangat kompetisi, selalu berorientasi kepada misi, lebih mengutamakan dan mengutamakan
hasil daripada cara atau proses, kepentingan masyarakat sebagai acuan utama, berjiwa wirausaha,
dan selalu bersikap antisipatif atau berupaya mencegah timbulnya masalah, bersifat desentralistis
dan berorientasi pada pasar. (Osborne dalam Keban 2004 : 34). Oleh karena itu misalkan terjadi
suatu perselisihan, sengketa dan atau pengaduan, maka proses pengelolaan nya diselaraskan
dengan asas-asas tersebut.
Paradigma Reinventing Government ini juga dikenal dengan nama New Public
Management (NPM), yang kemudian dilanjutkan dengan diterapkannya prinsip good
governance. Pemerintahan yang baik (good governance) merupakan issue yang paling
mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Tuntuan gencar yang dilakukan
masyarakat kepada pemerintah untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan yang baik
sejalan dengan meningkatnya peradaban masyarakat dan globalisasi.
Hood sebagaimana dikutip oleh Yeremias T Keban, mengungkapkan bahwa ada tujuh
komponen doktrin dalam New Public Management (NPM) yaitu:
1. Pemanfatan manajemen profesional dalam sektor publik;
2. Penggunaan indikator kinerja;
3. Penekanan yang lebih besar pada control output
4. Pergeseran perhatian ke unit-unit yang lebih kecil
5. Pergeseran ke kompetisi yang lebih tinggi
6. Penekanan gaya sektor swasta pada praktek menajemen

4
7. Penekanan pada disiplin dan penghematan yang lebih tinggi dalam penggunaan sumberdaya.
(Osborne, et al dalam Keban, 2004 : 34)
Berkait dengan proses perkembangan tersebut di atas Warsito Utomo menjelaskan bahwa
saat ini telah terjadi perubahan paradigma administrasi negara, dari Traditional public
administration (TPA) menuju New public administration (NPA), Pada Tradisional Public
Administration orientasi administrasi negara, lebih ditekankan kepada Control, Order, Prediction
(COP), yang sangat terikat kepada political authority, tightening control, to be given and
following the instruction. Pada New Public Management, administrasi negara diarahkan kepada
alignment creativity and empowering (ACE) (Utomo, 2006 : 4). Pendapat di atas, menegaskan
adanya fenomena perubahan besar, dari peran tunggal negara sebagai penyelenggara
pemerintahan, bergeser menjadi fasilitator saja. Pergeseran paradigma administrasi negara
tersebut, menyebabkan pula pergeseran makna dari kata ke publik. Kata publik yang selama ini
dipersepsikan sebagai negara atau pemerintah, bergeser kepada makna yang lebih luas yaitu
masyarakat. Masyarakat bukan lagi sebagai obyek sasaran dari administrasi negara, tetapi
bahkan juga sebagai pelaku kegiatan administrasi negara. Pendekatan administrasi negara tidak
lagi kepada negara, tetapi lebih kepada masyarakat atau Customer's Oriented atau Customer 's
Approach. Dalam paradigma baru administrasi negara, selanjutnya dijelaskan lebih lanjut oleh
Warsito Utomo bahwa segala proses, sistem, prosedur, hierarchi atau lawfull state tidak lagi
merupakan acuan yang utama meskipun tetap perlu diketahui dan merupakan skill. Tetapi
results, teamwork, fleksibilitas haruslah lebih dikedepankan, disebabkan oleh tekanan, pengaruh,
adanya differentiated public demand. (Utomo, 2006 : 4).
Di dalam menangani keluhan, pengaduan dan perselisihan dalam penyelenggaraan
pelayanan publik diharapkan mengacu pada unsur-unsur New Publik Services tersebut diatas.
Paradigma baru administrasi negara, menyebabkan pola hubungan antara negara dengan
masyarakat, yang lebih menekankan kepada kepentingan masyarakat. Akibatnya negara dituntut
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan lebih baik dan lebih demokratis.
Pengelolaan keluhan, pengaduan dan perselisihan dalam penyelanggaraan pelayanan publik yang
mungkin terjadi, diselenggarakan dalam koridor nilai-nilai demokrasi yang memandang
masyarakat penggunan pelayanan publik adalah warga negara yang mempunyai hak-hak dasar
untuk dilayani (Hak EKOSOB) seperti yang tertuang dalam Undang Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945.

5
Perjalanan demokratisasi yang berlangsung di Indonesia memberikan pelajaran yang
berharga bagi pemerintah (birokrasi) dan warga negara (citizen). Wajah dan sosok birokrasi kini
mengalami perubahan dari birokrasi yang kaku berorientasi ke atas menuju ke arah birokrasi
yang lebih demokratis, responsif, transparan, non partisan. Birokrasi tidak dapat lagi
menempatkan diri sebagai sosok institusi yang angkuh dan tak tersentuh oleh kritik dari pihak
luar birokrasi. Gelombang reformasi politik yang terjadi tahun 1997 telah mampu meruntuhkan
tembok keangkuhan birokrasi dan melahirkan masyarakat sipil (civil society) yang kuat.
Tuntutan masyarakat akan perbaikan kinerja birokrasi telah menjadi wacana publik di era
reformasi sekarang ini. Di samping itu, semakin maraknya isu demokratisasi telah memperkuat
posisi masyarakat sipil untuk menuntut hak-hak mereka ketika berhubungan dengan birokrasi.
Dalam konteks demikian, birokrasi perlu merevitalisasi diri untuk dapat menghasilkan
pelayanan publik yang demokratis, efisien, responsif, dan transparan. Dalam model new public
service, pelayanan publik berlandaskan pada teori demokrasi yang mengajarkan adanya egaliter
dan persamaan hak di antara warga negara, karena pada dasarnya rakyat (demos) itulah yang
merupakan pemegang kekuasaan tertinggi (kratein). berkonsekuensi logis pada konsep bahwa
sejak dalam statusnya yang di alam kodrati, sampaipun ke statusnya sebagai warga negara,
manusia-manusia itu memiliki hak-hak yang karena sifatnya yang asasi tidak akan mungkin
diambil, diingkari dan/atau dilanggar (inalienable, inderogable, inviolable) oleh siapapun yang
tengah berkuasa. Bahkan, para penguasa itulah yang harus dipandang sebagai pejabat-pejabat
yang memperoleh kekuasaannya yang sah karena mandat para warga negara melalui suatu
kontrak publik, suatu perjanjian luhur bangsa yang seluruh substansi kontraktualnya akan
diwujudkan dalam bentuk konstitusi. (Wignyosoebroto, 2005). Dalam model ini kepentingan
publik dirumuskan sebagai hasil dialog dari berbagai nilai yang ada di dalam masyarakat.
Kepentingan publik bukan dirumuskan oleh elite politik seperti yang tertera dalam aturan.
Birokrasi yang memberikan pelayanan publik harus bertanggung jawab kepada masyarakat
secara keseluruhan. Peranan pemerintah adalah melakukan negosiasi dan menggali berbagai
kepentingan dari warga negara dan berbagai kelompok komunitas yang ada. Dalam model ini,
birokasi publik bukan sekedar harus akuntabel pada berbagai aturan hukum, tetapi juga harus
akuntabel pada nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, norma politik yang berlaku, standar
profesional, dan kepentingan warga negara. Itulah serangkaian konsep pelayanan publik yang
ideal masa kini di era demokrasi. .(Wignyosoebroto, 2005 : 28-29).

6
Kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh lembaga birokrasi penyelenggara layanan
publik akan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti tingkat kompetensi aparat, kualitas
peralatan yang digunakan untuk memproses jenis pelayanan, budaya birokrasi, dan sebagainya.
Kompetensi aparat birokrasi merupakan akumulasi dari sejumlah sub variabel seperti tingkat
pendidikan, jumlah tahun pengalaman kerja, variasi pelatihan yang telah diterima. Sedangkan
kualitas dan kuantitas peralatan yang digunakan akan mempengaruhi prosedur dan kecepatan
output yang akan dihasilkan. Apabila organisasi menggunakan teknologi modern, seperti
komputer, maka metode dan prosedur kerja akan berbeda dengan ketika organisasi menggunakan
cara kerja manual. Dengan mengadopsi teknologi modern, maka akan menghasilkan output yang
lebih banyak dan berkualitas dalam waktu yang relatif lebih cepat.
Budaya birokrasi yang bersifat paternalisme yang masih mendominasi birokrasi di
Indonesia telah melahirkan hubungan atasan dengan bawahan seperti patron-clients. Sifat
hubungan tersebut mengandung makna bahwa patron atau bapak memiliki kewajiban melindungi
dan memenuhi kebutuhan clients atau anak. Sementara itu, clients atau anak berkewajiban loyal
dan menjaga nama baik patron/bapak. Hubungan patron-clients tersebut membawa konsekuensi
apabila ada kesalahan, maka mereka saling menutupi kesalahan tersebut.

Gambar 1. Model mekanisme komplain pada kebijakan pelayanan.

Alur Penanganan Keluhan

7
Alur atau sering disebut sebagai bagan alur adalah suatu bagan yang menggambarkan
proses yang sedang berlangsung serta tahap-tahap yang terdapat dalam proses tersebut.

Gambar 2. Alur Penanganan Keluhan Pelanggan (Puskesma Palangkaraya)

Bila keluhan dapat ditangani secara internal, maka pelanggan akan langsung
mendapatkan jawaban atau tanggapan dari nomor layanan keluhan. Keluhan berupa pesan
singkat beserta jawaban atau tanggapannya direkapitulasi, diumpan balikkan ke puskesmas
setiap bulan. Keluhan juga diinformasikan lintas program di dinas kesehatan sebagai bahan
pengambil keputusan. Dari sisi pelanggan penyampaian keluhan melalui pesan singkat ke nomor
layanan keluhan, sangat diminati pelanggan dengan berbagai alasan. Keluhan dengan SMS atau
pesan singkat lebih praktis, murah dan cepat ditanggapi (kurang dari 24 jam), pelanggan merasa
puas karena keluhannya langsung dijawab, ada upaya tindaklanjut yang dijanjikan yang
membuat pelanggan tenang. Pelanggan percaya bahwa kepala puskesmas akan cepat
memperhatikan keluhan yang disampaikan melalui dinas kesehatan, karena ada unsur
pengawasan langsung oleh dinas kesehatan terhadap adanya masalah pelayanan di puskesmas,
yang kadang belum tentu disampaikan oleh kepala puskesmas.
Beberapa petugas puskesmas cenderung menolak keberadaan nomor layanan keluhan ini,
karena merasa kinerjanya selalu diawasi dan dicari kesalahannya. Puskesmas juga berpendapat
bahwa pelanggan akan manja, bila harapannya tidak dipenuhi oleh puskesmas. Pelanggan akan
8
selalu mengeluh melalui nomor layanan keluhan tersebut. Dengan adanya nomor layanan
keluhan di dinas kesehatan, tidak ada kesempatan bagi petugas puskesmas untuk
menyembunyikan masalah atau keluhan yang disampaikan oleh pelanggan.

Gambar 3. Metode Komplain

Mekanisme keluhan melalui koran

Keluhan pelanggan puskesmas melalui koran mendapat perhatian langsung dari kepala
dinas kesehatan. Tim investigasi dibentuk secara insidentil untuk menelusuri dan
mengidentifikasi permasalahan yang ada di puskesmas terkait keluhan. Keluhan pelanggan
puskesmas melalui koran, tidak selalu ditanggapi melalui koran. Keluhan dibahas dengan lintas
program, dikonsultasikan dan dilaporkan kepada kepala dinas kesehatan. Setelah dirumuskan
akar masalah dan solusi pemecahan masalah, pihak dinas kesehatan akan membuat tanggapan,
baik secara internal maupun eksternal. Secara internal dengan melakukan perubahan-perubahan
baik di puskesmas maupun di dinas kesehatan. Tanggapan eksternal dengan membuat klarifikasi
yang ditayangkan di media tersebut, atau klarifikasi langsung ke nomor ponsel pelanggan yang
membuat keluhan.

Puskesmas terkait keluhan, akan mendapatkan pembinaan oleh tim pembina yang secara
insidentil ditunjuk kepala dinas kesehatan melalui surat tugas, dengan jadwal pembinaan dalam

9
kurun waktu tertentu. Dinas kesehatan menanggapi keluhan di koran melalui proses koordinasi
dan konsultasi, baik secara horisontal (lintas program) maupun secara vertikal (ke pemerintah
daerah dan lintas sektor).

Mekanisme tertulis

Beberapa puskesmas yang telah aktif mengelola keluhan, melengkapi kotak keluhan
dengan kertas dan alat tulis. Kotak keluhan sebaiknya ditempatkan pada tempat yang strategis
seperti diluar pintu masuk, dipasang kunci, jauh dari pengamatan petugas. Pembahasan keluhan
dilakukan oleh tim mutu puskesmas, kemudian dilaporkan atau dikonsultasikan kepada kepala
puskesmas. Solusi pemecahan masalah serta analisa kebutuhan pelanggan, diterjemaahkan dalam
bentuk tanggapan keluhan yang diinformasikan kepada pelanggan. Rekapitulasi keluhan dan
tanggapannya dipasang didekat kotak keluhan.

Ada upaya puskesmas untuk tidak menanggapi keluhan yang berhubungan dengan sikap
petugas. Jika kepala puskesmas mempunyai komitmen untuk tidak melindungi stafnya yang
bersikap kurang baik kepada pelanggan, keluhan terhadap sikap petugas dapat diminimalkan.

Strategi Puskesmas dalam Meningkatkan Kegiatan Pelayanan

Tiga komponen yang mempengaruhi strategi puskesmas dalam meningkatkan pelayanan


berorientasi kepada pelanggan. Komponen tersebut adalah :

1. Kebijakan pemerintah daerah untuk mendukung pelayanan berorientasi kepada


pelanggan, pengetahuan petugas tentang komitmen, serta sikap dan tindakan petugas
dalam mendukung komitmen.
2. Kebijakan pemerintah daerah diamati dengan observasi dan telaah dokumen,
pengetahuan dan sikap tindakan petugas diukur dengan kuesioner.
3. Pengetahuan petugas terhadap komitmen pelayanan berorientasi kepada pelanggan,
diukur melalui kuesioner yang diisi oleh petugas puskesmas. Kuesioner berisi
pernyataan yang berhubungan dengan materi makna pelayanan, pengelolaan terhadap
diri sendiri, pengelolaan terhadap pelanggan, serta melakukan komunikasi efektif
dengan pelanggan.

10
Penanganan Keluhan di Sarana Pelayanan Publik Puskesmas merupakan salah satu sarana
pelayanan publik, yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat atau publik. Dalam
menyelenggarakan pelayanan publik, puskesmas wajib mengikuti tata cara penyelenggaraan
pelayanan publik yang diatur dalam keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara nomor :
63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Standar
pelayanan harus dipenuhi oleh suatu sarana pelayanan publik, antara lain; penetapan prosedur
pelayanan yang dibakukan, juga waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan
sampai penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan/keluhan.

Membangun Mekanisme Penyampaian Masukan (Feedback) masyarakat penggunan


layanan publik.

Untuk dapat mengidentifikasi berbagai kebutuhan masyarakat penggunan layanan publik


dan berbagai bentuk pelayanan yang mereka anggap penting, perlu dilakukan sebuah penelitian
khusus, misalnya dalam bentuk survey penggunan pelayanan. Data yang dihasilkan dari
penelitian ini dapat memberikan informasi penting tentang penggunan layanan publik yang dapat
dianalisa dan digunakan sebagai sebuah instrumen manajemen strategik. Masukan pengguna
layanan publik yang didapat akan membantu instansi penyedia pelayanan untuk memastikan
bahwa : 1) Tingkat dan kualitas pelayanan yang diberikan saat ini mampu memenuhi kebutuhan
dan harapan pengguna layanan; 2) Standar kinerja instansi penyedia pelayanan telah sesuai dan
mampu memenuhi kebutuhan dan harapan pengguna layanan; 3) Metode penelitian yang
digunakan untuk mengetahui kebutuhan dan harapan pengguna layanan telah sesuai dan dapat
diandalkan; 4) Prosedur penanganan masukan dan keluhan pengguna layanan tersedia; dan 5)
Syarat-syarat pelaporan kinerja pelayanan telah terpenuhi.
Manfaat komplain yang lain adalah :
1. Organisasi semakin tahu akan kelemahan atau kekurangannya dalam memberikan
pelayanan kepada pelanggan.
2. Sebagai alat introspeksi diri organisasi utk senantiasa responsif dan mau memperhatikan
suara dan pilihan pelanggan.
3. Mempermudah organisasi mencari jalan keluar untuk meningkatkan mutu pelayanannya.
4. Dapat mempertebal rasa percaya dan kesetiaan pelanggan kepada organisasi pelayanan.

11
5. Penanganan komplain yang benar dan berhasil bisa meningkatkan kepuasan pelanggan.

Mengembangkan Cara Penanganan Pengaduan Pengguna layanan publik.

Dalam suatu mekanisme penanganan keluhan, prioritas keluhan, adalah hal utama yang
harus diperhatikan para penyusun Regulasi Pelayanan. NSW Ombudsman's Effective Complaint
Handling Guidelines (2000), menyebutkan penanganan keluhan merupakan salah satu komponen
penting dalam formula peningkatan kepuasan dan dukungan pengguna layanan publik. Secara
garis besar, penyedia pelayanan perlu memperhatikan hal berikut dalam menyusun mekanisme
penanganan keluhan yang akan tercantum dalam Regulasi Pelayanan, yaitu: Bagaimana
pengguna layanan menggunakan mekanisme keluhan; Bagaimana penyedia pelayanan akan
menangani keluhan; Berapa lama mekanisme penangangan keluhan; Apa tindakan yang akan
penyedia pelayanan ambil dalam menangani keluhan; Apakah terdapat lembaga mediasi bila
pengguna layanan belum puas dengan jawaban penyedia pelayanan; Siapa yang duduk dewan
pengevaluasi kinerja; dan Badan macam apa yang memonitor kerja penyedia pelayanan dalam
menangani keluhan.

Penentuan Prioritas Keluhan

Pada, prakteknya, keluhan-keluhan pengguna layanan dapat diklasifikasi dalam jenis-


jenis keluhan tertentu, misalnya keluhan mengenai keterlambatan proses pelayanan, petugas
yang kurang ramah, informasi yang tidak jelas, atau bahkan juga keluhan berkaitan dengan
berbagai penyimpangan yang terjadi dalam penerapan standar-standar pelayanan. Sebagian
keluhan dapat langsung ditindaklanjuti pada saat keluhan diterima, tetapi sebagian lainnya
memerlukan waktu tertentu untuk menyelesaikannya. Untuk keluhan-keluhan yang tidak dapat
diselesaikan pada saat disampaikan, perlu disaring terlebih dahulu sebelum diolah lebih lanjut.
Setelah melalui proses penyaringan ini, selanjutnya dilakukan penentuan prioritas keluhan.
Prioritas keluhan dapat dilakukan dengan kriteria antara lain: sejauhmana dampak
keluhan terhadap kemungkinan menurunnya kepercayaan pengguna layanan terhadap pelayanan
yang dilakukan oleh unit penyedia pelayanan; sejauhmana keluhan yang disampaikan disertai
dengan data-data yang akurat; sejauhmana keluhan memberikan dampak terhadap proses

12
manajemen pelayanan, dan lainnya. Skala prioritas dalam hal penanganan keluhan menjadi
faktor penting dalam Regulasi Pelayanan, karena kepuasan pengguna layanan merupakan
indikator kesuksesan pelayanan masyarakat. Masalah dalam keluhan dapat digolongkan ke
dalam 3 tingkatan:
a. Penting, misalnya mengenai isu-isu keselamatan atau berkaitan dengan nyawa manusia
b. Sederhana, misalnya mengenai permintaan formulir, jawaban aplikasi, permintaan maaf,
pengembalian uang, membalas tele pon, merespon surat, dan lainnya.
c. Kompleks, misalnya mengenai masalah-masalah serius terkait dengan korupsi,
maladministrasi, diskriminasi, ketidaknetralan, dan sebagainya.
Demi penanganan keluhan secara cepat dan tepat, sebaiknya, pengguna layanan perlu
diberitahu terlebih dahulu tentang bagaimana cara melayangkan keluhan yang efektif.
Pemberitahuan tersebut penting karena dari keluhan yang baik sebuah instansi penyedia layanan
mampu menganalisis dan merespon keluhan dengan cepat. Contoh cara-cara bagaimana
pengguna layanan menyampaikan keluhan yang efektif, adalah sebagai berikut :
Mencantumkan identitas pribadi pengguna layanan, sehingga instansi penyedia pelayanan dapat
mencari keterangan seputar pengguna layanan berkaitan dengan keluhan; a) Mencantumkan
nomor kontak pengguna layanan, agar penerima keluhan dapat langsung menjawab melalui
nomor tersebut; b) Memberikan sebanyak mungkin latar belakang keluhan dan menyertakan
dokumen apapun yang mendukung keluhan;dan c) Apabila pengguna layanan membutuhkan
seseorang untuk membantu, atau hanya mendiskusikan masalah secara informal, berikan
pernyataan bersedia membantu, lengkap dengan nomor kontak penghubung.

Pengembangan Prosedur Penerimaan Keluhan Untuk Kasus-Kasus Khusus

Untuk kasus-kasus khusus yang memiliki sifat penyimpangan- penyimpangan berat


seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme, maka organisasi pelayanan dapat memberikan
penanganan khusus secara konfidensial. Pemisahan antara kasus keluhan yang berbau tindak
pidana dan keluhan yang bersifat managerial proses pelayanan sangat membantu pihak unit
penyedia pelayanan untuk memfokuskan diri pada upaya-upaya memperbaiki kualitas pelayanan
atas dasar masukan-masukan dari pengguna layanan. Namun demikian sebelum menentukan
tentang perkara keluhan mengenai korupsi, kolusi, dan nepotisme, suatu instansi penyedia

13
pelayanan perlu mendefisinikan terlebih dahulu akan makna kata-kata tersebut, agar pengguna
layanan maupun staf instansi penyedia pelayanan dapat bertindak cepat dan tanggap. Apabila
pengguna layanan bermaksud untuk melayangkan keluhan perihal substansial seperti korupsi,
kolusi, dan nepotisme, maka keluhan tersebut harus menghubungi: a) Pejabat tertinggi instansi
penyedia pelayanan (misalnya: Kepala Dinas); b) Dewan Pengawas Kinerja instansi penyedia
pelayanan, atau c) Komisi Ombudsman. Sedangkan keluhan terkait dengan kegiatan berindikasi
kriminal, maka pengguna layanan dapat melaporkannya pada polisi bersamaan dengan laporan
langsung ditujukan kepada pejabat tertinggi instansi penyedia pelayanan. Sedangkan, apabila
keluhan mengenai korupsi, dan masalah yang sangat rahasia diterima oleh seorang staf, maka ia
harus segera melaporkan pada pimpinan tertinggi instansinya.
Keluhan pengguna layanan dapat diterima instansi penyedia pelayanan melalui
bermacam bentuk, seperti berikut ini: a) Melalui telepon (saat jam kerja); b) Melalui mesin
faksimili dengan mencantumkan pada siapa keluhan ditujukan; c) Melalui e-mail; d) Melalui
korespondensi atau surat menyurat; e) Melalui tatap muka langsung dengan sebelumnya yaitu
membuat janji untuk bertemu pejabat/staf penerima keluhan, mengunjungi kantor penyedia
pelayanan/tempat keluhan dapat diproses

Pengelolaan Pengaduan Berdasar RUU Pelayanan Publik.

Pasal 35 RUU Pelayanan Publik Republik Indonesia menyebutkan bahwa pelayanan


kepada masyarakat dan dan penegakan hukum merupakan upaya untuk menciptakan
pemerintahan yang baik, bersih dan efisien guna meningkatkan kesejahteraan serta menciptakan
keadilan dan kepastian hukum bagi seluruh warga negara. Demi terjaminnya penyelenggaraan
pelayanan publik dan untuk memberikan perlindungan hak kepada setiap warga negara dari
kemungkinan pengingkaran atau penyalahgunaan didalam penyelenggaraan pelayanan publik
diperlukan pengaturan pengelolaan pengaduan, perselisihanan dan sengketa yang mungkin
timbul antara masyarakat pengguna pelayanan dan penyelenggara pelayanan publik.
a. Masyarakat dapat menyampaikan keluhan atau pengaduan mengenai penyelenggaraan
pelayanan publik kepada penyelenggara dan atau Ombudsman. Hal ini dilakukan untuk
menjamin terciptanya pelayanan publik yang berkeadilan, sehingga akan diperolah pemberian
jasa layanan kepada masyarakat yang proposional, berkeseimbangan, nondiskriminatif dan

14
bersesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat yang kian demokratis.
b.Penyelenggara wajib menyiapkan sarana dan prasarana yang layak dalam pelaksanaan
pengelolaan keluhan dan pengaduan. Sarana dan prasarana yang layak yang harus disediakan
oleh penyelenggara layanan publik, akan sangat menentukan tingkat kualitas layanan yang
diberikan oleh lembaga penyelenggaran layanan publik. Sarana dan prasarana yang harus
disediakan tentunya bersesuai dengan kemampuan lembaga penyelenggaran layanan, yang
seiring dengan tingkat perkembangan teknologi informasi yang ada dan bersesuai dengan budaya
masyarakat. Sarana dan prasarana meliputi media, kotak saran, bagian/ instansi pengelolaan
pengaduan, dan mekanisme penyampaian keluhan dan pengaduan.
c. Berdasarkan keluhan atau pengaduan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Ombudsman
menyusun rekomendasi tindak lanjut. Ombudsman berkewajiban merespon keluhan dan
pengaduan masyarakat dengan melakukan investigasi dan atau pemeriksaan dan penelitian kasus
yang ada, melakukan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga negara serta lembaga
pemerintahan lainnya serta lembaga kemasyarakatan dan perorangan, untuk kemudian
membangun jaringan kerja dan melakukan upaya pencegahan, dan memberikan simpulan dan
rekomendasi tindak lanjut kepada pemerintah penanggungjawab penyelenggaraan pelayanan
publik dan tembusan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atau Dewan perwakilan Rakyat Daerah..
d. Penyelenggaran pelayanan publik wajib mengelola setiap keluhan dan pengaduan baik yang
berasal dari penerima layanan maupun rekomendasi dari Ombudsman. Dalam suatu mekanisme
penanganan keluhan, prioritas keluhan, adalah hal utama yang harus diperhatikan para penyusun
Regulasi Pelayanan. NSW Ombudsman's Effective Complaint Handling Guidelines (2000),
menyebutkan penanganan keluhan merupakan salah satu komponen penting dalam formula
peningkatan kepuasan dan dukungan pengguna layanan publik. Secara garis besar, penyedia
pelayanan perlu memperhatikan hal berikut dalam menyusun mekanisme penanganan keluhan
yang akan tercantum dalam Regulasi Pelayanan, yaitu: Bagaimana pengguna layanan
menggunakan mekanisme keluhan; Bagaimana penyedia pelayanan akan menangani keluhan;
Berapa lama mekanisme penanganan keluhan; Apa tindakan yang akan penyedia pelayanan
ambil dalam menangani keluhan; Apakah terdapat lembaga mediasi bila pengguna layanan
belum puas dengan jawaban penyedia pelayanan; Siapa yang duduk dalam dewan pengevaluasi
kinerja; dan Badan macam apa yang memonitor kerja penyedia pelayanan dalam menangani
keluhan.

15
e. Pengaduan yang disampaikan baik oleh masyarakat maupun Ombudsman wajib ditindaklanjuti
oleh penyelenggara pelayanan publik. Apabila pengaduan tidak ditindak lanjuti maka masyarakat
bisa mengadukan kepada pemerintah dan Ombudsman dan Ombudsman akan melakukan
pemantauan dan evaluasi pengelolaan pengaduan lebih lanjut untuk kemudian memberikan
rekomendasi kepada pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah. Selanjutnya dalam pasal 36 disebutkan :
1. Penyelenggara wajib menyusun tata cara pengelolaan keluhan dan pengaduan dari
penerima pelayanan dengan mengedepankan prinsip penyelesaian yang cepat dan tuntas.
2. Tata cara pengelolaan pengaduan dari penerima pelayanan sekurang-kurangnya meliputi :
a. Prosedur pengelolaan pengaduan,
b. Penentuan pejabat yang mengelola pengaduan
c. Prioritas penyelesaian pengaduan,
d. Pelaporan proses dan hasil pengelolaan pengaduan kepada atasan aparat,
e. Rekomendasi pengelolaan pengaduan,
f. Penyampaian hasil pengelolaan pengaduan kepada fihak-fihak terkait,
g. Pemantauan dan evaluasi pengelolaan pengaduan,
h. Dokumentasi dan statistik pengelolaan pengaduan

6 Prinsip pelayanan publik yang berkualitas (kontrak pelayanan yang harus dipatuhi aparat) :
1. Standards : menetapkan, memonitor dan mempublikasikan standar kinerja pelayanan
sesuai dengan harapan pengguna pelayanan.
2. Information And Openess : tersedianya informasi yang lengkap, akurat dan mudah
difahami tentang bagaimanakah proses pelayanan akan dijalankan, berapa biayanya,
sejauhmana mutu kinerjanya dan siapa yang bertugas dan bertanggung jawab.
3. Choice And Consultation : harus tersedia pilihan pelayanan yang cukup bagi pelanggan,
peluang konsultasi reguler dan sistematis dengan pelanggan, persepsi mereka tentang
pelayanan yang ada, upaya peningkatan mutu pelayanan dan ukuran keberhasilan
(standar) pelayanan.
4. Courtesy And Standards : pemberian pelayanan yang penuh dengan kesopanan dari para
petugas, diberikan secara adil dan merata bagi siapa saja yang membutuhkan pelayanan
dan sesuai dengan keinginan mereka.

16
5. Putting Things Right : bila terjadi kesalahan dalam pelayanan , aparat tidak segan-segan
meminta maaf, memberikan penjelasan yang memuaskan, dan mencari jalan keluar yang
memuaskan, mempublikasikan prosedur komplain yang mudah diikuti oleh pelanggan.
6. Value For Money : pemberian pelayanan yang efisien dan ekonomis sesuai dengan
sumber-sumber yang tersedia , dan peluang untuk melakukan validasi kinerja sesuai
dengan standar kinerja.

Manajemen Mutu Terpadu / Total Quality Management (TQM)


Total Quality Management adalah strategi manajemen yang ditujukan untuk menanamkan
kesadaran kualitas pada semua proses dalam organisasi.

Elemen pendukung dalam TQM

Elemen-elemen pendukung dimaksud adalah :

1. Kepemimpinan

Manajer senior harus mengarahkan upaya pencapaian tujuan dengan memberikan,


menggunakan alat dan bahan yang komunikatif, menggunakan data dan menggali siapa-siapa
yang berhasil menerapkan konsep manajemen mutu terpadu. Ketika memutuskan untuk
menggunakan MMT/TQM sebagai kunci proses manajemen, peranan manajer senior sebagai
penasihat, guru dan pimpinan tidak bisa diremehkan.

Pimpinan Senior suatu organisasi harus sepenuhnya menghayati implikasi manajemen di


dalam suatu ekonomi internasional di mana manajer yang paling berhasil, paling mampu dan
paling hebat pendidikannya di dunia, harus diperebutkan melalui persaingan yang ketat.
Kenyataan hidup yang berat ini akan menyadarkan manajer senior mengakui bahwa mereka
harus mengembangkan secara partisipatif, baik misi dan visi mereka maupun proses
manajemen, yang dapat mereka pergunakan untuk mencapai keduanya.

17
Pimpinan bisnis harus mengerti bahwa MMT adalah suatu proses yang terdiri dari tiga
prinsip dan elemen-elemen pendukung yang harus mereka kelola agar mencapai perbaikan
mutu yang berkesinambungan sebagai kunci keunggulan bersaing.

2. Pendidikan dan Pelatihan

Mutu didasarkan pada ketrampilan setiap karyawan yang pengertiannya tentang apa yang
dibutuhkan oleh pelanggan ini mencakup mendidik dan melatih semua karyawan,
memberikan baik informasi yang mereka butuhkan untuk menjamin perbaikan mutu dan
memecahkan persoalan. Pelatihan inti ini memastikan bahwa suatu bahasa dan suatu set alat
yang sama akan diperbaiki di seluruh perusahaan. Pelatihan tambahan pada bench marking,
statistik dan teknik lainnya juga dipergunakan dalam rangka mencapai kepuasan pelanggan
yang paripurna.

3. Struktur Pendukung

Manajer senior mungkin memerlukan dukungan untuk melakukan perubahan yang


dianggap perlu melaksanakan strategi pencapaian mutu. Dukungan semacam ini mungkin
diperoleh dari luar melalui konsultan, akan tetapi lebih baik kalau diperoleh dari dalam
organisasi itu sendiri. Suatu staf pendukung yang kecil dapat membantu tim manajemen
senior untuk mengartikan konsep mengenai mutu, membantu melalui network dengan
manajer mutu di bagian lain dalam organisasi dan membantu sebagai narasumber mengenai
topik-topik yang berhubungan dengan mutu bagi tim manajer senior.

4. Komunikasi

Komunikasi dalam suatu lingkungan mutu mungkin perlu ditempuh dengan cara berbeda-
beda agar dapat berkomunimasi kepada seluruh karyawan mengenai suatu komitmen yang
sungguh-sungguh untuk melakukan perubahan dalam usaha peningkatan mutu. Secara ideal
manajer harus bertemu pribadi dengan para karyawan untuk menyampaikan informasi,
memberikan pengarahan, dan menjawab pertanyaan dari setiap karyawan.

5. Ganjaran dan Pengakuan

18
Tim individu yang berhasil menerapkan proses mutu harus diakui dan mungkin diberi
ganjaran, sehingga karyawan lainnya sebagai anggota organisasi akan mengetahui apa yang
diharapkan. Gagal mengenali seseorang mencapai sukses dengan menggunakan proses
menejemen mutu terpadu akan memberikan kesan bahwa ini bukan arah menuju pekerjaan
yang sukses, dan menungkinkan promosi atau sukses individu secara menyeluruh. Jadi pada
dasarnya karyawan yang berhasil mencapai mutu tertentu harus diakui dan diberi ganjaran
agar dapat menjadi panutan/contoh bagi karyawan lainnya.

6. Pengukuran

Penggunaan data hasil pengukuran menjadi sangat penting di dalam menetapkan proses
manajemen mutu. Jelaskan, pendapat harus diganti dengan data dan setiap orang harus
diberitahu bahwa yang penting bukan yang dipikirkan akan tetapi yang diketahuinya
berdasarkan data. Di dalam menentukan penggunaan data, kepuasan pelanggan eksternal
harus diukur untuk menentukan seberapa jauh pengetahuan pelanggan bahwa kebutuhan
mereka benar-benar dipenuhi.

Pengumpulan data pelanggan memberikan suatu tujuan dan penilaian kinerja yang
realistis serta sangat berguna di dalam memotivasi setiap orang/karyawan untuk mengetahui
persoalan yang sebenarnya.

Di samping keenam elemen pendukung di atas, maka ada unsur yang tidak bisa diabaikan
yaitu gaya kepemimpinan dalam organisasi/perusahaan bersangkutan. Suatu cara/gaya
bagaimana seorang manajer sebagai seorang pimpinan melakukan sesuatu sangat berpengaruh
pada pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh bawahan/karyawan. Terdapat 13 hal yang perlu
dimiliki oleh seorang pimpinan dalam manajemen mutu terpadu yaitu :

Pimpinan mendasarkan keputusan pada data, bukan hanya pendapat saja.

Pimpinan merupakan pelatih, dan fasilitator bagi setiap individu/bawahan.

Pimpinan harus secara aktif terlibat dalam pemecahan masalah yang dihadapi oleh
bawahan.

19
Pimpinan harus bisa membangun komitmen, yang menjamin bahwa setiap orang
memahami misi, visi, nilai dan target perusahaan yang jelas.

Pimpinan dapat membangun dan memelihara kepercayaan

Pimpinan harus paham betul untuk mengucapkan terima kasih kepada bawahan yang
berhasil/berjasa

Aktif mengadakan kaderisasi melalui pendidikan dan pelatihan yang terprogram

Berorientasi selalu pada pelanggan internal/eksternal

Pendai menilai situasi dan kemampuan orang lain secara tepat

Dapat menciptakan suasana kerja yang sangat menyenangkan

Mau mendengar dan menyadari kesalahan

Selalu berusaha memperbaiki system dan banyak berimprovisasi

Bersedia belajar kapan saja dan di mana saja

Berdasarkan data yang ada telah dibuktikan penerapan manajemen mutu terpadu telah
berhasil dengan baik di Jepang kalau dilaksanakan secara konsekuen, sehingga membuktikan
produk Jepang telah menbanjiri pasar, terutama di Amerika Serikat untuk produk mobil dan
elektronik, walaupun cikal bakal manajemen mutu berasal dari negara Paman Sam tersebut.
Sukses ekonomi luar biasa ini merupakan menyadarkan Amerika Serikat untuk menerapkan
manajemen mutu terpadu. Hal ini kemudian diikuti oleh negara-negara di Eropa dan Timur
Tengah dalam tingkat perintisan.

Mungkinkah TQM dapat diterapkan di Indonesia? Jawabnya mungkin saja kalau dipenuhi
syarat-syarat berikut :

Setiap perusahaan/organisasi harus secara terus meneurus melakukan perbaikan mutu


produk dan pelayanan, sehingga dapat memuaskan para pelanggan.

Memberikan kepuasan kepada pemilik, pemasok, karyawan dan para pemegang saham.

Memiliki wawasan jauh kedepan dalam mencari laba dan memberikan kepuasan.

20
Fokus utama ditujukan pada proses, baru menyusul hasil.

Menciptakan kondisi di mana para karyawan aktif berpartisipasi dalam menciptakan


keunggulan mutu.

Ciptakan kepemimpinan yang berorientasi pada bawahan dan aktif memotivasi karyawan
bukan dengan cara otoriter, sehingga diperoleh suasana kondusif bagi lahirnya ide-ide
baru.

Rela memberikan ganjaran, pengakuan bagi yang sukses dan mudah memberikan maaf
bagi yang belum berhasil/berbuat salah.

Setiap keputusan harus berdasarkan pada data, baru berdasarkan pengalaman/ pendapat.

Setiap langkah kegiatan harus selalu terukur jelas, sehingga pengawasan lebih mudah.

Program pendidikan dan pelatihan hendaknya menjadi urutan utama dalam upaya
peningkatan mutu.

6 Prinsip Pelayanan Publik Yang Berkualitas (Kontrak Pelayanan Yang Harus Dipatuhi Aparat):

1. Standards : menetapkan, memonitor dan mempublikasikan standar kinerja pelayanan


sesuai dengan harapan pengguna pelayanan ;
2. Information and Openess : tersedianya informasi yang lengkap, akurat dan mudah
difahami tentang bagaimanakah proses pelayanan akan dijalankan, berapa biayanya,
sejauhmana mutu kinerjanya dan siapa yang bertugas dan bertanggung-jawab ;

3. Choice and Consultation : harus tersedia pilihan pelayanan yang cukup bagi pelanggan,
peluang konsultasi reguler dan sistematis dengan pelanggan, persepsi mereka tentang
pelayanan yang ada, upaya peningkatan mutu pelayan-an dan ukuran keberhasilan
( standar ) pelayanan ;

4. Courtesy and Standards : pemberian pelayanan yang penuh dengan kesopan-an dari para
petugas , diberikan secara adil dan merata bagi siapa saja yang membutuhkan pelayanan
dan sesuai dengan keinginan mereka ;

21
5. Putting Things Right : bila terjadi kesalahan dalam pelayanan , aparat tidak segan-segan
meminta maaf, memberikan penjelasan yang memuaskan, dan men-cari jalan keluar
yang memuaskan ; mempublikasikan prosedur komplain yang mudah diikuti oleh
pelanggan ; dan

6. Value for Money : pemberian pelayanan yang efisien dan ekonomis sesuai dengan
sumber-sumber yang tersedia , dan peluang untuk melakukan validasi kinerja sesuai
dengan standar kinerja.

KEBERHASILAN MANAJEMEN KOMPLAIN DIPENGARUHI OLEH :

1. Personal Factors : yaitu faktor keahlian, rasa percaya diri, motivasi dan komitmen masing-
masing aparat pelayanan

2. Leadership Factors : yaitu faktor kualitas dorongan, bimbingan dan dukungan yag diberikan
oleh atasan dan pimpinan tim

3. Team Factors : yaitu faktor kualitas dukungan dari seluruh anggota tim pelayanan

4. System Factors : yaitu faktor sistem kerja yang handal dan fasilitas yang memadai yang
disediakan oleh organisasi pelayanan

5. Contextual ( Situational ) Factors : yaitu situasi dan kondisi lingkungan baik internal maupun
eksternal

Syarat-syarat Bagi Sistem & Prosedur Komplain yang Baik:


1. Adanya keterlibatan & komitmen yang kuat dr pimpinan pelayanan dengan menetapkan
sumber dan pelatihan staf pelayanan yang tepat;
2. Mengakui dan melindungi hak-hak pelanggan dan staf;
3. Tersedianya sistem & prosedur komplain yang terbuka, efektif dan mudah utk diikuti
bagi pelanggan;
4. Memanfaatkan umpan-balik dr luar seperti lembaga ombudsman, lembaga konsumen
dsb;

22
5. Terus-menerus memonitor keluhan pelanggan agar organisasi bisa senantiasa
meningkatkan mutu pelayanannya; dan
6. Mengaudit efektivitas pelaksanaan sistem & prosedur komplain yang telah ada.

23
BAB III
KESIMPULAN

1. Keluhan-keluhan yang disampaikan pelanggan disebabkan karena mereka tidak puas dgn
pelayanan yang diberikan.
2. Sistem manajemen komplain yang dapat berjalan secara efektif akan memberikan
dampak yang positif pada pelanggan. Tingkat keberhasilan suatu organisasi pelayanan
(penyedia layanan) dalam menangani ketidakpuasan pelanggan akan memberikan
dampak yg signifikan pd persepsi pelanggan , sebaliknya bila gagal memenuhi harapan
pelanggan akan dipersepsi negatif oleh pelanggan.
3. Komplain yang disampaikan akan menumbuhkan umpan balik yang positif bagi
organisasi pelayanan . Oleh karena itu instansi perlu mengorientasikan pelayanannnya pd
customer focused dan merancang informasi tentang komplain yg sebaik-baiknya bagi
pelanggan .
4. Organisasi yang matang adalah yang mampu menggugah pelanggannya untuk
menyampaikan keluhan , berusaha sekuat tenaga mampu mengubah kondisi pelanggan
yang mengeluh menjadi pelanggan yang puas.
5. Agar pelanggan dan masyarakat bisa mengakses komplain maka pemerintah / instansi
sangat perlu menyusun publikasi tentang informasi yang terkait komplain dgn
menggunakan user-friendly language sehingga warga terdorong menyampaikan
komplainnya kepada penyedia pelayanan dan ini adalah merupakan bagian yg sangat
signifikan dalam Sistem Manajemen Komplain.

24
DAFTAR PUSTAKA

Bosch,B.G. (2005) TQM and QFD.Exploiting a Customer Complaint Management


System. Proquest Telecomunication .page :30

Gaspersz,V.2002. Total Quality Management (TQM). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka


Utama

Kotler. P & Keller. LK. 2007. Manajemen Pemasaran, Edisi 12, jilid 1. Jakarta:
INDEKS, PT. Macanan Jaya Cemerlang.

Irawan, Handi. 2007. 10 Prinsip Kepuasan Pelanggan, Paradigma Baru merebut hati
pelanggan untuk memenangkan persaingan. Jakarta : PT.Elex Media Komputindo, Kelompok
Gramedia.

Utomo,SD dan Ilham,C. 2005. Mekanisme Komplain. Pendekatan Untuk Pelayanan


Publik yang Adil dan Berkualitas. Jakarta : PATTIRO

http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/PNADQ133.pdf

http://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen_kualitas_total

Osborne, David. & Peter Plastrik. 2000. Memangkas Birokrasi, Lima Srategi Menuju
Pemerintahan Wirausaha. Jakarta : Victory Jaya Abadi.

Osborne, David. & Ted Gaebler. 2004. Reinventing Government, Laboratories of


Democracy, dalam Yeremias T. Keban, Enam Demensi Strategis Administrasi Publik, Konsep,
Teori dan Issue. Yogjakarta : Gaya media.

Warsito Utomo. 2006. Administrasi Publik Baru Indonesia, Perubahan Paradigma dari
Administrasi Negara ke Administrasi Publik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

25

Anda mungkin juga menyukai