Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberadaan Perusahaan Negara atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai salah satu
pilar perekonomian Indonesia, didasarkan kepada penggarisan UUD 1945, disamping keberadaan
usaha swasta dan koperasi. Keterlibatan Negara dalam kegiatan tersebut pada dasarnya merupakan
pencerminan dari substansi Pasal 33 UU itu, yang menyatakan bahwa Cabang-cabang produksi
yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara
(ayat 2). Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat (ayat 3). Dengan mengingat peran
BUMN adalah menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, khususnya dibidang
perekonomian, maka kebijaksanaan pemerintah dalam pembinaan BUMN-pun disesuaikan
dengan kebijaksanaan nasional. Sebagai Negara yang manganut paham ekonomi terbuka,
perkonomian nasional tidak terlepas dari pengaruh perekonomian dunia yang berkembang sangat
pesat. Konsekuensinya adalah kebijaksanaan pembinaan BUMN-pun senantiasa mengalami
penyesuaian-penyesuaian mengikuti kondisi dan perkembangan perekonomian nasional dan
internasional
Mengingat peran BUMN adalah menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, khususnya
dibidang perekonomian, maka kebijaksanaan pemerintah dalam pembinaan BUMN-pun
disesuaikan dengan kebijaksanaan nasional. Sebagai Negara yang manganut paham ekonomi
terbuka, perkonomian nasional tidak terlepas dari pengaruh perekonomian dunia yang berkembang
sangat pesat. Konsekuensinya adalah kebijaksanaan pembinaan BUMN-pun senantiasa
mengalami penyesuaian-penyesuaian mengikuti kondisi dan perkembangan perekonomian
nasional dan internasional.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan perusahaan publik yang memberi
sumbangan bagi perkembangan ekonomi/pendapatan negara, perintis kegiatan usaha dan
penunjang kebijakan pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan. Selain itu, BUMN juga
merupakan alat untuk memupuk keuntungan. BUMN dalam hal ini terdiri dari beberapa bentuk
seperti Persero, Perjan dan Perum. Dengan demikian fungsi dan peranan BUMN ini sangat besar
dalam menjaga stabilitas ekonomi negara dan dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah
termasuk lingkungan politik negara. Oleh sebab itu, latar belakang dan perkembangannya tidak
terlepas regulasi yang dibuat dan dijalankan oleh pemerintah.
Harapan ini tidak dapat dipungkiri bahwa keberhasilan pengelolaan BUMN membutuhkan
keterlibatan yang aktif dari semua pihak, baik Pemerintah, manajemen BUMN, karyawan BUMN,
akademisi, parlemen, dan masyarakat luas yang memiliki per-hatian terhadap BUMN.Karena itu,
marilah bersama-sama pikirkan dan pantau bersama pengelolaan BUMN ini, untuk dapat
memberikan hasil yang seoptimal mungkin bagi masyarakat dan negara ini. Selain itu perlu juga
ada pembenahan tentang UU keuangan negara agar dapat tercipta kepatian hukum sehingga
kebingungan masyarakat dan penegak hukum segera berakhir.

1.2 Rumusan Masalah


1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Perusahaan Negara
Konsep BUMN telah dirumuskan dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 740/KMK.00/1989. Dalam konsep itu, BUMN didefenisikan sebagai badan
usaha yang seluruh modalnya dimiliki negara (pasal 1 ayat 2a).
Sementara dalam pasal 1 ayat 2b dari surat keputusan itu meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. BUMN yang merupakan patungan antara pemerintah dengan pemerintah daerah
2. BUMN yang merupakan patungan antara pemerintah dengan BUMN lainnya.
3. BUMN yang merupakan badan-badan usaha patungan dengan swasta nasional/ asing dimana
negara memiliki saham mayoritas minimal 51%.
Defenisi lain mengenai BUMN adalah karena BUMN itu merupakan public enterprise.
Dengan demikian, BUMN mencakup dua elemen esensial yaitu: Pemerintah (public) dan bisnis
(enterprise. Dengan defenisi itu maka BUMN tidaklah murni pemerintah 100% dan tidak juga
swasta 100% tetapi BUMN dapat dikatakan sebagai perusahaan negara yang diwiraswastakan.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969, Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
adalah seluruh bentuk usaha negara yang modal seluruhnya atau sebagian dimiliki oleh
negara/pemerintah dan dipisahkan dari kekayaan negara. Pengertian itu diperkuat lagi oleh
Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dalam pasal 1
tentang Ketentuan Umum menjelaskan bahwa yang dimaksud BUMN adalah badan usaha
yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara
langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Menurut DR.Akadun, arti kekayaan negara yang dipisahkan adalah pemisahan kekayaan
negara dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk selanjutnya
pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, namun pembinaan dan
pengelolaannya di dasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat.
2.2 Perkembangan Penentuan Kedudukan Perusahaan Negara
Seperti telah dikemukakan sebelumnya, upaya menyederhanakan dan menertibkan berbagai
perusahaan negara di Indonesia menjelang dan sesudah memasuki Orde Baru telah berlangsung
dengan baik, walaupun cukup mengalami banyak kendala. Dari keanekaragaman perusahaan
negara waktu itu, akhirnya dengan mengikuti suatu standard an kriteria tertentu, dialihkan
keseluruhan bentuk itu menjadi perjan, perum dan persero.
Banyak masalah (problem) yang dihadapi oleh perusahaan negar/BUMN di Indonesia, mulai
dari masalah pengalihan ke dalam tiga bentuk tersebut, berikut kedudukan perusahaan negara,
masalah administrasi teknis/penunjang, dan akhirnya mengikuti pula problem administrasi
substantif.
1) Pengalihan Ketiga Bentuk Perusahaan Negara
Walaupun telah ditentukan norma-norma dari tiga bentuk usaha negara tersebut, seperti
ketentuan dasar hukum yang diberikan, namun masih dirasakan ada kesulitan tentang penentuan
ciri (pengukuran) dari perusahaan negara yang telah ada (maupun mungkin yang akan
berdiri/sedang di dirikan) yang variasinya sangat beragam. Inpres No. 17 Tahun 1967 pun
mengakui keadaan ini, sebagaimana yang dikemukakan dalam konsiderasinya bahwa menurut
kenyataan waktu itu, terdapat banyak sekali perbedaan dalam bentuk, status hukum, struktur
organisasi, sistem kepegawaian, administrasi keuangan, dan lain-lain dari perusahaan negara.
Kenyataan ini pulalah yang dirasakan oleh berbagai tim/panitia negara yang bertugas untuk
menyederhanakan perusahaan negara yang ada, khususnya untuk mengalihkan ke dalam tiga
bentuk terakhir itu.
Permasalahan yang dirasakan berikutnya berkisar pada pertanyaan: sudahkah masing-
masing perusahaan negara itu berciri utuh seperti salah satu dari tiga bentuk usaha negara yang
diinginkan? Kemudian apabila atau belum atau misal kenyataannya berciri campuran, akan
dianggap dan di perhitungkan sebagai ciri manakah perusahaaan negara yang bersangkutan?
Bagaimanakah memberikan kriteria baru pada perusahaan negara yang menjadi persoalan itu?
Sudah tentu kesulitan timbul oleh karena tidak di mungkinkan untuk mengintroduksi kriteria-
kriteria lain.
Apakah dapat ditonjolkan pengalihannya itu, misalnya dengan ukuran-ukuran vital dan tidak
vitalnya perusahaan negara yang bersangkutan? Kalau demikian halnya, bagaimanakah mengukur
sesuatu perusahaan negara itu vital sedangkan yang lainnya tidak vital, ataukah dapat diambil
sebagai ukuran adalah besar kecilnya modal yang diinvestasikan pada perusahaan negara yang
bersangkutan? Kalau demikian, bagaimanakah halnya dengan perusahaan-perusahaan yang tengah
bangkrut atau yang berkembang pesat, ataukah ini harus diukur dari segi laba perusahaan.
Pertanyaan-pertanyaan disekitar ini selalu diajukan kepada perusahaan negara yang ada oleh
tim yang bersangkutan dalam proses pengalihannya. Sebagai misal, pertanyaan untuk penilaian
yang diajukan kepada perusahaan negara yang akan dijadikan persero berkisar diantara topic-
topik:
A. Kemampuan perusahaan negara yang bersangkutan memperoleh keuntungan (rentabilitas,
likuiditas, prospek kegiatan usaha, sumber pembelanjaan)
B. Kemampuan perusahaan negara yang bersangkutan untuk menjamin keutuhan kekayaan (control
intern yang efektif, administrasi yang up to date neraca dan perkiraan rugi/laba selesai pada
waktunya, control ektern yang objektif, penilaian aktifa yang wajar)
C. Kemampuan perusahaan negara yang bersangkutan untuk menyehatkan organisasinya, terutama
yang menyangkut personil. Walaupun demikian, akhirnya kesulitan mesti timbul sebab bagaimana
tim akan tahu senyatanya bahwa posisi dan keadaannya adalah benar-benar sedemikian dan
terjaminkan bahwa data yang diperoleh adalah benar terpercaya? Tentu, akhirnya faktor
subjektivitas dari baik yang berwenang untuk menentukan penilaiannya dengan maksud
pengalihan ini maupun pejabat-pejabat/pemimpin perusahaan negara yang bersangkutan sedikit
banyak akan menonjol.
Mungkin terbentur akan kesulitan-kesulitan demikian, diciptakanlah alternative ketiga
sebagaimana yang daunt oleh Perpu No. 1 Tahun 1969, bahwa bilamana perusahaan negara yang
bersangkutan tidak dapat digolongkan kedalam bentuk 2 pol yang agak ekstrim, yakni perjan atau
persero, dimasukanlah ia kedalam perum ataukah bila sistem pilihan utama tidak cocok barulah
dialihkan pilihannya kepada 2 bentuk berikutnya.
Ini ditentukan dlam Inpres No. 17 Tahun 1967 pada ad. D, yang mengemukakan bahwa dari
ketiga bentuk usaha-usaha negara tersebut; A, B, dan C, di atas sejauh mungkin apabila bentuk C
masih dapat dilaksanakan bagi perusahaan/usaha-usaha negara yang ada sekarang, maka
seyoginya dipilih bentuk C saja, dan apabila tidak mungkin dimasukkan/dijadikan bentuk C,
barulah dijadikan bentuk B atau A yang sekiranya lebih serasi dan cocok bagi kepentingan
pelayanan masayarakat tanpa merugikan negara/secara tidak langsung merugikan (masyarakat)
juga.
Oleh karena luasnya bidang kerja tim/panitia negara yang bertugas kearah penyelesaian
persoalan ini, maka sampai juni 1972, ternyata bukan saja semua perusahaan negara yang dapat
dialihkan kedalam salah satu bentuk dari 3 bentuk usaha negara itu, tetapi bahkan ada beberapa
perusahaan negara yang sampai belum sempat diteliti oleh tim yang bersangkutan, belum lagi dai
dalam memikirkan perusahaan negara yang dibentuk/telah berdiri baru. Kemudian, masih
terasanya beberapa kelambatan di dalam procedural juridisnya bagi perusahaan negara yang sudah
berstatus pasti untuk diberi dasar hukum pengalihannya (pembubaran/likuidasi dan dasar
hukumnya yang baru) oleh peraturan pemerintah, selanjutny mungkin saja dengan undang-undang,
contohnya kasus pengalihan bentuk hukum perusahaan pertambangan minyak nasional
(pertamina).
Kelambatan demikian, bagaimanpun juga menimbulkan kemungkinan kekurangmantapan
dari perusahaan negara untuk bekerja bergairah dengan wajah baru. Suatu kenyataan yang
sampai belakangan hari, itu masih terlihat banyak bahwa nomeklatur yang semestinya diterapkan
di depan masing-masing perusahaan negara tersebut (jawatan di depan perjan, perum/perum
otorita di depan perum/perum otorita, dan PT di depan persero), belum banyak yang
mematuhinya.
2) Kedudukan Perusahaan Negara
Berdasarkan Perpu No. 1 Tahun 1969 (yang kemudia disahkan menjadi UU No. 9 Tahun
1969), ketiga bentuk perusahaan negara diberilkan bentuk hukum yang berbeda-beda. Dengan
dengan demikian pengaturan sealanjutnya, baik mengenai struktur organisasinya, hubungan
pertanggung jawaban, hierarki, dan sebagainya yang menyangkut kedudukannya dapat dilakukan
dengan harapan yang lebih sempurna. Demikian juga mengenai hal-hal lainnya, seperti personil,
permodalan, dan sebagainya. Dalam hubungannya dengan soal kedudukan perusahaan negara
menurut 3 bentuk tersebut, dapatlah dikmukakan lebih terinci sebagai berikut.
a. Perjan (Departmental Agency)
Perusahaan negara bentuk ini didasari oleh landasan hukum Inpres No. 17 Tahun 1967, UU
No. 9 Tahun 1969 (yang dipergunakan lagi IBW dan ICW sepanjang tidak bertentangan dengan
IBW semula). Berkedudukan ditingkat jawatan serendah-rendahnya sama dengan tingkat
direktorat; dipimpin oleh seorang kepala jawatan yang kemudian melalui dierktur utama
bertanggung jawab kepada menteri/dirjen yang bersangkutan ; dan melakukan tugas-tugas
pemerintahan dan tugas-tugas perusahaan sekaligus yang tercermin dalam struktur organisasi
departemennya.
b. Perum (Public Corporation)
Perusahaan negara berbentuk perum didasari oleh Perpu No. 19 Tahun 1960 dan kemudian
pendiriannya masing-masing diatur oleh peraturan pemerintah; berkedudukan dan bergerak dalam
menjalankan tugas melayani kepentingan umum serta sekaligus untuk memupuk keuntungan.
Selain itu, perusahaan negara bentuk ini bergerak di bidang yang oleh pemerintah dianggap vital,
yang pada umumnya menjalankan tugas perusahaan. Akan tetapi, perum dapat pula dibebani tugas
pemerintah (dalam hal ini tugas pemerintah dalam lingkup fungsi departemennya serendah-
rendahnya yang berada pada tingkat direktorat) sehingga pada departemen tidak ada unit
organisasi yang menjalankan tugas pemerintahan yang telah diserahkan kepada perum perusahaan
negara dalam bentuk ini dipimpin oleh direksi, sedangkan untuk perum otoritas dipimpin
oleh general manager, yang kesemuanya bertanggung jawab kepada menteri yang bersangkutan.
c. Persero (public Company)
Perusahaan negara bentuk persero didasari oleh Inpres No. 17 Tahun 1967, UU No. 9 Tahun
1969, PP No. 12 Tahun 1969, KUHP Perdata (KUHP), dan peraturan-peraturan lainnya serta akta
pendiriannya masing-masing. Persero berkedudukan sebagai perusahaan biasa (dilakukan oleh
swasta) dan yang bukan semata-mata menjadi tugas pemerintah; dipimpin oleh direksi, dibawah
pengawasan dewan komisaris yang masing-masing bertanggunga jawab kepada RUPS Negara
selaku pemegang saham diwakili oleh menteri keuangan.
Kalau sebelumnya telah diatur pertanggung jawaban dari kepala jawatan/direktur utama
(untuk perjan) dari direksi/general manager (untuk perum/perum otorita) kepada menteri/dirjen
yang bersangkutan, namun masih dapat dipersoalkan, pertanggung jawaban ini merupakan
pertanggung jawaban yang bagaimana, isinya tentang apa dan seberapa jauh batas-batas
pertanggungjawaban itu? Disamping itu, masih dapat diketengahkan beberapa kemungkinan
persoalan yang sejenis dengan ini; perbedaan letak wewenang dan akibat pertanggungjawaban
antara dirjen yang membawahi perusahaan negara yang bersangkutan dengan pimpinan
perusahaan negara termaksud. Sebagai contoh dapat dipertanyakan bagaimana
pertanggungjawaban antara dirut perusahaan negara/perum listrik negara terhadap Menteri PUTL
pada waktu itu dan pertanggungjawaban dirjen gas dan listrik (Gatrik) terhadap menteri yang
sama.
Dapatkah dipertanyakan juga, misalnya seberapa jauh batas-batas pertanggungjawaban dirut
Perjan kereta Api/PJKA kepada menteri perhubungan dibandingkan dengan pertanggungjawaban
Dirjen Perhubungan Darat terhadap menteri yang sama terhadap perkeretaapian? Dengan
sendirinya, persoalan ini sebenarnya berkisar pada kedudukan organisatoris dari perusahaan
negara yang bersangkutan dibandingkan dengan dirjen-dirjen yang bertanggung jawab terhadap
perusahaan negara termasuk dalam hubunganngya dengan departemen /menterinya masing-
masing.

2.3 Visi dan Misi yang Diemban Kepada BUMN


Dengan memperhatikan tugas pokok dan fungsi BUMN, maka Visi yang hendak diwujudkan
adalah sebagai berikut :
"Menjadikan BUMN sebagai badan usaha yang tangguh dalam persaingan global dan mampu
memenuhi harapan stakeholder."
Memperhatikan kondisi objektif BUMN selama ini, maka Misi BUMN adalah sebagai
berikut :
1. Melaksanakan reformasi dalam ruang lingkup budaya kerja, strategi, dan pengelolaan usaha untuk
mewujudkan profesionalisme dengan berlandaskan kepada prinsip-prinsip Good Corporate
Governance di dalam pengelolaan BUMN.
2. Meningkatkan nilai perusahaan dengan melakukan restrukturisasi, privatisasi dan kerjasama usaha
antar BUMN berdasarkan prinsip-prinsip bisnis yang sehat.
3. Meningkatkan daya saing melalui inovasi dan peningkatan efisiensi untuk dapat menyediakan
produk barang dan jasa yang berkualitas dengan harga yang kompetitif serta pelayanan yang
bermutu tinggi.
4. Meningkatkan kontribusi BUMN kepada negara.
5. Meningkatkan peran BUMN dalam kepedulian terhadap lingkungan (community development)
dan pembinaan koperasi, usaha kecil dan menengah dalam program kemitraan.
6. Menjaga integrasi nasional dan menjaga keseimbangan roda pembangunan.
7. Menjadikan BUMN sebagai alat untuk mensejahterakan masyarakat secara tidak langsung.
Artinya, peran BUMN dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat dilakukan dalam bentuk
keterlibatan sebagai pengumpul modal untuk mensejahterakan masyarakat melalui proses panjang.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
BUMN memiliki peran penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Namun agar
peran tersebut bisa lebih maksimal, BUMN harus memebuhi syarat-syarat berikut;
1. Dikelola berdasarkan prinsip dan kultur korporasi (badan usaha yang sah) yang sehat;
2. Dikelola oleh manajemen profesional, integritas dan leadership yang kuat, serta memiliki
kemampuan bisnis yang tinggi. Untuk itu pola rekrutmen dan pola remunerasi (penghargaan atas
jasa) harus dikembangkan sesuai dengan standar korporasi;
3. Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (GCG), secara konsisten dan
berkesinambungan;
4. Mampu terus menciptakan nilai tambah dan inovasi;
5. Siap bersaing di era kompetisi global, dan memiliki kemampuan untuk survive dalam segala
kondisi;
6. Memiliki tanggung jawab sosial (Corporate Social Responsibility), baik dalam hal kepedulian
terhadap lingkungan hid up, pengentasan problem masyarakat sekitar, dan pengembangan
pengusaha kecil.
Tidak dapat dipungkiri bahwa keberhasilan pengelolaan BUMN membutuhkan keterlibatan
yang aktif dari semua pihak, baik Pemerintah, manajemen BUMN, karyawan BUMN, akademisi,
parlemen, dan masyarakat luas yang memiliki per-hatian terhadap BUMN. Karena itu, marilah
bersama-sama kita pikirkan dan pantau bersama pengelolaan BUMN ini, untuk dapat memberikan
hasil yang seoptimal mungkin bagi masyarakat dan negara ini.
DAFTAR PUSTAKA
Akadun M.Pd. . 2007. Administrasi Perusahaan Negara. Bandung: Alfabeta.
Westra, Pariata. 2002. Perusahaan Negara. Jogya: Gajah Mada University.
Anoraga, Pandji, S.E., M.E. 1994. BUMN, Swasta dan Koperasi. Semarang: Pustaka Jaya
Ibrahim R.,1997, Prospek BUMN dan Kepentingan Umum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung;
Sentosa Sembiring, 2006, Hukum Perusahaan Dalam Peraturan Perundang undangan, CV
Nuansa Aulia, Bandung

Anda mungkin juga menyukai