Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

PENYAKIT MEMBRAN HIALIN

Disusun oleh:

Dwidian Khresna Risanto

1261050232

Pembimbing :

dr. Catharina Dian Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

PERIODE 28 Agustus 2017 30 September 2017

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

2017

1
BAB I

PENDAHULUAN

Hyaline Membrane Disease (HMD), disebut juga Respiratory Distress


Syndrome (RDS) merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan
1,2
terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang . Manifestasi dari HMD
disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan
bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan2.

Penyebab terbanyak dari angka kesakitan dan kematian pada bayi premature adalah
Respiratory Distress Syndrome ( RDS ). Sekitar 5 -10% didapatkan pada bayi kurang bulan,
50% pada bayi dengan berat 501-1500 gram3. Angka kejadian berhubungan dengan umur
gestasi dan berat badan dan menurun sejak digunakan surfaktan eksogen . Saat ini RDS
didapatkan kurang dari 6% dari seluruh neonatus.

Defisiensi surfaktan merupakan faktor penyebab terjadinya RDS. Penemuan surfaktan


untuk RDS termasuk salah satu kemajuan di bidang kedokteran, karena pengobatan ini dapat
mengurangi kebutuhan tekanan ventilator dan mengurangi konsentrasi oksigen yang
tinggi3.Surfaktan dapat diberikan sebagai pencegahan RDS maupun sebagai terapi penyakit
pernapasan pada bayi yang disebabkan adanya defisiensi atau kerusakan surfaktan4.

Tidakperlu membedakan antara pneumonia, sindrom distress respirasi (penyakit


membrane hialin) atau aspirasi mekonium karena semuanya dapat menyebabkan gangguan
nafas dan mendapat terapi yang serupa4

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI

Penyakit Membran Hialin (PMH) adalah nama lain untuk Sindrom Gangguan
Pernafasan (SGP) atau Respiratory Distress Syndrome (RDS) dalam bahasa Inggeris. Ini
adalah diagnosis klinis pada bayi baru lahir prematur dengan kesulitan pernapasan, termasuk
takipnea (> 60 napas/menit), retraksi dada, dan sianosis di ruangan biasa yang menetap atau
berlangsung selama 48-96 jam pertama kehidupan, dan gambaran foto rontgen dada yang
karakteristik (pola retikulogranular seragam dan bronkogram udara perifer).2

2.2 EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat, PMH diperkirakan terjadi pada 20.000-30.000 bayi baru lahir tiap
tahunnya dan merupakan komplikasi dari 1% kehamilan. Kira-kira 50% kelahiran neonates
yang lahir pada usia kehamilan 26-28 minggu mengalami PMH, dan kurang dari 30 %neonatus
premature usia kehamilan 30-31 minggu mengalami keadaan ini 5.

Pada satu laporan, angka kejadian PMH sekitar 42% pada infant 501-1500g, dengan
71% dilaporkan pada berat badan 501-750 gram, 54% yang berat badan 751-1000g, 36% yang
berat badannya 1001-1250g, dan 22% pada 1251-1500g. PMH lebih jarang ditemukan di
Negara berkembang dibanding lainnya, terutama karena kebanyakan infant premature yang
kecil untuk masa kehamilan mengalami stress di dalam rahim karena diinduksi oleh hipertensi.
Tambahan, juga dikarenakan pada wilayah ini kebanyakan persalinan dilakukan didalam
rumah, sehingga pencatatatannya buruk5.

Penyakit membrane hialin kurang ditemukan di negara berkembang dibandingkan di


tempat lain, terutama karena sebagian besar bayi prematur yang kecil untuk usia kehamilan
mereka telah mengalami stres di dalam rahim karena kekurangan gizi atau hipertensi yang
diinduksi kehamilan. Selain itu, karena sebagian besar persalinan di negara berkembang terjadi
di rumah, catatan yang akurat di wilayah ini tidak tersedia untuk menentukan frekuensi PMH.

3
PMH telah dilaporkan dalam semua ras, terjadi paling sering pada bayi prematur berkulit
putih.1,2,4

Resiko terjadi PMH meningkat pada ibu dengan diabetes, kelahiran kembar, persalinan
secara sectio caesar , persalinan terjal, asfiksia, stres dingin, dan riwayat bayi prematur
sebelumnya. Di sisi lain, risiko PMH berkurang pada ibu dengan hipertensi kronis atau terkait-
kehamilan dan rupture membran yang berkepanjangan, dan profilaksis kortikosteroid
antenatal. Kelangsungan hidup telah meningkat secara signifikan, terutama setelah adanya
surfaktan eksogen (Malloy & Freeman, 2000) dan sekarang angka kelangsungan hidup menjadi
> 90%. Saat ini, PMH menyumbang <6% dari semua kematian neonatus.1,2,4

2.3 FAKTOR RESIKO

FaKtor risiko terjadinya Respiratory Distress Syndrome 6:

1. Bayi kurang bulan (BKB). Pada bayi kurang bulan, paru bayi secara biokimiawi masih
imatur dengan kekurangan surfaktan yang melapisi rongga paru.
2. Kegawatan neonatal seperti kehilangan darah dalam periode perinatal, aspirasi
mekonium, pneumotoraks akibat tindakan resusitasi,dan hipertensi pulmonal dengan
pirau kanan ke kiri yang membawa darah keluar dari paru.
3. Bayi dari ibu diabetes mellitus. Pada bayi dari ibu dengan diabetesterjadi keterlambatn
pematangan paru sehingga terjadi distress respirasi
4. Bayi lahir dengan operasi sesar. Bayi yang lahir dengan operasi sesar,berapa pun usia
gestasinya dapat mengakibatkan terlambatnya absorpsi cairan paru (Transient
Tachypnea of Newborn).
5. Bayi yang lahir dari ibu yang menderita demam, ketuban pecah dini dapat terjadi
pneumonia bakterialis atau sepsis.
6. Bayi dengan kulit berwarna seperti mekonium, mungkin mengalami aspirasi
mekonium.

4
2.4 ETIOLOGI

Defisiensi surfaktan (penurunan produksi dan sekresi) adalah penyebab utama dari
PMH. Konstituen utama surfaktan adalah dipalmitoyl fosfatidilkolin (lesitin),
phosphatidylglycerol, apoprotein (protein surfaktan SP-A,-B,-C,-D), dan kolesterol. Dengan
pertambahan usia kehamilan, jumlah fosfolipid yang disintesis meningkat dan disimpan dalam
sel alveolar tipe II. Bahan aktif-permukaan ini akan dilepaskan ke dalam alveoli, di mana
mereka akan mengurangi tegangan permukaan dan membantu mempertahankan stabilitas
alveolus dengan mencegah runtuhnya ruang udara kecil pada akhir ekspirasi. Jumlah yang
dihasilkan atau dilepaskan mungkin tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pasca kelahiran
karena immaturitas. Surfaktan yang hadir dalam konsentrasi tinggi pada paru janin mengalami
homogenasi pada usia kehamilan 20 minggu, tetapi tidak mencapai permukaan paru-paru
sampai nanti. Ia muncul dalam cairan amnion pada waktu di antara 28 dan 32 minggu. Tingkat
maturitas dari surfaktan paru biasanya terjadi setelah 35 minggu.7

Meskipun jarang, kelainan genetik dapat berkontribusi untuk terjadinya gangguan


pernapasan. Kelainan pada gen protein surfaktan B dan C serta sebuah gen bertanggung jawab
untuk mengangkut surfaktan melintasi membran (ABC transporter 3 [ABCA3]) berhubungan
dengan penyakit pernapasan berat dan sering mematikan yang diturunkan.
Sebagian sintesis surfaktan bergantung pada pH normal, suhu, dan perfusi. Asfiksia,
hipoksemia, dan iskemia paru, khususnya terkait dengan hipovolemia, hipotensi, dan stres
dingin, dapat menekan sintesis surfaktan. Lapisan epitel paru-paru juga dapat terluka oleh
konsentrasi oksigen yang tinggi dan efek dari manajemen respirator, sehingga mengakibatkan
pengurangan surfaktan yang lebih lanjut.1,8

5
2.5 PATOFISIOLOGI

Faktor2 yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli
masih kecil sehingga sulit berkembang, pengembangan kurang sempurna karena dinding
thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan
mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut
menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance)
menurun 25 % dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan
terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik3.

Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein,
lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap
mengembang. Secara makroskopik, paru-paru tampak tidak berisi udara dan berwarna
kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi
untuk mengembang5. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bagian
distal menyebabkan edem interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan
desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi
tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif
dengan barotrauma atau volutrauma dan toksisitas oksigen, menyebabkan kerusakan pada
endothelial dan epithelial sel jalan napas bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks
fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu
setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36-
72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang immatur dan
mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering
berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD)3.

6
Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu :

Stadium 1. Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara,

Stadium 2. Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran
airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan
jantung dengan penurunan aerasi paru.

Stadium 3. Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat
lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas.

Stadium 4. Seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak dapat dilihat.6

Gejala klinis yang progresif dari RDS adalah 1,2,3,5 :

a. Takipnea diatas 60x/menit


b. Grunting ekspiratoar
c. Subcostal dan interkostal retraksi
d. Cyanosis
e. Nasal flaring

Pada bayi extremely premature ( berat badan lahir sangat rendah) mungkin dapat
berlanjut apnea, dan atau hipotermi. Pada RDS yang tanpa komplikasi maka surfaktan akan
tampak kembali dalam paru pada umur 36-48 jam. Gejala dapat memburuk secara bertahap
pada 24-36 jam pertama. Selanjutnya bila kondisi stabil dalam 24 jam maka akan membaik
dalam 60-72 jam. Dan sembuh pada akhir minggu pertama.5

Derajat beratnya distress nafas dapat dinilai dengan menggunakan skor Silverman-
Anderson dan skor Downes. Skor Silverman-Anderson lebih sesuai digunakan untuk bayi
prematur yang menderita hyaline membrane disease (HMD), sedangkan skor Downes
merupakan sistem skoring yang lebih komprehensif dan dapat digunakan pada semua usia
kehamilan. Penilaian dengan sistem skoring ini sebaiknya dilakukan tiap setengah jam untuk
menilai progresivitasnya
7
Tabel 1. Evaluasi Gawat Napas dengan skor Downes
Skor
Pemeriksaan
0 1 2
Frekuensi napas < 60 /menit 60-80 /menit > 80/menit
Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
Sianosis Tidak ada sianosis Sianosis hilang Sianosis menetap
dengan 02 walaupun diberi O2
Air entry Udara masuk Penurunan ringan Tidak ada udara
udara masuk masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar Dapat didengar tanpa
dengan stetoskop alat bantu
Skor > 6 : Ancaman gagal nafas

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium2:

1. Pengambilan sampel gas darah penting dalam pengelolaan PMH. Biasanya, pengambilan
sampel arteri secara intermiten dilakukan. Meskipun tidak ada konsensus, sebagian besar
ahli neonatologi setuju bahwa tekanan oksigen arteri 50-70 mm Hg dan tekanan karbon
dioksida arteri 45-60 mm Hg dapat diterima. Sebagian besar akan mempertahankan pH
pada atau di atas 7,25 dan saturasi oksigen arteri pada 88 - 95%. Selain itu, oksigen
transkutaneus secara kontinu dan pemantauan karbon dioksida atau pemantauan saturasi
oksigen, atau keduanya, yang membuktikan sangat membantu dalam pemantauan menit-
ke-menit bayi-bayi ini.

2. Pemeriksaan Sepsis. Sebuah pemeriksaan sepsis parsial, termasuk hitung sel darah lengkap
dan kultur darah, harus dipertimbangkan untuk setiap bayi dengan diagnosis PMH, karena
sepsis yang berlangsung awal (Misalnya, infeksi streptokokus grup B atau Haemophilus
influenzae) sudah dapat dibedakan dari PMH atas dasar klinis saja.

3. Kadar glukosa serum dapat menjadi tinggi atau rendah pada awalnya dan harus dipantau
secara ketat untuk menilai kecukupan infus dekstrosa. Hipoglikemia saja dapat
menyebabkan takipnea dan gangguan pernapasan.

8
4. Kadar elektrolit serum termasuk kalsium harus dipantau setiap 12-24 jam untuk
pengelolaan cairan parenteral. Hipokalsemia dapat berkontribusi lebih banyak pada gejala
pernafasan dan sering pada bayi sakit, asupan gizi kurang, bayi prematur, atau bayi yang
asfiksia.

Pemeriksaan Radiologi 2,8


Sebuah foto rontgen dada AP harus diperoleh untuk semua bayi dengan gangguan
pernapasan dengan durasi apa pun. Temuan radiografi khas pada PMH adalah pola
retikulogranular yang seragam, disebut sebagai gambaran ground-glass, disertai dengan
bronkogram udara perifer. Selama perjalanan klinis penyakit, gambaran foto dada sekuensial
dapat mengungkapkan kebocoran udara sekunder yang disebabkan intervensi ventilasi
mekanik serta timbulnya perubahan yang sesuai dengan BPD. Dalam PMH, temuan radiografi
dada klasik terdiri dari hypoaerasi yang jelas, opasitas reticulogranular yang menyebar secara
bilateral pada parenkim paru, dan bronkogram udara yang meluas ke perifer.
Retikulogranularitas ini terjadi karena superimposisi beberapa nodul asinar yang disebabkan
oleh alveoli yang atelektatik. Perkembangan bronkogram udara tergantung pada koalesensi
daerah atelektasis asinar sekitar bronkus dan bronkiolus yang teraerasi. Pada bayi yang tidak
diintubasi, didapatkan kubah sefalika dari diafragma dan hypoekspansi. Fitur radiografi klasik
PMH terlihat pada gambar 2.

Gambar 2. Klasik penyakit membran hialin (PMH). Dada berbentuk lonceng adalah karena
kurang aerasi umum. Volume paru-paru berkurang, parenkim paru-paru memiliki pola
retikulogranular menyebar, dan terdapat bronkogram udara perifer memperluas.

9
Gambar 3.Penyakit membran hialin (PMH) sedang-berat. Pola retikulogranular lebih menonjol
dan distribusinya lebih seragam dari biasanya. Paru-paru hipoaerasi. Air bronchogram yang
meningkat diamati.

Gambar 4. Penyakit membran hialin (PMH) berat. Kekeruhan reticulogranular didapatkan


sepanjang kedua lapang paru-paru, dengan air bronchogram menonjol dan mengaburkan
bayang jantung secara total. Daerah kistik di paru-paru kanan dapat mewakili alveoli yang
melebar atau emfisema paru interstisial(PIE) awal.

Spektrum radiologis dari PMH berkisar dari ringan sampai berat (seperti terlihat pada
gambar 3 dan gambar 4) dan biasanya berkorelasi dengan keparahan dari temuan klinis. Pada
tahap awal penyakit ini, bronkogram udara kurang menonjol, karena bronkus utama terletak
pada bagian yang lebih anterior dari paru-paru dan karena atelektasis alveolus cenderung untuk
melibatkan daerah paru-paru yang dependen, di mana merupakan bagian posterior pada bayi
yang terlentang. Namun, gambaran gelembung, yang mewakili distensi berlebihan dari
bronkiolus dan saluran alveolar dapat diamati.

10
2.7 DIAGNOSIS BANDING8

Kondisi yang perlu dipertimbangkan dalam diagnosis diferensial dari penyakit membran hialin
adalah sebagai berikut:
Kelainan metabolik
Kelainan hematologik
Kebocoran udara paru
Anomali kongenital dari paru-paru

Antara diagnosis differensial penyakit membran hialin adalah:


Anemia, akut
Sindrom Aspirasi
Reflux gastroesofageal
Hipoglikemia
Pneumomediastinum
Pneumonia
Pneumotoraks
Polisitemia
Sindrom Kematian Bayi Mendadak
Takipnea Transien dari Bayi

2.8 KOMPLIKASI8

Komplikasi akut dari penyakit membran hialin termasuk sebagai berikut:


Ruptur alveolar
Infeksi
Perdarahan intrakranial dan leukomalasia periventrikular
Patent ductus arteriosus (PDA) dengan meningkatnya pirau kiri-ke-kanan
Perdarahan paru-paru
Necrotizing enterocolitis (NEC) dan / atau perforasi gastrointestinal (GI)
Apnea pada bayi prematur

11
Komplikasi kronis penyakit membran hialin meliputi:
Bronchopulmonary dysplasia (BPD)
Retinopati pada bayi prematur (RBP)
Gangguan neurologis

Ruptur alveolar
Diduga terjadi kebocoran udara (misalnya, pneumomediastinum, pneumopericardium,
emfisema interstisial, pneumotoraks) ketika bayi dengan penyakit membrane hialin tiba-tiba
memburuk dengan hipotensi, apnea, atau bradikardia atau ketika asidosis metabolik menjadi
persisten.

Infeksi
Infeksi dapat mempersulit penatalaksanaan penyakit membrane hialin dan dapat bermanifestasi
dalam berbagai cara, termasuk kegagalan untuk memperbaiki, pemburukan secara tiba-tiba,
atau perubahan jumlah sel darah putih atau trombositopenia. Juga, prosedur invasif (misalnya,
venipuncture, insersi kateter, penggunaan peralatan pernapasan) dan penggunaan steroid pasca
kelahiran memberi akses untuk organisme menyerang hos dengan kekebalan tubuh yang sudah
terkompromi.Dengan munculnya terapi surfaktan, bayi kecil dan sakit dapat bertahan, dengan
peningkatan insiden terjadi septikemia sekunder bagi staphylococcal epidermidis dan / atau
infeksi candida. Ketika septicaemia dicurigai, dapatkan kultur darah dari 2 lokasi dan mulakan
pemberian antibiotik yang tepat sampai hasil kultur diperoleh.

Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular


Perdarahan intraventricular diamati pada 20-40% bayi prematur, dengan frekuensi yang lebih
besar pada bayi dengan penyakit membrane hialin yang membutuhkan ventilasi mekanik.
Ultrasonografi kranial dilakukan pada minggu pertama dan selanjutnya seperti yang
diindikasikan pada neonatus prematur yang lebih muda dari usia kehamilan 32 minggu.
Profilaksis terapi indometasin dan steroid antenatal telah menurunkan frekuensi perdarahan
intrakranial pada pasien dengan PMH. Hypokarbia dan korioamnionitis dikaitkan dengan
peningkatan leukomalacia periventrikular.

Patent ductus arteriosus dengan meningkatnya pirau kiri-ke-kanan

12
Pirau ini dapat mempersulit perjalanan penyakit membrane hialin, terutama pada bayi yang
disapih cepat setelah terapi surfaktan. Bayi diduga mempunyai patent ductus arteriosus (PDA)
pada setiap bayi yang mengalami perburukan setelah perbaikan awal atau mempunyai sekret
trakeal yang berdarah. Meskipun membantu dalam diagnosis PDA, murmur jantung dan
tekanan nadi yang lebar tidak selalu jelas pada bayi yang kritis. Ekokardiogram memungkinkan
dokter untuk mengkonfirmasikan diagnosis. Tatalaksana PDA dengan ibuprofen atau
indometasin, yang dapat diulang selama 2 minggu pertama jika PDA membuka kembali.
Dalam insiden penyakit membrane hialin yang refraktori atau pada bayi yang memiliki
kontraindikasi terapi medis, dilakukan operasi penutupan PDA.

Perdarahan paru
Kejadian perdarahan paru meningkat pada bayi prematur kecil, terutama setelah terapi
surfaktan. Tingkatkan tekanan akhir ekspirasi positif (PEEP) pada ventilator dan berikan
epinefrin intratrakeal untuk mengelola perdarahan paru. Pada beberapa pasien, perdarahan paru
mungkin terkait dengan PDA; perdarahan paru pada individu tersebut harus segera mengobati.

Necrotizing enterocolitis dan / atau perforasi GI


Pada setiap bayi dengan temuan abdominal abnormal pada pemeriksaan fisik dicurigai
menderita NEC dan / atau perforasi gastrointestinal. Radiografi perut membantu dalam
mengkonfirmasikan adanya penyakit tersebut. Perforasi spontan (tidak harus sebagai bagian
dari NEC) kadang terjadi pada bayi prematur yang sakit kritis dan telah dikaitkan dengan
penggunaan steroid dan / atau indometasin.

Apnea prematuritas
Apnea prematuritas adalah umum pada bayi belum matang, dan insiden telah meningkat
dengan terapi surfaktan, mungkin karena ekstubasi dini. Tatalaksana apnea prematuritas
dengan metilxantin (kafein) dan / atau tekanan aliran udara yang positif melalui nasal (CPAP)
atau dengan ventilasi yang dibantu pada insiden yang refraktori. Septikemia, kejang, refluks
gastroesophageal, dan penyebab metabolik dan lainnya harus disingkirkan pada bayi prematur
dengan apnea.

13
Bronkopulmonary displasia
BPD adalah penyakit paru-paru kronis yang didefinisikan sebagai kebutuhan oksigen pada usia
kehamilan 36 minggu yang sudah dikoreksi. BPD terkait langsung dengan volume tinggi dan /
atau tekanan yang digunakan untuk ventilasi mekanis atau untuk mengelola infeksi,
peradangan, dan kekurangan vitamin A. Insiden BPD meningkat pada usia kehamilan yang
semakin rendah. Penggunaan terapi surfaktan postnatal, ventilasi yang tidak berlebihan,
vitamin A, steroid dosis rendah, dan inhalasi oksida nitrat dapat mengurangi keparahan BPD.

Retinopati pada bayi prematur (RBP)


Bayi dengan penyakit membran hialin yang memiliki nilai tekanan parsial oksigen (PaO2)
lebih dari 100mm Hg mempunyai resiko tinggi untuk menderita RBP. Oleh karena itu, harus
dipantau ketat PaO2 dan dijaga agar nilai PaO2 tetap pada 50-70mm Hg. Meskipun oksimetri
nadi digunakan pada semua bayi prematur, ia tidak membantu dalam mencegah RBP.

Gangguan neurologis
Gangguan neurologis terjadi pada sekitar 10-70% dari bayi dan berhubungan dengan usia
kehamilan bayi, tingkat dan jenis patologi intrakranial, dan apa adanya hipoksia dan infeksi.
Cacat pendengaran dan penglihatan dapat menganggu perkembangan pada bayi yang
menderita penyakit tersebut. Pasien dapat mengembangkan ketidakmampuan belajar yang
spesifik dan perilaku yang menyimpang. Oleh karena itu, bayi ini harus ditindaklanjuti secara
berkala untuk mendeteksi bayi yang mempunyai gangguan neurologis, dan dapat dilakukan
intervensi yang tepat.

2.9 TATALAKSANA

Terapi respiratory distress syndrome ditujukan untuk mencegah komplikasi dan


memburuknya keadaan yang terjadi akibat penyakit paru-paru pada neonatus, seperti
hipoksemia dan asidemia, sehingga proses penyembuhan dapat berlangsung. Bayi baru lahir
yang mengalami gangguan nafas berat harus dirawat di ruang rawat intensif untuk neonatus
(NICU), bila tidak tersedia bayi harus segera dirujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas
NICU.14Sebelum dirujuk atau dipindahkan ke NICU, penatalaksanaan yang tepat sejak awal
sangat diperlukan untuk mencapai keberhasilan perawatan.
14
Penatalaksanaan Non Respiratorik

Monitoring temperatur merupakan hal yang penting dalam perawatan neonatus yang
mengalami distress pernafasan. Keadaan hipo maupun hipertermi harus dihindari.8 Temperatur
bayi harus dijaga dalam rentang 36,537,5oC.4,8,9

Enteral feeding harus dihindari pada neonatus yang mengalami distress nafas yang
berat, dan cairan intravena dapat segera diberikan, untuk mencegah keadaan hipoglikemia.16
Keseimbangan cairan, elektrolit dan glukosa harus diperhatikan. Pemberian cairan biasanya
dimulai dengan jumlah yang minimum, mulai dari 60 ml/kgBB/hari dengan Dekstrose 10%
atau dari kebutuhan cairan harian. Kalsium glukonas dengan dosis 6-8 ml/kgBB/hari dapat
ditambahkan pada infus cairan yang diberikan.11 Pemberian nutrisi parenteral dapat dimulai
sejak hari pertama. Pemberian protein dapat dimulai dari 3,5 g/kgBB/hari dan lipid mulai dari
3 g/kgBB/hari.10

Gejala dan hasil pemeriksaan radiologis pada bayi yang mengalami distress nafas sering
tidak spesifik sehingga penyebab lain terjadinya distress nafas seperti sepsis perlu
dipertimbangkan, dan pemberian antibiotik spektrum luas sedini mungkin harus dimulai
sampai hasil kultur terbukti negatif. Pemilihan antibiotik inisial yang dianjurkan adalah
ampicillin dan gentamicin.6

Penatalaksanaan Respiratorik

Penanganan awal adalah dengan membersihkan jalan nafas, jalan nafas dibersihkan dari
lendir atau sekret yang dapat menghalangi jalan nafas selama diperlukan, serta memastikan
pernafasan dan sirkulasi yang adekuat. Monitoring saturasi oksigen dapat dilakukan dengan
menggunakan pulse oxymetri secara kontinyu untuk memutuskan kapan memulai intubasi dan
ventilasi. 9
Semua bayi yang mengalami distress nafas dengan atau tanpa sianosis harus
mendapatkan tambahan oksigen. Oksigen yang diberikan sebaiknya oksigen lembab dan telah
dihangatkan.8

15
Tabel 2. Panduan untuk monitoring saturasi oksigen dengan pulse oxymetri

> 95% Bayi aterm

88-94% Bayi pre term (28-34 minggu)

85-92% < 28 minggu

Sumber: Mathai8

Tujuan utama dalam penatalaksanaan gagal nafas adalah menjamin kecukupan


pertukaran gas dan sirkulasi darah dengan komplikasi yang seminimal mungkin. Hal ini dapat
dicapai dengan menangani dan mengatasi etiologi gagal nafas. Indikasi untuk memulai
ventilasi mekanis pada pasien yang mengalami gagal nafas biasanya didasari atas menetap atau
memburuknya keadan klinis akibat proses pertukaran gas di paru-paru yang terganggu.8,9

Penatalaksanaan di ruang NICU

Penatalaksanaan gagal nafas pada neonatus di ruang perawatan intensif neonatus


(NICU) saat ini telah mengalami perkembangan. Penggunaan surfaktan, high frequency
ventilator, inhaled nitric oxide (iNO), telah banyak dilakukan.8,9

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terapi gagal nafas pada neonatus (misalnya
dengan pemberian nitrat oksida, extracorporeal membrane oxygenation), 25-30% penderita
yang berhasil bertahan hidup mengalami gangguan kognitif, 6-13% mengalami cerebral palsy,
6-30% mengalami gangguan pendengaran, dan pada usia sekolah banyak yang mengalami
gangguan perhatian, pendengaran, disfungsi neuromotorik dan perilaku.12

Ventilasi Mekanis

Ventilasi mekanis merupakan prosedur bantuan hidup yang invasif dengan berbagai efek pada
sistem kardiopulmonal. Tujuan ventilasi mekanis adalah membaiknya kondisi klinis pasien dan
optimalisasi pertukaran gas dan pada FiO2 (fractional concentration of inspired oxygen) yang
minimal, serta tekanan ventilator/volume tidal yang minimal.3 Derajat distress pernafasan,
derajat abnormalitas gas darah, riwayat penyakit paru-paru, dan derajat instabilitas

16
kardiopulmonal serta keadaan fisiologis penderita harus ikut dipertimbangkan dalam
memutuskan untuk memulai penggunaan ventilator mekanik. Berbagai mode ventilasi mekanik
dapat ditentukan oleh parameter yang diatur oleh klinisi untuk menentukan karakteristik
pernafasan mekanis yang diinginkan. 9

Indikasi absolut penggunaan ventilasi mekanis antara lain: (1) prolonged apnea, (2)
PaO2 kurang dari 50 mmHg atau FiO2 diatas 0,8 yang bukan disebabkan oleh penyakit jantung
bawaan tipe sianotik, (3) PaCO2 lebih dari 60 mmHg dengan asidemia persisten, dan (4) bayi
yang menggunakan anestesi umum. Sedangkan indikasi relatif untuk penggunaan ventilasi
mekanis antara lain: (1) frequent intermittent apnea, (2) bayi yang menunjukkan tanda-tanda
kesulitan nafas, (3) dan pada pemberian surfaktan.8,9

Surfaktan

Surfaktan dapat diberikan pada 6 sampai 24 jam setelah bayi lahir apabila bayi
mengalami respiratory distress syndrome yang berat. Selanjutnya surfaktan dapat diberikan 2
jam (umumnya 4-6 jam) setelah dosis awal apabila sesak menetap dan bayi memerlukan
tambahan oksigen 30% atau lebih.4

Dosis surfaktan yang direkomendasikan untuk terapi.

Nama Produk Dosis Awal Dosis Tambahan

Galfactant 3 ml/KgBB Dapat diulang sampai 3 kali pemberian


dengan interval tiap 12 jam

Beractant 4 ml/KgBB Dapat diulang setelah 6 jam, sampai total


4 dosis dalam 48 jam

Colfosceril 5 ml/KgBB diberikan dalam 4 menit Dapat diulang setelah 12 dan 24 jam

Porcine 2,5 ml/KgBB Dosis 1,25 ml/KgBB dapat diberikan


tiap 12 jam

Sumber: Kosim4

Surfaktan dapat diberikan langsung melalui selang ETT atau dengan menggunakan
nebulizer. Pemberian langsung kedalam selang ETT memungkinkan distribusi surfaktan yang
lebih cepat sampai ke bagian perifer paru-paru, efektivitas nya lebih baik dan efek samping

17
yang dapat ditimbulkan lebih sedikit. Pemberian surfaktan juga dapat dilakukan dengan
menggunakan nebulizer disertai dengan ventilasi mekanis (2-3 menit), dilanjutkan dengan
postural drainage, tetapi hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian surfaktan dengan
cara ini kurang efektif karena volume surfaktan yang sampai kedalam paru-paru lebih sedikit.
8

Komplikasi yang mungkin terjadi pada pemberian surfaktan antara lain, bradikardi,
hipoksemia, hipo atau hiperkarbia, dan apnea. Bradikardi, hipoksemia dan sumbatan pada
endotracheal tube (ETT) dapat terjadi pada saat pemberian surfaktan dilakukan. Perubahan
perfusi serebral dapat terjadi pada bayi yang sangat prematur akibat redistribusi yang
mendadak dari aliran darah paru kedalam sirkulasi otak. Seluruh efek samping tersebut dapat
diatasi dengan menghentikan pemberian surfaktan dan meningkatkan aliran oksigen dan
ventilasi.8,9

High Frequency Ventilation

High frequency ventilation (HFV) adalah bentuk ventilasi mekanik yang menggunakan volume
tidal yang kecil, dan laju ventilator yang cepat. Keuntungan HFV adalah dapat memberikan
gas yang adekuat dengan tekanan pada jalan nafas yang lebih rendah sehingga mengurangi
kejadian barotrauma3

High frequency ventilation menggunakan konsep untuk mengurangi trauma volume


dan atelektaruma, yang akan mengurangi PaCO2 dengan resiko barotrauma yang kecil pada
paru-paru. HFV telah digunakan pada bayi dengan respiratory distress syndrome (RDS) yang
memerlukan bantuan nafas lebih lanjut. HVF mengurangi kejadian barotrauma pada bayi
dengan berat badan rendah. Pada saat ini penggunaan HFV lebih direkomendasikan karena
komplikasi yang lebih sedikit..8

Penggunaan klinis HFV lebih menguntungkan dibandingkan ventilator biasa. Pada


beberapa penelitian didapatkan bahwa pasien RDS yang menggunakan ventilator HFV
memperlihatkan penurunan kejadian lung injuries. Penggunaan HFV ini dapat menyediakan
ventilasi yang adekuat dengan airway pressure (tekanan jalan nafas) yang rendah, sehingga
penggunaannya dapat dipertimbangkan pada pneumotoraks, hipoplasia paru, sindroma aspirasi
mekonium, pneumonia dengan atelektasis.8,9

18
Inhaled Nitric Oxide

Pengunaan Inhaled nitric oxide (iNO) berdasar kepada kemampuannya sebagai vasodilator di
paru-paru tanpa menurunkan tonus vaskuler paru. Penggunaan iNO dipertimbangkan karena
memiliki kemampuan selektif menurunkan pulmonary vascular resistance (PVR).9

Nitrat oksida disintesis pada saluran napas atas dan bawah. Nitrat oksida merupakan
salah satu substansi fisiologis yang dilepaskan endotel untuk memelihara tekanan darah dalam
batas normal. Nitrat oksida akan berdifusi dari lapisan endotel ke dalam otot polos pembuluh
darah dimana akan mengaktifkan guanil siklase, dan mengkatalisir formasi dari cGMP, cGMP
kemudian akan mengfosforilasi beberapa protein melalui protein kinase dependent cGMP,
yang secara tidak langsung akan menyebabkan defosforilasi miosin dan menyebabkan relaksasi
otot polos.11

Sirkulasi paru janin cenderung mempunyai resistensi yang tinggi. Nitrat oksida
endogen secara fisiologis penting untuk mengatur tonus vaskuler paru janin. Nitrat oksida
menyebabkan angiogenesis, pembentukan alveolar dan pertumbuhan paru normal.11

Terapi iNo pada bayi baru lahir telah diteliti pada bayi preterm dan aterm. Nitrat oksida
eksogen yang dihantarkan melalui ventilator akan menyebabkan vasodilatasi paru. Terapi iNO
memperbaiki oksigenisasi tanpa efek samping jangka pendek seperti perdarahan paru,
perdarahan intrakranial, pnumotoraks pada bayi prematur dengan gagal napas.,11

2.10 PROGNOSIS

Komplikasi jangka pendek ( akut ) dapat terjadi 3:

1. Ruptur alveoli : Bila dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak,


pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi
dengan RDS yang tiba2 memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea, atau
bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
2. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk dan
adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul
karena tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat2
respirasi.

19
3. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak
pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
4. PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi bayi
dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya.

Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas oksigen, tekanan yang tinggi
dalam paru, memberatnya penyakit dan kurangnya oksigen yang menuju ke otak dan organ
lain.

Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :

1. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang


disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD
berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu
menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A.
Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi.
2. Retinopathy premature. Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang
berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya
infeksi.

20
BAB III
KESIMPULAN

Penyebab paling umum dari gangguan pernapasan pada bayi prematur adalah penyakit
membran hialin. Insiden meningkat dari 5% bayi lahir di 35-36 minggu usia kehamilan kepada
lebih dari 50% dari bayi yang lahir pada 26-28 minggu kehamilan. Kondisi ini disebabkan oleh
kekurangan surfaktan. Surfaktan menurunkan tegangan permukaan di alveolus selama
ekspirasi, yang memungkinkan alveolus untuk tetap sebagian diperluas dan dengan cara itu
mempertahankan kapasitas residual fungsional. Tidak adanya surfaktan menyebabkab dalam
komplians paru-paru yang rendah dan atelektasis. Bayi harus mengeluarkan banyak upaya
untuk memperluas paru-paru dengan setiap napas, dan kemudian akan terjadi gangguan
pernafasan.

Bayi dengan penyakit membran hialin menunjukkan semua tanda-tanda klinis


gangguan pernapasan seperti takipnea, sianosis, dan ekspirasi yang disertai rintihan. Pada
auskultasi, didapatkan gerakan udara berkurang meskipun usaha napas bayi kuat. Foto rontgen
dada menunjukkan atelektasis difus bilateral, menyebabkan gambaran ground-glass. Saluran
udara utama yang yang ditandai oleh kantung udara atelectatic, menghasilkan air
bronchogram. Pada anak yang tidak diintubasi, pengkubahan dari diafragma dan hipoekspansi
terjadi.

Oksigen tambahan, penggunaan CPAP hidung, intubasi dini untuk administrasi surfaktan dan
ventilasi, dan penempatan selang arteri umbilikalis dan vena adalah intervensi awal yang
diperlukan. Sebuah ventilator yang dapat memberikan napas yang disinkronkan dengan
upaya pernapasan bayi (disinkronkan ventilasi wajib intermiten) harus digunakan. Frekuensi
tinggi ventilator juga tersedia untuk penyelamatan bayi melakukan buruk pada ventilasi
konvensional atau yang memiliki masalah kebocoran udara. Terapi pengganti surfaktan,
digunakan baik di ruang bersalin sebagai profilaksis dan bayi yang sudah dengan penyakit
membran hialin sebagai penyelamatan, menurunkan tingkat kematian baik pada bayi
prematur dan bayi dengan komplikasi kebocoran udara dari penyakit tersebut. Selama
perjalanan awal penyakit, pengaturan dan persyaratan ventilator oksigen secara signifikan
lebih rendah pada bayi yang dirawat surfaktan dibanding subjek kontrol.

21
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Dudell GG, Stoll BJ. Respiratory Distress Syndrome (Hyaline Membrane Disease).
Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, editors. Nelson
Textbook of Pediatrics. Edisi ke 18. Philadelphia: Saunders; 2007.

2. Mohamed FB. Hyaline Membrane Disease (Respiratory Distress Syndrome). Dalam:


Gomella TL, Eyal FG, Zenk KE, editors. Neonatology: Management, Procedures, On-
Call Problems, Diseases, and Drugs. Edisi ke-5. New York: The McGraw-Hill
Companies; 2004.

3. Thilo EH. The Newborn Infant. Dalam: Hay WW, Levin MJ, Sondheimer JM,
Deterding RR, editors. Current Pediatric Diagnosis & Treatment, Edisi ke-18.
Colorado: The McGraw-Hill Companies; 2007.

4. Hansen TH. Hyaline Membrane Disease. Dalam: Rudolph CD, Rudolph AM, Hostetter,
MK, Lister G, Siegel NJ. Rudolph's Pediatrics, Edisi ke-21. New York: McGraw-Hill
Companies; 2003.

5. Bhakta KY. Respiratory Distress Syndrome. Dalam: Cloherty JP, Eichenweld EC,
Stark AR, editors. Manual of Neonatal Care. Edisi ke-6. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2008. h. 323-30.

6. Kosim MS. Gangguan Napas pada Bayi Baru Lahir. Dalam: Kosim MS, Yunanto A,
Dewi Rizalya, dkk. Buku Ajar Neonatologi. Edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI;
2008. h. 126-45.

7. Nur A, Etika R, Damanik SM dkk. Pemberian Surfaktan Pada Bayi Prematur Dengan
Respiratory Distress Syndrome. Available from:
www.pediatrik.com/buletin/06224113905-76sial.doc. Di akses 17 oct 2017.

22
8. Pramanik AK, dkk. Respiratory Distress Syndrome. Updated: Oct 10th, 2011.
Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/976034-overview . Di akses 17 oct
2017.

9. McClure PC. Hyaline Membrane Disease Imaging. Updated: May 25th, 2011.
Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/409409-overview. Di akses 17 oct 2017
10. Lubis HNU. Penyakit Membran Hialin. Available from:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/08PenyakitMembranHialin121.pdf/08Pe
nyakitMembranHialin121.html. Di akses 17 oct 2017.

11. Respiratory Distress Syndrome. http://emedicine.medscape.com/article/976034-


overview#a0156, Di akses 17 oct 2017.

23

Anda mungkin juga menyukai