Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
i
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA
DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT
DI KALIMANTAN TIMUR
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang 1
1.2 Maksud dan Tujuan Studi 2
1.3 Manfaat Studi 2
BAB VI PENUTUP 29
DAFTAR PUSTAKA 30
LAMPIRAN 31
iii
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA
DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT
DI KALIMANTAN TIMUR
DAFTAR TABEL
Tabel 2 Negara Produsen Utama CPO (Crude Palm Oil) Dunia Tahun 2000-
2007 (ribu ton) 4
Tabel 3 Negara Importir Utama CPO (Crude Palm Oil) Dunia Tahun 2000- 4
2007 (ribu ton)
Tabel 6 Produksi, Ekspor, dan Konsumsi Minyak Inti Sawit Indonesia (1000T) 9
Tabel 8 Perkembangan Kebutuhan CPO (Crude Palm Oil) Untuk Industri Hilir 9
Tahun 2003-2008 (ribu ton)
DAFTAR GAMBAR
iv
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA
DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT
DI KALIMANTAN TIMUR
v
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA
DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT
DI KALIMANTAN TIMUR
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA
DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT
DI KALIMANTAN TIMUR
I. PENDAHULUAN
1
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA
DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT
DI KALIMANTAN TIMUR
2
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA
DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT
DI KALIMANTAN TIMUR
Tabel 2. Negara Produsen Utama CPO (Crude Palm Oil) Dunia Tahun 2000-2007 (ribu
ton)
Negara Produksi CPO
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Malaysia 10.842 11.804 11.909 13.355 13.976 14.96 15.881 15.823
2
Indonesia 7.050 8.080 9.370 10.530 12.350 14.07 15.900 16.800
0
Nigeria 740 770 775 785 790 800 815 835
Columbia 524 548 528 527 632 661 708 780
Cote DIvore 278 205 240 220 270 260 265 320
Sumber : Ditjenbun, 2009.
Berdasarkan data dari tahun 2000-2007 menunjukkan bahwa Uni Eropa, Cina,
dan India merupakan negara importir CPO terbesar di dunia dengan tingkat konsumsi
CPO rata-rata pertahun sebesar 3,78 juta ton, 3,65 juta ton dan 3,55 juta ton.
Tabel 3. Negara Importir Utama CPO (Crude Palm Oil) Dunia Tahun 2000-2007 (ribu
ton)
Negara Jumlah Impor CPO
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Cina 1.764 2.120 2.660 3.353 3.851 4.320 5.462 5.730
Uni Eropa 2.419 3.019 3.370 3.593 3.945 4.470 4.674 4.803
Pakistan 1.107 1.325 1.300 1.468 1.432 1.646 1.736 1.654
India 3.650 3.492 3.461 4.067 3.451 3.315 3.198 3.690
Mesir 524 525 611 678 702 774 770 849
Sumber: Ditjenbun, 2009
3
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA
DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT
DI KALIMANTAN TIMUR
Kelompok produk lainnya yag cukup banyak menggunakan glycerin adalah Alkyd
resin dan makanan masing-masing 13 dan 12 persen.
Asam lemak metil ester (Fatty methylester) mempunyai peranan utama dalam
industri oleokimia. Metil ester digunakan sebagai senyawa intermediate untuk
sejumlah oleokimia yaitu seperti fatty alcohol, alkanolamida, a-sulfonat, metil ester,
gliserol monostearat, surfaktan gliserin dan asam lemak lainnya. Perusahaan Lion of
Japan bahkan telah menggunakan metil ester untuk memproduksi sabun mandi yang
berkualitas, selain itu metil ester saat ini telah digunakan untuk membuat minyak
diesel sebagai bahan bakar alternatif.
Metil ester mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan asam lemak
(fatty acid), diantaranya yaitu: 1) Pemakaian energi sedikit karena membutuhkan suhu
dan tekanan lebih rendah dibandingkan dengan asam lemak; 2) Peralatan yang
digunakan murah. Metil ester bersifat non korosif dan metil ester dihasilkan pada suhu
dan tekanan lebih rendah, oleh karena itu proses pembuatan metil ester menggunakan
peralatan yang terbuat dari karbon steel, sedangkan asam lemak bersifat korosif
sehingga membutuhkan peralatan stainless steel yang kuat; 3) lebih banyak
menghasilkan hasil samping gliserin yaitu konsentrat gliserin melalui reaksi
transesterifikasi kering sehingga menghasilkan konsentrat gliserin, sedangkan asam
lemak, proses pemecahan lemak menghasilkan gliserin yang masih mengandung air
lebih dari 80%, sehingga membutuhkan energi yang lebih banyak; 4) metil ester lebih
mudah didistilasi karena titik didihnya lebih rendah dan lebih stabil terhadap panas; 5)
dalam memproduksi alkanolamida, ester dapat menghasilkan superamida dengan
kemurnian lebih dari 90% dibandingkan dengan asam lemak yang menghasilkan
amida dengan kemurnian hanya 65-70%; 6) metil ester mudah dipindahkan
dibandingkan asam lemak karena sifat kimianya lebih stabil dan non korosif. Metil
ester dihasilkan melalui reaksi kimia esterifikasi dan transesterifikasi.
5
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA
DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT
DI KALIMANTAN TIMUR
Jenis oleokimia yang diproduksi oleh industri oleokimia di wilayah Jawa sudah
sampai turunan tingkat II yaitu fatty acids dan fatty alcohol, dilain pihak di wilayah
Jawa dan Batam telah memproduksi surfaktan. Untuk produksi Fatty Alcohol,
industri oleokimia di wilayah Sumatera telah memproduksi produk turunan alcohol
sulfat, etoksilat dan beberapa beberapa surfaktan primer lain ang berbasis alcohol
yaitu alcohol etersulfat, sodium alkyl, eterosulfat, fatty alcohol sulfat dan metilester
(Hadi Soebroto, dalam bisnis Indonesia, 2006).
Pada tahun 2005 kapasitas industri oleokimia mencapai 700.000 ton. Sekitar
500.000 ton kapasitas industri oleokimia berada di wilayah Sumatera sedangkan
sisanya berada di wilayah Jawa. Sekitar 90% dari total produk yang dihasilkan
didistribusikan untuk pasar ekspor. Pada tahun 2007 kapasitas produksi industri
oleokimia mencapai 870 ribu ton darisembilan perusahaan. Industri oleokimia di
Indonesia hanya berkembang di beberapa daerah, umumnya berada di kota-kota besar
yang dilengkapi fasilitas pelabuhan. Industri oleokimia tersebar di Propinsi Sumetera
Utara, Riau, Sumatera Barat, Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur (www.LIPI.go.id).
Perkembangan tiga jenis industri oleokimia dasar (fatt acids, fatty alcohol, dan
glycerol).
Tabel 5. Perkembangan Tiga Jenis Industri Oleokimia Dasar tahun 2006-2007
Fatty Acids Fatty Alcohol Glycerol
Uraian
2006 2007 2006 2007 2006 2007
Kapasitas (ton) 887.270 887.270 160.800 300.000 84.956 131.919
Produksi (ton) 745.307 754.180 120.600 237.000 43.328 71.236
Utilisasi kapasitas (%) 84 85 75 79 51 54
Kebutuhan dalam 186.327 188.545 49.037 60.139 13.337 14.137
negeri (ton)
Sumber: Departemen Perindustrian, 2007.
6
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA
DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT
DI KALIMANTAN TIMUR
kebutuhan mencapai 4,21 juta ton per tahun. Sedangkan total kebutuhan CPO dalam
negeri untuk industri hilir mencapai 5,43 juta ton per tahun.
Tabel 6. Produksi, Ekspor, dan Konsumsi Minyak Inti Sawit Indonesia (1000T)
TAHUN PRODUKSI EKSPOR KONSUMSI
Tabel 8. Perkembangan Kebutuhan CPO (Crude Palm Oil) Untuk Industri Hilir Tahun
2003-2008 (ribu ton)
Minyak
Tahun Margarine Sabun Oleokimia Jumlah
goreng
2003 3.750 250 260 620 4.880
2004 4.100 250 260 620 5.230
2005 4.200 270 275 630 5.375
2006 4.300 297 300 650 5.545
2007 4.400 297 300 650 5.647
2008 4.500 347 350 841 6.038
Sumber: Ditjenbun, 2009 (diolah) dalam Hafizah, 2009.
7
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA
DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT
DI KALIMANTAN TIMUR
8
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA
DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT
DI KALIMANTAN TIMUR
Kab. Nunukan
Kalimantan Timur dengan luas
Kab. Tana Kota Tarakan wilayah daratan 198.441,17 km2 dan
Kota. Tarakan
Tidung Tidung
Kab. Bulungan
luas pengelolaan laut 10.216,57 km2
Kab. Bulungan terletak antara 11344 Bujur Timur
dan 11900 Bujur Timur serta
Kab. Malinau diantara 424 Lintang Utara dan 225
Kab. Malinau Lintang Selatan. Dengan adanya
Kab. Berau perkembangan dan pemekaran
Kab. Kutai Timur
wilayah, provinsi terluas kedua
setelah Papua ini dibagi menjadi 10
Kab. Kutai Timur (sepuluh) kabupaten, 4 (empat) Kota,
136 kecamatan dan 1.410
Kota Bontang desa/kelurahan.
Kota Bontang Kesepuluh Kabupaten tersebut
Kab. Kutai KartanegaraKota Samarinda adalah Pasir dengan ibukota Tanah
Kab. Kutai Barat
Kota Samarinda Grogot, Kutai Barat dengan ibukota
Kab. Kutai Barat Sendawar, Kutai Kartanegara dengan
ibukota Tenggarong, Kutai Timur
Kota Balikpapan dengan ibukota Sengatta, Berau
Kab. Penajam Paser Utara dengan ibukota Tanjung Redeb,
Malinau dengan ibukota Malinau,
Kab. Pasir
Bulungan dengan ibukota Tanjung
Selor, Nunukan dengan ibukota
Nunukan, Penajam Paser Utara
dengan ibukota Penajam, dan Tana
Gambar 3. Peta Kalimantan Timur Tidung dengan ibukota Tideng Pale.
Sedangkan keempat kota adalah
Balikpapan, Samarinda, Tarakan dan
Bontang.
9
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA
DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT
DI KALIMANTAN TIMUR
3.2.2.1. Lahan
Sumberdaya alam yang berpeluang untuk pengembangan kelapa sawit di
Kalimantan Timur menurut Sjafran (2009):
Kawasan Budidaya kehutanan (KBK): 7,7 ha
Kawasan Hutan Lindung :1,5 juta ha
Kawasan Budidaya: 6,5 ha Non Kehutanan
Kawasan (Lahan) sesuai potensial untuk kelapa sawit: 4,5 juta ha
Luas tanaman kelapa sawit yang mampu menjadi kebun penyuplai TBS untuk diolah
menjadi CPO di Kalimantan Timur sebanyak 311.933 ha yang tersebar di 8 (delapan )
kabupaten. Adapun luas tanam di masing-masing kabupaten sebagai berikut:
10
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA
DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT
DI KALIMANTAN TIMUR
Tabel 10. Luas Lahan Penanaman Kelapa Sawit di Kalimantan Timur Tahun 2008
No. Kabupaten Luas Lahan (ha)
1 Paser 14.798,00
2 Kutai Barat 5.371,00
3 Kutai Kartanegara 73.371,00
4 Kutai Timur 113.902,00
5 Berau 30.979,00
6 Bulungan 8.255,00
7 Nunukan 43.832,50
8 PPU 20.884,50
Jumlah 311.933,00
Sumber: Badan Pusat Statistik Kalimantan Timur, 2009.
Produksi oleokimia dasar yang telah dilakukan dalam industri adalah melalui
proses termik (menggunakan suhu 2500C dan tekanan sekitar 50 atm), yaitu, melalui
proses pemecahan lemak (fat splitting), esterifikasi, transesterifikasi dan hidrogenasi
(Gambar 8). Proses tersebut memerlukan energi tinggi serta investasi peralatan yang
mahal dan mutu produk yang dihasilkan tidak terlalu baik ditinjau dari warna dan
baunya sebagai akibat proses panas tersebut ( Brady et al., 1988). Alternatif lain untuk
proses termik tersebut adalah reaksi enzimatik yang memanfaatkan enzim lipase dari
mikroorganisme sebagai biokatalisator bagi reaksi penguraian minyak atau lemak
(hidrolisis) menjadi gliserin asam-asam lemak murni tersebut, maka asam lemak hasil
hidrolisis tersebut difraksinasi dengan cara destilasi. Kelebihan dari proses enzimatik
ini adalah tidak diperlukan energi tinggi, investasi peralatan tidak mahal, lebih aman
terhadap lingkungan dan produk yang dihasilkan lebih baik mutunya. Lipase bekerja
pada kondisi suhu 30400C dan tekanan udara 1 atm, sehingga dapat diperoleh
produk dengan mutu yang lebih baik karena kondisi prosesnya menunjang kebutuhan
tersebut atau tidak mendegradasi produk yang dihasilkan (Yamane et. Al., 1982).
Menurut Iwai dan Tsujisaka (1984), lipase dapat dihasilkan dari sumber nabati seperti
dari kacang-kacangan, dari sumber hewani seperti kelenjar pankreas babi, dan yang
12
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA
DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT
DI KALIMANTAN TIMUR
Palm Oil
Palm Kernel Oil
Pre-Treatment
Crude methyl
Crude Fatty Acid Evaporation
esters
Bleaching
Distilled methyl Distilles fatty Hydrogenated Fractionated
esters Distillation
acids Fatty acids fatty acids
Fractionation Distilled
Fractionated
ester
Fractionated fatty
alcohols
yang digunakan. Jika bahan baku mengandung asam lemak bebas > 5% maka proses
perlu dilakukan dalam dua step yaitu step pertama merubah asam lemak bebas yang
terkandung dalam minyak menjadi esternya dan kedua merubah minyak netral
menjadi fatt methyl ester. Fatty alcohol dapat dibuat dengan mereaksikan fatty methyl
ester dengan hydrogen menggunakan katalis logam.
Unit peralatan yang diperlukan dalam industri oleokimia dasar untuk proses
pre-treatment antara lain:
a. Tank farm adalah tangki tempat penampungan bahan baku yang baru datang dan
menampung produk yang sudah diproses. Disamping itu diperlukan satu unit
tangki cadangan untuk mengantisipasi jika terjadi gangguan pada proses
pengolahan atau untuk menampung bahan baku jika terjadi gejolak harga. Alat-alat
ini masing-masing dilengkapi dengan alat pemanas khusus. Khusus untuk tangki
penyimpan bahan baku, suhu dipertahankan 450C. Hal ini bertujuan untuk
mempermudah menyalurkan CPO kebagian proses. Selain itu alat-alat ini juga
dilengkapi dengan agitator untuk mencampur minyak dengan anti oksida serta
dilengkapi dengan pompa-pompa yang digunakan untuk memompa minyak dari
satu tangki ke tangki lain.
b. Peralatan yang dibutuhkan dalam proses degumming antara lain tangki yang
digunakan untuk memproses CPO dan H3PO4 (degumming), tangki yang digunakan
untuk menyimpan H3PO4 dan kalsium karbonat.
c. Peralatan yang dibutuhkan dalam proses bleaching antara lain tangki untuk
menampung tanah pemucat, tangki untuk mencampur tanah pemucat dan minyak
yang sudah mengalami proses degumming, Niagara filter yang digunakan untuk
menyaring tanah pemucat dan penampung minyak hasil proses bleaching.
Unit utama yang diperlukan untuk proses splitting dalam menghasilkan
campuran fatty acids adalah unit splitter. Selanjutnya, campuran fatty acids tersebut
dapat difraksinasi menjadi asam lemak tunggal yang mempunyai tingkat kemurnian
tinggi (Gambar 6).
14
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA
DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT
DI KALIMANTAN TIMUR
Unit utama alat fraksinasi terdiri dari dua buah stripping tower yang sangat
menentukan tingkat kemurnian produk asam lemak yang dihasilkan. Pada proses
distilasi fraksinasi, kualitas asam lemak yang dihasilkan akan sangat tergantung pada
bahan baku, desain alat fraksinasi (jumlah tray yang digunakan) dan kondisi
operasinya. Unit fraksinasi asam lemak disajikan pada Gambar 7.
15
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA
DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT
DI KALIMANTAN TIMUR
4.1. Infrastruktur
4.1.1. Pelabuhan Laut
Kondisi Eksisting Pelabuhan Maloy
Berdasarkan kajian Master Plan tahun 2009, lokasi pelabuhan untuk Outlet
CPO dan turunannya ditetapkan di Sungai Golok yang masih dalam Maloy
dengan spesifikasi kedalaman alur + 20 m LWS dan panjang dermaga + 200 m.
16
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA
DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT
DI KALIMANTAN TIMUR
17
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA
DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT
DI KALIMANTAN TIMUR
4.1.5. Ketenagalistrikan
Kondisi ketenagalistrikan untuk kepentingan umum yang diusahakan oleh
PT.PLN (Persero) di Ranting Sangatta, Kabupaten Kutai Timur, sebagai berikut :
Daya Terpasang : 14,50 MW
Daya Mampu : 11,65 MW
Beban Puncak : 10,20 MW
Daftar Tunggu (Waiting List) 6,291 MVA dengan jumlah 3.553 calon
pelanggan.
4.1.6. Kelembagaan
Beberapa lembaga yang turut mendukung pengembangan inustri berbasis
minyak sawit di Kabupaten Kutai Timur antara lain:
a. Lembaga Keuangan (BPD Kaltim, BNI, Bank Mandiri, BRI).
b. Perguruan Tinggi (Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian).
c. Instansi terkait lingkungan Pemprov Kaltim dan Pemkab Kutim.
d. Perusda Kutai Timur Investama.
e. Pada Bulan September 2009 telah ada persetujuan BKPM atas nama PT.
Batuta Chemical Industrial Park, berstatus PMA yang bergerak pada bidang
Pembangunan dan Pengelolaan Kawasan Industri di Kab. Kutai Timur.
4.2. Legalitas
Pengembangan industri hilir/oleokimia dasar berbasis minyak sawit di
Kalimantan Timur didukung dengan adanya kebijakan nasional dan kebijakan daerah.
1. KEBIJAKAN NASIONAL
UU 5/1984 tentang Perindustrian.
UU 25/2007 tentang Penanaman Modal.
UU 26/2007 tentang Penataan Ruang.
UU 39/2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus.
PP 24/2009 tentang Kawasan Industri.
PP 26/2008 tentang RTRWN.
Ketentuan terkait dengan PTSP.
Ketentuan terkait dengan Insentif Perpajakan dan Kepabeanani.
Dukungan Pembiayaan melalui APBN.
2. KEBIJAKAN DAERAH
RTRWP/K.
Pembentukan Badan Persiapan Percepatan Pembangunan KIPI atau Dewan
Kawasan.
Keputusan Bupati Kutim 2006 Penetapan KIPI Maloy 4.305 Ha.
Pembebasan Lahan oleh Pemda Kutim 1.000 Ha.
Dukungan Pembiayaan melalui APBD Prov. dan Kab/Kota.
18
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA
DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT
DI KALIMANTAN TIMUR
I. Surat Permohonan (Blangko Model 1/PMDN) dan ditanda tangani diatas materai Rp.
6,000.- oleh pemohon dibuat rangkap dua dengan dilampiri persyaratan sbb:
1. Bukti Diri Pemohon:
a. Photo Copy Akte Pendirian (PT, BUMN, BUMD, CV, Firma dll);
b. Photo Copy Anggaran Dasar bagi Badan Usaha Koperasi;
c. Photo Copy KTP;
2. Photo Copy Nomor Wajib Pajak (NPWP) Pemohon;
3. Proposal Proyek atau Bidang Usaha yang dimohon dan atau rencana kegiatan
dari awal penanaman modal hingga pemasaran hasil produksi.
4. Peta Lokasi Proyek Skala 1 : 100.000.
5. Persyaratan dan atau ketentuan sektoral yaitu, rekomendasi dari :
1). Lurah/Kades;
2). Camat;
3). Instansi Teknis yang menjelaskan tentang bahwa lokasi yang dimohon tidak
bermasalah dan layak untuk proyek dimaksud seperti rekomendasi dari :
a. Dinas Kehutanan;
b. Dinas Perkebunan;
c. Dinas Pertanian dan Peternakan;
d. Badan Pertanahan Nasional;
e. Dinas/Instansi lainnya yang berkaitan dengan proyek yang dimohon.
6. Laporan keuangan dan atau akuntabilitas;
7. Pernyataan bersedia berkantor pusat di Kota/Kabupaten;
8. Surat Kuasa dari yang berhak apabila permohonan bukan dilakukan oleh
pemohon sendiri.
9. Kesepakatan/perjanjian kerjasama untuk bermitra dengan Usaha Kecil yang
antara lain memuat :
1. Nama dan alamat masing-masing pihak;
2. Pola kemitraan yang akan digunakan;
3. Hak dan Kewajiban masing-masing pihak;
4. Bentuk pembinaan yang akan diberikan kepada usaha kecil;
Hal-hal lain yang dianggap perlu.
10. Akte Pendirian atau perubahannya mengenai penyertaan usaha kecil sebagai
pemegang saham, apabila kemitraan dalam bentuk penyertaan saham;
11. Surat pernyataan diatas materai dari usaha kecil yang menerangkan bahwa
yang bersangkutan memenuhi kriteria usaha kecil sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 1995.
II. Setelah Permohonan diterima di Bagian Perekonomian & Penanaman Modal Setda
Kota/Kab, yang selanjutnya Permohonan diperiksa kelengkapannya/ lampirannya
oleh Sub Bagian Penanaman Modal dan BUMD.
III. Setelah lampiran sudah lengkap, maka proposal dipresentasikan oleh Investor
dengan biaya sendiri untuk dipresentasikan dihadapan pejabat Pemerintah Kota/Kab
dan bila dianggap perlu juga diundang dari DPRD, Unsur Organisasi dalam
masyarakat, Unsur Mahasiswa, LSM dll.
IV. Hasil Presentasi dinilai oleh Bagian Perekonomian dan Penanaman Modal atas
persetujuan Pemerintah Kota/Kab.
20
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA
DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT
DI KALIMANTAN TIMUR
21
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA
DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT
DI KALIMANTAN TIMUR
V. ANALISIS FINANSIAL
5.1. Asumsi
Perhitungan analisis finansial industri hilir/oleokimia dasar berbasis minyak
sawit menggunakan beberapa asumsi dan parameter yang disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13. Asumsi-asumsi pada Industri Hilir/ Oleokimia dasar Berbasis Minyak Sawit
di Kalimantan Timur
1 Kapasitas Produksi
Kapasitas operasi 100% 90,000 ton per tahun
Jam kerja efektif pabrik 20 Jam/hari
Hari Kerja 300 Hari/tahun
2 Bahan Baku Produksi 1.07 Ton CPO/ton O-D
3 Pabrik
Masa pembangunan pabrik 3 Tahun
Tanah 20.000 m2
Luas pabrik 4000 m2
4 Keuangan
Debt Equity Ratio 70% 30%
Bunga
- Investasi 14% per tahun
- Modal kerja 14% per tahun
Pembayaran
- Investasi 10 Tahun
- Modal kerja 1 Tahun
Masa tenggang pembayaran 3 Tahun
investasi (grace period)
Discount Factor 14%
5 Biaya
Pengawasan dan over head 1% Rp/tahun
Pemeliharaan 5% Rp/tahun
Asuransi 3% Rp/tahun
Lab/Quality control 1 .000.000.000 Rp/tahun
Lain-lain 1% Rp/tahun
6 Produk dan Harga produk
Glycerin 10% 14.688.244 Rp/ton
Fatty Acids 73% 6.963.755 Rp/ton
Fatty Alcohol 10% 7.540.355 Rp/ton
Metyl Ester 7% 10.075684 Rp/ton
7 Umur Proyek 15 Tahun
22
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA
DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT
DI KALIMANTAN TIMUR
Tabel 14. Investasi pendirian pabrik industri hilir/oleokimia dasar berbasis minyak
sawit di Kalimantan Timur
No. Uraian Total (Rp)
1 Pra Operasional 1.150.000.000,00
2 Penyediaan tanah 2.000.000.000,00
3 Bangunan pokok dan penunjang 79.500.000.000,00
4 Mesin dan Peralatan 93.400.000.000,00
5 Alat Kantor 184.000.000,00
6 Kendaraan 1.180.000.000,00
7 Kontingensi (2.5%) 4.435.350.000,00
Jumlah 181.849.350.000,00
Modal kerja terdiri dari biaya variabel yang jumlahnya tergantung pada jumlah
oleokimia dasar yang dihasilkan dan biaya tetap yang nilainya tidak dipengaruhi oleh
kapasitas produksi. Modal kerja yang digunakan adalah modal kerja tertinggi yaitu
pada saat pabrik telah beroperasi maksimal (100%) dan dikali dengan faktor konversi
1.5 yaitu sebesar Rp. 55.845.432.350,93 yang merupakan biaya operasional bahan
baku selama 30 hari.
Biaya variabel terdiri dari biaya bahan baku dan bahan tambahan, utilitas dan
konsumsi serta transportasi produk. Rincian biaya operasional dengan kapasitas
pabrik maksimal (100%) disajikan pada Tabel 15.
Tabel 15. Biaya Operasional Pabrik industri hilir/oleokimia dasar berbasis minyak
sawit di Kalimantan Timur
Deskripsi Konsumsi Satuan Harga/satuan Total
A Biaya Variabel
1 Bahan baku/kimia
a CPO 1,07 Ton/Ton O-D 5,000,000 481,500,000,000
b Metanol 0,115 Ton/Ton O-D 2,760,000 28,566,000,000
c KOH 0,016 Ton/Ton O-D 7,360,000 10,598,400,000
d H2SO4 0,001 Ton/Ton O-D 1,380,000 124,200,000
e Bahan untuk Proses 0,003 Ton/Ton O-D 16,560,000 4,471,200,000
Degumming
f Bahan untuk proses 0,001 Ton/Ton O-D 11,960,000 1,076,400,000
bleaching
526,336,200,000
2 Utilitas dan Konsumsi
Sub Total
a Uap 5 bar 0,67 Ton/Ton O-D 150,000 9,045,000,000
b Listrik 67,15 kWh/Ton O-D 841.7 5,086,813,950
c Air pendingin 1,68 m3/Ton O-D 2500 378,000,000
d Air untuk proses 0,17 m3/Ton O-D 9,500 145,350,000
e Air sisa 0,17 m3/Ton O-D 13,800 211,140,000
f Nitrogen cair 0,84 kg/Ton O-D 3,000 226,800,000
g Lain-lain 2,1 Rp/Ton O-D 30,000 5,670,000,000
Sub Total 20,763,103,950
3 Upah Tenaga Kerja 120 Org/thn 3,102,000,000
4 Biaya Pemasaran 1 Rp/Ton O-D 5,000 450,000,000
5 Biaya Bahan Bakar 16.758 liter/Ton O-D 5,000 7,541,100,000
Total Biaya Variabel 550,201,303,950
(A)
Tabel 15. Lanjutan
23
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA
DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT
DI KALIMANTAN TIMUR
B Biaya Tetap
1 Gaji Manajer+Tenaga 1 Rp/Tahun 1,170,000,000 1,170,000,000
Ahli
2 Pengawasan dan over 1 Rp/Tahun 1,762,640,000 1,762,640,000
head
3 Perawatan 1 Rp/Tahun 8,813,200,000 8,813,200,000
4 Asuransi 1 Rp/Tahun 5,287,920,000 5,287,920,000
5 Lab/Quality control 1 Rp/Tahun 12,000,000,000 12,000,000,000
6 Lain-lain 1 Rp/Tahun 1,762,640,000 1,762,640,000
7 Depresiasi Tahun (Straight line) 12,316,383,333
Total Biaya Tetap 43,112,783,333
Total Biaya Produksi 593,314,087,283
Tabel 17. Hasil Perhitungan Kriteria Kelayakan Investasi Industri Hilir/ Oleokimia
Dasar Berbasis Minyak Sawit di Kalimantan Timur
No. Kriteria Nilai Justifikasi Kelayakan
Kelayakan
Skenario
Kriteria
No.
Kelayakan 1: Kapasitas
2: Kenaikan 3: Harga jual 4: Suku bunga naik
Produksi Turun
Biaya Bahan turun sebesar menjadi 20
10% (81.000
Baku sebesar 5% 3% %pertahun
ton/tahun)
1 NPV (Rp) 171,64 juta 150,60 juta 158,11 juta 206,39 juta
2 IRR(%) 53,09 48,08 47,70 59,70
3 Net B/C Ratio 5,12 4,61 4,79 5,95
12 tahun 13 tahun 10 tahun
4 Payback period 14 tahun
6 bulan 5 bulan 10 bulan
VI. PENUTUP
25
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA
DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT
DI KALIMANTAN TIMUR
26
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA
DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT
DI KALIMANTAN TIMUR
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Kalimantan Timur. 2009. Kalimantan Timur Dalam Angka 2009.
Badan Pusat Statistik Kalimantan Timur, Samarinda.
Departemen Perindustrian. 2009. Peta Komoditi Utama Sektor Primer dan Pengkajian
Peluang Pasar Serta peluang Investasinya di Indonesia. Departemen
Perindustrian Jakarta. Http: www.depperin go.id. Download 30 Mei 2010.
Fricke, T.B.. 2009. Buku Panduan Pabrik Kelapa sawit Skala Kecil untuk Produksi
Bahan baku Bahan Bakar Nabati (BBN). USAID Indonesia.
Hafizah, M.R. 2009. Analisis Penawaran Crude Palm Oil (CPO) di Indonesia: Pendekatan
Error Corection Model. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Skripsi tidak
dipublikasikan.
Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2003. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit dan Produk
Turunannya. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan. Http: www.iopri.org.
Download 30 Mei 2010.
Sjafran, H.S. 2009. Prospek dan Tantangan Pengembangan Kelapa Sawit Kalimantan
Timur. Disampaikan pada seminar Nasional Revitalisasi Sektor Pertanian
dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan, Lahan, dan Energi di Kalimantan
Timur. Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas
Mulawarman, Samarinda. Diselenggarakan pada tanggal 25 Juni 2009.
Tim INDEF. 2007. Strategi Pengembangan Industri Hilir Kelapa Sawit. INDEF, Jakarta.
27
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA
DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT
DI KALIMANTAN TIMUR
LAMPIRAN
28
PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR/OLEOKIMIA
DASAR BERBASIS MINYAK SAWIT
DI KALIMANTAN TIMUR
RENCANA PERUBAHAN
- Perubahan bidang usaha atau produksi
- Perubahan investasi
- Perubahan/pertambahan TKA
- Perubahan kepemilikan saham
- Preusan PMA atau PMDN atau non PMA/PMDN
- Perpanjangan WPP
- Perubahan status
- Pembelian saham preusan PMDN dan non PMA/PMDN oleh
asing atau sebaliknya
29