Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Embriologi Sistem Pencernaan

Pembentukan sistem pencernaan dimulai pada usia embrio minggu keempat


yang diawali oleh pembentukan primitive gut, berbentuk tabung yang merupakan
bagian dari endoderm yang dilapisi oleh yolk.1,2 Primitive gut dibatasi pada pars
cranial oleh membrane orofaringeal dan pada pars kaudal oleh membrane kloaka.1
Bagian dari primitive gut dibedakan menjadi 3 yakni foregut, midgut, dan hindgut.
Foregut akan membentuk esophagus, gaster, duodenum, liver dan kantung empedu
serta pankreas. Midgut membentuk sepertiga distal duodenum hingga 2/3
transversum.1 Sementara hindgut membentuk kolon desenden hingga 2/3 proksimal
kanalis anal.1

Selain pembentukan sistem intestinal, endoderm dari hindgut juga menjadi


pembentuk epithelial lumen dari kandung kemih dan uretra.1,2 Dalam prosesnya,
terminal dari hindgut akan memasuki bagian posterior dari kloaka dan membentuk
kanal anorektal, sementara bagian anterior kloaka akan dimasuki oleh alantois dan
membentuk sinus urogenital.2 Kedua pars kloaka ini dipisahkan oleh septum urorektal
yang merupakan derivat dari mesoderm yang berasal dari alantois. Pada usia fetus di
akhir minggu ke 7, membrane kloaka akan ruptur dan membentuk bukaan anus di
posterior dan sinus urogenital di anterior. Sementara ujung dari septum urorektal akan
membentuk perineal body. Pada akhir minggu ke 9, proliferasi ectoderm akan
membentuk sepertiga distal dari kanal anal.1,2
Atresia Ani

Atresia ani yang dikenal dengan istilah imperforasi ani merupakan kelainan
kongenital dimana tidak terbentuk anus secara sempurna dengan atau tanpa fistula.3,4
Insidens kelainan ini didapatkan pada 1 dari 5000 kelahiran hidup.3,4, Atresia ani
diklasifikasikan secara khusus untuk laki laki dan perempuan berdasarkan ada
tidaknya fistula, letak fistula, kelainan rectum. Pada laki laki, insidens tertinggi yang
didapatkan adalah atresia ani dengan fistula rektouretra sementara pada perempuan
paling banyak didapatkan atresia ani dengan fistula rektovestibular. Klasifikasi secara
lengkap yakni sebagai berikut3
Dalam pemeriksaan klinis yang dilakukan, diperlukan deteksi dini pada
atresia ani sejak bayi lahir.4 Pemeriksaan yang penting adalah inspeksi menyeluruh
pada regio ani dan perineum.4 Pemeriksaan ada tidaknya mekonium yang keluar dari
lubang anus atau dari struktur lainnya diberi batas waktu 24 jam untuk diobservasi
karena ekspulsi mekonium memerlukan tekanan intraabdomen yang cukup tinggi
untuk bisa melewati fistula.4

Diagnosis

Tatalaksana pada neonatus laki-laki dengan kecurigaan malforasi anorektal


harus didahului oleh pemeriksaan yang seksama pada daerah perineum.3,4 Meski
pemeriksaan ini terkadang cukup untuk memberikan informasi mengenai jenis
malformasi yang terjadi, kolostomi ataupun operasi primer sebaiknya tidak dilakukan
sebelum 24 jam pertama, mengingat bahwa diperlukan tekanan intraluminal yang
signifikan untuk memaksa mekonium keluar melalui fistel.4 Fistel yang sempit
membutuhkan waktu lebih lama untuk mengeluarkan mekonium, dan pengeluaran
mekonium melalui fistel akan menjadi tanda mengenai keberadaan dan lokasi fistel .4

Pemeriksaan radiologi yang dilakukan sebelum 24 jam pertama kehidupan


dapat memberikan hasil yang tidak akurat karena rektum masih kolaps.4 Dibutuhkan
tekanan intraluminal yang signifikan untuk melawan tonus otot pada sfingter,
sehingga pemeriksaan radiologi yang dilakukan sebelum 24 jam dapat memberikan
kesan rektum letak tinggi dan menyebabkan kesalahan diagnosis dan tatalaksana yang
tidak tepat.4
Pada neonatus dengan malforasi anorektal yang tidak mengeluarkan
mekonium setelah 24 jam kehidupan, pemeriksaan radiologis cross-table lateral dapat
dilakukan dengan pasien dalam posisi knee-chest. Apabila udara pada rektum terletak
di bawah os coccyx dan pasien dalam kondisi baik tanpa kelainan kongenital lainnya,
operasi PSRAP dapat dilakukan tanpa didahului oleh kolostomi protektif.4
Sebaliknya, apabila udara pada rektum tidak melebih rektum, mengeluarkan
mekonium bersamaan dengan urin atau kondisi penyulit lainnya, kolostomi lebih
dianjurkan untuk memungkinkan dilakukannya kolostogram, yang akan memberikan
gambaran kelainan anatomis yang lebih baik.4 Terapi definitif dapat dilakukan 1-2
bulan kemudian.
Pada pasien neonatus perempuan dengan malformasi anorektal, penegakan
diagnosis dan tatalaksana juga didahului oleh pemeriksaan daerah perineum. Inspeksi
pada daerah perineum dapat menentukan jumlah bukaan - apabila hanya ditemukan
satu bukaan pada daerah perineum, temuan ini mengakkan diagnosis kloaka pada
pasien, yang memiliki kemungkinan tinggi untuk mengalami defek anatomi lainnya
dan memerlukan tatalaksana yang lebih kompleks.3,4
Pemeriksaan foto polos cross-table lateral dilakukan pada pasien dengan
malforasi anorektal tanpa fistel dan mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan,
dengan cara yang digambarkan pada gambar 3.1. Tatalaksana lanjutan pada pasien
neonatus perempuan dengan malforasi anorektal tanpa fistel sama dengan pasien
neonatus laki-laki; apabila ada keadaan penyulit yang tidak memungkinkan untuk
dilakukan anorektoplasti pada neonatus, kolostomi dapat dilakukan terlebih dahulu
dan terapi definitif dilakukan beberapa bulan setelahnya
Tatalaksana

Hingga saat ini kolostomi yang dianggap ideal dalam tatalaksana malformasi
anorektal adalah divided descending colostomy.4 Hal ini disebabkan karena kolostomi
ini memungkinkan terjadinya dekompresi yang adekuat, dan segmen kolon distal
non-fungsional yang pendek namun tidak mengganggu proses pull-through pada
tahap terapi definitif.4 Kolostomi pada kolon desendan atau sigmoid juga dianggap
lebih menguntungkan dibanding dengan kolostomi transversal, karena proses
pembersihan kolon distal pada proses kolostomi menjadi lebih mudah. Pada pasien
dengan fistel rektouretra, seringkali urin mengalami arus balik dan masuk ke dalam
kolon. Kolostomi pada lokasi yang lebih proksimal membuat waktu transit urin dalam
kolon menjadi lebih lama dan memungkinkan terjadinya absorbsi dari urin,
menyebabkan terjadinya asidosis metabolik.4 Loop colostomy memungkinkan
masuknya feses dari stoma proksimal ke distal, dan dapat menyebabkan terjadinya
infeksi, dilatasi rektal, dan impaksi feses. Kesalahan lain yang sering terjadi adalah
kolostomi pada rektosigmoid bagian bawah - proses ini membuat segmen distal
menjadi terlalu pendek dan sulit untuk dimobilisasi pada proses pull through.4
Posterior Sagital Anorectoplasty

Sebanyak 90% malformasi anorektal pada neonatus laki-laki dapat diperbaiki


dengan melakukan PSARP tanpa membuka rongga abdomen, meski tatalaksana pada
setiap kasus memiliki perbedaan tergantung pada variasi anatomis pasien.4 Dilatasi
pada rektum umumnya lebih jarang terjadi apabila operasi dilakukan pada usia dini
dan dilakukan kolostomi yang adekuat. Pada pasien dengan kolostomi, PSARP
dilakukan setelah pemeriksaan distal kolostogram untuk menentukan lokasi pasti dari
fistel dan rektum - melakukan proses ini tanpa kolostogram meningkatkan risiko
terjadinya kerusakan pada vesika seminalis, prostat, uretra dan inervasi kandung
kemih.4
Proses PSARP pada pasien malformasi anorektal dengan fistel rektovesika
melibatkan seluruh tubuh bagian bawah dari pasien dan operasi dilakukan dengan
laparoskopi. Bidang diseksi dimulai pada peritoneum di sekitar rektum distal untuk
kemudian dilanjutkan ke arah distal. Bidang diseksi harus tetap berada di dinding
rektum hingga mencapai kandung kemih.4 Bidang komunis dari kandung kemih dan
rektum kemudian dibebaskan dan bagian fistel pada kandung kemih diligasi atau
dijahit.4 Pembuluh darah yang meperdarahi rektum distal kemudian dibebaskan
sehingga segmen rektum yang terbebas cukup panjang untuk kemudian dilakukan
penarikan hingga ke daerah perineum. Pembuatan kolostomi yang terlalu distal dapat
menghambat proses mobilisasi rektum pada tahap ini. Saat rektum telah dibebaskan,
kanula dengan trokar tumpu dilewatkan melalui perineum, anterior dari os coccyx.
Rektum distal kemudian ditahan dan diposisikan sedemikian rupa di tengah sfinkter.
Fiksasi dilakukan dengan penjahitan di empat kuadran, dengan tiga jahitan tambahan
di antara setiap dua jahitan. 4
DAFTAR PUSTAKA

1. Sadler TW. Langmans Medical Embryology. 11th ed. Lippincott Williams


and Wilkins Inc. 2011. p.302-16
2. The Digestive System. In: Moore KL, Persaud TVN. The Developing Human.
9th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2013.
3. Pena A, Levitt MA. Anorectal Malformations. In .Grosfeld JL,ONeill JA,
Fonkalsrud EW, Coran AG. Pediatric Surgery.6th ed. Mosby Elsevier Inc.
2006. p1566-73
4. Pena A, Levitt MA. Imperforate Anus and Cloacal Malformations. In
Holcomb GW, Murphy JP. Ashcrafts Pediatric Surgery. 5th ed. Elsevier Inc.
2010. p468-84

Anda mungkin juga menyukai