Anda di halaman 1dari 18

PR Dr. Tatar Sumandjar, Sp.

PD-KPTI, FINASIM

1. Area Traube
Anatomi Permukaan :
1) Gambar dua garis vertikal. Garis pertama memotong costae 6 pada linea
midclavicularis sinistra dan garis kedua memotong costae 9 pada linea
axillaris anterior sinistra.
2) Kemudian buat garis melengkung dengan arah cembung keatas dari
costae 6 linea midclavicularis sinistra menuju costae 9 linea axillaris
anterior sinistra.
3) Kemudian gambar garis lurus yang memotong arcus costae dari costae
6 hingga costae 9.
4) Batas batas tersebut akan membentuk suatu area yang disebut dengan
Area Traube.
5) Area Traube apabila diperkusi normalnya akan terdengar timpani.
Apabila saat diperkusi terdengar redup, maka mengindikasikan adanya
splenomegali.

Penyebab perkusi Area Traube menjadi redup :


1) Splenomegali
2) Efusi pleura
3) Pembesaran lobus kiri hepar
4) Efusi pericardial masif
5) Lambung penuh

Sumber :

R Alagappan et al. 2014. Manual of Practical Medicine Fifth Edition. India : Jaypee
Brothers Medical Publishers; p : 347

2. Bunyi Jantung I II
Bunyi Jantung I : Disebabkan utamanya karena adanya penutupan katup
atrioventricular, katup mitral (M1), dan katup tricuspid (T1). Bunyi jantung 1
dapat juga disebabkan karena getaran otot jantung, pembuluh darah, dan
struktru adnexa.
Kelainan pada bunyi jantung 1 :
BJ 1 menurun / melemah pada:
- Mitral regurgitasi
- Trikuspid regurgitasi
- Disfungsi ventrikel kanan atau kiri
- Stenosis trikuspid (kalsifikasi katup)
- Stenosis mitral (kalsifikasi katup)
- Obesitas
- PR interval yang memanjang

BJ 1 mengeras pada :
- Stenosis mitral : katup mitral tetap terbuka lebar sampai akhir
diastol karena adanya perbedaan tekanan yang besar pada katup
mitral.
- Stenosis trikuspid
- Output yang tinggi
- PR interval memendek
- Myxoma arterial

BJ 1 variabel :
- Fibrilasi atrial
- Extrasistol
- Complete heart block

Splitting pada BJ 1 :
Normalnya dua komponen mayor pada BJ 1 yang dapat
terdengar adalah M1 yang terdengar lebih keras di apex, diikuti dengan
T1 yang terdengar di tepi sternal kiri. Kedua bunyi tersebut normalnya
terpisah 20 30 milidetik dan terdengar sebagai suara tunggal pada
pasien yang normal.
Ketika terjadi perpisahan pada BJ 1 yang terdengar di apex,
biasanya disebabkan karena adanya kombinasi antara penutupan katup
mitral dengan suara atrial yang mendahului atau suara ejeksi
selanjutnya.
Pada RBBB, onset dari sistol ventrikel kanan terlambat dan T1
juga terdengar terlambat untuk disadari sebagai suara yang terpisah dari
M1. Kedua komponen tersebut akan lebih mudah terdengar pada pasien
dengan RBBB dan disertai hipertensi pulmonal.

Penyebab terjadinya Splitting pada BJ 1 :


1) RBBB dengan hipertensi pulmonal
2) Left Ventricular pacing
3) Denyutan ektopik dan ritme idioventricular dari LV
4) Anomali Ebstein

Penyebab reverse splitting dari BJ 1 :


1) Right Ventricular pacing
2) Denyutan ektopik dan ritme idioventricular dari RV

Bunyi Jantung 2 : Disebabkan karena penutupan dari katup aorta (A2) dan
katup pulmonal (P2).

Kelainan pada BJ 2 :

BJ 2 Menghilang :
- BJ 2 menghilang pada usia tua dapat disebabkan karena hilangnya
A2 atau P2 akibat dari stenosis aorta terkalsifikasi atau emfisema
kronik
BJ 2 menurun / melemah :
- Bunyi A2 melemah pada stenosis aorta terkalsifikasi
- Bunyi P2 melemah pada stenosis pulmonal terkalsifikasi
BJ 2 mengeras :
- Dapat disebabkan karean A2 atau P2 yang mengeras, atau gabungan
suara dari A2 dan P2
Penyebab mengerasnya suara A2 :
- Hipertensi sistemik
- Aneurisma aorta
- Regurgitasi aorta sifilitik
- Aterosklerosis
Penyebab mengerasnya suara P2 :
- Hipertensi pulmonal
- Dilatasi arteri pulmonal
Penyebab tergabungnya suara A2 dan P2:
- Kondisi yang menyebabkan terhambatnya penutupan katup aorta,
atau penutupan katup pulmonal yang terlalu cepat dapat
menyebabkan BJ 2 tunggal mengeras
- Ketika interval splitting antara A2 dan P2 menjadi kurang dari 30
milidetik
Penyebab terhambatnya A2 :
- LBBB komplit
- Obstruksi traktus ventrikel kiri
- Penyakit jantung arteriosklerosis
- Kompleks Eisenmenger
Penyebab P2 yang terlalu cepat
- Sindroma WPW

BJ 2 tunggal dapat disebabkan karena :


1) A2 menghilang :
o Stenosis aorta
o Atresia aorta
2) P2 menghilang :
o Stenosis pulmonal
o Atresia pulmonal
o Transposition of great vessels
o Tetralogy of Fallot
3) Truncus arteriosus
Splitting pada BJ 2 :
- Normalnya terjadi pada anak anak dan dewasa muda saat inspirasi
- Interval normal : A2 P2 30 milidetik, A2 OS 30 150 milidetik

Wide split pada BJ 2 :


1) Early A2 :
- Mitral regurgitasi
- Defek septum ventrikel
- Perikarditis konstriktif

2) Late P2 :
- RBBB
- Ektopik ventrikel kiri
- Pacu jantung ventrikel kiri

Wide fixed split pada BJ 2 :


- Defek septum atrial
- Anomali sebagian dari koneksi vena pulmonal
- Kegagalan ventrikel kanan
- Embolisme pulmonal akut masif

Reverse splitting pada BJ 2 :


1) Early P2 : pada sindroma WPW
2) Delayed A2 :
- Stenosis aorta
- Kardiomiopati hipertrofi
- Patent ductus arteriosus yang besar
- LBBB
- Right ventricle pacemaker
- Right ventricle ectopics
- Hipertensi Sistemik
3) BJ 2 pada sindroma Eisenmenger :
- VSD BJ 2 tunggal keras
- PDA BJ 2 close split
- ASD BJ 2 narrow fixed split

Sumber :

R Alagappan et al. 2014. Manual of Practical Medicine Fifth Edition. India : Jaypee
Brothers Medical Publishers; p : 221 223

3. Gaya hidup pada pasien DM dan Hipertensi

Terapi non farmakologis Hipertensi

Lima modifikasi gaya hidup yang dianjurkan oleh JNC 7 :


1) Mengurangi intake sodium
Mengurangi intake sodium hingga tidak lebih dari 100 mmol
perhari (2.4 gram sodium atau 6 gram klorida).
2) Meningkatkan aktivitas / olahraga
Olahraga aerobik mempunyai efek samping yang baik untuk
tekanan darah, dapat mengurangi tekanan darah sistolik hingga 4 mmHg
dan tekanan darah diastolik hingga 3 mmHg. Pasien dengan
prehipertensi atau hipertensi direkomendasikan melakukan olahraga
selama 30 menit per harinya selama seminggu (minimal 4 hari dalam
seminggu).
3) Membatasi konsumsi alkohol
Mengurangi konsumsi alkohol dapat menurunkan tekanan darah
sistolik hingga 3 mmHg dan tekanan darah diastolik hingga 2 mmHg.
Laki laki tidak boleh minum lebih dari dua minuman beralkohol per
hari, sedangkan wanita tidak boleh minum lebih dari satu minuman
beralkohol per harinya.
4) Mengikuti diet sesuai DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension)

5) Mengurangi berat badan


Mengurangi berat badan merupakan modifikasi gaya hidup yang penting
pada penurunan tekanan darah. Penurunan berat badan sebesar 4.5 kg
dapat menurunkan tekanan darah dan menghindari prehipertensi.
Penurunan berat badan sebesar 9 kg dapat menurunkan tekanan darah
sistolik hingga 5 20 mmHg.
Terapi non farmakologi Diabetes Melitus
1) Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan
sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat
penting dari pengelolaan DM secara holistik (B). Materi edukasi terdiri
dari materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi tingkat lanjutan.
a. Materi edukasi pada tingkat awal dilaksanakan di Pelayanan
Kesehatan Primer yang meliputi:
Materi tentang perjalanan penyakit DM.
Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
secara berkelanjutan.
Penyulit DM dan risikonya.
Intervensi non-farmakologis dan farmakologis serta target
pengobatan.
Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat
antihiperglikemia oral atau insulin serta obat-obatan lain.
Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil
glukosa darah atau urin mandiri (hanya jika pemantauan
glukosa
darah mandiri tidak tersedia).
Mengenal gejala dan penanganan awal hipoglikemia.
Pentingnya latihan jasmani yang teratur.
Pentingnya perawatan kaki.
Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.

b. Materi edukasi pada tingkat lanjut dilaksanakan di Pelayanan


Kesehatan Sekunder dan / atau Tersier, yang meliputi:
Mengenal dan mencegah penyulit akut DM.
Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM.
Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain.
Rencana untuk kegiatan khusus (contoh: olahraga prestasi).
Kondisi khusus yang dihadapi (contoh: hamil, puasa, hari-
hari sakit).
Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi
mutakhir tentang DM.
Pemeliharaan/perawatan kaki.

Perilaku hidup sehat bagi penyandang Diabetes Melitus adalah


memenuhi anjuran:
Mengikuti pola makan sehat.
Meningkatkan kegiatan jasmani dan latihan jasmani yang
teratur
Menggunakan obat DM dan obat lainya pada keadaan
khusus secara aman dan teratur.
Melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM)
dan memanfaatkan hasil pemantauan untuk menilai
keberhasilan pengobatan.
Melakukan perawatan kaki secara berkala.
Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi
keadaan sakit akut dengan tepat.
Mempunyai keterampilan mengatasi masalah yang
sederhana, dan mau bergabung dengan kelompok
penyandang diabetes serta mengajak keluarga untuk
mengerti pengelolaan penyandang DM.
Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang
ada.

Prinsip yang perlu diperhatikan pada proses edukasi DM adalah:


Memberikan dukungan dan nasehat yang positif serta
hindari terjadinya kecemasan.
Memberikan informasi secara bertahap, dimulai dengan hal-
hal yang sederhana dan dengan cara yang mudah dimengerti.
Melakukan pendekatan untuk mengatasi masalah dengan
melakukan simulasi.
Mendiskusikan program pengobatan secara terbuka,
perhatikan keinginan pasien. Berikan penjelasan secara
sederhana dan lengkap tentang program pengobatan yang
diperlukan oleh pasien dan diskusikan hasil pemeriksaan
laboratorium.
Melakukan kompromi dan negosiasi agar tujuan pengobatan
dapat diterima.
Memberikan motivasi dengan memberikan penghargaan.
Melibatkan keluarga/pendamping dalam proses edukasi.
Perhatikan kondisi jasmani dan psikologis serta tingkat
pendidikan pasien dan keluarganya.
Gunakan alat bantu audio visual.

2) Terapi Nutrisi Medis (TNM)


TNM merupakan bagian penting dari penatalaksanaan DMT2
secara komprehensif. Kunci keberhasilannya adalah keterlibatan secara
menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang
lain serta pasien dan keluarganya). Guna mencapai sasaran terapi TNM
sebaiknya diberikan sesuai dengan kebutuhan setiap penyandang DM (A).
Prinsip pengaturan makan pada penyandang DM hampir sama
dengan anjuran makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang
seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing
individu. Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai
pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah kandungan kalori,
terutama pada mereka yang menggunakan obat yang meningkatkan
sekresi insulin atau terapi insulin itu sendiri.

A. Komposisi Makanan yang Dianjurkan terdiri dari:


Karbohidrat
o Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan
energi. Terutama karbohidrat yang berserat tinggi.
o Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan.
o Glukosa dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang
diabetes dapat makan sama dengan makanan keluarga yang
lain.
o Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
o Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti
glukosa, asal tidak melebihi batas aman konsumsi harian
(Accepted Daily Intake/ADI).
o Dianjurkan makan tiga kali sehari dan bila perlu dapat
diberikan makanan selingan seperti buah atau makanan lain
sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.

Lemak
o Asupan lemak dianjurkan sekitar 20- 25% kebutuhan kalori,
dan tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
o Komposisi yang dianjurkan:
- lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori
- lemak tidak jenuh ganda < 10 %
- selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
o Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak
mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging
berlemak dan susu fullcream.
o Konsumsi kolesterol dianjurkan < 200 mg/hari.

Protein
o Kebutuhan protein sebesar 10 20% total asupan energi.
o Sumber protein yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging
tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak,
kacang-kacangan, tahu dan tempe.
o Pada pasien dengan nefropati diabetik perlu penurunan asupan
protein menjadi 0,8 g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan
energi, dengan 65% diantaranya bernilai biologik tinggi.
Kecuali pada penderita DM yang sudah menjalani
hemodialisis asupan protein menjadi 1-1,2 g/kg BB perhari.
Natrium
o Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama dengan
orang sehat yaitu <2300 mg perhari.
o Penyandang DM yang juga menderita hipertensi perlu
dilakukan pengurangan natrium secara individual.
o Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda,
dan bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium
nitrit.

Serat
o Penyandang DM dianjurkan mengonsumsi serat dari
kacangkacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat
yang tinggi serat.
o Anjuran konsumsi serat adalah 20-35 gram/hari yang berasal
dari berbagai sumber bahan makanan.

Pemanis Alternatif
o Pemanis alternatif aman digunakan sepanjang tidak melebihi
batas aman (Accepted Daily Intake/ADI).
o Pemanis alternatif dikelompokkan menjadi pemanis berkalori
dan pemanis tak berkalori.
o Pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya
sebagai bagian dari kebutuhan kalori, seperti glukosa alkohol
dan fruktosa.
o Glukosa alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol,
mannitol, sorbitol dan xylitol.
o Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang DM
karena dapat meningkatkan kadar LDL, namun tidak ada
alasan menghindari makanan seperti buah dan sayuran yang
mengandung fruktosa alami.
o Pemanis tak berkalori termasuk: aspartam, sakarin,
acesulfame potassium, sukralose, neotame.
B. Kebutuhan Kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang
dibutuhkan penyandang DM, antara lain dengan memperhitungkan
kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kal/kgBB ideal. Jumlah
kebutuhan tersebut ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa
faktor yaitu: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dan lain-lain.
Beberapa cara perhitungan berat badan ideal adalah sebagai berikut:
Perhitungan berat badan ideal (BBI) menggunakan rumus Broca
yang dimodifikasi:
o Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
o Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di
bawah 150 cm, rumus dimodifikasi menjadi: Berat badan ideal
(BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
o BB Normal: BB ideal 10 %
o Kurus: kurang dari BBI - 10 %
o Gemuk: lebih dari BBI + 10 %

Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh


(IMT).
Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus:
o IMT = BB(kg)/TB(m2)
o Klasifikasi IMT :
- BB Kurang <18,5
- BB Normal 18,5-22,9
- BB Lebih 23,0
- Dengan risiko 23,0-24,9
- Obes I 25,0-29,9
- Obes II 30

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain:

Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori basal perhari untukperempuan sebesar
25 kal/kgBB sedangkan untuk pria sebesar 30 kal/kgBB.
Umur
o Pasien usia diatas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi
5% untuk setiap dekade antara 40 dan 59 tahun.
o Pasien usia diantara 60 dan 69 tahun, dikurangi 10%.
o Pasien usia diatas usia 70 tahun, dikurangi 20%.

Aktivitas Fisik atau Pekerjaan


o Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan
intensitas aktivitas fisik.
o Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal
diberikan pada keadaan istirahat.
o Penambahan sejumlah 20% pada pasien dengan
aktivitas ringan: pegawai kantor, guru, ibu rumah
tangga.
o Penambahan sejumlah 30% pada aktivitas sedang:
pegawai industri ringan, mahasiswa, militer yang
sedang tidak perang.
o Penambahan sejumlah 40% pada aktivitas berat: petani,
buruh, atlet, militer dalam keadaan latihan.
o Penambahan sejumlah 50% pada aktivitas sangat berat:
tukang becak, tukang gali.

Stres Metabolik
o Penambahan 10-30% tergantung dari beratnya stress
metabolik (sepsis, operasi, trauma).

Berat Badan
o Penyandang DM yang gemuk, kebutuhan kalori
dikurangi sekitar 20- 30% tergantung kepada tingkat
kegemukan.
o Penyandang DM kurus, kebutuhan kalori ditambah
sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk
meningkatkan BB.
o Jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000-1200
kal perhari untuk wanita dan 1200-1600 kal perhari untuk
pria.

3) Jasmani
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan
DM apabila tidak disertai adanya nefropati. Kegiatan jasmani sehari-hari
dan latihan jasmani dilakukan secara secara teratur sebanyak 3-5 kali
perminggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit
perminggu. Jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut.
Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah sebelum
latihan jasmani. Apabila kadar glukosa darah <100 mg/dL pasien harus
mengkonsumsi karbohidrat terlebih dahulu dan bila >250 mg/dL
dianjurkan untuk menunda latihan jasmani. Kegiatan sehari-hari atau
aktivitas sehari hari bukan termasuk dalam latihan jasmani meskipun
dianjurkan untuk selalu aktif setiap hari.
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga
akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang
dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik dengan
intensitas sedang (50-70% denyut jantung maksimal) seperti: jalan cepat,
bersepeda santai, jogging, dan berenang. Denyut jantung maksimal
dihitung dengan cara mengurangi angka 220 dengan usia pasien.
Pada penderita DM tanpa kontraindikasi (contoh: osteoartritis,
hipertensi yang tidak terkontrol, retinopati, nefropati) dianjurkan juga
melakukan resistance training (latihan beban) 2-3 kali/perminggu sesuai
dengan petunjuk dokter. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan
umur dan status kesegaran jasmani. Intensitas latihan jasmani pada
penyandang DM yang relatif sehat bisa ditingkatkan, sedangkan pada
penyandang DM yang disertai komplikasi intesitas latihan perlu
dikurangi dan disesuaikan dengan masing-masing individu.

Sumber : Soelistijo, Soebagijo Adi. 2015. Konsensus : Pengelolaan dan Pemcegahan


Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2015. Jakarta : PB. Perkeni
4. Tanda tanda dan gejala hipoglikemia ringan hingga berat

KLASIFIKASI
Pada diabetes, hipoglikemia juga sering didefinisikan sesuai dengan
gambaran klinisnya. Hipoglikemia akut menunjukkan gejala dan triad whipple.
Triad tersebut :
a. Keluhan yang menunjukkan adanya kadar glukosa plasma yang rendah
b. Kadar glukosa darah yang rendah (<3 mmol/L hipoglikemia pada
diabetes), dan
c. Hilangnya secara cepat keluhan-keluhan sesudah kelaianan biokimiawi
dikoreksi.

Akan tetapi pasien diabetes (dan insulinomia) dapat kehilangan


kemampuannya untuk menunjukkan atau mendeteksi keluhan dini
hipoglikemia. Dengan meanmbah kriteria klinis pada pasien diabetes yang
mendapat terapi, hipoglikemia akut dibagi menjadi hipoglikemia ringan,
sedang, dan berat.
Keluhan dan Gejala hipoglikemia
Gejala hipoglikemia dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu:
1) Hipoglikemia yang dipicu oleh kelebihan sekresi epinefrin
2) Hipoglikemia akibat disfungsi sistem saraf pusat.

Pelepasan epinefrin yang cepat menyebabkan berkeringat, termor,


takikarfi, kecemasan dan kelaparan. Gejala sistem saraf pusat (SSP) meliputi
pusing, sakit kepala, kekaburan pengkihatan, penumpulan ketajaman mental,
kehilangan ketrampilam motoris halus, bingung, tingkah laku abnormal, kejang
dan kehilangan kesadaran. Dengan penurunan glukosa plasma yang lebih cepat
(seperti pada reaksi insulin), gejala adrenergik menonjol. Pada penderita
diabetes, gejala adrenergik mungkin tidak tampak jika ada neuropati berat.
Suatu sindroma yang jarang menyerupai manifestasi SSP karena
hipoglikemia sudah diuraikan bahwa glukosa darah normal tetapi glukosa
cairan serebrospinal rendah, mungkin karena defek molekul pembawa glukosa,
GLUT 1.
Faktor utama mengapa hipoglikemia manjadi penting dalam
pengelolaan diabetes adalah ketergantungan jaringan saraf terhadap asupan
glukosa yang terus-menerus. Gangguan (interruption) asupan glukosa yang
berlangsung beberapa menit menyebabkan gangguan sistem saraf pusat (SSP).
Seperti jaringan lain, jaringan saraf dapat menggunakan sumber energi
alternatif, yaitu keton dan laktat. Pada hipoglikemia yang disebabkan insulin,
konsentrasi keton di plasma tertekan dan mungkin tidak mencapai kadar yang
cukup di SSP, sehingga tidak dapat dipakai sebagai sumber energi alternatif.
Terdapat keragaman keluhan yang menonjol diantara pasien maupun
pada pasien itu sendiri pada waktu yang berbeda. Walaupun demikian pada
umumnya keluhan biasanya timbul dalam pola tertentu, sesuai dengan kompnen
fisiologis dan respon fisiologis yang berbeda.
Pada pasien diabetes yang relatif baru, keluhan dan gejala yang terkait
dengan gangguan sistem saraf otonomik seperti palpitasi, tremor, atau
berkeringat lebih menonjol dan biasanya mendahuli keluhan dan gejala
disfungsi serebral yang disebabkan oleh neuroglikopeni, seperti gangguan
konsentrasi dan koma. Pada pasien diabetes yang lama intensitas keluhan
otonomik cenderung berkurang atau menghilang. Hal tersebut menunjukkan
kegagalan yang prgogresif aktivasi sistem saraf otonom.

Sumber :
1) Sudoyo W. Aru, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.
Jakarta : FKUI
2) Frank C Smeeks lll, MD. 2009. Hypoglycemia in Emergency Medicine.
Available on http://emedicine.medscape.com/article/767359-overview.
3) Prince Sylvia, M. Wilson Lorraine. 2006. Patofisiologi. Ed,6. Vol,2.
Jakarta : EGC
4) Harrison. 2000. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume
5. Jakarta : EGC
5) Cryer E. Philip. 2006. Mechanisms of sympathoadrenal failure and
hypoglycemia in diabetes. Available on http://www.jci.org.

Anda mungkin juga menyukai